Anda di halaman 1dari 73

REFERAT

SINDROM NEFROTIK

Disusun oleh :
Mutiara Lirendra
406162115

Pembimbing
dr. Hesti Kartika Sari, Sp.A

Kepanitraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 20 Maret – 3 Juni 2017
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Jakarta
2016
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan berkat–Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“SINDROM NEFROTIK”. Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas
dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSUD RAA Soewondo Pati.
Tujuan pembuatan referat ini juga untuk meningkatkan pengetahuan penulis serta
pembaca agar dapat bermanfaat bagi masyarakat.

Dalam penyusunan referat ini, tidak sedikit hambatan yang dihadapi.


Namun, penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan referat ini tidak
lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan semua pihak sehingga kendala-
kendala yang penulis hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dr. Hesti Kartika
Sari, Sp.A sebagai dokter pembimbing dalam pembuatan referat ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih terdapat


banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis terbuka terhadap kritik dan saran
yang membangun dari semua pihak. Semoga referat ini dapat bermanfaat dan
membantu teman sejawat serta para pembaca pada umumnya dalam memahami
penyakit sindrom nefrotik.

Pati, Mei 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ 1
KATA PENGANTAR ..................................................................................... 2
DAFTAR ISI .................................................................................................... 3
DAFTAR TABEL ............................................................................................ 4
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... 5
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................. 6
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 6
1.2 Tujuan ........................................................................................................ 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 8
2.1 Anatomi Ginjal ........................................................................................... 8
2.2 Fisiologi Ginjal ......................................................................................... 10
2.3 Epidemiologi Sindrom Nefrotik ................................................................. 13
2.4 Definisi Sindrom Nefrotik ......................................................................... 14
2.5 Etiologi Sindrom Nefrotik ......................................................................... 15
2.6 Patofisiologi Sindrom Nefrotik .................................................................. 18
2.7 Manifestasi Klinis Sindrom Nefrotik ......................................................... 23
2.8 Pemeriksaan Penunjang Sindrom Nefrotik ................................................ 25
2.9 Kriteria Diagnosis Sindrom Nefrotik ......................................................... 26
2.10 Pengobatan Sindrom Nefrotik .................................................................. 29
2.11 Terapi Suportif ......................................................................................... 37
2.12 Komplikasi Sindrom Nefrotik .................................................................. 38
2.13 Prognosis .................................................................................................. 40
2.14 Indikasi Rawat Inap dan Rujuk………………………………………… 41
REKAM MEDIS .............................................................................................. 43
ANALISIS KASUS ......................................................................................... 63
BAB III. PENUTUP ....................................................................................... 71
KESIMPULAN ................................................................................................ 71
SARAN ............................................................................................................ 71
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 72

3
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer


berdasarkan International Study of Kidney Disease in Children…16
Tabel 2.2 Klasifikasi Sindrom Nefrotik Primer……………………………… 17
Tabel 2.3 Protokol metilprednisolon dosis tinggi …………………………… 35

4
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Anatomi ginjal dan fungsi nefron .......................................... 8


Gambar 2.2 Skematik Nefron dalam Pembentukan Urin .......................... 12
Gambar 2.3. Skema Hipotesis “Underfill” ................................................ 19
Gambar 2.4. Skema Hipotesis “Overfill”………………………………... 20
Gambar 2.5. Patofisiologi Sindrom Nefrotik ............................................. 23
Gambar 2.6. Pengobatan sindrom nefrotik dengan terapi inisial ............. 30
Gambar 2.7 Skema Pengobatan Inisial dan relaps pada sindrom nefrotik 30
Gambar 2.8 Pengobatan SN relaps ........................................................... 31
Gambar 2.9. Pengobatan SN relaps sering dengan CPA oral ................... 33
Gambar 2.10. Pengobatan sindrom nefrotik dependen steroid ................ 33
Gambar 2.11 Pengobatan sindrom nefrotik resisten steroid ..................... 34
Gamabr 2.12 Tatalaksana Sindrom nefrotik……………………..……… 36
Gambar 2.13. Tatalaksana pengobatan SN relaps sering atau dependen
steroid ................................................................................... 36
Gambar 2.14 Algoritma Pemberian diuretik ............................................. 37

5
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sindrom nefrotik adalah suatu keadaan klinik yang ditandai dengan


proteinuria masif, hipoalbuminemia, edema, dan hiperlipidemia. Penyakit ini
sering terjadi pada anak usia kurang dari 14 tahun dan masih belum diketahui
penyebab pastinya. Etiologi sindrom nefrotik dibagi 3 yaitu kongenital,
primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti penyakit sistemik antara lain lupus
eritematosus sistemik (LES), purpura Henoch Schonlein, dan lain lain.1
Umumnya, sindrom nefrotik disebabkan oleh adanya kelainan glomerulus. Istilah
sindrom nefrotik primer dapat disamakan dengan sindrom nefrotik idiopatik,
karena penyebab terjadinya gejala yang tidak diketahui secara pasti. Selain
idiopatik, sindrom nefrotik dapat juga disebabkan oleh gangguan sistemik lain
yang menyebabkan kerusakan ginjal atau yang disebut juga dengan sindrom
nefrotik sekunder.2
Prevalensi sindrom nefrotik pada anak berkisar antara 2-5 kasus per
100.000 anak kurang dari 10 tahun dan paling sering terjadi pada anak-anak
dengan usia 3 hingga 5 tahun. Angka prevalensi kurang lebih 15,5% per
100.000 orang usia <16 tahun. Angka kejadian tersebut lebih tinggi pada
anak-anak Asia dan afrika.3,4 Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per
tahun.1,4
Pada anak, 90% kasus sindrom nefrotik adalah sindrom nefrotik primer
dan sisanya merupakan sindrom nefrotik sekunder. Kebanyakan sindrom nefrotik
terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan dengan
perbandingan 2:1.4,5 Angka kejadian sindrom nefrotik pada anak lebih sering jika
dibanding dengan angka kejadian sindrom nefrotik pada dewasa, dan kebanyakan
sindrom nefrotik pada anak adalah sindrom nefrotik primer.2
Sindrom nefrotik idiopatik pada anak, sebagian besar (80-90%)
mempunyai gambaran patologi anatomi berupa kelainan minimal (SNKM)
terutama pada anak di bawah 16 tahun. Gambaran patologi anatomi lainnya

6
adalah glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) 7-8%, mesangial proliferatif
difus (MPD) 1,9 – 2,3%, glomerulonefritis membranoproliferatif (GNMP) 6,2%,
dan nefropati membranosa (GNM) 1,3%. Pada orang dewasa paling banyak
nefropati membranosa (30%-50%), umur rata-rata 30-50 tahun.1,4,5
Pada pengobatan kortikosteroid inisial, sebagian besar SNKM (94%)
mengalami remisi total (responsif), sedangkan pada GSFS 80-85% tidak responsif
(resisten steroid).5,6 Prognosis jangka panjang SNKM selama pengamatan 20
tahun menunjukkan hanya 4-5% menjadi gagal ginjal terminal, sedangkan pada
GSFS 25% menjadi gagal ginjal terminal dalam 5 tahun dan pada sebagian besar
lainnya disertai penurunan fungsi ginjal.4,5,6 Pada berbagai penelitian jangka
panjang ternyata respons terhadap pengobatan steroid lebih sering dipakai untuk
menentukan prognosis dibandingkan dengan gambaran patologi anatomi.
Mortalitas dan prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan
etiologinya, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari, dan
responnya terhadap pengobatan.5,6

1.2 Tujuan

Penulisan referat ini bertujuan untuk lebih memahami mengenai penyakit


sindrom nefrotik, cara menegakkan diagnosisnya, penatalaksanaan, dan
komplikasi sindrom nefrotik serta untuk memberi pengetahuan kepada penulis.

