Anda di halaman 1dari 52

Laporan Kasus

HEPATITIS AUTOIMUN

Diajukan sebagai salah satu syarat kepaniteraan klinik


di Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

Disusun oleh:
Sinta Nida Fadillah, S.Ked
Rona Hawa Kamila, S.Ked
Putri Arini, S.Ked

Pembimbing
Dr. Rery , Sp.PD

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD DR. H. M. RABBAIN MUARA ENIM
SUMATERA SELATAN
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

HEPATITIS AUTOIMUN

Oleh:
Sinta Nida Fadillah, S.Ked
Rona Hawa Kamila, S.Ked
Putri Arini, S.Ked

Laporan kasus ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
periode 26 Maret s.d. 4 Juni 2018

Palembang, Mei 2018

Dr. Rery, Sp.PD


KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan dapat
menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Hepatitis Autoimun”. Laporan kasus
ini disusun sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen
Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Rery,
Sp.PD, selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan
dan penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini
disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Kritik dan saran yang membangun
dari berbagai pihak sangat diharapkan demi perbaikan di masa yang akan datang.
Mudah-mudahan laporan ini dapat memberi manfaat dan pelajaran bagi kita
semua.

Palembang, Mei 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Hepatitis autoimun (Auto Immune Hepatitis = AIH) adalah salah satu
bentuk penyakit hati autoimun, yang mana terjadi inflamasi yang berat pada hati,
dengan etiologi yang belum diketahui, dan menyebabkan morbiditas dan
mortalitas yang tinggi.(1) Penyakit hati autoimun dapat ditandai secara histologis
dengan gambaran infiltrasi sel mononuk-lear pada saluran portal, dan secara
serologis dengan meningkatnya kadar transaminase dan imunoglobulin G (IgG),
serta adanya autoantibodi terhadap antigen hati yang spesifik dan yang tidak
spesifik. Kelainan ini menunjukkan respon dengan pengobatan imuno-supresif,
yang harus segera diberikan setelah diagnosis ditegakkan. Ada 3 kelainan hati
pada anak yang mana terjadinya keruskan hati berkaitan dengan faktor autoimun,
antara lain : AIH, kolangitis sklerosing autoimun, dan AIH de novo setelah
transplantasi hati.(2)
AIH pertama kali dilaporkan pada tahun 1950 oleh Waldenstrom sebagai
bentuk hepatitis kronis pada wanita muda, dengan gambaran inflamasi kronis
pada hati yang ditandai dengan ikterik, peningkatan gamma globulin dan
amenorrhea, dan cepat berkembang menjadi sirosis. Kunkel pada tahun 1950 dan
Bearn tahun 1956, menggambarkan penyakit ini dengan hepatomegali, ikterik,
timbulnya jerawat, hirsutisme, wajah cushingoid, pigmented abdominal striae,
obesitas, arthritis dan amenorrhea. Tahun 1955, Joske pertama kali melaporkan
hubungan antara fenomena sel lupus eritematus pada kronik aktif hepatitis
virus.Hal ini membuat Mackayet al pada tahun 1956 memperkenalkan istilah
lupoid hepatitis karena ditemukannya Anti Nuclear Antibody (ANA) dan sel
Lupus Erythematosus (LE). Semenjak itu telah dikenal berbagai istilah, antara
lain: hepatitis kronis aktif, hepatitis aktif kronis atau hepatitis aktif kronis
autoimun, AIH, hepatitis agresif kronis, dan hepatitis sel plasma. Penelitian
terakhir diketahui bahwa sebenarnya tidak ada hubungan antara Sistemik Lupus
Eritematus (SLE) dengan AIH.Jadi, lupoid hepatitis tidak ada hubungannya
dengan SLE. Pada tahun 1994, the International Autoimmune Hepatitis Group
menyatakan istilah ”AIH” sebagai istilah yang paling sesuai.(1-7)
AIH termasuk penyakit yang jarang ditemukan. Di Amerika Serikat,
frekuensi AIH diantara penderita dengan penyakit hati kronis berkisar 11-23 %.
Di Eropa Barat prevalensinya diperkirakan 0,1-1,2 kasus per 100.00 individu,
dengan insiden 0,69 kasus per 100.000 orang per tahun. Di Jepang prevalensinya
0,08-0,015 kasus per 100.000 orang. Di Brunei Darussalam prevalensinya lebih
tinggi, yaitu 5,61 kasus per 100.000 orang.(1-3,5,7-9)
Rasio antara insiden AIH tipe 1 dan AIH tipe 2 adalah 1,5-2 : 1 di Eropa
dan Kanada, serta 6-7 : 1 di Amerika Utara dan Selatan serta Jepang. Di Iran, AIH
tipe 1 terjadi pada 73,3% anak, AIH tipe 2 terjadi pada 13,3% anak, dan 13,3%
lainnya tidak dapat diklasifikasikan. Di Brunei Darussalam, semua penderita
merupa-kan AIH tipe 1.(1-3,5,7-10)
Penyakit ini paling sering terjadi pada leluhur orang kulit putih di Eropa
Utara yang memiliki frekuensi yang tinggi untuk petanda HLA-DR3 dan HLA-
DR4.Pada orang Jepang petanda HLA-DR3 mempunyai fre-kuensi yang rendah,
dan AIH lebih berhubungan dengan HLA-DR4. Di Brunei Darussalam, HLA-
DR3ditemukan pada 18,2% penderita danHLA-DR4 ditemukan pada
45,5%penderita.(5,9)
Perempuan lebih sering terkenadaripada laki-laki (70-80% penderitaadalah
perempuan). Perbandinganantara perempuan dengan laki-laki diIran adalah 2,1 :
1, sedangkan diBrunei Darussalam adalah 3,75 : 1.Terjadi pada dewasa dan anak-
anak dengan puncak insiden pada usia 10-20 tahun dan pada usia 45-70 tahun.
AIH jugadilaporkan terjadi pada bayi.Penderitadengan AIH tipe 2 cenderung
lebihmuda dan 80% diantaranya adalahanak-anak.(1-3,5,7-10)
Sekarang AIH dikenal sebagaikelainan multisistem yang dapat terjadipada
perempuan atau laki-laki padasemua umur. Kondisi ini dapat terjadibersamaan
dengan penyakit hati yanglain (misalnya : hepatitis virus kronik),juga bisa
dicetuskan oleh virushepatitis (misalnya : hepatitis A) danbahan kimia (misalnya :
minosiklin).(5)
Oleh karena jarang terdiagnosisnya hepatitis autoiumun ini maka pada
laporan kasus ini membahas diagnosis dan tatalaksana serta prognosis hepatitis
autoimun.
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTIFIKASI
Nama : Tn. Rudiyanto
Usia : 25 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl Pramuka
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Pekerja di pabrik semen
MRS : 07 Mei 2018 pukul 10.00 WIB
No. Reg RS : 231754

2.2 ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan anak pasien (tanggal, 07 Mei 2018, Pukul 17.00
WIB)
Autoanamnesis dengan pasien (tanggal 07 Mei 2018, Pukul 17.00 WIB)

Keluhan Utama :
Nyeri perut bagian atas sejak 3 hari SMRS.

Keluhan Tambahan :
Demam, mual, muntah, nafsu makan tidak ada.

Riwayat Perjalanan Penyakit:


+ 3 hari SMRS pasien mengeluh nyeri perut di bagian atas. Nyeri
baru pertama kali dirasakan, seperti ditusuk tusuk, terus menerus, tidak
dipengaruhi aktivitas, dan tidak menjalar. Pasien juga mengeluh mual (+),
muntah (+) 2-3x/hari, isi apa yang dimakan, demam (+) tidak terlalu
tinggi, tidak disertai menggigil. Pasien juga mengeluh badan lemas (+) dan
sakit kepala. Rasa terbakar di ulu hati (-), sesak napas (-), nyeri dada (-),
lemas (-), pucat (-), kuning (-). BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien
kemudian berobat ke Poliklinik RSUD Dr. H. M Rabain Muara Enim.

Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat penyakit yang sama sebelumnya disangkal.
- Riwayat sakit kuning (+) sekitar 15 tahun yang lalu, tidak berobat,
sembuh sendiri.
- Riwayat magh disangkal.
- Riwayat batu empedu disangkal.
- Riwayat darah tinggi, kencing manis, dan sakit jantung disangkal.

- Riwayat Penyakit Dalam Keluarga


- Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama pada keluarga disangkal
- Riwayat sakit kuning pada keluarga disangkal.

Riwayat Pengobatan
- Riwayat konsumsi obat pegal linu, anti nyeri, dan rematik disangkal.

Riwayat Sosial Ekonomi, Pekerjaan dan Kebiasaan


- Riwayat merokok ada sejak 2 tahun yang lalu, 1 bungkus/minggu.
- Riwayat konsumsi alkohol sejak 4 hari (menurut pengakuan pasien).

Riwayat Gizi
Makan teratur 3 kali sehari, porsi sedang. Namun saat pasien datang nafsu
makan tidak ada.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 07 Mei 2018, pukul 17.00 WIB)


KEADAAN UMUM
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 90x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernafasan : 20 x/menit, Tipe pernapasan torakoabdominal
Suhu : 38,1o C
Berat Badan : 55 kg
Tinggi Badan : 164 cm
IMT : 20,45 kg/m2
Kesan : normoweight

KEADAAN SPESIFIK
Pemeriksaan Organ
Kepala
Bentuk : Normocephali
Ekspresi : Wajar
Rambut : Hitam
Alopesia : (-)
Deformitas : (-)
Perdarahan temporal : (-)
Nyeri tekan : (-)
Wajah sembab : (-)

Mata
Eksoftalmus : (-)
Endoftalmus : (-)
Palpebral : Edema (-)
Konjungtiva palpebra : Anemis (-), injeksi (-)
Sklera : Ikterik (-)
Kornea : Katarak (-)
Pupil : Bulat, isokor, diameter 3mm/3mm, refleks
cahaya (+/+)
Hidung
Sekret : (-)
Epistaksis : (-)
Napas Cuping hidung : (-)
Telinga
Meatus akustikus eksternus : lapang
Nyeri tekan : processus mastoideus (-/-), tragus (-/-)
Nyeri tarik : aurikula (-/-)
Sekret : (-)
Pendengaran : baik
Mulut
Higiene : baik
Bibir : cheilitis (-), rhagaden (-),sianosis (-),
Lidah : kotor (-), atrofi papil (-)
Mukosa
Mulut : kering, stomatitis (-), ulkus (-)
Gusi : hipertrofi (-), berdarah (-), stomatitis (-)
Faring hiperemis : (-)
Leher
Inspeksi : trakea deviasi (-)
Palpasi : pembesaran kel. tiroid/struma (-)
Tekanan vena jugularis : (5-2) cmH2O.

