Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PENDAHULUAN

CVA TROMBOSIS

A. KONSEP TEORI CVA TROMBOSIS


1. DEFINISI CVA TROMBOSIS
Stroke (CVA) atau penyakit serebrovaskular mengacu kepada setiap
gangguan neurologi mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya
aliran darah melalui sistem suplai arteri otak sehingga terjadi gangguan peredaran
darah otak yang menyebabkan terjadinya kematian otak sehingga mengakibatkan
seseorang menderita kelumpuhan atau kematian (WHO, 2014).
Stroke merupakan penyakit peredarah darah otak yang diakibatkan oleh
tersumbatnya aliran darah ke otak atau pecahnya pembuluh darah di otak, sehingga
suplai darah ke otak berkurang (Smltzer & Bare, 2015).
Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan karena adanya penyumbatan
lumen pembuluh darah otak karena trombus yang makin lama makin menebal,
sehingga aliran darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran darah ini
menyebabkan iskemik.Stroke thrombosis dapat mengenai pembuluh darah besar
termasuk sistem arteri carotis atau pembuluh darah kecil termasuk percabangan
sirkulus wilis dan sirkulasi posterior. Tempat yang umum terjadi thrombosis adalah
titik percabangan arteri serebral khususnya distribusi arteri carotis interna.
(Fransisca, 2008; Price & Wilson,2016).

2. KLASIFIKASI
a. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragi adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah otak. Hampir 70 persen kasus stroke hemoragi terjadi pada
penderitahipertensi (Ngoerah, 1011).Stroke hemoragi disebabkan oleh
perdarahan ke dalam jaringan otak atau ke dalam ruang subaraknoid, yaitu
ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak.
Ini adalah jenis stroke yang paling mematikan. Stroke hemoragik dibagi
menjadi :
1) Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena
hypertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk
massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak.
Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian
mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan
karena hypertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons dan
serebelum.
2) Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan
cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993: 19).
Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang sub arachnoid menyebabkan TIK
meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme
pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi sensorik,
afasia, dll) (Siti Rohani, 2012).

Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid


mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya
struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai
kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam
TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina
dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan
vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5
hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan
dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga
karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan
kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang
subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global
(nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemisensorik, afasia danlain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya
melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan,
kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan
fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar
metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai
70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh
berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.

b. Stroke Iskemik
Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan
aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Hampir 85%
disebabkan oleh sumbatan karena bekuan darah, penyempitan sebuah arteri atau
beberapa arteri yang mengarah ke otak dan karena embolus (kotoran) yang
terlepas dari jantung atau arteri ekstrakranii (arteri yang berada di luar
tengkorak) yang menyebabkan sumbatan di satu atau beberapa arteri intrakranii
(arteri yang ada di dalam tengkorak). Gangguan darah, peradangan, dan infeksi
merupakan penyebab sekitar 5-10 persen terjadinya stroke hemoragi dan
menjadi penyebab tersering pada orang berusia muda (Mansjoer, 2015). Stroke
iskemik dibagi menjadi :
1) Berdasarkan manifestasi klinis
 Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
akan menghilang dalam waktu 24 jam.
 Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological
Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih
lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
 Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
 Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
2) Berdasarkan Kausal:
 Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada
pembuluh darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah
yang besar dan pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar
trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya
gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh
tingginya kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL).
Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran
darah ke pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan
hipertensi dan merupakan indikator penyakit aterosklerosis.
 Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau
lapisan lemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh
darah yang mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan
nutrisi ke otak.

3. ETIOLOGI
a. Trombosis (bekuan darah didalam pembuluh darah otak dan leher).
Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau
bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan
penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda
dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setetah thrombosis.
40 % kaitannya dengan kerusakan lokal dinding akibat anterosklerosis.
Proses aterosklerosis ditandai dengan plak berlemak pada lapisan intima
arteri besar. Bagian intima arteri serebri menjadi tipis dan berserabut,
sedangkan sel-sel ototnya menghilang. Lumina elastika interna robek dan
berjumbal sehingga lumen pembuluh sebagian berisi oleh materi sklerotik
tersebut.
Beberapa keadaan yang menyebabkan trombosis otak:

1) Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat
terjadi melalui mekanisme berikut :
a) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya
aliran darah.
b) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
c) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian
melepaskan kepingan thrombus (embolus)
d) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian
robek danterjadi perdarahan.
2) Arteritis( radang pada arteri )
3) Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas /hematokrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.

b. Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak
dari bagian tubuh yang lain).
Embolisme serebri termasuk urutan kedua dari penyebab utama
stroke. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam
jantung, sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya merupakan
perwujudan penyakit jantung, jarang terjadi berasal dari plak ateromatosa
sinus carotikus (carotisintema). Setiap batang otak dapat mengalami
embolisme tetapi biasanya embolus akan menyumbat bagian-bagian yang
sempit. Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti endokarditis,
infeksi, penyakit jantung rematik dan infark miokard serta infeksi pulmonal
adalah tempat-tempat asal emboli. Embolus biasanya menyumbat arteri
serebral tengah atau cabang-cabang yang merusak sirkulasi serebral.
c. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak). Iskemia serebral
(insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi ateroma pada
arteri yang menyuplai darah ke otak.
d. Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan
kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Hemoragi dapat terjadi
diluar durameter (hemoragi ekstradural dan epidural), dibawah durameter
(hemoragi subdural), diruang subarakhnoid (hemoragi subarakhnoid) atau
didalam subtansi otak (hemoragi intraserebral)
(Smeltzer, 2012).

4. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko adalah faktor yang meningkatkan risiko untuk terjadinya suatu
penyakit (Fletcher dkk, 2016). Faktor risiko stroke dikelompokan menjadi dua,
yaitu faktor-faktor yang tidak dapat diubah dan yang dapat diubah (Bustami, 2007).
Penjabaran faktor risiko tersebut sebagai berikut (Sacco dkk, 2017).
Faktor risiko stroke yang tidak dapat dimodifikasi adalah :
Faktor Risiko Keterangan
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke.
Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada
mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk
setiap 10 tahun di atas 55 tahun
Seks Pria lebih berisiko terkena stroke dari pada wanita, tetapi penelitian
menyimpulkan bahwa lebih banyak wanita yang meninggal karena
stroke. Risiko stroke pria 1,25 lebih tinggi dan pada wanita. Tetapi
serangan stroke pada pria terjadi di usia lebih muda sehingga
tingkat kelangsungan hidup lebih tinggi. Sementara, wanita lebih
berpotensi terserang stroke pada usia lanjut hingga kemungkinan
meninggal karena penyakit itu lebih besar.
Keturunan, Stroke juga terkait dengan keturunan. Faktor genetik yang sangat
sejarah stroke berperan antara lain adalah tekanan darah tinggi, penyakit jantung,
dalam diabetes dan cacat pada bentuk pembuluh darah, gaya dan pola
keluarga hidup keluarga dapat mendukung risiko stroke. Cacat pada bentuk
pembuluh darah (cadasil) mungkin merupakan faktor genetik yang
paling berpengaruh dibandingkan faktor risiko stroke lainnya.

Faktor resiko stroke yang dapat dimodifikasi adalah:


Faktor Risiko Keterangan
Hipertensi Hipertensi merupakan faktor risiko utama yang menyebabkan
pengerasan dan penyumbatan arteri. Penderita hipertensi
memiliki faktor risiko stroke empat hingga enam kali lipat
dibandingkan orang yang bebas hipertensi. Sekitar 40-90%
penderita stroke ternyata mengidap hipertensi sebelum terkena
stroke. Secara medis, tekanan darah di atas 140—90 tergolong
dalam penyakit hipertensi. Oleh karena dampak hipertensi
pada keseluruhan risiko stroke menurun seiring dengan
pertambahan umur. Pada orang berusia lanjut, faktor lain di
luar hipertensi berperan lebih besar terhadap risiko stroke.
Pada seorang yang tidak menderita hipertensi, risiko stroke
meningkat terus hingga usia 90, menyamai risiko stroke pada
seorang yang menderita hipertensi. Sejumlah penelitian
menunjukkan, obat-obatan anti hipertensi dapat mengurangi
risiko stroke sebesar 38% dan pengurangan angka kematian
akibat stroke sebesar 40%.
Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan,
diabetes meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua
kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa
diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk
mendapat iskemia serebral melalui percepatan aterosklerosis
pembuluh darah yang besar, seperti arteri koronari, arteri
karotid atau dengan efek lokal pada mikrosirkulasi serebral.
Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki
lebih dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan
mereka yang fungsi jantungnya normal.
Penyakit Arteri koroner → Indikator kuat kedua dari
keberadaan penyakit difusvaskular aterosklerotik dan potensi
sumber emboli dari thrombi mural karena Miocardiofarction.
Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi →
Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke
Fibrilasi atrial → Sangat terkait dengan stroke emboli dan
fibrilasi atrial karena penyakit jantung rematik; meningkatkan
risiko stroke sebesar 17 kali.
Lainnya → Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan
dengan stroke,seperti prolaps katup mitral, patent foramen
ovale, defek septum atrium, aneurisma septum atrium, dan lesi
aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian
stroke, meskipun risiko untuk stroke secara umum dan
tidak untuk stroke khusus dalam distribusi arteri dengan bruit.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi
menunjukkan bahwa merokok jelas
menyebabkan peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin. Tingkat risiko berhubungan
dengan jumlah batang rokok yang dihisap. Penghentian
merokok mengurangi risiko.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika
hematokrit hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah
keseluruhan adalah dari isi sel darah merah, plasma protein
terutamanya fibrinogen memainkan peranan penting. Ketika
viskositas meningkat hasil dari polisitemia,
hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya
menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan,
tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi
vena retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi
trombosit akibat trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan
subarachnoid kadang-kadang dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko
tingkat fibrinogen untuk stroke trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah
dan kelainan sistem juga telah dicatat, seperti antitrombin III dan kekurangan
pembekuan protein C serta protein S dan berhubungan dengan vena
thrombotic.
Hemoglobinopathy Sickle-cell disease → Dapat menyebabkan infark iskemik
atau hemoragik intraserebral dan perdarahan subaraknoid,
vena sinus dan trombosis vena kortikal. Keseluruhan kejadian
stroke dalam Sickle-cell disease adalah 6-15%.
Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria → Dapat
mengakibatkan trombosis vena serebral
Penyalahgunaan Obat yang telah berhubungan dengan stroke
obat termasuk methamphetamines, norepinefrin , LSD, heroin, dan
kokain. Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis
yang dapat mengakibatkan pendarahan petechial menyebar,
atau fokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan
sebuah hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi.
Perdarahan subarachnoid dan difarction otak telah dilaporkan
setelah penggunaan kokain.
Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan
dengan penyakit jantung koroner, namun hubungannya
dengan stroke kurang jelas. Peningkatan kolesterol
tidak muncul untuk menjadi faktor risiko untuk aterosklerosis
karotis, khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun. Kejadian
hiperkolesterolemia menurun dengan bertambahnya usia.
Kolesterol berkaitan dengan perdarahan intraserebral atau
perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan yang jelas
antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.
Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko
stroke pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen
menurunkan masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama sekali.
Ini adalah faktor risiko paling kuat pada wanita yang lebih
dari 35 tahun . Mekanisme diduga meningkatkan koagulasi
karena stimulasi estrogen tentang produksi protein liver atau
jarang penyebab autoimun.
Diet Konsumsi alkohol → Ada peningkatan risiko infark otak, dan
perdarahan subarakhnoid dikaitkan dengan penyalahgunaan
alkohol pada orang dewasa muda. Mekanisme dimana etanol
dapat menghasilkan stroke termasuk efek pada tekanan
darah, platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel
darah merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkan
miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah aliran otak dan
autoregulasi.
Kegemukan → Diukur dengan berat tubuh relatif atau body
mass indexs, obesitas telah secara konsisten meramalkan
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh
adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari
30% di atas rata-rata kontributor independen ke-
atherosklerotik infark otak berikutnya.
Penyakit pembuluh Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.
darah perifer
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral
melalui pengembangan perubahan inflamasi dalam
dinding pembuluh darah. Sifilis meningovaskular dan
mucormycosis dapat menyebabkan arteritis otak dan infark.
Homosistinemia Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi risiko
atau homosistinuria stroke di usia muda adalah 10-16%.
Stres Hampir setiap orang pernah mengalami stres. Stres
psiokososial dapat
menyebabkan depresi. Jika depresi berkombinasi dengan
faktor risiko lain (misalnya, aterosklerosis berat, penyakit
jantung atau hipertensi) dapat memicu terjadinya stroke.
Depresi meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 2 kali.

