Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN HOMECARE

PADA Ny.S DENGAN STROKE DI RT 03 RW 03, KELURAHAN SEMANAN,


KECAMATAN KALIDERES JAKARTA BARAT

Nama : Febiolla Nadia Watunglawar


NIM : 2022-0305-023

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN HOMECARE


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
TAHUN 2023
A. KONSEP DASAR

1. DEFINISI

Stroke adalah penyakit yang disebabkan oleh banyak faktor atau yang sering
disebut multifaktor. Faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian stroke
dibagi menjadi dua, yaitu faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan (non-
modifiable risk factors) dan faktor resiko yang dapat dikendalikan (modifiable
risk factors) (Saunoh, 2019). Stroke Non Hemoragik terjadi pada pembuluh darah
yang mengalami sumbatan sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah
pada jaringan otak, trombosis otak, aterosklerosis dan emboli serebral yang
merupakan penyumbatan pembuluh darah yang timbul akibat pembentukan plak
sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah yang dikarenakan oleh penyakit
jantung, diabetes, obesitas, kolesterol, merokok, stress, gaya hidup, rusak atau
hancurnya neuron motorik atas (upper motor neuron) dan hipertensi (Lewis et al.,
2017).

Terapi pada klien dengan stroke yang dapat diberikan pada layanan home care
atau perawatan di rumah salah satunya yaitu, ROM (Range Of Motion).

2. ETIOLOGI

Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian :


1) Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)
2) Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak
dari bagian tubuh yang lain)
3) Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak)
4) Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke
dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak).

Akibatnya adalah penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan


kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori bicara, atau
sensasi. Trombosis serebral. Arteosklerosis serebral dan pelambatan sirkulasi
serebral adalah penyebab utama trombosis serebral, yang adalah penyebab paling
umum stroke.
Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang
tidak umum. Beberapa pasien dapat mengalami pusing, perubahan kognitif, atau
kejang, dan beberapa mengalami awitan yang tidak dapat dibedakan dari hemoragi
intracerebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara,
hemiplegia, atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan pralisis
berat pada beberapa jam atau hari Embolisme serebral.

Faktor-faktor yang menyebabkan stroke :


1) Faktor yang tidak dapat dirubah (Non Reversible) : Jenis kelamin dan
penuaan
2) Faktor yang dapat dirubah (Reversible)
a. Hipertensi
b. Penyakit jantung
c. Kolesterol tinggi
d. Obesitas
e. Diabetes mellitus
f. Strees emosional

3. KLASIFIKASI

a. Stroke Non Hemoragik Embolus


Emboli tidak terjadi pada pembuluh darah otak pada stroke non hemoragik
tipe ini, melainkan di tempat lainnya seperti jantung dan sistem vaskular
sistemik. Pada penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian
kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel dapat terjadi embolisasi
kardiogenik. Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang
menyebabkan gangguan pada katup mitral, fibrilasi atrium, infark kordis akut,
dan embolus yang berasal dari vena pulmonalis. Kelainan jantung tersebut
mengakibatkan curah jantung berkurang dan biasanya muncul di saat
penderita tengah beraktivitas fisik seperti pada saat penderita sedang berolah
raga.
b. Stroke Non Hemoragik Trombus
Stroke trombotik dapat terjadi akibat adanya penggumpalan pada pembuluh
darah yang menuju otak. Stroke trombotik dibagi menjadi 2 yaitu, stroke pada
pembuluh dasar besar (termasuk sistem arteri carotis) merupakan 70% kasus
stroke non hemoragik trombus dan stroke pada pembuluh darah kecil
(termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Trombosis pembuluh darah
kecil terjadi apabila aliran darah terhalang, biasanya terkait dengan hipertensi
serta merupakan indikator penyakit atherosklerosis.

