Anda di halaman 1dari 12

ALGORITMA PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA

a. Penatalaksanaan Cedera Kepala Ringan (Eko, 2008)


1. Definisi: Penderita sadar dan berorientasi (GCS 14-15)
2. Riwayat
a) Nama, umur, jenis kelamin, ras, pekerjaan
b) Tingkat kewaspadaan
c) Mekanisme cedera
d) Amnesia: Retrograde, Antegrade
e) Waktu cedera
f) Sakit kepala: ringan, sedang, berat
g) Tidak sadar segera setelah cedera
3. Pemeriksaan umum untuk menyingkirkan cedera sistemik.
4. Pemeriksaan neurologis terbatas.
5. Pemeriksaan rontgen vertebra servikal dan lainnya sesuai indikasi.
6. Pemeriksaan kadar alkohol darah dan zat toksik dalam urine
7. Pemeriksaan CT scan kepala sangat ideal pada setiap penderita, kecuali bila memang
sama sekali asimtomatik dan pemeriksaan neurologis normal

Observasi atau dirawat di RS Dipulangkan dari RS


CT scan tidak ada Tidak memenuhi kriteria rawat.
CT scan abnormal Diskusikan kemungkinan kembali.
Semua cedera tembus Ke rumah sakit bila memburuk dan
Riwayat hilang kesadaran berikan lembar observasi.
Kesadaran menurun Jadwalkan untuk kontrol ulang.
Sakit kepala sedang-berat
Intoksikasi alkohol/obat-obatan
Kebocoran likuor: Rhinorea-otorea
Cedera penyerta yang bermakna
Tak ada keluarga di rumah
GCS<15
Defisit neurologis fokal
Tabel xxx. Instruksi Bagi Penderita Cedera Kepala Di Luar RS
Kami telah memeriksa dan ternyata tidak ditemukan indikasi bahwa cedera
kepala anda serius. Namun gejala-gejala baru dan komplikasi yang tidak
terduga dapat muncul dalam beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.
24 jam pertama adalah waktu yang kritis dan anda harus tinggal bersama
keluarga atau kerabat dekat anda sedikitnya dalam waktu itu. Bila kelak
timbul gejala-gejala berikut seperti tertera di bawah Ini maka anda harus
segera menghubungi dokter anda atau kembali ke RS.
1. Mengantuk berat atau sulit dibangunkan (penderita harus dibangunkan
setiap 2 jam selama periode tidur).
2. Mual dan muntah.
3. Kejang.
4. Perdarahan atau keluar cairan dari hidung atau telinga.
5. Sakit kepala hebat.
6. Kelemahan atau rasa baal pada lengan atau tungkai.
7. Bingung atau perubahan tingkah laku.
8. Salah satu pupil mata (bagian mata yang gelap) lebih besar dari yang
lain, gerakan gerakan aneh bola mats, melihat dobel atau gangguan
penglihatan lain.
9. Denyut nadi yang sangat lambat atau sangat cepat, atau pola nafas yang
tidak teratur.
Bila timbul pembengkakan pada tempat cedera, letakkan kantung es di atas
selembar kain/handuk pada kulit tempat cedera. Bila pembengkakan
semakin hebat walau telah dibantu dengan kantung es, segera hubungi RS.
Anda boleh makan dan minum seperti biasa namun tidak diperbolehkan
minum minuman yang mengandung alkohol sedikitnya 3 had setelah
cedera.
Jangan minum obat tidur atau obat penghilang nyeri yang lebih kuat dari
Acetaminophen sedikitnya 24 jam setelah cedera. Jangan minum obat
mengandung aspirin.
Bila ada hal yang ingin anda tanyakan, atau dalam keadaan gawat darurat,
kami dapat dihubungi di nomor telepon : …………………
Nama dokter : ……………………………………

(Sumber: Eko, 2008)


b. Penatalaksanaan Cedera Kepala Sedang (Eko, 2008)
1. Definisi: Penderita biasanya tampak kebingungan atau mengantuk, namun masih
mampu menuruti perintah (GCS: 9-13).
2. Pemeriksaan awal
a) Sama dengan untuk cedera kepala ringan ditambah pemeriksaan darah sederhana
b) Pemeriksaan CT scan kepala pads semua kasus
c) Dirawat untuk observasi
3. Setelah dirawat
a) Pemeriksaan neurologis periodik
b) Pemeriksaan CT scan ulang bila kondisi penderita memburuk atau bila penderita
akan dipulangkan.

