Anda di halaman 1dari 27

Case Report Session

ENSEFALOPATI UREMIKUM

Oleh:

Nadhifa Aathira Khairunnisa 2040312056

Preseptor:

dr. Monika Sari, SpPD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD PARIAMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan kasus “Ensefalopati
Uremikum” ini dapat penulis selesaikan dengan baik dan sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan. Laporan kasus ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan
wawasan penulis mengenai ensefalopati uremikum, serta menjadi salah satu syarat
dalam mengikuti kegiatan kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah
banyak membantu dalam pembuatan laporan kasus ini, khususnya dr. Monika Sari,
SpPD sebagai preseptor yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan
saran, perbaikan serta bimbingan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa di dalam laporan kasus ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menerima saran
dan kritik yang membangun guna penyempurnaan laporan kasus ini. Akhir kata,
semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Pariaman, Februari 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Cover ........................................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. v

DAFTAR TABEL................................................................................................. vi

BAB 1 Pendahuluan .............................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2 Batasan Masalah ..................................................................................... 1

1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................... 1

1.4 Metode Penulisan.................................................................................... 2

1.5 Manfaat Penulisan .................................................................................. 2

BAB 2 Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 3

2.1 Definisi ..................................................................................................... 3

2.2 Epidemiologi ........................................................................................... 3

2.3 Etiologi ..................................................................................................... 3

2.4 Patofisiologi ............................................................................................. 4

2.5 Diagnosis .................................................................................................. 6

2.6 Diagnosis Banding .................................................................................. 7

2.7 Tatalaksana ............................................................................................. 8

2.8 Komplikasi .............................................................................................. 9

2.9 Prognosis ............................................................................................... 10

BAB 3 Laporan Kasus ........................................................................................ 11

3.1 Identitas Pasien ..................................................................................... 11

3.2 Anamnesis ............................................................................................. 11

iii
3.3 Pemeriksaan Fisik ................................................................................ 12

3.4 Pemeriksaan laboratorium .................................................................. 14

3.5 Diagnosis ................................................................................................ 15

3.6 Terapi..................................................................................................... 15

3.7 Pemeriksaan Anjuran .......................................................................... 16

BAB 4 Diskusi ...................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 20

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan hubungan kondisi ginjal dengan sistem saraf pusat 4

v
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Diagnosis banding ensefalopati 8


Tabel 2.2 Kriteria untuk memulai terapi pengganti ginjal 18

vi
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ensefalopati uremik (EU) didefinisikan sebagai disfungsi otak akibat akumulasi
toksin yang disebabkan gagal ginjal akut atau kronis. Perjalanan klinis EU selalu
progresif jika tidak diobati. Angka kejadian EU di dunia belum diketahui. Kondisi
ini dapat terjadi pada pasien manapun dengan End-Stage Renal Disease (ESRD),
dan angka kejadian EU secara langsung tergantung pada jumlah pasien tersebut.
Peningkatan kasus ESRD seiring dengan peningkatan kasus EU.1,2
Pada pasien dengan gagal ginjal, ensefalopati adalah masalah umum yang
dapat disebabkan oleh uremia, defisiensi tiamin, dialisis, penolakan transplantasi,
hipertensi, gangguan cairan dan elektrolit atau toksisitas obat. Secara umum,
ensefalopati muncul dengan gejala kompleks yang berkembang dari sensorik ringan
berkabut hingga delirium dan koma. Hal ini sering muncul dengan sakit kepala,
kelainan penglihatan, tremor, asterixis, mioklonus multifokal, korea, dan kejang.
Tanda-tanda ini berfluktuasi dari hari ke hari atau kadang-kadang dari jam ke jam.3,4
Tatalaksana ensefalopati uremikum dapat berupa terapi dialitik dan terapi
non-dialitik. Beberapa komplikasi penyakit ini adalah kejang, koma, dan kematian.
Dengan dimulainya terapi penggantian ginjal, sindrom klinis yang ada dapat
membaik. Proses ini dapat terjadi dalam beberapa hari hingga minggu. Perubahan
EEG membutuhkan waktu beberapa bulan untuk pulih dan mungkin tidak kembali
ke kondisi awal. Beberapa perubahan kognitif di otak kemungkin tidak dapat
kembali seperti semula sehingga sebaiknya terapi penggantian ginjal sudah dimulai
sebelum onset ensefalopati uremikum.1

1.2 Batasan Masalah


Laporan kasus ini membahas mengenai ensefalopati uremikum.