5. PATOFISIOLOGI
Beberapa faktor penyebab stroke antara lain: hipertensi, penyakit
kardiovaskular-embolisme serebral berasal dari jantung, kolestrol tinggi, obesitas,
peningkatan hematokrit yang meningkatkan resiko infark serebral, diabetes
mellitus, kontrasepsi oral (khususnya dengan hipertensi, merokok, dan kadar
estrogen tinggi), merokok, penyalahgunaan obat (khususnya kokain), dan konsumsi
alcohol.(Arif muttaqin, 2016)
Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan
lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan
umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering kali
merupakan faktor penyebab infark pada otak, trombus dapat berasal dari flak
arterosklerosis, sehingga terjadi thrombosis serebral, thrombosis ini terjadi pada
pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemik jaringan
otak yang dapat menimbulkan odema dan kongesti disekitarnya (Arif
Muttaqin,2016).
Aneurisme intracranial adalah dilatasi dinding arteri serebral yang mungkin
terjadi karena hipertensi, arterosklerosis, yang mengakibatkan kerusakan dinding
pembuluh darah dengan dilanjutkan kelemahan pada dinding pembuluh darah
karena kerusaakan congenital atau terjadi karena penambahan usia. Pelebaran
Aneurisma dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah di otak yang
mengakibatkan terjadinya perdarahan intraserebral termasuk perdarahan dalam
ruang subaraknoid atau kedalam jaringan otak itu sendiri. Akibat pecahnya
pembuluh darah menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang
dapat mengakibatkan penekanan jaringan otak yang berdekatan sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, edema dan
mungkin herniasi otak (Arif Muttaqin,2016 ; bruner & suddarth, 2012).
Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti endokarditis infeksi, infark
miocard, katup jatung rusak, fibriasi atrium menyebabkan penyumbatan pembuluh
darah otak oleh bekuan darah, lemak, dan udara sehingga terjadinya emboli
serebral, biasanya embolus menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-
cabangnya, yang merusak sirkulasi serebral. Setiap kondisi yang menyebabkan
perubahan pefusi darah pada otak akan menyebabkan insufisiensi darah ke otak
sehingga akan terjadi keadaan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung dapat
menyebabkan iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam waktu yang sangat singkat
kurang dari 10-15 menit dapat menyebabkan deficit sementara dan bukan deficit
permanen. Sedangkan iskemik yang dalam waktu lama dapat menyebabkan sel mati
permanen dan mengakibatkan infark pada otak sehingga terdinya perubahan perfusi
jaringan serebral. Gangguan predaran darah otak akan menimbulkan gangguan pada
metabolisme pada sel-sel neuron, dimana sel-sel neuron tidak mampu menyimpan
glikogen sehingga kebutuhan metabolisme tergantung dari glukosa dan oksigen
yang terdapat dari arteri-arteri yang menuju otak sehingga bisa terjadi kerusan sel
neuron. Selain kerusakan pada neuron terjadi kerusakan pada pengaturan panas
dalam otak (hipotalamus) yang mengakibatkan terjadinya peningkatan metabolism
serebral.
Semua faktor tersebut akan menyebabkan terjadinya stroke tergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah yang tersumbat). Secara patologis gambaran klinis
yang sering terjadi yaitu nyeri kepala, mual, muntah, hemiparesis atau hemiplegi,
kesadaran menurun, kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis)
yang timbul mendadak, kelemahan, gangguan sensibilitas pada satu atau lebih
anggota badan (gangguan hemisensorik), perubahan mendadak status mental
(konfusi, delirium, letargi, stupor, koma), afasia (bicara tidak lancar), kesulitan
memahami ucapan, disartria (bicara cadel atau pelo), gangguan penglihatan,
vertigo, pasien harus berbaring di tempat tidur, pasien sulit bernafas, adanya ronchi,
dan batuk, pasien juga sering bertanya-tanya dengan penyakitnya dan terjadi
peningkatan suhu tubuh. Komplikasi yang terjadi akibat dari CVA yaitu hipoksia
serebral dan Embolisme serebral (Arif Muttaqin,2016)
6. PATHWAY
7. MANIFESTASI KLINIS
Stroke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat
dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena
fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.
1) Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
2) Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya hemiparesis) yang
timbul mendadak.
3) Tonus otot lemah atau kaku
4) Menurun atau hilangnya rasa
5) Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
6) Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
7) Disartria (bicara pelo atau cadel)
8) Gangguan persepsi
9) Gangguan status mental
10) Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala
(Muhtar, 2015)

