Disusun Oleh:
COW Pembimbing
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul “Sindroma Nefrotik.”
Penulisan laporan kasus ini merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Program Pendidikan Profesi Dokter di
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dokter
Chief of Ward, dr. Ernita Sinaga, yang telah meluangkan waktunya dan
memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
sempurna, baik dari segi isi maupun susunan bahasanya. Maka dari itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat. Akhir
kata, penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
1.2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah untuk melaporkan kasus
sindrom nefrotik yang ditemukan di lapangan dan membandingkannya dengan
landasan teori yang sesuai.
1.3. Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan penulis
maupun pembaca khususnya peserta kepaniteraan klinik senior untuk
mengintegrasikan teori yang ada dengan aplikasi kasus yang dijumpai di lapangan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Sindrom nefrotik merupakan tanda patognomonik penyakit glomerular yang
ditandai dengan edema anasarka, proteinuria masif lebih dari 3,5 g/hari,
hipoalbuminemia kurang dari 3,5 g/hari, hiperkolesterolemia, dan lipiduria. Tidak
semua pasien dengan proteinuria diatas 3,5 g/hari akan tampil dengan gejala yang
komplit, beberapa diantaranya memiliki kadar albumin yang normal dan tanpa
edema.2
2.2. Epidemiologi
Angka kejadian sindrom nefrotik di Amerika Serikat mencapai 2-7 kasus
per 100.000 pada anak usia di bawah 16 tahun. Angka kejadian sindrom nefrotik di
Indonesia dilaporkan terdapat 6 per 100.000 anak per tahun. Sindrom nefrotik
paling banyak dijumpai pada anak usia 2-14 tahun, yaitu sindrom nefrotik primer
(85%), sedangkan untuk usia lebih dari 14 tahun berkaitan dengan penyakit ginjal
sekunder.2
2.4. Patofisiologi
Sindroma Nefrotik (SN) dicirikan oleh proteinuria, hipoalbuminemia,
hiperlipidemia, dan edema. Kelainan ini adalah akibat dari kebocoran glomerulus
yang luar biasa dari protein plasma ke dalam urin. Defek muatan atau sawar yang
selektif –ukuran dari dinding kapiler glomerulus yang membawahi filtrasi protein
plasma yang berlebihan dapat meningkat sebagai akibat variasi berbagai jenis
penyakit, termasuk penyakit imunologik, cidera toksik, kelainan metabolik, defek
biokimiawi, dan penyakit vaskuler. Oleh karena itu sindroma nefrotik merupakan
titik akhir yang umum terjadi pada berbagai jenis penyakit yang mengubah
permeabilitas dinding kapiler glomerulus. Proteinuria adalah tanda keadaan
nefrotik, yang berubah-ubah hingga laju eksresi protein urin total lebih dari 3,5 g
setiap 1,73 m3 daerah permukaan tiap hari. Proteinuria berat yang persisten biasa
terjadi dan disertai dengan hipoalbuminemia. Akibat kehilangan protein yang hebat
terjadi peningkatan katabolisme renal, dan akibat sintesis albumin di hati yang tidak
memadai maka terjadi penurunan albumin plasma lebih lanjut. Pengurangan yang
diakibatkan dalam tekanan onkotik plasma menyebabkan gangguan perembesan
cairan melewati kapiler perifer ke daerah intersitial terutama pada daerah dengan
tekanan jaringan yang rendah. Gangguan ini dipostulasikan akan menyebabkan
“kurangnya pengisian” dalam sirkulasi, yang sebaliknya memulakan rangkaian
penyesuaian hemostatik yang dirancang untuk memperbaiki kekurangan volume
plasma. Hal ini mencakup pengaktifan sistem renin-angiotensin-aldosteron, sekresi
vasopresin yang bertambah, perangsangan sistem saraf simpatik, dan mungkin
perubahan sekresi atau respon ginjal terhadap peptida natriuretik atrium. Hal ini dan
penyesuaian lain yang kurang diketahui menyebabkan retensi natrium dan air oleh
ginjal, terutama disebabkan karena reabsorbsi yang tinggi pada segmen nefron
distal, mengakibatkan edema yang berat.
Pada rumusan ini, ginjal dipandang responnya maladaptif terhadap
gangguan volume arteri yang efektif. Namun, skenario “pengisian yang kurang”
bukan merupakan penjelasan yang lengkap mengenai retensi garam dan air pada
sindroma nefrotik. Kenyataannya ukuran volume plasma, renin, dan aldosteron,
serta penentuan peristiwa yang mendasari reabsorbsi garam dan air oleh ginjal telah
mencatat adanya heterogenitas pada patofisiologi volume cairan pada sindrom
nefrotik. Beberapa pasien telah menambah volume cairan intravaskular dan
menekan sumbu renin-aldosteron, rupanya diperantarai oleh retensi cairan dan
garam renal yang primer tidak bergantung pada aldosteron, menyerupai
patofisiologi nefritis akut. Pasien ini sering mengalami penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG) dan lesi pada struktur glomerulus nya, walaupun tidak bervariasi.
