Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN STROKE NON HEMORAGIK

A. DEFINISI
 Stroke atau cedera cerebrovaskuler merupakan suatu keadaan hilanganya fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer C. Suzanne,
2002).
 Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik mendadak yang
terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri
otak (Sylvia A Price, 2006).
 Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak,
progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam
atau lebih atau langsung menimbul kematian yang disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak non straumatik (Arif Mansjoer, 2000).
 Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan
trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di
pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif Muttaqin, 2008).

B. KLASIFIKASI
Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan
proses patologik (kausal):
1.      Berdasarkan manifestasi klinis

1
a. Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan
menghilang dalam waktu 24 jam.
b. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological
Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari
24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
c. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
d. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
2.      Berdasarkan kausal
a.    Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh
darah di otak.Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan
pembuluh darah yang kecil.Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi
akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang
cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol
jahat atau Low Density Lipoprotein(LDL). Sedangkan pada pembuluh darah
kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil
terhalang.Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit
aterosklerosis.
b.   Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan
lemak yang lepas.Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang
mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.
C. ETIOLOGI
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh
emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga
dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses
yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik
yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri.
1.      Emboli

2
a.  Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat berasal
dari “plaque athersclerotique” yang berulserasi atau dari trombus yang melekat pada
intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.
b.  Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
 Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan dan bagian
kiri atrium atau ventrikel.
 Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan
pada katup mitralis.
 Fibrilasi atrium
 Infarksio kordis akut
 Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
 Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung miksomatosus
sistemik
c.  Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
 Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis
 Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
 Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit “caisson”).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-sided
circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah
trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan), trombi mural
(seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan
atrial miksoma. Sebanyak 2-3 persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard
dan 85 persen di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark
miokard.
2.      Thrombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi
dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik
percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna.
Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah
(sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak),
dan perlengketan platelet.
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel,
defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi

3
yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang menyebabkan
diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik
(contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).

D. ANATOMI PEMBULUH DARAH OTAK


Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal
sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki
jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron
berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg)
dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang
ada di dalam darah arterial.
Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar 15% dari
darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi normal. Otak
mendapat darah dari arteri, yang pertama adalah arteri karotis interna yang terdiri dari
arteri karotis (kanan dan kiri), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut
sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior dan kedua adalah vertebrobasiler, yang
memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum
posterior.Selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri
serebrum posterior membentuk suatu sirkulus willisi.
Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-fungsi dari
otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat sensibilitas,
sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke atau pusat bicara
sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat
koordinasi serta batang otak yang merupakan tempat jalan serabutserabut saraf ke target
organ

        

4
Gambar. Sel gilia pada otak

Gambar. Pembuluh darah di otak

     
 Gambar. Bagian otak dan fungsi otak

Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada
anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan
darah. Gejala di atas biasanya terjadi karena adanya serangan stroke.

E. PATOFISIOLOGI
Infark ischemic cerebri (SNH) terdapat hubungan yang sangat erat
dengan aterosklerosis dan arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-
macam manifestasi klinis dengan cara:
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah.

5
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan perdarahan aterm.
3. Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.
4. Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau menjadi lebih
tipis sehingga dapat dengan mudah robek.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak:
a. Keadaan pembuluh darah.
b. Keadan darah: viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat, aliran darah ke otak
menjadi lebih lambat, anemia berat, oksigenasi ke otak menjadi menurun.
c. Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak. Otoregulasi otak yaitu
kemampuan intrinsik pembuluh darah otak untuk mengatur agar pembuluh darah otak
tetap konstan walaupun ada perubahan tekanan perfusi otak.
d. Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena
lepasnya embolus sehingga menimbulkan iskhemia otak.
Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli,
perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (Hypoksia karena
gangguan paru dan jantung). Arterosklerosissering cenderung sebagai faktor penting
terhadap otak. Thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik atau darah dapat beku pada
area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Oklusi pada
pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti throm-
bosis dan hypertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebrovaskuler. Anoksia
serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible dapat
anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang
bervariasi, salah satunya cardiac arrest.

6
       Pathway

F. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala dari stroke adalah (Baughman, C Diane.dkk, 2000):
1. Kehilangan motorik
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan disfagia 
2. Kehilangan komunikasi
Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan berbicara)
atau afasia (kehilangan berbicara).