Dada
Paru-paru (Anterior)
Inspeksi : Venektasi (-), spider navi (-), telengiektasis (-), retraksi
dinding dada (-).
Statis : simetris kanan sama dengan kiri
Dinamis : simetris kanan sama dengan kiri
Palpasi : Stemfemitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru, batas paru hepar ICS V
Linea Midclavicularis Dekstra, batas paru lambung ICS VIII Linea
axillaris anterior.
Auskultasi : Vesikuler (+) normal di kedua lapangan paru, ronkhi (-/-
), wheezing (-/-)
Paru-paru (Posterior)
Inspeksi :
Statis : simetris kanan sama dengan kiri
Dinamis : simetris kanan sama dengan kiri
Palpasi : Stemfemitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru.
Auskultasi: Vesikuler (+) normal di kedua lapangan paru, ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas atas kanan ICS II linea sternalis kanan
Batas kanan bawah ICS V linea sternalis kanan
Batas kiri ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : HR 90 x/menit. BJ I-II irreguler, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, venektasi (-), scar (-), spider navi (-), caput
medusa (-)
Palpasi : lemas, nyeri tekan (+) di abdomen kanan atas atau
RUQ, hepar teraba 2 jari dibawah arcus costae, tepi
tumpul, konsistensi keras, permukaan licin dan lien
tidak teraba, Ballotement ginjal (-)
Perkusi :Timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok CVA(-)
Auskultasi : Bising usus normal, 6 x / menit

Ekstremitas
Inspeksi :
Superior : Deformitas (-), kemerahan (-), edema (-/-), koilonikia
(-), sianosis (-), jari tabuh (-), , kulit lembab, flapping
tremor (-), onikomikosis (-)
Inferior : Deformitas (-), kemerahan (-), edema pretibial (-/-),
koilonikia (-), sianosis (-), jari tabuh (-), onikomikosis
(-)
Palpasi :
Superior : Akral hangat (+/+), Edema (-/-), krepitasi (-/-), CRT <2
Inferior : Akral hangat (+/+), Edema pretibial (-/-), krepitasi (-/),
CRT <2 detik

Alat Kelamin : Tidak diperiksa


Kulit
Kulit : Sawo matang
Efloresensi : (-)
Pigmentasi : (-)
Jaringan parut : (-)
Turgor : normal
Keringat : Baik
Pertumbuhan rambut : Dalam batas normal
Lapisan lemak : Tipis
Ikterus : (-)
Lembab/kering : kering

Kelenjar Getah Bening (KGB)


Tidak terdapat pembesaran KGB pada regio periauricular,
submandibula, cervical anterior dan posterior, supraclavicula,
infraclaviculla, axilla, dan inguinal.
Pembuluh Darah
a.temporalis, a.carotis, a.brakhialis, a.femoralis, a.poplitea, a.tibialis
posterior, a.dorsalis pedis : teraba

2.4 Pemeriksaan Penunjang


 Laboratorium Darah (tanggal 07 Mei 2018):
Hemotologi
- Hemoglobin (Hb) : 14,8 g/dL
- Eritrosit (RBC) : 4,83 x 106/mm3
- Leukosit (WBC) : 13,89 x 103/mm3
- Trombosit (PLT) : 210 x 103/mm3
- Hematokrit (HT) : 40,4 %
- Hitung jenis (DC) : 0,1 / 0 / 71,3 / 19,8 / 8,8 %

SGOT : 204 U/L


SGPT : 118 U/L
Anti – HAV : (-) non reaktif
HBsAg : (-)
Anti-HCV : (-) non reaktif

 Rontgen Thorax (Tanggal 07 Mei 2018):

Gambar 1. Foto thorax AP


Kesan:
Tidak tampak kelainan radiologis pada foto thoraks
 USG Abdomen (Tanggal 07 Mei 2018)

Gambar 2. USG Abdomen


Kesan:
Hati: ukuran membesar, permukaan kasar homogen
Asites: minimal
Kesimpulan: Hepatitis Kronik

2.5 Diagnosis
Hepatitis Autoimun eksaserbasi akut.

2.6 Diagnosis Banding


Hepatitis Alkoholik
Hepatoma
Kolesistitis

2.7 Penatalaksanaan
Non Farmakologis:
 Istirahat
 Edukasi
o Edukasi mengenai penyakit, penyebab dan bagaimana mengenal
serta upaya bila timbul keluhan, dan dasar pengobatan
o Tirah baring
o Diet bubur biasa

Farmakologis:
- IVFD RL gtt XX/m
- Paracetamol 500 mg tablet tiap 8 jam p.o jika suhu ≥38,00C
- Inj Ondansentron 4 mg tiap 12 jam i.v
- Curcuma 1 tab tiap 8 jam p.o

2.8 Rencana Pemeriksaan


- Bilirubin Total, bilirubin direct, bilirubin indirect.
- Gamma globulin
- Biopsi Hati
- Titer Antibodi (ANA, SMA, LKM 1)
- Tes Fungsi Ginjal
- MRI Kepala

2.9 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad malam

2.10 Follow Up

Tanggal 08 Mei 2018 pukul 06.00 WIB


S Nyeri ulu hati (+), mual (+), muntah (-) , kuning (-)
O:
Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 90/60 mmHg
Nadi 96 x/menit
Pernapasan 24 x/ menit
Temperatur 36,7 oC

Keadaan spesifik
Abdomen Inspeksi: datar, venektasi (-), striae (-), umbilikus
tidak menonjol
Palpasi : lemas, hepar teraba dua jari diatas arcus
costae dan lien tidak teraba, nyeri tekan kuadran
kanan atas (+) yang menjalar hingga ke lengan, nyeri
tekan suprapubik (-), ballottement (-)
Perkusi: timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok
CVA (-)

Ekstremitas akral hangat (+), palmar pucat (-), edema pretibial (-),
sianosis (-), clubbing finger (-)
Pemeriksaan Lab -
A Suspek Hepatitis Autoimun eksaserbasi akut
DD/ Hepatitis Alkoholik
P - IVFD RL gtt XX/m
- Paracetamol 500 mg tablet tiap 8 jam p.o
jika suhu ≥38,00C
- Inj Ondansentron 4 mg tiap 12 jam i.v
- Curcuma 1 tab tiap 8 jam p.o

Pada tanggal 08 Mei 2018 pukul 1130 WIB pasien dan keluarga pasien
sepakat untuk pulang paksa. Pasien datang kembali ke IGD RS Rabain Enim pada
pukul 17.30
Tanggal 08 Mei 2018 pukul 17.30 WIB
S Nyeri ulu hati (+), mual (+), muntah (+) 3-4 x/hari,
isi apa yang dimakan, kembung, nyeri perut (+),
sesak nafas (+), kuning (-), pucat (-), demam (-).
O:
Keadaan umum Tampak sakit berat
Kesadaran Compos Mentis (Gelisah)
Tekanan darah 80/50 mmHg
Nadi 90 x/menit
Pernapasan 50 x/ menit
Temperatur 36,7 oC

Keadaan spesifik
Abdomen Inspeksi: datar, venektasi (-), striae (-), umbilikus
tidak menonjol
Palpasi : lemas, hepar teraba dua jari diatas arcus
costae dan lien tidak teraba, nyeri tekan kuadran
kanan atas (+) yang menjalar hingga ke lengan, nyeri
tekan epigastrum (+), nyeri tekan suprapubik (-),
ballottement (-)
Perkusi: timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok
CVA (-)
Auskultasi: bising usus (+) normal

Ekstremitas akral dingin (+), palmar pucat (+), edema pretibial (-


), sianosis (-), clubbing finger (-)
Pemeriksaan Lab -
A Suspek Hepatitis Autoimun eksaserbasi akut
DD/ Hepatitis Alkoholik + Hipotensi+
Syndroma Dispepsia
P - IVFD NaCl kocor
- O2 nasal kanul 3-4lpm
- Paracetamol 500 mg tablet tiap 8 jam p.o
jika suhu ≥38,00C
- Inj Ondansentron 4 mg tiap 12 jam i.v
- Inj Neurobion 24 jam iv
- Curcuma 1 tab tiap 8 jam p.o
- Nucral syr 3x1 C p.o

Transfer kelas utama bangsal PDL ke ICU


Tanggal 08 Mei 2018 pukul 18.30 WIB
S Nyeri ulu hati (+), mual (+), muntah (+) 3-4 x/hari,
isi apa yang dimakan, kembung, nyeri perut (+),
sesak nafas (+), sakit kepala (+), kuning (-), pucat (-),
demam (-). BAB dan BAK tidak ada keluhan.
O:
Keadaan umum Tampak sakit berat
Kesadaran Compos Mentis (Gelisah)
Tekanan darah 100/70 mmHg
Nadi 51 x/menit
Pernapasan 34 x/ menit
Temperatur 36,6 oC

Keadaan spesifik
Kepala Konjungtiva palpebra pucat (-/-), Sklera ikterik (-),
epistaksis (-), atrofi papil lidah (-)
Leher JVP (5-2) cm H2O
Pembesaran KGB (-)
Thorax:
Paru Inspeksi: statis dan dinamis simetris kanan = kiri,
retraksi intercostal (-), Palpasi: nyeri tekan (-), stem
fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi: sonor di kedua lapang paru
Auskultasi: vesikuler (+) normal, wheezing (-/-),
ronkhi (-/-)

Inspeksi: iktus cordis tidak terlihat


Jantung Palpasi: iktus cordis tidak teraba
Perkusi: batas jantung atas ICS II
batas jantung kanan ICS V linea sternalis
kanan
batas jantung kiri ICS V linea
midclavicularis sinistra
Auskultasi: HR= 51x/menit, reguler, HR=PR,
murmur (-), gallop (-)

Abdomen Inspeksi: datar, venektasi (-), striae (-), umbilikus


tidak menonjol
Palpasi : lemas, hepar teraba dua jari diatas arcus
costae dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrum
(+), nyeri tekan suprapubik (-), ballottement (-)
Perkusi: timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok
CVA (-)
Auskultasi: bising usus (+) normal