1.3 Tujuan Penulisan


Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan
pemahaman mengenai ensefalopati uremikum.

1
1.4 Metode Penulisan
Metode penulisan laporan kasus ini adalah memaparkan hasil pemeriksaan pasien,
rekam medis pasien, dan tinjauan kepustakaan yang mengacu pada berbagai
literatur termasuk buku teks dan artikel ilmiah.

1.5 Manfaat Penulisan


Manfaat penulisan laporan kasus ini adalah memberikan pengetahuan, contoh
kasus, dan pemahaman mengenai ensefalopati uremikum.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Ensefalopati uremik (EU) didefinisikan sebagai disfungsi otak akibat akumulasi
racun yang disebabkan oleh gagal ginjal akut atau kronis. Perjalanan klinis EU
selalu progresif jika tidak diobati. Ensefalopati uremik setidaknya dapat pulih
sebagian dengan dimulainya terapi penggantian ginjal. Oleh karena itu, EU
merupakan indikasi untuk memulai terapi penggantian ginjal. 1,2

2.2 Epidemiologi
Angka kejadian ensefalopati uremikum di dunia belum diketahui. Kondisi ini dapat
terjadi pada pasien manapun dengan End-Stage Renal Disease (ESRD), dan angka
kejadiannya secara langsung tergantung pada jumlah pasien tersebut. Peningkatan
kasus ESRD seiring dengan peningkatan kasus UE. Berdasarkan Center for Disease
Control and Prevention (CDC), pada tahun 2013 jumlah pasien ESRD yang dirawat
di Amerika Serikat sebesar 1973,20 per 1 juta jumlah penduduk sedangkan di Asia
sebesar 2990 per 1 juta penduduk. Di Indonesia, berdasarkan Pusat Data dan
Informasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia, jumlah pasien GGK
diperkirakan sekitar 50 orang per satu juta penduduk, 60% nya adalah laki-laki, usia
dewasa dan usia lanjut.2,5-7
Disfungsi kognitif dapat terjadi pada hingga 60% pasien dengan gagal ginjal
kronis (GGK). Disfungsi kognitif terjadi karena multifaktorial dan mungkin karena
cedera vaskular, peradangan endotel, atau efek langsung dari neurotoksin.
Penyebab dan akibat hubungan antara neurotoksin dan disfungsi kognitif masih
belum pasti. Oleh karena itu, sulit untuk memperkirakan prevalensi ensefalopati
uremikum.1

2.3 Etiologi
Banyak senyawa telah terlibat dalam patogenesis EU, dan dikenal sebagai toksin
uremik. Urea adalah toksin yang paling banyak dipelajari. Sementara perubahan
kognitif yang parah dari ensefalopati uremik berkembang ketika perkiraan laju
filtrasi glomerulus (LFG) turun di bawah 15mL/menit, seringkali perubahan
kognitif dapat diidentifikasi pada LFG dalam kisaran 40-60 mL/menit. Tidak ada

3
ambang LFG yang diperlukan untuk mendiagnosis EU. Dalam beberapa kondisi,
percobaan terapeutik dengan sesi hemodialisis mungkin diperlukan.8,9

2.4 Patofisiologi
Patofisiologi ensefalopati uremikum hingga saat ini masih belum pasti, tetapi
beberapa faktor telah disebutkan terlibat pada proses perjalanan penyakitnya.
Gangguan hormonal, stres oksidatif, akumulasi metabolit, ketidakseimbangan
neurotransmiter eksitatorik dan inhibitorik, dan gangguan metabolisme perantara
telah diidentifikasi sebagai faktor yang berkontribusi. 10

Gambar 2. 1 Bagan hubungan kondisi ginjal dengan sistem saraf pusat11


a. Gangguan hormonal
Efek toksik dari hormon paratiroid (PTH) pada sistem saraf pusat (SSP)
diketahui sebagai salah satu faktor yang berperan. Pada gagal ginjal akut dan
kronis, kadar PTH meningkat seiring dengan peningkatan kandungan kalsium
di korteks serebral. Hipotesis ini didukung oleh satu penelitian yang
menunjukkan bahwa kelainan kandungan kalsium otak pada anjing dengan
gagal ginjal dapat dicegah dengan paratiroidektomi, sehingga perubahan ini
tampaknya bergantung pada PTH.10
b. Stres oksidatif
Reactive oxygen species (ROS) dianggap menjadi salah satu mediator penting
untuk patofisiologi ensefalopati uremik. Bukti stres oksidatif pada gagal ginjal
kronis didasarkan pada peningkatan produk peroksidasi lipid sebagai akibat dari