7
3. Gangguan persepsi
Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau kehilangan
penglihatan perifer dan diplopia, gangguan hubungan visual, spesial dan
kehilangan sensori.
4. Kerusakan fungsi kognitif parestesia (terjadi pada sisi yang berlawanan).
5. Disfungsi kandung kemih meliputi: inkontinensiaurinarius transier, inkontinensia
urinarius peristen atau retensi urin (mungkin simtomatik dari kerusakan otak
bilateral), Inkontinensia urinarius dan defekasiyang berlanjut (dapat mencerminkan
kerusakan neurologi ekstensif).
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang terkena:
1.   Pengaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh sebelah
2.   Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan sensasi, gangguan
penglihatan
3.   Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan bahasa.
Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:
Hemisfer kiri Hemisfer kanan
o Mengalami hemiparese kanan o Hemiparese sebelah kiri tubuh
o Perilaku lambat dan hati-hati o Penilaian buruk
o Kelainan lapan pandang kanan o Mempunyai kerentanan terhadap sisi
o Disfagia global kontralateral sehingga memungkinkan
o Afasia terjatuh ke sisi yang berlawanan

o Mudah frustasi tersebut

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
2.      Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,
melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).
3.      CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
4.      MRI (Magnetic Imaging Resonance)

8
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya
perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari
hemoragik.
5.      EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan
yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan otak.
6.      Pemeriksaan laboratorium
 Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang
masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
 Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
 Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
 gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-rangsur
turun kembali.
 Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

H. KOMPLIKASI
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi, komplikasi ini
dapat dikelompokan berdasarkan:
a. Berhubungan dengan immobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan,
konstipasi dan thromboflebitis.
b. Berhubungan dengan paralisis: nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas
dan terjatuh
c. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsi dan sakit kepala.
d. Hidrocephalus
Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol respon pernapasan
atau kardiovaskuler dapat meninggal.
I. PENATALAKSANAAN
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan melakukan
tindakan sebagai berikut:
o Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang sering,
oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.

9
o Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
o Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
o Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien
harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
o Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan
Pengobatan Konservatif
 Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
 Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
 Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan
agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
 Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya trombosis
atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral:
 Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka
arteri karotis di leher.
 Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling
dirasakan oleh pasien TIA.
 Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
 Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma

Rehabilitasi Medik Pada Stroke

A. Intervensi Rehabilitasi Medis pada Stroke


Secara umum rehabilitasi pada stroke dibedakan dalam beberapa fase. Pembagian ini dalam
rehabilitasi medis dipakai sebagai acuan untuk menentukan tujuan (goal) dan jenis intervensi
rehabilitasi yang akan diberikan, yaitu:
1. Stroke fase akut: 2 minggu pertama pasca serangan stroke
2. Stroke fase subakut: antara 2 minggu-6 bulan pasca stroke
3. Stroke fase kronis: diatas 6 bulan pasca stroke

10
Rehabilitasi Stroke Fase Akut
Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien belum stabil, umumnya dalam perawatan di rumah
sakit, bisa di ruang rawat biasa ataupun di unit stroke. Dibandingkan dengan perawatan di
ruang rawat biasa, pasien yang di rawat di unit stroke memberikan outcome yang lebih baik.
Pasien menjadi lebih mandiri, lebih mudah kembali dalam kehidupan sosialnya di masyarakat
dan mempunyai kualitas hidup yang lebih baik.

Rehabilitasi Stroke Fase Subakut


Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien umumnya sudah stabil dan diperbolehkan kembali
ke rumah, kecuali bagi pasien yang memerlukan penanganan rehabilitasi yang
Intensif.

Rehabilitasi pasien stroke fase subakut dan kronis


mungkin dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer. Rehabilitasi fase ini akan dibahas
lebih rinci terutama mengenai tatalaksana sederhana yang tidak memerlukan
peralatan canggih. Pada fase subakut pasien diharapkan mulai kembali untuk belajar
melakukan aktivitas dasar merawat diri dan berjalan. Dengan atau tanpa rehabilitasi, sistim
saraf otak akan melakukan reorganisasi setelah stroke. Reorganisasi otak yang terbentuk
tergantung sirkuit jaras otak yang paling sering digunakan atau tidak digunakan. Melalui
rehabilitasi, reorganisasi otak yang terbentuk diarahkan agar mencapai kemampuan
fungsional optimal yang dapat dicapai oleh pasien, melalui sirkuit yang memungkinkan gerak
yang lebih terarah dengan menggunakan energi/tenaga se-efisien mungkin. Hal tersebut dapat
tercapai melalui terapi latihan yang terstruktur, dengan pengulangan secara kontinyu serta
mempertimbangkan kinesiologi dan biomekanik gerak.

