Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

CKD DI RUANG KEMUNING DI

RUMAH SAKIT UMUM TARAKAN DAERAH JAKARTA

OLEH:

ILHAM NURHIDAYAT

20220305014

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN DASAR PROFESI NERS


PROGRAM STUDI NERS
UNIVERSITAS ESA UNGGUL TAHUN 2022
A. Konsep teori Chronic kidney disease
1. Definisi
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus
filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK)
didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat,
progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi
uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009)
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan  fungsi ginjal  yaitu penurunan laju
filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan
berat (Mansjoer, 2007). Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD)
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner &
Suddarth, 2001).

2. Etiologi dan faktor resiko


 Penyebab umum

1. Infeksi pielonefritis kronis


2. Penyakit peradangan glumerulonefritis
3. Diabetes militus
4. Hipertensi
5. Obstruksi saluran kemih
6. Penyakit ginjal polikistik
7. Sumbatan batu tumor dan penyempitan

 Penyakit umum diluar ginjal

1. Penyakit sistemik : Diabetus militus. Hipertensi, kolestrol tinggi


2. Infeksi dibadan : TBC paru, malaria, hepatitis
3. Preeklamsi
4. Obat-obatan
5. Kehilangan banyak cairan yang mendadak ( luka bakar )

Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering terhadap
proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan glomerulonefritis
menjadi yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis tubulointerstitial (pielonefritis
kronik atau nefropati refluks) dan penyakit ginjal polikistik masing-masing 3,4%.
Penyebab yang tidak sering terjadi yakni uropati obstruktif , lupus eritomatosus
dan lainnya sebesar 21 %. (US Renal System, 2000 dalam Price & Wilson,
2006). Penyebab gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Indonesia
tahun 2000 menunjukkan glomerulonefritis menjadi etiologi dengan prosentase
tertinggi dengan 46,39%, disusul dengan diabetes melitus dengan 18,65%,
obstruksi dan infeksi dengan 12,85%, hipertensi dengan 8,46%, dan sebab lain
dengan 13,65% (Sudoyo, 2006).

3. Manifestasi klinis
 Tanda
1. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat menurun
hingga 25% dari normal.
2. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami polyuria dan

nokturia, GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar kreatinin serum dan BUN
sedikit meningkat diatas normal.
3. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah, letargi,
anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer,
pruritus, uremic frost, pericarditis, kejang-kejang sampai koma), yang ditandai
dengan GFR kurang dari 5-10 ml/menit, kadar serum kreatinin dan BUN
meningkat tajam, dan terjadi perubahan biokimia dan gejala yang kompl
 Gejala
1. Gangguan pada pernafasan
2. Edema dan pembengkakan
3. Konjungtiva anemis
4. Hipertensi
5. Anoreksia, nausea
6. Proteinuria dan hematuria
7. Penurunan konsentrasi
8. Anemia
9. Perdarahan
10. Turgor kulit jelek, gatal-gatal pada bagian kulit
11. Hiperkalemia

4. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai
reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban
bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi
berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron
yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana
timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas
kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini
fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau
lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan
semakin berat.
 Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah
yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal Penurunan laju filtrasi glomerulus
(GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan
klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya
glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan
meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat.
Kreatinin serum merupakan indicator yang paling sensitif dari fungsi karena
substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi
oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme
(jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
 Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara
normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap
perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering
menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal
jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi
aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi
aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan garam,
mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare
menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status
uremik.
 Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic
seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang
berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus
gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat
(HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi
 Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia
sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami
perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal.
Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi,
disertai keletihan, angina dan sesak napas.
 Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme
kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan
saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu menurun.
Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan
kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan
kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid.
Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap
peningkatan sekresi parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan
pebyakit tulang. Selain itu juga metabolit aktif vitamin D (1,25-
dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun.