4
kerusakan sel dan membran organel. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
produk beracun ini menyebabkan beban inflamasi pada GGK melalui
ketidakseimbangan antara peningkatan produksi ROS dan keterbatasan atau
penurunan kapasitas antioksidan.10
Nitrit oksida (NO), awalnya diidentifikasi sebagai faktor relaksasi yang
diturunkan dari endotel, sekarang dikenal sebagai molekul sinyal intra dan antar
sel yang memainkan peran mendasar dalam regulasi berbagai macam fungsi
biologis. Selain fungsi fisiologis penting, NO terlibat dalam berbagai proses
patologis yang menyebabkan sitotoksisitas. Dalam hal ini, interaksi NO dengan
ROS, terutama anion superoksida, menghasilkan produk samping yang sangat
reaktif dan sitotoksik, seperti peroksinitrit, yang dapat bereaksi dengan DNA,
lipid, dan protein.10
Akumulasi metabolit gagal ginjal menyebabkan penumpukan berbagai
toksin uremik. Diantara kandidat racun uremik adalah beberapa senyawa
guanidin, yang sebelumnya dilaporkan meningkat dalam cairan dan jaringan
biologis uremik. Beberapa senyawa guanidin mungkin memainkan peran
penting dalam etiologi ensefalopati uremik. Empat senyawa guanidin
tampaknya meningkat secara substansial dalam serum, cairan serebrospinal,
dan otak pasien uremik. Senyawa ini adalah kreatinin, guanidin, asam
guanidinosucinat, dan metilguanidin. Berdasarkan penelitian, senyawa ini juga
menyebabkan kejang tonik-klonik pada tikus dewasa.10
c. Ketidakseimbangan dalam neurotransmitter eksitatorik dan inhibitorik
Studi hewan dan jaringan in vitro telah menyarankan keterlibatan serotonin dan
katekolamin, asetilkolin, asam g-amino-butirat (GABA) dan glisin, dan asam
amino pada ensefalopati uremik. Gagal ginjal juga menyebabkan sejumlah
besar perubahan biokimia dan gangguan metabolisme yang berpotensi
mendasari defisit perilaku. Aktivasi reseptor N-metil-d-aspartat (NMDA)
eksitatorik dan inhibitorik GABA (A)-ergik secara bersamaan telah diusulkan
sebagai mekanisme yang mendasari. Selain itu, asam guanidinosuccinic
mungkin menghambat transketolase, enzim yang bergantung pada tiamin pada
jalur pentosa fosfat yang penting untuk pemeliharaan mielin. Penghambatan

5
transketolase terkait dengan perubahan demielinatif yang berkontribusi pada
perubahan sistem saraf pusat dan perifer pada uremia kronis.10
d. Gangguan metabolisme perantara
Penelitian pada hewan dan pengujian in vitro menunjukkan gangguan
metabolisme perantara dengan penurunan kadar kreatin fosfat, adenosin
trifosfat (ATP) dan glukosa, dan peningkatan kadar adenosin monofosfat
(AMP), adenosin difosfat (ADP), dan laktat. Perubahan ini terkait dengan
penurunan laju metabolisme otak dan konsumsi oksigen otak dan konsisten
dengan penurunan penggunaan energi otak secara umum.10

2.5 Diagnosis
Ensefalopati uremik adalah sindrom klinis tanpa kriteria diagnostik yang
ditetapkan. Presentasi klinis bervariasi dan ditentukan oleh kecepatan
perkembangan penyakit ginjal yang mendasari. Pada pasien dengan penurunan
LFG yang lambat, kelelahan, anoreksia, penurunan berat badan, dan mual adalah
tanda-tanda yang muncul. Disfungsi kognitif yang lambat, progresif, dan tidak
terlalu jelas juga dapat terlihat. Tes psikometri diperlukan untuk mengidentifikasi
keterlibatan sistem saraf pusat. Di sisi lain, pasien dengan penurunan LFG yang
cepat bisa datang dengan kebingungan, delirium, kejang, dan koma. 1
Pemeriksaan fisik menunjukkan disfungsi kognitif berupa kelainan pada
memori, penilaian, dan kemampuan melakukan perhitungan. Hiperreflexia,
asterixis, papilledema, dan nistagmus sering ditemukan. Neuropati dan miopati
mungkin bisa didapatkan.1
a. Evaluasi Laboratorium
Tidak ada tes konfirmasi khusus untuk mendiagnosis EU. Pemeriksaan harus
cepat dan diarahkan untuk mengecualikan kondisi lain yang menyerupai EU.
Pemeriksaan laboratorium seperti hitung darah lengkap (CBC), panel metabolik
komprehensif (CMP), kadar magnesium, kadar fosfor, kadar asam laktat, dan
skrining toksikologi harus dilakukan. Pungsi lumbal tidak terlalu membantu
untuk diagnosis EU.1
b. Evaluasi Neurologis
Elektroensefalogram (EEG) adalah non-diagnostik. Seringkali EEG dilakukan
pada pasien untuk menyingkirkan kejang yang mendasari. Temuan EEG di EU