Genitalia Tidak diperiksa

Ekstremitas akral dingin (+), palmar pucat (+), edema pretibial (-


), sianosis (-), clubbing finger (-
Pemeriksaan Lab -
A Suspek Hepatitis Autoimun eksaserbasi akut
DD/ Hepatitis Alkoholik + sindrom
dyspepsia+Hipotensi+Bradikardia dengan
hemodinamik tidak stabil.
P - IVFD NaCl drip dobutain 1 amp gtt X/m,
Nacl 0,9% 100 cc drip dopamine amp gtt
V/m
- O2 nasal kanul 3-4lpm
- Paracetamol 500 mg tablet tiap 8 jam p.o
jika suhu ≥38,00C
- Inj Ondansentron 4 mg tiap 12 jam i.v
- Inj Neurobion 24 jam iv
- Injeksi Ranitidin 1 amp tiap 24 jam jam i.v
- Curcuma 1 tab tiap 8 jam p.o
- Nucral syr 3x1 C p.o

Follow Up ICU
Tanggal 09 Mei 2018 pukul 08.30 WIB
S Kejang (+)  kelojotan tangan dan kaki berlangsung
< 5 menit dengan frekuensi >1x,, nyeri ulu hati (+),
badan lemas (+), badan terasa dingin, demam (-),
sesak nafas berkurang (+)
O:
Keadaan umum Tampak sakit berat
Kesadaran Compos Mentis (Gelisah)
Tekanan darah 70/50 mmHg
Nadi 30 x/menit
Pernapasan 20 x/ menit
Temperatur 36,3 oC

Keadaan spesifik

Jantung Inspeksi: iktus cordis tidak terlihat


Palpasi: iktus cordis tidak teraba
Perkusi: batas jantung atas ICS II
batas jantung kanan ICS V linea sternalis
kanan
batas jantung kiri ICS V linea
midclavicularis sinistra
Auskultasi: HR= 30x/menit, reguler, HR=PR,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi: datar, venektasi (-), striae (-), umbilikus
tidak menonjol
Palpasi : lemas, hepar teraba dua jari diatas arcus
costae dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrum
(+), nyeri tekan suprapubik (-), ballottement (-)
Perkusi: timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok
CVA (-)
Auskultasi: bising usus (+) normal
Genitalia
Tidak diperiksa
Ekstremitas
akral dingin (+), palmar pucat (+), edema pretibial (-
), sianosis (-), clubbing finger (-)
Pemeriksaan Lab -
A Suspek hepatitis Autoimun eksaserbasi akut
DD/ Hepatitis Alkoholik + sindrom
dyspepsia+Sinus
Bradikardia+hipotensi+konvulsi.
P - IVFD NaCl kocor 1 kolf
- Drip dobutamin 1 amp dalam Nacl 100 cc
gtt X/m
- Drip dobutamin 1 amp dalam Nacl 100 cc
gtt V/m (mantanance)
- O2 nasal kanul 3lpm
- Paracetamol 500 mg tablet tiap 8 jam p.o
jika suhu ≥38,00C
- Injeksi Sulfas Atropin 1 amp tiap 8 jam i.v
- Injeksi Cefraz 1 ampul tiap 12 jam i.v
- Injeksi Ranitidin 1 amp tiap 24 jam jam i.v
- Curcuma 1 tab tiap 8 jam p.o
- Nucral syr 3x1 C p.o
- Konsul dokter spesialis syaraf
- Konsul dokter spesialis jantung paru
- CT Scan Kepala

Hasil konsul
Konsul Syaraf :
Kesan : Suspek PRES Syndrome + Halusinasi Auditorik
Saran : Risperidone tab 2x2mg P.O, THP 2x2 mg P.O,
Citicolin 2x500 mg tab P.O
Hasil CT Scan :

Gambar 3. CT Scan Kepala


Konsul Sp.Jp :
Kesan : Total AV Block
Saran : Rencana TPM, Dobutamin 5mg/kgBB/jam,
Dopamin 5mg/kgBB/jam, SA 2 amp, Salbutamol 3x2 mg,
Teofilin 2x150 mg
EKG

Gambar 4. EKG
FOLLOW UP
09 Mei 2018 pukul 22.00 WIB keadaan pasien memburuk ,
S: pasien tampak gelisah, sesak napas (+), akral dingin (+)
O: TD = 60/34 mmHg, HR= 20x/m, RR= 31x/m, T=36,40C, Spo2: 78%
A: Syok Kardiogenik
P: Drip dobutamin 10 mg/kgBB/menit, O2 nasal kanul 3-4 lpm.
09 Mei 2018 pukul 22.55 WIB
S: Penurunan Kesadaran, akral dingin (+).
O: TD = 50/36 mmHg, HR= 21x/m, RR= 22x/m, T=36,00C, Spo2: 50%
A: Syok Kardiogenik
P: Drip dobutamin 20 mg/kgBB/menit
09 Mei 2018 pukul 23.00 WIB  Penurunan kesadaran , No respon Nadi tidak
teraba RJP 5 siklus nadi tidak teraba dan tidak ada respon RJP 5 siklus+1
ampul epinefrin nadi tidak teraba dan tidak ada respon diulang selama
5siklus
Tetap tidak ada respon, nadi tidak teraba,pupil midriasis dengan diameter 6
mm/6mm, RC (-), Doll’s eye movement (+), EKG Flat Pasien dinyatakan
meninggal oleh dr. Agus pukul 23.30 WIB didepan keluarga dan perawat
yang bertugas.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1Hepatitis Alkoholik
3.1.1 Definisi
Hepatitis alkoholik adalah peradangan hati yang disebabkan oleh
minumanberalkohol.Meskipun hepatitis alkoholik paling mungkin terjadi pada
peminumberat selama bertahun-tahun, hubungan antara peminum alkohol dan
hepatitisalkoholik merupakan hal yang kompleks.Tidak semua peminum berat
mengalamihepatitis alkoholik, dan penyakit ini dapat terjadi pada orang yang
hanya minumsedikit. Orang yang terus minum alkohol dapat mengalami
kerusakan hati yanglebih serius dalam bentuk sirosis dan gagal hati (O'Shea RS, et
al.2010).
Umumnya penderita adalah masyarakat yang berumur 40-60 tahun dimana
tidak didaptkan bukti dari jenis alkohol yang dikunsumi mempengaruhi resiko
dari heptitis alkoholik.alkohol nantinya akan di metabolismekan dalam hepatosit
melalui hoksidasi menjadi asetaldehida, dan selanjutnta dari astaldehida menjadi
asetat oleh Asetaldehid Dehidrogenase (ALDH). Asetaldehid sendiri adalah
metabolit reaktif yang dapat menimbulkan berbagai macam gangguan (Bakry,
2007).

3.1.2 Patofisiologi
Metabolisme oksidatif alkohol menghasilkan kelebihan pengurangan setara,
yang utamanya dalam bentuk pengurangan dinukleotida nicotinamide adenine
(NAD) yakni NADH.Perubahan dalam potensi penurunan oksidasi pada NADH–
NAD+dalam hati dapat menghambat baik oksidasi dari asam lemak dan siklus
asam trikarboksilat sehingga dapat meningkatkan resiko lipogenesis.Pengamatan
pada microskop lebih jauh, pasien dengan Hepatitis Alkoholik menunjukkan
cedera hepato seluler yang ditandai dengan menggelembungnya (bengkak)
hepatosist yang seringkali mengandung netrofil (Lucey, 2009).
Konsumsi alkohol juga dapat meningkatkan ekskresi penanda stress
oksidatif, dan pada manusia, tingkat tertinggi yang telah diamati adalah pada
orang dengan Hepatitis Alkoholik. (Michael R. Lucey, 2009). Penelitian pada uji
tikus menunjukkan bahwa terdapat 10 aktivasi sel Kupffer dan hepatosit sebagai
sumber radikal bebas yang diproduksi dalam paparan alkohol jangka pendek
ataupun jangka panjang yang akibatnya akan terjadi endotoksemia dalam
pengaktivasian sel Kuppfer dimana nuclear factor (TNF α) yang berpengaruh
terhadap timbulnya nekrosis pada hepar (Lucey, 2009), bila tidak segera ditangani
Hepatitis Alkoholik akan menyebabkan sirosis hepar.
Risiko meningkat seiring dengan waktu, jumlah yang dikonsumsi
penggunaan alkohol yang berat dapat menyebabkan penyakit hati, dan
risikomeningkat dengan lamanya waktu dan jumlah alkohol yang di minum.
Tapikarena banyak orang yang minum minuman keras atau minuman pesta
tidakpernah mengalami hepatitis alkoholik atau sirosis, kemungkinan bahwa
faktor lainselain alkohol berperan. Hal ini termasuk :
1. Faktor genetik. Setelah mutasi pada gen tertentu yang
mempengaruhimetabolisme alkohol dapat meningkatkan resiko penyakit hati
alkoholiksertaalkohol terkait kanker dan komplikasi lain dari minum berat.
2. Jenis hepatitis lainnya. Jangka panjang penyalahgunaan alcohol
memperburukkerusakan hati yang disebabkan oleh jenis lain dari hepatitis,
khususnyahepatitis C.
3. Malnutrisi. Banyak orang yang minum sangat kekurangan gizi,
baikkarenamereka sering menggantikan alkohol untuk makanan, atau karena
alcohol dan produk sampingan yang beracun mencegah tubuh menyerap
nutrisi,khususnya protein, vitamin tertentu dan lemak. Dalam kedua
kasus,kurangnya nutrisi kontribusi terhadap kerusakan sel hati
(Setyohadi,Bambang et al.2005).

3.1.3Manifestasi Klinis
Bentuk ringan dari hepatitis alkoholik mungkin tidak memperlihatkangejala
yang nyata, tanda-tanda dan gejala yang termasuk :
1. Kehilangan nafsu makan
2. Mual dan muntah
3. Nyeri abdomen dan nyeri tekan
4. Menguning dari kulit dan mata (jaundice)
5. Demam
6. Pembengkakan abdomen akibat penumpukan cairan (asites)
7. Fatigue

3.1.4 Faktor Resiko


Faktor risiko untuk hepatitis alkoholik meliputi:
1. Penggunaan alkohol.
Peminum berat alkohol yang konsisten atau pesta minuman keras
adalahfaktor risiko utama untuk hepatitis alkoholik, meskipun sulit untuk
secaratepat mendefinisikan apa yang merupakan peminum berat karena orang-
orang sangat bervariasi dalam kepekaan mereka untuk alkohol. Minummoderat
secara umum didefinisikan sebagai tidak lebih dari dua gelas
sehari untuk pria dan satu untuk wanita. Pesta minuman keras
biasanyadidefinisikan sebagai lebih dari empat minuman beralkohol dalam
satududuk untuk wanita, dan lebih dari lima minuman dalam satu duduk
untuklaki-laki. Juga menjadi bahan perdebatan adalah apakah jenis
tertentualkohol menyebabkan kerugian lebih dari yang lain. Beberapa ahli
percayabahwa anggur kurang merusak daripada minuman keras atau bir, tetapi
halini belum terbukti.