Pada ujung lain dari spektrum adalah pasien dengan hipervolemia yang jelas,
hipereninemia, dan retensi garam sekunder. Kadar albumin serum rendah, volume
cairan ekstraseluler bertambah, dan biasanya terdapat pada kedua kelompok.4
Tampaknya, penurunan tekanan onkotik plasma juga merangsang sintesis
lipoprotein hati, dan hiperlipidemia sering menyertai status nefrotik. Lipoprotein
densitas-rendah dan kolestrol paling sering dijumpai meningkat, tetapi seiring
dengan penurunan tekanan onkotik plasma lebih lanjut, lipoprotein densitas sangat
rendah dan trigliserida juga meningkat. Kehilangan yang berlebihan dari faktor
protein plasma yang mengatur sintesis dan pembuangan lipoprotein dalam urin juga
dapat mempengaruhi status hiperlipidemik. Butiran lipid (silinder lemak, badan
lemak yang oval) biasanya muncul dalam urin.5
Hilangnya protein plasma dalam urine selain albumin juga harus
diperhatikan. Hilangnya globulin pengikat tiroksin dapat menyebabkan kelainan
dalam tes fungsi tiroid, termasuk ambilan nilai tiroksin yang rendah dan ambilan
triiodotironin yang bertambah. Kehilangan protein pengikat koleksikalsiferol dapat
menyebabkan defisiensi vitamin D dan hiperparatiroidisme dan dapat menyokong
hipokalsemia dan hiperkasiuria yang umum dijumpai. Eksresi transferin dalam urin
yang bertambah dapat menyebabkan anemia hipokromik mikrositik, yang resisten
terhadap terapi sediaan besi. Defisiensi seng (Zn) dan tembaga (Cu) dapat
menyebabkan kehilangan protein pengikat logam melalui urin. Keadaan
hiperkoagulabilitas sering menyertai sindroma nefrotik yang berat (albumin serum
kurang dari 2g/dL). Variasi faktor memperbesar kecendrungan untuk tombosis pada
pasien nefrotik termasuk defisiensi antithrombin III (karena kehilangan dari urin),
kadar atau aktifitas protein C atau protein S yang berkurang, hiperfibrinogenemia,
fibrinolisis yang terganggu, agregasi trombosit yang bertambah dan
hiperlipidemia.4
Pada beberapa pasien berkembang defisiensi igG hebat, sebagian akibat
kehilangan dari urin dan hiperkatabolisme. Komponen komplemen yang berat
molekul nya rendah juga dapat hilang melalui urin dan menyebabkan defek pada
opsonisasi bakteri. Berbagai protein pengikat-obat (terutama albumin) mungkin
berkurang, sehingga mengubah farmakokinetika dan toksisitas banyak obat.
Disamping kadar albumin yang berkurang, elektroforesis serum juga
mengungkapkan adanya peningkatan globulin alfa dan beta.5
Berikut diterangkan patogenesis terkait sindroma nefrotik.
Reaksi Ag-Ab
Peradangan glomerulus
Proteinuria
Hipoalbuminemia
2.7. Terapi
2. Terapi Spesifik
Minimal change nephropathy pada orang dewasa respon terhadap prednison.
Pada lupus nefritis, prednison dengan siklofosfamid dapat menyebabkan
remisi.8
3. Terapi Non-spesifik
Kontrol proteinuria dapat memperbaiki hipoalbuminemia dan mengurangi
resiko komplikasi yang ditimbulkan. 9
a. Edema
Furosemid oral dapat diberikan dan bila resisten dapat dikombinasi
dengan tiazid, metalazon, dan asetazolamid.