6
mencakup hilangnya gelombang frekuensi alfa dan semua melambat secara
keseluruhan, serta semburan gelombang theta dan delta yang terputus-putus
dengan aktivitas latar belakang yang lambat. Temuan ini tidak spesifik.
Perlambatan gelombang EEG berbanding lurus dengan memburuknya fungsi
ginjal. Setelah memulai dialisis, perubahan EEG menjadi stabil tetapi mungkin
tidak kembali ke nilai dasar. Beberapa perbaikan dapat terjadi selama beberapa
bulan. Tes kognitif yang dapat digunakan adalah tes psikomotor, tes memori
jangka pendek, dan tes yang mengukur pengambilan keputusan sederhana.1
c. Neuroimaging
Pemindaian computed tomography (CT) otak dapat menyingkirkan lesi fokal.
Studi magnetic resonance imaging (MRI) pada pasien uremik menunjukkan
keterlibatan otak yang luas. [10] Kelainan ditemukan di korteks, substansia alba
subkortikal, ganglia basal, dan hipokampus. Lesi yang begitu luas
menghasilkan presentasi klinis yang bervariasi. Berdasarkan temuan MRI,
pasien dengan EU dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis:
1. Keterlibatan kortikal dan subkortikal. Sindrom leukoensefalopati posterior
reversibel (PRES) juga dapat hadir pada saat yang sama
2. Keterlibatan ganglia basalis bilateral terlihat pada pasien diabetes
3. Keterlibatan materi putih saja, yang jarang terjadi.

Kehadiran PRES dalam studi pencitraan yang dilakukan untuk EU


menunjukkan hubungan yang erat antara disfungsi vaskular dan disfungsi
neuron. Sebuah kasus yang dipublikasikan menunjukkan bahwa perubahan
MRI dari peningkatan intensitas sinyal dapat dibalik setelah beberapa
intermitten hemodialysis (IHD) dibandingkan dengan continuous ambulatory
peritoneal dialysis (CAPD). Perubahan MRI melibatkan banyak area otak, dan
saat ini, tidak ada bukti untuk menggambarkan perubahan yang reversibel dan
irreversibel dalam pencitraan fungsional. Secara umum, dialisis harus
memadai.1

2.6 Diagnosis Banding


Ensefalopati uremikum adalah sebuah diagnosis eksklusi. Berikut adalah diagnosis
banding yang perlu dipertimbangkan dalam kasus EU:1

7
1. Ensefalopati Wernicke-Korsakoff
2. Ensefalopati hipertensif
3. Koma hiperosmolar
4. Sindrom disequilibrium
5. Ensefalopati metabolik
6. Sepsis
7. Gangguan cairan dan elektrolit, seperti hyponatremia dan hipermagnesia
8. Toksisitas obat
9. Sindrom ensefalopati posterior reverersible
10. Sindrom demielinasi osmotik
11. Ensefalopati hepatikum
12. Hipoglikemia

Tabel 2. 1 Diagnosis banding ensefalopati12


Ensefalopati Patofisiologi Tatalaksana
Ensefalopati - Akumulasi neurotoksin Dialisis
uremikum - Gangguan metabolisme Transplantasi ginjal
- Gangguan hormonal
Ensefalopati Defisiensi tiamin Pemberian tiamin
wernicke’s
Ensefalopati dialisis Akumulasi aluminium - Penggunaan aluminium
dialisata
- Hindari aluminium-
based phosphate binders
- Pemberian deferoxamine
Ensefalopati Produksi sitokin akibat proses Peningkatan imunosupresan
penolakan penolakan
Ensefalopati hipertensi Edema vasogenik serebral Pengobatan anti hipertensi
Sindrom - Efek reverse urea Self-limited
disequilibrium - Asidosis intraselular pada
korteks serebral
Gangguan cairan dan - Peningkatan kalsium, Koreksi imbalans elektrolit
elektrolit magnesium, natrium,
osmolalitas
- Penurunan natrium,
osmolalitas
Toksisitas obat - Obat-obatan Pengurangan dosis atau
dimetabolisme atau penghentian obat
diekskresi oleh ginjal
- Obat-obatan imunosupresi
2.7 Tatalaksana
a. Tatalaksana dialitik