8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Neurologis dan Fisik
Persiapan Alat Pemeriksaan Fisik Persyarafan
1) Refleks hammer
2) Garputala
3) Kapas dan lidi
4) Penlight atau senter kecil
5) Opthalmoskop
6) Jarum steril
7) Spatel tongue
8) 2 tabung berisi air hangat dan air dingin
9) Objek yang dapat disentuh seperti peniti atau uang receh
10) Bahan-bahan beraroma tajam seperti kopi, vanilla atau parfum
11) Bahan-bahan yang berasa asin, manis atau asam seperti garam, gula, atau
cuka
12) Baju periksa
13) Sarung tangan

b. Pemeriksaan Saraf Kranial


1) Fungsi saraf kranial I (N Olvaktorius)
Pastikan rongga hidung tidak tersumbat oleh apapun dan cukup bersih.
Lakukan pemeriksaan dengan menutup sebelah lubang hidung klien dan
dekatkan bau-bauan seperti kopi dengan mata tertutup klien diminta
menebak bau tersebut. Lakukan untuk lubang hidung yang satunya.
2) Fungsi saraf kranial II (N. Optikus)
a. Catat kelainan pada mata seperti katarak dan infeksi sebelum
pemeriksaan. Periksa ketajaman dengan membaca, perhatikan jarak baca
atau menggunakan snellenchart untuk jarak jauh.
b. Periksa lapang pandang: Klien berhadapan dengan pemeriksa 60-100 cm,
minta untuk menutup sebelah mata dan pemeriksa juga menutup sebelah
mata dengan mata yang berlawanan dengan mata klien. Gunakan benda
yang berasal dari arah luar klien dank lien diminta , mengucapkan ya bila
pertama melihat benda tersebut. Ulangi pemeriksaan yang sama dengan
mata yang sebelahnya. Ukur berapa derajat kemampuan klien saat
pertama kali melihat objek. Gunakan opthalmoskop untuk melihat fundus
dan optic disk (warna dan bentuk)
3) Fungsi saraf kranial III, IV, VI (N. Okulomotoris, Troklear dan
Abdusen)
a. Pada mata diobservasi apakah ada odema palpebra, hiperemi
konjungtiva, dan ptosis kelopak mata
b. Pada pupil diperiksa reaksi terhadap cahaya, ukuran pupil, dan adanya
perdarahan pupil
c. Pada gerakan bola mata diperiksa enam lapang pandang (enam posisi
cardinal) yaitu lateral, lateral ke atas, medial atas, medial bawah lateral
bawah. Minta klien mengikuti arah telunjuk pemeriksa dengan
bolamatanya
4) Fungsi saraf kranial V (N. Trigeminus)
a. Fungsi sensorik diperiksa dengan menyentuh kilit wajah daerah maxilla,
mandibula dan frontal dengan mengguanakan kapas. Minta klien
mengucapkan ya bila merasakan sentuhan, lakukan kanan dan kiri.
b. Dengan menggunakan sensori nyeri menggunakan ujung jarum atau
peniti di ketiga area wajah tadi dan minta membedakan benda tajam dan
tumpul.
c. Dengan mengguanakan suhu panas dan dingin juag dapat dilakukan
diketiga area wajah tersebut. Minta klien menyebabkanutkan area mana
yang merasakan sentuhan. Jangan lupa mata klien ditutup sebelum
pemeriksaan.
d. Dengan rasa getar dapat pukla dilakukan dengan menggunakan garputala
yang digetarkan dan disentuhkan ke ketiga daerah wajah tadi dan minta
klien mengatakan getaran tersebut terasa atau tidak
e. Pemerikasaan corneal dapat dilakukan dengan meminta klien melihat
lurus ke depan, dekatkan gulungan kapas kecil dari samping kea rah mata
dan lihat refleks menutup mata.
f. Pemeriksaan motorik dengan mengatupkan rahang dan merapatkan gigi
periksa otot maseter dan temporalis kiri dan kanan periksa kekuatan
ototnya, minta klien melakukan gerakan mengunyah dan lihat
kesimetrisan gerakan mandibula.
5) Fungsi saraf kranial VII (N. Fasialis)
a. Fungsi sensorik dengan mencelupkan lidi kapas ke air garam dan
sentuhkan ke ujung lidah, minta klien mengidentifikasi rasa ulangi untuk
gula dan asam
b. Fungsi motorik dengan meminta klien tersenyum, bersiul, mengangkat
kedua al;is berbarengan, menggembungkan pipi. Lihat kesimetrisan
kanan dan kiri. Periksa kekuatan otot bagian atas dan bawah, minta klien
memejampan mata kuat-kuat dan coba untuk membukanya, minta pula
klien utnuk menggembungkan pipi dan tekan dengan kedua jari.
6) Fungsi saraf kranial VIII (N. Vestibulokoklear)
a. cabang vestibulo dengan menggunakan test pendengaran mengguanakan
weber test dan rhinne test
b. Cabang choclear dengan rombreng test dengan cara meminta klien
berdiri tegak, kedua kaki rapat, kedua lengan disisi tubuh, lalu observasi
adanya ayunan tubuh, minta klien menutup mata tanpa mengubah posisi,
lihat apakah klien dapat mempertahankan posisi
7) Fungsi saraf kranial IX dan X (N. Glosovaringeus dan Vagus)
a. Minta klien mengucapkan aa lihat gerakan ovula dan palatum, normal
bila uvula terletak di tengan dan palatum sedikit terangkat.
b. Periksa gag refleks dengan menyentuh bagian dinding belakang faring
menggunakan aplikator dan observasi gerakan faring.
c. Periksa aktifitas motorik faring dengan meminta klien menel;an air
sedikit, observasi gerakan menelan dan kesulitan menelan. Periksa
getaran pita suara saat klien berbicara.
8) Fungsi saraf kranial XI(N. Asesoris)
a. Periksa fungsi trapezius dengan meminta klien menggerakkan kedua
bahu secara bersamaan dan observasi kesimetrisan gerakan.
b. Periksa fungsi otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien
menoleh ke kanan dan ke kiri, minta klien mendekatkan telinga ke bahu
kanan dan kiri bergantian tanpa mengangkat bahu lalu observasi rentang
pergerakan sendi
c. Periksa kekuatanotottrapezius dengan menahan kedua bahu klien dengan
kedua telapak tangan danminta klien mendorong telapak tangan
pemeriksa sekuat-kuatnya ke atas, perhatikan kekuatan daya dorong.
d. Periksa kekuatan otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien
untuk menoleh kesatu sisi melawan tahanan telapak tangan pemeriksa,
perhatikan kekuatan daya dorong
9) Fungsi saraf kranial XII (N. Hipoglosus)
a. Periksa pergerakan lidah, menggerakkan lidah kekiri dan ke kanan,
observasi kesimetrisan gerakan lidah
b. Periksa kekuatan lidah dengan meminta klien mendorong salah satu pipi
dengan ujung lidah, dorong bagian luar pipi dengan ujung lidah, dorong
kedua pipi dengan kedua jari, observasi kekuatan lidah, ulangi
pemeriksaan sisi yang lain

