Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

LEUKIMIA

Oleh :
NATALIA PEDI KALUNGA
2017610071

PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN LEUKEMIA

I. Definisi

Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sum-sum
tulang yang ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih dengan manifestasi adanya
sel-sel abnormal dalam darah tepi. Pada leukemia ada gangguan dalam pengaturan
sel leukosit. Leukosit dalam darah berpoliferasi secara tidak teratur dan tidak
terkendali dan fungsinya pun menjadi normal. Oleh karena proses tersebut fungsi-
fungsi lain dari sel darah merah normal terganggu hingga menimbulkan gejala
leukemia yang dikenal dalam klinik. (Bambang Permono, 2005: 2006)

Leukemia adalah penyakit akibat terjadinya proliferasi sel leukosit yang abnormal
dan ganas serta sering disertai adanya leukosit jumlah berlebihan yang dapat
menyebabkan terjadinya anemia dan trombsitopenia. Leukimia limfosis atau
limfositik akut merupakan kanker jaringan yang menghasilkan leukosit yang imatur
dan berlebihan sehingga jumlahnya menyusup ke berbagai organ seperti sumsum
tulang dan mengganti unsur sel yang normal sehingga mengakibatkan jumlah
eritrosit kurang untuk mencukupi kebutuhan sel sehingga menimbulkan pendarahan
(Hidayat, 2006).
Kata leukemia berarti darah putih, karena pada penderita ditemukan banyak sel
darah putih sebelum diberi terapi. Sel darah putih berasal dari sel stem di sumsum
tulang. Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah
putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Sel
darah putih yang tampak banyak merupakan sel yang muda, misalnya promielosit.
Jumlah yang semakin meninggi ini dapatmengganggu fungsi normal dari sel lainnya.

II. Klasifikasi
Maturitas sel dan tipe sel dikombinasikan untuk membentuk empat tipe utama
leukemia :

1. Leukemia Mielogenus Akut (LMA)


Leukemia Mielogenus Akut (LMA) atau leukemia mielositik akut atau dapat juga
disebut leukemia granulositik akut (LGA), mengenai sel stem hematopetik yang
kelak berdiferensiasi ke semua sel mieloid; monosit, granulosit (basofil, netrofil,
eosinofil), eritrosit, dan trombosit. Dikarakteristikan oleh produksi berlebihan dari
mieloblast. Semua kelompok usia dapat terkena; insidensi meningkat sesuai
dengan bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering
terjadi.
2. Leukemia Mielogenus Kronis (LMK)
Leukemia Mielogenus Kronis (LMK) atau leukemia mielositik kronis atau
leukemia granulositik kronis (LGK), juga dimasukan dalam keganasan sel stem
mieloid. Namun, lebih banyak terdapat sel normal di banding pada bentuk akut,
sehingga penyakit ini lebih ringan. Abnormalitas genetika yang dinamakan
kromosom Philadelpia ditemukan 90% sampai 95% pasien dengan LMK. LMK
jarang menyerang individu di bawah 20 tahun, namun insidensinya meningkat
sesuai pertambahan usia.
Gambaran menonjol adalah :
A. adanya kromosom Philadelphia pada sel – sel darah. Ini adalah kromosom
abnormal yang ditemukan pada sel – sel sumsum tulang.
B. Krisis Blast. Fase yang dikarakteristik oleh proliferasi tiba-tiba dari jumlah
besar mieloblast. Temuan ini menandakan pengubahan LMK menjadi LMA.
Kematian sering terjadi dalam beberapa bulan saat sel – sel leukemia menjadi
resisten terhadap kemoterapi selama krisis blast.
3. Leukemia Limfositik Akut (LLA)
Leukemia Limfositik Akut (LLA) dianggap sebagai suatu proliferasi ganas
limfoblas. Paling sering terjadi pada anak-anak, dengan laki-laki lebih banyak
dibanding perempuan,dengan puncak insidensi pada usia 4 tahun. Setelah usia 15
tahun, LLA jarang terjadi.
4. Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
Leukemia Limfositik Kronis (LLK) cenderung merupakan kelainan ringan yang
terutama mengenai individu antara usia 50 sampai 70 tahun. Negara-negara barat
melaporkan penyakit ini sebagai leukemia yang umum terjadi. LLK
dikarakteristikan oleh proliferasi dari diferensiasi limfosit yang baik (mudah
dikenali sel-sel yang menunjukkan jaringan asal).
Kelompok Klasifikasi Leukemia Akut Menurut
French-American-British (FAB)

Leukemia Limfositik Akut


L-1         pada masa kanak-kanak: populasi sel homogen
L-2         Leukemia limfositik akut tampak pada orang dewasa: populasi sel
heterogen
L-3         Limfoma Burkitt-tipe leukemia: sel-sel besar, populasi sel
homogen.

Leukemia Mieloblastik Akut


M-1        Diferensiasi granulositik tanpa pematangan
M-2        Diferensiasi granulositik disertai pematangan menjadi stadium
promielositik
M-3        Diferensiasi granulositik disertai promielosit hipergranular yang
dikaitkan dengan pembekuan intra vaskular tersebar
(Disseminated intravascular coagulation).
M-4        Leukemia mielomonositik akut: kedua garis sel granulosit dan
monosit.
M-5a       Leukemia monositik akut : kurang berdiferesiasi
M-5b      Leukemia monositik akut : berdiferensiasi baik
M-6        Eritroblast predominan disertai diseritropoiesis berat
M-7        Leukemia megakariositik.

III. Etiologi
1. Faktor predisposisi
A. Penyakit defisiensi imun tertentu, misalnya agannaglobulinemia.
B. Virus
Virus sebagai penyebab sampai sekarang masih terus diteliti. Sel leukemia
mempunyai enzim trankriptase (suatu enzim yang diperkirakan berasal
dari virus). Limfoma Burkitt, yang diduga disebabkan oleh virus EB, dapat
berakhir dengan leukemia.

C. Radiasi ionisasi
Terdapat bukti yang menyongkong dugaan bahwa radiasi pada ibu selama
kehamilan dapat meningkatkan risiko pada janinnya. Baik dilingkungan
kerja, maupun pengobatan kanker sebelumnya. Terpapar zat-zat kimiawi
seperti benzene, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen anti
neoplastik.
D. Genetic
Insidensi leukemia akut pada anak-anak penderita sindrom down adalah
20 kali lebih banyak dari normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat
menyebabkan leukemia akut. Insidensi leukemia akut juga meningkat pada
penderita kelainan congenital dengan aneuloidi, misalnya agranulositosis
congenital, sindrom ellis van grevelend, penyakit seliak, sindrom bloom,
anemia fanconi, sindrom klenefelter, dan sindrom trisomi D.
E. Obat-obatan
Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol

2. Faktor Lain
1. Faktor eksogen seperti sinar X, sinar radioaktif, dan bahan kimia (benzol,
arsen, preparat sulfat), infeksi (virus dan bakteri).
2. Faktor endogen seperti ras
Faktor konstitusi seperti kelainan kromosom, herediter (kadang-kadang
dijumpai kasus leukemia pada kakak-adik atau kembar satu telur).

IV. Patofisiologi
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh
terhadap infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat
dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan produksi sel
darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari normal. Mereka terlihat berbeda
dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti biasanya. Sel leukemi
memblok produksi sel darah normal, merusak kemampuan tubuh terhadap
infeksi. Sel leukemi juga merusak produksi sel darah lain pada sumsum tulang
termasuk sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk menyuplai
oksigen pada jaringan.
Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi
kromosomal yang terdapat pada pasien dengan leukemia. Perubahan kromosom
dapat meliputi perubahan angka, yang menambahkan atau menghilangkan
seluruh kromosom, atau perubahan struktur termasuk translokasi (penyusunan
kembali), delesi, inversi dan insersi. Pada kondisi ini, dua kromosom atau lebih
mengubah bahan genetik, dengan perkembangan gen yang berubah dianggap
menyebabkan mulainya proliferasi sel abnormal.
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih
mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan.
Perubahan tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari
kromosom (bahan genetik sel yang kompleks). Translokasi kromosom
mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga sel membelah
tidak terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum
tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah
yang normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam organ lainnya termasuk
hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal, dan otak.
Pathways

Faktor Eksternal Proliferasi sel kanker Faktor Internal


( Infeksi, Lingkungan, ( Genetik, Imunologi)
obat, radiasi)
Leukemia Perubahan proses
keluarga
Infiltrasi sel neoplastik

Sistem Sistem Infiltrasi sumsum Terapi


muskuloskeletal retikuloendotelial tulang

Infiltrasi periosteal Leukosit netrofil Hematopoiesis terganggu

Kelemahan tulang Gangguan sistem


trombosit eritrosit
imun

Nyeri akut tulang, trombositopenia Hb


Risiko Infeksi
sendi

Batasi kontak dengan Risiko cedera : Anemia


Gangguan rasa perdarahan
agen infeksius
nyaman : nyeri

Isolasi

Defisit aktifitas
Pengalihan

Risiko defisit Mual, muntah Kulit kering Kerontokan rambut


volume cairan

Nafsu makan Kerusakan Gangguan Citra


integritas kulit tubuh

Perubahan
nutrisi kurang
dari kebutuhan
(Wong, 2009)
V. Manifestasi Klinis
1. Gejala yang khas leukemia secara umum :
a. Pucat
b. Panas
c. Splenomegali
d. Hepatomegali
e. Limfadenopati
f. Perdarahan dapat berupa ekimosis, petekia, epitaksis, dan perdarahan gusi
2. Gejala yang tidak khas
a. Sakit/ nyeri sendi atau sakit tulang disalahtafsirkan sebagai reumatik
b. Lesi purpura pada kulit
c. Efusi pleura
d. kejang
3. Gejala Spesifik
a. Leukemia Mielogenus Akut
Kebanyakan tanda dan gejala terjadi akibat berkurangnya produksi sel darah
normal.
1) Peka terhadap infeksi akibat granulositopenia, kekurangan granulosit
2) Kelelahan dan kelemahan terjadi karena anemia
3) Kecendrungan perdarahan terjadi akibat trombositopenia, kurangnya jumlah
trombosit.
4) Proliferase sel lukemi dalam organ mengakibatkan berbagai gejala
tambahan : nyeri akibat pembesaran limfa; sakit kepala atau muntah akibat
leukemi meningeal (sering terjadi pada leukemia limfositik); dan nyeri
tulang akibat penyebaran sumsum tulang belakang.
b. Leukemia Mielogenus Kronis
Gambaran klinis LMK mirip dengan gambaran LMA, tetapi tanda dan
gejalanya lebih ringan. Banyak pasien yang menunjukkan tanda dan gejala
selama bertahun-tahun.
1) Terdapat peningkatan leukosit, kadang sampai jumlah yang luar biasa.
2) Limpa sering membesar.
c. Leukemia Limfositik Akut
Limfosit imatur berploriferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer dan
menggangu perkembangan sel normal. Akibatnya:
1) Hematopoesis normal terhambat, mengakibatkan penurunan jumah leukosit,
sel darah merah, dan trombosit. Eritrosit dan trombosit jumlahnya rendah
dan leukosit jumlahnya dapat rendah atau tinggi tetapi selalu terdapat sel
imatur.
2) Manifestasi infiltrasi leukemia ke organ-organ lain lebih sering terjadi pada
LLA daripada jenis leukemia lain dan mengakibatkan :
a) Nyeri karena pembesaran hati dan limpa
b) Sakit kepala
c) Muntah karena keterlibatan meninges, dan
d) Nyeri tulang.
d. Leukemia Limfositik Kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan baru terdiagnosa pada
saat penanganan fisik atau penanganan untuk penyakit lain. Manifestasi yang
mungkin terjadi adanya :
1) Anemia
2) Infeksi
3) Pembesaran nodus limfe dan organ abdominal
4) Jumlah eritrosit dan trombosit mungkin normal atau menurun.
5) Terjadi penurunan jumlah limfosit (limfositopenia)

VI. Komplikasi
1. Infeksi
Komplikasi ini yang sering ditemukan dalam terapi kanker masa anak-anak
adalah infeksi berat sebagai akibat sekunder karena neutropenia. Anak paling
rentan terhadap infeksi berat selama tiga fase penyakit berikut:
a. Pada  saat diagnosis ditegakkan dan saat relaps (kambuh) ketika proses
leukemia telah menggantikan leukosit normal.
b. Selama terapi imunosupresi
c. Sesudah pelaksanaan terapi antibiotic yang lama sehingga mempredisposisi
pertumbuhan mikroorganisme yang resisten.
Walau demikian , penggunaan faktor yang menstimulasi-koloni granulosit
telah mengurangi insidensi dan durasi infeksi pada anak-anak yang mendapat
terapi kanker. Pertahanan pertama melawan infeksi adalah pencegahan.
(Wong, 2009:1141)

2. Perdarahan
Sebelum penggunaan terapi transfuse trombosit, perdarahan merupakan
penyebab kematian yang utama pada pasien leukemia. Kini sebagaian besar
episode perdarahan dapat dicegah atau dikendalikan dengan pemberian
konsentrat trombosit atau plasma kaya trombosit.
Karena infeksi meningkat kecenderungan perdarahan dan karena lokasi
perdarahan lebih mudah terinfeksi, maka tindakan pungsi kulit sedapat
mungkin harus dihindari. Jika harus dilakukan penusukan jari tangan, pungsi
vena dan penyuntikan IM dan aspirasi sumsum tulang, prosedur
pelaksanaannya harus menggunakan teknik aseptic, dan lakukan pemantauan
kontinu untuk mendeteksi perdarahan.
Perawatan mulut yang saksama merupakan tindakan esensial, karena sering
terjadi perdarahan gusi yang menyebabkan mukositis. Anak-anak dianjurkan
untuk menghindari aktivitas yang dapat menimbulkan cedera atau perdarahan
seperti bersepeda atau bermain skateboard, memanjat pohon atau bermain
dengan ayunan.
Umumnya transfuse trombosit hanya dilakukan pada episode perdarahan aktif
yang tidak bereaksi terhadap terapi lokal dan yang terjadi selama terapi induksi
atau relaps. Epistaksis dan perdarahan gusi merupakan kejadian yang paling
sering ditemukan.

3. Anemia
Pada awalnya, anemia dapat menjadi berat akibat penggantian total sumsum
tulang oleh sel-sel leukemia. Selama terapi induksi, transfusi darah mungkin
diperlukan. Tindakan kewaspadaan yang biasa dilakukan dalam perawatan
anak yang menderita anemia harus dilaksanakan. 
(Wong, 2009 : 1142)
VII. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hitung darah lengkap (Complete Blood Count) dan Apus Darah Tepi
1) Jumlah leukosit dapat normal, meningkat, atau rendah pada saat
diagnosis. Jumlah leukosit biasanya berbanding langsung dengan
jumlah blas. Jumlah leukosit neutrofil seringkali rendah
2) Hiperleukositosis (> 100.000/mm3) terjadi pada kira-kira 15% pasien
dan dapat melebih 200.000/mm3.
3) Pada umumnya terjadi anemia dan trombositopenia
4) Proporsi sel blast pada hitung leukosit bervariasi dari 0-100%
5) hitung trombosit kurang dari 25.000/mm3
6) Kadar hemoglobin rendah
2. Aspirasi dan Biopsi sumsum tulang
Apus sumsum tulang tampak hiperselular dengan limpoblast yang sangat
banyak lebih dari 90% sel berinti pada ALL dewasa. Jika sumsum tulang
seluruhnya digantikan oleh sel-sel leukemia, maka aspirasi sumsum tulang
dapat tidak berhasil, sehingga touch imprint dari jaringan biopsy penting
untuk evaluasi gambaran sitologi.
Dari pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan gambaran monoton, yaitu
hanya terdiri dari sel limfopoetik patologis sedangkan sistem lain terdesak
(aplasia sekunder).
a. Sitokimia
Pada ALL, pewarnaan Sudan Black dan mieloperoksidase akan
memberikan hasil yang negative. Mieloperoksidase adalah enzim
sitoplasmik yang ditemukan pada granula primer dari precursor
granulositik yang dapat dideteksi pada sel blast AML.
Sitokimia berguna untuk membedakan precursor B dan B-ALL dari T-
ALL. Pewarnaan fosfatase asam akan positif pada limfosit T yang gans,
sedangkan sel B dapat memberikan hasil yang positif pada pewarnaan
periodic acid Schiff (PAS). TdT yang diekspresikan oleh limpoblast dapat
dideteksi dengan pewarnaan imunoperoksidase atau flow cytometry
b. Imunofenotif (dengan sitometri arus/ Flow cytometry)
Reagen yang dipakai untuk diagnosis dan identifikasi subtype imunologi
adalah antibody terhadap:
1) Untuk sel precursor B: CD 10 (common ALL antigen),
CD19,CD79A,CD22, cytoplasnic m-heavy chain, dan TdT
2) Untuk sel T: CD1a,CD2,CD3,CD4,CD5 ,CD7,CD8 dan TdT
3) Untuk sel B: kappa atau lambda CD19,CD20, dan CD22
c. Sitogenetik
Analisi sitogenetik sangat berguna karena beberapa kelainan sitogenetik
berhubungan dengan subtype ALL tertentu, dan dapat memberikan
informasi prognostik. Translokasi t(8;14), t(2;8), dan t (8;22) hanya
ditemukan pada ALL sel B, dan kelainan kromosom ini menyebabkan
disregulasi dan ekspresi yang berlebihan dari gen c-myc pada kromosom.
d. Biopsi limpa
pemeriksaan ini memeperlihatkan poriferasi sel leukemia dan sel yang
berasal dari jaringan limpa yang terdesak, seperti limposit normal, RES,
granulosit, dan pulp cell.
VIII. Penatalaksanaan
1. Kemotherapi
Bertujuan untuk mengurangi remisi, pada sumsum tulang yang normal
dimana sel blast <5% dan tidak ada tanda klinis.
2. Transfusi darah
Biasanya diberikan jika kadar Hb kurang dari 6 g%. pada trombositopenia
yang berat dan perdarahan massif, dapat diberikan transfuse trombosit dan
bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
3. Obat-obat kortikosteroid
Kombinasi prednison, vinkristin diharapkan dapat mengurangi remisi pada
sekitar 95% anak dengan Akut Limfositik Leukemia.
4. Sitostatika
Selain sitostatika yang lama (6-merkatopurin atau 6-mp, metotreksat atau
MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti
vinkristin (Oncovin), rubidomisin (daunorubycine) dan berbagai nama obat
lainnya. umumnya sitostatiska diberikan dalam kombinasi bersama-sama
dengan prednisone. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat
samping berupa alopecia, stomatitis, leucopenia, infeksi sekunder atau
kandidiasis. Bila jumlah leukosit kurang dari 2000/ mm3 pemberiannya harus
hati-hati.
5. Imunoterapi
merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi dan jumlah
sel leukemia cukup rendah (105-106), imunoterapi mulai diberikan
(mengenai cara pengobatan yang terbaru, masih dalam pengembangan)
6. Transplantasi sum-sum tulang
a. Sebelum transplantasi pasien menjalani penyinaran seluruh tubuh dan
kemotherapi mengurangi kemungkinan penolakan.
b. Transplantasi dianjurkan pada penderita akut Limfositik Leukemia
dengan remisi ke-2
c. Transplantasi membutuhkan donor sumsum tulang dari saudara
sekandung.
7. Radioterapi
Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel
leukemia. Sinar berenergi tinggi ini ditujukan terhadap limpa atau bagian lain
dalam tubuh tempat menumpuknya sel leukemia. Energi ini bisa menjadi
gelombang atau partikel seperti proton, elektron, x-ray dan sinar gamma.
Pengobatan dengan cara ini dapat diberikan jika terdapat keluhan pendesakan
karena pembengkakan kelenjar getah bening setempat.
8. Terapi Suportif
Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yag ditimbulkan
penyakit leukemia dan mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi
darah untuk penderita leukemia dengan keluhan anemia, transfusi trombosit
untuk mengatasi perdarahan dan antibiotik untuk mengatasi infeksi.
IX. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata
1) Biodata Pasien
2) Biodata Penanggung Jawab
b. Riwayat Keperawatan
1) Keluhan utama
2) Riwayat Keperawatan sekarang
3) Riwayat keperawatan dahulu
4) Riwayat keperawatan keluarga
5) Riwayat Imunisasi
6) Riwayat Tumbuh Kembang
7) Aspek psikososial
c. Pemeriksaan Fisik

Pengkajian pada leukemia meliputi :

1) Kaji adanya tanda-tanda anemia :


a) Pucat
b) Kelemahan
c) Sesak
d) Nafas cepat
2) Kaji adanya tanda-tanda leukopenia
a) Demam
b) Infeksi
3) Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia :
a) Ptechiae
b) Purpura
c) Perdarahan membran mukosa
4) Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola :
a) Limfadenopati
b) Hepatomegali
c) Splenomegali
5) Kaji adanya pembesaran testis
6) Kaji adanya :
a) Hematuria
b) Hipertensi
c) Gagal ginjal
d) Inflamasi disekitar rectal
e) Nyeri
(Suriadi,R dan Rita Yuliani,2001 : 17)
d. Pemeriksaan penunjang
1) Hitung darah lengkap
Hitung darah lengkap complete blood cell (CBC). Anak dengan CBC
kurang dari 10.000/mm3 saat didiagnosis memiliki prognosis paling
baik, jumlah leukosit lebih dari 50.000/mm3 adalah tanda prognosis
kurang baik pada anak sembarang umur.
a) Hemoglobin : kurang dari 10gr/100ml
b) Retikulosit : Jumlah biasanya rendah
c) Trombosit : <50.000/mm
d) SDP : >50.000/cm dgn peningkatan SDP
Immatur
e) PTT : memanjang
f) Asam urat serum : Mungkin meningkat
g) Copper serum : Meningkat
h) Zink serum : menurun
(Doengoes, 1999)
Pemeriksaan lainnya yaitu : pungsi lumbal untuk mengkaji keterlibatan
susunan saraf pusat, foto thoraks unuk mendeteksi keterlibata
mediastinum, aspirasi sumsum tulang. Ditemukannya 25% sel blast
memperkuat diagnosis, pemindaian tulang atau survei kerangka untuk
mengkaji keterlibatan tulang, pemindaian ginjal, hat, limpa untuk
mengkaji infiltrat leukemik, jumlah trombosit menunjukkan kapasitas
pembekuan (Betz, 2002)

2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
c. Resiko terhadap cedera : perdarahan yang berhubungan dengan penurunan
jumlah trombosit
d. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan
muntah
e. Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan
efek samping agen kemoterapi
f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau
stomatitis
g. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukaemia
h. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens
kemoterapi, radioterapi, imobilitas.
i. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat
pada penampilan.
j. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang
menderita leukaemia

3. Intervensi Keperawatan
a. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
Tujuan : Anak tidak mengalami gejala-gejala infeksi
Intervensi :
1) Pantau suhu dengan teliti
Rasional : untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
2) Tempatkan anak dalam ruangan khusus
Rasional : untuk meminimalkan terpaparnya anak dari sumber infeksi
3) Anjurkan semua pengunjung dan staff rumah sakit untuk menggunakan
teknik mencuci tangan dengan baik
Rasional : untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif
4) Evaluasi keadaan anak terhadap tempat-tempat munculnya infeksi
seperti tempat penusukan jarum, ulserasi mukosa, dan masalah gigi
Rasional : untuk intervensi dini penanganan infeksi
5) Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan baik
Rasional : rongga mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan
organisme
6) Berikan periode istirahat tanpa gangguan
Rasional : menambah energi untuk penyembuhan dan regenerasi
seluler
7) Berikan diet lengkap nutrisi sesuai usia
Rasional : untuk mendukung pertahanan alami tubuh
8) Berikan antibiotik sesuai ketentuan
Rasional : diberikan sebagai profilaktik atau mengobati infeksi khusus
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
Tujuan : terjadi peningkatan toleransi aktifitas
Intervensi :
1) Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk
berpartisipasi dala aktifitas sehari-hari.
Rasional : menentukan derajat dan efek ketidakmampuan
2) Berikan lingkungan tenang dan perlu istirahat tanpa gangguan
Rasional : menghemat energi untuk aktifitas dan regenerasi seluler atau
penyambungan jaringan
3) Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan
atau dibutuhkan
Rasional : mengidentifikasi kebutuhan individual dan membantu
pemilihan intervensi
4) Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan ambulasi
Rasional : memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri
c. Resiko terhadap cedera/perdarahan yang berhubungan dengan penurunan
jumlah trombosit
Tujuan : klien tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan
Intervensi :
1) Gunakan semua tindakan untuk mencegah perdarahan khususnya pada
daerah ekimosis
Rasional : karena perdarahan memperberat kondisi anak dengan adanya
anemia
2) Cegah ulserasi oral dan rectal
Rasional : karena kulit yang luka cenderung untuk berdarah
3) Gunakan jarum yang kecil pada saat melakukan injeksi
Rasional : untuk mencegah perdarahan
4) Menggunakan sikat gigi yang lunak dan lembut
Rasional : untuk mencegah perdarahan
5) Laporkan setiap tanda-tanda perdarahan (tekanan darah menurun,
denyut nadi cepat, dan pucat)
Rasional : untuk memberikan intervensi dini dalam mengatasi
perdarahan
6) Hindari obat-obat yang mengandung aspirin
Rasional : karena aspirin mempengaruhi fungsi trombosit
7) Ajarkan orang tua dan anak yang lebih besar ntuk mengontrol
perdarahan hidung
Rasional : untuk mencegah perdarahan

d. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan


muntah
Tujuan :
- Tidak terjadi kekurangan volume cairan
- Pasien tidak mengalami mual dan muntah
Intervensi :
1) Berikan antiemetik awal sebelum dimulainya kemoterapi
Rasional : untuk mencegah mual dan muntah
2) Berikan antiemetik secara teratur pada waktu dan program kemoterapi
Rasional : untuk mencegah episode berulang
3) Kaji respon anak terhadap anti emetic
Rasional : karena tidk ada obat antiemetik yang secara umum berhasil
4) Hindari memberikan makanan yang beraroma menyengat
Rasional : bau yang menyengat dapat menimbulkan mual dan muntah
5) Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : karena jumlah kecil biasanya ditoleransi dengan baik
6) Berikan cairan intravena sesuai ketentuan
Rasional : untuk mempertahankan hidrasi
e. Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan
efek samping agen kemoterapi
Tujuan : pasien tidak mengalami mukositis oral
Intervensi :
1) Inspeksi mulut setiap hari untuk adanya ulkus oral
Rasional : untuk mendapatkan tindakan yang segera
2) Hindari mengukur suhu oral
Rasional : untuk mencegah trauma
3) Gunakan sikat gigi berbulu lembut, aplikator berujung kapas, atau jari
yang dibalut kasa
Rasional : untuk menghindari trauma
4) Berikan pencucian mulut yang sering dengan cairan salin normal atau
tanpa larutan bikarbonat
Rasional : untuk menuingkatkan penyembuhan
5) Gunakan pelembab bibir
Rasional : untuk menjaga agar bibir tetap lembab dan mencegah pecah-
pecah (fisura)
6) Hindari penggunaan larutan lidokain pada anak kecil
Rasional : karena bila digunakan pada faring, dapat menekan refleks
muntah yang mengakibatkan resiko aspirasi dan dapat menyebabkan
kejang
7) Berikan diet cair, lembut dan lunak
Rasional : agar makanan yang masuk dapat ditoleransi anak
8) Inspeksi mulut setiap hari
Rasional : untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
9) Dorong masukan cairan dengan menggunakan sedotan
Rasional : untuk membantu melewati area nyeri
10) Hindari penggunaan swab gliserin, hidrogen peroksida dan susu
magnesia
Rasional : dapat mengiritasi jaringan yang luka dan dapat
membusukkan gigi, memperlambat penyembuhan dengan memecah
protein dan dapat mengeringkan mukosa
11) Kolaborasi pemberian analgetic
Rasional : untuk mengendalikan nyeri
f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau
stomatitis
Tujuan : pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Intervensi :
1) Dorong orang tua untuk tetap rileks pada saat anak makan
Rasional : jelaskan bahwa hilangnya nafsu makan adalah akibat
langsung dari mual dan muntah serta kemoterapi
2) Izinkan anak memakan semua makanan yang dapat ditoleransi,
rencanakan unmtuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan
anak meningkat
Rasional : untuk mempertahankan nutrisi yang optimal
3) Berikan makanan yang disertai suplemen nutrisi gizi, seperti susu
bubuk atau suplemen yang dijual bebas
Rasional : untuk memaksimalkan kualitas intake nutrisi
4) Izinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan
Rasional : untuk mendorong agar anak mau makan
5) Dorong masukan nutrisi dengan jumlah sedikit tapi sering
Rasional : karena jumlah yang kecil biasanya ditoleransi dengan baik
6) Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrien
Rasional : kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan begitu juga
cairan untuk menghilangkan produk sisa suplemen dapat memainkan
peranan penting dalam mempertahankan masukan kalori dan protein
yang adekuat
7) Timbang BB, ukur TB dan ketebalan lipatan kulit trisep
Rasional : membantu dalam mengidentifikasi malnutrisi protein kalori,
khususnya bila BB dan pengukuran antropometri kurang dari normal
g. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukaemia
Tujuan : pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat
yang dapat diterima anak
Intervensi :
1) Mengkaji tingkat nyeri dengan skala 0 sampai 5
Rasional : informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi
kebutuhan atau keefektifan intervensi
2) Jika mungkin, gunakan prosedur-prosedur (misal pemantauan suhu non
invasif, alat akses vena
Rasional : untuk meminimalkan rasa tidak aman
3) Evaluasi efektifitas penghilang nyeri dengan derajat kesadaran dan
sedasi
Rasional : untuk menentukan kebutuhan perubahan dosis. Waktu
pemberian atau obat
4) Lakukan teknik pengurangan nyeri non farmakologis yang tepat
Rasional : sebagai analgetik tambahan
5) Berikan obat-obat anti nyeri secara teratur
Rasional : untuk mencegah kambuhnya nyeri
h. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens
kemoterapi, radioterapi, imobilitas
Tujuan : pasien mempertahankan integritas kulit
Intervensi :
1) Berikan perawatan kulit yang cemat, terutama di dalam mulut dan
daerah perianal
Rasional : karena area ini cenderung mengalami ulserasi
2) Ubah posisi dengan sering
Rasional : untuk merangsang sirkulasi dan mencegah tekanan pada
kulit
3) Mandikan dengan air hangat dan sabun ringan
Rasional : mempertahankan kebersihan tanpa mengiritasi kulit
4) Kaji kulit yang kering terhadap efek samping terapi kanker
Rasional : efek kemerahan atau kulit kering dan pruritus, ulserasi dapat
terjadi dalam area radiasi pada beberapa agen kemoterapi
5) Anjurkan pasien untuk tidak menggaruk dan menepuk kulit yang kering
Rasional : membantu mencegah friksi atau trauma kulit
6) Dorong masukan kalori protein yang adekuat
Rasional : untuk mencegah keseimbangan nitrogen yang negatif
7) Pilih pakaian yang longgar dan lembut diatas area yang teradiasi
Rasional : untuk meminimalkan iritasi tambahan
i. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat
pada penampilan
Tujuan : pasien atau keluarga menunjukkan perilaku koping positif
Intervensi :
1) Dorong anak untuk memilih wig (anak perempuan) yang serupa gaya
dan warna rambut anak sebelum rambut mulai rontok
Rasional : untuk membantu mengembangkan penyesuaian rambut
terhadap kerontokan rambut
2) Berikan penutup kepala yang adekuat selama pemajanan pada sinar
matahari, angin atau dingin
Rasional : karena hilangnya perlindungan rambut
3) Anjurkan untuk menjaga agar rambut yang tipis itu tetap bersih, pendek
dan halus
Rasional : untuk menyamarkan kebotakan parsial
4) Jelaskan bahwa rambut mulai tumbuh dalam 3 hingga 6 bulan dan
mungkin warna atau teksturnya agak berbeda
Rasional : untuk menyiapkan anak dan keluarga terhadap perubahan
penampilan rambut baru
5) Dorong hygiene, berdan, dan alat alat yang sesuai dengan jenis
kelamin, misalnya wig, skarf, topi, tata rias, dan pakaian yang menarik
Rasional : untuk meningkatkan penampilan
j. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang
menderita leukaemia
Tujuan : pasien atau keluarga menunjukkan pengetahuan tentang prosedur
diagnostik atau terapi
Intervensi :
1) Jelaskan alasan setiap prosedur yang akan dilakukan pda anak
Rasional : untuk meminimalkan kekhawatiran yang tidak perlu
2) Jadwalkan waktu agar keluarga dapat berkumpul tanpa gangguan dari
staff
Rasional : untuk mendorong komunikasi dan ekspresi perasaan
3) Bantu keluarga merencanakan masa depan, khususnya dalam
membantu anak menjalani kehidupan yang normal
Rasional : untuk meningkatkan perkembangan anak yang optimal
4) Dorong keluarga untuk mengespresikan perasaannya mengenai
kehidupan anak sebelum diagnosa dan prospek anak untuk bertahan
hidup
Rasional : memberikan kesempatan pada keluarga untuk menghadapi
rasa takut secara realistis
5) Diskusikan bersama keluarga bagaimana mereka memberitahu anak
tentang hasil tindakan dan kebutuhan terhadap pengobatan dan
kemungkinan terapi tambahan
Rasional : untuk mempertahankan komunikasi yang terbuka dan jujur
6) Hindari untuk menjelaskan hal-hal yang tidak sesuai dengan kenyataan
yang ada
Rasional : untuk mencegah bertambahnya rasa khawatiran keluarga
4. Evaluasi Keperawatan
Menurut Wong. D.L, (2004 hal 596-610) hasil yang diharapkan pada klien
dengan leukemia adalah :
a. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
b. Berpartisipasi dalam aktifitas sehari-sehari sesuai tingkat kemampuan,
adanya laporan peningkatan toleransi aktifitas.
c. Anak tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan.
d. Anak menyerap makanan dan cairan, anak tidak mengalami mual dan
muntah
e. Membran mukosa tetap utuh, ulkus menunjukkan tidak adanya rasa tidak
nyaman
f. Masukan nutrisi adekuat
g. Anak beristirahat dengan tenang, tidak melaporkan dan atau menunjukkan
bukti-bukti ketidaknyamanan, tidak mengeluhkan perasaan tidak nyaman.
h. Kulit tetap bersih dan utuh
i. Anak mengungkapkan masalah yang berkaitan dengan kerontokan rambut,
anak membantu menentukan metode untuk mengurangi efek kerontokan
rambut dan menerapkan metode ini dan anak tampak bersih, rapi, dan
berpakaian menarik.
j. Anak dan keluarga menunjukkan pemahaman tentang prosedur, keluarga
menunjukkan pengetahuan tentang penyakit anak dan tindakannya.
Keluarga mengekspresikan perasaan serta kekhawatirannya dan
meluangkan waktu bersama anak.
k. Keluarga tetap terbuka untuk konseling dan kontak keperawatan, keluarga
dan anak mendiskusikan rasa takut, kekhawatiran, kebutuhan dan
keinginan mereka pada tahap terminal, pasien dan keluarga mendapat
dukungan yang adekuat.
DAFTAR PUSTAKA

Academia.edu.html
hidayat, alimul azis. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba
Medika.
Kumar, Robbins. 1995. Buku Ajar Patologi. Jakarta : EGC
Ngastiyah. 2005. Perawatan anak sakit. Jakarta : EGC.
Nursalam, Rekawati N, Sri Utami. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta :
Salemba medika
Sacharin, Rosa M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 2, Jakarta : EGC
Wong, Donna L dkk. 2009. Buku ajar keperawatan pediatrik vol 2. Jakarta : EGC
Yuliani rita, Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta : Perpustakaan
Nasional RI
http://arinkuu.blogspot.com/2012/06/leukemia-limfoblastik-akut-all.html
http://juwitazhewitha.blogspot.com/2014/02/makalah-dan-askep-leukemia.html

Anda mungkin juga menyukai