B. Prinsip-prinsip Rehabilitasi Stroke:


1. Bergerak merupakan obat yang paling mujarab.
Bila anggota gerak sisi yang terkena terlalu lemah untuk mampu bergerak sendiri, anjurkan
pasien untuk bergerak/ beraktivitas menggunakan sisi yang sehat, namun sedapat mungkin
juga mengikutsertakan sisi yang sakit. Sebenarnya sirkuit hanya akan terbentuk bila ada
“kebutuhan” akan gerak tersebut. Bila ekstremitas yang sakit tidak pernah digerakkan sama
sekali, presentasinya di otak akan mengecil dan terlupakan.

11
2. Terapi latihan gerak
Yang diberikan sebaiknya adalah gerak fungsional daripada gerak tanpa ada tujuan tertentu.
Gerak fungsional misalnya gerakan meraih, memegang dan membawa gelas ke mulut. Gerak
fungsional mengikutsertakan dan mengaktifkan bagian– bagian dari otak, baik area lesi
maupun area otak normal lainnya, menstimulasi sirkuit baru yang dibutuhkan.
Melatih gerak seperti menekuk dan meluruskan (fleksiekstensi) siku lengan yang lemah
menstimulasi area lesi saja. Apabila akhirnya lengan tersebut bergerak, tidak begitu saja bisa
digunakan untuk gerak fungsional, namun tetap memerlukan terapi latihan agar terbentuk
sirkuit yang baru.

3. Bantu dan arahkan pasien untuk melakukan gerak fungsional yang normal, jangan
biarkan menggunakan gerak abnormal.
Gerak normal artinya sama dengan gerak pada sisi sehat. Bila sisi yang terkena masih
terlalu lemah, berikan bantuan “tenaga” secukupnya dimana pasien masih menggunakan
ototnya secara aktif.

4. Gerak fungsional dapat dilatih apabila stabilitas batang tubuh sudah tercapai,
Yaitu dalam posisi duduk dan berdiri. Stabilitas duduk dibedakan dalam stabilitas duduk
statik dan dinamik. Stabilitas duduk statik tercapai apabila pasien telah mampu
mempertahankan duduk tegak tidak bersandar tanpa berpegangan dalam kurun waktu tertentu
tanpa jatuh/miring ke salah satu sisi. Stabilitas duduk dinamik tercapai apabila pasien dapat
mempertahankan posisi duduk sementara batang tubuh doyong ke arah depan, belakang, ke
sisi kiri atau kanan dan atau dapat bertahan tanpa jatuh/miring ke salah satu sisi sementara
lengan meraih ke atas, bawah, atau samping untuk suatu aktivitas. Latihan stabilitas batang
tubuh selanjutnya yaitu stabilitas berdiri statik dan dinamik. Hasil latihan ini memungkinkan
pasien mampu melakukan aktivitas dalam posisi berdiri. Kemampuan fungsional optimal
dicapai apabila pasien juga mampu melakukan aktivitas sambil berjalan.

5. Persiapkan pasien dalam kondisi prima


untuk melakukan terapi latihan. Gerak fungsional yang dilatih akan memberikan hasil
maksimal apabila pasien siap secara fisik dan mental. Secara fisik harus diperhatikan

12
kelenturan otot-otot, lingkup gerak semua persendian tidak ada yang terbatas, dan tidak ada
nyeri pada
pergerakan. Secara mental pasien mempunyai motivasi dan pemahaman akan tujuan dan hasil
yang akan dicapai dengan terapi latihan tersebut. Kondisi medis juga menjadi salah satu
pertimbangan. Tekanan darah dan denyut nadi sebelum dan sesudah latihan perlu dimonitor.
Lama latihan tergantung pada stamina pasien. Terapi latihan yang sebaiknya adalah latihan
yang tidak sangat melelahkan, durasi tidak terlalu lama (umumnya sekitar 45-60 menit)
namun dengan pengulangan
sesering mungkin.