b. Hipertensi
Obat penghambat enzim konversi angiotensin (angiotensin converting
enzyme inhibitors) dan antagonis reseptor angiotensin II (angiotensin II
receptor antagonist) dapat menurunkan tekanan darah dan kombinasi
keduanya mempunyai efek aditif dalam mengurangi proteinuria. 9
c. Tromboemboli
Resiko tromboemboli pada sindroma nefrotik meningkat dan perlu
mendapat penanganan. Walaupun pemberian antikoagulan jangka
panjang masih kontroversial tetapi pada satu studi terbukti memberi
keuntungan. Jika terjadi trombosis dapat diberikan heparin dilanjutkan
dengan warfarin selama pasien masih nefrotik.9
d. Dislipidemia
Dislipidemia pada sindroma nefrotik belum secara meyakinkan
meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular, tetapi bukti klinis dalam
populasi menyokong pendapat perlunya mengontrol keadaan ini. Obat
penurun lemak golongan statin seperti simvastatin, pravastatin, dan
lovastatin dapat menurunkan kolesterol LDL, trigliserid, dan
meningkatkan kolesterol HDL.9
4. Diet
Pemberian diet tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi karena
akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme
protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan sklerosis glomerulus. Pembatasan
asupan protein 0,8 – 1,0 g/KgBB/hari dapat mengurangi proteinuria. Diet
rendah garam (sekitar 2 gram natrium per hari).8
2.8. Prognosis
Prognosis makin baik jika dapat didiagnosis segera. Pengobatan segera
dapat mengurangi kerusakan glomerolus lebih lanjut akibat mekanisme kompensasi
ginjal maupun proses autoimun. Prognosis baik bila penyakit memberikan respons
terhadap kortikosteroid dan jarang terjadi relaps. Pada umumnya sebagian besar
(80%) pasien sindrom nefrotik memberi respons yang baik terhadap pengobatan
awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50%di antaranya akan relaps berulang dan
sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid. 10
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Wulan Rahmadhani
Umur : 25 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Mustapa Gg. Nusa Indah No. 19 Pulo Brayan
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Agama : Islam
Bangsal : Asoka 2
No RM : 00.99.97.28
Tanggal Masuk : 25 Februari 2017
STATUS PRESENS
Keadaan Umum
Sensorium : Compos Mentis
Tek. Darah : 150/90 mmHg
Nadi : 85 x/i, reguler
Pernapasan : 20 x/i
Suhu : 36,8 oC
KU/KP/KG : Sedang/Sedang/Baik
Keaadan Penyakit
Anemis : (+/+) Eritema : (-)
Ikterus : (-/-) Turgor : kembali cepat
Sianosis : (-) Gerakan aktif : (-)
Dyspnoe : (-) Sikap tidur paksa : (-)
Edema : (-)
Keadaan Gizi
BB : 52 kg TB : 157 cm
RBW = 52
x 100% = 91,2% (Gizi Baik)
157 - 100
IMT = 52
x 100% = 21,1% (Normoweight)
157 - 100
PEMERIKSAAN FISIK
1. Kepala
Pertumbuhan rambut : (+) N
Sakit kalau dipegang :-
Perubahan lokal :-
a. Muka
Sembab :+
Pucat :+
Kuning :-
Parese :-
Gangguan lokal :-
b. Mata
Stand mata : dbn Ikterus :-
Gerakan : dbn Anemia : (+/+)
Exoftalmus :- Reaksi Pupil : isokor, Ø 3x3mm
Ptosis :- Gang. Lokal :-
c. Telinga
Sekret : (+) N Bentuk : dbn
Radang :- Atrofi :-
d. Hidung
Sekret : (+) N Benjolan :-
Bentuk : dbn
e. Bibir
Sianosis :- Kering :-
Pucat :+ Radang :-
f. Gigi
Karies :+ Jumlah : 28 buah
Pertumbuhan : (+) N Pyorre alveolaris : -
g. Lidah
Kering :+ Beslag :-
Pucat :+ Tremor :-
h. Tonsil
Merah :- Membrane :-
Bengkak :- Angina lacunaris : -
Beslag :-
2. Leher
Inspeksi :
Struma :- Torticollis :-
Kelenjar bengkak : - Venektasi :-
Pulsasi vena :-
Palpasi :
Posisi trakea : medial Tek. Vena Jugularis : R-2 cmH2O
Sakit/nyeri tekan :- Kosta servikalis :-
3. Thoraks Depan
Inspeksi
Bentuk : simetris fusiformis Venektasi :-
Simetris/asimetris : simetris Pembengkakan : -
Bendungan vena : - Pylsasi verbal : -
Ketinggalan bernafas : - Mammae :-
Palpasi
Nyeri tekan :-
Fremitus suara : ka=ki, kesan: Normal
Fremissement :-