c. Pemeriksaan Fungsi Motorik


Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks
cerebri, impuls berjalan ke kapsula interna, bersilangan di batang traktus
pyramidal medulla spinalis dan bersinaps dengan lower motor neuron.
Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan pemeriksaan
kekuatan.
1) Massa otot : hypertropi, normal dan atropi
2) Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak pada
berbagai persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai klien ditekuk secara
berganti-ganti dan berulang dapat dirasakan oleh pemeriksa suatu tenaga
yang agak menahan pergerakan pasif sehingga tenaga itu mencerminkan
tonus otot.
a) Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi. Keadaan otot
disebut kaku. Bila kekuatan otot klien tidak dapat berubah, melainkan
tetap sama. Pada tiap gerakan pasif dinamakan kekuatan spastis. Suatu
kondisi dimana kekuatan otot tidak tetap tapi bergelombang dalam
melakukan fleksi dan ekstensi extremitas klien.
b) Sementara penderita dalam keadaan rileks, lakukan test untuk menguji
tahanan terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi lutut dan sendi
pergelangan tangan.
c) Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan / minimal dan halus.

3) Kekuatan otot :
Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara
aktif menahan tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yang diuji
biasanya dapat dilihat dan diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan otot
dengan skala Lovett’s (memiliki nilai 0 – 5)
1: tidak ada kontraksi sama sekali.
2: kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan
atau gravitasi.
3: cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4: cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5: cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.

d. Pemeriksaan Fungsi Sensorik


Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit diantara
pemeriksaan sistem persarafan yang lain, karena sangat subyektif sekali. Oleh
sebab itu sebaiknya dilakukan paling akhir dan perlu diulang pada kesempatan
yang lain (tetapi ada yang menganjurkan dilakukan pada permulaan pemeriksaan
karena pasien belum lelah dan masih bisa konsentrasi dengan baik).
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengevaluasi respon klien terhadap
beberapa stimulus. Pemeriksaan harus selalu menanyakan kepada klien jenis
stimulus. Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai
perasaan geli (tingling), mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas (burning), rasa
dingin (coldness) atau perasaan-perasaan abnormal yang lain. Bahkan tidak
jarang keluhan motorik (kelemahan otot, twitching / kedutan, miotonia, cramp
dan sebagainya) disajikan oleh klien sebagai keluhan sensorik. Bahan yang
dipakai untuk pemeriksaan sensorik meliputi:
1) Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada
perlengkapan refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.
2) Kapas untuk rasa raba.
3) Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
4) Garpu tala, untuk rasa getar.
5) Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :
a) Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.
b) Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan sebagainya),
untuk pemeriksaan stereognosis
c) Pen / pensil, untuk graphesthesia.
e. Pemeriksaan Fungsi Refleks
Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan refleks
hammer.
Skala untuk peringkat refleks yaitu :
0 = tidak ada respon
1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan (+)
2 = normal (++)
3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal (+++)
4 = hyperaktif, dengan klonus (++++)

Refleks-refleks yang diperiksa adalah :


1. Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi
kurang lebih 300. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas
tibiae) dipukul dengan refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot
quadriceps femoris yaitu ekstensi dari lutut.
2. Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi dan
lengan bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa
ditempatkan pada tendon m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul
dengan refleks hammer.
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi
sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran
gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
3. Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 , tendon triceps
diketok dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm
diatas olekranon).
Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila
ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebabkanar
keatas sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.
4. Refleks achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan
refleks ini kaki yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai
bawah kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa
gerakan plantar fleksi kaki.
5. Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus.
Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah
yang digores.
6. Refleks Babinski
Merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada
penyakit traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat
bagian lateral telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian
melintasi bagian jantung kaki. Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki
melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar. Respon yang normal
adalah fleksi plantar semua jari kaki.

f. Pemeriksaan khusus sistem persarafan, untuk mengetahui rangsangan


selaput otak (misalnya pada meningitis) dilakukan pemeriksaan :
1. Kaku kuduk
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak
dapat menempel pada dada, kaku kuduk positif (+).
2. Tanda Brudzinski I
Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien
dan tangan lain didada klien untuk mencegah badan tidak
terangkat.
Kemudian kepala klien difleksikan kedada secara pasif.
Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai bawah akan fleksi pada
sendi panggul dan sendi lutut.
3. Tanda Brudzinski II
Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi
panggul secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi
panggul dan lutut.
4. Tanda Kernig
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba
meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Normal, bila
tungkai bawah membentuk sudut 1350 terhadap tungkai
atas. Kernig (+) bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan
rasa sakit terhadap hambatan.

5. Test Laseque
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan
nyeri sepanjang m. ischiadicus.

Mengkaji abnormal postur dengan mengobservasi :


1. Decorticate posturing, terjadi jika ada lesi pada traktus corticospinal.
Nampak kedua lengan atas menutup kesamping, kedua siku, kedua
pergelangan tangan dan jari fleksi, kedua kaki ekstensi dengan memutar
kedalam dan kaki plantar fleksi.
2. Decerebrate posturing, terjadi jika ada lesi pada midbrain, pons atau
diencephalon.
Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan pronasi, ekstensi dan
menutup kesamping, kedua kaki lurus keluar dan kaki plantar fleksi.

g. Pemeriksaan Radiologi
1) Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara apesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur.
2) CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti. CT scan
merupakan pemeriksaan paling sensitif untuk PIS dalam beberapa jam pertama
setelah perdarahan. CT-scan dapat diulang dalam 24 jam untuk menilai
stabilitas.

3) Pungsi lumbal
Tekanan yang meningkat dan di sertai dengan bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya haemoragia pada sub arachnoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukan adanya proses inflamasi.
4) MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta
besar/ luas terjadinya perdarahan otak.