4. PATOFISIOLOGI
Iskemia adalah suatu kondisi atau keadaan dimana jaringan seperti otak
mengalami hipoksia atau kekurangan oksigen karena adanya obstruksi pembuluh
darah arteri atau aliran darah yang tidak adekuat. Meskipun hanya membentuk
kurang lebih 1% sampai 2% dari total berat tubuh, otak perlu pasokan oksigen dan
glukosa yang cukup dan disuplai melalui sirkulasi darah. Otak menerima 15%
curah jantung dan mengonsumsi 20% total konsumsi oksigen tubuh. Aliran darah
otak dalam keadaan normal sekitar 50 ml/100 g jaringan otak/menit dan tetap
konstan meskipun tekanan darah maupun tekanan intrakranium berubah – ubah.
Hal tersebut akibat adanya autoregulasi resistensi vaskular. Stroke iskemik atau
non hemoragik disebabkan oleh fokal iskemia serebral, dimana terjadi penurunan
aliran darah yang cukup sehingga mengganggu metabolism neuronal dan fungsi
otak. Jika keadaan iskemi tidak ditangani dalam masa kritis, yang akan terjadi
kemudian adalah cedera seluler ireversibel dan mengakibatkan infark serebral.
Faktor – faktor risiko stroke non hemoragik yang dapat diubah berperan dalam
patofisiologi terjadinya stroke. Seperti hipertensi yang dapat membuat pembuluh
darah otak berkonstriksi sehingga menyebabkan terjadinya hialinisasi otot
pembuluh darah yang mengakibatkan diameter pembuluh darah menjadi lebih
kecil.

Penyakit kardiovaskular serta diabetes melitus menyebabkan penyumbatan


pembuluh darah melalui emboli kardiogenik dan makroangiopati diabetika. Kadar
HDL yang rendah dapat menyebabkan dislipidemia yang nantinya juga
menimbulkan adanya penumpukan plak di dinding pembuluh darah arteri. Anemia
hemolitik juga menyebabkan terjadinya stroke. Di Amerika, merokok merupakan
penyebab tunggal terjadinya stroke non hemoragik melalui pembentukan agregasi
butir – butir darah yang menyumbat pembuluh darah. Aktifitas fisik, nutrisi dan
indeks massa tubuh yang normal dapat menurunkan risiko terjadinya stroke. Jika
aliran darah ke otak dipulihkan sebelum terjadi cedera neuron dan seluler yang
ireversibel, maka gejala klinis dan tanda – tanda stroke yang terjadi hanyalah
sementara.
Gangguan berkepanjangan pada aliran darah ke otak akan menyebabkan defisit
neurologis yang menetap karena cedera pada neuron yang ireversibel (infark
serebral). Dua mekanisme patogenesis yang dapat menyebabkan stroke iskemik
adalah trombosis dan emboli dimana sekitar dua pertiga kasus stroke iskemik
disebabkan oleh trombosis serta sepertiganya oleh karena emboli.
a. Trombosis
Trombosis menyebabkan terjadinya stroke iskemik dengan cara
menyumbat arteri cerebralis besar (terutama arteri carotis interna, arteri
cerebri media, atau arteri basilaris), arteri kecil, vena cerebralis, atau sinus
venosus. Gejala biasanya berkembang dari menit ke jam. Stroke trombotik
sering didahului oleh TIA yang cenderung menghasilkan gejala serupa
karena trombosis mempengaruhi bagian otak yang sama secara berulang.
b. Emboli
Emboli mengakibatkan stroke ketika arteri cerebralis tersumbat oleh
trombus dari jantung, arcus aorta, atau arteri cerebralis besar lainnya.
Emboli dalam sirkulasi otak bagian depan paling sering menyumbat arteri
cerebri media atau cabang – cabangnya, karena sekitar 85% dari aliran
darah hemisfer otak dibawa oleh pembuluh darah ini. Emboli dalam
sirkulasi otak bagian belakang biasanya berada pada puncak dari arteri
basilaris atau pada arteri cerebri posterior. Stroke emboli khas
menghasilkan defisit neurologis yang maksimal pada saat onset. Apabila
TIA mendahului stroke emboli, terutama yang bersumber dari jantung,
gejala dapat bervariasi antara serangan tergantung daerah otak yang
terkena.