Bila kondisi membaik (90%) Bila kondisi memburuk (10%)


Pulang bila memungkinkan Bila penderita tidak mampu melakukan
Kontrol di poliklinik perintah lagi, segera lakukan pemeriksaan
CT scan ulang dan penatalaksanaan
sesuai protokol cedera kepala berat.

c. Penatalaksanaan Awal Cedera Otak Berat (Eko, 2008)


1. Definisi: Penderita tidak mampu melakukan perintah sederhana karena kesadaran yang
menurun (GCS 3-8)
2. Pemeriksaan dan penatalaksaan
a) ABCDE
b) Primary Survey dan resusitasi
c) Secondary Survey dan riwayat AMPLE
d) Rawat pada fasilitas yang mampu melakukan tindakan perawatan definitif Bedah
saraf
e) Reevaluasi neurologis: GCS
f) Respon buka mata
g) Respon motorik
h) Respon verbal
i)Refleks cahaya pupil
j)Obat-obatan
k) Manitol
l)Hiperventilasi sedang (PCO2<35 mmHg)
m)Antikonvulsan
3. Tes Diagnostik (sesuai urutan)
a) CT Scan
b) Ventrikulografi udara
c) Angiogram
Tabel xxx. Prioritas Evaluasi Awal Dan Triase Penderita Dengan Cedera Otak Berat
1. Semua penderita cedera otak dengan koma harus segera diresusitasi
(ABCDE) setibanya di unit gawat darurat.
2. Segera setelah tekanan darah normal, pemeriksaan neurologis dilakukan
(GCS dan refleks pupil). Bila tekanan darah tidak bisa mencapai normal,
pemeriksaan neurologis tetap dilakukan dan dicatat adanya hipotensi.
3. Bila tekanan darah sistolik tidak bisa > 100 mmHg setelah-dilakukan
resusitasi agresif, prioritas tindakan adalah untuk stabilisasi penyebab
hipotensinya, dengan pemeriksaan neurologis menjadi prioritas kedua. Pada
kasus ini penderita dilakukan DPL dan ultrasound di UGD atau langsung ke
kamar operasi untuk seliotomi. CT scan kepala dilakukan setelah seliotomi.
Bila timbul tanda-tanda klinis suatu massa intracranial maka dilakukan
ventrikulografi, burr hole eksplorasi atau kraniotomi di kamar operasi
sementara seliotomy sedang berlangsung.
4. Bila TDS > 100 mmHg setelah resusitasi dan terdapat tanda klinis suatu lesi
intrakranial (pupil anisokor, hemiparesis), maka prioritas pertama adalah CT
Scan kepala. DPL dapat dilakukan di UGD, ruang CT Scan atau di kamar
operasi, namun evaluasi neurologis dan tindakannya tidak boleh tertunda.
5. Pada kasus yang meragukan, misalnya tekanan darah dapat terkoreksi tapi
cenderung untuk turun, upayakan utuk membawa ke ruang CT scan sebelum
ke kamar operasi untuk seliotomi atau thorakotomi. Beberapa kasus
membutuhkan koordinasi yang kuat antara ahli bedah trauma dengan ahli
bedah saraf.
(Sumber: Eko, 2008)
JENIS-JENIS CAIRAN
Cairan intravena ada 3 jenis : (Leksana, 2007)
1. Cairan kristaloid
Cairan yang mengandung zat dengan BM rendah (< 8000 Dalton) dengan atau tanpa
glukosa.
Tekanan onkotik rendah, sehingga cepat terdistribusi ke seluruh ruang ekstraseluler.
a. Ringer laktat
Ringer laktat merupakan cairan fisiologis. Banyak digunakan sebagai replacement
therapy, antara lain untuk syok hipovolemik, diare, trauma, luka bakar.
Laktat yang terdapat di dalam RL akan dimetabolisme oleh hati menjadi bikarbonat untuk
memperbaiki keadaan seperti metabolic asidosis.
Kalium yang terdapat di dalam RL tidak cukup untun maintenance sehari-hari, apalagi
untuk kasus defisit kalium.
RL tidak mengandung glukosa sehingg bila akan dipakai sebagai cairan maintenance
harus ditambah glukosa untuk mencegah terjadinya ketosis.
b. Ringer
Komposisinya mendekati fisiologis, tetapi bila dibandingkan dengan RL ada beberapa
kekurangan seperti:
a) Kadar Cl terlalu tinggi sehingga bila dalam jumlah besar dapat menyebabkan acidosis
dilutional, asidosis hiperchloremia
b) Tidak mengandung laktat yang dapat dikonversi menjadi bikarbonat untuk
memperingan asidosis
c) Dapat digunakan pada keadaandehidrasi dengan hiperchloremia, muntah-muntah, dll.

