Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN ASFIKSIA

RUANG MAWAR RS NU MANGIR


ROGOJAMPI

Disusun Oleh:
Nama : Zukhrifah Alifiana Primadani
NIM : 2019.01.029

PROGRAM STUDI D-III KPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
BANYUWANGI
2021
Lembar Persetujuan
Laporan Pendahuluan dengan kasus ASFIKSIA telah disahkan dan disetujui pada :
Hari :
Tanggal :

Disusun Oleh :

Zukhrifah Alifiana Primadani


NIM. 201901029

Disahkan oleh :

Pembimbing Institusi/Dosen Pembimbing Lahan/CI

( ………………………………………) (……..………………………………)
A. Pengertian
Asfiksia merupakan suatu kondisi dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas
secara spontan dan teratur (Qoyimmah, 2021).
Asfiksia adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan
pernapasan secara spontan dan teratur pada saat bayi baru lahir atau
beberapa saat sesudah lahir. Bayi mungkin lahir dalam kondisi asfiksia
(asfiksia primer) atau mungkin dapat bernapas tetapi kemudian
mengalami asfiksia beberapa saat setelah lahir (asfiksia sekunder)
(Fauziah dan Sudarti, 2014).
Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak
dilakukan dengan sempurna, sehingga tindakan perawatan
dilaksanakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan
mengatasi gejala lanjut yang mungkin timbul. Untuk mendapatkan
hasil yang memuaskan, beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalam
menghadapi bayi dengan asfiksia.

B. Etiologi
Menurut Nurarif AH (2013), penyebab dari asfiksia pada bayi baru lahir dapat terjadi
karena beberapa faktor :
a) Faktor ibu
Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui plasenta
berkurang. Akibatnya, aliran oksigen ke janin juga berkurang dan dapat
menyebabkan gawat janin dan akhirnya terjadilah asfiksia.
Keadaan – keadaan yang dapat menyebabkan asfiksia pada bayi baru lahir, antara
lain:
1) Preeklamsia dan eklamsia
2) Demam selama persalinan
3) Kehamilan postmatur
4) Ibu mengalami hipoksia
5) Primi tua, DM, anemia, riwayat lahir mati, dan ketuban pecah dini
b) Faktor plasenta
Keadaan berikut ini berakibat pada penurunan aliran darah dan oksigen melalui tali
pusat ke bayi, sehingga bayi mungkin mengalami asfiksia (Nurarif AH, 2013)
1) Abruptio plasenta
2) Solutio plasenta
3) Plasenta previa
c) Faktor persalinan
Keadaan yang dapat menyebabkan asfiksia pada bayi baru lahir yaitu (Nurarif AH,
2013)
1) Persalinan kala II lama
2) Pemberian analgetik dan anastesi pada operasi Caesar yang berlebihan sehingga
menyebabkan depresi pernapasan pada bayi
d) Faktor neonatus
Berikut merupakan kondisi bayi yang mungkin mengalami asfiksia (Nurarif AH,
2013)
1) Bayi preterm (belum genap kehamilan 37 minggu kehamilan) dan bayi
posterm
2) Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, forsep)

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang dapat terjadi pada bayi baru lahir dengan asfiksia yaitu:
1) Pernapasan terganggu
2) Detak jantung berkurang
3) Respon bayi melemah
4) Tonus otot menurun
5) Warna kulit kebiruan atau pucat
Sedangkan menurut (Nurarif AH, 2013), asfiksia dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu asfiksia pallida dan asfiksia livida dengan masing – masing manifestasi klinis
sebagai berikut :
Perbedaan Asfiksia Pallida Asfiksia Livida
Warna Kulit Pucat Kebiru – biruan
Tonus Otot Sudah kurang Masih baik
Reaksi Rangsangan Negative Positif
Bunyi Jantung Tidak teratur Masih teratur
Prognosis Jelek Lebih baik

D. Klasifikasi
1 Klasifikasi Asfiksia dapat ditentukan berdasarkan nilai APGAR (Nurarif AH, 2013)
a) Asfiksia ringan
Skor APGAR 7 – 10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan
istimewa
b) Asfiksia sedang
Skor APGAR 4 – 6, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi nadi <
100x/menit, tonus otot kurang baik, sianosis.
c) Asfiksia berat
Skor APGAR 0 – 3, didapatkan frekuensi jantung < 100x/menit, tonus otot
buruk, sianosis berat, dan kadang pucat.
2 APGAR Skor
Tes Apgar score atau penilaian Apgar merupakan salah satu pemeriksaan fisik
bayi yang dilakukan pada menit pertama dan kelima setelah bayi lahir. Semakin
tinggi nilai Apgarnya, maka semakin baik. Nilai Apgar yang tinggi diangap dapat
menjadi patokan bahwa kondisi bayi baru lahir sehat dan bugar setelah dilahirkan.