7
BAB II

TINJ AUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Ginjal


Ginjal merupakan organ pada tubuh manusia yang menjalankan banyak
fungsi untuk homeostasis, yang terutama adalah sebagai organ ekskresi dan
pengatur keseimbangan cairan dan asam basa dalam tubuh. Terdapat sepasang
ginjal pada manusia, masing-masing di sisi kiri dan kanan (lateral) tulang vertebra
dan terletak retroperitoneal (di belakang peritoneum). Selain itu sepasang ginjal
tersebut dilengkapi juga dengan sepasang ureter, sebuah vesika urinaria (buli-
buli/kandung kemih) dan uretra yang membawa urine ke lingkungan luar tubuh.7

2.1.1 Ginjal

Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang


(masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya
retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm)
dibanding ginjal kiri karena disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah
kanan. Batas atas ginjal kiri yaitu tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan batas
atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Batas bawah ginjal kiri
adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka)
sedangkan batas bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3.7,8
Gambar 2.1
Anatomi Ginjal&Fungsi Nefron
(sumber Maireb)7

8
Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:8-10

Korteks: bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus


renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus
proksimal dan tubulus kontortus distalis.
Medula: terdiri dari 9-14 pyramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus,
lengkung Henle dan tubulus pengumpul (ductus kolektivus).
Columna renalis: bagian korteks di antara pyramid ginjal
Processus renalis: bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks
Hilus renalis: suatu bagian di mana pembuluh darah, serabut saraf atau
duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
Papilla renalis: bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan
calix minor.
Calix minor: percabangan dari calix major.
Calix major: percabangan dari pelvis renalis.
Pelvis renalis: disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan
antara calix major dan ureter.
Ureter: saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.

Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus


renalis/Malpighi (yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus
proksimal, lengkung Henle dan tubulus kontortus distal yang bermuara pada
tubulus kolektivus. Di sekeliling tubulus ginjal tersebut terdapat pembuluh darah
kapiler,yaitu arteriol yang membawa darah dari dan menuju glomerulus serta
kapiler peritubulus (yang memperdarahi jaringan ginjal). Berdasarkan letaknya
nefron dapat dibagi menjadi: (1) nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus
renalisnya terletak di korteks yang relatif jauh dari medula serta hanya sedikit saja
bagian lengkung Henle yang terbenam pada medula, dan (2) nefron juxta medula,
yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di tepi medula, memiliki lengkung
Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan pembuluh-pembuluh darah
panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta.8,9

Ginjal diperdarahi oleh arteri dan vena renalis. A. renalis merupakan


percabangan dari aorta abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena
9
cava inferior. Setelah memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang
menjadi arteri sublobaris a. arcuata dan a.interlobaris yang akan memperdarahi
segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu segmen superior, anterior-superior,
anterior-inferior, inferior serta posterior.7,8

Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan


simpatis ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major,
n.splanchnicus imus dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan
aferen viseral. Sedangkan persarafan simpatis melalui n.vagus.7,10

2.2 Fisiologi Ginjal


Ginjal ikut mengatur keseimbangan biokimia tubuh manusia dengan cara
mengatur keseimbangan air, mengatur konsentrasi garam dalam darah, mengatur
asam basa darah, pengaturan ekskresi bahan buangan dan kelebihan garam dan
memproduksi hormon yaitu9,10 :
a. Prostaglandin yang berfungsi untuk pengaturan garam dan air serta
mempengaruhi tekanan vaskuler.
b. Eritropoietin berfungsi untuk merangsang produksi sel darah merah.
c. 1,25 dihidroksikolekalsiferol yang berfungsi memperkuat absorpsi
kalsium dari usus dan reabsorbsi fosfat oleh tubulus renalis.
d. Renin yang berfungsi bekerja pada jalur angiotensin untuk
meningkatkan tekanan vaskuler dan produksi aldosteron.
Tiga tahap pembentukan urine:
1) Filtrasi glomerular
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, yaitu
proses untuk menyaring darah yang melintasi kapiler glomerulus.Membran filtrasi
antara lain, dinding kapiler glomerulus yang terdiri dari satu lapis sel endotel
gepeng memiliki banyak pori berdiameter 0,1 µ sehingga 100 kali lebih permeabel
terhadap H2O dan zat terlarut daripada kapiler di bagian tubuh lain, membran
basalis yang terdiri dari lapisan gelatinosa aselular terbentuk dari kolagen dan
glikoprotein yang tersisip di antara glomerulus dan kapsula bowman. Kolagen
menghasilkan kekuatan struktural dan glikoprotein menghambat filtrasi protein
plasma kecil. Protein plasma yang lebih besar tidak dapat difiltrasi karena tidak

10
dapat melewati pori. Tetapi permeabilitas juga ditentukan oleh muatan. Molekul
yang bermuatan negative akan lebih sulit lewat karena glikoprotein bermuatan
negatif sehingga menolak zat yang bermuatan negatif, misalnya albumin secara
ukuran dapat melewati pori tetapi karena muatannya negatif sehingga glikoprotein
menolak albumin. Oleh karena itu, protein plasma hampir tidak terdapat dalam
filtrat. Lapisan terakhir, yaitu lapisan visceral kapsula bowman yang terdiri dari
podosit yang tersusun saling terjalin dan meninggalkan celah disebut celah pori.8-
10

Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari
curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau
sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsul Bowman. Ini dikenal
dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan
masuk ke kapsula bowman’s disebut filtrat. Tekanan yang menentukan GFR,
yaitu tekanan darah kapiler glomerulus ditimbulkan oleh darah di dalam kapiler
glomerulus yang mendorong filtrasi, tekanan osmotik koloid plasma ditimbulkan
dari protein plasma yang tidak terfiltrasi yang melawan filtrasi, dan tekanan
hidrostatik kapsula bowman ditimbulkan oleh filtrate dalam kapsula bowman
yang melawan filtrasi. Tekanan filtrasi netto yang merupakan perbedaan tekanan
yang mendorong dan melawan filtrasi yang nantinya akan mendorong filtrasi.8,10
2) Reabsorpsi
Reabsorpsi merupakan proses penyerapan kembali air dan susbtansi
penting seperti natrium, air, glukosa, asam amino, dan bikarbonat dari tubulus
renal kembali ke dalam darah. Reabsorpsi terdiri dari proses aktif yang melawan
gradien elektrokimia menggunakan energi dan proses pasif yang mengikuti
gradient elektrokimia. Lokasi reabsorbsi hampir terjadi di seluruh tubular nefron,
yaitu 88% filtrat diserap kembali dalam tubulus kontortus proksimal yang
dibentuk oleh sel epitel dengan brush border yang meningkatkan luas permukaan
reabsorpsi, natrium dan klorida yang diserap dari ansa henle, dan tubulus
kontortus distal menyerap kembali natrium, kalsium, dan bikarbonat Reabsorpsi
substansi penting, yaitu narium dengan tahap transportasi dari lumen tubulus renal
de dalam sel epitel tubulus, transportasi dari sel tubulus ke dalam cairan
interstisial menggunakan pompa natrium kalium, dan transpotasi dari cairan