6. Hasil terapi latihan yang diharapkan akan optimal


bila ditunjang oleh kemampuan fungsi kognitif, persepsi dan semua modalitas sensoris yang
utuh. Rehabilitasi fisik dan rehabilitasi fungsi kognitif tidak dapat dipisahpisahkan.
Mengembalikan kemampuan fisik seseorang harus melalui kemampuan kognitif, karena
rehabilitasi
pada prinsipnya adalah suatu proses belajar, yaitu belajar untuk mampu kembali melakukan
suatu aktivitas fungsional dengan segala keterbatasan yang ada.

C. Mobilisasi
Tujuan mobilisasi pada klin stroke menurut Hoeman adalah: 1) Mempertahankan range of
motion.2)Memperbaiki fungsi pernafasan dan sirkulasi.3)Menggerakkan seseorang secara
dini pada fungsi aktifitas meliputi gerakan di tempat tidur, duduk, berdiri dan
berjalan.4)Mencegah masalah komplikasi. 5) Meningkatkan kesadaran diri dari bagian
hemiplegi 6) Meningkatkan kontrol dan keseimbangan duduk dan berdiri. 7) Memaksimalkan
aktivitas perawatan diri. Program mobilisasi segera dijalankan oleh tim, biasanya aktif
dimulai sesudah prosesnya stabil, 24-72 jam sesudah serangan kecuali pada perdarahan.
Tindakan mobilisasi pada perdarahan subarachnoid dimulai 2-3 minggu sesudah serangan.
Lamanya pasien harus diam di tempat tidur tergantung keadaan tipe CVA dan prakiraan
dokter tentang mobilisasi dini. Klien dengan stroke harus dimobilisasi dan dilakukan
fisioterapi sedini mungkin, bila kondisi klinis neurologis dan hemodinamik stabil. Untuk
Rehabilitasi Pasien Pasca Stroke fisioterapi pasif pada klien yang belum boleh, perubahan
posisi badan dan ekstremitas setiap dua jam untuk mencegah dekubitus. Latihan gerakan
sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari untuk mencegah kontraktur. (Mansjoer, dkk,
2000)

13
D. Mobilisasi Dini
1. Pelaksanaan mobilisasi dini posisi tidur.
 Berbaring terlentang:
Posisi kepala, leher, dan punggung harus lurus. Letakkan bantal dibawah lengan yang lumpuh
secara hati-hati, sehingga bahu terangkat ke atas dengan lengan agak ditinggikan dan
memutar ke arah luar, siku dan pergelangan tangan agak ditinggikan. Letakkan pula bantal
dibawah paha
yang lumpuh dengan posisi agak memutar kea rah dalam, lutut agak ditekuk.
 Miring ke sisi yang sehat:
Bahu yang lumpuh harus menghadap ke depan, lengan yang lumpuh memeluk bantal dengan
siku di luruskan. Kaki yang lumpuh diletakkan di depan, di bawah paha dan tungkai diganjal
bantal, lutut ditekuk.
 Miring ke sisi yang lumpuh:
Lengan yang lumpuh menghadap ke depan, pastikan bahwa bahu penderita tidak memutar
secara berlebihan. Tungkai agak ditekuk, tungkai yang sehat menyilang di atas tungkai yang
lumpuh dengan diganjal bantal.

2. Latihan gerak sendi (range of motion)


Latihan gerak sendi aktif adalah klien menggunakan ototnya untuk melakukan gerakan dan
intinya tidak ada ketidaknyamanan. Menggambarkan gerakan sistematik, dengan rangkaian
urutan selama atau setiap tahap.

3. Latihan duduk
Latihan di mulai dengan meninggikan letak kepala secara bertahap untuk kemudian
dicapai posisi setengah duduk dan pada akhirnya posisi duduk. Latihan duduk secara aktif
sering kali memerlukan alat bantu, misalnya trapeze untuk pegangan penderita.
Bangun duduk dilakukan dengan bantuan perawat yang memegang kuat siku sisi yang
lumpuh pada tempat tidur, dengan tangan yang lain berjabatan tangan dengan tangan
penderita yang sehat. Siku penderita yang sakit harus berada langsung di bawah bahu, bukan
di belakang bahu. Latihan ini diulang-ulang sampai penderita merasakan gerakannya.

14
Penyanggaan berat di siku yang menyebar ke atas sendi bahu sisi yang mampu merupakan
bagian yang penting dalam rehabilitas penderita stroke menuju penyembuhan.

ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1.  Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose
medis.
2.  Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat
berkomunikasi.
3.  Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang
melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai
tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang
lain.
4.  Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5.   Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
Pengkajian Fokus:
a. Aktivitas/istirahat:
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya rasa, paralisis,
hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
b. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF, polisitemia.Dan
hipertensi arterial.
c. Integritas Ego.
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk mengekspresikan diri.

d. Eliminasi

15
Perubahan kebiasaan Bab. dan Bak.Misalnya inkoontinentia urine, anuria, distensi
kandung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang.
e. Makanan/caitan
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan, dysfagia
f. Neuro Sensori
Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan intrakranial.Kelemahan
dengan berbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang pandang
menyempit. Hilangnya daya sensori pada bagian yang berlawanan dibagian ekstremitas
dan kadang-kadang pada sisi yang sama di muka.
g. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak/muka
h. Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas.Suara nafas, whezing, ronchi.
i. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury.Perubahan persepsi dan
orientasi Tidak mampu menelan sampai ketidakmampuan mengatur kebutuhan
nutrisi.Tidak mampu mengambil keputusan.
j. Interaksi social
Gangguan dalam bicara, Ketidakmampuan berkomunikasi.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Penurunan kapasitas adaptif intracranial berhubungan dengan penurunan tekanan
perfusi serebral
b. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak
c. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan kerusakan
neurovaskuler
d. Kerusakan mobilitas fisik  berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
e. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik
f. Resiko Aspirasi berhubungan dengan  penurunan kesadaran
g. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran

16
17
C. RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1. Penurunan kapasitas NOC : NIC :
adaptif intracranial Circulation status Peningkatan perfusi otak
berhubungan dengan Tissue Prefusion : cerebral  Konsultasikan dengan dokter untuk menentukan parameter
penurunan tekanan Kriteria Hasil : hemodinamik dan mempertahankan parameter hemodinamik
perfusi serebral a. Mendemonstrasikan status sirkulasi dalam rentang tersebut
yang ditandai dengan :  Tingkatkan tegangan untuk peningkatan volume atau alat
- Tekanan systole dandiastole inotropik atau vasokonstriktif, jika ada order, untuk
dalam rentang yang diharapkan mempertahankan parameter hemodinamik dan tekanan
- Tidak ada ortostatikhipertensi perfusi otak (CPP)
- Tidak ada tanda tanda  Berikan dan titrasi obat vasoaktif, jika ada order, untuk
peningkatan tekanan intrakranial mempertahankan parameter hemodinamik
(tidak lebih dari 15 mmHg)  Berikan alat untuk meningkatkan volume intravascular, jika
b. Mendemonstrasikan kemampuan sesuai (contoh: koloid, produk darah dan kristaloid)
kognitif yang ditandai dengan:  Berikan peningkat volume untuk mempertahankan
- Berkomunikasi dengan jelas dan parameter hemodinamik, jika ada order
sesuai dengan kemampuan  Pantau waktu prothrombin (PT) dan thromboplastin parsial
- Menunjukkan perhatian, (PTT), jika menggunakan hetastarch sebagai peningkat
konsentrasi dan orientasi volume
- Memproses informasi
 Berikan rheologik agen [contoh: Mannitol dosis rendah atau
- Membuat keputusan dengan
Dextrans dengan Berat Molekul Rendah (LMDs)], jika ada
benar
order
c. Menunjukkan fungsi sensori motori
 Pertahankan kadar hematokrit sekitar 33% untuk terapi
cranial yang utuh : tingkat kesadaran
hemodilusi hipervolemik
mambaik, tidak ada gerakan gerakan
involunter  Phlebotomy pasien, jika sesuai, untuk mempertahankan
kadar hematokrit pada rentang yang diinginkan
 Pertahankan kadar serum glukosa dalam rentang normal
 Konsultasikan dengan dokter untuk menentukan
penempatan head of bed (HOB) yang optimal (contoh: 0, 15
atau 30 derajat) dan pantau respon pasien terhadap posisi