5. KOMPLIKASI
Pasien stroke umumnya mengalami bedrest atau berbaring lama di tempat tidur,
hal ini dapat menyebabkan masalah fisik dan emosional diantaranya yaitu :
a. Bekuaan Darah (Trombosis)
Mudah terbentuk di kaki yang lumpuh menyebabkan penimbunan cairan,
pembengkakakn (edema) selain itu juga dapat menyebabkan embolisme paru
yaitu bekuaan yang terbentuk dalam arteri yang mengalirkan darah ke paru.
b. Dekubitus
Memar biasanya terjadi di bokong, pinggul, sendi, kaki, dan tumit hal ini jika
tidak dirawat akan menyebabkan ulkus decubitus dan infeksi.
c. Atrofi dan Kekakuan Sendi (Kontraktur)
Kekakuan sendi terjadi karena kurang gerak atau immobilisasi yang
menyebabkan aktivitas fisik menurun
d. Depresi dan Kecemasan
Perubahan dan penurunan fungsi tubuh menyebabkan reaksi emosional
berlebihan. Klien dengan stroke akan merasa tidak berdaya dan selalu
membutuhkan orang lain dalam kehidupannya.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Diagnostik
1. Angiografi serebral
yaitu menentukan penyebab stroke secara spesifik misalnya seperti
pendarahan atau obstruksi arteri.
2. Single Photon Emission Computed Tomographi (SPECT)
digunakan untuk luas dan untuk mendeteksi daerah yang abnormal dari
bagian otak, yang juga diguanakan untuk mendeteksi, melokalisasi, dan
mengukur stroke (sebelum Nampak oleh pemindaian CT).
3. CT Scan
Merupakan pemindaian yang memperlihatkan secara spesifik letak dari
edema, posisi dari hematoma, dan juga jaringan otak yang infark ataupun
iskemia dengan posisi yang secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Yaitu menggunakan gelombang magnetic yang digunakan untuk
menentukan posisi dan besar terjadinya pendarahan pada otak. Kemudian
hasil yang akan didapatkan yaitu area yang mengalami lesi infark akibat
dari hemoragik.
5. EEG (Elektroensefalografi)
Merupakan pemeriksaan yang bertujuan untuk dapat melihat masalah yang
akan timbul dan juga dampak dari jaringan infark sehingga dapat
menimbulkan menurunya implus listrik yang terdapat pada jaringan otak.
b. Pemeriksaan Laboraturium
1. Lumbal pungsi : pemeriksaan likuor merah yang biasanya dapat dijumpai
pada perdarahan yang pasif, sedangkan pada pendarahan yang kecil akan
dijumpai warna likuor yang masih normal (xantokhrom) sewaktu hari
pertama
2. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
3. Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut bisa saja terjadi hiperglikemia
4. Gula darah yang dapat mencapai 250 mg didalam serumdan kemudian
akan berangsur-angsur turun

7. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medis :
a. Thrombosis intravena merupakan terapi yang bertujuan untuk rekanalisasi
pada pembuluh darah yang tersumbat.
b. Terapi antritrombosis terapi ini dapat berupa anhibisi platelet dan
antikougolasi. Aspirin adalah salah satu anti platelet yang sangat terbukti
efektif untuk terapi akut

8. KEBUTUHAN KLIEN DENGAN STROKE DI RUMAH.


a. Dukungan Keluarga
Pada fase pemulihan atau rehabilitasi, keluarga harus terlibat secara aktif dan
menyeluruh karena kekuatan dan motivasi dari diri sendiri bahkan dari
orang terdekat sangat dibutuhkan oleh pasien. Keyakinan yang diberikan
keluarga adalah hal yang penting bagi pasien untuk menumbuhkan
kepatuhan pasien dalam menjalani program medis. Apabila dukungan
semacam ini tidak ada, maka keberhasilan rehabilitasi akan sangat berkurang.
Adapun dukungan- dukungan yang dapat diberikan oleh keluarga adalah
dukungan emosional, dukungan informasi,dukungan instrumental, dan
dukungan penghargaan (Ulandari & Soebyakto, 2019).

b. Perawatan Diri
Enam konsep utama dalam konsep Orem adalah perawatan diri, agensi
perawatan diri, kebutuhan perawatan diri secara terapeutik, defisit
perawatan diri, institusi dan sistem keperawatan. Kebutuhan perawatan
diri,menurut Orem, meliputi pemeliharaan udara air/cairan, makanan, proses
eliminasi normal, keseimbangan antara aktivitas dan istirahat, keseimbangan
dan interaksi sosial, pencegahan bahaya bagi kehidupan, fungsi, dan
kesejahteraan manusia, serta upaya meningkatkan fungsi dalam perkembangan
individu untuk menjadi normal sehingga perawatan diri (self-care) dilakukan
dapat mempertahankan kesehatan,baik secara fisik maupun psikologis. Pada
klien dengan stroke, membutuhkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan
dasarnya, keluarga sebagai orang terdekat klien saat berada di rumah.
Keluarga diharapkan mampu membantu memenuhi kebutuhan makan, minum,
eliminasi klien dengan stroke (Siregar & Anggeria, 2019).

