6.TINJAUAN PUSTAKA
a. Epidemiologi (belum lengkap)
ALL
Insiden leukemia di Indonesia belum ada angka pasti. Menurut umur didapatkan rata-rata
ALL terbanyak pada anak-anak. Insidensi tertinggi pada umur 3-7 tahun dan menurun
paada usia 10 tahun.
AML
AML terjadi pada semua kelompok usia. Namun paling sering pada orang dewasa dan
makin sering ditemukan sejalan dengan bertambahnya usia.
CLL
Terbanyak pada orang tua.
CML
Pada semua umur, tersering umur 40-60 tahun.
b. Etiologi
1. faktor-faktor etiologi yang bertanggung jawab ialah
a. agen lingkungan yang merusak DNA antara lain radiasi pengionisasi, bahan kimia
(benzen, dan lain-lain), obat-obat (alkylating agent dan lain-lain).
b. Virus: HTLV-1 untuk leukemia sel T, Epstein Barr untuk limfoma Burkitt
2. faktor predisposisi yang memudahkan timbulnya proses keganasan
a. kelainan kromosom: anemia Fanconi, sindroma Down.
b. defek imunologik: bawaan (chediac Higashi, Wiskott aldrich), didapat (HIV dan
pemakaian imunosupresif)
c. defek hematologik: sindroma mielodisplastik, penyakit mieloproliferatif.
e. Komplikasi
-Fatigue akibat anemia.
-Perdarahan akibat trombositopenia.
-Nyeri. CML dapat menyebabkan nyeri tulang atau nyeri sendi sebagai perluasan
sumsum tulang ketika sel darah putih dibentuk banyak.
- Splenomegali. Jumlah sel darah yang berlebih pada CML disimpan di dalam limpa. Ini
menyebabkan limpa membesar atau membengkak. Pembengkakan limpa dirasakan
penuh pada abdomen atau menyebabkan nyeri dibawah tulang iga kiri.
- stroke dan bekuan yang berlebihan. Beberapa penderita CML memproduksi banyak
sekali platelet. Tanpa pengobatan, trombositosis ini dapat menyebabkan bekuan darah
(clotting) yang masif dan menyebabkan stroke.
- infeksi. Walaupun sel darah putih pada CML diproduksi banyak tetapi tidak berfungsi.
Hasilnya, sel ini tidak dapat melawan infeksi. Sebagai tambahan, pengobatan dapat
menyebabkan sel darah putih sangat menurun (neutropenia) juga membuat penderita
rentan dengan infeksi.
- Hipogamaglobulinemia pada CLL. Dijumpai lebih dari 66% pasien pada akhir penyakit
ini. Semua kelas imunoglobulin menurun, meskipun hanya beberapa kelas
imunoglobulin saja yang turun. Penurunan gamaglobulin dan neutrofil menyebabkan
pasien rentan terhadap infeksi.
- transformasi menjadi keganasan limfoid yang agresif pada CLL. Terjadi sekitar 10-15%
yang tersering adalah sindroma richter (5%) dan leukemia prolimfositik.
-Akibat penyakit auto imun (CLL). Meliputi tes anti globulin direk yang positif
(Coomb’s tes), anemia hemolitik, trombositopenia, neutropenia, dan aplasia sel darah
merah murni atau agranulositosis.
-keganasan sekundrr (CLL). Lokasi tersering meliputi kulit (melanoma dan karsinoma),
paru dan saluran cerna. Hal ini dianggap konsekuansi terapi imunosupresi yang poten.
- kematian.
f. Penatalaksanaan
Prinsip terapi pada keganasan hematologi adalah
1. terapi yang bersifat kuratif
a. radioterapi, misalnya pada limfoma hodgkin derajat I/II
b. kemoterapi intensif, pada limfoma non hodgkin derajat keganasan tinggi
c. kemoterapi intensif terutama ALL pada anak
d. transplantasi sumsum tulang dapat bersifat kuratif untuk beberapa jenis
keganasan hematologik.
Terapi kuratif sulit dicapai pada keadaan:
a. limfoma yang tumbuh lambat
b. leukemia kronik
c. mieloma multipel
2. terapi paliatif bertujuan
a. mengobati komplikasi pada penyakit tingkat lanjut sehingga mengurangi
penderitaan pasien.
b. Memperlambat tumbuhnya penyakit pada penyakit yang tingkatnya tidak
begitu lanjut.
3. terapi suportif bertujuan
a. untuk memperbaiki keadaan umum penderita.
b. Untuk mengatasi efek samping kemoterapi atau radiasi.
