Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

STROKE NON HEMORAGIK

Oleh :

NI KOMANG SRI MELIANI

17089014106

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

2019
A. Konsep Dasar Penyakit Stroke Non Hemoragik

1) Definisi

Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit


neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak
(Sudoyo Aru).

Stroke non hemoragik (Stroke iskemik) yaitu tersumbatnya pembuluh darah


yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhannya terhenti.

Menurut Price, (2006) stroke non hemoragik (SNH) merupakan gangguan


sirkulasi cerebri yang dapat timbul sekunder dari proses patologis pada pembuluh
misalnya trombus, embolus atau penyakit vaskuler dasar seperti artero sklerosis
dan arteritis yang mengganggu aliran darah cerebral sehingga suplai nutrisi dan
oksigen ke otak menurun yang menyebabkan terjadinya infark.

Sedangkan menurut Pahria, (2004) Stroke Non Haemoragik adalah cedera


otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat
pembentukan trombus di arteri cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak.

2) Epidemiologi

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi penyakit stroke di


Indonesia meningkat seiring bertambahnya umur. Kasus stroke tertinggi yang
terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia 75 tahun keatas (43,1%) dan terendah
pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu sebesar 0,2%. Prevalensi stroke
berdasarkan jenis kelamin lebih banyak laki-lai (7,1%) dibandingkan dengan
perempuan (6,8%).

3) Etiologi

a. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi

 Usia, stroke dapat terjadi pada semua usia, namun lebih dari 70%
stroke terjadi pada usia di atas 65 tahun. Perubahan struktur pembuluh
darah karena penuaan dapat menjadi salah satu faktor terjadi serangan
stroke (Masood dkk, 2010).

 Jenis kelamin, pria memiliki kecenderungan lebih besar untuk terkena


stroke pada usia dewasa awal dibandingkan dengan wanita dengan
perbandingan 2:1. Insiden stroke lebih tinggi terjadi pada laki-laki
daripada perempuan dengan rata-rata 25%-30%. Walaupun para pria
lebih rawan daripada wanita pada usia yang lebih muda, tetapi para
wanita akan menyusul setelah usia mereka mencapai menopause. Hal
ini, hormon merupakan yang berperan dapat melindungi wanita
sampai mereka melewati masa-masa melahirkan anak (Burhanuddin,
Wahidudin, Jumriani, 2012).

b. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi

 Stres, pengaruh stres yang dapat ditimbulkan oleh faktor stres pada
proses aterisklerosis melalui peningkatan pengeluaran hormon seperti
hormon kortisol, epinefrin, adernaline dan ketokolamin. Dikeluarkanya
hormon kartisol, hormon adernaline atau hormon kewaspadaan lainya
secara berlebihan akan berefek pada peningkatan tekanan darah dan
denyut jantung.

 Hipertensi, hipertensi adalah peningkatan tekanan darah di atas normal


dimana tekanan darah sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan distolik
diatas 90 mmHg. Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun
menyempitnya pembuluh darah otak, sedangkan penyempitan
pembuluh darah dapat mengurangi suplai darah otak dan menyebabkan
kematian sel-sel otak.

 Diabetes Melitus, diabetes melitus mempercepat terjadinya


arteriskelorosis baik pada pembuluh darah kecil maupun pembuluh
darah besar atau pembuluh darah otak dan jantung. Kadar glukosa
darah yang tinggi akan menghambat aliran darah dikarenakan pada
kadar gula darah tinggi terjadinya pengentalan darah sehingga
menghamabat aliran darah ke otak.

 Hiperkolestrolemia, tubuh banyak dipenuhi kolesterol jika


mengkonsumsi makanan berbasis hewani, kolesterol inilah yang
menempel pada permukaan dinding pembuluh darah yang semakin
hari semakin menebal dan dapat menyebabkan penyempitan dinding
pembuluh darah yang disebut aterosklerosis.
 Merokok, merokok dapat menurunkan elastisitas pembuluh darah yang
disebabkan oleh kandungan nikotin di rokok dan terganggunya
konsentrasi fibrinogen, kondisi ini mempermudah terjadinya penebalan
dinding pembuluh darah dan peningkatan kekentalan darah (Priyanto,
2008).