c. Rehabilitasi dan Peningkatan Aktivitas


Peningkatan aktivitas berfungsi untuk mengembalikan kekuatan otot
ekstremitas yang terkena stroke Peningkatan aktivitas dapat dilakukan dengan
latihan ROM. Latiha ROM dapat dilakukan 3 – 4 kali seminggu, ROM ini
juga dapat dilakukan oleh klien dan keluarga (Leniwati et al, 2019).
Latihan (ROM) merupakan bagian dari proses rehabilitasi untuk mencapai
tujuan yaitu meningkatkan kekuatan otot. Latihan beberapa kali dalam
sehari dan dilakukan pengulangan setiap gerakan agar latihan tersebut dapat
optimal di lakukan sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi yang akan
menghambat pasien untuk dapat mencapai kemandirian (Syahrim et al, 2019).

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN FOKUS
a. Tingkat kesadaran GCS
Respon Membuka Mata Nilai
Spontan 4
Terhadap bicara 3
Terhadap nyeri 2
Tidak ada respon 1
Respon Verbal Nilai
Terorientasi 5

Percakapan membingungkan 4
Penggunaan kata-kata yang tidak 3
sesuai
Suara menggumang 2
Tidak ada respon 1
Respon Motorik Nilai
Mengikuti perintah 6
Menunjuk tempat rangsangan 5
Menghindar dari stimulus 4
Fleksi abnormal (dekortikasi) 3
Ekstensi abnormal 2
Tidak ada respon 1

b. Kekuatan otot
Respon Nilai
Tidak ada kontraksi otot 0
Ada tanda dari kontraksi 1
Bergerak tapi tak mampu menahan gaya gravitasi 2
Bergerak melawan gaya gravitasi tetapi tidak dapat melawan
3
tahanan otot pemeriksa
Bergerak dengan lemah terhadap tahanan dari otot pemeriksa 4
Dapat menahan tahanan dari otot pemeriksa, kekuatan dan
5
rangsangan yang normal

c. Pemeriksaan saraf kranial


No Saraf Kranial Cara Pemeriksaan
1 N. Olfactori : Saraf sensorik. Untuk Pasien memejamkan mata,
penciuman disuruh membedakan bau
yang dirasakan (kopi, teh,
dll).
2 N. Opticus : Saraf Sensorik. Untuk Dengan snelend card, dan
penglihatan periksa lapang pandang.
3 N. Okulomotoris : Saraf motorik. Tes putaran bola mata,
Untuk mengangkat kelopak mata menggerakkan
keatas, kontraksi pupil, dan sebagian konjungtiva, reflek pupil, dan
gerak ekstraokuler inspeksi kelopak mata.
4 N. Trochlearis : Saraf motorik. Untuk Sama seperti nervus III
gerakan mata kebawah dan ke
dalam
5 N. Trigeminus : Saraf motorik. Menggerakkan rahang ke
Gerakan mengunyah, sensasi wajah, semua sisi, pasien
lidah dan gigi, refleks kornea dan memejamkan mata, sentuh
refleks kedip dengan kapas pada dahi atau
pipi, menyentuh permukaan
kornea dengan kapas.
6 N. Abdusen : Saraf motorik. Deviasi Sama seperti nervus III
mata ke lateral
7 N. Fasialis : Saraf motorik. Untuk Senyum, bersiul, mengangkat
ekspresi wajah alis mata, menutup kelopak
mata dengan tahanan,
menjulurkan lidah untuk
membedakan gula dan garam
8 N. Verstibulocochlearis : Saraf Test webber dan rinne
sensorik. Untuk pendengaran dan
keseimbangan
9 N. Glosofaringeus : Saraf sensorik Membedakan rasa manis dan
dan motorik. Untuk sensasi rasa asam
10 N. Vagus : Saraf sensorik dan Menyentuh faring posterior,
motorik. Refleks muntah dan menelan pasien menelan saliva, di
suruh mengucap ah…
11 N. Asesoris : Saraf motorik. Untuk Suruh pasien untuk
menggerakkan bahu menggerakkan bahu dan
lakukan tahanan sambil
pasien melawan tahanan
tersebut
12 N. Hipoglosus : Saraf Motorik. Untuk Pasien disuruh menjulurkan
gerakan lidah lidah dan menggerakkan dari
sisi ke sisi lain