Iktus : tidak teraba
a. Lokalisasi :-
b. Kuat angkat :-
c. Melebar :-
d. Iktus negatif :-
Perkusi
Suara perkusi paru: sonor Gerakan Bebas : ± 1 cm
Batas paru-hati Batas Jantung : dbn
a. Relatif : ICS V
b. Absolut : ICS VI
Auskultasi
Paru-paru
Suara pernafasan : vesikuler pada kedua lapangan paru
Suara tambahan
a. Ronchi basah :-
b. Ronchi kering :-
c. Krepitasi :-
d. Gesek pleura :-
Cor
Heart rate : 85x/menit, regular, intensitas cukup
Suara katup : M1>M2, P2>P1, A2>A1, A2>P2
Suara tambahan :
Desah jantung fungsional/organis :-
Gesek pericardial/pleurocardial :-
4. Thoraks Belakang
Inspeksi
Bentuk : simetris fusiformis Scapulae Alta :
Simetris/asimetris : simetris Ketinggalan bernafas :
Benjolan-benjolan : - Venektasi :-
Palpasi
Nyeri tekan :- Penonjolan :-
Fremitus suara : ka=ki, kesan: normal
Perkusi
Suara perkusi paru: sonor Gerakan Bebas: 1 cm
Batas bawah paru : dbn
Auskultasi
Suara pernafasan : vesikuler pada kedua lapangan paru
Suara tambahan :-
5. Abdomen
Inspeksi
Bentuk : simetris
Venektasi/ pembentukan vena :-
Gembung :-
Sirkulasi kolateral :-
Pulsasi :-
Palpasi
Defens muscular :-
Nyeri tekan :-
Undulasi :-
Lien : sulit dinilai
Ren : sulit dinilai
Hepar : sulit dinilai
Perkusi
Pekak hati :+
Pekak beralih :-
Auskultasi
Peristaltik usus : (+)↑
Double sound :-
6. Genitalia
Luka : tdp
Sikatriks : tdp
Nanah : tdp
Hernia : tdp
7. Ekstremitas
a. Atas
Bengkak : +/+ Refleks
Merah : -/- Biceps : +/+
Stand abnormal : -/- Triceps : +/+
Gangguan fungsi : -/- Radioperiost : +/+
Tes rumple leed : -/-
b. Bawah
Bengkak : +/+
Merah : -/-
Edema : +/+
Pucat : -/- Pulsasi A. Tibialis ant/post : ka=ki
Gangguan fungsi : -/- Pulsasi A. Dorsalis pedis : ka=ki
Varises : -/- Pulsasi A. Femoralis : ka=ki
Reflex Pulsasi A. Poplitea : ka=ki
KPR : +/+
APR : +/+
Strumple : -/-
Anamnesa Umum
Badan kurang enak :+ Tidur : cukup
Merasa capek/lemas : + Berat Badan :↓
Merasa kurang sehat : + Malas :-
Menggigil :- Demam :-
Nafsu makan :↓ Pening :-
Anamnesa organ
1. Cor
Dyspnoea de’ effort :- Sianosis :-
Dyspnoea de’repos :- Angina pectoris: -
Oedema :- Palpitasi cordis: -
Nycturia :- Asma cardial : -
2. Sirkulasi perifer
Claudication intermitten : - Gangguan tropis: -
Sakit waktu istirahat :- Kebas-kebas :-
Rasa mati ujung jari :-
3. Traktus respiratorius
Batuk :- Stridor :-
Pendarahan :- Sesak napas :+
Haemaptoe :- Pernafasan cuping hidung : -
Sakit dada waktu bernafas: - Suara parau :-
4. Traktus digestivus
a. Lambung
Sakit di epigastrium :- Sendawa :-
Sebelum/sesudah makan Anoreksia :-
Rasa panas di epigastrium : - Mual-mual :+
Muntah :+ Dysphagia :-
Haematemesis :- Foetor ex ore : -
Ructus :- Pyrosis :-
b. Usus
Sakit di abdomen :- Melena :-
Borborygmi :- Tenesmi :-
Defekasi :+ Flatulensi :-
Obstipasi :- Haemorrhoid : -
Diare :+
c. Hati dan saluran empedu
Sakit perut kanan : Gatal di kulit : +
Memancar ke :- Asites :+
Kolik :- Edema :-
Icterus :- Berak dempul : -
6. Sendi
Sakit :- Sakit digerakkan :
Sendi kaku :- Bengkak :-
Merah :- Stand abnormal :-
7. Tulang
Sakit :- Fraktur spontan :
Bengkak :- Deformasi :-
8. Otot
Sakit :- Kejang-kejang :-
Kebas-kebas :- Atrofi :-
9. Darah
Sakit di mulut dan lidah : - Muka pucat :-
Mata berkunang-kunang : - Bengkak :-
Pembengkakan kelenjar : - Penyakit darah :-
Merah di kulit :- Perdarahan sub kutan : -
10. Endokrin
a. Pankreas
Polidipsi :+ Pruritus :+
Polifagi :+ Pyorrhea :-
Poliuri :+
b. Tiroid
Nervositas :- Struma :-
Exoftalmus :- Miksodem :-
c. Hipofisis
Akromegali :- Distrofi adipos kongenital : -
14. Psikis
Mudah tersinggung :- Pelupa :-
Takut :- Lekas marah : -
Gelisah :-
Anamnesa famili
Penyakit famili :-
Penyakit seperti os :-
Anak – anak :-
RESUME
Keluhan Utama : edema anasarka
Telaah : edema anasarka (+), dispnea (+), diare (+), nausea (+),
vomitus (+), letargi (+), anemis (+), pruritus (+). Riwayat
hipertensi (+). Riwayat DM (+).