11
interstisial ke dalam darah, kemudian reabsorpsi air yang terjadi di tubulus
kontortus proksimal serta distal dalam duktus koligentes dengan peranan ADH
dan aquaporin, reabsorpsi glukosa dalam tubulus kontortus proksimal, reabsorpsi
asam amino dan bikarbonat yang terjadi di tubulus kontortus proksimal.10
3) Sekresi
Sekresi tubular merupakan proses untuk mengangkut substansi dari darah
ke dalam tubulus renal. Proses sekresi tubuler juga dapat dinamakan ekskresi
tubular. Sejumlah substansi disekresikan ke dalam lumen dari kapiler peritubular
melalui sel epitel tubuler. Ada bahan lain yang juga disekresikan, misalnya
penisilin. Substansi yang disekresikan dalam berbagai segmen tubulus renal, yaitu
kalium disekresikan secara aktif oleh pompa natrium kalium dalam tubulus
kontortus proksimal serta distal dan duktus koligentes, amonia disekresikan dalma
tubulus kontortus proksimal, dan ion hidrogen disekresikan dalam tubulus
kontortus proksimal dan distal, yang terjadi maksimal di tubulus proksimal yang
bertujuan untuk mengontrol pH. Pada proses sekresi ini juga membuang senyawa
yang tidak dapat difiltrasi atau membuang senyawa yang tidak diinginkan, seperti
obat, urea, dan asam urat.8,10
Jadi urin terbentuk dalam nefron melalui proses filtrasi, reabsorpsi, dan
sekresi tubular kemudian urin didorong oleh kontraksi peristaltik melalui ureter
dari ginjal menuju kandung kemih kemudian dikeluarkan melalui uretra.8,9

Gambar 2.2 Skematik Nefron dalam Pembentukan Urin (sumber


sherwood)8
12
2.3 Epidemiologi Sindrom Nefrotik
Prevalensi sindrom nefrotik pada anak berkisar antara 2-5 kasus per
100.000 anak kurang dari 10 tahun dan paling sering terjadi pada anak-anak
dengan usia 3 hingga 5 tahun. Angka prevalensi kurang lebih 15,5% per
100.000 orang usia <16 tahun. Angka kejadian tersebut lebih tinggi pada
anak-anak Asia dan afrika.3,4 Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per
tahun.1,4
Pada anak, 90% kasus sindrom nefrotik adalah sindrom nefrotik primer
dan sisanya merupakan sindrom nefrotik sekunder. Kebanyakan sindrom nefrotik
terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan dengan
perbandingan 2:1.4,5 Angka kejadian sindrom nefrotik pada anak lebih sering jika
dibanding dengan angka kejadian sindrom nefrotik pada dewasa, dan kebanyakan
sindrom nefrotik pada anak adalah sindrom nefrotik primer.2
Sindrom nefrotik idiopatik pada anak, sebagian besar (80-90%)
mempunyai gambaran patologi anatomi berupa kelainan minimal (SNKM)
terutama pada anak di bawah 16 tahun. Gambaran patologi anatomi lainnya
adalah glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) 7-8%, mesangial proliferatif
difus (MPD) 1,9 – 2,3%, glomerulonefritis membranoproliferatif (GNMP) 6,2%,
dan nefropati membranosa (GNM) 1,3%. Pada orang dewasa paling banyak
nefropati membranosa (30%-50%), umur rata-rata 30-50 tahun.1,4,5
Pada pengobatan kortikosteroid inisial, sebagian besar SNKM (94%)
mengalami remisi total (responsif), sedangkan pada GSFS 80-85% tidak responsif
(resisten steroid).5,6 Prognosis jangka panjang SNKM selama pengamatan 20
tahun menunjukkan hanya 4-5% menjadi gagal ginjal terminal, sedangkan pada
GSFS 25% menjadi gagal ginjal terminal dalam 5 tahun dan pada sebagian besar
lainnya disertai penurunan fungsi ginjal.4,5,6 Pada berbagai penelitian jangka
panjang ternyata respons terhadap pengobatan steroid lebih sering dipakai untuk
menentukan prognosis dibandingkan dengan gambaran patologi anatomi.
Mortalitas dan prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan
etiologinya, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari, dan
responnya terhadap pengobatan.5,6

13
2.4 Definisi Sindrom Nefrotik
Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan gejala: 1,6,11
1. Proteinuria massif (≥40 mg / m2/ LBP / jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2mg/ mg atau dipstick ≥ 2+)
2. Hipoalbuminemia ≤ 2,5g /dL
3. Edema
4. Dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg / dL
Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindroma
nefrotik6,12
1 Remisi Proteinuria negatif atau trace (proteinuria <4mg/m2 LPB/jam) 3
hari berturut-turut dalam satu minggu

2 Relaps Proteinuria ≥2+ (>40mg/m2LPB/jam atau rasio


protein/kreatinin pada urin sewaktu >2mg) 3 hari berturut
dalam satu minggu

3 Sensitif steroid Sindrom nefrotik yang remisi setelah pemberian prednison


(SNSS) dosis penuh (2mg/kg/hari) selama 4 minggu

4 Resisten steroid Tidak mengalami remisi setelah pemberian prednison dosis


(SNRS) penuh (2mg/kg/hari) selama 4 minggu

5 Responsif Remisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja


steroid

6 Relaps jarang Relaps kurang dari 2x dalam 6 bulan pertama setelah respons
awal atau kurang dari 4x per tahun

7 Relaps sering Relaps ≥ 2x dalam 6 bulan pertama setelah respons awal ≥ 4x


dalam periode satu tahun

8 Dependen Relaps 2 x berurutan pada saat dosis steroid diturunkan


steroid (alternating) atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan

9 Responder Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60mg / m2 /


Lambat hari tanpa tambahan terapi lain

10 Nonresponder Resisten steroid sejak terapi awal


awal

11 Nonresponden Resisten steroid terjadi pada pasien yang sebelumnya responsif


lambat steroid

14
2.5 Etiologi Sindrom Nefrotik
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :12,13
Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan
sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer
terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab
lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam
sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah
satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di
bawah 1 tahun.13,14
Sindrom nefrotik kongenital
Bayi-bayi yang menunjukan gejala sindrom nefrotik dalam 3 bulan
pertama kehidupannya didiagnosis sebagai sindrom nefrotik kongenital.
Penyebab utama kelainan ini adalah sindrom nefrotik kongenital finnish
type, suatu penyakit yang diturunkan secara autosomal resesif, terbanyak
ditemukan pada populasi skandinavia dengan angka kejadian 1 diantara
8.000 bayi.4
Pada sindrom nefrotik kongenital tipe ini telah ditemukan adanya
mutasi gen NPHS1 yang berlokasi pada kromosom 19q13.1 gen ini
mengkode protein nephrin, yaitu komponen protein utama pada slit
diaphragma di lapisan epitel glomerulus yang berpartisipasi dalam
pembentukan anion. Lapisan anion ini berfungsi untuk menolak protein
plasma secara elektro kimiawi. Sindrom nefrotik kongenital sering disertai
gambaran klinis lain seperti lahir prematur dengan berat badan lahir kecil
dibandingkan masa gestasinya, plasenta besar, kelainan bentuk kepala dan
wajah, gangguan pernapasan. Perjalanan penyakit ini berupa edema
persisten, disertai infeksi berulang, dan penurunan fungsi ginjal progresif,
kematian umumnya terjadi sebelum usia lima tahun. Sindrom nefrotik
kongenital dapat juga disebabkan oleh sifilis kongenital, toksoplasmosis dan
infeksi sitomegalovirus yang diderita oleh ibu selama kehamilan.4,15
Sindrom nefrotik primer idiopatik
Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini
secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada

15
penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak, yaitu
meliputi 90% dari seluruh sindrom nefrotik pada anak. Kelainan
histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer dikelompokkan
menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney Disease in
Children). Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui
pemeriksaan mikroskop /cahaya, dan apabila diperlukan, disempurnakan
dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan imunofluoresensi.15,16
Tabel 2.1 Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer
berdasarkan ISKDC (International Study of Kidney Disease in Children)15
Kelainan minimal (KM)
Glomerulosklerosis (GS)
Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
Glomerulosklerosis fokal global (GSFG)
Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)
Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif
Glomerulonefritis kresentik (GNK)
Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)
GNMP tipe I dengan deposit subendotelial
GNMP tipe II dengan deposit intramembran
GNMP tipe III dengan deposit transmembran/subepitelial
Glomerulopati membranosa (GM)
Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)

16
Tabel 2.2 Klasifikasi Sindrom Nefrotik Primer15,17
Perubahan minimal Fokal segmental Membranous Membranoproliferatif
sindrom nefrotik glomerulosklerosis nefropathy Glomerulosklerosis
Tipe I Tipe II
Frekuensi
Anak-anak 75% 10% <5% 10% 10%
Orang dewasa 15% 15% 50% 10% 10%
Manifestasi Klinis
Usia 2-6 tahun, orang 2-10 tahun, orang 40-50 tahun 5-15 tahun 5-15 tahun
dewasa dewasa
Jenis kelamin 2:1 wanita 1,3:1 wanita 2:1 wanita Pria-wanita Pria-wanita
Sindrom nefrotik 100% 90% 80% 60% 60%
Asimptomatik 0 - 20% 60% 40%
proteinuria
Hematuria 10-20% 60-80% 60% 80% 80%
Hipertensi 10% 20% awal Jarang 35% 35%
Progresi menuju gagal Tidak progress 10 tahun 50% dalam 10-20 tahun 5-15 tahun
ginjal 10-20 tahun
Kondisi yang berkaitan - Tidak ada Thrombosis - Partial
vena renal, lipodystrophy
kanker, SLE,
hepatitis B
Temuan ↑BUN 15-30%, ↑BUN 20-40% Manifestasi C1,C4,C3- C1,C4 normal dan
laboratorium hipoalbumin, sindrom C9 rendah C3-C9 rendah
proteinuria nefrotik
Imunogenetik HLA-B8, B12 Mutasi podocin, α- HLA-DRw3 - Faktor nefrtik C3
aktin4
Patologi renal
Mikroskop cahaya Normal Lesi sklerosis fokal Penebalan Penebalan Lobulasi
GBM, spikes GBM,
proliferasi
Immunoflorensen Negative IgM,C3 dalam lesi Fine granular Granular Hanya C3
IgG,C3 IgG,C3
Mikroskop elektron Foot process fusion Foot process Deposit Deposit Deposit padat
fusion subepitelial mesangial
dan
subendotel
Respon terhadap 90% 15-20% Progresi - -
steroid lambat

17
Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa
sindrom nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik
tipe kelainan minimal jauh lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak.4
Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit
sistemik atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek
samping obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah: 3,4,15
1. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis,
sindrom Alport, miksedema.
2. Infeksi : hepatitis B, malaria, Schistosomiasis mansoni, Lues, Subacute
Bacterial Endocarditis, Cytomegalic Inclusion Disease, lepra, sifilis,
streptokokus, AIDS.
3. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), Trimethadion, paramethadion,
probenecid, penisillamin, vaksin polio, tepung sari, racun serangga,
bisa ular.
4. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: Lupus Eritematosus
Sistemik, purpura Henoch-Schonlein, sarkoidosis.
5. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, Leukemia, tumor
gastrointestinal.
6. Penyakit perdarahan : Hemolytic Uremic Syndrome

2.6 Patofisiologi Sindrom Nefrotik


Hipotesis “UNDERFILL”
Menurut hipotesis ini proteinuria masih menyebabkan terjadinya
hipoalbuminemia dan tekanan onkotik plasma menurun. Cairan berpindah dari
intravaskuler ke jaringan interstisial sehingga terjadi edema dan hipovolemia.
Hipovolemia merangsang sistem saraf simpatis, sistem rennin-angiotensin-
aldosteron (RAAS).4,9,12 Aldosteron akan mereabsorpsi garam dan air di tubulus
ginjal, dengan tujuan menambah volume cairan intravaskular, tetapi karena
tekanan onkotik plasma tetap rendah maka cairan di kapiler akan berpindah lagi
ke interstisial sehingga edema makin bertambah.4,15 Dalam proses ini akibat
adanya hipovolemia juga terjadi perangsangan terhadap hormon antidiuretik
(ADH) dan peptida natriuretik atrial (ANP = Atrial Natriuretic peptide). ADH

18
meningkat hingga menambah retensi air, ANP menurun dengan akibat terjadi
retensi Natrium di tubulus. 3,4,12
Gambar 2.3 Skema Hipotesis “Underfill” 12

2. Hipotesis “OVERFILL”
Pada hipotesis ini mekanisme utama adalah defek tubulus primer di ginjal (intra
renal). Di tubulus distal terjadi restensi natrium (primer) dengan akibat terjadi
hipervolemia dan edema. Jadi edema terjadi akibat overfilling cairan ke jaringan
interstisial. Pada hipotesis overfill karena terjadi hipervolemia, sistem RAAS
(aldosteron) akan menurun. Demikian pula ADH tetapi kadar ANP meningkat
karena tubulus resisten terhadap ANP. Akibatnya retensi Na tetap berlangsung
dengan akibat terjadi edema 3,4,12
Kelompok pertama (underfill) disebut juga tipe nefrotik dan yang paling sering
terjadi SN kelainan minimal. Pada keadaan ini retensi Na dan air bersifat
sekunder, terhadap hipovolemia dan kadar renin dan aldosteron menurun, ANP
rendah atau normal. Kelompok kedua (overfill) disebut tipe Nefritik biasanya
dijumpai pada SN bukan kelainan (BKM) atau glomerulonefritis kronik.3,4,9

