Anda di halaman 1dari 30

Laporan kasus

GANGGUAN SUASANA PERASAAN: DEPRESI


SEDANG

Oleh:
Dokter Muda Stase Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
Periode 15 April 2019 – 20 Mei 2019

Muhammad Ikbar Fauzan 04084821921020


Fitri Mareta Elzandri 04084821921168

Pembimbing: dr. Diyaz Syauki Ikhsan, Sp.KJ

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


RUMAH SAKIT JIWA ERNALDI BAHAR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Gangguan Suasana Perasaan : Depresi Sedang

Disusun oleh :

Muhammad Ikbar Fauzan 04084821921020


Fitri Mareta Elzandri 04084821921168

Telah diterima sebagai salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RS Jiwa Ernaldi Bahar,
Periode 15 April – 20 Mei 2019.

Palembang, April 2019


Pembimbing

dr. Diyaz Syauki Ikhsan, Sp.KJ


KATA PENGANTAR

Pujian syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Gangguan
Suasana Perasaan: Depresi Sedang” untuk memenuhi tugas laporan kasus yang
merupakan bagian dari sistem pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya Bagian
Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dr.
Diyaz Syauki Ikhsan, Sp.KJ selaku pembimbing yang telah membantu memberikan
ajaran dan masukan sehingga referat ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan ini
disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa
yang akan datang. Mudah-mudahan laporan ini dapat memberikan manfaat dan
pelajaran bagi kita semua.

Palembang, April 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi di tengah


masyarakat. Berawal dari stres yang tidak diatasi, maka seseorang bisa jatuh ke fase
depresi. Penyakit ini kerap diabaikan karena dianggap bisa hilang sendiri tanpa
pengobatan. Padahal, depresi yang tidak diterapi dengan baik bisa berakhir dengan
bunuh diri.1

Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan


dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyerta. Pasien depresi
memperlihatkan kehilangan energi dan minat, menurunnya aktivitas, merasa
bersalah, sulit berkonsentrasi, nafsu makan yang menurun, pandangan masa depan
yang suram dan bahkan berpikir untuk mati dan bunuh diri. Tanda dan gejala lain
termasuk perubahan dalam tingkat aktivitas, kemampuan kognitif, bicara dan fungsi
vegetatif (termasuk tidur, aktivitas seksual dan ritme biologi yang lain). Gangguan ini
hampir selalu menghasilkan hendaya interpersonal, sosial dan fungsi pekerjaan.
Neurotransmitter yang mungkin berkurang pada gangguan depresi adalah
norepineprin, dopamin, dan serotonin3
Gangguan depresi merupakan gangguan yang banyak kita jumpai dalam
praktik sehari-hari dan dapat mengenai semua usia1.Gangguan depresi paling sering
terjadi dengan prevalensi seumur hidup sekitar 15%. Perempuan dua kali lipat lebih
besar dibandingkan laki-laki. Hal ini diduga adanya perbedaan hormon. Rata-rata usia
penderita sekitar 40 tahun. Data terkini menunjukkan, gangguan depress berat diusia
kurang dari 20 tahun, yang mungkin berhubungan dengan meningkatnya pengguna
alkohol dan penyalahgunaan zat aditif dan terlarang3
Pengobatan yang diberikan adalah terapi farmakologis, yaitu obat
antidepresan, seperti obat trisiklik, Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs) atau
Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRIs), perawatan di rumah sakit, dan terapi
psikososial, termasuk terapi kognitif, terapi interpersonal, terapi keluarga, terapi
perilaku, dan terapi berorientasi psikoanalitis2
Gangguan depresi merupakan gangguan yang banyak kita jumpai dalam
praktik sehari-hari dan dapat mengenai semua usia sehingga perlu dibahas lebih lanjut
tentang gangguan ini agar pasien depresi dapat diatasi secara adekuat sehingga
kualitas hidup pasien dapat diperbaiki. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk
melaporkan salah satu kasus mengenai depresi sedang yang terdapat di RS Ernaldi
Bahar Palembang.
BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI PASIEN
Nama : Ny. MM
Umur : 59 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Menikah
Suku/Bangsa : Komering
Pendidikan : Tamat SD
Pekerjaan : Wirausaha
Agama : Islam
Alamat : Baturaja
ke RS : 11 April 2019
Cara ke RS : Diantar Keluarga (suami dan anaknya)
Tempat Pemeriksaan : IGD RS Ernaldi Bahar Palembang