5. Pathway
6. Pemeriksaan penunjang
 Penunjang CKD

a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal. 1.
1. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan
adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
2. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan
untuk diagnosis histologis
3. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam basa.
b. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
c. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal
pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi
sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim)
serta sisa fungsi ginjal
f. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)

 Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal


1. Laju endap darah
2. Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada
(anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus / nanah,
bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna kecoklatan
menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,
amrasio urine / ureum sering 1:1.
3. Ureum dan kreatinin
Kreatinin:
Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL diduga tahap
akhir (mungkin rendah yaitu 5)

7. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu
 Konservatif
1. Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
2. Observasi balance cairan
3. Observasi adanya odema
4. Batasi cairan yang masuk

 Dialysis
 peritoneal dialysis biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut
adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )
 Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah
femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :
 AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
 Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung )
 Operasi
 Pengambilan batu
 transplantasi ginjal
 Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan dialisi tetap
atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5-10 ml/mnt. Dialisis juga
diiperlukan bila :
 Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
 Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
 Overload cairan
 Penurunan kesadaran
 Mual muntah dan anoreksia yang kondisi memburuk

B. Konsep asuhan keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas pasien, meliputi :
Nama, Umur : biasa nya yang terserang anemia umumnya adalah dewasa, Jenis
Kelamin : biasa nya yang dominan terkena Anemia adalah perempuan, Agama, Status
perkawinan, Pendidikan, Pekerjaan, Tanggal Masuk, No. Register, Diagnosa medis
Penanggung jawab, meliputi :Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
hubungan dengan pasien
b. Alasan Masuk
Klien mengeluh pusing,lemah,mual dan muntah,badan terasa letih,pucat,akral dingin,
sesak.
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output sedikit
sampai tidak ada BAK, glisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan
(anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau (ureum), dan
gatal pada kulit.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan klien pada saat di anamnesa Untuk kasus
gagal ginjal kronis, kaji onset penurunan urine output, penurunan kesadaran,
perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, dan pemenuhan
nutrisi. Kaji pula sudah kemana saja klien meminta pertolongan untuk mengatasi
masalahnya dan mendapat pengobatan.
 Keletihan, kelemahan, malaise umum
 Sakit kepala
 Nyeri mulut & lidah
 Kesulitan menelan
 Dyspepsia, anoreksia
 Klien mengatakan BB menurun
 Nyeri kepala,berdenyut, sulit berkonsentrasi
 Penurunan penglihatan
 Kemampuan untuk beraktifitas menurun

d. Riwayat kesehatan dahulu


Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hiperplasia, dan prostektomi.
Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi system perkemihan yang
berulang. Penyakit diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya
yang menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat
kemudian dokumentasikan.
Pengkajian riwayat dahulu yang mendukung dengan melakukan serangkaian
pertanyaan, meliputi:
 Apakah sebelumnya klien pernah menderita anemia.
 Apakah meminum suatu obat tertentu dalam jangka lama.
 Apakah pernah menderita penyakit malaria.
 Apakah pernah mengalami pembesaran limfe.
 Apakah pernah mengalami penyakit keganasan yang tersebar seperti
 kanker payudara, leukimia, dan multipel mieloma.
 Apakah pernah kontak dengan zat kimia toksik dan penyinaran dengan radiasi.
 Apakah pernah menderita penyakit menahun yang melibatkan ginjal dan hati.
 Apakah pernah menderita penyakit infeksi dan defisiensi endoktrin.
 Apakah pernah mengalami kekurangan vitamin penting, seperti vitamin

e. Riwayat Kesehatan Keluarga


Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang sama.
Baaimana pola hidup yang biasa diterapkan dalam keluarga, ada atau tidaknya
riwayat infeksi sistem perkemihan yang berulang dan riwayat alergi, penyait hereditas
dan penyakit menular pada keluarga.
 .Kecendrungan keluarga untuk anemia.
 Adanya anggota keluarga yang mendapat penyakit anemia congenital.
 Keluarga adalah vegetarian berat.
 Social ekonomi keluarga yang rendah.

f. Genogram
Untuk mengetahui riwayat penyakit dari keluarga dan klien

2. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum dan TTV


Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
Tingkat kesadaran: menurun esuai dengan tingkat uremia dimana dapat
mempengaruhi system saraf pusat
b. Tanda-tanda vital
sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan darah terjadi perubahan
dari hipertensi ringan sampai berat.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau terjadi
peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga, hidung
kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah,
mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu
napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi
basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.

h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan
Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat / uremia, dan
terjadi perikarditis.

3. Diagnose keperawatan yang sering mucul


1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan retensi
cairan dan natrium.
2. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia mual
muntah.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi ke
jaringan sekunder.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk sampah
dan prosedur dialysis.
6. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus sekunder
terhadap adanya edema pulmoner.
7. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan cairan
mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik, gangguan
frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak seimbangan elektrolit).