19
SN BKM pada dasarnya memang suatu glomerulonefritis kronik. Selain adanya
hipervolemia juga sering dijumpai hipertensi, kadar renin dan aldosteron rendah
atau normal dan ANP tinggi.12
Gambar 2.4 Skema Hipotesis “Overvill”12

Proteinuria
Penyebab proteinuria pada SN adalah kerusakan fungsi atau struktur membran
filtrasi glomerulus. Membran filtrasi glomerulus terdiri dari endotel fenestra
sebelah dalam, membran basalis dan sel epitel khusus dibagian luar yang dikenal
dengan podosit. 9
Podosit memiliki tonjolan – tonjolan menyerupai kaki (foot processes),
diantara tonjolan – tonjolan tersebut, terdapat celah diafragma, yang berperan
penting dalam pemeliharan fungsi filtrasi glomerulus. 4,9
Terdapat dua mekanisme yang berperan pada patogenesis SN, yaitu pertama
secara imunologis sel T memproduksi circulating factor, berupa vascular
permeability factor (VPF) yang merupakan asam amino identik dengan vascular
endothelial growth factor (VEGF). Hal ini menyebabkan meningkatnya
permeabilitas kapiler gromelurus sehingga terjadi kebocoran protein. Mekanisme
kedua adalah terdapatnya defek primer pada barier filtrasi glomerulus yang
mengakibatkan celah diafragma melebar. 3,4
Zat – zat terlarut yang dapat melewati sawar gromelurus ditentukan oleh
besarnya molekul. Molekul > 10 kDa akan ditahan sehingga tidak dapat melewati

20
sawar tersebut (size selectivity barrier ). Bila ada gangguan pada mekanisme ini
menyebabkan proteinuria baik protein dengan berat molekul besar (proteinuria
nonselektif).9 Faktor lain yang dapat mempengaruhi adalah adanya daya
elektrostatik dari muatan negatif permukaan molekul pada epitel foot processes
yang dibentuk oleh siklprotein kapiler, heparan sulfat membran basalis
gromelurus dan podokaliksin (charge-selectivity barrier).9,12 Gangguan pada daya
elektrostatik tersebut menyebabkan proteinuria selektif (protein dengan berat
molekul < berat molekul albumin dapat melewati membran filtrasi gromelurus).
Kerusakan struktur dan sawar elektrostatik ini menyebabkan banyaknya protein
plasma yang melewati filtrasi gromelurus.4,9 Pada penderita SNRS diduga selain
charge – selectivity barrier juga berperan size – selectivity barrier yang
menyebabkan proteinuria yang keluar selain berat molekul rendah (selektif) juga
protein dengan berat molekul tinggi (non-selektif). 3,4,9

Hipoalbuminemia
Hipoalbuminemia disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan
peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya
meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam
urin), tetapi mungkin normal atau menurun.13
Abnormalitas sistemik yang paling berkaitan langsung dengan proteinuria
adalah hipoalbuminemia. Salah satu manifestasi pada pasien sindrom nefrotik
pada anak terjadi hipoalbuminemia apabila kadar albumin kurang dari 2,5 g/dL.
Pada keadaan normal, produksi albumin di hati adalah 12-14 g/hari (130-200
mg/kg) dan jumlah yang diproduksi sama dengan jumlah yang dikatabolisme.9
Katabolisme secara dominan terjadi pada ekstrarenal, sedangkan 10% di
katabolisme pada tubulus proksimal ginjal setelah resorpsi albumin yang telah
difiltrasi.9,13 Pada pasien sindrom nefrotik, hipoalbuminemia merupakan
manifestasi dari hilangnya protein dalam urin yang berlebihan dan peningkatan
katabolisme albumin. Pada keadaan normal, laju sintesis albumin di hepar dapat
meningkat hingga 300%, sedangkan penelitian pada penderita sindrom nefrotik
dengan hipoalbuminemia menunjukan bahwa laju sintesis albumin di hepar hanya

21
sedikit di atas keadaan normal meskipun diberikan diet protein yang adekuat. Hal
ini mengindikasikan respon sintesis terhadap albumin oleh hepar tidak adekuat.4
Edema
Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill.3,4,9,12
Teori underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci
terjadinya edema pada SN.4 Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan
onkotik plasma, sehingga cairan bergeser dari intravaskular ke jaringan
interstitium dan terjadi edema. Akibat penurunan tekanan onkotik plasma dan
bergesernya cairan plasma terjadi hipovolemia, dan ginjal melakukan kompensasi
dengan meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisme kompensasi ini akan
memperbaiki volume intravaskular tetapi juga akan mengekserbasi terjadinya
hipoalbuminemia sehingga edema semakin berlanjut.3,4,13
Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal utama.
Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ektraselular meningkat sehingga
terjadi edema.4 Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan
menambah retensi natrium dan edema akibat teraktivasinya sistem renin –
angiotensin – aldosteron terutama kenaikan konsentrasi hormon aldosteron yang
akan mempengaruhi sel – sel tubulus ginjal untuk mengabsorbsi ion natrium
sehingga eksresi ion natrium (natriuresis) menurun.9 Selain itu juga terjadi
kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan konsentrasi katekolamin yang
menyebabkan tahanan atau resistensi vaskuler glomerulus meningkat, hal ini
mengakibatkan penurunan LFG dan kenaikan desakan starling kapiler peritubuler
sehingga terjadi penurunan eksresi natrium.9,13
Hiperlipidemia
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density
lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat, sedangkan high density lipoprotein
(HDL) dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan
sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan
pengeluaran lipoprpotein, VLDL, kilomikron, intermediate densitiy lipoprotein
dari darah). Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan
albumin serum dan penurunan tekanan onkotik.9

22
Gambar 2.5 Patofisiologi Sindrom Nefrotik (sumber Atlas Patofisiologi 2007)9

2.7 Manifestasi Klinis Sindrom Nefrotik


Adapun manifesitasi klinik dari sindrom nefrotik adalah :
Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah edema, yang
tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali edema
timbul secara lambat sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk.
Pada fase awal edema sering bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak
pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah
(misalnya daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya edema menjadi
menyeluruh dan masif (anasarka).1,4,
Edema berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai edema
muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada

23
ekstremitas bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan
bekas bila ditekan (pitting edema). Pada penderita dengan edema hebat, kulit
menjadi lebih tipis dan mengalami oozing. Edema biasanya tampak lebih
hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasien-pasien GSFS atau GNMP. Hal
tersebut disebabkan karena proteinuria dan hipoproteinemia lebih hebat pada
pasien SNKM.4
Edema paling parah biasanya dijumpai pada sindrom nefrotik tipe kelainan
minimal (SNKM). Bila ringan, edema biasanya terbatas pada daerah yang
mempunyai resistensi jaringan yang rendah, misal daerah periorbita, skrotum,
labia. Edema bersifat menyeluruh, dependen dan pitting. Asites umum
dijumpai, dan sering menjadi anasarka. Anak-anak dengan asites akan
mengalami restriksi pernafasan, dengan kompensasi berupa tachypnea. Akibat
edema kulit, anak tampak lebih pucat.13
Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom
nefrotik. Diare sering dialami pasien dengan edema masif yang disebabkan
edema mukosa usus. Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang
meningkat, atau edema atau keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri perut yang
kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik yang sedang
kambuh karena edema dinding perut atau pembengkakan hati.3,4
Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein
mengakibatkan malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom nefrotik
resisten-steroid.4
Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani.4,13
Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak,
maka pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat.
Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik.2
Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit
berat dan kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak
yang sedang berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah
merupakan respons emosional, tidak saja pada orang tua pasien, namun juga
dialami oleh anak sendiri. Kecemasan orang tua serta perawatan yang terlalu