RPT : -
RPO : Valsartan, captopril, insulin, metformin
Pemeriksaan Fisik:
Kepala :
Mata : conj. palpebra inferior anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
T/H/M : DBN
Thoraks :
Inspeksi : simetris fusiformis
Palpasi : SF kiri=kanan
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : SP : vesikular ST: -
Abdomen :
Inspeksi : simetris
Palpasi : Soepel, H/L/R : TTB
Perkusi : timpani (+)
Auskultasi : peristaltik (+) ↑
Extremitas sup : akral hangat, CRT <3”, nadi: 80x/i, edema (+/+)
Extremitas inf : akral hangat, edema (+/+)
Laboratorium
Darah lengkap : Hb/Ht/Leu/Plt/GlukosaAdR
8,3 (gr/dL) / 25,8 (%) / 12.950 (/µL) / 518 (103/µL) / 99 (mg/dL)
DIAGNOSA BANDING
1. Sindrom Nefrotik + CKD st. V ec. HN + Hipertensi st. II + DM Tipe 1 + Anemia
ec. Penyakit Kronis
2. Glomerulonefritis + CKD st. V ec. HN + Hipertensi st. II + DM Tipe 1 +
Anemia ec. Penyakit Kronis
3. Diabetic Nephropathy + CKD st. V ec. DN + Hipertensi st. II + DM Tipe 1+
Anemia ec. Penyakit Kronis
4. Lupus Nephritis + CKD st. V ec. GNC + Hipertensi st. II + DM Tipe 1 + Anemia
ec. Penyakit Kronis
DIAGNOSA SEMENTARA
Sindrom Nefrotik
CKD st. V ec. HN
Hipertensi st. II
DM Tipe 1
Anemia ec. Penyakit Kronis
Terapi:
- Tirah Baring
- O2 2-4 L/i via nasal canule
- Diet Ginjal 1550 kkal + 30 gr protein
- Restriksi cairan 1000-2000 cc/hari
- IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i mikro
- Inj. Ondansentron 4 mg/8 jam/IV
- Inj. Furosemide 40 mg/12 jam/IV
- Valsartan 1 x 160 mg/PO
- Loperamide 1 tab/mencret (max. 8 tablet/hari)
- Sucralfat 3 x CII
Rencana Penjajakan:
1. Urinalisa harian
2. Anemia profile
3. Morfologi darah tepi
4. KGD 2 jam pp, puasa, HbA1c
5. Renal function test
6. Liver function test
7. Proteinuria 24 jam
8. Lipid profile
9. Albumin
10. Elektrolit
11. AGDA
12. Foto thoraks PA
13. Funduskopi
14. USG ginjal dan saluran kemih
15. Biopsi ginjal
BAB 4
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
25/02/2017- Sesak nafas Compos mentis -Sindroma Nefrotik Tirah baring
26/02/2017 (+),
TD : 190/100 mmHg- -CKD Stage V ec O2 2-4 L/m
Bengkak IVFD Nacl 0,9%
(H1-H2) 160/80 mmHg HN
seluruh 10 gtt/i mikro
tubuh (+) HR : 85-90x/i -Hipertensi St. II
Inj.
Mual (+),
Muntah (+) RR : 22-25x/i -Anemia penyakit Ondansentron
kronis
Mencret (+) T : 36-37C 4mg/8jam
-Hiperuricemia
Kepala Inj. Furosemide 1
-Hiponatremia
Mata : Anemis (+/+), amp/12 jam/iv
ikterus (-/-), Oedema -Hiperkalemia Valsartan 1x
pada wajah (+/+)
160mg
T/H/M : dbn
Loperamid 1 tab/
Thoraks
mencret
TVJ : R-2 cm H2O maksimal 8
SP : Vesikuler tablet/hari.
ST : - Sucralfat 3x CII
Abdomen Kalitake 3x1
Simetris membesar sachet
(+) R/ -Urinalisis, feses
Acites (+) rutin, proteinuria 24
jam, albumin
H/L/R tidak teraba.
-Anemia profile,
Ekstremitas lipid profile,
morfologi darah tepi
Superior : edema
(+/+) -USG Ginjal dan
saluran kemih.
Inferior : edema (+/+)
UOP/24 jam :
400cc/24jam
EKG Normal sinus rhythm
27/12/2016
Laboratorium Hb/Ht/Leu/Plt : 8,3/25,8/12.950/518.000
MCV/MCH/MCHC : 83,8/26,9/32,2
E/B/N/L/M : 0,04/0,04/11.1/1,19/0,58
Ureum/Kreatinin:112/12,78 mg/dl
Na/K/Cl : 127/7,4/114,4
Uric Acid : 13,6
KGD ad random: 99mg/dl
AGDA(PH/pCo2/Po2/HCO3/BE/SatO2):(7,38/23/66,9/14.0/
-11,2/92.8%)
27/02/2017- Bengkak Compos mentis -Sindrom Nefrotik Tirah baring
28/02/2017 pada wajah
TD : 150/90-170/100 -CKD Stg V ec HN Diet Ginjal 1000
(+) Muntah kkal + 40 gr
(H3-H4) mmHg
(+) Mual - Hipertensi Stg II protein
(+) HR : 80-84 x/i IVFD Nacl 0,9%
-Anemia ec
RR : 21-24x/i penyakit kronik 10 gtt/i
Inj. Furosemide
T : 35,2-37C - Hiperuricemia
1 amp/12 jam/iv
Kepala - Hiponatremia
Inj
Mata : Anemis (+/+), - Hiperkalemia
Ondansentron
ikterus (-/-), Oedema
- GE akut infeksius
pada wajah (+) 4mg/8jam/iv
dd non infeksius
T/H/M : dbn Valsartan 1x160
Thoraks mg
Thoraks mg
R/ Morfologi darah
tepi
Urinalisa, albumin,
lipid profile
USG Ginjal dan
Saluran Kemih
BAB 5
DISKUSI KASUS
Teori Pasien
Epidemiologi
Angka kejadian sindrom nefrotik di Amerika Serikat Pasien wanita berusia 25
mencapai 2-7 kasus per 100.000 pada anak usia di tahun datang dengan keluhan
bawah 16 tahun. Angka kejadian sindrom nefrotik di bengkak pada seluruh tubuh.
