TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Etiologi
2.1.3 Patofisiologi
Menurut Smeltzer (2001:1448) patofisiologi gagal ginjal kronik
dimulai dari fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah, maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia
membaik setelah dialisis.
Gangguan Klirens renal, banyak masalah muncul pada gagal ginjal
sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang
3
Pathway
Menurut Muttaqin, Arif (2011:168)
Pasien asimtomatik
GFR menurun
Gangguan perfusi
jaringan
2.1.5 Komplikasi
2.1.5.1 Hiperkalemia
Diakibatkan penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme,
dan masukan diet berlebihan.
2.1.5.2 Perikarditis
Efusi perikardial, dan temponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
10
2.1.5.3 Hipertensi
Disebabkan oleh retensi cairan dan natrium, serta malfungsi
sistem renin angioaldosteron.
2.1.5.4 Anemia
Disebabkan oleh penurunan eritroprotein, rentang usia sel darah
merah, dan pendarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin,
dan kehilangan darah selama hemodialisa.
2.1.5.5 Penyakit Tulang
Hal ini disebabkan oleh retensi fosfat kadar kalium serum yang
rendah, metabolisme vitamin D, abnormal, dan peningkatan kadar
aluminium.
2.2.1 Pengkajian
3. Integritas Ego
Gejala: Faktor stres, contoh finansial, hubungan, dan sebagainya
Perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan
Tanda: Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
4. Eliminasi
Gejala: Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (Gagal
tahap lanjut). Abdomen kembung, diare, atau konstipasi.
Tanda: Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat,
berawan. Oliguria, dapat menjadi anuria.
5. Makanan/Cairan
Gejala: Peningkatan berat badan cepat (Edema), penurunan berat
badan (Malnutrisi) Anoreksia. Nyeri ulu hati, mual/muntah,
rasa metalik tak sedap pada mulut (Pernapasan amonia).
Penggunaan diuretik
Tanda: Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (Tahap akhir)
Perubahan turgor kulit/kelembaban.
Edema (Umum, tergantung).
Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah.
Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak
bertenaga.
6. Neurosensori
Gejala: Sakit kepala, penglihatan kabur.
Tanda: Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian.
7. Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Nyeri panggul, sakit kepala;kram otot/nyeri kaki (Memburuk
saat malam hari)
Tanda: Perilaku berhati-hati/distraksi,gelisah
8. Pernapasan
Gejala: Napas pendek; dispnea noktural paroksimal; batuk
dengan/tanpa sputum kental dan banyak
16
2.2.3 Intervensi
Intervensi:
1. Kaji faktor yang menimbulkan keletihan:
1) Anemia.
2) Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
3) Retensi produk sampah.
4) Depresi.
Rasional: Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat
keletihan.
2. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang
dapat di toleransi; bantu jika keletihan terjadi.
Rasional: Meningkatkan aktivitas ringan/sedang dan
memperbaiki harga diri.
3. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat.
Rasional: Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas
yang dapat ditoleransi dan istirahat yang adekuat.
4. Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis.
Rasional: Istirahat yang adekuat di anjurkan setelah dialisis,
yang bagi banyak pasien sangat melelahkan.
2.2.3.6 Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan,
perubahan peran, perubahan pada citra diri dan disfungsi seksual.
Tujuan: Memperbaiki konsep diri.
Kriteria hasil:
Mekanisme koping yang diterapkan positif dan pasien tidak
rendah diri.
Intervensi:
1. Kaji respon dan reaksi pasien dan keluarga terhadap penyakit
dan penanganan.
Rasional: Menyediakan data tentang masalah pada pasien dan
keluarga terhadap penyakit dan penanganan.
2. Kaji hubungan antara pasien dengan anggota keluarga terdekat.
Rasional: Penguatan dan dukungan terhadap pasien
diidentifikasi.
24
2.2.4 Implementasi
2.2.5 Evaluasi
2.2.6 Pendokumentasian
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Nama : Tn. AB
Umur : 39 tahun
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SLTA
Keterangan:
: laki-laki
: perempuan
X : meninggal
: tinggal serumah
: pasien
: garis keturunan
petugas kesehatan lainya, penyakit saya ini bisa sembuh. Saya juga
mengetahui tentang penyakit yang saya derita dan proses
penyembuhannya harus menjalani terapi hemodialisa.