II. ANAMNESIS
A. ANAMNESIS (Dilakka alloanamnesis dengan suami dan autoanamesis
pasien pada tanggal 11 April 2019)
a. Sebab utama
Pasien dibawa ke RS Ernaldi Bahar karena sering marah-marah dan
akhir-akhir inisering memecahkan barang.
b. Keluhan utama
Pasien terus- menerus sedih atas kematian ibu mertuanya.
c. Riwayat perjalanan penyakit
Kurang lebih sejak 2 minggu yang lalu, pasien mulai berubah tingkah
lakunya, pasien tampak marah-marah dengan suaminya, gelisah, kesal, dan
sering menangis.
Menurut suami pasien, perubahan perilaku pasien didahului dengan
kematian ibu mertua pasien yaitu 3 minggu SMRS. Sejak kematian
mertuanya, pasien sering menangis dan marah-marah. Pasien sering
menuduh suaminya tidak sedih atas kematian ibu mertuanya.
Sejak 2 minggu yang lalu pasien tidak lagi berjualan, pasien hanya
diam di rumah tidak melakukan aktivitas yang biasa dilakukan sehari-hari.
Kadang tanpa sebab pasien tiba-tiba menangis.
Sejak 3 hari yang lalu pada malam hari pasien semakin kesulitan untuk
tidur sehingga pasien baru tidur pada saat pagi hari selama 2-3 jam. Selain
itu nafsu makan pasien menurun (sebelumnya pasien bisa menghabiskan 1
piring makan namun sekarang setangah piring terkadang tidak habis).
Pasien sering merasa putus asa, cemas, gampang emosi dan mudah
tersinggung.
Menurut pasien, keluarga suaminya tidak sayang terhadap ibu
mertuanya, sehingga pasien marah terhadap suaminya. Pasien juga merasa
sangat sedih sejak 3 minggu yang lalu atas kematian ibu mertuanya. Pasien
sering menangis ketika tidak ada orang yang bersama dia karena dia merasa
hampa, namun ketika pasien berkumpul dengan temannya yang lain pasien
suka tidak ingat atas kesedihannya. Pasien merasa suami dan keluarga pihak
suaminya membenci dia. Selain itu, pasien mengeluh tidak nafsu makan dan
kesulitan tidur karena sedih ketika mengingat mertuanya. Akibatnya pasien
merasa tidak bersemangat untuk menjalani aktivitas sehari-hari seperti
berjualan, mengikuti pengajian dan mengisi acara-acara pernikahan
seseorang untuk bernyanyi, pasien mengatakan ia senang bernyanyi dan
memiliki suara yang bagus.
Pasien kemudian akhirnya dibawa ke IGD Rumah Sakit Ernaldi Bahar
karena terus menerus mengamuk semenjak pagi hari dan mulai membanting
barang.

d. Riwayat penyakit dahulu


- Riwayat kejang : tidak ada
- Riwayat trauma : tidak ada
- Riwayat diabetes melitus: tidak ada
- Riwayat hipertensi : tidak ada
- Riwayat asma : tidak ada
- Riwayat alergi : tidak ada
e. Riwayat pengobatan
Tidak ada
f. Riwayat premorbid
- Lahir : lahir spontan, langsung menangis
- Bayi : tumbuh kembang baik
- Anak-anak : sosialisasi baik, berhubungan dengan banyak teman.
- Remaja : sosialisasi baik, berhubungan baik antar teman, tidak ada
riwayat perkelahian antar teman.
- Dewasa : sosialisasi baik, bisa membaur di Masyarakat, ikut aktif
dalam kegiatan di Masyarakat.
- Riwayat minum alkohol (-)
- Riwayat NAPZA (-)
- Riwayat keluarga
 Os merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Os sudah
memilki 3 anak, 2 orang laki-laki dan satu orang perempuan. Os
juga sudah memiliki cucu. Anggota keluarga dengan gangguan
jiwa disangkal.
 Riwayat pada keluarga dengan keluhan yang sama disangkal.
 Hubungan dengan anggota keluarga terjalin baik.