4. Analisa data

No Data Etiologi Masalah keperawatan


1 Ds Gangguan pada ginjal Kelebihan volume cairan

Pasien mengatakan sesak


Do Tidak bisa berfungsi sebagai
- Edema pada kedua kaki pengatur hemodinamik
kanan kiri
- Td : 170/100 mmhg
- Hb: 7 mg/dl Aliran darah ke ginjal menurun
- Distensi vena jugularis
- Oliguria
- Berat badan meningkat GFR menurun
- Intake lebih banyak
daripada output
Pelepasan renin angiotensin

Vasokontruksi, retensi Na& H20

Peningkatan tekanan darah

Peningkatan tekanan hidrostatik


kapiler

Mendorong cairan keluar dari


intravaskuler ke intersititial

Edema

Kelebihan volume cairan


2 Ds: Kerusakan ginjal Gangguan nutrisi kurang
Pasien mengatakan mual dan dari kebutuhan tubuh
muntah
GFR Menurun
Do:
- Klien tampak lemas
- Klien tampak pucat Gangguan fungsi ginjal nerlangsung
- Bb awal : 55 kg kronik
- Bb sekarang : 50 kg

CKD

Kerusakan glomelurus

Menurunnya jumlah glumelurus yg


berfungsi

Menurunnya klirens ginjal

Tertimbunnya produk hasil


metabolism protein dalam darah

Uremia

Gangguan keseimbangaan asam


basa

Iritasi lambung

Asam lambung naik

Mual dan muntah

Berlebihan dan berkepanjangan

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh

3 Ds : Kerusakan ginjal Perubahan pola nafas


Pasien mengatakan sesak

Do Kerusakan glomelurus
- Keadaan umum pasien
lemah
- RR :35 X/M Protein/albumin dapat melewati
- Terpasang NRBM 10 membrane glomelurus
LPM
- Pernafasan cuping hidung
Proteminuria

Hipoalbuminea

Ketabolisme protein dalam sel

Ureum meningkat

Asidosis metabolic

Kompensasi respiratorik

Hiperventilasi

Perubahan pola nafas

4 Ds : Kerusakan ginjal Gangguan perfusi jaringan


-
Do :
- Td : 170/100 Kerusakan glomelurus
- Hasil lab ureum : 80
mg/dl
- Kreatinin : 3 mg/dl Sekresi eriprotein menurun
- CRT kembali 4 detik

Produksi SDM menurun


Oksihemoglobin

Suplai O2 ke jaringan menurun

Gangguan perfusi jaringan

5. Rencana keperawatan

NO Diagnosa Tujuan & KH Kode Intervensi Keperawatan


Keperawatan NIC
Kelebihan volume Tujuan: 4130 Fluid Management :
cairan b.d penurunan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Kaji status cairan ; timbang
haluaran urin dan selama 3x24 jam volume cairan berat badan,keseimbangan
retensi cairan dan seimbang. masukan dan haluaran,

natrium. Kriteria Hasil: turgor kulit dan adanya


NOC : Fluid Balance edema
 Terbebas dari edema, efusi, anasarka 2. Batasi masukan cairan
 Bunyi nafas bersih,tidak adanya 3. Identifikasi sumber
dipsnea potensial cairan
Memilihara tekanan vena sentral, tekanan 4. Jelaskan pada pasien dan
kapiler paru, output jantung dan vital keluarga rasional
sign normal. pembatasan cairan
5. Kolaborasi pemberian
cairan sesuai terapi.
2100