3.1.4.2 Nutrisidan metabolisme
TB : 165 Cm
BB sekarang : 47 Kg
BB sebelum sakit : 50 Kg
Tabel 3.1 Nutrisi dan Metabolisme Saat Sakit dan Sebelum Sakit.
Pola Makan Sehari-hari Saat Sakit Sebelum Sakit
Frekuensi /hari 3x sehari 3x sehari
Porsi porsi 1 porsi
Nafsu Makan Kurang baik Baik
Jenis Makanan Bubur, lauk, sayur, buah Nasi, sayur, lauk
Jenis Minuman Air putih Kopi, air putih
Jumlah Minuman/cc/24 jam 500/600 cc/hari 1000 cc/hari
Kebiasaan Makanan Pagi, siang, malam Pagi, siang, malam
Keluhan/Masalah Tidak nafsu makan Tidak ada
3.1.5 Sosial-spiritual
ANALISIS DATA
3. DS: Istri pasien mengatakan Intake yang tidak adekuat Pemenuhan kebutuhan
Suami saya hanya mampu
nutrisi kurang dari
makan hanya 2-5 sendok
saja kebutuhan tubuh
DO: .
DO:
1) Kemampuan pergerakan
sendi terbatas.
2) Pasien berbaring di tempat
tidur.
3) Aktivitas di bantu
keluarga, maka, minum.
4) Posisi pasien setengah
duduk.
5) Skala aktivitas 2.
6) Hasil lab Hemoglobin 8,5
g/dl.
PRIORITAS MASALAH
1. Ketidakefektifan pola napas Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi pola napas pasien. 1. Dypsnea, takikardi dan pernapasan
berhubungan dengan edema keperawatan 2x24 jam maka irregular dan bunyi ronchi adalah
indikasi adanya gangguan saluran
paru. diharapkan agar pola napas
napas.
pasien efektif dengan 2. Kaji warna kulit, kuku dan 2. Kepucatan merupakan indikasi anemia
frekuensi dan kedalaman membran mukosa. dan sianosis terkait dengan kongesti
dan gagal jantung yang berakibat
dalam rentang normal dan
perfusi jaringan yang tidak adekuat.
paru jelas/bersih dengan 3. Posisi semifowler memungkinkan
3. Atur posisi Semifowler.
kriteria hasil: organ abdomen menjauhi diafragma
sehingga ekspansi paru optimal.
1. Pasien tidak sesak. 4. Observasi tanda-tanda vital. 4. Gangguan pertukaran O2
2. Pasien tidak lemah. mengakibatkan perubahan tanda-tanda
vital, terutama tekanan darah,
3. Pasien tidak pucat. pernafasan, nadi dan juga suhu.
4. TTV dalam batas 5. Kolaborasi untuk pemberian 5. a. Memaksimumkan kebutuhan O2.
a. O2 nasal kanul. b.Analisa gas darah sangat penting
normal.
b. Pemeriksaan analisa gas darah. untuk mengetahui adanya gangguan
pertukaran gas dalam paru.
2. Gangguan perfusi jaringan Setelah dilakukan tindakan 1. Awasi tanda-tanda vital, kaji 1. Memberikan informasi tentang
berhubungan dengan keperawatan 2x24 jam maka pengisian kapiler, warna derajat/keadekuatan perfusi jaringan
penurunan transport O2 diharapkan terjadi kulit/membran mukosa, dan dasar dan membantu menentukan kebutuhan
kejaringan/nutrisi ke sel. peningkatan perfusi jaringan kuku. intervensi.
yang sesuai secara individual 2. Tinggikan kepala tempat tidur 2. Meningkatkan ekspansi paru dan
dengan kriteria hasil: sesuai toleransi. memaksimalkan oksigenasi untuk
1. Kelemahan pasien kebutuhan seluler.
berkurang. 3. Awasi upaya pernapasan, 3. Dispnea, gemiricik menunjukan
2. Pasien tidak pucat. auskultasi bunyi napas. gangguan jantung karena regangan
3. CRT <2 detik. jantung lama/peningkatan kompensasi
4. Tanda-tanda vital curah jantung.
dalam batas normal. 4. Berikan O2 sesuai indikasi. 4. Memaksimalkan transport O2 ke
5. Nilai laboraturium jaringan.
dalam batas normal. 5. Awasi hasil pemeriksaan 5. Mengidentifikasi defisiensi dan
laboratorium, berikan sel darah kebutuhan pengobatan/respon
merah lengkap sesuai indikasi. terhadap terapi.