5) USG Dopler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
6) EEG
Melihat masalah yang timbul dampak dari jaringan yang infark sehingga
menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap
Untuk mengetahui adanya anemia, trombositopenia dan leukositosis yang dapat
menjadi factor risiko stroke hemoragik
b. Pemeriksaan glukosa darah
Untuk mengetahui kadar glukosa darah sebagai sumber bahan bakar untuk
metabolism sel otak. Apabila kadar glukosa darah yang terlalu rendah maka
akan dapat terjadi kerusakan pada jaringan otak
c. Pemeriksaan analisa gas darah
Untuk mengetahui gas darah yang disuplai ke jaringan otak sebagai sumber
untuk metabolisme
d. Pemeriksaan serum elektrolit
e. Pemeriksaan LED (Laju Endap Darah)
Mengetahui adanya hiperviskositas yang dapat menjadi factor risiko stroke
hemoragik
f.Pemeriksaan faal hemostatis
Untuk mengetahui adanya risiko perdarahan sebagai komplikasi dan pencetus
stroke hemoragik
(Bahtiar, 2015)

9. PENATALAKSANAAN STROKE
Menurut American Hearth Association (AHA), algorithm CVA sebagai berikut :
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai
berikut:
a. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
- Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir
yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu
pernafasan.
- Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
b. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
c. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
d. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan
gerak pasif.

Pengobatan Konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan Utama Adalah Memperbaiki Aliran Darah Serebral:
1) Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher
2) Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh pasien tia.
3) Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4) Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
(AHA, 2016)

10. KOMPLIKASI
Menurut Brunner & Suddarth (2016) komplikasi stroke di bagi menjadi 2 (dua)
sebagai berikut:
Komplikasi neurology yang terbagi menjadi :
1. Cacat mata dan cacat telinga
2. Kelumpuhan
3. Lemah
Komplikasi non neurology yang terbagi menjadi :
1. Akibat neurology yang terbagi menjadi :
a. Tekanan darah sistemik meninggi
b. Reaksi hiperglikemi (kadar gula dalam darah tinggi)
c. Oedema paru
d. Kelainan jantung dan EKG (elektro kardio gram)
e. Sindroma inappropriate ante diuretic hormone (SIADH)
2. Akibat mobilisasi meliputi :
Bronco pneumonia, emboli paru, depresi, nyeri, dan kaku bahu, kontraktor,
deformitas, infeksi traktus urinarius, dekubitus dan atropi otot.

B. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN STROKE


1. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk
mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data,
pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status
kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya,
spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi
dan gaya hidup klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998)
1) Data demografi
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
2) Keluhan utama
Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,
dan tidak dapat berkomunikasi.
3) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan
separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2015)
Sedangkan stroke infark tidak terlalu mendadak, saat istirahat atau bangun
pagi, kadang nyeri copula, tidak kejang dan tidak muntah, kesadaran masih
baik.
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat
anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus. (Hendro Susilo, 2010)
6) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan
keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi
dan pikiran klien dan keluarga.(Harsono, 2016)
7) Pola-pola fungsi kesehatan
 Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan
obat kontrasepsi oral.
 Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut,
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia
ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas (Doengoes, 2014: 291)
 Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti
inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder
berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.(Doengoes, 1998
dan Doengoes, 2000: 290)
 Pola aktivitas dan latihan
Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis),
paralitik (hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum, gangguan
penglihatan, gangguan tingkat kesadaran (Doengoes, 1998, 2000: 290)
 Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot
 Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
 Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif.
 Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/
kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan
ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan
memori dan proses berpikir.
 Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa
pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis
histamin.
 Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah
karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
 Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan
tanda emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan
gembira, kesulian mengekspresikan diri (Doengoes, 2000: 290)
 Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang
tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
(Marilynn E. Doenges, 2000)
8) Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum
 Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
 Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,
kadang tidak bisa bicara
 Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
 Pemeriksaan integumen
 Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu
perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah
yang menonjol karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3
minggu
 Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
 Rambut : umumnya tidak ada kelainan
 Pemeriksaan kepala dan leher
 Kepala : bentuk normocephalik
 Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
 Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
 Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar
ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak
teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan, adanya
hambatan jalan nafas. Merokok merupakan faktor resiko.
 Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang
lama, dan kadang terdapat kembung.
 Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
 Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
 Pemeriksaan neurologi
 Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus
cranialis VII dan XII central. Penglihatan menurun, diplopia,
gangguan rasa pengecapan dan penciuman, paralisis atau parese
wajah.
 Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan
pada salah satu sisi tubuh, kelemahan, kesemutan, kebas, genggaman
tidak sama, refleks tendon melemah secara kontralateral, apraksia
 Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi, hilangnya
rangsang sensorik kontralteral.
 Pemeriksaan refleks
 Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli
dengan refleks patologis.
 Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat kesadaran,
gangguan fungsi kognitif seperti penurunan memori, pemecahan
masalah, afasia, kekakuan nukhal, kejang, dll.
(Siti, 2016)
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke
otak terhambat
b. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak
c. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan
kerusakan neurovaskuler
d. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
e. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
f. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik
g. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran
h. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran

3. RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan

1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan NIC :


Perfusi jaringan tindakan keperawatan
serebral b.d selama 3 x 24 jam, Intrakranial Pressure (ICP)
aliran darah ke diharapkan suplai Monitoring (Monitor tekanan
otak terhambat. aliran darah keotak intrakranial)
lancar dengan kriteria Berikan informasi kepada
hasil: keluarga
NOC : Set alarm
Circulation status Monitor tekanan perfusi
Tissue Prefusion : serebral
cerebral Catat respon pasien terhadap
Kriteria Hasil : stimuli

1. mendemonstrasikan Monitor tekanan intrakranial


status sirkulasi yang pasien dan respon neurology
ditandai dengan : terhadap aktivitas