18
kepalanya
 Hindarkan fleksi leher dan pinggul/lutut yang ekstrim
 Pertahankan tingkat pCO2 pada 25 mmHg atau lebih besar
 Berikan penghambat saluran kalsium, jika ada order
 Berikan vasopressin, jika ada order
 Berikan dan pantau efek diuretic osmotic dan loop-aktif dan
kortikosteroid
 Berikan pengobatan terhadap nyeri, jika ada order
 Berikan antikoagulan, jika ada order
 Berikan obat antiplatelet, jika ada order
 Berikan obat thrombolytic, jika ada order
 Pantau waktu prothrombin (PT) pasien dan waktu
prothrombin parsial (PTT) untuk menjaga 1 ½ atau 2 kali
normal, jika diperlukan
 Pantau efek samping terapi antikoagulan
 Pantau tanda-tanda pendarahan (contoh: tes tinja dan
pengeringan NG pada darah)
 Pantau status persarafan
 Hitung dan pantau tekanan perfusi otak (CPP)
 Pantau  ICP dan respon saraf pasien dalam melakukan
perawatan
 Pantau tekanan arteri rata-rata (MAP)
 Pantau CVP
 Pantau PAWP dan PAP
 Pantau status pernapasan (contoh: rentang, irama, dan
kedalaman pernapasan; pO2, pCO2, pH dan kadar
bikarbonat)
 Auskultasi suara paru yang bergemericik atau suara yang
aneh
 Pantau tanda-tanda kelebihan cairan (contoh: rhonchi,
distensi vena jugularis (JVD), udema dan peningkatan

19
sekresi paru)
 Pantau factor pengangkutan oksigen ke jaringan (contoh:
PaCO2, Sao2 dan kadar hemoglobin dan kardiak output),
jika tersedia
 Pantau hasil laboratorium untuk perubahan oksigenasi atau
keseimbangan asam-basa, jika diperlukan i
 Pantau intake dan output

Monitoring neurologis
a. Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi dan bentuk  pupil
b. Monitor tingkat kesadaran klien
c. Monitir tanda-tanda vital
d. Monitor keluhan nyeri kepala, mual, muntah
e. Monitor respon klien terhadap pengobatan
f. Hindari aktivitas jika TIK meningkat
g. Observasi kondisi fisik klien

Intrakranial Pressure (ICP) Monitoring


a. Berikan informasi kepada keluarga
b. Set alarm
c. Monitor tekanan perfusi serebral
d. Catat respon pasien terhadap stimuli
e. Monitor tekanan intrakranial pasien dan respon neurology
terhadap aktivitas
f. Monitor jumlah drainage cairan serebrospinal
g. Monitor intake dan output cairan
h. Restrain pasien jika perlu
i. Monitor suhu dan angka WBC
j. Kolaborasi pemberian antibiotik

20
k. Posisikan pasien pada posisi semifowler
l. Minimalkan stimuli dari lingkungan

Peripheral Sensation Management


a. Pantau perbedaan tajam/tumpul atau panas/dingin
a. Pantau parestesia: kekakuan, geli, hiperestesia dan
hipoestesia
b. Anjurkan pasien untuk menggunakan bagian tubuh yang
tidak terpengaruh untuk menentukan suhu makanan, cairan,
air mandi dan lain-lain
c. Anjurkan pasien untuk menggunakan bagian tubuh yang
tidak terpengaruh untuk mengidentifikasi lokasi dan tekstur
benda
d. Latih pasien/keluarga untuk memantau posisi bagian tubuh
ketika mandi, duduk, berbaring atau merubah posisi
e. Latih pasien/keluarga untuk memeriksa kulit harian untuk
perubahan integritas kulit
f. Pantau kesesuaian alat penyegaran, prosthesis, sepatu dan
pakaian
g. Latih pasien/keluarga untuk menggunakan thermometer
untuk mengukur suhu air
h. Anjurkan penggunaan sarung tangan anti panas ketika
memegang paralatan memasak
i. Anjurkan penggunaan sarung tangan atau pakaian pelindung
pada bangian tubuh yang terpengaruh ketika bagian tubuh
tersebut berhubungan dengan benda yang- karena suhu,
tekstur atau ciri khusus- berpotensi membahayakan
j. Hindarkan atau pantau dengan hati-hati penggunaan panas
atau dingin, seperti bantal panas, botol air panas dan
kantong es
k. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang pas,
sepatu bertumit rendah dan sepatu yanga lembut