24
sering dan lama menyebabkan perkembangan dunia sosial anak menjadi
terganggu.3,4
Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian
International Study of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30%
pasien SNKM mempunyai tekanan sistolik dan diastolik lebih dari 90th
persentil umur.1

2.8 Pemeriksaan Penunjang Sindrom Nefrotik


Pemeriksaan penunjang yang dilakukan, antara lain:1,5
1. Urinalisis.
2. Protein urin kuantitatif, dapat menggunakan urin 24 jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari
3. Pemeriksaan darah
3.1 Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit,
trombosit, hematokrit, LED)
3.2 Albumin dan kolesterol serum
3.3 Ureum, kreatinin serta klirens kreatinin
3.4 Kadar komplemen C3; bila dicurigai lupus eritematosus sistemik
pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti
nuclear antibody), dan anti ds-DNA
4. Biopsi ginjal1
Indikasi biopsi ginjal pada sindrom nefrotik anak adalah
dar kreatinin dan
ureum dalam plasma meninggi, atau kadar komplemen serum menurun

Hasil pemeriksaan penunjang sindrom nefrotik yaitu :


Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40
mg/m2/jam atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per
hari. Pasien SNKM biasanya mengeluarkan protein yang lebih besar dari
pasien-pasien dengan tipe yang lain.5

25
Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5
g/dL. 1,5
Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan
umumnya, berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol
LDL dan VLDL meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar
lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria. 5
Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun
tidak dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom
nefrotik.3,4
Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal
penyakit. Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin
serum biasanya terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan
SNKM. 1,5
Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik.
Pada pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan
hal tersebut berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara
tidak langsung dengan kadar albumin serum. Sering pula terlihat gambaran
asites. USG ginjal sering terlihat normal meskipun kadang-kadang dijumpai
pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan ekogenisitas yang normal. 3
2.9 Kriteria Diagnosis Sindrom Nefrotik
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
1) Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak
mata,perut, tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang
berkurang. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna
kemerahan.5,6
2) Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua
kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-
kadang ditemukan hipertensi.6

26
3) Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan :
Pada pemeriksaan urinalisis ditemukan albumin secara kualitatif +2
sampai +4. Secara kuantitatif > 50 mg/kgBB/hari ( diperiksa memakai
reagen ESBACH ). Pada sedimen ditemukan oval fat bodies yakni
epitel sel yang mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang
dijumpai eritrosit, leukosit, toraks hialin dan toraks eritrosit.2,3,4,5
Pada pemeriksaan darah didapatkan protein total menurun (N:6,2-8,1
gm/100ml), albumin menurun (N: 4-5,8 gm/100ml), α1 globulin
normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml), α2 globulin meninggi (N:0,4-1
gm/100ml), β globulin normal (N: 0,5-09 gm/100ml), γ globulin
normal (N:0,3-1 gm/100ml), rasio albumin/globulin <1 (N:3/2),
komplemen C3 normal/rendah (N:80-120 mg/100ml), ureum, kreatinin
dan klirens kreatinin normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal,
hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat. 2,3,4
Foto Thorax PA dan LDK dilakukan bila ada sindrom gangguan nafas
untuk mencari penyebabnya apakah pneumonia atau edema paru akut.2
Pemeriksaan histologik yaitu biopsy ginjal. Namun biopsy ginjal
secara perkutan atau pembedahan bersifat invasive, maka biopsy ginjal
hanya dilakukan atas indikasi tertentu dan bila orang tua dan anak
setuju.15
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosis sindrom nefrotik, antara lain:
1. Urinalisis
Proteinuria dapat dideteksi menggunakan uji dipstick dengan hasil +3 atau +4.
Pemeriksaan kuantitatif menunjukan hasil dengan batasan 1-10g/hari.
Proteinuria pada SN didefinisikan >50mg/kg/hari atau >40mg/m2 LPB/jam.
Jumlah protein yang diekskresikan dalam urin tidak mencerminkan kuantitas
protein yang melewati glomerular basement membrane (GBM) karena
sejumlah tertentu telah direabsorbsi di tubulus proksimal.1 Biasanya pada SN
resisten terhadap steroid (SNRS), urin tidak hanya mengandung albumin tapi
juga protein lain engan berat molekul yang lebih tinggi. Hal ini dilihat pada

27
polyacrylamide gel electrophoresis dan dihitung dengan alat indeks
selektivitas.1,3

2. Protein urin kuantitatif, dapat menggunakan urin 24 jam atau rasio


protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari13

3. Pemeriksaan darah15
Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit,
hematokrit, LED)
Albumin
Protein serum biasanya menurun dan lipid serum dapat meningkat.
Proteinemia <50g/L terjadi pada 80% pasien dan <40g/L pada 40% pasien.
Konsentrasi albumin menurun <20g/L hingga 10g/L.
Kolestrol serum
Hiperlipidemia akibat dari peningkatan sintesis kolestrol, trigliserida dan
lipoprotein, menurunnya katabolisme lipoprotein karena menurunnya
akitivitas lipase lipoprotein.
Elektrolit serum
Kadar natrium yang rendah berkaitan dengan dilusi yang disebabkan
hipovolemia dan sekresi hormon antidiuretik yang terganggu. Kalium
dapat meningkat pada pasien oliguria.
Ureum, kreatinin, dan klirens kreatinin
Kadar blood urea nitrogen dapat normal atau sedikit meningkat, anemia
dengan mikrositosis bias terjadi dan berhubungan dengan kehilangan
siderophilin melalui urin.
Pengukuran dapat dilakukan dengan cara klasik ataupun dengan rumus
Schwartz. Rumus Schwartz digunakan untuk memperkirakan laju filtrasi
glomerulus (LFG).15

eLFG = k x L/Scr

eLFG : estimated LFG (ml/menit/1,73 m2)


L : tinggi badan (cm)
28
Scr : serum kreatinin (mg/dL)
k : konstanta (bayi aterm:0,45; anak dan remaja putri:0,55; remaja
putra:0,7)

2.10 Pengobatan Sindrom Nefrotik


Pada SN idiopatik, kortikosteroid merupakan pengobatan awal, kecuali bila ada
kontraindikasi.1,11 Jenis steroid yang diberikan adalah prednison atau
11
prednisolon .
Pemeriksaan yang dilakukan sebelum dimulainya terapi:5
1. Pengukuran berat badan dan tinggi badan
2. Pengukuran tekanan darah
3. Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda atau gejala penyakit
sistemik, seperti lupus eritematosus sistemik, purpura HenochSchonlein.
4. Mencari fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun kecacingan.
Setiap infeksi perlu dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi
steroid dimulai.
A. Terapi inisial1
Terapi inisial pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi
steroid sesuai dengan anjuran ISKDC adalah diberikan prednison 60 mg/m2
LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/hari) dalam dosis terbagi, untuk
menginduksi remisi.5 Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal
(berat badan terhadap tinggi badan). Prednison dosis penuh (full dose) inisial
diberikan selama 4 minggu.1,5,11 Bila terjadi remisi dalam 4 minggu pertama,
dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal)
atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), dalam dosis terbagi. Bila
setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh kemudian dilanjutkan dengan
tapering off alternate dose selama 3 bulan (gambar 2.7)11 bila tidak terjadi remisi,
pasien dinyatakan sebagai resisten steroid.5,11