Tekanan systole Monitor jumlah drainage cairan


dandiastole dalam serebrospinal
rentang yang Monitor intake dan output
diharapkan cairan
Tidak ada Restrain pasien jika perlu
ortostatikhipertensi
Monitor suhu dan angka WBC
Tidk ada tanda tanda
peningkatan tekanan Kolaborasi pemberian
intrakranial (tidak lebih antibiotik
dari 15 mmHg)
Posisikan pasien pada posisi
2. mendemonstrasikan
kemampuan kognitif semifowler
yang ditandai dengan:
Minimalkan stimuli dari
berkomunikasi dengan lingkungan
jelas dan sesuai
dengan kemampuan Terapi oksigen

menunjukkan 1. Bersihkan jalan nafas dari


perhatian, konsentrasi sekret
dan orientasi 2. Pertahankan jalan nafas
memproses informasi tetap efektif

membuat keputusan 3. Berikan oksigen sesuai


dengan benar intruksi

3. menunjukkan fungsi 4. Monitor aliran oksigen, kanul


sensori motori cranial oksigen dan sistem humidifier
yang utuh : tingkat 5. Beri penjelasan kepada klien
kesadaran mambaik, tentang pentingnya pemberian
tidak ada gerakan oksigen
gerakan involunter
6. Observasi tanda-tanda hipo-
ventilasi

7. Monitor respon klien


terhadap pemberian oksigen

8. Anjurkan klien untuk tetap


memakai oksigen selama aktifitas
dan tidur

2 Kerusakan Setelah dilakukan 1. Libatkan keluarga untuk


komunikasi tindakan keperawatan membantu memahami /
verbal b.d selama 3 x 24 jam, memahamkan informasi dari / ke
penurunan diharapkan klien klien
sirkulasi ke otak mampu untuk
berkomunikasi lagi 2. Dengarkan setiap ucapan
dengan kriteria hasil: klien dengan penuh perhatian

- dapat menjawab 3. Gunakan kata-kata


pertanyaan yang sederhana dan pendek dalam
diajukan perawat komunikasi dengan klien

- dapat mengerti dan 4. Dorong klien untuk


memahami pesan-
pesan melalui gambar mengulang kata-kata

- dapat 5. Berikan arahan / perintah


mengekspresikan yang sederhana setiap interaksi
perasaannya secara dengan klien
verbal maupun
nonverbal 6. Programkan speech-
language teraphy

7. Lakukan speech-language
teraphy setiap interaksi dengan
klien

3 Defisit perawatan Setelah dilakukan NIC :


diri; tindakan keperawatan
mandi,berpakaian selama 3x 24 jam, Self Care assistance : ADLs
, makan, toileting diharapkan kebutuhan Monitor kemempuan klien
b.d kerusakan mandiri klien untuk perawatan diri yang
neurovaskuler terpenuhi, dengan mandiri.
kriteria hasil:
Monitor kebutuhan klien untuk
NOC : alat-alat bantu untuk kebersihan
Self care : Activity of diri, berpakaian, berhias, toileting
Daily Living (ADLs) dan makan.

Kriteria Hasil : Sediakan bantuan sampai


klien mampu secara utuh untuk
Klien terbebas dari bau melakukan self-care.
badan
Dorong klien untuk melakukan
Menyatakan aktivitas sehari-hari yang normal
kenyamanan terhadap sesuai kemampuan yang dimiliki.
kemampuan untuk
melakukan ADLs Dorong untuk melakukan
secara mandiri, tapi beri bantuan
Dapat melakukan ketika klien tidak mampu
ADLS dengan bantuan melakukannya.

- Ajarkan klien/ keluarga untuk


mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika
pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
Berikan aktivitas rutin sehari-
hari sesuai kemampuan.

Pertimbangkan usia klien jika


mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.

4 Kerusakan Setelah dilakukan NIC :


mobilitas fisik b.d tindakan keperawatan
kerusakan selama 3x24 jam, Exercise therapy : ambulation
neurovaskuler diharapkan klien dapat Monitoring vital sign
melakukan pergerakan sebelm/sesudah latihan dan lihat
fisik dengan kriteria respon pasien saat latihan
hasil :
Konsultasikan dengan terapi
Joint Movement : fisik tentang rencana ambulasi
Active sesuai dengan kebutuhan
Mobility Level Bantu klien untuk
Self care : ADLs menggunakan tongkat saat
berjalan dan cegah terhadap
Transfer performance cedera

Kriteria Hasil : Ajarkan pasien atau tenaga


kesehatan lain tentang teknik
Klien meningkat dalam ambulasi
aktivitas fisik
Kaji kemampuan pasien dalam
Mengerti tujuan dari mobilisasi
peningkatan mobilitas
Latih pasien dalam
Memverbalisasikan pemenuhan kebutuhan ADLs
perasaan dalam secara mandiri sesuai
meningkatkan kemampuan
kekuatan dan
kemampuan berpindah Dampingi dan Bantu pasien
saat mobilisasi dan bantu penuhi
Memperagakan kebutuhan ADLs ps.
penggunaan alat
Bantu untuk mobilisasi Berikan alat Bantu jika klien
(walker) memerlukan.

1 Ajarkan pasien bagaimana


merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
5 Pola nafas tidak Setelah dilakukan NIC :
efektif tindakan perawatan
berhubungan selama 3 x 24 jam, Airway Management
dengan diharapkan pola nafas Buka jalan nafas,
penurunan pasien efektif dengan guanakan teknik chin lift atau jaw
kesadaran kriteria hasil : thrust bila perlu
- Menujukkan jalan Posisikan pasien untuk
nafas paten ( tidak memaksimalkan ventilasi
merasa tercekik, irama
nafas normal, Identifikasi pasien
frekuensi nafas perlunya pemasangan alat jalan
normal,tidak ada suara nafas buatan
nafas tambahan
Pasang mayo bila perlu
- NOC :
Lakukan fisioterapi dada
Respiratory status : jika perlu
Ventilation
Keluarkan sekret dengan
Respiratory status : batuk atau suction
Airway patency
Auskultasi suara nafas,
Vital sign Status catat adanya suara tambahan