2. Jenis kelamin.
Wanita memiliki risiko lebih tinggi terkena hepatitisalkoholik daripada
pria. Perbedaan ini mungkin hasil dari perbedaan dalamcara alkohol diserap dan
dipecah.

3. Faktor genetik.
Para peneliti telah menemukan sejumlah mutasi genetic yang
mempengaruhi cara alkohol dimetabolisme di dalam tubuh. Memilikisatu atau
lebih dari mutasi ini dapat meningkatkan resiko hepatitisalkoholik (Carithers RL,
et al.2005).
3.1.5 Komplikasi
Komplikasi hepatitis alkoholik meliputi:
1. Peningkatan tekanan darah dalam vena portal
Darah dari limpa usus dan pankreas memasuki hepar melalui
pembuluhdarah besar yang disebut vena portal. Jika jaringan parut memperlambat
sirkulasinormal melalui hati, darah ini tersumbat, yang menyebabkan peningkatan
tekanandalam pembuluh darah (hipertensi portal) (Setyohadi,Bambang et
al.2005).

2. Pembesaran pembuluh darah (Varises)


Ketika sirkulasi melalui vena portal diblokir, darah dapat kembali kepembuluh
darah lainnya di perut dan kerongkongan.Pembuluh darah iniberdinding tipis, dan
karena pembuluh ini penuh dengan darah lebih dari yangdapat dibawa, maka
sewaktu-waktu dapat pecah dan mengalami pendarahan.Perdarahan masif di perut
bagian atas atau kerongkongan dari pembuluh darahadalah keadaan darurat yang
mengancam nyawa yang membutuhkan perawatanmedis segera (O'Shea RS, et
al.2010).
3. Retensi cairan
Ketika alkoholik hepatitis menjadi parah, tanda-tanda dikirim ke
ginjaluntuk menahan garam dan air didalam tubuh. Kelebihan garam dan air
pertama-tama berakumulasi dalam jaringan dibawah kulit pergelangan-
pergelangan kaki dan kaki-kaki karena efek gaya berat ketika berdiri atau
duduk.Akumulasi cairan ini disebut edema atau pitting edema.
Pembengkakkanseringkali memburuk pada akhir hari setelah berdiri atau duduk
dan mungkinberkurang dalam semalam sebagai suatu akibat dari kehilangan efek-
efek gayaberat ketika berbaring. Ketika lebih banyak garam dan air yang tertahan,
cairan juga mungkinberakumulasi dalam rongga perut antara dinding perut dan
organ-organ perut.Akumulasi cairan ini (disebut ascites) menyebabkan
pembengkakkan perut,ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang meningkat.
Hepatitis alkoholikdapat menyebabkan sejumlah besar cairan menumpuk di
rongga perut (asites).Cairan perut dapat menjadi terinfeksi dan memerlukan
pengobatan denganantibiotik. Meskipun tidak mengancam jiwa, asites biasanya
merupakan tandahepatitis alkoholik lanjut atau sirosis (Setyohadi,Bambang et
al.2005).

4. Memar dan pendarahan


Hepatitis alkoholik mengganggu produksi protein yang membantu
darahuntuk membeku.Akibatnya, pasien mungkin memar dan berdarah lebih
mudahdari biasanya.

5. Ikterus
Ini terjadi ketika hati tubuh pasien tidak dapat menghapus bilirubin( residu
tua sel darah merah ) dari dalam darah. Akhirnya, bilirubin
menumpukmembangun dan disimpan di kulit dan bagian putih mata,
menyebabkan warnakuning.

6. Ensefalopati Hepatika
Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari pencernaandan
penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara normal hadir
dalamusus.Ketika menggunakan protein untuk tujuan-tujuan mereka sendiri,
bakteri-bakteri membuat unsur-unsur yang mereka lepaskan kedalam usus.Unsur-
unsurini kemudian dapat diserap kedalam tubuh.Beberapa dari unsur-unsur
ini,contohnya, ammonia, dapat mempunyai efek-efek beracun pada
otak.Biasanya,unsur-unsur beracun ini diangkut dari usus didalam vena portal ke
hati dimanamereka dikeluarkan dari darah dan di-detoksifikasi. Ketika sirosis
hadir, sel-sel hati tidak dapat berfungsi secara normal karenamereka rusak atau
karena mereka telah kehilangan hubungan normalnya dengandarah. Sebagai
tambahan, beberapa dari darah dalam vena portal membypass hatimelalui vena-
vena lain. Akibat dari kelainan-kelaina ini adalah bahwa unsur-unsur beracun
tidak dapat dikeluarkan oleh sel-sel hati, dan, sebagai gantinya,
unsur-unsur beracun berakumulasi dalam darah. Ketika unsur-unsur beracun
berakumulasi secara cukup dalam darah,fungsi dari otak terganggu, suatu kondisi
yang disebut hepatic encephalopathy.Tidur waktu siang hari daripada pada malam
hari (kebalikkan dari pola tidur yangnormal) adalah diantara gejala-gejala paling
dini dari hepatic encephalopathy.Gejala-gejala lain termasuk sifat lekas marah,
ketidakmampuan untuk konsentrasiatau melakukan perhitungan-perhitungan,
kehilangan memori, kebingungan, atautingkat-tingkat kesadaran yang tertekan.
Akhirnya, hepatic encephalopathy yangparah/berat menyebabkan koma dan
kematian. Unsur-unsur beracun juga membuat otak-otak dari pasien-pasien
dengansirosis sangat peka pada obat-obat yang disaring dan di-detoksifikasi
secaranormal oleh hati. Dosis-dosis dari banyak obat-obat yang secara normal di
detoksifikasi oleh hati harus dikurangi untuk mencegah suatu penambahan
racunpada sirosis, terutama obat-obat penenang (sedatives) dan obat-obat
yangdigunakan untuk memajukan tidur (Setyohai,Bambang et al.2005).

7. Sirosis Hepar
Seiring waktu, peradangan hati yang terjadi pada hepatitis alkoholik
dapatmenyebabkan jaringan parut ireversibel dari hati (sirosis).Sirosis
seringmenyebabkan kegagalan hati, yang terjadi ketika hati rusak tidak lagi
mampuberfungsi secara memadai (Maryani, Sutadi. 2003).

3.1.6 Diagnosis Klinis


Karena ada banyak penyakit-penyakit hati dan berbagai macam faktoryang
dapat menyebabkan mereka, termasuk infeksi virus, obat dan racunlingkungan,
mendiagnosis hepatitis alkoholik dapat menantang. Dalam upayauntuk mencapai
suatu diagnosa, dokter dapat mencakup satu atau lebih darilangkah-langkah
berikut:
1. Riwayat dan pemeriksaan fisik
2. Tes darah. Ini memeriksa tingkat tinggi tertentu enzim terkait hati,
sepertiaspartat aminotransferase (AST) dan alanine aminotransferase (ALT).
3. USG. Dokter Anda mungkin menggunakan tes ini pencitraan noninvasif untuk
melihat hati Anda dan untuk menyingkirkan masalah hati lainnya.
4. Biopsi hati. Dalam prosedur ini, sampel kecil jaringan akan dihapus dari
hatidan diperiksa di bawah mikroskop. Biopsi hati biasanya
melibatkanmemasukkan jarum, panjang dan tipis melalui kulit Anda dan masuk
ke hatiuntuk menarik keluar sampel jaringan (Maryani, Sutadi. 2003).
3.2Hepatitis Viral
3.2.1 Definisi
Hepatitis Virus akut adalah peradangan hati karena infeksi oleh salah satu
dari kelima virus hepatitis (virus hepatitis A, B, C, D, atau E) peradangan muncul
tiba0tiba dan berlangsung selama beberapa tahun.

3.2.2 Etiologi
Virus hepatitis A, B, C, D, atau E.
3.2.3 Manifestasi Klinis
Gelaja biasanya muncul secara tiba-tiba, berupa :
- penurunan nafsu makan
- merasa tidak enak badan
- mual
- muntah
- demam.

Kadang terjadi nyeri sendi dan timbul biduran (gatal-gatal kiulit), terutama
jika penyebabnya adalah infeksi oleh hepatitis B. Beberapa hari kemudian, air
kemih warnanya berubah menjadi lebih gelap dan timbul kuning (jaundice).Pada
saat ini gejala lainnya menghilang dan penderita merasa lebih baik, meskipun
sakit kuning semakin memburuk.
Bisa timbul gejala dari kolestasis (terhentinya atau berkurangnya aliran
empedu) yang berupa tinja yang berwarna pucat dan gatal di seluruh tubuh.
Jaundice biasanya mencapai puncaknya pada minggu ke 1-2, kemudian
menghilang pada minggu ke 2-4.

3.2.4Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan darah
terhadap fungsi hati.Pada pemeriksaan fisik, hati teraba lunak dan kadang agak
membesar.Diagnosis pasti diperoleh jika pada pemeriksaan darah ditemukan
protein virus atau antibodi terhadap virus hepatitis.
3.2.5Pengobatan
Jika terjadi hepatitis akut yang sangat berat, maka penderita dirawat di
rumah sakit; tetapi biasanya hepatitis A tidak memerlukan pengobatan khusus.
Setelah beberapa hari, nafsu makan kembali muncul dan penderita tidak perlu
menjalani tirah baring. Makanan dan kegiatan penderita tidak perlu dibatasi dan
tidak diperlukan tambahan vitamin. Sebagian besar penderita bisa kembali bekerja
setelah jaundice menghilang, meskipun hasil pemeriksaan hati belum sepenuhnya
normal.

3.2.6 Prognosis
Hepatitis virus akut bisa menyebabkan berbagai keadaan, bisa berupa sakit
ringan yang menyerupai influenza atau kegagalan hati yang bisa berakibat fatal.
Secara umum, hepatitis B lebih serius dibandingkan hepatitis A dan kadang
berakibat fatal, terutama pada penderita usia lanjut. Perjalanan penyakit hepatitis
C tidak dapat diduga; hepatitis C akut biasanya ringan, tetapi fungsi hati bisa
membaik dan memburuk secara bergantian selama berbulan-bulan.
Penderita hepatitis virus akut biasanya mengalami perbaikan setelah 4-8
minggu, meskipun tidak mendapatkan pengobatan.Hepatitis A jarang menjadi
kronis.Pada 5-10% penderita, hepatitis B menjadi kronis dan sifatnya bisa ringan
atau berat.Sekitar 75% kasus hepatitis C menjadi kronis.
Hepatitis C biasanya ringan dan tanpa gejala, tetapi sekitar 20% penderita
akhirnya mengalami sirosis.Penderita hepatitis virus akut bisa menjadi pembawa
virus (karier).Pada keadaan ini, tidak ditemukan gejala tetapi penderita masih
terinfeksi. Karier hanya terjadi pada virus hepatitis B dan C. Pembawa virus A
menahun pada akhirnya bisa menderita kanker hati.