29
Gambar 2.6: Pengobatan sindroma nefrotik dengan terapi insial (sumber
Konsensus tatalaksana sindrom nefrotik 2012) 5

Gambar 2.7 : Skema pengobatan inisial dan relaps pada sindrom nefrotik (Sumber
: Husein Alantas dkk, Sari Pediatri 2:7 tahun 2015)11

B. Pengobatan relaps
Skema pengobatan relaps dengan prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal
4 minggu) dilanjutkan dengan dosis alternating selama 4 minggu. Pada pasien SN
remisi yang mengalami proteinuria kembali ≥ ++ tetapi tanpa edema, sebelum
pemberian prednison, dicari lebih dahulu pemicunya, biasanya infeksi saluran
nafas atas.5 Bila terdapat infeksi diberikan antibiotik 5-7 hari, dan bila kemudian
proteinuria menghilang tidak perlu diberikan pengobatan relaps.16 Bila sejak awal
ditemukan proteinuria ≥ ++ disertai edema, maka diagnosis relaps dapat
ditegakkan, dan prednison mulai diberikan.1

30
Gambar 2.8 : Pengobatan SN relaps (sumber Konsensus tatalaksana sindrom nefrotik
2012) 5

C. Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid


1. Pemberian steroid jangka panjang
Pada anak yang telah dinyatakan relaps sering atau dependen steroid,
setelah remisi dengan prednison dosis penuh, diteruskan dengan steroid dosis 1,5
mg/kgbb secara alternating. Dosis ini kemudian diturunkan perlahan/bertahap 0,2
mg/kgbb setiap 2 minggu.16 Penurunan dosis tersebut dilakukan sampai dosis
terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara 0,1 – 0,5 mg/kgbb
alternating. Dosis ini disebut dosis threshold dan dapat dipertahankan selama 6-
12 bulan, kemudian dicoba dihentikan. Umumnya anak usia sekolah dapat
bertoleransi dengan prednison 0,5 mg/kgbb, sedangkan anak usia pra sekolah
sampai 1 mg/kgbb secara alternating.1,5
Bila relaps terjadi pada dosis prednison antara 0,1 – 0,5 mg/kgbb
alternating, maka relaps tersebut diterapi dengan prednison 1 mg/kgbb dalam
dosis terbagi, diberikan setiap hari sampai terjadi remisi. Setelah remisi maka
prednison diturunkan menjadi 0,8 mg/kgbb diberikan secara alternating,
kemudian diturunkan 0,2 mg/kgbb setiap 2 minggu, sampai satu tahap (0,2
mg/kgbb) di atas dosis prednison pada saat terjadi relaps yang sebelumnya atau
relaps yang terakhir.16
Bila relaps terjadi pada dosis prednison rumat > 0,5 mg/kgbb alternating,
tetapi < 1,0 mg/kgbb alternating tanpa efek samping yang berat, dapat dicoba
dikombinasikan dengan levamisol selang sehari 2,5 mg/kgbb selama 4-12 bulan,
atau langsung diberikan siklofosfamid (CPA).1,5

31
2. Levamisol
Levamisol terbukti efektif sebagai steroid sparing agent. Levamisol
diberikan dengan dosis 2,5 mg/kgbb dosis tunggal, selang sehari, selama 4-12
bulan. Efek samping levamisol adalah mual, muntah, hepatotoksik, vasculitis
rash, dan neutropenia yang reversibel.1,16

3. Sitostatika
Obat sitostatika yang paling sering digunakan pada pengobatan SN anak
adalah siklofosfamid (CPA) atau klorambusil.5 Siklofosfamid dapat diberikan
peroral dengan dosis 2-3 mg/kgbb/hari dalam dosis tunggal , maupun secara
intravena atau puls. CPA puls diberikan dengan dosis 500 – 750 mg/m2 LPB,
yang dilarutkan dalam 250 ml larutan NaCL 0,9%, diberikan selama 2 jam. CPA
puls diberikan sebanyak 7 dosis, dengan interval 1 bulan (total durasi pemberian
CPA puls adalah 6 bulan). Efek samping CPA adalah mual, muntah, depresi
sumsum tulang, alopesia, sistitis hemoragik, azospermia, dan dalam jangka
panjang dapat menyebabkan keganasan.6 Oleh karena itu perlu pemantauan
pemeriksaan darah tepi yaitu kadar hemoglobin, leukosit, trombosit, setiap 1-2 x
seminggu. Bila jumlah leukosit <3000/uL, hemoglobin <8 g/dL, hitung trombosit
<100.000/uL, obat dihentikan sementara dan diteruskan kembali setelah leukosit
>5.000/uL, hemoglobin >8 g/dL, trombosit >100.000/uL.5,6
Efek toksisitas CPA pada gonad dan keganasan terjadi bila dosis total
kumulatif mencapai ≥200-300 mg/kgbb. Pemberian CPA oral selama 3 bulan
mempunyai dosis total 180 mg/kgbb, dan dosis ini aman bagi anak. Klorambusil
diberikan dengan dosis 0,2 – 0,3 mg/kg bb/hari selama 8 minggu. Pengobatan
klorambusil pada SNSS sangat terbatas karena efek toksik berupa kejang dan
infeksi.1

32
Gambar 2.9: Pengobatan SN relaps sering dengan CPA oral (sumber Konsensus tatalaksana
sindrom nefrotik 2012) 5
Keterangan:
Relaps sering: prednison dosis penuh (FD) setiap hari sampai remisi (maksimal 4 minggu)
kemudian dilajutkan dengan prednison intermittent atau alternating (AD) 40mg/m2 LPB/hari dan
siklofosfamid 2-3 mg/kgbb/hari, per oral, dosis tunggal selama 8 minggu5,6

Gambar 2.10: Pengobatan sindrom nefrotik dependen steroid (sumber Konsensus tatalaksana
sindrom nefrotik 2012) 1

4. Siklosporin (CyA)
Pada SN idiopatik yang tidak responsif dengan pengobatan steroid atau sitostatik
dianjurkan untuk pemberian siklosporin dengan dosis 4-5 mg/kgbb/hari (100-150
mg/m2 LPB).15 Dosis tersebut dapat mempertahankan kadar siklosporin darah
berkisar antara 150-250 ng/mL.5 Pada SN relaps sering atau dependen steroid,
CyA dapat menimbulkan dan mempertahankan remisi, sehingga pemberian
steroid dapat dikurangi atau dihentikan, tetapi bila CyA dihentikan, biasanya akan
relaps kembali (dependen siklosporin). Efek samping dan pemantauan pemberian
CyA dapat dilihat pada bagian penjelasan SN resisten steroid.6