Pedigree

Keterangan : = Laki-laki

= Perempuan

= Pasien

g. Riwayat pendidikan
Pasien tamat SD dan tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi
dikarenakan tidak ada biaya untuk melajutkan pendidikan. Namun jika ada
biaya, pasien ingin melanjutkan pendidikan.
h. Riwayat pekerjaan
Pasien merupakan penjual gorengan sejak 2 tahun yang lalu. Pasien
berjualan gorengan dikarenakan ingin mengisi waktu kosong saat pagi hari
daripada hanya berdiam diri saja. Pasien juga mengatakan alasan dia
berjualan untuk membantu ekonomi keluarga. Namun semenjak kematian
mertuanya, pasien tidak berjualan lagi.
i. Riwayat gaya hidup
Makan teratur tiga kali sehari yaitu pada pagi hari, siang hari dan malam
hari. Tidak ada kebiasaan minum kopi, teh dan merokok.
j. Riwayat perkawinan
Os sudah menikah
k. Keadaan sosial ekonomi
Pasien tinggal bersama suami dan mertuanya. Terdapat 1 ruang tamu, 1
kamar mandi, 1 dapur, dan 3 kamar tidur. Ukuran rumah sekitar 10 x 15 m2.
Suami pasien merupakan PNS di kelurahan dengan penghasilan Rp.
3.500.000,-/bulan. Pasien merasa cukup dengan pendapatan keluarganya
saat ini.
B. STATUS INTERNUS
1) Keadaan Umum
Sensorium : Compos Mentis
Frekuensi nadi : 92 x/menit
Tekanan darah : 130/89 mmHg
Suhu : 360 C
Frekuensi napas : 20 x/menit
Berat Badan : 65 kg
Tinggi Badan : 160 cm
Status Gizi : 25,39 (obesitas I)
- Sistem Kardiovaskular : tidak ada kelainan
- Sisem Respiratorik : tidak ada kelainan
- Sistem Gastrointestinal : tidak ada kelainan
- Sistem Urogenital : tidak ada kelainan
- Kelainan Khusus : tidak ada kelainan
C. STATUS NEUROLOGIKUS
1) Urat syaraf kepala (pancaindera) : tidak ada kelainan
2) Gejala rangsang meningeal :tidak ada kelainan
3) Mata:
Gerakan : baik kesegala arah
Persepsi mata : baik, visus normal
Refleks cahaya : +/+
Refleks kornea : +/+
Pemeriksaan oftalmoskopi : tidak dilakukan
4) Motorik
Fungsi Motorik Lengan Tungkai

Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Normal

Kekuatan 5/5

Tonus Eutonik Eutonik Eutonik Eutonik

Klonus - - - -

Refleks fisiologis + + + +

Refleks patologis - - - -

5) Sensibilitas : normal
6) Susunan syaraf vegetatif ` : tidak ada kelainan
7) Fungsi luhur : tidak ada kelainan
8) Kelainan khusus : tidak ada
D. STATUS PSIKIATRIKUS
KEADAAN UMUM
a. Sensorium : Compos Mentis
b. Penampilan : Rapi
c. Perhatian : Atensi adekuat
d. Sikap : Cukup kooperatif
e. Inisiatif : Adekuat
f. Tingkah laku motorik : Normoaktif
g. Ekspresi fasial : Wajar
h. Cara bicara : Lancar dan aktif
i. Kontak psikis : Kontak fisik : adekuat
Kontak mata : ada, kurang adekuat
Kontak verbal: adekuat
KEADAAN KHUSUS (SPESIFIK)
a. Suasana/ Perasaan
Afek : Tumpul
Mood : Disforik, hipotimik
Keserasian : Serasi
b. Emosi
Stabilitas : labil
Pengendalian : kurang terkendali
Echt-unecht : Echt
Skala diferensiasi : normal
Einfuhlung : bisa dirasakan
Arus emosi : labil
c. Keadaan dan fungsi intelektual
Daya ingat : baik
Daya konsentrasi : baik
Orientasi orang/waktu/tempat : kurang
Luas pengetahuan umum : cukup baik
Discriminative judgement : baik
Discriminative insight : derajat 1
Dugaan taraf intelegensi : sulit dinilai
Kemunduran intelektual : tidak ada
d. Kelainan sensasi dan persepsi
Ilusi : disangkal
Halusinasi : disangkal
KEADAAN PROSES BERFIKIR
a. Arus pikiran
Flight of ideas : tidak ada
Inkoherensi : tidak ada
Sirkumstansial : tidak ada
Tangensial : tidak ada
Terhalang (blocking) : tidak ada
Terhambat (inhibition) : tidak ada
Perseverasi : tidak ada
Verbigerasi : tidak ada
b. Isi Pikiran
Waham : tidak ada
Pola Sentral : tidak ada
Fobia : tidak ada
Konfabulasi : tidak ada
Perasaan inferior : tidak ada
Kecurigaan : ada
Rasa permusuhan : tidak ada
Perasaan berdosa : tidak ada
Hipokondria : tidak ada
Ide bunuh diri : tidak ada
Ide melukai diri : tidak ada
Lain-lain :-
c. Pemilikan pikiran
Obsesi : tidak ada
Aliensi : tidak ada
d. Keadaan dorongan instinktual dan perbuatan
Hipobulia : tidak ada
Vagabondage : tidak ada
Stupor : tidak ada
Pyromania : tidak ada
Raptus/Impulsivitas : tidak ada
Mannerisme : tidak ada
Kegaduhan umum : tidak ada
Autisme : tidak ada
Deviasi seksual : tidak ada
Logore : tidak ada
Ekopraksi : tidak ada
Mutisme : tidak ada
Ekolalia : tidak ada
Lain-lain : tidak ada
e. Kecemasan : tidak ada
f. Dekorum
Kebersihan : baik
Cara berpakaian : rapi
Sopan santun : cukup
g. Reality testing ability : tidak terganggu
E. PEMERIKSAAN LAIN
a. Pemeriksaan radiologi/foto thoraks : tidak dilakukan
b. Pemeriksaan radiologi/ CT scan : tidak dilakukan
c. Pemeriksaan darah rutin : tidak dilakukan
d. Pemeriksaan laboratorium : tidak dilakukan
e. Pemeriksaan urin : tidak dilakukan
f. Pemeriksaan LCS : tidak dilakukan
g. Pemeriksaan elektroensefalogram : tidak dilakukan

III. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL


Aksis I : F 32.1 Episode Depresi Sedang
Aksis II : Ciri kepribadian narsistik
Aksis III : Obesitas derajat I
Aksis IV : Ibu mertua perempuan yang meninggal
Aksis V : GAF scale saat ini 65

IV. DIAGNOSIS DIFFERENSIAL


- F 32.0 Episode Depresi Ringan
- F 32.2 Episode Depresi Berat Tanpa Gejala Psikotik

V. TERAPI
a. Psikofarmaka
- Fluoxetin 1x20 mg
- Merlopam 2x0,5 mg
b. Psikoterapi
Suportif
- Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya dan jelaskan
rencana pengobatan yang akan dilakukan.
- Memotivasi pasien agar minum obat dan kontrol secara teratur agar
terapi yang diberikan akan berhasil.
Keluarga
- Memberikan informasi kepada keluarga tentang penyakit pasien
sehingga diharapkan keluarga dapat turut serta membantu dan
mendukung kesembuhan pasien.
- Memberikan informasi mengenai rencana terapi pada pasien dan
menjelaskan peran serta keluarga dalam melakukan pengobatan.
c. Diet
Pada pasien ini perlu diperhatikan dalam pemberian gizi sehari-hari
dikarenkana pasien masuk dalam kelompok Obesitas derajat I. Pada
pasien ini bisa diberikan makanan yang bisa meningkatkan serotonin.
Meski memang sebenarnya serotonin tidak bisa didapatkan seutuhnya dari
makanan, tetapi ada makanan yang mengandung zat tertentu yang dapat
meningkatkan serotonin yaitu asam amino triptofan. Makanan yang
mengandung triptofan seperti : tahu, susu beserta olahan lainnya, kacang-
kacangan, tahu, ikan salmon, kentang, pisang dan pepaya.
VI. PROGNOSIS
1. Faktor Penghambat :

 Hubungan tidak percaya pada keluarga

2. Faktor Pendukung :

 Tidak ada riwayat keluarga dengan keluhan yang sama

 Tidak adanya kelainan organobiologik.

 Tidak ada ide bunuh diri atau menyakiti diri.