Indonesia dilaporkan terdapat 6 per 100.000 anak per
tahun. Sindrom nefrotik paling banyak dijumpai pada
anak usia 2-14 tahun, yaitu sindrom nefrotik primer
(85%), sedangkan untuk usia lebih dari 14 tahun
berkaitan dengan penyakit ginjal sekunder.5
Manifestasi Klinis Bengkak pada seluruh
Gejala utama yang ditemukan adalah : tubuh dialami pasien
1. Edema anasarka. Pada awalnya dijumpai ± 1 minggu sebelum
edema terutamanya jelas pada kaki, masuk rumah sakit dan
namun dapat juga pada daerah periorbital, semakin memberat
skrotum atau labia. Bisa juga terjadi asites dalam tiga hari
dan efusi pleura. Akhirnya sembab terakhir. Bengkak
menjadi menyeluruh dan masif diawali dari wajah lalu
(anasarka). ke seluruh tubuh.
2. Proteinuria > 3,5 g/hari pada dewasa Riwayat bengkak
atau 0,05g/kg/hari pada anak – anak. dialami sejak 1 tahun
3. Hipoalbuminemia <3,5g/dl. yang lalu dan pasien
4. Hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia tidak teratur berobat
> 250mg/dl ke Poli Nefrologi.
Riwayat penyakit
Pada sebagian pasien dapat ditemukan gejala darah tinggi dijumpai
lain seperti:2 sejak 1 tahun yang lalu
5. Hipertensi dengan tekanan darah
6. Hematuria sistolik tertinggi 200
7. Urin berbuih mmHg dan pasien
8. Anemia meminum obat dari
9. Diare Poli Nefrologi.
10. Anorexia Mencret dialami sejak
11. Fatigue atau malaise ringan 5 hari yang lalu
12. Nyeri abdomen atau nyeri perut dengan frekuensi 4-6
13. Berat badan meningkat kali per hari dengan
14. Hiperkoagulabilitas.2 konsistensi air >
ampas, lendir dan
darah tidak dijumpai.
Pasien mengaku
merasa lemas dan
terlihat pucat sejak 2
bulan yang lalu.
Pasien juga
mengalami mual yang
dialami dalam 5 hari
terakhir. Mual diikuti
muntah dengan
frekuensi 3-4 kali per
hari dengan volume 50
cc per kali muntah.
Anamnesa Pasien mengeluhkan
Keluhan yang sering dikeluhkan pasien adalah bengkak pada seluruh
bengkak di kedua kelopak mata, perut, tungkai, atau tubuh ± 1 minggu
seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang sebelum masuk rumah
berkurang. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti sakit dan semakin
urin berwarna kemerahan yang menandakan memberat dalam tiga
3
hematuria. hari terakhir. Bengkak
diawali dari wajah lalu
ke seluruh tubuh.
Keluhan yang dialami
pasien adalah keluhan
berulang. Riwayat
bengkak dialami sejak
1 tahun yang lalu dan
pasien tidak teratur
berobat ke Poli
Nefrologi.