d. Pemeriksaan Fungsi Refleks


- Refleks Bisep
a) Pasien duduk dilantai
b) Lengan rileks, posisi antara fleksi dan ekstensi dan sedikit pronasi,
lengan diletakkan diatas lengan pemeriksa
c) Stimulus: ketokan pada jari pemeriksa pada tendon m. biceps
brachii, posisi lengan setengah ditekuk pada sendi siku.
d) Respon: fleksi lengan pada sendi siku.
- Refleks Trisep
a) Pasien duduk dengan rileks
b) Lengan pasien diletakan diatas lengan pemeriksa
c) Pukul tendon trisep melalui fosa olekrani
d) Stimulus: ketukan pada tendon otot triceps brachii, posisi lengan
fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi.
e) Respon: ekstensi lengan bawah disendi siku.
- Refleks Patella
a) Pasien duduk santai dengan tungkai menjuntai
b) Raba daerah kanan-kiri tendon untuk menentukan daerah yang tepat.
c) Tangan pemeriksa memegang paha pasien
d) Ketuk tendon patella dengan palu refleks menggunakan tangan yang
lain.
e) Respon: pemeriksa akan merasakan kontraksi otot kuadrisep,
ekstensi tungkai bawah
f) Stimulus: ketukan pada tendon patella
g) Respon: ekstensi tungkai bawah karena kontraksi otot kuadrisep
femoris.

2. PATHWAY

3. ANALISA DATA
No Data Masalah Keperawatan
1. DS : Nyeri Akut
- Klien mengatakan nyeri pada bagian
ekstremitas kiri
- Klien mengatakan nyeri seperti ditusu-
tusuk dan terasa saat terlalu lama berdiri
- Klien mengatakan sebelumnya
didiagnosa stroke ringan
DO :
- Skala nyeri 2
- Nyeri tampak hanya di bagian
ekstremitas kiri
- Kekuatan otot ekstremitas atas kiri dan
kanan 5, ekstremitas bawah kiri 3,
ekstremitas kanan bawah 5
2. DS : Hambatan Mobilitas Fisik
- Keluarga mengatakan pemenuhan
kebutuhan klien dibantu
- Klien mengatakan pasca stroke, kaki
kiri nya susah bergerak dan
membuatnya kesulitan berjalan
DO :
- Kaki kiri klien nampak susah digerakan
dengan kekuatan otot 3
- Klien nampak berpegang pada benda-
benda disekitar saat berjalan seperti,
lemari, dinding, dll.
3. DS : Risiko Jatuh
- Klien mengatakan klien memiliki
Riwayat jatuh pasca stroke 1 kali pada
Minggu lalu
DO :
- Postur tubuh klien saat berjalan nampak
bertumpuh pada sisi kanan saja
- Kekuatan otot ekstremitas kiri (yang
sakit saat ini) : 3

4. RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1. Nyeri Akut T·    TUM :
Setelah 4 x 30 pertemuan
TUK :
Kriteria Hasil :
1. Mampu mengontrol nyeri
(tahu penyebab nyeri,
mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
2. Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan
menggunakan manajemen
nyeri
3. Mampu mengenali nyeri
(skala, intensitas,
frekuensi dan tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang

2. Hambatan Mobilitas TUK : Manajemen Nyeri : 1400


Fisik Setelah dilakukan kunjungan 1. Pengkajian
keluarga 5 x 30 menit, komperhensif nyeri
keterbatasan pada pergerakan
fisik tubuh atau satu lebih Terapi Latihan :
ekstremitas secara mandiri dan Keseimbangan (0222)
terarah, ditandai dengan 1. Bantu pasien untuk
kriteria hasil : menemukan posisi
nyaman dalam
TUM : latihan
Kriteria Hasil : keseimbangan
2. Menyusun rencana
Keseimbangan mampu Latihan
dipertahankan dengan : (0202) keseimbangan klien
1. Mempertahankan saat berdiri dan
keseimbangan saat berjalan
berjalan 3. Merokemndasikan
2. Mempertahankan klien untuk
keseimbangan saat menggunakan alat
duduk bantu untuk menjaga
Beradaptasi terhadap keseimbangan saat
disabilitas fisik : (1308) berjalan seperti
1. Mampu beradaptasi tongkat penyangga.
dengan keterbatasan
fisik saat ini Terapi Latihan :
2. Membuat rencana Mobilitas Sendi : (0224)
untuk memenuhi ADL 1. Merencanakan
3. Mendapat bantuan dari latihan ROM pasif
keluarga dalam sehari sekali,
pemenuhan kebutuhan. sesuaikan jadwal
Pergerakan Sendi meningkat dengan klien
(0206) : 2. Rekomendasikan
1. Kekuatan otot klien untuk
meningkat menggunakan baju
2. Jari kaki dan tangan yang nyaman saat
dapat digerakan terapi latihan ROM
perlahan-lahan 3. Jelaskan kepada
klien dan keluarga
fungsi dan manfaat
dari ROM
4. Lakukan Latihan
ROM