6. Kolaborasi dengan tim medis 6. Pemberian tablet zat besi berfungsi
dalam pemberian tablet zat besi dalam pembentukan sel darah merah.
sesuai indikasi.
7. Dokumentasi hasil rencana 7. Mengetahui hasil dari rencana
tindakan yang telah dilaksanakan. tindakan yang telah dilaksanakan
sehingga dapat mengetahui
perkembangan kondisi pasien.
1. Kaji keluhan mual, muntah, dan 1. Menentukan intervensi selanjutnya.
3. Pemenuhan kebutuhan Setelah dilakukan tindakan
penurunan nafsu makan.
nutrisi kurang dari keperawatan 2x24 jam, maka
2. Kaji riwayat nutrisi termasuk 2. Mengidentifikasi defisiensi nutrisi.
kebutuhan tubuh diharapkan nutrisi pasien
makanan yang disukai.
berhubungan dengan intake terpenuhi dengan kriteria
3. Observasi dan catat masukan 3. Mengawasi masukan
yang tidak adekuat. hasil:
makanan pasien. konsumsi/kualitas kekurangan
1. Nafsu makan meningkat.
konsumsi makanan.
2. Pasien tidak lemah.
4. Timbang berat badan tiap hari 4. Mengawasi penurunan berat badan
(bila memungkinkan). yang diakibatkan oleh defisit nutrisi.
5. Beri dan bantu oral hygiene. 5. Oral hygiene dapat meningkatkan
nafsu makan.
6. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam 6. Mencegah terjadinya distensi lambung
pemberian makanan yang tidak yang dapat menstimulasi muntah.
dapat merangsang lambung,
contoh: pedas dan asam.
7. Kolaborasi dengan keluarga 7. Meminimalkan anoreksia dan mual
dalam pemberian makanan berhubungan dengan status
dengan porsi sedikit tapi sering. uremik/menurunnya peristaltik.
8. Kolaborasi dengan keluarga 8. Faktor yang tidak menyenangkan
dalam menciptakan lingkungan yang berperan dalam menimbulkan
yang menyenangkan selama anoreksia dihilangkan.
waktu makan.
4. Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1.Lakukan teknik aseptik saat 1. Tindakan aseptik merupakan tindakan
dengan prosedur invasif keperawatan 2x24 jam maka melakukan tindakan invasif baik preventif terhadap kemungkinan
terjadi infeksi.
pemasangan jarum infus, diharapkan pasien tidak itu infus dan jarum cimino (Jarum
jarum cimino/hemodialisa. mengalami infeksi dengan hemodialisa).
kriteria hasil:
2.Observasi tanda-tanda vital. 2. Menetapkan data dasar pasien, terjadi
1. Leukosit dalam batas
peradangan dapat diketahui dari
normal. penyimpangan tanda-tanda vital.
2. Pasien tidak mengalami 3.Observasi daerah pemasangan infus 3. Mengetahui tanda- tanda infeksi
rubor, dolor, kalor, tumor dan fungsio
infeksi. dan jarum cimino (jarum
laesa.
hemodialisa) apakah adanya tanda-
tanda infeksi.
5. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji faktor yang menimbulkan 1. Menyediakan informasi tentang
berhubungan dengan keperawatan 2x24 jam maka keletihan. indikasi tingkat kelelahan.
kelemahan, anemia. diharapkan pasien mampu 2. Anjurkan aktivitas alternatif 2. Mendorong latihan dan aktivitas
berpartisipasi sambil istirahat. dalam batas-batas yang dapat
dalam melakukan aktivitas ditoleransi dan istirahat yang adekuat.
yang dapat ditoleransi 3. Anjurkan beristirahat setelah 3. Istirahat yang adekuat sangat
dengan kriteria hasil: dialisis. dianjurkan setelah dialisis yang sangat
1. Berkurangnya keluhan melelahkan bagi banyak pasien.
lelah. 4. Bantu pasien dalam 4. Imobilisasi meningkatkan reabsorpsi
2. Skala aktivitas 1. merencanakan jadwal aktivitas kalsium dari tulang.
3. Pasien tidak tampak setiap hari untuk menghindari
lemah. imobilisasi dan keletihan.