Pemeriksaan Fisik Pada inspeksi pasien
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan dijumpai:
edema di kedua kelopak mata, tungkai, atau Konjungtiva tampak
adanya asites dan edema skrotum atau labia. anemis
3
Kadang-kadang ditemukan hipertensi. Bengkak pada
seluruh tubuh
Pada palpasi, perkusi dan
auskultasi tidak dijumpai
kelainan
Pemeriksaan Penunjang Pada pasien dijumpai:
Langkah pertama dalam mengevaluasi pasien Hb : 8.3 g/dL ( rendah )
dengan edema adalah untuk menetapkan apakah
adanya sindrom nefrotik, karena hipoalbuminemia
dapat terjadi tanpa adanya proteinuria (seperti pada
enteropati kehilangan protein), dan edema dapat
terjadi tanpa adanya hipoalbuminemia (misalnya,
pada angioedema, kebocoran kapiler, insufisiensi
vena, gagal jantung kongestif)
Dalam rangka menetapkan adanya sindrom
nefrotik, tes laboratorium harus mengkonfirmasi (1)
proteinuria nefrotik, (2) hipoalbuminemia, dan (3)
hiperlipidemia. Oleh karena itu, pengujian
laboratorium awal harus mencakup sebagai berikut:
1. Protein urin - Dengan ekskresi protein ≥ 40
mg/m2LPB/jam atau > 50 mg/kgBB/24 jam, atau rasio
albumin/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg, atau
dipstick ≥ 2+
2. Albumin serum - Kurang dari 2,5 g/dL
3. Panel lipid - Peningkatan kolesterol total, kolesterol
low-density lipoprotein (LDL), peningkatan
trigliserida dengan hipoalbuminemia berat, kolesterol
high-density lipoprotein (HDL) (normal atau rendah)
Setelah menentukan adanya sindrom nefrotik,
tugas selanjutnya adalah untuk menentukan apakah
sindrom nefrotik primer (idiopatik) atau sekunder
terhadap gangguan sistemik dan, jika sindrom nefrotik
idiopatik (SNI) telah ditentukan, apakah ada tanda-
tanda penyakit ginjal kronis , insufisiensi ginjal, atau
tanda-tanda yang dapat mengecualikan kemungkinan
sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM)). Oleh
karena itu, di samping tes di atas, berikut ini harus
dimasukkan dalam hasil pemeriksaan:
1. Jumlah sel darah lengkap (Complete Blood Count
(CBC)) – Peningkatan hemoglobin dan hematokrit,
jumlah trombosit meningkat
2. Panel metabolik - Elektrolit serum rendah, BUN
dan kreatinin tinggi, kalsium rendah, fosfor, dan kadar
kalsium terionisasi normal
3. Pengujian untuk HIV, hepatitis B dan C -
Pertimbangkan pemeriksaan enzim hati, seperti alanin
aminotransferase (ALT) dan aspartat
aminotransferase (AST), ketika skrining untuk
penyakit hati.
4. Studi komplemen (C3, C4) – Kadar rendah
5. Antibodi antinuklear (ANA), antibodi anti–double-
stranded DNA (pada pasien yang dipilih).4
Penatalaksanaan - Tirah Baring
Pengobatan spesifik dari sindrom nefrotik - O2 2-4 L/i via nasal canule
ditujukan terhadap penyakit dasar, Kidney Disease - Diet Ginjal 1550 kkal + 30
Improving Global Outcomes (KDIGO) telah gr protein
mengeluarkan panduan dalam menatalaksanai pasien - Restriksi cairan 1000-
dengan sindrom nefrotik2.. Pengobatan non-spesifik 2000 cc/hari
untuk mengurangi proteinuria, mengontrol edema dan - IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i
mengobati komplikasi. 3 mikro
2. Penatalaksanaan Umum - Inj. Ondansentron 4 mg/8
Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan jam/IV
pemeriksaanberikut: 3 - Inj. Furosemide 40 mg/12
6. Pengukuran berat badan dan tinggi badan jam/IV
7. Pengukuran tekanan darah - Valsartan 1 x 160 mg/PO
8. Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda - Loperamide 1 tab/mencret
atau gejala penyakit sistemik, seperti lupus (max. 8 tablet/hari)
eritematosus sistemik, purpura - Sucralfat 3 x CII
HenochSchonlein.
9. Mencari fokus infeksi di gigi-geligi,
telinga, ataupun kecacingan. Setiap infeksi
perlu dieradikasi lebih dahulu sebelum
terapi steroid dimulai.
5. Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya
positif diberikan profilaksis INH selama 6
bulan bersama steroid, dan bila ditemukan
tuberkulosis diberikan obat antituberkulosis
(OAT).
Perawatan di rumah sakit pada SN relaps
hanya dilakukan bila terdapat edema anasarka
yang berat atau disertai komplikasi muntah,
infeksi berat, gagal ginjal, atau syok. Tirah
baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas fisik
disesuaikan dengan kemampuan pasienn dan
tirah baring dapat membantu mengontrol
edema3.
3. Terapi Spesifik
Minimal change nephropathy pada orang
dewasa respon terhadap prednison. Pada lupus
nefritis, prednison dengan siklofosfamid dapat
menyebabkan remisi.
4. Terapi Non-spesifik
Kontrol proteinuria dapat memperbaiki
hipoalbuminemia dan mengurangi resiko
komplikasi yang ditimbulkan. 5
e. Edema
Furosemid oral dapat diberikan dan bila
resisten dapat dikombinasi dengan tiazid,
metalazon, dan asetazolamid.
f. Hipertensi
Obat penghambat enzim konversi
angiotensin (angiotensin converting
enzyme inhibitors) dan antagonis reseptor
angiotensin II (angiotensin II receptor
antagonist) dapat menurunkan tekanan
darah dan kombinasi keduanya mempunyai
efek aditif dalam mengurangi proteinuria.
g. Tromboemboli
Resiko tromboemboli pada sindroma
nefrotik meningkat dan perlu mendapat
penanganan. Walaupun pemberian
antikoagulan jangka panjang masih
kontroversial tetapi pada satu studi terbukti
memberi keuntungan. Jika terjadi trombosis
dapat diberikan heparin dilanjutkan dengan
warfarin selama pasien masih nefrotik.