Quo ad vitam : Bonam


Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

a. Definisi
Depresi merupakan salah satu gangguan mood. Gangguan mood dianggap
sebagai sindrom, yang terdiri atas sekelompok tanda dan gejala bertahan selama
berminggu-minggu, berbulan-bulan yang menunjukkan penyimpangan nyata
fungsi habitual seseorang serta kecenderungan untuk kambuh, sering dalam bentuk
periodik atau siklik.3 Pasien dengan mood terdepresi (yaitu, depresi) merasakan
hilangnya energi dan minat, perasan bersalah, sulit berkonsentrasi, hilang nafsu
makan, dan pikiran tentang kematian atau bunuh diri.4 Berdasarkan WHO Depresi
merupakan gangguan mental yang ditandai dengan munculnya gejala penurunan
mood, kehilangan minat terhadap sesuatu, perasaan bersalah, gangguan tidur atau
nafsu makan, kehilangan energi, dan penurunan konsentrasi.
Episode depresi sedang harus ada setidaknya 2 minggu dan seseorang yang
didiagnosis memiliki episode depresif sedang terutama juga harus mengalami tiga
gejala dari daftar yang mencakup perubahan berat badan dan nafsu makan,
perubahan tidur dan aktivitas, tidak ada energi, rasa bersalah, masalah dalam,
berpikir dan membuat keputusan.1

b. Kriteria Penegakkan Diagnosis


Pedoman diagnosis menurut PPDGJ-III.5
Pedoman diagnostik pada depresi dibagi menjadi :

• Semua gejala utama depresi :

 afek depresif
 kehilangan minat dan kegembiraan
 berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah.
• Gejala lainnya:

o konsentrasi dan perhatian berkurang


o harga diri dan kepercayaan diri berkurang
o gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
o pandangan masa depan yang suram dan pesimis
o gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
o tidur terganggu
o nafsu makan berkurang
Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu,
akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih
dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu dari 2 minggu.

Episode depresif ringan menurut PPDGJ III

1. Sekurang-kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala utama depresi seperti


tersebut di atas
2. Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya
3. Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya lamanya seluruh episode
berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu
4. Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukannya.

Episode depresif sedang menurut PPDGJ III

1. Sekurang-kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala utama


2. Ditambah sekurang-kurangnya 3 atau 4 dari gejala lainnya
3. Lamanya seluruh episode berlangsung minimum 2 minggu
4. Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan,
dan urusan rumah tangga.
Episode Depresif Berat dengan Tanpa Gejala Psikotik menurut PPDGJ III :

1. Semua 3 gejala utama depresi harus ada


2. Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa
diantaranya harus berintensitas berat
3. Bila ada gejala penting (misalnya retardasi psikomotor) yang menyolok,
maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan
banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara
menyeluruh terhadap episode depresi berat masih dapat dibenarkan.
Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.

c. Tatalaksana kasus Depresi


Penatalaksanaan pasien gangguan mood harus diarahkan kepada beberapa tujuan.
Pertama, keselamatan pasien harus terjamin. Kedua, kelengkapan evaluasi
diagnostik pasien harus dilaksanakan. Ketiga, rencana terapi bukan hanya untuk
gejala, tetapi kesehatan jiwa pasien kedepannya juga harus diperhatikan. Tidak
hanya dengan psikofarmaka dan psikoterapi saja, namun menurunkan stressor
berat dalam kehidupan pasien juga perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya
pengulangan episode depresi.3,7
 Psikofarmaka
Tujuan dari terapi depresi adalah untuk mengurangi gejala depresi,
memudahkan pasien agar dapat kembali kepada fungsi hidupnya seperti semula
sebelum terkena depresi dan untuk mencegah depresi berkelanjutan. Obat-obatan
antidepresan merupakan terapi farmako utama pada pasien depresi.3

SSRIs merupakan golongan obat yang sering sekali digunakan sebagai obat
lini pertama pada depresi. Obat golongan SSRIs dipilih karena efektif, mudah
digunakan, dan relatif kurang efek sampingnya, meskipun pada dosis tinggi. Obat-
obatan yang dapat menimbulkan efek samping dalam dosis tinggi yaitu golongan
trisiklik, tetrasiklik dan MAOI. Pemilihan SSRIs juga dipertimbangkan karena
tidak menimbulkan hipotensi seperti obat golongan trisiklik dan tetrasiklik.
Sehingga golongan SSRIs aman diberikan pada orang tua. Sedangkan golongan
MAOI jarang dipilih dikarenakan dapat menyebabkan hipertensi krisis jika pasien
mengonsumsi makanan dengan kandungan tiramin yang tinggi. Sehingga pada
pemberian MAOI dibutuhkan kepatuhan ketat terhadap rangkaian panduan diet.3,7