8
Ensefalopati uremik akut dapat reversible dengan hemodialisis atau dialisis
peritoneal, meskipun jeda waktu 1 sampai 2 hari biasanya diperlukan sebelum
status mental hilang. Kesulitan kognitif yang tidak dominan dapat tetap ada
bahkan setelah dialisis. Kerugian dari dialisis adalah non-spesifisitasnya dan
fakta bahwa dialisis juga menghilangkan senyawa esensial. Selain itu, senyawa
lipofilik, yang mungkin bertanggung jawab setidaknya sebagian untuk
perubahan fungsi pada uremia, dihilangkan secara tidak adekuat dengan dialisis.
Transplantasi ginjal juga dapat dianggap sebagai pengobatan. Namun,
ensefalopati uremik dapat mempersulit transplantasi ginjal.1
b. Tatalaksana non-dialitik
Pengeluaran toksin uremik juga dipengaruhi oleh penyerapan usus dan
pelestarian fungsi ginjal. Penyerapan usus dapat dikurangi dengan
mempengaruhi asupan makanan atau dengan pemberian absorben oral.
Pendekatan yang telah terbukti menghasilkan penurunan konsentrasi termasuk
diet protein rendah, pemberian prebiotik seperti pati resisten atau probiotik
seperti bifidobacterium.1

EU merupakan indikasi mutlak untuk memulai terapi penggantian ginjal. Kadang-


kadang, percobaan terapeutik dengan terapi penggantian ginjal diperlukan untuk
mengatasi uremia. Pada GGK, penatalaksanaan GGK harus dilaksanakan secara
bersamaan, seperti penggunaan agen perangsang eritropoiesis, pengikat fosfat,
penggantian kalsium, dan modifikasi nutrisi.1
Terdapat bukti klinis bahwa hemodialisis intermiten lebih efektif daripada
CAPD. Namun, ada bahaya untuk memicu sindrom disekuilibrium dialisis (DDS)
karena risiko perubahan osmotik yang cepat pada awal HD. Mannitol digunakan
untuk mencegah DDS dalam beberapa sesi HD pertama. Dua puluh lima gram
manitol dapat diberikan sebelum memulai hemodialisis untuk tiga sesi pertama. 1

2.8 Komplikasi
Beberapa komplikasi EU adalah kejang, koma, dan kematian. Setelah memulai
terapi penggantian ginjal, EU mungkin akan pulih sebagian. Namun, beberapa
perubahan kognitif bisa menjadi permanen.1

9
2.9 Prognosis
Dengan dimulainya terapi penggantian ginjal, sindrom klinis EU membaik. Proses
ini dapat terjadi dalam beberapa hari hingga minggu. Perubahan EEG
membutuhkan waktu beberapa bulan untuk pulih dan mungkin tidak kembali ke
awal. Beberapa perubahan kognitif di otak mungkin tidak dapat diubah sehingga
sebaiknya terapi penggantian ginjal sudah dimulai sebelum muncul onset EU. 1

10
BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. D
No. RM : 17-74-23
Umur/Tanggal Lahir : 53th/8-03-1967
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Kp. Dalam, Pariaman
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Suku Bangsa : Minang
No. HP : 08128025****
Tanggal Masuk RS : 7-01-2021

3.2 Anamnesis
• Keluhan utama
Penurunan kesadaran sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
• Riwayat penyakit sekarang
- Penurunan kesadaran sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Penurunan kesadaran terjadi mendadak.
- Pasien dikenal memiliki riwayat hipertensi sejak 3 bulan yang lalu dan
tidak rutin kontrol
- Riwayat cepat lelah dirasakan sejak 3 bulan yang lalu
- Riwayat BAK sedikit atau tidak ada disangkal
- Riwayat cuci darah disangkal
- Riwayat terjatuh atau trauma disangkal
- Riwayat demam ada 1 hari yang lalu
• Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat stroke 6 bulan yang lalu dengan kelemahan anggota gerak kiri
- Riwayat DM tidak ada
• Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga dengan keluhan yang sama