3.2.7Pencegahan
Kebersihan yang baik bisa membantu mencegah penyebaran virus hepatitis
A. Tinja penderita sangat infeksius. Di sisi lain, penderita tidak perlu diasingkan;
pengasingan penderita hanya sedikt membantu penyebaran hepatitis A, tetapi
sama sekali tidak mencegah penyebaran hepatitis B maupun C. Kemungkinan
terjadinya penularan infeksi melalui transfusi darah bisa dikurangi dengan
menggunakan darah yang telah melalui penyaringan untuk hepatitis B dan C.
Vaksinasi hepatitis B merangsang pembentukan kekebalan tubuh dan
memberikan perlindungan yang efektif.Vaksinasi hepatitis A diberikan kepada
orang-orang yang memiliki resiko tinggi, misalnya para pelancong yang
mengunjungi daerah dimana penyakit ini banyak ditemukan.Untuk hepatitis C, D
dan E belum ditemukan vaksin.
Bagi yang belum mendapatkan vaksinasi tetapi telah terpapar oleh hepatitis,
bisa mendapatkan sediaan antibodi untuk perlindungan, yaitu globulin
serum.Pemberian antibodi bertujuan untuk memberikan perlindungan segera
terhadap hepatitis virus. Kepada bayi yang lahir dari ibu yang menderita hepatitis
B diberikan imun globulin hepatitis B dan vaksinasi hepatitis B. Kombinasi ini
bisa mencegah terjadinya hepatitis B kronis pada sekitar 70% bayi.

3.3 Hepatitis Autoimun


3.3.1 Definisi
Hepatitis autoimun (Auto Immune Hepatitis = AIH) adalah salah satu
bentuk penyakit hati autoimun, yang mana terjadi inflamasi yang berat pada hati,
dengan etiologi yang belum diketahui, dan menyebabkan morbidi-tas dan
mortalitas yang tinggi.(1) Penyakit hati autoimun dapat ditandai secara histologis
dengan gambaran infiltrasi sel mononuk-lear pada saluran portal, dan secara
serologis dengan meningkatnya kadar transaminase dan imunoglobulin G (IgG),
serta adanya autoantibodi terhadap antigen hati yang spesifik dan yang tidak
spesifik. Kelainan ini menunjukkan respon dengan pengobatan imuno-supresif,
yang harus segera diberikan setelah diagnosis ditegakkan. Ada 3 kelainan hati
pada anak yang mana terjadinya keruskan hati berkaitan dengan faktor autoimun,
antara lain : AIH, kolangitis sklerosing autoimun, dan AIH de novo setelah
transplantasi hati.(2)
AIH pertama kali dilaporkan pada tahun 1950 oleh Waldenstrom sebagai
bentuk hepatitis kronis pada wanita muda, dengan gambaran inflamasi kronis
pada hati yang ditandai dengan ikterik, peningkatan gamma globulin dan
amenorrhea, dan cepat berkembang menjadi sirosis. Kunkel pada tahun 1950 dan
Bearn tahun 1956, menggambarkan penyakit ini dengan hepatomegali, ikterik,
timbulnya jerawat, hirsutisme, wajah cushingoid, pigmented abdominal striae,
obesitas, arthritis dan amenorrhea. Tahun 1955, Joske pertama kali melaporkan
hubungan antara fenomena sel lupus eritematus pada kronik aktif hepatitis
virus.Hal ini membuat Mackayet al pada tahun 1956 memperkenalkan istilah
lupoid hepatitis karena ditemukannya Anti Nuclear Antibody (ANA) dan sel
Lupus Erythematosus (LE). Semenjak itu telah dikenal berbagai istilah, antara
lain: hepatitis kronis aktif, hepatitis aktif kronis atau hepatitis aktif kronis
autoimun, AIH, hepatitis agresif kronis, dan hepatitis sel plasma. Penelitian
terakhir diketahui bahwa sebenarnya tidak ada hubungan antara Sistemik Lupus
Eritematus (SLE) dengan AIH.Jadi, lupoid hepatitis tidak ada hubungannya
dengan SLE. Pada tahun 1994, the International Autoimmune Hepatitis Group
menyatakan istilah ”AIH” sebagai istilah yang paling sesuai.(1-7)

3.3.2 Epidemiologi
AIH termasuk penyakit yang jarang ditemukan. Di Amerika Serikat,
frekuensi AIH diantara penderita dengan penyakit hati kronis berkisar 11-23 %.
Di Eropa Barat prevalensinya diperkirakan 0,1-1,2 kasus per 100.00 individu,
dengan insiden 0,69 kasus per 100.000 orang per tahun. Di Jepang prevalensinya
0,08-0,015 kasus per 100.000 orang. Di Brunei Darussalam prevalensinya lebih
tinggi, yaitu 5,61 kasus per 100.000 orang.(1-3,5,7-9)
Rasio antara insiden AIH tipe 1 dan AIH tipe 2 adalah 1,5-2 : 1 di Eropa
dan Kanada, serta 6-7 : 1 di Amerika Utara dan Selatan serta Jepang. Di Iran, AIH
tipe 1 terjadi pada 73,3% anak, AIH tipe 2 terjadi pada 13,3% anak, dan 13,3%
lainnya tidak dapat diklasifikasikan. Di Brunei Darussalam, semua penderita
merupa-kan AIH tipe 1.(1-3,5,7-10)
Penyakit ini paling sering terjadi pada leluhur orang kulit putih di Eropa
Utara yang memiliki frekuensi yang tinggi untuk petanda HLA-DR3 dan HLA-
DR4.Pada orang Jepang petanda HLA-DR3 mempunyai fre-kuensi yang rendah,
dan AIH lebih berhubungan dengan HLA-DR4. Di Brunei Darussalam, HLA-
DR3ditemukan pada 18,2% penderita danHLA-DR4 ditemukan pada
45,5%penderita.(5,9)
Perempuan lebih sering terkenadaripada laki-laki (70-80% penderitaadalah
perempuan). Perbandinganantara perempuan dengan laki-laki diIran adalah 2,1 :
1, sedangkan diBrunei Darussalam adalah 3,75 : 1.Terjadi pada dewasa dan anak-
anakdengan puncak insiden pada usia 10-20tahun dan pada usia 45-70
tahun.Separuh dari individu yang terkenalebih muda dari usia 20 tahun
denganpuncak insiden pada gadis yang belummenstruasi (premenstrual). AIH
jugadilaporkan terjadi pada bayi.Penderitadengan AIH tipe 2 cenderung
lebihmuda dan 80% diantaranya adalahanak-anak.(1-3,5,7-10)
Sekarang AIH dikenal sebagaikelainan multisistem yang dapat terjadipada
perempuan atau laki-laki padasemua umur. Kondisi ini dapat terjadibersamaan
dengan penyakit hati yanglain (misalnya : hepatitis virus kronik),juga bisa
dicetuskan oleh virushepatitis (misalnya : hepatitis A) danbahan kimia (misalnya :
minosiklin).(5)