Pada pemberian farmakoterapi, pasien harus diberikan juga edukasi mengenai


obat yang akan diberikan. Dokter harus menjelaskan bahwa obat antidepresi tidak
menyebabkan ketergantungan, karena obat ini tidak memberikan efek dengan
segara. Obat-obat antidepresi dikonsumsi selama 2-4 minggu baru bisa dirasakan
efeknya, baik efek perbaikan maupun efek samping lainnya seperti timbul
gangguan gastroontestinal seperti mual. Hal ini yang menandakan bahwa obat
bekerja didalam tubuh pasien.3

Berikut ini merupakan penggolongan obat-obatan antidepresan6:


Sediaan obat anti-depresi dan dosis anjuran (yang beredar di Indonesia
menurut MIMS Vol. 7, 2006)6:

No Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis


Anjuran

1 Amitriptyline AMITRIPTYLINE Drag 25 mg 75– 150 mg/h


(Indofarma)

2 Amoxapine ASENDINE (Lederle) Tab 100 mg 200–300mg/h

3 Tianeptine STABLON (Servier) Tab 12,5 mg 25 – 50 mg/h

4 Clomipramine ANAFRANIL Tab 25 mg 75– 150 mg/h


(Novartis)

5 Imipramine TOFRANIL (Novartis) Tab 25 mg 75– 150 mg/h

6 Moclobemide AURORIX (Roche) Tab 50 mg 300–600mg/h

7 Maprotiline  LUDIOMIL  Tab 10-25-50- 75– 150 mg/h


(Novartis) 75 mg
 TILSAN (Otto)  Tab 25 mg
 SANDEPRIL -50  Tab 50 mg
(Mersifarma)
8 Mainserin TOLVON (Pfizer – Tab 10 mg 30 – 60 mg/h
Pharmacial)

9 Sertraline  ZOLOFT (Pfizer-  Tab 50 mg 50- 100 mg/h


Pharmacial)  Tab 50 mg
 FATRAL  Tab 50 mg
(Fahrenheit)  Caplet 50mg
 FRIDEP  Tab 50 mg
(Mersifarma)  Caplet 50 mg
 NUDEP (Guardian  Tab 50 mg
Pharmatama)  Tab 50 mg
 ANTIPREZ (Sandoz)
 DEPTRAL
(Meptorafm)
 SERLOF (Kalbe)
 ZERLIN (Pharos)
10 Trazodone TRAZONE (Kalbe) Tab 50-150 mg 100-200
mg/h

11 Paroxetine SEROXAT (Glaxo- Tab 20 mg 20 – 40 mg/h


Smith-Kline)

12 Fluvoxamine LUVOX (Solyay Tab 50 mg 50 –100 mg/h


Pharma)

13 Fluoxetine  PROZAC (Eli Lilly)  Cap 20 mg 20 – 40 mg/h


 NOPRES (Ferron)  Caplet 20 mg
 ANSI (Bernofarma)  Cap 10 – 20
 ANTIPRESTIN mg
(Pharos)  Cap 10 – 20
 ANDEP (Medikon) mg
 COURAGE (Soho)  Cap 20 mg
 ELIZAC  Tab 20 mg
(Mersifarma)  Cap 20 mg
 OXIPRES (Sandoz)  Cap 20 mg
 LODEP (Sunthi  Cap 20 mg
Sepuri)  Cap 10-20
 KALXETIN (Kalbe) mg
 ZAC (Ikapharmindo)  Cap 10-20
 ZACTIN (Merck) mg
 Cap 20 mg

14 Citalopram CIPRAM (Lundbeck) Tab 20 mg 20 – 20 – 60 mg/h


60 mg/h

15 Mirtazapine REMERON (Organon) Tab 30 mg 15 – 45 mg/

16 Duloxetine CYMBALTA (B- Caplet 30 – 60 30 – 60 mg/h


Ingelheim) mg

17 Veniafaxine EFEXOR-XR (Wyeth) Cap 75 mg 75 –150 mg/h

 Psikoterapi

Psikoterapi diberikan untuk membantu pasien mengembangkan strategi


coping yang lebih baik dalam mengatasi stresor kehidupan sehari-hari. Jenis
psikoterapi yang diberikan, tergantung pada kondisi pasien dan preferensi terapis
atau dokternya. Dapat diberikan psikoterapi suportif atau reedukatif (misal: terapi
kognitif, perilaku). Yang perlu diingat pada pemilihan jenis psikoterapi yaitu
tentang kondisi pasien bila pasien dalam kondisi depresi terlebih lagi dengan
psikotik yang dapat dilakukan hanya psikoterapi suportif dengan syarat hanya
menghibut dan tidak menasehati atau membahas topik yang menjadi stressor
pasien.3,7