11
• Riwayat social dan ekonomi
Pasien seorang ibu rumah tangga dengan 8 orang anak

3.3 Pemeriksaan Fisik


• Pemeriksaan umum
Keadaan umum : tampak sakit berat
Kesadaran : apatis
Tekanan darah : 200/140 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernapasan : 18x/menit
Suhu : 36,8°C
Sianosis : tidak ada
Ikterus : tidak ada
Edema : tidak ada
Anemis : tidak ada
Keadaan Gizi : buruk
Tinggi Badan : 165cm
Berat Badan : 40kg
• Kulit
Suhu raba : hangat
Turgor : baik
Ikterus : tidak ada
Edema : tidak ada
Jaringan parut : tidak ada
Kelainan lain : tidak ada
• Kepala
Bentuk : normocephal
Rambut : tidak mudah rontok
Deformitas : tidak ada
• Mata
Konjungtiva : tidak anemis
Sklera : tidak ikterik
Kelainan lain : tidak ada

12
• Telinga
Tidak terdapat kelainan
• Hidung
Tidak terdapat kelainan
• Mulut
Tidak terdapat kelainan
• Leher
KGB : tidak terdapat pembesaran KGB
Kelenjar tiroid : tidak terdapat pembesaran
JVP : tidak meningkat
Kelainan lain : tidak ada
• Toraks
Bentuk dinding dada : normochest
Pelebaran pembuluh : tidak ada
• Paru
o Inspeksi :
- Bentuk dinding dada normal, simetris kiri dan kanan
- Gerakan dinding dada kiri dan kanan sama
- Jenis pernapasan: torakoabdominal
- Kecepatan pernapasan: 20 kali per menit
o Palpasi : fremitus kiri dan kanan sama
o Perkusi :
- Sonor dari clavicula sampai RIC VI paru kanan anterior
- Sonor dari clavicula sampai RIC III paru kiri anterior
- Sonor dari thoracal I-X paru kiri dan kanan posterior
o Auskultasi :
- Suara napas vesikuler
- Tidak terdapat ronkhi
- Tidak terdapat wheezing
• Jantung
o Inspeksi : iktus kordis tampak pada RIC V
o Palpasi : iktus kordis teraba satu jari arah lateral LMCS pada RIC V

13
o Perkusi :
- Batas jantung kiri terdapat satu jari lateral LMCS pada RIC V
- Batas jantung kanan terdapat satu jari lateral linea sternalis dextra
pada RIC V
- Batas atas jantung terdapat pada RIC III
o Auskultasi :
- Bunyi jantung S1 S2 reguler
- Murmur tidak ada
- Frekuensi jantung 80 kali per menit
• Abdomen
o Inspeksi :
- Distensi tidak ada
- Tidak tampak massa atau pembengkakkan
o Palpasi :
- Hepar dan lien tidak teraba
- Nyeri tekan tidak ada
o Auskultasi : bising usus (+) normal
o Perkusi :
- Timpani
- Shifting dullness (-)
• Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
• Ekstremitas :
Akral hangat
CRT <2 detik
Tidak terdapat edema
• Status neurologi
o GCS : E1 M3 V2
o Kaku kuduk : tidak ada

3.4 Pemeriksaan laboratorium


Hb : 11,6 g/dl
Ht : 33%
Leukosit : 12.920/mm3

14
Trombosit : 135.000/mm3
Kalium : 5,6 mmol/l
Natrium : 143 mmol/l
Klorida : 101 mmol/l
Ureum : 202 mg/dl
Kreatinin : 6,4 mg/dl
GDR : 155 mg/dl
Kesan: anemia ringan, leukositosis, trombositopenia, hiperkalemia, uremia

3.5 Diagnosis
a. Diagnosis Kerja
- Penurunan kesadaran ec ensefalopati uremikum
- AKI
- Anemia ringan
- Hiperkalemia
b. Diagnosis Banding
- Stroke
- Ensefalopati hepatikum
- Ensefalopati hipertensi

3.6 Terapi
Pasang NGT
Pasang kateter
IVFD NaCl 0,9% 8 jam/kolf
Inj. Citicoline 2 x 500 mg IV
Inj. Ceftazidime 2 x 1gr
Inj. Ranitidine 2 x 1 amp
Amlodipine 1 x 10 mg
Candesartan 1 x 16 mg
Bicnat 3 x 5 mg
Aspilet 1 x 80 mg
Clopidogrel 1 x 75 mg
Pro hemodialisa