4) Patofisiologi

Stroke terjadi karena adanya penyempitan pembuluh darah di otak sehingga


otak tidak mendapat suplai oksigen yang cukup. Penyempitan pembuluh darah
dapat terjadi karena faktor usia, jenis kelamin, riwayat hipertensi, DM, kebiasaan
merokok, dan kelebihan kolesterol. Otak sangat tergantung kepada oksigen dan
otak tidak mempunyai cadangan oksigen apabila tidak adanya suplai oksigen
maka metabolisme di otak mengalami perubahan, kematian sel dan kerusakan
permanen dapat terjadi dalam waktu 3 sampai 10 menit. Iskemia dalam waktu
lama menyebabkan sel mati permanen dan berakibat menjadi infark otak yang
disertai odem otak sedangkan bagian tubuh yang terserang stroke secara
permanen akan tergantung kepada daerah otak mana yang terkena. Stroke itu
sendiri disebabkan oleh adanya arteroskelorosis (Junaidi, 2011).

Arteroskelorosis terjadi karena adanya penimbunan lemak yang terdapat di


dinding-dinding pembuluh darah sehingga menghambat aliran darah kejaringan
otak. Arterosklerosis juga dapat menyebabkan suplai darah kejaringan serebral
tidak adekuat sehingga menyebakan resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
(Amin & Hardhi, 2013).

Arterosklerosis dapat menyebabkan terbentuknya bekuan darah atau trombus


yang melekat pada dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan sumbatan
pada pembuluh darah. Apabila arterisklerosis bagian trombus terlepas dari
dinding arteri akan mengikuti aliran darah menuju arteri yang lebih kecil dan
akan menyebabkan sumbatan yang mengakibatkan pecahnya pembuluh darah
(Wang, 2005).
Etiologi/Faktor Pencetus

Penimbunan lemak/ koleterol meningkat dalam darah

Ateriosklerosis

Timbul trombus/emboli di cerebral

Stroke non Hemoragik (SNH)

Proses metabolisme dalam otak terganggu

↓ suplai darah dan O2 ke otak

Perfusi Penurunan fungsi Kerusakan Disfungsi N.XI


jaringan N.X (vagus), N.IX neurocerebrospinal (assesoris)
cerebral (glosovaringeus) N.VII (facialis), N.IX
tidak efektif (glossofaringeus)

Proses menelan Control otot Pe↓ fungsi


tidak efektif facial/oral menjadi motorik dan
lemah muskuluskeletal

Ketidakefektifan Kerusakan Kelemahan


nutrisi kurang komunikasi verbal pada
dari kebutuhan satu/keempat
tubuh anggota gerak

Hemiparase/plegi
kanan dan kiri

Hambatan Tirah baring lama


mobilitas fisik

Luka dekubitus

Kerusakan
integritas kulit
5. Klasifikasi

a. TIA (transient ischemic attack) atau serangan stroke sementara: gejala


defisit neurologis hanya berlangsung kurang dari 24 jam. TIA
menyebabkan penurunan jangka pendek dalam aliran darah ke suatu
bagian dari otak. TIA biasanya berlangsung selama 10-30 menit.

b. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit): gejala defisit neurologi


yang akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tetapi gejala
akan menghilang tidak lebih dari 7 hari.

c. Stroke evaluasi (Progressing Stroke): kelainan atau defisit neurologi yang


berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai yang berat sehingga
makin lama makin berat.

d. Stroke komplit (Completed Stroke): kelainan neurologis yang sudah


menetap dan tidak berkembang lagi

6. Gejala Klinis

a. Tiba-tiba mengakami kelemahan atau kelumpuhan separuh badan.

b. Tiba-tiba hilang rasa peka.

c. Bicara cedel atau pelo.

d. Gangguan bicara dan bahasa.

e. Gangguan penglihatan.

f. Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai.

g. Gangguan daya ingat.

h. Nyeri kepala henat.

i. Vertigo.

j. Kesadaran menurun.

k. Proses kencing terganggu.

l. Gangguan fungsi otak.


7. Pemeriksaan Fisik

a. Wajah : Tidak simetris, muka kanan kiri berbeda atau misal lebih condong ke
kanan atau ke kiri itu menunjukan ada parese/kelumpuhan.

b. Muskuloskeletal : tidak dapat menggerakan anggota tubuh.

8. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang

Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah


sebagai berikut :

a. Angiografi serebral: Membantu menentukan penyebab dari stroke secara


spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari
sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.

b. Lumbal pungsi: Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada
cairan lumbal menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau
perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan
adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai
pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.

c. CT scan.: Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi


henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya
secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang
pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.

d. MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik


untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat
dari hemoragik.

e. USG Doppler: Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah


sistem karotis).

f. EEG: Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam
jaringan otak.
9. Diagnosis/criteria diagnosis

Terdapat gejala defisit neurologis global atau salah satu/beberapa defisit


neurologis fokal yang terjadi mendadak dengan bukti gambaran neuroimaging
(CT scan atau MRI)

10. Penatalaksanaan

a. Bantuan kepatenan jalan nafas, ventilasi dengan bantuan oksigen.

b. Pembatasan aktivitas/ tirah baring.

c. Penatalaksanaan cairan dan nutrisi.

d. Obat-obatan seperti anti Hipertensi, Kortikosteroid, analgesik.

e. EKG dan pemantauan jantung.

f. Pantau Tekanan Intra Kranial ( TIK ).

g. Rehabilitasi neurologik.

11. Komplikasi

Menurut Junaidi (2011) komplikasi yang sering terjadi pada pasien stroke yaitu:

a. Dekubitus merupakan tidur yang terlalu lama karena kelumpuh dapat


mengakibatkan luka/lecet pada bagian yang menjadi tumpuan saat berbaring,
seperti pinggul, sendi kaki, pantat dan tumit. Luka dekubitus jika dibiarkan
akan menyebabkan infeksi.

b. Bekuan darah merupakan bekuan darah yang mudah terjadi pada kaki yang
lumpuh dan penumpukan cairan.

c. Kekuatan otot melemah merupakan terbaring lama akan menimbulkan


kekauan pada otot atau sendi. Penekanan saraf peroneus dapat menyebabkan
drop foot. Selain itu dapat terjadi kompresi saraf ulnar dan kompresi saraf
femoral.

d. Osteopenia dan osteoporosis, hal ini dapat dilihat dari berkurangnya densitas
mineral pada tulang. Keadaan ini dapat disebabkan oleh imobilisasi dan
kurangnya paparan terhadap sinar matahari.
e. Depresi dan efek psikologis dikarenakan kepribadian penderita atau karena
umur sudah tua.

f. Inkontinensia dan konstipasi pada umumnya penyebab adalah imobilitas,


kekurangan cairan dan intake makanan serta pemberian obat.
B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
2) Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
3) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-
obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes militus.
6) Pola Fungsional Gordon

a. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan:


Perawat mengkaji arti penting sehat dan sakit menurut pasien, baik
dari pengetahuan tentang status kesehatannya saat ini, perlindungan
terhadap kesehatan serta perilaku pasien untuk mengatasi masalah
kesehatannya.

b. Nutrisi atau metabolik:


Perawat mengkaji kebiasan jumlah makanan pasien baik dari jenis
dan jumlahnya, pola serta porsi makan pasien 24 jam terakhir, nafsu
makan pasien sebelum dan sesudah sakit.
c. Pola eliminasi:
Perawat mengkaji kebiasaan pola buang air kecil dan buang air
besar pasien sebelum dan sesudah sakit, serta kemampuan
perawatan diri pasien termasuk kebersihan diri pasien
d. Pola aktivitas dan latihan:
Perawat mengkaji mengenai aktivitas kehidupan sehari-sehari
pasien sebelum dan sesudah sakit.

e. Pola tidur dan istirahat:


Perawat mengkaji kebiasaan tidur pasien sebelum dan sesudah
sakit, penggunaan alat yang sering dipakai pasien untuk
mempermudah tidur, serta gejala gangguan pola tidur pasien
sebelum dan sesudah sakit.

f. Pola kognitif-perseptual:
Perawat mengkaji gambaran tentang indra khusus yang dimilikinya,
persepsi tentang ketidaknyamanan nyeri, tingkat pengetahuan
pasien terhadap nyeri dan pengetahuan untuk mengontrol serta
mengatasinya.
g. Pola persepsi diri/konsep diri:
Perawat mengkaji tentang keadaan sosial pasien baik mengenai
pekerjaan, situasi keluarga serta kelompok sosial pasien. Perawat
mengkaji bagaimana pasien menggambarkan keadaan fisiknya,
serta perasaan mengenai diri sendiri.

h. Pola seksual dan reproduksi:


Perawat mengkaji mengenai masalah atau perhatian seksualnya,
gambaran perilaku seksual sebelum dan sesudah sakit, pengetahuan
pasien yang berhungan dengan seksualitas dan reproduksi serta efek
terhadap kesehatannya.
i. Pola peran-hubungan:
Perawat mengkaji gambaran tentang peran yang berkaitan dengan
keluarga dan teman, kepuasaan atau ketidakpuasaan menjalankan
peran, struktur dan dukungan keluarga, serta hubungan dengan
orang lain.
j. Pola manajemen koping stress:
Perawat mengkaji gambaran respons umum dan khusus terhadap
stress, hubungan antara manajemen stress dengan keluarga, serta
tingkat stress yang dirasakan.
k. Pola keyakinan-nilai:
Perawat mengkaji tentang latar belakang budaya dan etnik pasien,
arti penting agama untuk pasien, serta dampak masalah kesehatan
terhadap spriritualitas.