c. NaCl 0,9% (Normal Saline)


Dipakai sebagai cairan resusitasi (replacement therapy) terutama kasus:
a) Kadar Na rendah
b) Keadaan dimana RL tidak cocok untuk digunakan, seperti pada alkalosis,
retensi kalium
c) Cairan pilihan untuk kasus trauma kepala
d) Dipakai untuk mengencerkan sel darah merah sebelum transfuse
Memiliki beberapa kekurangan:
a) Tidak mengandung HCO3
b) Tidak mengandung K
c) Kadar Na dan Cl relative sehingga dapat terjadi asidosis hiperchloremia, asidosis
dilutional dan hipernatremia
d. Dextrose 5% dan 10%
Digunakan sebagai cairan maintenance pada pasien dengan pembatasan intake natrium
atau cairan pengganti pada pure water defisit.
Penggunaan perioperatif untuk:
a) Berlangsungnya metabolisme
b) Menyediakan kebutuhan air
c) Mencegah hipoglikemia
d) Mempertahankan protein yang ada dibutuhkan minimal 100 g karbohidrat
untuk mencegah dipecahnya kandungan protein tubuh
e) Menurunkan level asam lemak bebas dan ketone
f) Mencegah ketosis, dibutuhkan minimal 200 g karbohodidrat
Cairan infuse yang mengandung dextrose, khususnnya dextrose 5% tidak boleh diberikan
pada pasien kapitis (neuro-trauma). Dextrose dan air dapat berpindah secara bebas ke
dalam sel otak. Sekali berada dalam sel otak, dextrose akan dimetabolisme dengan sisa air
yang menyebabkan edema otak.
2. Cairan koloid
Cairan yang mengandung zat dengan BM tinggi (> 8000 Dalton), misal protein.
Tekanan onkotik tinggi sehingga sebagian besar akan tetap tinggal di ruang intravaskuler.
Termasuk golongan ini:
a) Albumin
b) Blod product: RBC
c) Plasma protein fraction: plasmanat
d) Koloid sintetik: dextran, hetastrach
3. Cairan khusus
Dipergunakan untuk koreksi atau indikasi khusus, seperti NaCl 3%, bikarbonat, manitol.
Berdasarkan tujuan pemberian cairan ada 3:
1. Cairan Rumatan.
Cairan hipotonis: D5%, D5%+1/4NS dan D5%+1/2NS
2. Cairan pengganti.
Cairan isotonis: RL, NaCl 0,9%, koloid.
3. Cairan khusus.
Cairan hipertonik: NaCl 3%, mannitol 20%, bic-nat.