Hemodialysis therapy
1. Ambil sampel darah dan
meninjau kimia darah
(misalnya BUN, kreatinin,
natrium, pottasium, tingkat
phospor) sebelum perawatan
untuk mengevaluasi respon
thdp terapi.
2. Rekam tanda vital: berat
badan, denyut nadi,
pernapasan, dan tekanan
darah untuk mengevaluasi
respon terhadap terapi.
3. Sesuaikan tekanan filtrasi
untuk menghilangkan
jumlah yang tepat dari
cairan berlebih di tubuh
klien.
4. Bekerja secara kolaboratif
dengan pasien untuk
menyesuaikan panjang
dialisis, peraturan diet,
keterbatasan cairan dan
obat-obatan untuk mengatur
cairan dan elektrolit
pergeseran antara
pengobatan
2 Gangguan nutrisi Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1100 Nutritional Management
1. Monitor adanya mual dan
kurang dari selama 3x24 jam nutrisi seimbang dan
muntah
kebutuhan tubuh b.d adekuat.
2. Monitor adanya kehilangan
anoreksia mual Kriteria Hasil:
berat badan dan perubahan
muntah NOC : Nutritional Status
status nutrisi.
 Nafsu makan meningkat
3. Monitor albumin, total
 Tidak terjadi penurunan BB
protein, hemoglobin, dan
 Masukan nutrisi adekuat
hematocrit level yang
 Menghabiskan porsi makan
menindikasikan status nutrisi
 Hasil lab normal (albumin, kalium)
dan untuk perencanaan
treatment selanjutnya.
4. Monitor intake nutrisi dan
kalori klien.
5. Berikan makanan sedikit tapi
sering
6. Berikan perawatan mulut
sering
Kolaborasi dengan ahli gizi
dalam pemberian diet sesuai
terapi
3 Perubahan pola napas Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3350 Respiratory Monitoring
berhubungan dengan selama 1x24 jam pola nafas adekuat. 1. Monitor rata – rata,
hiperventilasi paru Kriteria Hasil: kedalaman, irama dan usaha
NOC : Respiratory Status respirasi
2. Catat pergerakan dada,amati
 Peningkatan ventilasi dan oksigenasi
kesimetrisan, penggunaan
yang adekuat
otot tambahan, retraksi otot
 Bebas dari tanda tanda distress
supraclavicular dan
pernafasan
intercostal
 Suara nafas yang bersih, tidak ada 3. Monitor pola nafas :
sianosis dan dyspneu (mampu bradipena, takipenia,
mengeluarkan sputum, mampu kussmaul, hiperventilasi,
bernafas dengan mudah, tidak ada cheyne stokes
pursed lips) 4. Auskultasi suara nafas, catat
- Tanda tanda vital dalam rentang normal area penurunan / tidak
adanya ventilasi dan suara
3320
tambahan
Oxygen Therapy
1. Auskultasi bunyi nafas, catat
adanya crakles
2. Ajarkan pasien nafas dalam
3. Atur posisi senyaman
mungkin
4. Batasi untuk beraktivitas
Kolaborasi pemberian oksigen
4 Gangguan perfusi Setelah dilakukan asuhan keperawatan 4066 Circulatory Care
jaringan berhubungan selama 3x24 jam perfusi jaringan 1. Lakukan penilaian secara
dengan penurunan adekuat. komprehensif fungsi sirkulasi
suplai O2 dan nutrisi Kriteria Hasil: periper. (cek nadi

ke jaringan sekunder. NOC: Circulation Status priper,oedema, kapiler refil,


 Membran mukosa merah muda temperatur ekstremitas).
 Conjunctiva tidak anemis 2. Kaji nyeri
 Akral hangat 3. Inspeksi kulit dan Palpasi

 TTV dalam batas normal. anggota badan

 Tidak ada edema 4. Atur posisi pasien,


ekstremitas bawah lebih
rendah untuk memperbaiki
sirkulasi.
5. Monitor status cairan intake
dan output
6. Evaluasi nadi, oedema
Berikan therapi antikoagulan.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Dialisis Pada Diabetes Melitus. http://internis.files.wordpress.com/2011/01/dialisis-
pada-diabetes-melitus.pdf diakses pada tanggal 23 Februari 2014
Anita dkk. Penggunaan Hemodialisis pada Bidang Kesehatan yang Memakai Prinsip Ilmu Fisika.
http://dc128.4shared.com/doc/juzmT0gk/preview.html diakses pada tanggal 23 Februari 2014
Bakta, I Made & I Ketut Suastika,. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta : EGC.
1999
Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical Management for
Positive Outcome Seventh Edition. China : Elsevier inc. 2005
Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. Nursing Intervention
Classification (NIC). USA: Mosby Elsevier. 2008.
Herdinan, Heather T. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC. 2012.
Johnson, M. Etal. Nursing Outcome Classification (NOC). USA: Mosby Elsevier. 2008.
Nahas, Meguid El & Adeera Levin. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to
Understanding and Management. USA : Oxford University Press. 2010
Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC. 2002
Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2 Edisi 8.
Jakarta : EGC. 2001
Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2006

Anda mungkin juga menyukai