8) Pengkajian Saraf Kranial


Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan
saraf kranial I-X11.
 Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
 Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual.
 Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis,
pada satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan
gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
 Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta
kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
 Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
 Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
 Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
 Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
 Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
9) Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, yaitu :
1. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b.d O2 otak menurun
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrient
3. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot.
4. Risiko kerusakan integritas kulit b.d factor risiko : lembap
5. Gangguan komunikasi verbal b.d. kerusakan neuromuscular,
kerusakan sentral bicara

No Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan

1 Perfusi jaringan Setelah diberikan 1. Pantau 1. Peningkatan


cerebral tidak intervensi selama TTV tiap jam tekanan darah
efektif b.d O2 …x… jam dan catat sistemik yang
otak menurun diharapkan hasilnya diikuti dengan
perfusi jaringan 2. Kaji respon penurunan tekanan
cerebral pasien motorik terhadap darah diastolik
kembali normal perintah merupakan tanda
dengan kriteria sederhana peningkatan TIK.
hasil: 3. Pantau Napas tidak teratur
status neurologis menunjukkan
1. Mampu
secara teratur adanya
mempertahankan
4. Dorong peningkatan TIK
tingkat kesadaran
latihan kaki 2. Mampu
2. Fungsi sensori
aktif/ pasif mengetahui tingkat
dan motorik
5. Kolaborasi respon motorik
membaik
pemberian obat pasien
sesuai indikasi 3. Mencegah/menuru
nkan atelektasis
4. Menurunkan statis
vena
5. Menurunkan resiko
terjadinya
komplikasi
2 Ketidakseimbang Setelah diberikan 1.Tentukan 1. Motivasi klien
an nutrisi: kurang intervensi motivasi klien mempengaruhi
dari kebutuhan selama …x… untuk dalam perubahan
tubuh b.d jam diharapkan mengubah nutrisi
ketidakmampuan nutrisi pasien kebiasaan 2. Makanan kesukaan
untuk dapat kembali makan klien untuk
mengabsorpsi normal dengan mempermudah
2. Ketahui
nutrient kriteria hasil: pemberian nutrisi
makanan
1. Mampu kesukaan klien 3. Merujuk kedokter
mengidentifikas untuk mengetahui
3. Rujuk kedokter
i kebutuhan perubahan klien
untuk
nutrisi. serta untuk proses
menentukan
penyembuhan
2. Tidak ada tanda penyebab
malnutrisi. perubahan 4. Membantu makan
nutrisi untuk mengetahui
3. Menunjukan
perubahan nutrisi
peningkatan 4. Bantu makan
serta untuk
fungsi sesuai dengan
pengkajian
pengecapan dan kebutuhan klien
menelan 5. Menciptakan
5. Ciptakan
lingkungan untuk
4. Adanya lingkungan
kenyamanan
kenaikan bb yang
istirahat klien serta
sesuai tujuan menyenangkan
utk ketenangan
untuk makan
dalam
ruangan/kamar.

