Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

CKR (CIDERA KEPALA RINGAN)

I. Konsep Penyakit

2.1 Definisi/deskripsi penyakit cidera kepala ringan


Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa disertai perdarahan intersisial dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak (mutaqin,2008).
Cidera kepala ringan adalah cidera karena tekanan atau kejatuhan benda
tumpul yang dapat menyebabkan hilangnya fungsi neurology sementara atau
menurunnya kesadaran sementara,mengeluh pusing nyeri kepala tanpa adanya
kerusakan lain (smeltzer,2002).
Cidera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS : 15 (sadar penuh)
tidak ada kehilangan kesadaran,mengeluh pusing dan nyeri
kepala,hematoma,abrasi,dan laserasi(mansjoer,2009).
Cidera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS: 13-15 yang dapat
terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia akan tetapi kurang dari 30
menit.tidak terdapat fraktur tengkorak serta tidak ada kontusio serebral dan
hematoma.
2.2 Etiologi
1. Cedera Kepala Primer yaitu cedera yang terjadi akibat langsung dari trauma:
a. Kulit : Vulnus, laserasi, hematoma subkutan, hematoma subdural.
b. Tulang : Fraktur lineal, fraktur bersih kranial, fraktur infresi (tertutup &
terbuka).
c. Otak : Cedera kepala primer, robekan dural, contusio (ringan, sedang, berat),
difusi laserasi.(Arief mansjoer, 2000) .
2. Cedera Kepala Sekunder yaitu cedera yang disebabkan karena komplikasi :
a. Oedema otak
b. hipoksia otak
c. kelainan metabolik
d. kelainan saluran nafas
e. syok

2.3 Tanda Gejala


a. TTV DBN atau menurun
b. Setelah sadar timbul nyeri
c. Pusing
d. Muntah
e. GCS : 13-15
f. Tidak terdapat kelainan neurologis
g. Pernafasan secara progresif menjadi abnormal
h. Respon pupil lenyap atau progresif menurun
i. Nyeri kepala dapat timbul segera atau bertahap
j. Pingsan tidak lebih dari sepuluh menit

2.4 Patofisologi
Cedera kepala dapat bersifat terbuka (menembus melalui durameter) atau
tertutup (trauma tumpul tanpa penetrasi menembus dura). Cedera kepala
terbuka memungkinkan patogen-patogen lingkungan memiliki akses langsung
ke otak. Apabila terjadi perdarahan dan peradangan akan menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial. (Elizabeth, J. 2001).
2.5 Pemeriksaan penunjang
a. CT-Scan : mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran
ventikuler,pergeseran jaringan otak.
b. Angigrafi serebral  : menunjukan kelainan sirkulasi serbral seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema,perdarahan dan trauma.
c. X-Ray  : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang.
d. EEG : untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya patologis.
e. BAER (Basic Auditori Evoker Respon) : menentukan fungsi korteks dan
batang otak.
f. PET (Position Emission Tomniograpi) :menunjukkan aktifitas metabolisme
pada otak.
g. Punksi lumbal cs : dapat menduga adanya perubahan sub araknoid.
h. Kimia/elektrolit darah  : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan
dalam peningkatan TIK atau perubahan status mental.   
i. Analisa gas darah  : menunjukkan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha
pernafasan.

2.6 Komplikasi
Komplikasi yang muncul dari CKR yaitu dapat menyebabkan kemunduran
pada kondisi pasien karena perluasan hematoma intrakranial, edema serebral
progressif dan herniasi otak. Edema serebral adalah penyebab paling umum
dari peningkatan tekanan intrakranial pada pasien yang mendapat cedera
kepala.
Komplikasi lain yaitu defisit neurologi dan psikologi (tidak dapat mencium
bau-bauan, abnormalitas gerakan mata, afasia, defek memori dan epilepsi).
(Brunner & Suddarth, 2002).
2.7 Penatalaksanaan
a. Menilai jalan nafas  : bersihkan jalan nafas dari muntahan,perdarahan dan
debris.
b. Menilai pernafasan : tentukan apakah pasien bernafas spontan atau tidak.jika
tidak berikan oksigen melalui masker.oksigen minimal 95% jika klien tidak
memperoleh oksigen yang adekuat (PaO2  >95% dan PaCO2 <40%mmHG
serta saturasi O2 >95% ) atau muntah maka klien harus diintubasi serta
diventilasi oleh ahli anastesi.
c. Menilai sirkulasi : hentikan semua perdarahan dengan menekan
arterinya,perhatikan cedera intraabdomen dan dada.
d. Obati kejang : berikan diazepam 10mg intra vena perlahan-lahan dan dapat
diulangi 2x jika masih kejang.bila tidak berhasil berikan penitoin 15mg/kg BB.
e. Untuk cidera kepala terbuka diperlukan antibiotik.
f. Tirah baring.
2.8 Pathway
II. Rencana asuhan klien dengan gangguan cidera kepala ringan