Terapi keluarga juga bisa diberikan pada pasien depresi, namun terapi
keluarga umumnya tidak dipandang sebagai terapi primer. Tetapi bukti yang
semakin banyak menunjukkan terapi keluarga memberikan dampak postif terhadap
pasien depresi. Terapi keluarga diindikasikan jika gangguan merusak perkawinan
pasien atau jika gangguan mood bertambah atau dipertahankan oleh situasi
keluarga. Terapi keluarga memeriksa peranan anggota keluarga yang mengalami
gangguan mood di dalam kesejahteraan psikologis seluruh keluarga; terapi
keluarga juga memeriksa peranan seluruh keluarga di dalam mempertahankan
gejala pasien.3
BAB IV

ANALISIS KASUS

Ny. MM, 59 tahun datang ke IGD RS Ernaldi Bahar diantar oleh keluarganya
karena sering marah-marah dan memecahkan barang. Wawancara dan observasi
dilakukan pada tanggal 11 Apeil 2019 di IGD RS Ernaldi Bahar Palembang.
Wawancara dilakukan berupa autoanamnesis dan alloanamnesis.
Berdasarkan anamnesis, Kurang lebih sejak 2 minggu yang lalu, pasien mulai
berubah tingkah lakunya, pasien tampak marah-marah dengan suaminya, gelisah,
kesal, dan sering menangis.
Menurut suami pasien, perubahan perilaku pasien didahului dengan kematian
ibu mertua pasien yaitu 3 minggu SMRS. Sejak kematian mertuanya, pasien sering
menangis dan marah-marah. Pasien sering menuduh suaminya tidak sedih atas
kematian ibu mertuanya.
Sejak 2 minggu yang lalu pasien tidak lagi berjualan, pasien hanya diam di
rumah tidak melakukan aktivitas yang biasa dilakukan sehari-hari. Kadang tanpa
sebab pasien tiba-tiba menangis.
Sejak 3 hari yang lalu pada malam hari pasien semakin kesulitan untuk tidur
sehingga pasien baru tidur pada saat pagi hari selama 2-3 jam. Selain itu nafsu makan
pasien menurun (sebelumnya pasien bisa menghabiskan 1 piring makan namun
sekarang setangah piring terkadang tidak habis). Pasien sering merasa putus asa,
cemas, gampang emosi dan mudah tersinggung.
Menurut pasien, keluarga suaminya tidak sayang terhadap ibu mertuanya,
sehingga pasien marah terhadap suaminya. Pasien juga merasa sangat sedih sejak 3
minggu yang lalu atas kematian ibu mertuanya. Pasien sering menangis ketika tidak
ada orang yang bersama dia karena dia merasa hampa, namun ketika pasien
berkumpul dengan temannya yang lain pasien suka tidak ingat atas kesedihannya.
Pasien merasa suami dan keluarga pihak suaminya membenci dia. Selain itu,
pasien mengeluh tidak nafsu makan dan kesulitan tidur karena sedih ketika mengingat
mertuanya. Akibatnya pasien merasa tidak bersemangat untuk menjalani aktivitas
sehari-hari seperti berjualan, mengikuti pengajian dan mengisi acara-acara pernikahan
seseorang untuk bernyanyi, pasien mengatakan ia senang bernyanyi dan memiliki
suara yang bagus.
Status internus dan neurologikus dalam batas normal. Pada status psikiatrikus,
keadaan umum dalam batas normal. Pada keadaan khusus, suasana perasaan, afek
datar dan mood disforik, hipotimik, emosi labil, enfuhlung dapat dirarasakan. Pada
pemeriksaan pikiran tidak ada gangguan. Dekorum baik dan RTA tidak terganggu.
Pemeriksaan lain tidak dilakukan pada pasien.
Penilaian diagnosis dinilai secara multiaksial menurut PPDGJ-III, yaitu:
1) Aksis I: F 32.1 Episode Depresi Sedang
Dari autoanamnesis dan alloanamnesis, dapat disimpulkan bahwa pasien
menderita Depresi Sedang. Hal ini didasarkan pada:
a. Sering menangis ketika mengingat mertuanya yang telah meninggal
b. Tidak lagi mengerjakan aktivitas sehari-hari
c. Pasien merasa putus asa, mudah kecewa dan terus menerus cemas
d. Nafsu makan berkurang
e. Sulit tidur
f. Merasa suaminya membenci Os
Hal ini sesuai dengan kriteria penegakkan diagnosis depresi menurut PPDGJ-
III.
2) Aksis II : Ciri kepribadian narsistik
Selama autoanamnesis pasien mengaku memiliki suara yang bagus sehingga
pasien sering diundang dalam acara pernikahan dan pengajian oleh tetangganya.
3) Aksis III : Obesitas derajat I
IMT pada pasien ini adalah 25,39. Termasuk dalam kelompok Obesitas
derajat I menurut Kemenkes RI tahun 2003.
4) Aksis IV : Ibu mertua perempuan yang meninggal
Dari hasil anamnesis semua gejala yang timbul didahului oleh meninggalnya
mertua pasien.
5) Aksis V : GAF scale saat ini 65
Formulasi Diagnostik pada Pasien
No Gejala Pada Pasien
Ya Tidak
1 Afek depresif 