3.3.3 Etiologi
Penyebab pasti dari AIH belumdiketahui, tetapi diperkirakan
adanyaketidakseimbangan aktifitas limfosit TCD4 dan CD8. Faktor genetik
merupakanfaktor predisposisi yang pentingdalam patogenesis AIH.(11-15)
Ada 2serotipe penting yang dikaitkan denganAIH tipe 1 yaitu HLA-DR3
dan HLADR4.Sedangkan AIH tipe 2 dikaitkandengan HLA-DR7 dan HLA-
DQB.Virus, bakteri, bahan kimia, obat danfaktor genetik merupakan
faktorpencetus terjadinya proses autoimunpada AIH.(3,12)
Semua virus hepatotropik dapatdianggap sebagai pencetus, antara lain
:virus measles, hepatitis A, B, C, D,herpes simplek tipe 1 dan virusEpstein-Barr.
Sekitar 15-20% kasusdihubungkan dengan infeksi hepatitisB. Pada anak yang
terinfeksi hepatitisB pada tahun pertama kehidupan, lebihbanyak yang
berkembang menjadikronis (lebih dari 90%), dibandingkandengan anak yang
lebih besar ataudewasa (hanya 5-10%). Pada infeksihepatitis C akut, 50%
akanberkembang menjadi hepatitis kronis.(3,11,12)
Obat-obatan yang dapat mencetuskanterjadinya AIH adalah
Nitrofurantoin, Methylphenidate, Atomoxetine, Propylthiouracil, Risperidone,
Rifam-pisine, Pyrazinamide, Beta Interferon, Doxycycline, Minocycline, Methyl-
Dopa, Ranitidine, Oxyphenisatin,Diclofenac, Indomethacin, Statin, danEzetimibe.
Imatinib yang merupakan immunomo-dulatory antineoplasticagent juga
dilaporkan dapat menyebabkan AIH.(3,12)
Hubungan antara pemakaian obat-obatan herbal dengan AIH
pernahdilaporkan pada tahun 2008 olehBarski et al, di mana
penderitanyamengkon-sumsi preparat herbal dalambentuk echinacea,
combucha,campuran herbal dari Cina, dan kavakava. Pengobatan herbal
merupakanbentuk pengobatan tambahan yangsangat berkembang di pasaran akhir
ini.(16)
Jenis herbal lain yangdapat menjadi pencetus terjadinya AIH adalah Black
cohosh, Ma Huang(Ephendra), Dai-saiko-to, Sho-saiko-todan melatonin.(3)
Transplantasi hati juga dapatberkembang menjadi AIH sebagaikomplikasi
jangka panjangnya.Penelitian yang dilakukan pada tahun2000 oleh Hernandez et
al menemukanbahwa risiko berkembangnya AIHmuncul lebih besar pada anak
setelahtrnsplantasi hati tanpa riwayat AIHsebelumnya dibandingkan populasianak
secara umum. AIH timbul setelah1,5-9 tahun (rata-rata 3,5 tahun)transplantasi
hati.(17)
3.3.4 Patogenesis
Mekanisme yang menjelaskanterjadinya proses autoimun pada selhepatosit
belum diketahui secara pasti,namun berdasarkan beberapa penelitiandapat
diperkirakan bahwa AIHmerupakan penyakit multifaktorial.Latar belakang
genetik yang komplekmungkin berperan dalam menghadapiautoantigen hati dan
untukmeningkatkan respon imun terhadaplingkungan dan antigen diri
sendiri.Beberapa penelitian menemukanbahwa terdapat peningkatan titerantibodi
terhadap berbagai antigenmikroba pada pasien hepatitis kronisaktif. Defek
spesifik non-antigen ini,juga terlihat pada beberapa hubungantingkat pertama
yang diperoleh secarain vivo dan in vitro dari dosisarmakologis kortikosteroid
sertasecara umum dikait-kan dengan defek”T-cell suppression”. Sistem
imunterlibat secara menyeluruh dan semualangkah pengembangan respon
imunterkait secara nyata.(1)
Langkah pertama yangmencetuskan reaksi imun adalahaktivasi limfosit T
oleh AntigenPresenting Cells (APC) padapermukaan sel, yang merupakan
suatupeptida bersifat sebagai antigenic dalam mengikat molekul
HumanLeukocytes Antigens (HLA) kelas II.Molekul HLA kelas II ini
melibatkankromosom 6, pada 6p21.3 band, yangmendekati gen bagi HLA kelas I
danIII, menggambarkan sejumlahhaplotype karena ketidakseimbangan diantara
lokus HLA. Molekul HLA kelasII menggambarkan membran khusussel APC,
tetapi juga mempengaruhigaris sel yang berbeda, yang hanyamelibatkan peptida
pendek dari residu13-23 asam amino sebagai produkakhir proses internalisasi
danpencernaan parsial oleh sel APCprotein ekstraseluler. Pengenalankomplek
“HLA kelas II-peptidaeksogen” dihambat oleh reseptor sel Thelperyang spesifik
sebagaimanapengenalan kembali oleh CD4.Molekul HLA kelas II tidak
hanyaberperan penting terhadap aktivitas Thelper, tetapi juga dalam
mengaktivasisel B.(1)
Sisi fungsional molekul HLAII, alur perlekatan peptida, terutamadalam
rantai polipeptida DRb yangmenyusun, bersama dengan DRa, DRheterodi-
merous.Alel lokus DRBbersifat sangat polimorf, seperti yangdigambarkan oleh
penelitiankristalografi X-ray, dan menunjukkan 3hypervariable region (HVR)
sebagaitanda motif asam amino.DRBhaplotypes termasuk, dalam
ketidakseimbanganyang kuat, lokus keduamenandai rantai DRb yang
berbeda.Konsekuensi dari polimorfismekomplek ini adalah bahwa tiap
individuembawa 2-4 molekul DR yangerbeda dengan alat perlekatan danafinitas
yang berbeda. Sifat danstruktur rantai poli-peptida HLA kelasII, khususnya
molekul DR, sangatmempengaruhi sifat dan strukturpeptida antigenik and the
pertalianhubungan dan keinginan antarakomplek antigen-MHC II dan reseptorsel
T. Jika proses perlekatan ini tidakefektif, sel T-helper sisa tidak
terikat.Autoantigen yang sesuai untuk memicurespon imun sel CD4,
efektivitasaktivasi imunosit, secara genetic menunjukkan dan tergantung
padagenotipe HLA kelas II.
Hep=hepatocytes; APC=Antigenpresenting cell; Th=T helperlymphocyte; T
CD8=T cytotoxiclymphocyte; B=B lymphocyte;NK=Natural Killer lymphocyte;
aTCD8=activated cytotoxic lymphocyte.Sel T-helper CD4+ merupakansel efektor
yang penting, di manaaktivasi dan diferensiasinya merupakanlangkah awal jalur
patogenik Sel natural killer T (NKT)banyak ter-dapat pada hati danberperan pada
patogenesis penyakit.Sel NKT lebih banyak diproduksi disumsum tulang
dibandingkan dengandi timus, mengurangi reseptor antigenspesifik dan
memproduksi interferon(IFN) gamma, dan Tumor NecrosisFactor (TNF)
alfa.Semua ini dihambatoleh sel dengan ekspresi normal MajorHistocompatibility
Complex (MHC)dan oleh reseptor inhibisi yangdiaktivasi oleh glikolipid. Sel
targetdengan ekspresi MHC yangmenyimpang, akan mempertahankandiri
menghadapi virus atau kanker,serta mendukung terjadinya regenerasihepar.(8)
Sitokin imunoregulatorberperan dalam diferensiasi imunositmelalui cross-
regulatory action yangmengaktifkan mekanisme seluler danhumoral akibat
perlukaan sel hati Interleukin (IL)-2, IFNgamma, dan TNF alfa
menggambarkanrespon sitokin tipe 1 (Th1) yangmengatur mekanisme imun
selulerdengan perantaraan ekspansi klonallimfosit T sitotoksik. Respon sitokintipe
1 memperbaiki perlukaan sel hatidengan menambah infiltrasi jaringanyang
tersensitisasi sel T sitotoksik(sito-toksisitas seluler).IL-4, IL-5, IL-6, IL-8, IL-10
dan IL-13menggambarkan respon sitokin tipe 2(Th2) yang mempengaruhi
responimun humoral dengan mengaktivasi selB dan menstimulasi
produksiautoantibodi. Respon imun tipe 2 memperbaikiperlukaan sel hati
dengankomplek imunoglobulin padapermukaan hepatosit sebagai target selNKT
(sito-toksisitas yang diperantaraisel yang tergantung antibodi). Responsitokin tipe
2 juga memiliki efekantiinflamasi yang mempengaruhi aksisitokin tipe 1.(8)
Enam untaian asam aminoantara posisi 67 dan 72 pada rantaiDRß molekul
MHC kelas II merupakanuntaian kritis oleh alel yang peka.DRB1*0301 dan
DRB1*0401menandai untaian identik LLEQKR(sisipan), di mana lysine
(K)merupakan faktor penentu kritis padaposisi DRß71. DRB1*0404
danDRB1*0405, sebagai alel yang pekapada orang dewasa bangsa
Meksiko,Jepang, Cina dan Argentina, menandaiuntaian yang sama kecualiuntuk
arginine (R) pada posisi DRß71.DRB1*1501 yang melindungi terhadapAIH tipe 1
pada bangsa kulit putih diAmerika Utara dan Eropa bagian utara,menandai
isoleucine (I) bagi leucine(L) pada posisi DRß67 dan alanine (A)bagi lysine (K)
pada posisi DRß71.DRB1*1301 yang dihubungkan denganAIH tipe 1 pada anak-
anak diArgentina dan Brazil, menandaiILEDER pada posisi DRß67-72 dimana
asam glutamat (E), asam aspartate (D), dan asam glutamat (E) beradapada posisi
DRß69, 70 dan 71 secaraberurutan. Struktur dan peralatan elektrostatik dari alur
perlekatanantigen dapat menggambarkan berbagaiantigen.(8)
3.3.5 Klasifikasi
Ada 3 klasifikasi AIH yang diperoleh berdasarkan marker serologis, tetapi
hanya 2 tipe yang memiliki feno-tipe klinis yang jelas, seperti yang dijelaskan
pada tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi AIH