3 Hambatan Setelah diberikan 1. Ajarkan klien 1. Mengajarkan klien


mobilitas fisik b.d intervensi selama tentang dan tentang dan pantau
penurunan …x… jam pantau penggunaan alat
kekuatan otot diharapkan penggunan alat bantu mobilitas
kekuatan otot bantu mobilitas. klien lebih mudah.
pasien dapat 2. Ajarkan dan 2. Membantu klien
kembali normal bantu klien dalam proses
dengan kriteria dalam proses perpindahan akan
hasil: perpindahan. membantu klien
3. Berikan latihan dengan cara
1.Klien meningkat
penguatan tersebut.
dalam aktivitas
positif selama 3. Pemberian
fisik.
beraktivits. penguatan positif
2.Bantu untuk
4. Dukung teknik selama aktivitas
mobilisasi
latihan ROM akan mem-bantu
5. Kolaborasi klien semangat
dengan tim dalam latihan.
medis tentang 4. Mempercepat klien
mobilitas klien dalam mobilisasi
dan
mengkendorkan
otot-otot
5. Mengetahui
perkembngan
mobilisasi klien
sesudah latihan
ROM
4 Risiko kerusakan Setelah diberikan 1. Anjurkan 1. Kulit bisa lembap
integritas kulit b.d intervensi pasien untuk dan mungkin
factor risiko : lembap selama …x… menggunakan merasa tidak dapat
jam diharapkan pakaian yang beristirahat atau
integritas kulit longgar perlu untuk
pasien dapat 2. Hindari kerutan bergerak
kembali normal pada tempat 2. Menurunkan
dengan kriteria tidur terjadinya risiko
hasil: infeksi pada bagian
3. Jaga kebersihn
kulit
1. integritas kulit kulit agar tetap
3. Cara pertama untuk
yang baik dan bisa bersih dan
mencegah
dipertahankan. kering
terjadinya infeksi
2. Tidak ada
4. Mobilisasi 4. Mencegah
luka/lesi
pasien (ubah terjadinya
posisi pasien) komplikasi
setiap dua jam selanjutnya
sekali 5. Mengetahui
perkembangan
5. Monitor kulit
terhadap terjadinya
akan adanya
infeksi kulit
kemerahan
6. Menurunkan
6. Oleskan lotion pemajanan
atau terhadap kuman
minyak/baby infeksi pada kulit
oil pada derah 7. Menurunkan risiko
yang tertekan terjadinya infeksi

7. Kolaborasi
pemberian
antibiotic
sesuai indikasi
5 Gangguan Setelah diberikan 1. Lakukan 1. Mencek
komunikasi intervensi komunikasi komunikasi klien
verbal b.d. selama …x… dengan wajar, apakah benar-benar
kerusakan jam diharapkan bahasa jelas, tidak bisa
neuromuscular, komunikasi sederhana dan melakukan
kerusakan sentral verbal pasien bila perlu komunikasi
bicara dapat kembali diulang 2. Mengetahui
normal dengan 2. Dengarkan bagaimana
kriteria hasil: dengan tekun kemampuan
jika pasien komunikasi klien
1. Ekspreso pesan
mulai berbicara tsb
verbal dan atau
3. Berdiri di 3. Mengetahui derajat
nonverbal yang
dalam lapang /tingkatan
bermakna.
pandang pasien kemampuan
pada saat bicara berkomunikasi
2. mampu
4. Latih otot klien
mengkomunika
bicara secara 4. Menurunkan
sikan kebutuhan
optimal terjadinya
dengan
5. Libatkan komplikasi lanjutan
lingkungan
keluarga dalam 5. Keluarga
sosial.
melatih mengetahui &
komunikasi mampu
verbal pada mendemonstrasika
pasien n cara melatih
6. Kolaborasi komunikasi
dengan ahli verbalpd klien
terapi wicara tanpa bantuan
perawat
6. Mengetahui
perkembangan
komunikasi verbal
klien
DAFTAR PUSTAKA

Kholidah, IN. 2017. laporan pendahuluan stroke non hemoragik di ruang kemuning
rsud r.a kartini jepara.
https://www.academia.edu/10077081/LAPORAN_PENDAHULUAN_KLIEN_DEN
GAN_STROKE_NON_HEMORAGIK_SNH (diakses pada Selasa, 23 April 2019 pk.
18.43 WITA).

Nuratif, A.H. & Kusuma, H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

Prakasita, M. 2015. masayu_prakasita_22010111140160_lap.kti_bab2.


http://eprnts.undip.ac.id/46789/3/Masayu_Prakasita_22010111140160_Lap.KTI_Bab
2.pdf (diakses pada Senin, 23 April 2019 pk. 16.30 WITA).

Purwaningtiyas, P. 2014. Bab i. http://eprints.ums.ac.id/32390/2/BAB%2520I.pdf


(diakses pada Senin, 22 April 2019 pk. 20.00 WITA).

Ramadhanis, I. 2012. Bab ii. http://eprints.ums.ac.id/18613/9/BAB_II.pdf (diakses


pada Senin, 22 April 2019 pk. 18.00 WITA).

Sasmika, A. 2016. 6 bab ii.


http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/2675/6.%2520BAB
%2520II.pdf (diakses pada Senin, 22 April 2019 pk. 18.10 WITA).

Anda mungkin juga menyukai