h. Dislipidemia
Dislipidemia pada sindroma nefrotik belum
secara meyakinkan meningkatkan resiko
penyakit kardiovaskular, tetapi bukti klinis
dalam populasi menyokong pendapat
perlunya mengontrol keadaan ini. Obat
penurun lemak golongan statin seperti
simvastatin, pravastatin, dan lovastatin
dapat menurunkan kolesterol LDL,
trigliserid, dan meningkatkan kolesterol
HDL.5
5. Diet
Pemberian diet tinggi protein dianggap merupakan
kontraindikasi karena akan menambah beban
glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme
protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan sklerosis
glomerulus. Pembatasan asupan protein 0,8 – 1,0
g/KgBB/hari dapat mengurangi proteinuria. Diet
rendah garam (sekitar 2 gram natrium per hari).5
BAB 6
KESIMPULAN
Seorang wanita, 25 tahun datang dengan Bengkak pada seluruh tubuh dialami
pasien ± 1 minggu sebelum masuk rumah sakit dan semakin memberat dalam tiga
hari terakhir. Bengkak diawali dari wajah lalu ke seluruh tubuh. Riwayat bengkak
dialami sejak 1 tahun yang lalu dan pasien tidak teratur berobat ke Poli Nefrologi.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapati adanya konjungtiva anemis dan bengkak pada
seluruh tubuh. Pada pemeriksaan penunjang didapati terjadinya penurunan kadar
hemoglobin. Pasien kemudian didiagnosis dengan sindroma nefrotik dan diterapi
dengan:
- Tirah Baring
- O2 2-4 L/i via nasal canule
- Diet Ginjal 1550 kkal + 30 gr protein
- Restriksi cairan 1000-2000 cc/hari
- IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i mikro
- Inj. Ondansentron 4 mg/8 jam/IV
- Inj. Furosemide 40 mg/12 jam/IV
- Valsartan 1 x 160 mg/PO
- Loperamide 1 tab/mencret (max. 8 tablet/hari)
- Sucralfat 3 x CII
DAFTAR PUSTAKA
1. Panzer SE, Thurman JM. The Patient with Glomerular Disease or Vasculitis.
In: Schrier RW. Manual of Nephrology. 8th edition. Philadelphia: Wolters
Kluwer Health; 2015. p. 180-200.
2. Lydia A, Marbun MB. Sindrom Nefrotik. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW,
Simadibrata M, Setiohadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
Ke-6. Jakarta: Interna Publishing; 2014. h. 2080-2087.
3. Lewis JB, Neilson EG. Glomerular Diseases. In: Jameson JL, Loscalzo J.
Harrison‘s Nephrology and Acid-Base Disorders. 2nd edition. New York:
McGraw-Hill Education; 2013. p. 162-188.
4. Glassock, J. R., Brenner, M. B. 2000. Glomerulopati Mayor. In: Kurt J.
Isselbacher, Eugine Braunwald, Jean D. Wilson, Joseph B, Marthin, Anthony
S, Fauci, and Dennis L. Kasper. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam
Vol III Ed 13. Jakarta: EGC. 1462-1463.
5. Lorraine M. Wilson. 2002. Gagal Ginjal Kronik. In: Sylvia A. Price and
Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Klinis Proses-Proses Penyakit Vol II Ed 6.
Jakarta: EGC. 933.
6. Kodner, C., 2009. Nephrotic Syndrome in Adults : Diagnostic and
Management. American Family Physician. Vol 80. No.10, pp.1129-1134.
7. Tribono PP, Alatas H, Tambunan T, Pardede SO. 2012. Konsensus Tatalaksana
Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak. Edisi Ke-2. Jakarta: UKK Nefrologi
IDAI.
8. Nephrotic Syndrome. Kidney Disease: Improving Global Outcome (KDIGO) –
Clinical Practice Guideline for Glomerulonephritis.
9. IDAI. 2012. Tata Laksana Sindroma Nefrotik Pada Anak. Available from:
http://www.idai.or.id/wp-content/uploads/2013/02/TATA-LAKSANA-
SINDROM-NEFROTIK-IDIOPATIK-PADA-ANAK.pdf. [cited 1st March
2017].
10. Siburian, A. 2013. Analisis Praktik pada Pasien Sindrom Nefrotik di Lantai 3
Selatan RSUP FATMAWATI. Available from:
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351523-PR-Apriliani%20S.pdf. [cited 1st
March 2017].
11. Gilda G. 2014. Pengaruh Suplementasi Kapsul Ekstrak Ikan Gabus terhadap
Kadar albumin dan Berat Badan pada Anak dengan Sindrom Nefrotik. Jurnal
Media Medika Muda. FK UNDIP. Semarang. Available from:
http://eprints.undip.ac.id/44647/3/Bab_2_-_Bab_II_Tinjauan_Pustaka.pdf.
[cited 1st March 2017].