ALL
Faktor resiko ALL:
1. terapi kanker.
2. pajanan radiasi.
3. genetik
4. riwayat saudara kandung yang menderita ALL.
ALL
a. kegagalan sumsum tulang-anemia (pucat, letargi, dispnea), netropenia (demam,
malaise, gambaran infeksi mulut, tenggorok, kulit, pernapasan, perianal atau infeksi
lain) dan trombositopenia (memar spontan, purpura, gusi berdarah, dan menoragia).
b. infiltrasi organ-nyeri tulang, limfadenopati, splenomegali sedang, hepatomegali, dan
sindrom meningeal (sakit kepala, mual dan muntah, penglihatan kabur dan diplopia).
Pemeriksaan fundus dapat memperlihatkan papil edem dan kadang perdarahan.
Manifestasi yang lebih jarang adalah pembengkakan testis dan tanda kompresi
mediastinum di AAL-T.
ALL
- anemia normositik normokrom dengan trombositopenia
- leukosit total dapat menurun, normal, atau meningkat hingga 200x109 /l atau
lebih.
- Sediaan apus darah adanya sel blas dalam jumlah yang bervariasi.
- Sumsum tulang hiperseluler dengan blas leukemik >30%. Sel-sel blas tersebut
dicirikan oleh morfologi, uji imunologik, dan analisis sitogenetik.
- Untuk pemantauan lanjutan dilakukan analisis penyakit residual minimal
dengan pencirian menggunakan analisis PCR, penataan penataan klonal gen V,
atau gen TCR pada pasien tersebut.
- Analisis sitogenetik memperlihatkan pola yang berbeda pada bayi, anak, dan
dewasa, yang sebagian menjelaskan perbedaan prognosis pada kelompok-
kelompok tersebut.
- Pungsi lumbal untuk pemeriksaan cairan serebrospinal harus dilakukan dan
dapat menunjukkan bahwa tekanan cairan spinal meningkat dan mengandung
sel leukemia.
- Pemeriksaan biokimia dapat memperlihatkan adanya kadar asam urat serum,
laktat dehidrogenase serum yang meningkat, dan lebih jarang, hiperkalsemia.
- Uji fungsi hati dan ginjal dilakukan sebagian besar sebelum memulai
pengobatan.
- Pemeriksaan sinar X mungkin memperlihatkan lesi litik tulang dan massa
mediastinum yang disebabkan pembesaran timus dan atau KGB mediastinum
yang khas pada ALL-T.
- (Robbins). Immunofenotipe. Imunofenotipe sangat berguna untuk menemukan
subtipe tumor limfoblastik dan membedakannya dari AML. Terminal
deoksitransferase, enzim yang khususnya mengekspresikan dalam sel pre-B dan
pre-T terdapat dalam 95% kasus. Subtipe ALL yang lebih jauh (tipe pre-B dan
pre-T) relies on stains for lineage-specific markers, seperti CD19 (sel B) dan
CD3 (sel T).
- Kariotipe.
- WBC 50%<10, Hb 7-11, platelet 20-99 (handout b.ingg)
ALL dd: limfositosis, limfadenopati, dan hepatosplenomegali yang berhubungan dengan
infeksi virus dan limfoma. Anemia aplastik.
ALL
Insiden leukemia di Indonesia belum ada angka pasti. Menurut umur didapatkan rata-rata
ALL terbanyak pada anak-anak. Insidensi tertinggi pada umur 3-7 tahun dan menurun
paada usia 10 tahun.
ALL
AML
o
Cairan serebrospinal=Aspirasi sumsum tulang berguna untuk mengambil
cairan serebrospinal. Dilakukan tes pada sampel untuk melihat penyebaran
sel kanker.
o
(Mayoclinic). Tes darah=banyak sel darah putih, tidak cukup sel darah
merah dan platelet. Banyaknya sel blast.
o
Tes sumsum tulang=dokter di laboratorium akan mengklasifikasikan sel
darah kedalam tipe spesifik berdasarkan ukuran dan bentuk. Mereka juga
melihat perubahan dalam sel kanker dan menemukan apakah leukemia
jenis sel B limfosit atau sel T limfosit. Informasi ini dapat membantu
rencana pengobatan.
Kemoterapi untuk AML
Regimen kemoterapi untuk AML umumnya terdiri atas:
1. induksi remisi
a. “three plus seven regimen”: DNR i.v selama 3 hari, Ara c i.v selama 7 hari.
b. ada juga yang memakai regimen DAT (DNR, Ara c dan 6 tioguanin=6TG)
c. sekarang dipakai juga mitoxantrone atau etoposid pada kasus dengan cadangan jantung
yang compromise.
d. pilihan lain adalah “high dose Ara C”=HIDAC. Ara C diberikan setiap 12-24 jam
sampai dengan 12 dosis. HIDAC dapat juga diberikan setelah regimen 7:3, yaitu hari 8
sampai hari 10, disebut dengan regimen 3+7+3.
e. untuk induksi remisi untuk kasus AML–M3 (leukemia promielositik akut) DNR +
ATRA (all-transretinoid acid). Untuk kasus yang relaps diberikan arsenic trioxide.
Favourable Unfavourable
Sitogenetik t(15;17) Delesi kromosom 5 atau 7
t(8;21) Mutasi Flt-3 11q23
inv(16) t(6;9)
abn (3q)
complex rearragement
Respon sumsum tulang <5% blast setelah induksi >20% blast
remisi
Usia <60 tahun >60 tahun
CLL
CLL:
1. usia. Banyak orang yang terdiagnosis CLL sekitar umur 50 tahun.
2. jenis kelamin. Laki-laki lebih banyak.
3. ras. Orang kulit putih lebih rentan dari ras lainnya.
4. riwayat leukemia dan kanker sumsum tulang dalam keluarga.
5. pajanan zat kimia.
CLL
Mengenai dewasa tua, jarang dibawah umur 40 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan
adalah 2:1. banyak kasus (biasanya stadium 0) didiagnosis pada saat dilakukan
pemeriksaan darah rutin.
a. asimtomatik (Robbins dan hand out)
b. kegagalan sumsum tulang
c. berat badan turun, anoreksia, keringat malam, lelah, demam.
d. pembesaran simetris KGB permukaan adalah tanda klinis yang paling sering dijumpai.
Kelenjar biasanya berbatas tegas dan tidak nyeri tekan. Salah satu gambaran yang
dijumpai adalah pembesaran tonsil.
e. gambaran anemia mungkin ada (buku merah anemia sering dijumpai).
f. splenomegali dan hepatomegali (lebih jarang) bisa ditemukan pada stadium lebih lanjut
(50%-60% kasus).
g. infeksi bakteri dan jamur sering ditemukan pada stadium lanjut karena terjadi
defisiensi imun dan netropenia (akibat infiltrasi sumsum tulang, kemoterapi, atau
hipersplenisme). Juga terdapat kaitan dengan infeksi herpes zoster.
h. penderita trombositopenia mungkin memperlihatkan memar atau purpura.
i. pruritus
CLL
- darah tepi:
o
limfositosis 30.000-300.000/ mm3. sebagian besar terdiri dari limfositik
kecil.
o
Anemia normositik normokrom terdapat pada stadium lanjut akibat
infiltrasi sumsum tulang atau hipersplenisme. Hemolisis autoimun juga
dapat terjadi.
o
Trombositopenia sering dijumpai
o
Sering dijumpai sel basket atau sel smudge
o
Leukosit ↑
- sumsum tulang: infiltrasi ”small well differentiated limfosit” difus, dengan
lmfosit merupakan 25-95% dari sel sumsum tulang.
- Imunofenotipe: penting untuk membedakan jenis leukemia.
- Hemolitik Direct coomb test : +
- IgG IgA IgM ↓
- Banyak sel tua
- Limfosit dengan cytopil asma sedikit
- (Kapita selekta ungu) limfositosis. Jumlah limfosit absolut adalah >5x109/l dan
dapat mencapai hingga 300x109/l atau lebih. Antara 70 dan 99% leukosit dalam
sediaan apus darah tampak sebagai limfosit kecil. Smudge cell atau smear cell
juga ada.
- Penentuan imunofenotipe limfosit menunjukkan bahwa limfosit tersebut adalah
sel B(CD19 permukaan +), yang mengekspresikan imunoglobulin permukaan
(IgM atau IgD) secara lemah. Imunoglobulin ini terbukti bersifat monoklonal
karena ekspresi satu bentuk rantai ringan (hanya k atau λ hal 140).
- Aspirasi sumsumtulang memperlihatkan penggantian elemen sumsum tulang
oleh limfosit. Biopsi trephin menunjukkan adanya keterlibatan limfosit nodular,
difus, atau interstitial.
- Ditemukan kadar imunoglobulin serum yang menurun dan ini makin jelas
dengan memburuknya penyakit.
- Empat kelainan kromosom yang paling sering dijumpai adalah delesi 13q14,
trisomi 12, delesi 11q23, dan kelainan struktural 17p yang melibatkan gen p53.
kelainan-kelainan ini memiliki makna prognostik tabel.
CLL
Terbanyak pada orang tua.
CLL
CLL
- menurut international workshop on CLL 1989:
o
limfositosis >5x109/l selama 4 minggu atau lebih
o
sel dengan kappa atau lambda light chain
o
low density cell surface antigen dan CD5 antigen +
o
limfosit matang yang disertai tidak lebih dari 50% sel limfosit atipik atau
imatur
o
sumsum tulang dengan >30% limfosit.
o
(Mayoclinic). Menghitung jumlah sel dalam sampel darah=Hitung darah
lengkap dapat digunakan untuk menghitung limfosit dalam sampel darah.
Tingginya jumlah sel B, dapat mengindikasikan CLL.
o
Menentukan tipe limfosit=Flow cytometri atau imunofenotipe membantu
menentukan peningkatan jumlah limfosit yang penting dalam CLL,
penyakit darah lain atau reaksi tubuh terhadap proses lain seperti infeksi.
Jika CLL positif, flow cytometri membantu analisis sel leukemia untuk
karakteristik yang membantu memprediksi keagresifan sel.
o
Analisis limfosit untuk abnormalitas genetik=Tes hibridisasi fluoresen in
situ (FISH) memeriksa kromosom dalam limfosit abnormal untuk melihat
kelainan.
o
Pemeriksaan tambahan=biopsi dan aspirasi sumsum tulang, CT scan
CLL
Terapi CLL jarang dapat mencapai kesembuhan karena tujuan terapi bersifat
konvensional, terutama untuk mengendalikan gejala. Kemoterapi yang diberikan terlalu
awal dapat memperpendek bukan memperpanjang survival. Obat yang umum dipakai:
- klorambusil selama 2-4 bulan.
- Obat lain adalah fludarabin yang tergolong purin analog, dapat diberikan per
oral atau i.v dan merupakan obat pilihan pertama pada kasus resisten
klorambusil.
Skema kemoterapi untuk CLL:
- Resiko rendah: klorambusil 3-4 minggu
- Resiko sedang: sama dengan resiko rendah
- Resiko tinggi: sama dengan resiko rendah + prednison untuk 7 hari setiap 3-4
minggu.
Prognosis untuk CLL
CML
CML:
1. usia tua.
2. laki-laki.
3. radiasi.
CML
Tergantung fase nya
A. fase kronik
1. gejala hiperkatabolik: berat badan menurun, lemah, anoreksia, berkeringat
malam.
2. splenomegali hampir selalu ada, sering masif.
3. hepatomegali lebih jarang dan lebih ringan.
4. gejala gout, gangguan ginjal karena hiperurikemia, gangguan penglihatan,
dan priapismus.
5. anemia pada fase awal sering ringan.
6. kadang-kadang asimtomatik, ditemukan secara kebetulan pada saat check
up atau pemeriksaan untuk penyakit lain.
B. Transformasi akut
1. perubahan terjadi pelan-pelan dengan prodromal selama 6 bulan, disebut
sebagai fase akselerasi. Timbul keluhan baru: demam, lelah, nyeri tulang
(sternum) yang semakinprogresif. Respon terhadap kemoterapi menurun,
leukositosis meningkat dan trombosit menurun dan akhirnya menjadi
gambaran leukemia akut.
2. pada sekitar sepertiga penderita perubahan terjadi secara mendadak, tanpa
didahului masa prodromal keadaan ini disebut krisis blastik. Tanpa
pengobatan adekuat, penderita sering meninggal dalam 1-2 bulan.
C. Tanda – tanda perubahan CML ke transformasi akut
1. timbulnya demam dan anemia yang tidak diketahui sebabnya.
2. respons penurunan leukosit terhadap kemoterapi yang semula baik
menjadi tidak adekuat.
3. splenomegali membesar yang sebelumnya sudah mengecil.
4. blast dalam sumsum tulang >10%.
CML
- darah tepi
o
leukositosis berat 20.000-50.000 pada permulaan kemudian biasanya lebih
dari 1000.000 / mm3
o
SADT: spektrum lengkap seri granulosit mulai dari mieloblas sampai
netrofil, dengan komponen paling menonjol ialah segmen netrofil dan
mielosit melebihi sel blas dan promielosit. Stab, metamielosit, promielosit,
dan mieloblast dapat dijumpai. Sel blas kurang dari 5%.
o
Anemia mula-mula ringan menjadi progresif pada fase lanjut, bersifat
normokromik normositer.
o
Trombosit bisa meningkat, normal, atau menurun. Pada fase awal lebih
sering meningkat.
o
Fosfatase alkali netrofil (NAP) skor nya selalu rendah.
- sumsum tulang:
o
hiperseluler dengan sistem granulosit dominan
o
gambarannya mirip dengan SADT. Menunjukkan spektrum lengkap seri
mieloid, dengan komponen paling banyak ialah netrofil dan mielosit. Sel
blast kurang dari 30%. Megakariosit pada fase kronik normal atau
meningkat.
o
Sitogenetik: dijumpai adanya kromosom philadelpia pada 95% kasus
o
Vitamin B12 serum dan B12 binding capacity (daya ikat Vit B12)
meningkat.
o
Pemeriksaan PCR dapat mendeteksi adanya chimeric protein BCR-ABL
pada 90% kasus
o
Asam urat serum meningkat.
CML dd: CML fase kronik: leukemia mielomonositik kronik, trombositosis esensial,
leukemia netrofilik kronik. CML fase krisi blas: AML, sindrom mielodisplasia.
CML
Pada semua umur, tersering umur 40-60 tahun.
CML
CML
- (mayoclinic) pemeriksaan fisik. Dokter memeriksa tanda vital seperti nadi dan tekanan
darah. Memeriksa abnormalitas dari nodul limfe, limpa dan perut
- Tes darah=banyak sel darah putih, tidak cukup sel darah merah dan platelet. Banyaknya
sel blast di darah tepi.
- Tes sumsum tulang=dokter di laboratorium akan mengklasifikasikan sel darah kedalam
tipe spesifik berdasarkan ukuran dan bentuk. Mereka juga melihat perubahan dalam sel
kanker dan menemukan apakah leukemia jenis sel B limfosit atau sel T limfosit.
Informasi ini dapat membantu rencana pengobatan.
- tes untuk melihat kromosom philadelpia. FISH dan PCR, menganalisis darah atau
sumsum tulang untuk menemukan kromosom philadelpia.
CML
Terapi CML tergantung dari fase penyakit
1. fase kronik. Obat pilihan: busulfan
- busulfan: terapi dimulai jika leukosit naik 50.000/mm3, dosis diturunkan sesuai
penurunan leukosit dan dihentikan jika leukosit mencapai 20.000/mm3. efek samping
dapat berupa aplasia sumsum tulang berkepanjangan, fibrosis paru, bahaya timbulnya
leukemia akut.
- hidroxyurea, memerlukan pengaturan dosis lebih sering tetapi efek samping minimal.
- interferon α, biasanya diberikan jika leukosit telah terkontrol oleh hidroksiurea. Pada
CML fase kronik interferon dapat memberi remisi hematologik pada 80% kasus, tetapi
remisi sitogenetik hanya tercapai 5-10% kasus.
2. terapi fase akselerasi: sama denga terapi leukemia akut, tetapi respon sangat rendah.
3. transplantasi sumsum tulang: memberikan harapan penyembuhan jangka panjang
terutama pad apenderita dibawah 40 tahun. Sekarang yang umum diberikan adalah
allogenic peripheral blood stem cell transplantation, modus ini merupakan satu-satunya
yang dapat memberikan kesembuhan total.
4. sekarang sedang dikembangkan terapi yang memakai prinsip biologi molekuler
(targeted therapy). Suatu obat baru imatinib mesylate (Gleevec) dapat menduduki ATP-
binding site of ABL oncogen sehingga dapat menekan aktifitas tyrosine kinase yang
dapat menekan proliferasi seri mieloid.
Prognosis CML
Dengan ditemukannya beberapa obat baru maka median kelangsungan hidup pasien
dapat diperpanjang secara signifikan. Misalnya pada beberapa uji klinis kombinasi hidrea
dan interferon median kelangsungan hidup mencapai 6-9 tahun. Imatinib mesilat
memberi hasil yang lebih menjanjikan. Tetapi median kelnagsungan hidup belum dapat
ditentukan karena masih menunggu beberapa hasil uji klinik yang saat ini masih
berlangsung. Faktor-faktor yang memperburuk prognosis CML:
- pasien: usia lanjut, keadaan umum buruk disertai gajala sistemik seperti berat
badan menurun, demam, keringat malam.
- Laboratorium: anemia berat, trombositopenia, trombositosis, basofilia,
eosinofilia, kromosom Ph negatif, BCR-ABL negatif.
- Terapi: memerlukan waktu lama (>3 bulan) untuk mencapai remisi,
memerlukan terapi dosis tinggi, waktu remisi yang singkat.