3. Risiko Jatuh TUK : Monitor Tanda-tanda


Setelah dilakukan perawatan di Vital :
rumah 4 x 30 menit, 1. Mengukur TD,
kerentanan untuk jatuh dan 2. Mengukur Nadi
dapat merusak fisik teratasi 3. Mengukur Suhu
dengan kriteria hasil : 4. Mengukur RR

TUM Pencegahan Jatuh :


Kriteria Hasil : (6940)
Perilaku Pencegahan Jatuh 1. Ajarkan klien untuk
(1909) : beradaptasi terhadap
1. Menggunakan alat modifikasi gaya
bantu untuk menjaga berjalan sesuai
keseimbangan dengan keterbatasan fisik
benar saat ini.
2. Keluarga mampu 2. Membantu dan
menyediakan bantuan mengajarkan
untuk membantu klien keluarga untuk
bergerak menyiapkan tempat
3. Menyesuaikan tidur, kursi, dan
ketinggian tempat toilet sesuai
tidur, kursi, dan toilet ketinggian yang
sesuai keperluan klien disarankan untuk
dengan risiko jatuh klien dengan stroke
Tanda-tanda Vital (0802) : (keterbatsan fisik)
1. Tekanan darah sistolik 3. Libatkan keluarga
dan diastolic dalam dalam membantu
rentang normal mencegah jatuh
2. Suhu tubuh normal pada klien
3. Denyut nadi normal
Frekuensi Pernapasan Normal

DAFTAR PUSTAKA

Lewis, Dirksen, Heitkamper, & Bucher. (2017). Medical Surgical Nursing : Assement And
Management Of Clinical Problem. Elsevier Mosby.

Leniwita, H. L., Prabawati, D. P., & Susilo, W. H. (2019). Pengaruh Latihan Range Of
Motion (Rom) Terhadap Perubahan Aktivitas Fungsional Pada Pasien Stroke Rawat
Inap Di Rsu Uki Jakarta. Jurnal Jkft, 4(2), 72-77.

Nopia, D., & Huzaifah, Z. (2020). Hubungan Antara Klasifikasi Stroke Dengan Gangguan
Fungsi Kognitif Pada Pasien Stroke. Journal Of Nursing Invention, 1(1), 16-22.

Nurshiyam, M. A., & Basri, M. (2020). Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan


Mobilitas Fisik Pada Pasien Stroke Non Hemoragik Di Rskd Dadi Makasar. Jurnal
Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar, 11(01).
Sarani, D. (2021). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Non Hemoragik Dengan
Masalah Keperawatan Ketidakberdayaan (Doctoral Dissertation, Universitas
Muhammadiyah Ponorogo).

Siregar, P. S., & Anggeria, E. (2019). Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan
Kemampuan Perawatan Diri (Self Care) Pada Pasien Pasca Stroke Di Rsud Pirngadi
Kota Medan. Jurnal Keperawatan Priority, 2(2), 70-79.

Syahrim, W. E. P., Azhar, M. U., & Risnah, R. (2019). Efektifitas Latihan Rom Terhadap
Peningkatan Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke: Study Systematic Review. Media
Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia (Mppki), 2(3), 186-191.

Saunoah, M. N. (2019). Gambaran Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Stroke Iskemik


Pada Masyarakat Kabupaten Timor Tengah Utara Pada Tahun 2018 (Doctoral
Dissertation, Poltekkes Kemenkes Kupang).

Ulandari, R., & Soebyakto, B. B. (2019). Peran Keluarga Merawat Lanjut Usia Pasca
Stroke. Masker Medika, 7(2), 517-534.

Anda mungkin juga menyukai