2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat keperawatan
A.  Identitas klien
Nama, jenis kelamin, alamat, pekerjaan. Terdapat identitas lengkap
penderita CKR
B.  Keluhan utama
Sering terjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
tergantung seberapa jauh dampak dari trauma kepala disertai
penurunan tingkat kesadaran.
C.  Riwayat penyakit sekarang
Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala yang akibat dari
kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, trauma langsung ke
kepala. Pengkajian yang didapat, meliputi tingkat kesadaran menurun,
konfulse, muntah, sakit kepala, lemah, liquor dari hidung dan telinga
serta kejang.
D. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu dipertanyakan meliputi adanya riwayat
hipertensi, riwayat cidera sebelumnya, DM, dan penggunaan obat-
obatan.
E. Riwayat penyakit keluarga
Adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan DM
2.1.2 Pemeriksaan fisik: data focus
A. Keadaan umum penurunan kesadaran pada CKR umumnya GCS
13-15.
B.  BREATHING
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama
jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman,
frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia
breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana
karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada
jalan napas.
C.  BLOOD:
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah
bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan
transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
D.                BRAIN
Cidera kepala menyebabkan berbagai defisit neurologis terutama
akibat pengaruh peningkatan TIK yang disebakan adanya perdarahan .
    Pengkajian tingkat kesadaran :  tingkat keterjagaan klien dan respon
terhadap lingkungan.
    Pengkajian fungsi cerebral     : status mental,fungsi intelektual,lobus
frontalis, hemisfer.
   Pengkajian saraf kranial   :
o   Saraf I : kelainam pada penciuman
o   Saraf II : kelainan pada lapang pandang
o   Saraf III,IV,VI  : gangguan mengangkat kelopak mata
o   Saraf V : gangguan penurunan kemampuan kordinasi gerakan
mengunyah
o    Saraf VII : presepsi pengecapan mengalami perubahan
o    Saraf VIII : perubahan fungsi pendengaran
o   Saraf IX dan X : kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut
o    Saraf XI : mobilitas leher tidak ada gangguan
o    Saraf XII : indra pengecapan mengalami perubahan.
E.    BLADER
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi,
inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.
F.    BOWEL
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah
(mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera.
Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.
G.  BONE
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi.
Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan
dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot
antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara
pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula
terjadi penurunan tonus otot.
2.1.3 Pemeriksaan penunjang
Ada
2.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
Diagnosa 1: Nyeri akut
2.2.1 Definisi
Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat ada
nya kerusakan jaringan yang actual atau potensial,atau digambarkan
dengan istilah (IASP) awitan yang tiba-tiba atau perlahan dengan
intensitas ringan sampai berat
2.2.2 Batasan karakteristik
Subjektif:
Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan nyeri dengan isyarat

Objektif:
 Posisi untuk mengindari nyeri
 Perubahan tonus otot dengan rentang lemas sampai tidak bertenaga
 Respon autonomic misalnya diaphoresis, perubahan tekanan darah,
pernapasan atau nadi, dilatasi pupil
 Perubahan selera makan
 Perilaku distraksi missal, mondar-mandir, mencari orang atau aktifitas lain,
aktivitas berulang
 Perilaku ekspresif missal; gelisah, merintih, menangis, kewaspadaan
berlebihan, peka terhadap rangsang, dan menghela napas panjang
 Wajah topeng; nyeri
 Perilaku menjaga atau sikap melindungi
 Fokus menyempit, missal; gangguan persepsi waktu, gangguan proses piker,
interaksi menurun.
 Bukti nyeri yang dapat diamat
 Berfokus pada diri sendiri
 Gangguan tidur, missal; mata terlihat layu, gerakan tidak teratur atau tidak
menentu dan tidak menyeringai
2.2.3 Faktor yang berhubungan
Agens-agens penyebab cedera (misalnya biologis,kimia,fisik,psikologis)

Diagnosa 2 : Bersihan jalan nafas tidak efektif


2.2.4 Definisi
Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari
saluran pernafasan untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas.