5. Kolaborasi dengan dokter bila 5. Kelelahan yang menetap dapat
keluhan kelelahan menetap. menandakan kemajuan kerusakan
ginjal dan perlunya penilaian
tambahan dalam terapi.
50
6. Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan 1. Inspeksi kulit terhadap perubahan 1. Menandakan area sirkulasi buruk, yang
berhubungan dengan uremia keperawatan 2x24 jam maka warna, turgor, perhatikan dapat menimbulkan dekubitus.
55
54
56
BAB 4
PEMBAHASAN
Pelaksanaan asuhan keperawatan secara murni mengacu pada konsep dan teori
yang sudah ada, bukanlah suatu upaya yang mudah, sering ditemukan kesenjangan
antara keduanya. Dalam BAB ini penulis akan menjelaskan tentang kesesuaian
maupun kesenjangan antara kasus nyata yang ditemukan di lapangan dengan teori
yang ada serta faktor penghambat dan pendukung terhadap proses keperawatan yang
telah diberikan pada Tn.AB dengan Gagal Ginjal Kronik di ruang A BLUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya yang dimulai dari tanggal 21 sampai dengan 22 Januari
2013.Pembahasan akan dimulai dengan beberapa tahapan dalam proses keperawatan
yang sistematis dimulai dengan pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi serta pendokumentasian. Adapun pembahasan yang penulis
lakukan sebagai berikut:
4.1 Pengkajian
Dari hasil pengkajian pada Tn. AB, penulis mengangkat enam diagnosa
keperawatan berdasarkan dari analisa data yang diperoleh penulis yaitu:
ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan edema paru, gangguan perfusi
jaringan berhubungan dengan penurunan transport O2 kejaringan/nutrisi ke sel,
pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat, resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif,
intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan mobilisasi fisik, gangguan
integritas kulit berhubungan dengan uremia yang berlebihan. Sedangkan pada
teori Gagal Ginjal Kronik diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut
Smeltzer (2001) ada tujuh diagnosa keperawatan yaitu: kelebihan volume cairan
berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet berlebih dan retensi cairan
serta natrium, perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran
57
4.3 Perencanaan/Intervensi
kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian tablet zat besi sesuai indikasi,
dokumentasi hasil rencana tindakan yang telah di laksanakan.
Pada diagnosa keperawatan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, perencanaan
bertujuan nutrisi pasien terpenuhi dengan rencana tindakan kaji keluhan mual,
muntah, dan penurunan nafsu makan, kaji riwayat nutrisi termasuk makanan
yang di sukai, observasi dan catat masukan makanan pasien, timbang berat badan
tiap hari (Bila memungkinkan), beri dan bantu oral hygiene, kolaborasi dengan
ahli gizi dalam pemberian makanan yang tidak dapat merangsang lambung,
contoh: pedas dan asam, kolaborasi dengan keluarga dalam pemberian makanan
dengan porsi sedikit tapi sering, kolaborasi dengan keluarga dalam menciptakan
lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan.
Pada diagnosa keperawatan resiko infeksi berhubungan dengan prosedur
invasif pemasangan jarum infus, jarum cimino/hemodialisa, perencanaan
bertujuan tidak terjadi infeksi dengan rencana tindakan lakukan teknik aseptik
saat melakukan tindakan invasif baik itu infus dan jarum cimino (jarum
hemodialisa), observasi tanda-tanda vital, observasi daerah pemasangan infus
dan jarum cimino (jarum hemodialisa) apakah adanya tanda-tanda infeksi.
Pada diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan, anemia, perencanaan bertujuan pasien mampu berpartisipasi dalam
melakukan aktivitas yang dapat di toleransi dengan rencana tindakan kaji faktor
yang menimbulkan keletihan, anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat,
anjurkan beristirahat setelah dialisis, bantu pasien dalam merencanakan jadwal
aktivitas setiap hari untuk menghindari imobilisasi dan keletihan, kolaborasi
dengan dokter bila keluhan kelelahan menetap.
Pada diagnosa keperawatan gangguan integritas kulit berhubungan dengan
uremia, perencanaan bertujuan tidak terjadi kerusakan integritas kulit dengan
rencana tindakan inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, perhatikan
kemerahan, eksoriasi, kaji keadaan kulit terhadap kemerahan dan adanya
eksoriasi, pantau masukan cairan dan hidrasi kulit, membran mukosa, ganti
posisi tiap 2 jam sekali beri bantalan pada tonjolan tulang, pelindung siku dan
tumit, jaga keadaan kulit tetap kering dan bersih, anjurkan pada klien untuk
62
menggunakan pakaian tipis dan kering yang menyerap keringat dan bebas
keriput, anjurkan pasien gunakan kompres lembab dan dingin, kolaborasi dalam
pemberian foam dan tempat tidur angin.