Kriteria Hasil : Lakukan suction pada


mayo
Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara Berikan bronkodilator bila
nafas yang bersih, perlu
tidak ada sianosis dan
Berikan pelembab udara
dyspneu (mampu
Kassa basah NaCl Lembab
mengeluarkan sputum,
mampu bernafas Atur intake untuk cairan
dengan mudah, tidak mengoptimalkan keseimbangan.
ada pursed lips)
Monitor respirasi dan
Menunjukkan jalan status O2
nafas yang paten
(klien tidak merasa Oxygen Therapy
tercekik, irama nafas,
Bersihkan mulut, hidung dan
frekuensi pernafasan
secret trakea
dalam rentang normal,
tidak ada suara nafas Pertahankan jalan nafas yang
abnormal) paten

Tanda Tanda vital Atur peralatan oksigenasi


dalam rentang normal
(tekanan darah, nadi, Monitor aliran oksigen
pernafasan Pertahankan posisi pasien

Onservasi adanya tanda tanda


hipoventilasi

Monitor adanya kecemasan


pasien terhadap oksigenasi

6 Resiko kerusakan Setelah dilakukan NIC : Pressure Management


integritas kulit b.d tindakan perawatan
immobilisasi fisik selama 3 x 24 jam, Anjurkan pasien untuk
diharapkan pasien menggunakan pakaian yang
mampu mengetahui longgar
dan mengontrol resiko Hindari kerutan padaa tempat
dengan kriteria hasil : tidur
NOC : Tissue Integrity Jaga kebersihan kulit agar
: Skin and Mucous tetap bersih dan kering
Membranes
Mobilisasi pasien (ubah posisi
Kriteria Hasil : pasien) setiap dua jam sekali
Integritas kulit yang Monitor kulit akan adanya
baik bisa kemerahan
dipertahankan
(sensasi, elastisitas, Oleskan lotion atau
temperatur, hidrasi, minyak/baby oil pada derah yang
pigmentasi) tertekan

Tidak ada luka/lesi Monitor aktivitas dan


pada kulit mobilisasi pasien

Perfusi jaringan baik Monitor status nutrisi pasien

Menunjukkan - Memandikan pasien


pemahaman dalam dengan sabun dan air hangat
proses perbaikan kulit
dan mencegah
terjadinya sedera
berulang
Mampu melindungi kulit
dan mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami

7 Resiko Aspirasi Setelah dilakukan NIC:


berhubungan tindakan perawatan
dengan selama 3 x 24 jam, Aspiration precaution
penurunan diharapkan tidak Monitor tingkat kesadaran,
tingkat kesadaran terjadi aspirasi pada reflek batuk dan kemampuan
pasien dengan kriteria menelan
hasil :
Monitor status paru
NOC :
Pelihara jalan nafas
Respiratory Status :
Ventilation Lakukan suction jika
diperlukan
Aspiration control
Cek nasogastrik sebelum
Swallowing Status makan
Kriteria Hasil : Hindari makan kalau residu
Klien dapat bernafas masih banyak
dengan mudah, tidak Potong makanan kecil kecil
irama, frekuensi
pernafasan normal Haluskan obat
sebelumpemberian
Pasien mampu
menelan, mengunyah Naikkan kepala 30-45 derajat
tanpa terjadi aspirasi, setelah makan
dan mampumelakukan
oral hygiene

Jalan nafas paten,


mudah bernafas, tidak
merasa tercekik dan
tidak ada suara nafas
abnormal
8 Resiko Injury Setelah dilakukan NIC : Environment
berhubungan tindakan perawatan Management (Manajemen
dengan selama 3 x 24 jam, lingkungan)
penurunan diharapkan tidak
tingkat kesadaran terjadi trauma pada Sediakan lingkungan yang
pasien dengan kriteria aman untuk pasien
hasil: Identifikasi kebutuhan
NOC : Risk Kontrol keamanan pasien, sesuai dengan
kondisi fisik dan fungsi kognitif
Kriteria Hasil : pasien dan riwayat penyakit
terdahulu pasien
Klien terbebas dari
cedera Menghindarkan lingkungan
yang berbahaya (misalnya
Klien mampu memindahkan perabotan)
menjelaskan
cara/metode Memasang side rail tempat
untukmencegah tidur
injury/cedera
Menyediakan tempat tidur
Klien mampu yang nyaman dan bersih
menjelaskan factor
resiko dari Menempatkan saklar lampu
lingkungan/perilaku ditempat yang mudah dijangkau
personal pasien.

Mampumemodifikasi Membatasi pengunjung


gaya hidup Memberikan penerangan yang
untukmencegah injury cukup
Menggunakan fasilitas Menganjurkan keluarga untuk
kesehatan yang ada menemani pasien.
- Mampu mengenali Mengontrol lingkungan dari
perubahan status kebisingan
kesehatan
Memindahkan barang-barang
yang dapat membahayakan

Berikan penjelasan pada


pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya perubahan
status kesehatan dan penyebab
penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Adib, M. 2013. Cara Mudah Memahami & Menghindari Hipertensi, Jantung,


dan Stroke. Dianloka Pustaka: Yogyakarta
American Heart Association. 2010. Heart disease & stroke statistics – 2010
Update. Dallar, Texas: American Heart Association
Batticaca, Fransisca B. 2013. Asuhan Keperawatab pada Klien dengan
Gangguan Sistem Persyarafan. Salemba Medika: Jakarta
Corwin, Elisabeth J. 2011. Buku Saku Patofisiologi. EGC: Jakarta
Junaidi, I. 2011. Stroke Waspadai Ancamannya. Penerbit Andi: Yogyakarta.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Salemba Medika: Jakarta
Price & Wilson. 2016. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
EGC: Jakarta
Potter & Perry. 2016. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktik Edisi 4. EGC: Jakarta
Ruhyanudin, Faqih. (2007). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan.
Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Umm Press: Malang.
Smeltzer & Bare. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
Wardhana, W.A. 2011. Strategi mengatasi & bangkit dari stroke. Penerbit
Pustaka Pelajar : Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai