Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

MYELOMA MULTIPLE

I. Konsep Dasar Penyakit


I.1 Pengertian
Myeloma multiple adalah penyakit klonal yang ditandai poliferasi salah satu
jenis limfosit B, dan sel-sel plasma yang berasal dari limfosit tersebut. Sel-sel
ini menyebar melalui sirkulasi dan mengendap terutama di tulang,
menyebabkan tulang mengalami kerusakan, inflamasi, dan nyeri. Antibody
yang dihasilkan oleh sel-sel plasma tersebut biasanya adalah IgG atau IgA
klonal. Fragmen-fragmen monoclonal dari antibody tersebut dapat ditemukan
di urin pasien yang sakit. Fragmen-fragmen ini disebut protein Bence Jones.
Penyebab myeloma multiple tidak diketahui, tetapi factor resiko yang
dipercaya antara lain pajanan okupasional terhadap materi dan gas tertentu,
radiasi pengion, dan kemungkinan alergi obat multiple. Angka keselamatan
hidup biasanya rendah, meskipun beberapa pasien dapat hidup lebih lama
dengan penyakit ini. (Elizabeth J. Corwin, 2009)

Myeloma multiple lebih sering terjadi pada orang berkulit putih dan
merupakan salah satu keganasan hematologic tersering pada populasi kulit
hitam. Pada populasi kulit hitam, penyakit ini juga muncul pada usia lebih
muda. (Ronald A. Sacher, Richard A. McPherson, 2004)

I.2 Etiologi
Belum diketahui penyebab pasti dari multiple myeloma. Ada beberapa
penelitian yang menunjukan bahwa faktor-faktor risiko tertentu meningkatkan
kesempatan seseorang akan mengembangkan penyakit multiple myeloma,
diantaranya:
I.2.1 Umur diatas 65 tahun: Tumbuh menjadi lebih tua meningkatkan
kesempatan mengembangkan multiple myeloma. Kebanyakan orang-
orang dengan myeloma terdiagnosa setelah umur 65 tahun. Penyakit ini
jarang pada orang-orang yang lebih muda dari umur 35 tahun.
I.2.2 Ras (Bangsa): Risiko dari multiple myeloma adalah paling tinggi
diantara orang-orang Amerika keturunan Afrika dan paling rendah
diantara orang-orang Amerika keturunan Asia. Sebab untuk perbedaan
antara kelompok-kelompok ras belum diketahui.
I.2.3 Jenis Kelamin: Setiap tahun di Amerika, kira-kira 11.200 pria dan 8.700
wanita terdiagnosa dengan multiple myeloma. Tidak diketahui mengapa
lebih banyak pria-pria terdiagnosa dengan penyakit ini.
I.2.4 Sejarah perorangan dari monoclonal gammopathy of undetermined
significance (MGUS): MGUS adalah kondisi yang tidak membahayakan
dimana sel-sel plasma abnormal membuat protein-protein M. Biasanya,
tidak ada gejala-gejala, dan tingkat yang abnormal dari protein M
ditemukan dengan tes darah. Adakalanya, orang-orang dengan MGUS
mengembangkan kanker-kanker tertentu, seperti multiple myeloma.
Tidak ada perawatan, namun orang-orang dengan MGUS memperoleh
tes-tes laborat regular (setiap 1 atau 2 tahun) untuk memeriksa
peningkatan lebih lanjut pada tingkat protein M.
I.2.5 Sejarah multiple myeloma keluarga: Studi-studi telah menemukan
bahwa risiko multiple myeloma seseorang mungkin lebih tinggi jika
saudara dekatnya mempunyai penyakit ini.

I.3 Manifestasi Klinis


Insiden puncak adalah 50 hingga 60 tahun. Gambaran klinis yang utama
berasal dari infiltrasi sel-sel plasma neoplastik ke dalam organ tubuh
(khususnya tulang), produksi immunoglobulin yang berlebihan (sering dengan
sifat fisikokimiawi yang abnormal) dan supresi imunitas humoral yang
normal.
I.3.1.1 Infiltrasi tulang, nyeri tulang dan fraktur patologis yang disebabkan
oleh resorpsi tulang. Hiperkalsemia sekunder turut menimbulkan
penyakit ginjal serta poliuria dan dapat menyebabkan beberapa
manifestasi neurologis yang meliputi kebingungan, kelemahan, letargi
serta konstipasi.
I.3.1.2 Infeksi bakteri yang rekuren terjadi karena berkurangnya produksi
immunoglobulin yang normal.
I.3.1.3 Sindrom hiperviskositas kadang-kadang terjadi karena produksi dan
agregasi protein M yang berlebihan.
I.3.1.4 Insufisiensi ginjal (hingga 50% pasien) bersifat multifaktorial.
Proteinuria Bence Jones agaknya menjadi tanda terpenting karena light
chains yang diekskresikan bersifat toksik bagi sel-sel epitel tubulus
ginjal.
I.3.1.5 Kelainan sumsum tulang yang luas menyebabkan anemia normositik
normokromik dan kadang-kadang pensitopenia yang moderat.
(Robbins & Cotran / Richard N. Mitchell, 2008)

I.4 Patofisiologi
Tahap patogenesis pertama pada perkembangan myeloma adalah munculnya
sejumlah sel plasma clonal yang secara klinis dikenal MGUS (monoclonal
gammanopathy of undetermined significance). Pasien dengan MGUS tidak
memiliki gejala atau bukti dari kerusakan organ, tetapi memiliki 1% resiko
progresi menjadi myeloma atau penyakit keganasan yang berkaitan.
Patogenesis dan gambaran klinis pada multiple myeloma

Temuan Penyebab yang mendasari Patomekanisme


Hipercalsemia, fraktur Destruksi tulang Ekspansi tumor; produksi
patologi, kompresi saraf, osteoclast activating
lesi litik tulang, factors OAF) oleh sel-sel
osteoporosis, nyeri tulang tumor
Gagal ginjal Light chain proteinuria, Efek toksik produk tumor,
hiperkalsemia, urate light chain, OAF, akibat
nephropathy, kerusakan DNA
glomerulopati amiolodi
(jarang)
Pielonefritis hipogammaglobulinemia
Infeksi Hipogammaglobulinemia, Penurunan produksi yang
penurunan migrasi berkaitan dengan tumor
neutrofil induced suppression,
peningkatan katabolisme
IgG
Gejala neurologic Hiperviskositas, Produk tumor ; sifat
krioglobulin, deposit protein M ; light chain
amiloid, hiperkalsemia, OAF
kompresi saraf

Perdarahan Berhubungan dengan Produk tumor ; antibody


factor pembekuan, terhadap factor pembekuan
kerusakan amiloid ; light chain, lapisan
endothelium, disfungsi antibody platelet
platelet
Massa lesi Ekspansi tumor

I.5 Pemeriksaan Penunjang


Terdapat pemeriksaan penunjang untuk multiple myeloma , antara lain :
I.5.1 Laboratorium
Anemia normositik normokrom ditemukan pada hampir 70% kasus.
Jumlah leukosit umumnya normal. Trombositopenia ditemukan pada
sekitar 15% pasien yang terdiagnosis. Adanya sel plasma pada apusan
darah tepi jarang mencapai 5%, kecuali pada pasien dengan leukemia sel
plasma. Formasi Rouleaux ditemukan pada 60% pasien.
Hiperkalsemiadite mukan pada 30% pasien saat didiagnosis. Sekitar
seperempat hingga setengah yang didiagnosis akan mengalami
gangguan fungsi ginjal dan 80% pasien menunjukkan proteinuria,
sekitar 50% proteinuria Bence Jones yang dikonfirmasi dengan
imunoelektroforesis atau imunofiksasi.

I.5.2 Radiologi
I.5.2.1 Foto Polos X-Ray
Gambaran foto x-ray dari multiple myeloma berupa lesi multipel,
berbatas tegas, litik, punch out, dan bulat pada tengkorak, tulang
belakang, dan pelvis.
I.5.2.2 CT-Scan
CT Scan menggambarkan keterlibatan tulang pada multiple
myeloma. Namun, kegunaan modalitas ini belum banyak diteliti,
dan umumnya CT Scan tidak dibutuhkan lagi karena gambaran
pada foto tulang konvensional menggambarkan kebanyakan lesi
yang CT scan dapat deteksi.
I.5.2.3 MRI
MRI potensial digunakan pada multiple multiple myeloma
karena modalitas ini baik untuk resolusi jaringan lunak. Secara
khusus, gambaran MRI pada deposit multiple myeloma berupa
suatu intensitas bulat, sinyal rendah yang fokus di gambaran T1,
yang menjadi intensitas sinyal tinggi pada sekuensi T2. Pada
pasien dengan lesi ekstraosseus, MRI dapat berguna untuk
menentukan tingkat keterlibatan dan untuk mengevaluasi
kompresi tulang.
I.5.2.4 Radiologi Nuklir
Multiple myeloma merupakan penyakit yang menyebabkan
overaktifitas pada osteoklas. Scan tulang radiologi nuklir
mengandalkan aktifitas osteoblastik (formasi tulang) pada
penyakit dan belum digunakan rutin. Tingkat false negatif
skintigrafi tulang untuk mendiagnosis multiple multiple
myeloma tinggi. Scan dapat positif pada radiograf normal,
membutuhkan pemeriksaan lain untuk konfirmasi.
I.6 Komplikasi
1.6.1 Kerusakan produksi antibody menyebabkan sering kambuhnya infeksi.
1.6.2 Neorologis (paraplegia karena kolapsnya struktur-struktur pendukung,
infiltrasi akar syaraf atau
1.6.2.1 kompresi korda karena tumor sel-sel plasma).
1.6.2.2 Fraktur patologis.
1.6.2.3 Renal dan hematologis. (gangguan).

I.7 Penatalaksanaan
I.7.1 Obat pereda nyeri (analgetik) yang kuat dan terapi penyinaran pada
tulang yang terkena, bisa mengurangi nyeri tulang.
I.7.2 Penderita yang memiliki protein Bence-Jones di dalam air kemihnya
harus bayak minum untuk mengencerkan air kemih dan membantu
mencegah dehidrasi, yang bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal.
I.7.3 Penderita harus tetap aktif karena tirah baring yang berkepanjangan
bisa mempercepat terjadinya osteoporosis dan menyebabkan tulang
mudah patah. Tetapi tidak boleh lari atau mengangkat beban berat
karena tulang-tulangnya rapuh.
I.7.4 Pada penderita yang memiliki tanda-tanda infeksi (demam, menggigil,
daerah kemerahan di kulit) diberikan antibiotik.
I.7.5 Penderita dengan anemia berat bisa menjalani transfusi darah atau
mendapatkan eritropoetin (obat untuk merangsang pembentukan sel
darah merah). Kadar kalsium darah yang tinggi bisa diobati dengan
prednison dan cairan intravena, dan kadang dengan difosfonat (obat
untuk menurunkan kadar kalsium). Allopurinol diberikan kepada
penderita yang memiliki kadar asam urat tinggi.
I.7.6 Kemoterapi memperlambat perkembangan penyakit dengan
membunuh sel plasma yang abnormal. Yang paling sering digunakan
adalah melfalan dan siklofosfamid. Kemoterapi juga membunuh sel
yang normal, karena itu sel darah dipantau dan dosisnya disesuaikan
jika jumlah sel darah putih dan trombosit terlalu banyak berkurang.
Kortikosteroid (misalnya prednison atau deksametason) juga diberikan
sebagai bagian dari kemoterapi.
I.7.7 Kemoterapi dosis tinggi dikombinasikan dengan terapi penyinaran
masih dalam penelitian. Pengobatan kombinasi ini sangat beracun,
sehingga sebelum pengobatan sel stem harus diangkat dari darah atau
sumsum tulang penderita dan dikembalikan lagi setelah pengobatan
selesai. Biasanya prosedur ini dilakukan pada penderita yang berusia
dibawah 50 tahun. peneliti dari Klinik Mayo melaporkan 67 persen
pasien yang menggunakan Revlimid (plus steroid dexamethasone)
sebagai terapi utama, mencapai reaksi yang dikategorikan lengkap atau
sangat baik, dengan tingkat perkembangan penyakit rendah yang
berlanjut bahkan setelah dua tahun.
I.7.8 Perawatan pasca-radiasi dan pasca-kemoterapi diberikan pada kasus
yang berat. Selain itu, pasien juga dipantau kalau-kalau ada infeksi,
perdarahan, dan ketidakseimbangan elektrolit. Pasien dianjurkan untuk
memantau gejala yang muncul di rumah, termasuk gejala yang timbul
dari patah tulang, kejang, dan batu ginjal.
I.8 Pathway

Idiopatik lingkungan genetika

Kromosom dan gen rusak

Gen promotor untuk Menghilangkan kontrol poliferasi


kromosom merangsang Sel B an sekresi antibody
gen antibody

Sel-sel plasma yang belum matang


Overproduksi antibody Mengalami poliferasi

Sel-sel tumor plasma yang berpoliferasi


Resiko tinggi infeksi

Menyebar luas didalam rongga sum-sum


Ke seluruh skeleton

Gangguan pada Resiko terhadap


muskuluskeletal Korasi pada tulang cedera : fraktur
patologik.

penurunan kekuatan Nyeri


otot

Kerusakan
mobilitas fisik
II. Rencana Asuhan Klien Dengan
II.1 Pengkajian
II.1.1 Riwayat Penyakit
Perlu dikaji perasaan nyeri atau sakit yang dikeluhkan pasien, kapan
terjadinya, biasanya terjadi pada malam hari. Tanyakan umur pasien,
riwayat dalam keluarga apakah ada yang menderita kanker, prnah
tidaknya terpapar dalam waktu lama terhadap zat-zat karsinogen dan
sesuai dianjurkan

II.1.2 Pemeriksaan Fisik


Lakukan pemeriksaan untuk mengidentifikasi adanya nyeri, bengkak,
pergerakan terbatas, kelemahan.
II.1.2.1 Aktivitas / istirahat
Gejala : Malaise, merasa lelah, letih
Tanda : gelisah siang dan malam, gangguan pola istrahat dan
pola tidur, malaise (kelemahan dan keletihan) dan
gangguan alat gerak.
II.1.2.2 Sirkulasi
Gejala : Palpitasi , adanya pembengkakan mempengaruhi
sirkulasi dan adanya nyeri pada dada karena sumbatan
pada vena
Tanda : Peningkatan tekanan darah.
II.1.2.3 Integritas Ego
Gejala : Menarik diri dari lingkungan, karena faktor stress
(adanya gangguan pada keuangan, pekerjaan, dan
perubahan peran), selain itu biasanya menolak
diagnosis, perasaan tidak berdaya, tidak mampu, rasa
bersalah, kehilangan control dan depresi.
Tanda : Menyangkal, marah, kasar,. dan suka menyendiri.
II.1.2.4 Eliminasi
Gejala : Perubahan pada eliminasi urinarius misalnya nyeri,
pada saat berkemih dan poliurin, perubahan pada
pola defekasi ditandai dengan adanya darah yang
bercampur pada feses, dan nyeri pada saat defekasi.
Tanda : adanya perubahan pada warna urin, perubahan pada
peristaltik usus, serta adanya distensi abdomen
II.1.2.5 Makanan / Cairan
Gejala : kurang nafsu makan, pola makan buruk, (misalnya
rendah tinggi lemak, adanya zat aditif, bahan
pengawet), anoreksia, mual / muntah
Tanda : Penurunan berat badan, berkurangnya massa otot, dan
perubahan pada turgor kulit.
II.1.2.6 Hiegine
Gejala : Melakukan higene diri sendiri harus dibantu orang
lain, karena gangguan ekstremitas maka menjaga
hygiene tidak dapat dilakuakan, malas mandi
Tanda : Adanya perubahan pada kebersihan kulit, kuku dan
sebagainya.
II.1.2.7 Neurosensori
Gejala : Pusing
Tanda : Pasien sering melamun dan suka menyendiri.
II.1.2.8 Kenyamanan
Gejala : adanya nyeri dari nyeri ringan sampai nyeri berat,
sangat mempengaruhi kenyamanan pasien
Tanda : Pasien sering mengeluh tentang nyeri yang dirasakan,
dan keterbatasan gerak karena nyeri tersebut.
II.1.2.9 Pernapasan
Gejala : Pasien kadang asma, karena kebiasaan merokok, atau
pemajanan asbes.
II.1.2.10 Keamanan
Gejala : Karena adanya pemajanan pada kimia toksik,
karsinogen pemajanan matahari lama / berlebihan.
Tanda : Demam, ruam kulit dan ulserasi.
2.1.211 Seksualitas
Gejala : adanya perubahan pada tingkat kepuasan seksualitas
karena adanya keterbatasan gerak.