21
l. Letakkan penyangga di sekitar bagian tubuh yang
terpengaruh untuk menjaga alas tempat tidur terhindar dari
area tang terpengaruh
m. Periksa sepatu, saku dan pakaian dari benda berkerut atau
asing
n. Latih pasien untuk menggunakan interval waktu, daripada
ketidaknyamanan yang hadir, sebagai sebuah tanda posisi
yang berubah
o. Gunakan alat pengurang tekanan, jika diperlukan
p. Lindungi bagian tubuh dari perubahan temperature yang
ekstrim
q. Kurangi gerak kepala, leher dan punggung, jika diperlukan
r. Pantau kemampuan BAK dan BAB
s. Tetapkan BAK rata-rata, jika diperlukan
t. Tetapkan BAB rata-rata, jika diperlukan
u. Berikan analgesic, jika perlu
v. Pantau tromboplebitis dan thrombosis vena dalam
w. Diskusikan atau identifikasi penyebab sensasi yang
abnormal atau perubahan sensasi
x. Latih pasien untuk memantau posisi bagian tubuh secara
visual, jika transmisi rangsangan sensorik terganggu

2 Kerusakan komunikasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan, a. Libatkan keluarga untuk membantu memahami /
verbal b.d penurunan diharapkan klien mampu untuk memahamkan informasi dari / ke klien
sirkulasi ke otak berkomunikasi lagi dengan kriteria hasil: b. Dengarkan setiap ucapan klien dengan penuh perhatian
i. Dapat menjawab pertanyaan yang c. Gunakan kata-kata sederhana dan pendek dalam komunikasi
diajukan perawat dengan klien
ii. Dapat mengerti dan memahami pesan- d. Dorong klien untuk mengulang kata-kata
pesan melalui gambar e. Berikan arahan/ perintah yang sederhana setiap interaksi
iii. Dapat mengekspresikan perasaannya dengan klien
secara verbal maupun nonverbal f. Programkan speech-language teraphy
g. Lakukan speech-language teraphy setiap interaksi dengan

22
klien

2 Defisit perawatan diri; Setelah dilakukan tindakan keperawatan, a. Kaji kamampuan klien untuk perawatan diri
mandi, berpakaian, diharapkan kebutuhan mandiri klien b. Pantau kebutuhan klien untuk alat-alat bantu dalam makan,
makan terpenuhi, dengan kriteria hasil: mandi, berpakaian dan toileting
- Klien dapat makan dengan bantuan c. Berikan bantuan pada klien hingga klien sepenuhnya bisa
orang lain / mandiri mandiri
- Klien dapat mandi de-ngan bantuan d. Berikan dukungan pada klien untuk menunjukkan aktivitas
orang lain normal sesuai kemampuannya
- Klien dapat memakai pakaian dengan e. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan
bantuan orang lain / mandiri f. perawatan diri klien
- Klien dapat toileting dengan bantuan
alat

4 Kerusakan mobilitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Terapi aktivitas: ambulasi


fisik b.d kerusakan selama, diharapkan klien dapat a. monitoring vital sign sebelum dan sesudah latihan dan
neurovaskuler melakukan pergerakan fisik dengan lihat respon pasien saat latihan
kriteria hasil : b. konsultasikan dengan fisioterapi tentang rencana
- Tidak terjadi kontraktur otot dan ambulasi sesuai dengan kebutuhan
footdrop c. bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan
- Pasien berpartisipasi dalam program dan cegah terhadap cedera
latihan d. ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik
- Pasien mencapai keseimbangan saat ambulasi
duduk e. kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
- Pasien mampu menggunakan sisi tubuh f. latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADL secara
yang tidak sakit untuk kompensasi mandiri sesuai kemampuan
hilangnya fungsi pada sisi yang g. dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu
parese/plegi pemenuhan kabutuhan ADL
h. berikan alat bantu bila pasien memerlukan
i. ajarkan bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan
jika diperlukan

23
Exercise therapy: joint movement
a. tentukan batasan gerakan kolaborasi dengan fisioterapis
dalam mengembangkan dan menentukan program latihan
b. tentukan level gerakan pasien
c. jelaskan pada keluarga/pasien tujuan dan rencana latihan
d. monitor lokasi ketidaknyamanan atau nyeri selama
gerakan atau aktivitas
e. lindungi pasien dari trauma selama latihan
f. bantu pasien untuk mengoptimalkan posisi tubuh untuk
gerakan pasif atau aktif
g. dorong ROM aktif
h. instruksikan pada pasien atau keluarga tentang ROM
pasif dan aktif
i. bantu pasien untuk mengembangkan rencana latihan
ROM aktif