Adapun faktor penghambat bagi penulis dalam menentukan intervensi
keperawatan pada Tn. AB adalah masih sulitnya penulis menentukan prioritas
dan diagnosa keperawatan yang telah diatur dalam teori dalam urutan umum
yang dapat diubah sesuai dengan keadaan individual pasien, dimana perawat
dapat memilih atau menambahkannya, sehingga agak sulit menentukan situasi
pasien untuk menarik intervensi. Sedangkan faktor pendukung bagi penulis
dalam menentukan intervensi keperawatan adalah adanya kerjasama yang baik
dengan pasien sehingga penulis bisa menentukan intervensi keperawatan
menurut prioritas keperawatan.
4.4 Pelaksanaan/Implementasi
4.5 Evaluasi
tekstur kulit kasar, pasien menggaruk bagian yang gatal, Lab ureum 172, mukosa
bibir kering. Masalah belum teratasi intervensi masih dilanjutkan.
Dari enam diagnosa yang terdapat pada kasus ini, yang sudah teratasi
adalah resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif pemasangan jarum
infus dan jarum cimino/hemodialisa, tetapi masih ada lima diagnosa yang belum
teratasi yaitu ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan edema paru,
gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan transport O2
kejaringan/nutrisi ke sel, gangguan integritas kulit berhubungan dengan uremia
yang berlebihan, intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan mobilisasi
fisik, resiko kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat.
Sedangkan menurut Nursalam (2001:71) evaluasi adalah tindakan
intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa
jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya yang sudah
berhasil dicapai.Evaluasi memuat keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan membandingkan antara
proses dengan pedoman atau rencana proses tersebut (Mubaraq, 2006:88).
Oleh karena itu penulis masih melanjutkan rencana tindakan. Tetapi karena
terbatasnya waktu, penulis hanya mendelegasikan kepada perawat ruangan untuk
melanjutkan rencana tindakan keperawatan sesuai dengan rencana.
Faktor pendukung adalah pasien, keluarga sangat kooperatif dan perawat
ruangan dapat bekerja sama sehingga mudah dalam melaksanakan rencana
tindakan. Sedangkan faktor penghambat adalah keterbatasan waktu dan
keterbatasan penulis dalam menganalisa kondisi, dan melakukan tindakan
keperawatan pada pasien lebih dalam lagi.
4.6 Pendokumentasian
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Sesuai dengan penulisan di atas maka dapat dikemukakan saran-saran
sebagai berikut:
5.2.1 Bagi Institusi Pendidikan
Bagi institusi pendidikan agar dapat meningkatkan kegiatan
pembelajaran dan pendalaman materi kepada mahasiswa/mahasiswi
tentang teori-teori dan penerapannya pada lahan praktek, dan diharapkan
bagi mahasiswa/mahasiswi untuk selalu memperhatikan pelajaran-
pelajaran yang diberikan untuk diterapkan pada saat di lahan praktek.
Karena masih banyak terdapat hambatan-hambatan saat saya melakukan
asuhan keperawatan di lahan praktek, terutama pada asuhan keperawatan
yang dilakukan pada Tn.AB dengan Gagal Ginjal Kronik. Penulis berharap
dengan adanya hambatan-hambatan tersebut mahasiswa/mahasiswi dapat
lebih giat belajar dan melatih keterampilan pada saat di lahan praktek dan
bagi dosen, kasus ini dapat dijadikan bahan evaluasi dan perbandingan
sejauh mana mahasiswa dapat menerapkannya baik itu di lahan klinik
ataupun masyarakat dan keluarga.
5.2.2 Bagi Rumah sakit
Bagi tenaga kesehatan di Rumah Sakit agar dapat menerapkan dan
melaksanakan asuhan keperawatan dengan menggunakan fasilitas seperti
alat-alat yang menunjang tindakan medis dan keperawatan yang tersedia di
ruangan, sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat
terutama di ruang A BLUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
DAFTAR PUSTAKA
BIODATA PENULIS