15
3.7 Pemeriksaan Anjuran
• Radiografi toraks
Gambaran bronkopneumonia
• CT scan kepala
- Perdarahan subdural di tentorium cereblli kanan dan fax serebri
- Infark berbagai usia di pons, basal ganglia bilateral, kapsula interna
et eksterna bilateral, thalamus bilateral dan periventrikel lateralis
kiri
• Konsul anestesi untuk insersi kateter HD

16
BAB 4
DISKUSI

Pasien seorang wanita 53 tahun dibawa ke IGD RSUD Pariaman dengan


keluhan penurunan kesadaran sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pada pasien
dengan penurunan kesadaran harus dicari tahu terlebih dahulu penyebab penurunan
kesadarannya. Melalui anamnesis perlu ditanyakan apakah penurunan kesadaran
terjadi mendadak atau bertahap. Pemeriksaan laboratorium selanjutnya dilakukan
untuk mencari etiologi dari penurunan kesadaran. Pada pasien ini, penurunan
kesadaran terjadi mendadak. Dua hari sebelumnya pasien masih dapat beraktivitas
seperti biasa. Dari hasil pemeriksaan penunjang, didapatkan kadar ureum dan
kreatinin pasien adalah 202 mg/dl dan 6,4 mg/dl. Nilai tersebut jauh diatas nilai
normal, yakni 10-50 mg/dl untuk ureum dan 0,6-1,1 mg/dl untuk kreatinin. Hasil
pemeriksaan lainnya tidak menunjukkan abnormalitas. Temuan ini mengarahkan
bahwa pasien mengalami ensefalopati uremikum akibat uremia. Uremia adalah
sindrom klinis yang berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan
hormon serta abnormalitas metabolik yang berkembang sejalan dengan penurunan
fungsi ginjal. Uremia lebih sering terjadi pada gagal ginjal kronik, tetapi juga dapat
terjadi pada gagal ginjal akut.13
Pasien diketahui memiliki riwayat hipertensi sejak 3 bulan yang lalu.
Riwayat penyakit ginjal sebelumnya disangkal. Pada saat masuk rumah sakit,
tekanan darah pasien berada pada angka 200/140 mmHg. Pasien dapat
dikategorikan mengalami hipertensi maligna, yakni hipertensi berat (umumnya
derajat 3) yang salah satu manifestasinya dapat disertai penurunan fungsi ginjal
akut.14
Ensefalopati uremikum pada gagal ginjal akut terjadi karena kegagalan
fungsi ginjal dalam mengekskresikan urea yang terbentuk pada tubuh. Urea berasal
dari hasil katabolisme protein. Protein dari makanan akan mengalami metabolisme
di saluran pencernaan (duodenum) menjadi molekul sederhana yaitu asam amino.
Hasil metabolisme protein juga menghasilkan zat sisa berupa senyawa amonia
(NH3). Amonia merupakan senyawa toksik yang bersifat basa dan akan mengalami
proses detoksifikasi di hati menjadi senyawa yang tidak toksik, yaitu urea melalui
siklus urea. Urea mempunyai sifat yang mudah berdifusi dalam darah dan

17
diekskresi melalui ginjal sebagai komponen urin, serta sejumlah kecil urea
diekskresikan melalui keringat.15,16
Pada pasien ini dilakukan tatalaksana awal di IGD berupa pemasangan
NGT, kateter, dan pemberian IVFD serta obat-obatan intravena. Infus yang
diberikan adalah NaCl 0,9% yang bertujuan untuk menggantikan cairan tubuh yang
hilang, mengoreksi ketidakseimbangan elektrolit, dan menjaga tubuh agar tetap
terhidrasi dengan baik. Pasien juga diberikan injeksi citicoline atas indikasi adanya
kemungkinan kehilangan kesadaran akibat serebral infark yang diketahui dari hasil
pemeriksaan CT scan kepala serta adanya riwayat stroke 6 bulan yang lalu. Injeksi
ceftazidime diberikan karena berdasarkan hasil pemeriksaan radiografi toraks
pasien didapatkan gambaran bronkopneumonia. Injeksi ranitidin diberikan sebagai
profilaks aspirasi lambung karena pada pasien dilakukan pemasangan NGT.
Amlodipin dan candesartan diberikan sebagai obat anti hipertensi untuk
menurunkan tekanan darah pasien. Bicnat diberikan kepada pasien karena
hiperkalemia. Pemberian aspilet dan clopidogrel dilakukan untuk mencegah
kejadian stroke pada pasien dengan riwayat infark serebri. Selanjutnya pasien
dikonsulkan kepada spesialis anestesi untuk persetujuan pemasangan kateter
hemodialisa. Pasien berada pada kondisi azotemia dan ensefalopati uremikum yang
merupakan indikasi untuk dimulainya terapi pengganti ginjal.17