5 Resiko kerusakan Setelah dilakukan tindakan perawatan a. Beri penjelasan pada klien tentang: resiko adanya luka
integritas kulit b.d selama, diharapkan pasien mampu tekan, tanda dan gejala luka tekan, tindakan pencegahan
immobilisasi fisik mengetahui dan  mengontrol resiko agar tidak terjadi luka tekan)
dengan kriteria hasil : b. Berikan masase sederhana
- Klien mampu menge-nali tanda dan - Ciptakan lingkungan yang nyaman
gejala  adanya resiko luka tekan - Gunakan lotion, minyak atau bedak untuk pelicin
- Klien mampu berpartisi-pasi dalam - Lakukan masase secara teratur
pencegahan resiko luka tekan (masase - Anjurkan klien untuk rileks selama masase
sederhana, alih ba-ring, manajemen - Jangan masase pada area kemerahan utk menghindari
nutrisi, manajemen tekanan). kerusakan kapiler
- Evaluasi respon klien terhadap masase
c. Lakukan alih baring
- Ubah posisi klien setiap 30 menit- 2 jam
- Pertahankan tempat tidur sedatar mungkin untuk
mengurangi kekuatan geseran
- Batasi posisi semi fowler hanya 30 menit

24
- Observasi area yang tertekan (telinga, mata kaki, sakrum,
skrotum, siku, ischium, skapula)
d. Berikan manajemen nutrisi
- Kolaborasi dengan ahli gizi
- Monitor intake nutrisi
- Tingkatkan masukan protein dan karbohidrat untuk
memelihara ke-seimbangan nitrogen positif
e. Berikan manajemen tekanan
- Monitor kulit adanya kemerahan dan pecah-pecah
- Beri pelembab pada kulit yang kering dan pecah-pecah
- Jaga sprei dalam keadaan bersih dan kering
- Monitor aktivitas dan mobilitas klien
- Beri bedak atau kamper spritus pada area yang tertekan

6 Resiko Aspirasi Setelah dilakukan tindakan perawatan, Aspiration Control Management


berhubungan dengan diharapkan tidak terjadi aspirasi pada
penurunan tingkat pasien dengan kriteria hasil : a. Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dankemampuan
kesadaran - Dapat bernafas dengan menelan
mudah,frekuensi pernafasan normal b. Pelihara jalan nafas
c. Lakukan saction bila diperlukan
- Mampu menelan,mengunyah tanpa d. Haluskan makanan yang akan diberikan
terjadi aspirasi e. Haluskan obat sebelum pemberian

7 Resiko Injuri Setelah dilakukan tindakan perawatan, Risk Control Injury


berhubungan dengan diharapkan tidak terjadi trauma pada a. Menyediakan lingkungan yang aman bagi pasien
penurunan tingkat pasien dengan kriteria hasil: b. Memberikan informasi mengenai cara mencegah cedera
kesadaran - Bebas dari cedera c. Memberikan penerangan yang cukup
- Mampu menjelaskan factor resiko dari d. Menganjurkan keluarga untuk selalu menemani pasien
lingkungan dan cara untuk mencegah Manajemen lingkungan
cedera a. Sediakan lingkungan yang aman bagi pasien
- Menggunakan fasilitas kesehatan yang b. Identifiksi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan
ada kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat

25
penyakit terdahulu pasien
c. hindari lingkungan yang berbahaya
d. pasang siderail tempat tidur
e. sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
f. tempatkan saklar lampu di tempat yang mudah dijangkau
pasien
g. batasi pengunjung
h. berikan penerangan yang cukup
i. Anjurkan keluarga menemani pasien
j. Kontrol lingkungan dari kebisingan
k. Pindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
l. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit

26
DAFTAR PUSTAKA

Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media


Aesculapius FKUI

Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Price, A. Sylvia.2006 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4.


Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Purwanti, Okti Sri & Maliya, Arina. 2008. Rehabilitasi Klien Pasca Stroke. Jurnal
FIK UMS

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.


Jakarta: Prima Medika

Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &


Suddarth Edisi 8 Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono,
Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC

Wirawan, Rosiana Pradanasari. 2009. Rehabilitasi Stroke pada Pelayanan


Kesehatan Primer. Jurnal SMF Rehabilitasi Medis RS Fatmawati, Jakart

27

Anda mungkin juga menyukai