II.1.3 Riwayat Psikososial


Kaji adanya kecemasan, takut ataupun depresi

II.1.4 Pemeriksaan diagnostik


Periksa adanya anemi, hiperkalsemia, hiperkalsiuria dan hiperurisemia
II.1.5 Pembelajaran / Health education
Memberi pengetahuan tentang penyakit kanker mengenai gejala – gejala,
riwayat penyakit kanker keluarga, dan memberi pengertian kepada
keluarga tentang upaya pengobatan.

II.2 Diagnosa Keperawaatan Yang Mungkin Muncul


Diagnosa 1 : Nyeri b/d proses patologik penyakit
2.2.1 Definisi : Sensori yang tidak menyenangkan dan
pengalaman emosional yang muncul secara aktual atau
potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya
kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri Internasional): serangan
mendadak atau pelan intensitasnya dari ringan sampai
berat yang dapat diantisipasi dengan akhir yang dapat
diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan.
2.2.2 Batasan karakteristik
2.2.2.1 Laporan secara verbal atau non verbal
2.2.2.2 Fakta dari observasi
2.2.2.3 Posisi antalgic untuk menghindari nyeri
2.2.2.4 Gerakan melindungi
2.2.2.5 Tingkah laku berhati-hati
2.2.2.6 Muka topeng
2.2.2.7 Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan
kacau, menyeringai)
2.2.2.8 Terfokus pada diri sendiri
2.2.2.9 Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan
proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan
lingkungan)
2.2.2.10 Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang
lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang)
2.2.2.11 Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan
darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil)
2.2.2.12Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam
rentang dari lemah ke kaku)
2.2.2.13Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah)
2.2.2.14 Perubahan dalam nafsu makan dan minum
2.2.3 Faktor yang berhubungan
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis)

Diagnosa 2 : Resiko terhadap cidera: fraktur patologik b/d tumor


2.2.4 Definisi : Suatu kondisi individu yang berisiko untuk
mengalami cedera sebagai akibat dari kondisi lingkungan
yang berhubungan dengan sumber-sumber adaptif dan
pertahanan.

2.2.5 Batasan karakteristik


2.2.5.1 Eksternal :
a. Biologis ( tingkat imunisasi komunitas, mikroorganisme)
b. Kimia (misalnya, racun,polutan, obat-obatan, agen farmasi,
alkohol, nikotin, pengawet, kosmetik, pewarna)
c. Orang (agen nosokomial, pola pemupukan, pola-pola
kognitif, afektif dan psikomotor)
d. Jenis transportasi
e. Nutrisi (vitamin, jenis makanan)
f. Fisik (desain, struktur, dan penataan komunitas, bangunan,
dan /perlengkapan)
2.2.5.2 Internal :
a. Profil darah yang abnormal (leukositosis atau leukopenia,
perubahan faktor penggumpalan darah, trombosiopenia,
menurunnya kadar hemoglobin)
b. Disfungsi biokimia
c. Usia perkembangan (psikologis,psikososial)
d. Disfungsi efektor
e. Penyakit imun/ autoimun
f. Disfungsi integratif
g. Malnutrisi
h. Fisik (kulit terkelupas, perubahan mobilitas)
i. Psikologis (orientasi afektif)
j. Disfungsi sensori
k. Hipoksia jaringan
Diagnosa 3 : Kurang pengetahuan b/d proses penyakit dan program terapeutik
2.2.6 Definisi : Tidak adanya atau kurangnya informasi
kognitif sehubungan dengan topic spesifik.

2.2.7 Batasan karakteristik


2.2.7.1 Memverbalisasikan adanya masalah
2.2.7.2 Ketidakakuratan mengikuti instruksi
2.2.7.3 Perilaku tidak sesuai.

2.2.8 Faktor yang berhubungan


2.2.8.1 Keterbatasan kognitif
2.2.8.2 Interpretasi terhadap informasi yang salah
2.2.8.3 Kurangnya keinginan untuk mencari informasi
2.2.8.4 Tidak mengetahui sumber-sumber informasi.

Diagnosa 4 : Ketidakefektifan koping individu b/d rasa takut tentang


ketidaktahuan, persepsi tentang proses penyakit dan system
pendukung tidak adekuat
2.2.9 Definisi : ketidakmampuan untuk membentuk
penilaian valid tentang stresor, ktidakadekuatan pilihan
respons yang dilakukan, dan/ atau ketidakmampuan
untuk menggunakan sumber daya yang tersedia

2.2.10 Batasan karakteristik


2.2.10.1 Gangguan tidur
2.2.10.2 Penyalahgunaan bahan kimia
2.2.10.3 Penurunan penggunaan dukungan social
2.2.10.4 Konsentrasi yang buruk
2.2.10.5 Kelelahan
2.2.10.6 Mengeluhkan ketidakmampuan koping
2.2.10.7 Perilaku merusak terhadap diri/orang lain
2.2.10.8 Ketidakmampuan memenuhi harapan peran 

2.2.11 Faktor yang berhubungan


2.2.11.1 Perbedaan gender dalam strategi koping
2.2.11.2 Tingkat percaya diri tidak adekuat
2.2.11.3 Ketidak pastian
2.2.11.4 Support social tidak efektif
2.2.11.5 Krisis situasional / maturasional
2.2.11.6 Derajat pengobatan tingkat tinggi

Diagnosa 5 : Gangguan harga diri b/d hilangnya bagian tubuh atau perubahan
kinerja peran.
2.2.12 Definisi : Evaluasi diri atau perasaan negatif tentang diri sendiri atau
kemampuan diri yang berlangsung lama

2.2.13 Batasan karakteristik


2.2.13.1 Bergantung pada pendapat orang lain
2.2.13.2 Ekspresi rasa bersalah
2.2.13.3 Ekspresi rasa malu
2.2.13.4 Enggan mencoba hal baru
2.2.13.5 Kegagalan hidup berulang
2.2.13.6 Kontak mata kurang
2.2.13.7 Melebih lebihkan umpan balik negatif tentang diri sendiri
2.2.13.8 Menolak umpan balik positif tentang diri sendiri
2.2.13.9 Meremehkan kemampuan mengatasi situasi

2.2.14 Faktor yang berhubungan


2.2.14.1 Gangguan psikiatrik
2.2.14.2 Kegagaln berulang
2.2.14.3 Ketidaksesuain budaya
2.2.14.4 Ketidaksesuain spriritual
2.2.14.5 Koping terhadap kehilangan tidak efektif
2.2.14.6 Kurang kasih sayang
2.2.14.7 Kurang keanggotaan dalam kelompok
2.2.14.8 Kurang respek dari orang lain
2.2.14.9 Merasa afek tidak sesuai

2.3 Perencanaan
Diagnosa I : Nyeri b/d proses patologik penyakit
2.3.1 Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)
2.3.1.1 Tujuan :
Nyeri Berkurang Atau Terkontrol
2.3.1.2 Kriteria hasil :
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi
nyeri, mencari bantuan)
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan
tanda nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
e. Tanda vital dalam rentang normal

2.3.2 Intervensi Keperawatan dan rasional NIC


2.3.2.1 Intervensi Keperawatan
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
b. Berikan posisi yang nyaman
c. Monitor tanda-tanda vital
d. Berikan analgesik sesuai kebutuhan untuk nyeri
2.3.2.2 Rasional
a. Meningkatkan rasa nyaman dan menghilangkan nyeri
sedang sampai berat
b. Dengan posisi yang nyaman diharapkan rasa nyeri dapat
berkurang
c. Mengetahui perubahan tanda vital akibat nyeri
d. Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan oleh klien
sehingga dapat memudahkan intervensi selanjutnya

Diagnosa 2: Resiko terhadap cidera: fraktur patologik b/d tumor


2.3.3 Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)
2.3.3.1 Tujuan :
Pasien dapat melakukan mobilitas fisik secara mandiri.
2.3.3.2 Kriteria hasil :
a. Klien terbebas dari cedera
b. Klien mampu menjelaskan cara/ metode untukmencegah
injury/ cedera
c. Klien mampu menjelaskan factor resiko dari lingkungan/
perilaku personal
d. Mampumemodifikasi gaya hidup untukmencegah injury
e. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada

2.3.4 Intervensi Keperawatan dan rasional NIC


2.3.2.1 Intervensi Keperawatan
a. Sangga tulang yang sakit dan tangani dengan lembut
selama pemberian asuhan keperawatan
b. Gunakan sanggahan eksternal (mis. Splint) untuk
perlindungan tambahan
c. Ikuti pembatasan penahanan berat badan yang dianjurkan
d. Ajarkan bagaimana cara untuk menggunakan alat
ambulatory dengan aman dan bagaimana untuk
menguatkan ekstremitas yang tidak sakit
2.3.2.2 Rasional
a. Penggunaan alat ambulatory dengan aman mampu
menguatkan ekstremitas yang sehat
b. Adanya pembatasan akan membantu klien dalam
penahanan berat badan yang tidak mampu ditahan oleh
tulang yang sakit
c. Penyangga luar (mis. bidai) dapat dipakai untuk
perlindungan tambahan
d. Tumor tulang akan melemahkan tulang sampai ke titik
dimana aktivitas normal atau perubahan posisi dapat
mengakibatkan fraktur

Diagnosa 3 : Kurang pengetahuan b/d proses penyakit dan program terapeutik


2.3.5 Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)
2.3.5.1 Tujuan :
Pasien memahami proses penyakit dan program terapi
2.3.5.2 Kriteria hasil :
a. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang
penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan
b. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar
c. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya
2.3.6 Intervensi Keperawatan dan rasional NIC
2.3.6.1 Intervensi Keperawatan
a. Kenali tingkat pengetahuan pasien saat ini tentang kanker
atau tumor
b. Gambarkan proses penyakit tumor sesuai dengan
kebutuhan
c. Berikan informasi mengenai terapi dan atau pilihan
pengobatan yang potensial terjadi dan atau keuntungan dari
setiap terapi tersebut
d. Gunakan brosur, gambar, video tape dalam penyuluhan
pasien atau keluarga
e. Anjurkan pasien untuk menyampaikan pilihannya atau
mendapatkan pilihan kedua sesuai kebutuhan
f. Instruksikan pasien untuk melaporkan tanda dan gejala
pada pemberi pelayanan kesehatan; memberi nomor
telepon yang penting
2.3.6.2 Rasional
a. Data akan memberikan dasar untuk penyuluhan dan
menghindari adanya duplikasi
b. Membantu pasien dalam memahami proses penyakit
c. Membantu pasien dalam membuat keputusan pengobatan
d. Alat visual memberikan penguatan pada instruksi yang
diberikan
e. Meningkatkan advokasi pasien dalam pelayanan medis
f. Meningkatkan keamanan dalam upaya penyembuhan

Diagnosa 4 : Ketidakefektifan koping individu b/d rasa takut tentang


ketidaktahuan, persepsi tentang proses penyakit dan system
pendukung tidak adekuat
2.3.7 Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)
2.3.7.1 Tujuan :
2.3.7.2 Kriteria hasil :
a. Ansietas
b. kekhawatiran
c. kelemahan menurun pada tingkat yang dapat diatasi
d. mendemonstrasikan kemandirian yang meningkat dalam
aktivitas dan proses pengambilan keputusan
2.3.8 Intervensi Keperawatan dan rasional NIC
2.3.8.1 Intervensi Keperawatan
a. Gunakan pendekatan yang tenang dan berikan satu suasana
lingkungan yang dapat diterima
b. Evaluasi kemampuan pasien dalam pembuatan keputusan
c. Kaji sikap harapan yang realistis
d. Dukung penggunaan mekanisme pertahanan diri yang
sesuai
e. Nilai kebutuhan atau keinginan pasien terhadap dukungan
sosial
f. Kenalkan pasien pada seseorang atau kelompok yang telah
memiliki pengalaman penyakit yang sama
g. Berikan sumber-sumber spiritual jika diperlukan
2.3.8.2 Rasional
a. Membantu pasien dalam membangun kepercayaan kepada
tenaga kesehatan
b. Membantu pengkajian terhadap kemandirian dalam
pengambilan keputusan
c. Meningkatkan kedamaian diri
d. Meningkatkan kemampuan untuk menguasai masalah
e. Memenuhi kebutuhan pasien
f. Memberikan informasi dan dukungan dari orang lain
dengan pengalaman yang sama
g. Untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien

Diagnosa 5 : Gangguan harga diri b/d hilangnya bagian tubuh atau perubahan
kinerja peran.
2.3.9 Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)
2.3.9.1 Tujuan :
Pasien memahami proses penyakit dan program terapi
2.3.9.2 Kriteria hasil :
a. Bergantung pada pendapat orang lain
b. Ekspresi rasa bersalah
c. Ekspresi rasa malu
d. Enggan mencoba hal baru
e. Kegagalan hidup berulang
f. Kontak mata kurang
g. Melebih-lebihkan umpan balik negatif tentang diri sendiri
h. Menolak umpan balik positif tentang diri sendiri
i. Meremehkan kemampuan mengatasi situasi
j. Pasif
k. Perilaku bimbang
l. Perilaku tidak asertif
m. Secara berlebihan mencari penguatan

2.3.10 Intervensi Keperawatan dan rasional NIC


2.3.10.1 Intervensi Keperawatan
a. Dukung keluarga dalam mengupayakan melewati
penyesuaian yang harus dilakukan; kenali perubahan dalam
citra diri akibat pembedahan dan kemungkinan amputasi
b. Berikan kepastian yang realistis tentang masa depan dan
perjalanan kembali aktivitas yang berhubungan dengan
peran; beri dorongan untuk perawatan mandiri dan
sosialisasi
c. Libatkan pasien dan keluarga sepanjang pengobatan untuk
meningkatkan rasa tetap memiliki kontrol dalam kehidupan
seseorang
2.3.10.2 Rasional
a. Kemandirian versus ketergantungan merupakan isu pada
pasien yang menderita keganasan. Gaya hidup akan
berubah secara dramatis, paling tidak sementara
b. Peyakinan yang masuk akal mengenai masa depan dan
penyesuaian aktivitas yang berhubungan dengan peran
harus dilakukan untuk memandirikan pasien
c. Keterlibatan pasien dan keluarganya sepanjang terapi dapat
mendorong kepercayaan diri, pengembalian konsep diri,
dan perasaan dapat mengontrol hidupnya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Margan Speer, Kathleen. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik dengan


Clinical Pathway Edisi 3. Jakarta: EGC

Nanda NIC- NOC. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis Edisi Revisi Jilid II. Jakarta: EGC.

Nanda NIC- NOC. 2015-2017 . Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis Edisi Revisi Jilid II. Jakarta: EGC

Patel, Pradip R. 2005. Lecture Notes Radiologi. Jakarta : Penerbit Erlangga. p. 205-
206

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Waugh,Anne, Allison Grant. 2001. Anatomi and Physiology in Health and Illness.
New York : Churcill Livingstone. p. 388-392
Banjarmasin, Desember 2016

Preseptor akademik, Preseptor klinik,

( ) ( )

Anda mungkin juga menyukai