2 Kehilangan minat dan 


kegembiraan
3 Berkurangnya energi yang 
menuju meningkatnya keadaan
mudah lelah.
4 Konsentrasi dan perhatian 
berkurang
5 Gagasan tentang rasa bersalah 
dan tidak berguna
6 Pandangan masa depan yang 
suram dan pesimis
7 Gagasan atau perbuatan 
membahayakan diri atau bunuh
diri
8 Tidur terganggu 

9 Nafsu makan berkurang 

10 Harga diri dan kepercayaan diri 


berkurang
Dari tabel formulasi diagnostik diatas didapatkan 3 gejala utama dan 4 gejala
tambahan dari depresi. Gejala juga dialami pasien sudah lebih dari 2 minggu. Pasien
juga sudah kesulitan untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah
tangga. Maka diagnosis pada pasien ini adalah “Episode Depresi Sedang”.
Pengobatan yang dilakukan kepada pasien ini adalah dengan dua pengobatan.
Pengobatan psikoterapi dan juga dengan pengobatan farmako. Pengobatan psikoterapi
dapat berupa psikoterapi keluarga yaitu edukasi kepada keluarga dan pasien
mengenai penyakit yang diderita dan pentingnya dukungan keluarga agar dapat
membantu kesembuhan pasien serta psikoterapi suportif yaitu memotivasi pasien agar
meminum obat secara teratur dan rutin kontrol setelah pulang dari perawatan di
rumah sakit.
Pengobatan farmako pada kasus ini diberikan Fluoxetin 1x20mg, suatu obat
antidepresan golongan SSRI. SSRIs merupakan golongan obat antidepresan yang
sering sekali digunakan sebagai obat lini pertama pada depresi. Obat golongan SSRIs
dipilih karena efektif, mudah digunakan, dan relatif kurang efek sampingnya,
meskipun pada dosis tinggi. Selain itu diberikan Merlopam 2 x 0,5 mg sebagai anti
anxietas pada pasien. Semua farmakoterapi diberikan dari dosis terendah terlebih
dahulu mengingat pasien merupakan serangan depresi pertama dengan jenis depresi
sedang.
DAFTAR PUSTAKA

1. W. Lam R, Mok H. Depression Oxford Psychiatry Library. Lunbeck


Institutes. 2000. p. 1-57
2. Elvira, S. D. 2013. Buku Ajar Psikiatri Edisi 2.FKUI. Depok. Indonesia.
3. Sadock BJ and Sadock VA. Gangguan Mood/ Suasana Perasaan. Dalam:
Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2, editor:Muttaqin H and
Elseria RN. Jakarta: EGC; 2010 Hal 791-807.
4. World Health Organization, Sixty-fifth world health assembly 2012.
http://www.who.int/mediacentre/events/2012/wha65/journal/en/index4.html
( diakses 30 April 2019)
5. Departemen Kesehatan RI, 1998. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ). Edisi III. Dirjen Pelayanan Medis RI.
Jakarta.
6. Maslim, Rusdi. 2007. Panduan Praktik Penggunaan Klinis Obat Psikotropik.
Jakarta. Hal: 28-34.
7. Buku Ajar Psikiatri, Edisi Ketiga. 2018. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Hal: 268, 271 dan 273.

Anda mungkin juga menyukai