Tabel 2. 2 Kriteria untuk memulai terapi pengganti ginjal17


Kriteria untuk memulai terapi pengganti ginjal pada pasien kritis dengan gagal ginjal
akut
• Oliguria: produksi urin <2000 ml dalam 12 jam
• Anuria: produksi urin <50 ml dalam 12 jam
• Hiperkalemia: kadar kalium >6,5 mmol/l
• Asidemia yang berat: pH <7,0
• Azotemia: kadar urea >30 mmol/l
• Ensefalopati uremikum
• Neuropati/miopati uremikum
• Pericarditis uremikum
• Natrium abnormalitas plasma: konsentrasi >155 mmol/l atau <120 mmol/l
• Hipertemia
• Keracunan obat

Pasien sudah melakukan 4 kali hemodialisa selama perawatan di rumah


sakit. Kondisi terkini pasien, pasien sudah sadar dengan kesadaran apatis, BAK dan

18
BAB pasien lancar. Tekanan darah pasien sudah mulai stabil tetapi nilai ureum dan
kreatinin masih diatas nilai normal. Saat ini pasien masih berada dalam perawatan.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Olano CG, Akram SM, Bhatt H. Uremic Encephalopathy. [Updated 2020 Dec
1]. Dalam: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing;
2020 Jan-. Tersedia dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK564327/
2. McCandless DW. Metabolic encephalopathy. North Chicago: Springer; 2009.
3. Mahoney CA, Arieff AI. Uremic encephalopathies: clinical, biochemical, and
experimental features. Am J Kidney Dis. 1982;2(3):324-36.
4. Raskin NH. Neurological complications of renal failure. Dalam: Aminoff MJ,
editor. Neurology and general medicine. 2nd ed. New York: Churchill
Livingstone; 1995. hal. 303-19.
5. CDC. Prevalence of end stage renal disease [internet]. USA: Centers of Disease
Control and Prevention; 2013 [diakses tanggal 7 Februari 2021]. Tersedia dari:
https://nccd.cdc.gov/ckd/detail.aspx?QNum=Q67
6. Fresenius Medical Care. ESRD patient 2013 a global perspective [internet].
USA: Fresenius Medical Care; 2013 [diakses tanggal 7 Februari 2021]. Tersedia
dari: www.visionfmc.com/files/ESRD_Patients_in_2013.pdf
7. Badan Penelitian dan Pengembangan Kemenkes RI. Riset kesehatan dasar:
RISKESDAS. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI; 2013.
8. Seifter JL, Samuels MA. Uremic encephalopathy and other brain disorders
associated with renal failure. Semin Neurol. 2011 Apr;31(2):139-43.
9. Betjes MG. Uremia-Associated Ageing of the Thymus and Adaptive Immune
Responses. Toxins (Basel). 2020 Apr 03;12(4)
10. Giselli Scaini, Gabriela Kozuchovski Ferreira, Emilio Luiz Streck. Mechanisms
underlying uremic encephalopathy. Rev Bras Ter Intensiva. 2010; 22(2):206-
211.
11. Tanaka S, Okusa MD. Cross-talk between the nervous system and the kidney.
Kidney International. 2019.
12. Brouns, R. and P. Deyn. “Neurological complications in renal failure: a
review.” Clinical Neurology and Neurosurgery 107 (2004): 1-16.
13. Zemaitis MR, Foris LA, Katta S, et al. Uremia. [Updated 2020 Aug 16]. Dalam:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-.
Tersedia dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441859/

20
14. Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia. Konsensus penatalaksanaan
hipertensi 2019. Jakarta. 2019.
15. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;
2012.
16. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-11. Jakarta: EGC;
2010.
17. Markum HMS. Gagal ginjal akut. Dalam: Sudoyo AW, editor. Ilmu Penyakit
Dalam FK UI. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. hal. 588.

21

Anda mungkin juga menyukai