2.2.5 Batasan karakteristik


Dispneu, Penurunan suara nafas
Orthopneu
Cyanosis
Kelainan suara nafas (rales, wheezing)
Kesulitan berbicara
Batuk, tidak efekotif atau tidak ada
Mata melebar
Produksi sputum
Gelisah
Perubahan frekuensi dan irama nafas

2.2.6 Faktor yang berhubungan


Lingkungan : merokok, menghirup asap rokok, perokok pasif-POK,
infeksi
Fisiologis : disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding bronkus,
alergi jalan nafas, asma.
Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya
mukus, adanya jalan nafas buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di
alveolus, adanya benda asing di jalan nafas.
2.1 Perencanaan
Diagnosa 1: Nyeri akut b/d agen cidera biologis
2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil
Memperlihatkan pengendalian nyeri, yang dibuktikan oleh indkator 1
– 5 : tidak pernah, jarang, kadang – kadang, sering atau selalu
- Mengenali awitan nyeri

- Menggunakan tindakan pencegahan

-Melaporkan nyeri dapat dikendalikan

2.3.2 Intervensi keperawatan


Intervensi : manajemen nyeri
Rasional : meringankan atau mengurangi nyeri sampai pada
tingkat kenyamanan yang dapat di terima oleh pasien.

Intervensi : manajemen medikasi


Rasional : Memfasilitasi penggunaan obat resep atau obat bebas
secara aman dan efektif

Intervensi : Pemberian analgetik


Rasional : Menggunakan agen-agen farmakologi untuk
mengurangi atau menghilangkan nyeri
Diagnosa 2 : Bersihan jalan nafas tidak efektif
2.3.3 Tujuan dan kriteria hasil
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam,
klien menunjukkan kepatenan jalan napas
Kriteria hasil :
1) Klien akan menunjukkan bunyi napas bersih, bebas kering / bunyi
tambahan
2) Klien mengeluarkan secret tanpa kesulitan
3) Klien menunjukkan hilangnya dipsnea
4) Tanda-tanda vital dalam rentang normal

2.3.4 Intervensi keperawatan


Intervensi : Berikan pasien O2
Rasional : Mencegah terjadinya hipoksia

Intervensi : Berikan pasien posisi semifowler (jika tidak hemaptoe) atau


supinasi (jika hemaptoe)

Rasional : Memaksimalkan ventilasi

Intervensi : Auskultasi dada untuk karakteristik bunyi napas dan adanya


secret

Rasional : Pernapasan bising, ronki dan mengi menunjukkan tertahannya


sekret atau obstruksi jalan napas

Intervensi : Observasi karakteristik batuk, (misalnya, menetap, efektif, tak


efektif), juga jumlah dan karakter sputum

Rasional : Karakteristik batuk dapat berubah tergantung pada penyebab/


etiologi gagal perbafasan. Sputum bila ada mungkin banyak,
kental, berdarah, dan/ atau purulen yang memerlukan
pengobatan lebih lanjut

Intervensi : Lakukan penghisapan bila batuk lemah atau ronki tidak


hilang dengan upaya batuk. Hindari penghisapan ETT dan
OTT yang dalam pada klien pneunomektomi bila mungkin
Rasional : Penghisapan meningkatkan resiko hipoksia dan kerusakan
mukosa. Penghisapan trakeal secara umum kontraindikasi pada
klien pneunomektomi untuk menurunkan resiko rupture jahitan
bronchial

Intervensi : Dorong masukan cairan peroral (sedikitnya 2500ml/hari)


dalam toleransi jantung

Rasional : hidrasi adekuat untuk meningkatkan pengeluaran secret

Intervensi : Kaji nyeri / ketidaknyamanan dan lakukan latihan pernapasan

Rasional : mendorong klien untuk bergerak, batuk lebih efektif, dan


napas dalam untuk mencegah kegagalan pernafasan

Intervensi :Bantu klien dan intruksikan untuk napas dalam dan batuk
efektif dengan posisi duduk tinggi dan menekan daerah insisi.

Rasional : Posisi duduk memkungkinkan eksansi paru maksimal dan


penekanan upaya batuk membantu untuk memobilisasi /
membuang secret

Intervensi : Observasi tanda-tanda vital

Rasional : Mengetahui kondisi terkini pasien

Intervensi : Kolaborasi penggunakan oksigen humidifikasi / nebulixer


ultrasonic. Berikan cairan tambahan secara IV sesuai indikasi

Rasional : memberikan hidrasi maksimal membantu pengenceran sekret.


III. DAFTAR PUSTAKA

Arief Mutaqin .(2008). Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan
sistem persyarafan, jakarta : salemba medika.

Mansjoer arif.M.(2000).Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: media


aeusculapius.

Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G.(2000), buku ajar keperawatan medikal
bedah burrner dan suddarth (ed.8,vol.1,2). EGC.jakarta. 

Wilkinson, Judith.M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan


Intervensi NIC dan Kriteria Hasil Noc. Jakarta : EGC

Banjarmasin, Januari 2017


Ners muda,

Sri Rahmawati Rukmini

Preseptor akademik, Preseptor klinik,

(……………………………) (……………………………)

Anda mungkin juga menyukai