Komponen 1 2 3
penilaian
Appearance Seluruh tubuh Badan merah Seluruh tubuh
(warna kulit putih/biru kaki biru kemerahan
Pulse (denyut Tidak ada <100/menit >100/menit
nadi)
Grimace (reflek) Tidak ada Perubahan mimic Batuk/bersin/menangis
Activity (tonus Lunglai Ekstremitas agak Ekstremitas fleksii,
otot) fleksi gerak aktif
Respiratory Tidak ada Lemah, tidak Menangis kuat
(usaha napas) teratur

E. Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan
terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika
kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi.
Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat
akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterine
dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam
paru, bronkus tersumbat yang mengakibatkan infeksi sehingga terjadi inflamasi.
Dari reaksi inflamasi tersebut akan menimbulkan reaksi demam dan resiko infeksi.
Selain bisa menyebabkan inflamasi, paru – paru yang berisi cairan juga dapat
menyebabkan gangguan metabolism dan perubahan asam basa sehingga terlalu
banyak asam menumpuk dalam tubuh yang berakibat pada menurunnya reflek
hisap pada bayi sehingga menyebabkan bayi mengalami mual dan muntah. Apabila
asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun
sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi
memasuki periode apneu primer(Ganguly et al., 2018)
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung
terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat
lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki
periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah
dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi
terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara
spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan
pemberian tidak dimulai segera.
F. Pathway

asfiksia lama, lilitan tali paralisis pusat pernafasan faktor lain: anastesi, obat-obatan
pusat, presentasi janin
abnormal

ASFIKSIA

Janin kekurangan O2 dan paru – paru terisi cairan proses infeksi


Kadar CO2 meningkat

Bersihan jalan
Tahap inflamasi
Pola nafas nafas tidak
Nafas cepat
tidak efektif efektif

hipertermi
Dispnea suplai O2 ke suplai O2 dalam
paru menurun darah menurun
Risiko infeksi
Perfusi perifer
DJJ dan TD menurun kerusakan otak gangguan
tidak efektif
Metabolisme
Janin tidak bereaksi kematian janin & perubahan asidosis metabolik
Terhadap rangsangan asam basa

Gangguan proses
Asidosi respiratorik penurunan reflek hisap
keluarga

Gangguan perfusi ventilasi mual muntah

Gangguan Defisit nutrisi

pertukaran gas
G. Komplikasi
Pada bayi dengan asfiksia berat terdapat komplikasi seperti HIE, gagal fungsi
hati, ARDS, dan terjadi sepsis (Saptanto and Anggraheny, 2017)
Dampak yang akan terjadi jika bayi baru lahir dengan asfiksia tidak di tangani
dengan cepat maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut antara lain: perdarahan
otak, anuragia, dan onoksia, hyperbilirubinemia, kejang sampai koma. Komplikasi
tersebut akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan bahkan kematian pada bayi
(Surasmi, 2013)
H. Pemeriksaan Penunjang
1) Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari:
a) Hb (normal 12 – 24 gr/dl), biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung
turun karena O2 dalam darah sedikit
b) Leukosit (normal 9000 – 30.000 mcL) karena bayi preterm imunitas masih
rendah sehingga resiko tinggi
c) Trombosit (normal 150.000 – 450.000)
2) Analisa gas darah pada bayi asfiksi terdiri dari:
a) pH darah (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis
metabolic
b) pCO2 (normal 38 – 42 mmHg). Kadar pCO2 pada bayi asfiksia cenderung
naik sering terjadi hiperapnea
c) pO2 (normal 75 – 100 mmHg). Kadar pO2 bayi asfiksia cenderung turun
karena terjadi hipoksia progresif
d) HCO3 (Normal 22 – 28 mEq/L)
3) Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari:
a) Natrium (normal 134-150 mEq/L)
b) Kalium (normal 3,6 – 5,8 mEq/L)
c) Kalsium (normal 8,1 – 10,4 mEq/L)
d) Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal

I. Penatalaksanaan
Menurut (Vidia and Pongki, 2016) penatalaksanaan pada asfiksia sebagai
berikut :
1) Tindakan Umum
a) Bersihkan jalan nafas: Kepala bayi diletakkan lebih rendah agar lendir
mudah mengalir, bila perlu digunakan laringoskop untuk membantu
penghisapan lendir dari saluran nafas yang lebih dalam.
b) Rangsang refleks pernafasan: dilakukan setelah 20 detik bayi tidak
memperlihatkan bernafas dengan cara memukul kedua telapak kaki
menekan tanda Achilles
c) Mempertahankan suhu tubuh
2) Tindakan Khusus
a) Asfiksia Berat
Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermenten melalui pipa
endotrakeal. Dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya
dengan O2. O2 yang diberikan tidak lebih 30 cm H 20. Bila pernafasan
spontan tidak timbul lakukan massage jantung dengan ibu jari yang
menekan pertengahan sternum 80-100 x/menit.
b) Asfiksia Sedang/Ringan
Pasang Relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama 30-60
detik. Bila gagal lakukan pernafasan kodok (Frog Breathing) 1-2 menit yaitu
kepala bayi ekstensi maksimal beri O2 1-21/menit melalui kateter dalam
hidung, buka tutup mulut dan hidung serta gerakkan dagu ke atasbawah
secara teratur 20 x/menit.
c) Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi
J. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata
Terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa,
jumlah saudara dan identitas orang tua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi
karena berkaitan dengan diagnose Afiksia Berat.
b. Keluhan utama
Pada klien asfiksia yang sering tampak adalah sesak napas.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Yang dirasakan klien sampai dirawat di rumah sakit atau perjalanan penyakit.
d. Riwayat kehamilan dan persalinan
Bagaimana proses persalinan, apakah spontan, premature, aterm, letak bayi
belakang kaki atau sungsang.
e. Kebutuhan dasar
• Pola nutrisi
Pada neonates dengan asfiksia membatasi intake oral, karena organ tubuh
terutama lambung belum sempurna.
• Pola eliminasi
Umumnya klien mengalami gangguan BAB karena organ tubuh terutama
pencernaan belum sempurna.
• Kebersihan diri
Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan pasien, terutama
saat BAB dan BAK, saat BAB dan BAK harus diganti popoknya.
• Pola tidur
Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak napas.
f. Pemeriksaan fisik
• Keadaan umum
Pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak napas,
pergerakan tremor, reflek tendon hyperaktif dan ini terjadi pada stadium
pertama
• Tanda tanda vital
Pada umumnya terjadi peningkatan respirasi
• Kulit
Pada kulit biasanya terdapat sianosis
• Kepala
Inspeksi: bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung,
satura belum menutup dan kelihatan masih bergerak.
• Mata
Pada pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya
• Hidung
Yang paling sering didapatkan adalah didapatkannya adanya pernapasan
cuping hidung.
• Dada
Pada dada biasanya ditemukan pernapasan yang ireguler dan frekuensi
pernapasan yang cepat.
• Neurology dan reflek
Reflek marrow: kaget bila dikejutkan (tangan menggenggam)

2. Diagnosa

a. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi – perfusi


b. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas
c. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d efek agen farmakologis
d. Gangguan proses keluarga b.d perubahan status kesehatan anggota keluarga
e. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin
f. Hipertermi b.d proses penyakit (mis. Infeksi)
g. Risiko infeksi d.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder (penurunan
hemoglobin)
h. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan
3. Intervensi

No Diagnosa SLKI SIKI


1 Gangguan pertukaran gas Pertukaran Gas Terapi oksigen (I.01026)
b.d ketidakseimbangan (L.01003) Observasi
ventilasi – perfusi Setelah dilakukan tindakan - Monitor kecepatan
keperawatan 2 x 24 jam aliran oksigen

diharapkan kebutuhan - Monitor tanda-tanda


hipoventilasi
oksigen pasien terpenuhi.
Teraupetik
Dengan kriteria hasil:
- Bersihan secret pada
1. Dispnea menurun
hidung, mulut dan
trakea
2. PCO2 dalam rentang - Pertahankan kepatenan
normal (38 – 42 jalan nafas

mmHg) - Gunakan perangkat


oksigen yang sesuai
3. PO2 dalam rentang
dengan tingkat
normal (75 – 100
mobilitas pasien
mmHg)
Edukasi
4. Pola napas membaik
- Ajarkan pasien dan
keluarga cara
meggunakan oksigen di
rumah
Kolaborasi
- Penentuan dosis
oksigen
- Kolaborasi penggunaan
oksigen pada saat
aktivitas dan/atau tidur
2 Pola napas tidak efektif b.d Pola Napas (L.01004) Pemantauan respirasi
hambatan upaya napas Setelah dilakukan tindakan (I.01014)
keperawatan 2 x 24 jam Observasi
diharapkan pola napas - Monitor frekuensi,
pasien efektif kedalaman, upaya nafas

Dengan kriteria hasil: - Monitor pola napas


- Monitor kemampuan
1. Dispnea menurun
batuk efektif
2. Frekuensi napas
- Monitor adanya
dalam rentang
produksi sputum
normal (24 – 40
- Monitor adanya
x/menit)
sumbatan jalan
nafaspalpasi
kesimetrisan ekspansi
paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi O2
- monitor nilai AGD
Terapeutik
- atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
- Informasikan hasil
pemantauan
3 Bersihan jalan napas tidak Bersihan Jalan Napas Manajemen jalan nafas
efektif b.d efek agen (L.01001) (I.01011)
farmakologis Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan 2 x 24 jam - Monitor pola napas
diharapkan bersihan jalan (frekuensi kedalaman)

napas meningkat (paten) - Monitor bunyi napas


tambahan
Dengan kriteria hasil:
- Monitor sputum
1. Dispnea menurun
(jumlah, warna, aroma)
2. Frekuensi napas
Teraupetik
dalam rentang
- Posisikan semi fowler
normal (24 – 40
- Berikan minum air
x/menit)
hangat
3. Pola napas - Lakukan peghisapan
membaik lendir kurang dari 15
detik
- Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
- Berikan oksigen
Edukasi
- Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari
- Ajarkan teknik batuk
efektif
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator
, kspektoran, mukolitik
4 Gangguan proses keluarga Proses Keluarga Dukungan Koping
b.d perubahan status (L.13123) Keluarga (I.09260)
kesehatan anggota keluarga Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan 2 x 24 jam - Identifikasi respon
diharapkan kemampuan emosional terhadap
untuk berubah membaik. kondisi saat ini
Dengan kriteria hasil: Terapeutik
1. Adaptasi keluarga - Dengarkan masalah,
terhadap situasi perasaan, dan
meningkat pertanyaan keluarga
Edukasi
- Informasikan
kemajuan pasien
secara berkala
Kolaborasi
- Rujuk untuk terapi
keluarga, jika perlu
5 Perfusi perifer tidak efektif Perfusi Perifer (L.02011) Perawatan Sirkulasi
b.d penurunan konsentrasi Setelah dilakukan tindakan (I.02079)
hemoglobin keperawatan 2 x 24 jam Observasi
diharapkan keadekuatan - Periksa sirkulasi
aliran darah pembuluh perifer
darah distal meningkat - Identifikasi faktor
Dengan kriteria hasil : risiko gangguan
1. Tekanan darah sirkulasi
sistolik dalam - Monitor panas,
rentang normal (80 kemerahan, nyeri,
mmHg) atau bengkak pada
2. Tekanan darah ekstremitas
diastole dalam Terapeutik
rentang normal (45 - Hindari pemasangan
mmHg) infus atau
pengambilan darah di
area keterbatasan
perfusi
- Lakukan pencegahan
infeksi
Edukasi
- Ajarkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi
- Informasikan tanda
dan gejala darurat
yang harus dilaporkan

6 Hipertermi b.d proses Termoregulasi (L.14134) Manajemen Hipertermi


penyakit (mis. Infeksi) Setelah dilakukan tindakan (I.15506)
keperawatan 2 x 24 jam Observasi
diharapkan suhu tubuh - Identifikasi penyebab
tetap pada rentang normal. hipertermi
Dengan kriteria hasil: - Monitor suhu tubuh
1. Pucat menurun Terapeutik
2. Suhu tubuh dalam - Sediakan lingkungan
rentang normal yang dingin
(36,5 – 37) - Berikan cairan oral
- Hindari pemberian
antipiretik atau
aspirin
- Berikan oksigen, jika
perlu

Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
7 Risiko infeksi d.d Tingkat Infeksi (L.14137) Pencegahan Infeksi
ketidakadekuatan Setelah dilakukan tindakan (I.14539)
keperawatan 2 x 24 jam Observasi
pertahanan tubuh sekunder diharapkan tingkst infeksi - Monitor tanda dan
(penurunan hemoglobin) pada pasien menurun. gejala infeksi lokal
Dengan kriteria hasil: dan sistemik
1. Demam menurun Terapeutik
dengan suhu dalam - Batasi jumlah
batas normal pengunjung
2. Kadar sel darah - Cuci tangan sebelum
putih dalam rentang dan sesudah kontak
normal (9.000 – dengan pasien dan
30.000 mcL) lingkungan pasien
Edukasi
- Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
- Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan dan nutrisi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
8 Defisit nutrisi b.d Status nutrisi (L. 03030) Manajemen Nutrisi
ketidakmampuan menelan Setelah dilakukan tindakan (I.03119)
makanan keperawatan 2 x 24 jam Observasi:
diharapkan asupan nutrisi - Identifikasi status
pada pasien terpenuhi. nutrisi
Dengan kriteria hasil: - Identifikasi alergi dan
1. Kekuatan otot intoleransi makanan
menelan meningkat - Monitor asupan
2. Frekuensi makan makanan
membaik Terapeutik
- Lakukan oral hygiene
sebelum makan
- Hentikan pemberian
makanan melalui
selang ngt jika asupan
oral dapat ditoleransi
Edukasi
- Ajarkan diet yang di
programkan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan

4. Implementasi

Implementasi/pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk


mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
tindakan disusun dan ditujukan pada nursing order untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan ada 3 tahap implementasi yaitu:
1. Fase orentasi
Fase orientasi terapeutik dimulai dari perkenalan klien pertama kalinya
bertemu dengan perawat untuk melakukan validasi data diri.
2. Fase kerja
Fase kerja merupakan inti dari fase komunikasi terapeutik, dimana perawat
mampu memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan, maka dari itu perawat
diharapakan mempunyai pengetahuan yang lebih mendalam tentang klien dan
masalah kesehatanya.
3. Fase terminasi
Pada fase terminasi adalah fase yang terakhir, dimana perawat meninggalkan
pesan yang dapat diterima oleh klien dengan tujuan, ketika dievaluasi nantinya
klien sudah mampu mengikuti saran perawat yang diberikan, maka dikatakan
berhasil dengan baik komunikasi terapeutik perawat-klien apabila ada umpan
balik dari seorang klien yang telah diberikan tindakan ataumasuhan
keperawatan yang sudah direncanakan.
5. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan


yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Meskipun tahap evaluasi diletakkan
pada akhir proses keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral pada setiap
tahap proses keperawatan. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan
klien dalam mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakan
hubungan dengan klien. Jenis-jenis evaluasi menurut (Chairunisa, 2018)
1. Evaluasi Formatif
Evaluasi ini menggambarkan hasil observasi dan analisa perawat terhadap
respon klien segera setelah tindakan. Biasanya digunakan dalam catatan
keperawatan.
2. Evaluasi Sumatif
Menggambarkan rekapitulasi dari observasi dan analisa status kesehatan klien
dalam satu periode. Evaluasi sumatif menjelaskan perkembangan kondisi
dengan menilai apakah hasil yang telah diterapkan tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Ganguly, M. et al. (2018) ‘ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI NY. E. N DENGAN
ASFIKSIA SEDANG DI RUANGAN NICU RSUD. PROF DR. W. Z JOHANES KUPANG’,
Biomass Chem Eng, 3(2), p. ‫ثقثقثقثق‬. Available at:
http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/equilibrium/article/view/1268/1127%0Ahttp://publicac
oes.cardiol.br/portal/ijcs/portugues/2018/v3103/pdf/3103009.pdf%0Ahttp://www.scielo.org.co/s
cielo.php?script=sci_arttext&pid=S0121-75772018000200067&lng=en&tlng=en.
Nurarif AH, K. H. (2013) Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis, NANDA,
dan NIC-NOC. Yogyakarta: Media Action.
Saptanto, A. and Anggraheny, H. D. (2017) ‘Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kematian Bayi
Asfiksi’, pp. 1–12.
Vidia, A. and Pongki, J. (2016) Asuhan Kebidanan padaa Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra
Sekolah. Jakarta: Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai