Anda di halaman 1dari 67

REFERAT

ACUTE LYMPHOBLASTIC LEUKEMIA (ALL)


DAN SINDROM HIPERLEUKOSITOSIS

Oleh:
Herick AlvenusWillim, S.Ked
I11112022

Pembimbing:
dr. Rista Lestari, Sp.A, M.Sc

Kepaniteraan Klinik Mayor


Stase Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Sultan Syarief Muhammad Alkadrie Pontianak
1 2017
2
Pendahuluan (1)
 Leukemia  Penyakit keganasan hematologik akibat proses
neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi pada berbagai
tingkatan sel induk hematopoetik.

 Ekspansi progresif terjadi dalam sumsum tulang, kemudian


beredar secara sistemik.

 Leukemia ditandai oleh adanya akumulasi leukosit ganas


dalam sumsum tulang & darah.

3
Pendahuluan (2)
 Pada leukemia terjadi :
 Kegagalan sumsum tulang :
1. Anemia
2. Netropenia
3. Trombositopenia

 Infiltrasi organ :
1. Hati
2. Limpa
3. Kelenjar getah bening
4. Meninges
5. Otak
6. Kulit
7. Testis.

4
Pendahuluan (3)
 Types of Leukemia  4 types.
Acute :
1. Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL)  Tersering pada anak
2. Acute Myeloblastic Leukemia (AML)

Chronic :
3. Chronic Lymphocytic Leukemia (CLL)
4. Chronic Myeloid Leukemia (CML)

5
Pendahuluan (4)
 Komplikasi leukemia  Sindrom hiperleukositosis
 Sindrom hiperleukositasis meliputi
1. Sindrom lisis tumor  Terutama pada leukemia limfoblastik
2. Sindrom leukostasis  Jarang pada leukemia limfoblastik

Merupakan kegawatdaruratan Onkologi

6
7
8
Definisi Acute Lymphoblastic Leukemia
(ALL)
 Keganasan alat pembuat sel darah berupa proliferasi patologik
sel hematopoetik muda seri limfoblas yang ditandai kegagalan
sumsum tulang pembentuk sel darah normal dan infiltrasi ke
jaringan tubuh lain.

9
Epidemiologi ALL
 ALL  Keganasan yang tersering pada anak.

 Penelitian di Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo Surabaya, leukemia


akut (1991-2000) yaitu 524 kasus atau 59% dari seluruh keganasan
pada anak.

 Dari jumlah tersebut 430 anak (82%) didiagnosis sebagai ALL, 52


(10%) kasus sebagai leukemia non limfoblastik akut dan sisanya 42
kasus (8%) sebagai CML.

 Insiden dari ALL pada tahun 2005 terdapat 85 kasus baru.

10
Etiologi & Faktor Resiko ALL
 Etiologi  Belum diketahui

 Faktor resiko :
Lingkungan :
 Radiasi ionisasi
 Bahan-bahan kimia (misalnya, benzena)
 Obat-obatan kemoterapi

Genetik:
a. Kembar identik:
Jika salah satu kembar mengalami leukemia pada usia dibawah 5 tahun,
risiko kembar kedua mengalami leukemia adalah 20%. Kejadian leukemia
pada saudara kandung dari pasien leukemia adalah empat kali lebih besar
dibandingkan dengan populasi umum.

b. Kelainan kromosim :
Penderita trisomi 21 (sindrom down), sindrom bloom, dan anemia
fanconi beresiko terjadi ALL.
11
Patogenesis ALL
 Pada leukemia, terjadi mutasi DNA.

 Translokasi merupakan jenis mutasi DNA yang paling sering


terjadi pada leukemia.

 Translokasi berarti adanya bagian DNA pada suatu kromosom


yang terputus dan menempel pada kromosom lainnya.

 Kromosom yang terputus ini dapat mengaktifkan onkogen


atau mengakibatkan tumor suppressor gen menjadi tidak
aktif, sehingga dapat menyebabkan terjadinya keganasan.

12
Mutasi DNA yang paling sering pada ALL Dewasa

An abnormality of chromosome 22 in which part of


chromosome 9 is transferred to it. Bone marrow cells that
contain the Philadelphia chromosome are often found in
chronic myelogenous leukemia and sometimes found in
13 acute lymphocytic leukemia.
Mutasi DNA yang paling sering pada ALL Anak

These leukemias include >20% of pediatric acute


lymphoblastic leukemia (pre-B cell ALL). This
disease is caused by the translocation t(12;21) that
creates the fusion gene productTEL-AML1.

14
15
Klasifikasi ALL

 Morphologic
 FAB (French American British) Classification :
 L1: small uniform blasts (pediatric ALL)  84%
 L2: larger, more variable sized blasts (adult ALL)  14%
 L3: uniform cells with basophilic and sometimes vacuolated cytoplasm
(mature B cell ALL)  1%
Klasifikasi ALL

L1 L2

17
L3
Klasifikasi ALL
 Berdasarkan imunofenotipe :
1. Sel pra-B awal  60-70% pasien ALL

2. Sel pra-B  20-30% pasien ALL  Prognosis lebih buruk daripada


pra-B awal.

3. Sel pra-B Transisional  Pada anak <12 bulan  Prognosis paling


buruk.

4. Sel B mature  1-2% pasien ALL.

5. Sel T  10-15% pasien ALL, biasa pada anak yang lebih tua 
Prognosis lebih buruk dibandingkan prekursor sel B.
18
Manifestasi Klinis ALL
 Kegagalan Sumsum Tulang :
1. Anemia (pucat, letargi, dan dyspnea).

2. Neutropenia (demam, malaise, gambaran infeksi mulut,


tenggorokan, kulit, saluran napas, perianus, atau bagian lain).

3. Trombositopenia (memar spontan, purpura, gusi berdarah,


dan menoragia).

19
Manifestasi Klinis ALL
 Infiltrasi Organ :
1. Nyeri tulang
2. Splenomegali
3. Hepatomegali
4. Sindrom meninges (nyeri kepala, mual, muntah,
penglihatan kabur, dan diplopia).
5. Pemeriksaan fundus : papil edema & perdarahan
6. Pembengkakan testis
7. Limfadenopati
Pada kasus limfadenopati mediastinal yang parah  sindrom
vena cava superior.
20
Syndrome Vena Cava Superior

21
Syndrome Vena Cava Superior

22
23
Diagnosis ALL
1. Anamnesis
 Keluhan anemia (40% pasien)  pucat, lemah, dan lesu
 Demam atau infeksi berulang/menetap (60% pasien).
 Perdarahan (48% pasien)
 Nyeri tulang (23% pasien).

2. Pemeriksaan Fisik
 Limfadenopati (50% pasien). Pada kasus limfadenopati mediastinal
yang parah dapat ditemukan gambaran sindrom vena cava superior.
 Splenomegali (63% pasien)
 Hepatomegali (68% pasien).

24
Diagnosis ALL
1. Darah Lengkap dan Apus Darah Tepi
 Jumlah leukosit dapat normal, meningkat, atau rendah
 Hiperleukositosis (>100.000/mm³) terjadi pada kira-kira
15% pasien dan dapat melebihi 200.000/mm³
 Anemia
 Trombositopenia. Kira-kira sepertiga pasien mempunyai
hitung trombosit kurang dari 25.000mm³
 Proporsi sel blast pada hitung leukosit bervariasi dari 0
sampai 100%

25
Diagnosis ALL
2. Aspirasi dan Biopsi Sumsum Tulang
• Sangat penting  konfirmasi diagnosis dan klasifikasi
leukemia.
• Gambaran hiperselular dan didominasi oleh limfoblas

26
 Procedure :
After a small area of skin is
numbed, a bone marrow needle is
inserted into the patient’s hip bone.
Samples of blood, bone, and bone
marrow are removed for
27
examination under a microscope.
Diagnosis ALL
3. Pungsi Lumbal
• Untuk mengetahui apakah sel leukemia telah menyebar ke
dalam cairan serebrospinal.
• Tidak secara umum dilakukan  dapat mendorong
penyebaran sel tumor ke SSP.

4. Kimia Darah & Elektrolit


• Mendeteksi komplikasi ALL  Sindrom lisis tumor
(hiperurisemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia,
hiperkalemia).

28
Diagnosis ALL
5. Radiologi
• Massa mediastinum
• Lesi litik di tulang

29
Massa Mediastinum

30
Lesi Litik di Tulang

31
Tatalaksana ALL
Protokol dipilih berdasarkan stratifikasi resiko ALL.
1. Standard Risk
 WBC < 50.000/mm3
 No CNS involvement  (-) CSF leukemic cells
 No chromosome abnormality

2. High Risk
 WBC > 50,000 /mm3
 CNS involvement  (+) CSF leukemic cells
 Chromosome abnormality

32
Tatalaksana ALL
Protokol dipilih berdasarkan stratifikasi resiko ALL.
1. Standard Risk
 WBC < 50.000/mm3
 No CNS involvement  (-) CSF leukemic cells
 No chromosome abnormality

2. High Risk
 WBC > 50,000 /mm3
 CNS involvement  (+) CSF leukemic cells
 Chromosome abnormality

33
Tatalaksana ALL
Prinsip :
1. Fase Induksi
2. Fase Konsolidasi (intensifikasi)
3. Fase Maintenance

Perhitungan obat  berdasarkan luas permukaan tubuh

34
35
36
37
38
Kriteria Remisi Komplit
 Bebas manifestasi klinis leukemia
 Aspirasi sumsum tulang  jumlah sel blas <5%
 Hemoglobin >12 g/dl tanpa transfusi
 Leukosit >3000/µl dengan hitung jenis leukosit normal
 Granulosit >2000/µl
 Trombosit >100.000/µl
 Pemeriksaan CSF normal

39
Perbedaan ALL, AML, CML, dan CLL
 Leukemia diklasifikasikan berdasarkan maturitas dan jenis
turunan sel  Gambaran darah tepi.

40
Acute Lymphoblastic Leukemia

L1 L2

41
L3
42
43
44
SYNDROME HYPERLEUKOCYTOSIS

45
SYNDROME HYPERLEUKOCYTOSIS
 Jumlah leukosit darah tepi >100.000/µl.

 Ditemukan pada 9-13% anak dengan ALL, 5-22% anak dengan


leukemia non limfoblastik akut.

 Merupakan oncology emergency.

 Komplikasi Hiperleukositosis meliputi :


1. Sindrom leukostasis  Sering pada leukemia myeloblast.
2. Sindrom lisis tumor  Sering pada leukemia lymphoblast.

46
LEUKOSTASIS SYNDROME

47
48
49
TUMOR LYSIS SYNDROME

50
Coiffier B, Altman A, Pui CH, et al. Guidelines for the management of pediatric and adult
tumor lysis syndrome: an evidence-based review. J Clin Oncol. 2008;26:2767.

51
Tatalaksana Hiperleukositosis
Tiga hal yang harus segera dilakukan :
1. Hidrasi yang agresif
2. Alkalinisasi urin
3. Pemberian allopurinol

Windiastuti E, Mulawi C. Gangguan metabolik pada leukemia limfositik akut dengan hiperleukositosis.
Sari Pediatri. 2002;4(2):31-5.

52
Tatalaksana Hiperleukositosis
1. Hidrasi yang agresif
 Cairan parenteral glukosa 5% dalam 0,225% normal salin.

 Sebanyak 2-3 kali kebutuhan cairan rumatan


atau 2-3 liter/m2/hari.

 Target diuresis minimal 3cc/kgBB/hari.

Windiastuti E, Mulawi C. Gangguan metabolik pada leukemia limfositik akut dengan hiperleukositosis. Sari Pediatri.
2002;4(2):31-5.

53
54
Tatalaksana Hiperleukositosis
2. Alkalinisasi urin
 Menambahkan sodium bikarbonat ke dalam cairan parenteral
sebanyak 40 – 60 meq/L

 Target pH urin 7,0 – 7,5  asam urat terionisasi  mencegah


pembentukan kristal asam urat.

 Namun bila alkalinisasi berlebihan  deposisi kompleks kalsium-


fosfat  penurunan GFR.

 Pemantauan ketat pH urin.

55 Windiastuti E, Mulawi C. Gangguan metabolik pada leukemia limfositik akut dengan hiperleukositosis. Sari Pediatri. 2002;4(2):31-
5.
Tatalaksana Hiperleukositosis
3. Allopurinol
 Dosis 10 mg/kgBB/hari
Atau 200-300 mg/m2/hari

 Bertujuan untuk menurunkan konsentrasi asam urat plasma

 Target pH urin 7,5

Windiastuti E, Mulawi C. Gangguan metabolik pada leukemia limfositik akut dengan hiperleukositosis.
Sari Pediatri. 2002;4(2):31-5.

56
Tatalaksana Hiperleukositosis
 Bila hiperurisemia tidak dapat dicegah  berkembang
menjadi oliguria/anuria.

 Bila dengan hidrasi tambahan dan pemberian furosemid


tidak membantu  hemodialisis.

Windiastuti E, Mulawi C. Gangguan metabolik pada leukemia limfositik akut dengan


hiperleukositosis. Sari Pediatri. 2002;4(2):31-5.
57
Tatalaksana Leukostasis
 Leukostasis jarang pada ALL  Sering pada AML

 Penanganan leukostasis  leukoferesis

 Leukoferesis dapat menurunkan jumlah leukosit dengan cepat dan


aman sebesar 20-60% sehingga dapat menurunkan resiko terjadinya
leukostasis.

Windiastuti E, Mulawi C. Gangguan metabolik pada leukemia limfositik akut dengan hiperleukositosis. Sari Pediatri.
2002;4(2):31-5.
58
Leukapheresis

59
Tatalaksana Sindrom Lisis Tumor

60
Prognosis
 Morbiditas dan mortalitas lebih tinggi pada pasien dengan
leukosit >50.000/µl dibandingkan pasien dengan leukosit
<50.000/µl.

 Perbaikan dalam kemoterapi dan perawatan suportif ALL


telah meningkatkan tingkat remisi lengkap sekitar 98 persen
untuk anak-anak dan sekitar 85 persen untuk orang dewasa.

 5 years overall survival rate pasien ALL dengan hiperleukositosis


di negara maju sebesar 70%, sedangkan di Bagian IKA
FKUI/RSCM sebesar 57,8%.

61
KESIMPULAN (1)
 ALL merupakan jenis leukemia yang paling sering terjadi
pada anak.

 Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) merupakan keganasan


alat pembuat sel darah berupa proliferasi patologik sel
hematopoetik muda seri limfoblas yang ditandai kegagalan
sumsum tulang pembentuk sel darah normal dan infiltrasi ke
jaringan tubuh lain.

 Terapi leukemia akut  Kemoterapi dan terapi suportif

62
KESIMPULAN (2)
 Hiperleukositosis didefinisikan sebagai jumlah leukosit darah
tepi yang melebihi 100.000/µl. Keadaan ini ditemukan pada
9-13% anak dengan ALL.

 Komplikasi hiperleukositosis yang dapat terjadi pada ALL


adalah sindrom lisis tumor, jarang terjadi sindrom leukostasis.

 Sindrom lisis tumor terdiri dari beberapa kelainan metabolik,


antara lain hiperurisemua, hiperfosfatemia, hiperkalemia, dan
hipokalsemia

63
KESIMPULAN (3)
• Prinsip terapi hiperleukositosis :
1. Hidrasi yang agresif
2. Alkalinisasi urin
3. Pemberian allopurinol

• Prinsip terapi sindrom lisis tumor :


1. Koreksi hiperurisemia
2. Koreksi hiperkalemia
3. Koreksi hiperfosfatemia
4. Koreksi hipokalsemia

64
Daftar Pustaka
 Bakta IM. Hematologi klinik ringkas. Jakarta : EGC. 2006.
 Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Kapita selekta hematologi. Edisi 4. Jakarta : EGC.
2005.
 Permono HB, Sutaryo, Ugrasena IGD, Windiastuti E, Abdulsalam M. Buku ajar hematologi-
onkologi anak. Cetakan Ketiga. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010.
 Garna H, Nataprawira HM. Pedoman diagnosis dan terapi : Ilmu kesehatan anak. Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran. Bandung. 2014.
 Robinson, L.L., 2011. Late Effects of Acute Lymphoblastic Leukemia Therapy in Patients
Diagnosed at 0-20 Years of Age. American Society of Hematology. pp 238-242.
 Widiaskara, I.M., Permono, B., Ugrasena I.D.G., Ratwita, M., 2010. Luaran Pengobatan
Fase Induksi Pasien Leukemia Limfoblastik Akut pada Anak di Rumah Sakit Umum Dr.
Sutomo Surabaya. Sari Pediatri. Vol. 12. pp 128-134.
 Lanzkowsky P. Manual Pediatric Hematology & Oncology. London : Elsevier Inc. 2008. pp
415-416; 426.
 Pine SR, Wiemels JL, Jayabose S, Sandoval C. TEL-AML1 fusion precedes differentiation to
pre-B cells in childhood acute lymphoblastic leukemia. Leuk Res. 2003;27(2):155-64.
 Koo HH. Philadelhia chromosome-positive acute lymphoblastic leukemia in childhood.
Korean J Pediatr. 2011;54(3):106-10.
 Orkin SH. et al. Oncology of Infancy and Childhood. 1st ed. Philadelphia: Elsevier Inc.
65 2009.
Daftar Pustaka
 Fianza PI. Leukemia Limfoblastik Akut dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 1st ed.
Jakarta : Interna Publishing. 2009. pp 1268.
 Bakta, I.M.. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC. 2006. pp 120-135.
 Pertiwi, N. M. I., Niruri, R. & Ariawati, K. Gangguan Hematologi Akibat Kemoterapi
pada Anak Dengan Leukemia Limfoblastik Akut di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Bali:
s.n. 2013.
 Pui C. Treatment of acute limphoblastic leukemia. The New England Journal.
2006. pp. 111-118.
 Hoffbrand, A.V., Moss, P.A.H., 2013. Kapita Selekta Hematologi. 6th ed. Jakarta :
EGC. pp 210-218.
 Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AN. Editor edisi bahasa Indonesia, A. Samik
Wahab. Ilmu kesehatan anak Nelson. Edisi 15. Volume 3. Jakarta : EGC. 2000.
 Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses PenyakitVol.1,
Edisi 6. Terjemahan Pendit, B, U dkk. Jakarta. EGC. 2005: 271-281.
 Rahadiyanto KY, Liana P, Indriani B. Pola gambaran darah tepi pada penderita
leukemia di laboratorium klinik RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang. MKS.
46:4. 2014.
66  Windiastuti E, Mulawi C. Gangguan metabolik pada leukemia limfositik akut
dengan hiperleukositosis. Sari Pediatri. 2002;4(2):31-5.
TERIMA KASIH

67

Anda mungkin juga menyukai