Tidak ada penyebab yang khusus, gejala yang khas atau strategi
penatalaksanaan tertentu.(8) AIH tipe 1 merupakan bentuk yang paling sering
ditemukan, terdapat pada 80% kasus, dan ditandai dengan ditemukannya Anti
Nukclear Antibody (ANA) dan/atau Smooth Muscle Antibody (SMA). 78%
penderitanya adalah perempuan, dengan rasio antara perempuan : laki-laki adalah
3,5 : 1. AIH mempunyai gambaran bimodal age, karena sering terjadi pada usia 10
- 30 tahun dan usia 40 – 50 tahun. Sekitar 48% pasien berusia < 40 tahun dan
penyakit ini dapat mengenai bayi.AIH tipe 1 dapat dikaitkan dengan penyakit
imunitas lainnya, seperti thyroiditis, Grave’s disease, dan ulcerative colitis.Jenis
ini responnya sangat baik dengan pemberian kortikosteroid. Sekitar 25%
penderitanya telah disertai dengan sirosis saat diagnosis.(4,8,18,19)
AIH tipe 2 ditandai dengan dite-mukannya antibodi terhadap microsome
hati/ginjal (anti-LKM1).Jenis ini meru-pakan predominance pada
perempuan.Jenis ini terutama ditemukan pada anak, tetapi 20% penderitanya di
Eropa adalah orang dewasa dan hanya 4% di Amerika Serikat.Usia rata-rata saat
diagnosis adalah 10 tahun, tetapi jenis ini juga ditemukan pada orang dewasa,
terutama di Eropa. AIH tipe 2 ini dapat dikaitkan dengan penyakit imunitas
lainnya, seperti thyroiditis, vitiligo, diabetes mellitus tipe 1, dan Autoimmune
Poly Endocrinopathy Candidiasis Ectodermal Dystrophy (APECED).Jenis ini
cukup baik dengan pemberian kortikosteroid. AIH tipe 2 ini berisiko tinggi untuk
menjadi sirosis dan fulminant.(4,8,18,19)
AIH tipe 3 merupakan jenis yang paling sedikit, yang ditandai dengan
ditemukannya antibody terhadap Soluble Liver Antigen / Liver -Pancreas (anti-
SLA/LP). Jenis ini paling banyak dite-mukan pada perempuan (91%) dengan usia
rata-rata 37 tahun (antara 17-67 tahun). Autoantibodi lainnya, misalnya ANA,
SMA dan anti-LKM1 bisa terdapat bersamaan dengan anti-SLA/LP dan hanya
26% penderita yang memiliki anti-SLA/LP sebagai hasil serologis dasarnya.
Penderita dengan anti-SLA/LP tidak dapat dibedakan dari AIH tipe 1, baik secara
klinis atau laboratorium, fenotipe HLA, ataupun respon terhadap kortiko-
steroid.Definisi AIH tipe 3 telah banyak ditinggalkan saat ini.(4,8,18,19)
3.3.6 Diagnosis
AIH pada anak terjadi pada usiarata-rata 10 tahun untuk tipe 1 dan 7tahun
untuk tipe 2. Gejala klinis padaanak agak berbeda dibandingkandewasa. Gejala
yang paling seringtimbul sama dengan hepatitis virusakut, antara lain ikterik,
urine yangpekat, feses yang pucat, malaise, sertaanorexia yang dikaitkan
denganmual/muntah dan nyeri perut.Hepatomegali, splenomegali, dantanda-tanda
gangguan fungsi hatisering terjadi, sirosis dan fibrosis beratsering
ditemukan.Peningkatanaktivitas amino-transferase serumbersifat menetap.Pada
beberapa kasus,penderita dapat berkembang menjadigagal hati akut dengan
ensefalopati.Pada keadaan ini, dengan hepatitisfulminan, terutama terjadi pada
usialebih muda dan lebih sering tergolongAIH tipe 2.(1)
Penderita dapat bersifatsimptomatik pada 10-15% kasus,dimana tiba-tiba
ditemukanhepatomegali atau peningkatan kadaraminotransferase serum. AIH
jarangdisertai tanda-tanda hipertensi portalseperti perdarahan akibat
pecahnyavarises esofagus atau gejala yangberkaitan dengan gangguan
autoimunekstrahepatik.(1)Penyakit autoimun ekstrahepatikditemukan pada 10-20%
penderita dan pada 20-40% hubung kekerabatan tingkat pertama. Distribusiproses
autoimun pada anggota keluarga tidak berbeda antara AIH tipe 1 dan2.(1)
Di samping autoantibodi yangmenggambarkan kedua tipe AIH,
terdapatpeningkatan kadar aminotransferaseserum sampai 50x di atas nilainormal
pada penderita yang tidakdiobati. Kadar gamma GlutamylTransferase (gamma
GT) bisa normalatau sedikit meningkat.Peningkatangamma GT yang
signifikanmengarahkan ke terjadinya kerusakanduktus biliaris, dan dapat juga
menjadisindrom yang tumpang tindih atauautoimmune cholangitis.
ImunoglobulinG meningkat pada 80% penderita.Gambaran ini khas pada AIHtipe
1, tetapi bisa tidak ditemukan padapenderita yang lebih muda dengan AIHtipe
2.Kadar albumin serum bisanormal pada fase awal, tetapi bisamenurun pada kasus
yang sudahdisertai sirosis dengan insufisiensi hatiatau disertai ascites. Penurunan
kadarprotrombin menunjukkan beratnyagangguan fungsi hati.
Defisiensiimmunoglobulin A serum lebih seringterjadi pada AIH tipe 2 dan
dikaitkandengan penurunan kadar C4 yangditurunkan.(1)
Diagnosis AIH secara klinistelah ditetapkan berdasarkan diskusisecara
internasional dan dapatdigambarkan pada tabel 2.(8)
Tabel 2. Kriteria Internasional untuk Diagnosis AIH(8)
Pada keadaan akut, termasuk dalamkeadaan fulminan, AIH dapat
dikenaldan penting untuk didiagnosis secaracepat dan diberikan pengobatan
secaratepat. Gambaran histologis AIH dapatberupa interface hepatitis
dengangambaran infiltrasi sel inflamasimononuklear melalui saluran portal
kejaringan parenkim hati. Gambaran histologis keadaan akutmenunjukkan suatu
pansinar hepatitisyang dapat disebabkan oleh infeksivirus akut atau drug-induced
hepatitis,elama faktor pencetus/penyebab AIHtidak diketahui, perlu
ditentukanapakah AIH ini berupa suatu sindromyang terdiri dari berbagai etiologi
atausuatu penyakit tunggal denganperbedaan klinis yang progresif.Klasifikasi
AIH berdasarkan atas profilautoantibodi serologis ataupun
markergenetik.Diagnosis AIH tidak dapatberdasarkan marker histologik
tertentu.Penilaian histologis jaringan hatidibutuhkan untuk menilai
derajatpenyakit untuk memonitor terapi.(4)
Hepatitis virus dieksklusidengan menggunakan tes yang sesuaidan
sebaiknya paling sedikitmemasukkan virus hepatitis A, B, danC. Eksklusi infeksi
virus hepatitis Etidak direkomendasikan. Eksklusipatogen virus hepatotropik
lainnya(misalnya: citomegalovirus, Epstein-Barr virus, virus kelompok
herpeslainnya) hanya direkomendasikan padakasus tersangka, tetapi mungkin
sangatmembantu bila diagnosis AIHberdasarkan kriteria tadi masih belumjelas.(4)
Tes antibodi sebaiknya melibatkantes imunofluoresen terhadap
AntiMitochondrial Antibody (AMA). Bilanilainya positif, tes reaktivitas
denganautoantigen yang berkaitan denganprimary biliary cirrhosis (PBC)
dilakukan dengan pyruvatedehydrogenase subunit E2 (PDH-E2)dan Branched -
Chain KetoacidDehydrogenase subunit E2 (BCKDE2),yang dapat
membantumengeksklusi PBC atau menilai adanyasuatu sindrom yang tumpang-
tindih.(4)
Bila terdapat profil biokimiakolestasis (peningkatan alkalinephosphatase)
diperlukancholangiography untuk mengeksklusiPSC atau tumpang-tindih antara
PSCdan AIH, yang lebih sering terdapatpada anak. Magnetic resonancecholangio-
pancreaticography yangbersifat non-invasif merupakantambahan bagi endoscopic
retrogradecholangio-pancreaticography yanglebih invasif.(4)
Tes stándar untuk mengeksklusipenyebab genetik utama pada penyakithati kronis
mungkin perlu untukmenyempurnakan evaluasi diagnostic pada kasus Wilson’s
disease,hemochromatosis, dan alfa1-antitrypsindeficiency.(4)
3.3.7 Pengobatan
Pedoman pengobatan AIH telahdikeluarkan oleh American Associationfor
the Study of Liver Diseases(AASLD) pada tahun 2002. KarenaAIH merupakan
penyakit yang bersifatheterogen, maka pengobatannyabersifat individual.(3)
A. Indikasi Pengobatan
Ada 2 jenis indikasi pengobatanIH yang dikeluarkan olehAASLD pada
tahun 2002,antara lain : indikasi absolutan relatif. Keputusan untukmengobati
sebaiknyaberdasarkan gejala, gambaranhistologis pada biopsi hati, dankadar AST
dan gammaglobulin.(3)
B. Regimen Pengobatan Standar
Regimen standar yang direkomendasikanAASLD padatahun 2002 untuk
pengobatanAIH adalah Prednison atauPredni-solon, dengan atautanpa
Azathioprine.Kortikosteroid danAzathioprine, tunggal ataukombinasi,
memberikan hasilang baik saat digunakansebagai maintenance regimenpada anak
dan dewasa, tetapiefek samping dan intolerabilitaskedua obat ini
harusdiperhatikan. Paling sedikitterdapat 3 percobaan randomterkontrol yang
membuktikanefektifitas steroid dengan Azathioprinedalam menurunkanmortalitas
dan morbiditas.(3)
C. Pengobatan lainnya
Penelitian terbaru, baik yangbersifat open-label maupun randomterkontrol,
mengujiMycophenolate Mo Fetil(MMF), tacrolimus, danbudesonide untuk
membatasipenggunaan Pred-nisonsistemik pada penderita AIHdan menghindari
efek sampingjangka panjangnya. Penelitianini juga mencoba mencari terapiyang
efektif bagi penderitayang intoleran ataupun resistenterhadap regimen standar.(3)
D. Pengobatan Pembedahan
(Transplantasi Hati)
Transplantasi hati dipilih bilapenyakit berkembang menjadipenyakit hati
stadium akhir,sirosis dekompensata, atauentuk AIH fulminan atauberat, penderita
yang intoleranataupun resisten terhadapsemua jenis obat. Bila penderitaidak
mencapai remisi dalam 4tahun terapi secara terusmenerus,yang beresiko
tinggiuntuk mengalami gagal hatiebaiknya dievaluasi untuktransplantasi hati.
Tidak adandikator tunggal untuk melakukantransplantasi hati padapenderita AIH.
Indikatorpeningkatan mortalitas yangdikaitkan dengan gagal hatiadalah bukti
histologis yangberupa nekrosis multilobulardan hiperbilirubinemia.(3,4)
Transplantasi hati pada AIHmemperlihatkan outcomejangka panjang yang
baik.(3)Transplantasi dilakukan pada4% penderita AIH di Eropa,dengan angka
harapan hidup 5tahun 92%, dan recurrence AIHberkisar antara 11-
35%.ersistennya autoanti-bodi tidakberkaitan dengan recurrenceAIH. Pentingnya
penyesuaianindividu untuk terapiimunosupresif setelahtransplantasi pada
penderitaAIH, yang bertujuan untukmencegah dan mengontrolrecurrence AIH.(4)
BAB IV
ANALISIS KASUS

Keluhan awal pasien dengan mual muntah, nyeri epigastrik dan


terdapat hepatomegali disertai demam. Dari hasil alloanamnesis
didapatkan bahwa pasien memiliki riwayat sakit kuning saat masih kecil.
Hepatomegali yang didapatkan pada pemeriksaan fisik pasien merupakan
tanda bahwa terjadinya peradangan hati. Peradangan hati ini dapat
disebabkan oleh viral, kondisi autoimun dan juga dapat oleh zat toxin
berupa alcohol atau obat-obatan. Pada pasien ini hasil pemeriksaan
hepatitis viral baik A,B,dan C menunjukkan hasil negatif. Berdasarkan
pengakuan pasien bahwa pasien mengkonsumsi alkohol ± 4 hari sebelum
masuk rumah sakit. Sehingga penyebab peradangan ini dapat berupa
kondisi autoimun dan zat toxin. Kondisi autoimun dapat disebut sebagai
hepatitis autoimun, dimana dapat disebabkan oleh kondisi kelainan genetik
pada antigen peptide dan dapat disebabkan oleh factor pencetus berupa
toksin dan obat-obatan. Pada dasarnya untuk diagnosis pasti hepatitis
autoimun perlu pemeriksaan gamma globulin, alkaline fosfatase, HLA,
dan ditemukannya sel rosettepada hepatosit hasil biopsi hepar. Sedangkan
disisi lain tidak menutup kemungkinan bahwa kondisi yang terjadi pada
pasien langsung disebabkan oleh zat toksin berupa obat-obatan atau
alkohol, karena memang pengakuan pasien sangat bersifat subjektif, dan
tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Sehingga pada pembahasan analisis
ini, dijabarkan penjelasan berdasarkan kedua aspek, hepatitis autoimun
dan hepatitis alkoholik. Keluhan awal pasien dengan mual muntah, nyeri
epigastrik dan terdapat hepatomegali disertai demam merupakan
manifestasi dari peradangan hati yang dialami oleh pasien, berikut analisis
mekanisme tersebut.
Gambar 1. Mekanisme peradangan hepar menyebabkan demam,
peningkatan bilirubin dan nyeri abdomen
Pada hasil pemeriksaan laboratorium fungsi hati ditemukan peningkatan
SGOT sebesar 204 U/L dan SGPT sebesar 118 U/L. Hepatosit merupakan
sel tubuh yang memproduksi albumin serum, fibrinogen dan faktor
pembekuan darah kecuali faktor III dan IV. Selain itu, hati juga
mempunyai peranan dalam sintesis lipoprotein, ceruloplasmin, transferin,
komplemen, dan glikoprotein. Hepatosit juga memproduksi protein dan
enzim intraselular termasuk transaminase. Enzim yang dihasilkan oleh
hepatosit yaitu Alanine Aminotransferase (ALT) atau Serum Glutamic
Pyruvic Transaminase (SGPT), dan Aspartate Aminotransferase (AST)
atau Serum Glutamic Oksaloasetat Transaminase (SGOT). SGPT terdapat
pada sel darah merah, otot jantung, otot skelet, ginjal dan otak. Sedangkan
SGOT ditemukan pada hati. Enzim tersebut akan keluar dari hepatosit jika
terdapat peradangan atau kerusakan pada sel tersebut. Pada kasus ini
proses peradangan autoimun yang menyebabkan meningkatnya SGOT
atau SGPT.
Gambar 2. Pathogenesis Hepatitis Autoimun
(Sumber : Czaja, A. J., & Manns, M. P, 2010)