Tabel xx. Monitoring Terapi Infus


Pengkajian Temuan Klinis
Tekanan darah Kekurangan cairan: tekanan darah sistolik
menurun, tekanan nadi menurun, dan
hipotensi postural.
Kelebihan cairan: tekanan darah
meningkat, tidak ada perubahan
postural.
Nadi Kekurangan cairan: nadi lemah, sukar
diraba, takikardi
Kelebihan cairan: nadi menyatu, frekuensi
nadi meningkat, takikardi
Vena jugularis Kekurangan cairan: vena leher datar
Kelebihan cairan: tampak distensi vena,
pulsasi lebih tinggi 2 cm di atas sudut
sternal bila kepala tempat tidur
ditinggikan 45 derajat
Respirasi Kekurangan cairan: crackles dan mengi
jarang, sekresi kering, kental
Kelebihan cairan: crackles dan mengi,
sekresi lembab
Edema Kekurangan cairan: edema tidak sering
Kelebihan cairan: pertama-tama
ditemukan pada bagian yang
tergantung, contohnya edema sacrum
pada orang-orang yang tirah baring,
edema pedal pada orang yang dapat
berjalan
Turgor kulit Kekurangan cairan: kulit longgar, tonus
menurun, kulit tegang bila diangkat 2
jari, pengkajian yang tidak kurat pada
orang tua
Kelebihan cairan: turgor kulit baik
Masukan dan keluaran Kekurangan cairan: keluaran lebih besar
dari masukan, keluaran urin lambat,
berat jenis urin tinggi
Kelebihan cairan: masukan lebih besar
dari keluaran, keluaran urin cepat, berat
jenis rendah
Berat badan Kekurangan cairan: berat badan turun
Kelebihan carian: berat badan naik
(Sumber : LaRocca, 1998)

Cara menghitung terapi cairan untuk dehidrasi


Tabel xx. Derajat dehidrasi
Dehidrasi Dewasa Anak
Ringan 4% 4%-5%
Sedang 6% 5%-10%
Berat 8% 10%-15%
syok 15-20% 15%-20%
(Sumber :Hartanto, 2007 )
Strategi untuk rehidrasi adalah dengan memperhitungkan defisit cairan, cairan rumatan
yang diperlukan dan kehilangan cairan yang sedang berlangsung disesuaikan . Cara
rehidrasi:
1. Nilai status rehidrasi (sesuai tabel 4 di atas), banyak cairan yang diberikan (D) =
derajat dehidrasi (%) x BB x 1000 cc
2. Hitung cairan rumatan (M) yang diperlukan (untuk dewasa 40 cc/kgBB/24 jam atau
rumus holliday-segar seperti untuk anak-anak)
3. Pemberian cairan :
a. 6 jam I = ½ D + ¼ M atau 8 jam I = ½ D + ½ M
b. 18 jam II = ½ D + ¾ M atau 16 jam II = ½ D + ½ M
Contoh kasus dengan pasien BB 50 kg:
1. Banyak cairan yang diberikan (D) = 20% x 50 kg x 1000 cc = 10.000 cc
2. Cairan rumatan (M) = 40 x 50 = 2000cc/24 jam
3. 6 jam I = ½ D + ¼ M = ½ 10.000 + ¼ 2000 = 5500 cc
18 18 jam II = ½ D + ¾ M = ½ 10.000 + ¾ 2000 = 6500 cc

Penatalaksanaan Fraktur

Penatalaksanaan secara Umum

Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan pemeriksaan
terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi (circulation),
apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu tejadinya kecelakaan penting
ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam.
Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan
fisis secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai
dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat
pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.

Penatalaksanaan Kedaruratan

Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak menyadari adanya fraktur
dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka bila dicurigai adanya fraktur, penting
untuk meng-imobilisasi bagian tubuh segara sebelum pasien dipindahkan.

Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat
dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas dan dibawah tempat patah untuk
mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang dapat
menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan perdarahan lebih lanjut.

Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan menghindari
gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang memadai sangat penting
untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang. Daerah yang cedera
diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan bantalan yang memadai, yang
kemudian dibebat dengan kencang. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga
dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak
sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan dapat
dibebatkan ke dada, atau lengan bawah yang cedera digantung pada sling. Peredaran di distal
cedera harus dikaji untuk menentukan kecukupan perfusi jaringan perifer.

Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk mencegah
kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan reduksi fraktur, bahkan
bila ada fragmen tulang yang keluar melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan di
atas.

Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian dilepaskan dengan
lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari sisi cedera. Pakaian pasien
mungkin harus dipotong pada sisi cedera. Ektremitas sebisa mungkin jangan sampai
digerakkan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.

Prinsip Penanganan Fraktur

Prinsip-prinsip tindakan/penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian


fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi

a. Reduksi, yaitu : restorasi fragmen fraktur sehingga didapati posisi yang dapat diterima.

− Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pada


kesejajarannya dan posisi anatomis normal.
− Sasarannya adalah untuk memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada posisi anatomik
normalnya.
− Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi
terbuka.4 Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin
untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan
perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah
mengalami penyembuhan.

Metode reduksi :

1. Reduksi tertutup, pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan


mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan “Manipulasi dan Traksi manual”. Sebelum reduksi dan imobilisasi, pasien
harus dimintakan persetujuan tindakan, analgetik sesuai ketentuan dan bila diperlukan
diberi anestesia. Ektremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara
gips, bidai atau alat lain dipasang oleh dokter. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi
dan menstabilkan ektremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan
untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.

2. Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya
traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.

3. Reduksi terbuka, pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan


pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin,
kawat, sekrup, palt, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahan
kan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.

b. Imobilisasi

− Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan


dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.
− Sasarannya adalah mempertahankan reduksi di tempatnya sampai terjadi
penyembuhan.
− Metode untuk mempertahankan imobilisasi adalah dengan alat-alat “eksternal” (bebat,
brace, case, pen dalam plester, fiksator eksterna, traksi, balutan) dan alat-alat “internal”
(nail, lempeng, sekrup, kawat, batang, dll).

Penatalaksanaan Khusus Pada Fraktur Terbuka

Fraktur terbuka merupakan suaru keadaan darurat yang memerlukan penanganan yang
terstandar untuk mengurangi risiko infeksi. Selain mencegah infeksi juga diharapkan terjadi
penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak.

Beberapa prinsip dasar pengelolaan fraktur terbuka adalah :

1. Obati fraktur terbuka sebagai suatu kegawatan.


2. Adakan evaluasi awal dan diagnosis akan adanya kelainan yang dapat menyebabkan
kematian.
3. Berikan antibiotik dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan setelah operasi.
4. Segera dilakukan debridemen dan dan irigasi yang baik.
5. Ulangi debridemen 24-72 jam berikutnya.
6. Stabilisasi fraktur.
7. Biarkan luka terbuka antara 5-7 hari.
8. Rehabilitasi anggota gerak yang terkena.

Sedangkan tahap-tahap pengobatan fraktur terbuka adalah sebagai berikut :

1. Pembersihan luka.

Dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl fisiologis secara mekanis untuk
mengeluarkan benda asing yang melekat.

2. Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen).

Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah tempat pembenihan


bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada kulit, jaringan subkutaneus,
lemak, fasia, otot, dan fragmen-fragmen yang lepas.

3. Penutupan kulit.
4. Pemberian antibakteri.

Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. Antibiotik diberikan dalam dosis
yang besar sebelum, pada saat, dan sesudah tindakan operasi.

− Pencegahan tetanus. Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan


pencegahan tetanus. Pada penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup
dengan pemberian toksoid. Tapi bagi yang belum, dapat diberikan 250 unit tetanus
imunoglobulin.
− Pengobatan fraktur itu sendiri.

Dita.......vita kirim ini dulu ya,,,,,,nanti kalo ada dan banyak kurangnya
menyusul....maaf ya

Anda mungkin juga menyukai