Pada pasien ini, anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak


mendapatkan gambaran spesifik, tetapi didapatkan peningkatan
transaminase serum yang menetap, penanda hepatitisA, B dan C negatif.
Untuk menegakkan diagnosis hepatitis autoimun bisa digunakan skoring
menurut Guideline AASLD 2010. Sayangnya beberapa pemeriksaan
laboratorium dalam sistem skoring tidak dapat dilakukan di RSUD Rabain.
Sehingga tetap harus di diagnosis banding dengan hepatitis alkoholik.
Untuk riwayat penyakit kuning yang pernah diakui pasien, tidak
dapat dipastikan bahwa hal tersebut merupakan hepatitis, karena penanda
hepatitisA, B dan C negatif. Namun bisa saja hasil peeriksaan baru
tersebut juga keliru. Perlu dipastikan kembali, karena hasil USG
menunjukkan bahwa adanya kesan hepatitis kronik.
Gambar 3. Skoring diagnosis autoimun
(Sumber : Guideline AASLD; 2010)

Penyebab utama kondisi pasien pada kasus kemungkinan terbesar adalah


hepatitis autoimun, dikarenakan perjalanan penyakit yang progresif. Menurut
Fugatte (2010) 2% kondisi hepatitis autoimun menyebabkan perjalanan penyakit
yang dialami pasien yaitu mengalami PRES Sindrome. Pasien dengan hepatitis
autoimun maupun hepatitis alkoholik, mengalami penurunan fungsi hepar
sehingga fungsi metabolisme toksin oleh hati ikut berkurang. Transit makanan
dari usus juga berkurang, sehingga paparan dengan bakteri usus terjadi lebih lama.
Hal ini menyebabkan produksi amonia semakin meningkat, atau dapat kita sebut
sebagai kondisi hiperamonia.
Pertama, kondisi hiperamonia danpat menyebabkan meningkatkanya
ikatan amonia dengan peripheral benzodiazepine receptor (PBR) termasuk pada
permukaan astrosit (sejenis sel glial dengan populasi 5 kali lebib banyak dari
neuron. Ikatan amonia dan PBR ini akan mengahsilakan radikal bebas ( ROS/
Reactive Oxygen Species). Radikal bebas dapat meyebabkan stress oksidatif pada
mitokondria sel saraf, dan mengaktifkan Nuclear factor kappa B, yang kemudian
mengaktifkan iNOS (inducible nitric oxide synthase), lalu menghasilkan nitric
oxide, yang akhirnya menyebabkan disfungsi astrosit.
Gambar 4. Terjadinya disfungsi astrosit akibat hiperamonemia
( Sumber : Iskandar M, 2009)

Kedua, kondisi hiperamonia, menyebabkan amonia berikatan dengan


glutamat, yang merupakan neurotransmitter eksitatorik utama pada sistem saraf.
Pada sel astrosit didapatakan enzim glutamin sintase yang mengubah ikatan
glutamat dan amonia menjadi glutamin. Glutamin bersifat osmotik aktif, sehingga
dapat mengakibatkan peningkatan air masuk ke astrosit, pada akhirnya terjadi
kondisi edema astrosit.

Gambar 5. Peranan neurotoksin amonia pada astroglia


( Sumber : Merz Pharmaceuticals GmbH, 2004)

Kondisi pertama dan kedua menyebabkan kondisi yang disebut PRES


syndrome, yang ditandai pada pasien kejang, mengalami penurunan kesadaran
dan adanya halusinasi auditorik.
Kondisi kelainan autoimun yang mendasari, dan adanya riwayat infeksi
viral dapat menyebabkan kondisi kehilangannya toleransi sel T dengan sel
miokardial itu sendiri, sehingga menyebabkan terjadinya myocytolisis, dan terjadi
dilated cardiomyopathy yang dapat menyebakan gambaran pada EKG berupa AV
block seperti yang terjadi pada pasien.

(a)

(b)
Gambar 6. (a) dan (b) hipothesis mekanisme virus menginduksi terjadi gangguan
autoimun pada jantung.
(Sumber : Caforio; 1997)
Tidak menutup kemungkinan kondisi cardiomiopathy pada pasien
disebabkan oleh kondisi cardiomyopathy alcoholic, karena intensitas frekuensi
meminum alkohol pasien sangat bersifat subjektif berbatas pada pengakuan
pasien. Kondisi dengan meminum alkohol dalam watu lama >80g alkohol/ hari.
Alkohol dapat menyebabkan gangguan pada sensitivitas myofilament-calcium,
serta kandungan ethanol dapat menyebabkan apoptosis sel jantung, yang dapat
berujung kepada total a-v block seperti yang dialami pasien.
Tujuan pengobatan pada hepatitis autoimun adalah untuk memperlambat
atau menghentikan sistem kekebalan tubuh yang merusak sistem fungsi hati.
Dengan demikian perkembangan penyakit dapat diperlambat. Tata laksana yang
dapat dilakukan, yaitu:
Pemberian obat
a. Obat untuk mengontrol sistem kekebalan tubuh (imunosupresan) yang
digunakan pada penderita hepatitis autoimun meliputi prednisone dan
azathioprine. Sistem pemberian obat pada hepatitis autoimun yaitu:

b. Obat non-imunosupresi seperti ursodeoxycholic acid (UDCA) (13-15 mg/kg


per hari) dapat digunakan sebagai adjunctive therapy pada pasien hepatitis
autoimun tipe 1. Obat ini dapat memperbaiki enzyme liver dalam waktu 6 bulan,
tetapi tidak berhubungan dengan penurunan dosis steroid, dan tidak memperbaiki
kondisi klinis serta gambaran histologis. (i)Jenis imunosupresan lain yang dapat
digunakan pada penderita hepatitis autoimun yaitu, calcineurin inhibitors spt,
antimetabolite spt dan cyclophosphamide
Transplantasi hati merupakan terapi pilihan pada pasien hepatitis autoimun yang
refrakter atau tidak toleransi terhadap imunosupresan dan yang mengalami
penyakit hati tahap akhir.
DAFTAR PUSTAKA
1. Maggiore G, Sciveres M.Autoimmune Hepatitis: AChildhood Disease.
CurrentPediatric Reviews, 2005; 1(1):p 73-90.
2. Vergani GM, Vergani D.Autoimmune Liver Disease. In :Kelly D, ed. Diseases
of theLiver and Biliary System inChildren. Edisi ke-3. Wiley-lackwell Publishing
Ltd.;2008: p 191-205.
3. Malik TA, Saeed S.Autoimmune Hepatitis: ARewiew. J Pak Med Assoc,2010;
60(5): p 381-7.
4. Manns MP, Strassburg CP.Autoimmune Hepatitis: ClinicalChallenges.
Gastroenterology,2001; 120(6): p 1502-17.
5. Wolf DC, Raghuraman UV.Autoimmune Hepatitis.eMedicine J, 2009.
Diunduhdari:http://emedicine.medscape.com/article/172356-overview.
6. Sherlock S. Diseases of theLiver and Biliary System. 2002.
7. Boyer JL, Reuben A. ChronicHepatitis. In : Schiff L, SchiffER, eds. Diseases
of the Liver.Edisi ke-7. JB Lippincottompany, Philadelphia ; 1993:p 586-622.
8. Czaja AJ. Current Concepts inAutoimmune Hepatitis. Annalsof Hepatology,
2005; 4(1): p 6-24.
9. Jalihal A, Telisinghe PU,ChongVH. Profiles of AutoimmuneHepatitis in Brunei
Darussalam.Hepatobiliary Pancreat Dis Int,2009 ; 8(6): p 602-7.
10. Najafi M, et al. AutoimmuneHepatitis in Children, ClinicalFeatures and
Biochemical ofIranian Children. Govaresh,2005; 10(2): p 103-7.
11. Shneider BL, Suchy FJ.Autoimmune and ChronicHepetitis. In: Kliegman
RM,Behrman RE, Jenson HB,Stanton BF, eds. NelsonTextbook of Pediatrics.
Edisike-18. Saunders Elsevier,Philadelphia 2007: p 1698-1701.
12. Krawitt EL. AutoimmuneHepatitis. N Engl J Med, 2006;354(1): p 54-66.
13. Invernizzi P, Mackay IR.Aetiopathogenesis ofAutoimmune Hepatitis. World
JGastroenterol, 2008; 14(21): p3306-12.
14. Teufel A, Galle PR, Kanzler S.Update on AutoimmuneHepatitis. World
JGastroenterol, 2009; 15(9): p1035-41.
15. Vergani D, Vergani GM.Autoimmune Disease. In:alker WA et al, eds.
PediatricGastrointestinal Disease:athophysiology, Diagnosis,Management. Edisi
ke-4. BCDecker Inc., Canada ; 2004: p1208-16.
16. Barski L. AutoimmuneHepatitis andHypergammaglobulinemicPurpura
Associated with HerbalMedicine Use. IMAJ, 2008; 10:p 390-1.
17. Hernandez HM et al.Autoimmune Hepatitis as aLate Complication of
LiverTransplantation. J PediatricGastroenterol Nutr, 2001;32(2): p 131-6.
18. Vergani GM, Vergani D.Autoimmune Liver Disease inChildren. Annals
Academy ofMedicine, 2003; 32(2): p 239-43.
19. Manns MP, et al. Diagnosis andManagement of AutoimmuneHepatitis.
Hepatology: p 1-66.
20. Hennes EM et al. SimplifiedCriteria for the Diagnosis ofAutoimmune
Hepatitis.Hepatology, 2008; 48(1): p169-76.

Anda mungkin juga menyukai