5. Mikofenolat mofetil (mycophenolate mofetil = MMF)


Pada SNSS yang tidak memberikan respons dengan levamisol atau sitostatik dapat
diberikan MMF. MMF diberikan dengan dosis 800 – 1200 mg/m2 LPB atau 25-30
33
mg/kgbb bersamaan dengan penurunan dosis steroid selama 12 - 24 bulan.16 Efek
samping MMF adalah nyeri abdomen, diare, leukopenia.16

D. Pengobatan SN dengan kontraindikasi steroid


Bila didapatkan gejala atau tanda yang merupakan kontraindikasi steroid, seperti
tekanan darah tinggi, peningkatan ureum dan atau kreatinin, infeksi berat, maka
dapat diberikan sitostatik CPA oral maupun CPA puls.1 Siklofosfamid dapat
diberikan per oral dengan dosis 2-3 mg/kg bb/hari dosis tunggal, maupun secara
intravena (CPA puls). CPA oral diberikan selama 8 minggu. CPA puls diberikan
dengan dosis 500 – 750 mg/m2 LPB, yang dilarutkan dalam 250 ml larutan NaCL
0,9%, diberikan selama 2 jam.6 CPA puls diberikan sebanyak 7 dosis, dengan
interval 1 bulan (total durasi pemberian CPA puls adalah 6 bulan).5

E. Pengobatan SN resisten steroid


Pasien SNRS sebelum dimulai pengobatan sebaiknya dilakukan biopsi ginjal
untuk melihat gambaran patologi anatomi, karena gambaran patologi anatomi
mempengaruhi prognosis.1,5
1. Siklofosfamid (CPA)
Pemberian CPA oral pada SN resisten steroid dapat menimbulkan remisi. 16 Pada
SN resisten steroid yang mengalami remisi dengan pemberian CPA, bila terjadi
relaps dapat dicoba pemberian prednison lagi karena SN yang resisten steroid
dapat menjadi sensitif kembali.17 Namun bila pada pemberian steroid dosis penuh
tidak terjadi remisi (terjadi resisten steroid) atau menjadi dependen steroid
kembali, dapat diberikan siklosporin. Skema pemberian CPA oral dan puls.1,5

Gambar 2.11 : Pengobatan sindrom nefrotik resisten steroid (sumber Konsensus


tatalaksana sindrom nefrotik 2012) 1
34
2. Siklosporin (CyA)
Pada SN resisten steroid, CyA dilaporkan dapat menimbulkan remisi total
sebanyak 20% pada 60 pasien dan remisi parsial pada 13%.6
Efek samping CyA adalah hipertensi, hiperkalemia, hipertrikosis, hipertrofi
gingiva, dan juga bersifat nefrotoksik yaitu menimbulkan lesi tubulointerstisial1.
Oleh karena itu pada pemakaian CyA perlu pemantauan terhadap1,5:
o Kadar CyA dalam darah: dipertahankan antara 150-250
nanogram/mL
o Kadar kreatinin darah berkala.
o Biopsi ginjal setiap 2 tahun.

3. Metilprednisolon puls
Pengobatan SNRS dengan metil prednisolon puls selama 82 minggu + prednison
oral dan siklofosfamid atau klorambusil 8-12 minggu. Metilprednisolon dosis 30
mg/kgbb (maksimum 1000 mg) dilarutkan dalam 50-100 mL glukosa 5%,
diberikan dalam 2-4 jam.1,5,6

Tabel 2.3: Protokol metilprednisolon dosis tinggi (sumber Konsensus


tatalaksana sindrom nefrotik 2012) 1,5
Minggu Metilprednisolon Jumlah Prednison oral
ke -

1–2 30mg/kgbb, 3 x seminggu 6 Tidak diberikan

3 – 10 30mg/kgbb, 1 x seminggu 8 2mg/kgbb, dosis


tunggal

11 – 18 30mg/kgbb, 2 minggu sekali 4 Dengan atau


tanpataper off

19 – 50 30mg/kgbb, 4 minggu sekali 8 Taper off pelan-pelan

51 - 82 30mg/kgbb, 8 minggu sekali 4 Taper off pelan-pelan

35
Gambar 2.12 Tatalaksana Sindrom Nefrotik (Sumber Konsensus tatalaksana
sindrom nefrotik 2012) 1

Gambar 2.13 Diagram pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid


(Sumber Konsensus tatalaksana sindrom nefrotik 2012) 1
36
2.10 Terapi Suportif
A) Diet
Pemberian diet tinggi protein dianggap merupakan koantraindikasi, hal ini karena
pemberian diet tinggi protein akan menambahkan beban glomerulus untuk
mengeluarkan sisa metobolisme dari protein (hiperfiltrasi) sehingga akan
menyebabkan sklerosis glomerulus. Sedangkan jika diberikan diet rendah protein
akan, pasien akan terjadi malnutrisi energi protein (MEP) dan menyebabkan
hambatan pertumbuhan anak.6 Jadi cukup diberikan diet protein normal sesuai
dengan recommended daily allowances yaitu 1,5-2g/KgBB/hari. Selain itu, dapat
juga diberi diet rendah garam (1-2g/hari) tetapi hanya diperlukan selama anak
menderita edema.6

B) Diuretik
Restriksi cairan dianjurkan selama edema berat. Biasanya diberikan furosemid 1-3
mg/KgBB/hari, bila perlu kombinasi dengan spironolakton 2-4 mg/KgBB/hari.
Jika pemberian diuretik tidak berhasil, maka dapat diberikan infus albumin 20-
25% dengan dosis 1 g/KgBB selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari interstisial
dan diakhiri dengan pemberian furosemid IV 1-2 mg/KgBB.1,5

Gambar 2.14. Algoritma pemberian diuretik (Sumber Konsensus tatalaksana


sindrom nefrotik 2012) 1
37
C. Antibiotik Profilaksis
Antibiotik profilaksis di beberapa negara, pasien SN dengan edema dan asites
diberikan antibiotik profilaksis dengan penisilin oral 125-250 mg, 2 kali sehari,
sampai edema berkurang.5 Di Indonesia tidak dianjurkan pemberian antibiotik
profilaksis, tetapi perlu dipantau secara berkala, dan bila ditemukan tanda-tanda
infeksi 5 segera diberikan antibiotik. Biasanya diberikan antibiotik jenis
amoksisilin, eritromisin.5
D. Imunisasi
Imunisasi Pasien SN yang sedang dalam pengobatan kortikosteroid atau dalam 6
minggu setelah steroid dihentikan, hanya boleh mendapatkan vaksin mati. Setelah
lebih dari 6 minggu penghentian steroid, dapat diberikan vaksin hidup.1,5,6
Pemberian imunisasi terhadap Streptococcus pneumoniae pada beberapa negara
dianjurkan, tetapi karena belum ada laporan efektivitasnya yang jelas, di
Indonesia belum dianjurkan. Bila terjadi kontak dengan penderita varisela,
diberikan profilaksis dengan imunoglobulin varicella-zoster, dalam waktu kurang
dari 72 jam. Bila tidak memungkinkan dapat diberikan suntikan dosis tunggal
imunoglobulin intravena. Bila sudah terjadi infeksi perlu diberikan obat asiklovir
dan pengobatan steroid sebaiknya dihentikan sementara.1,5
E. Diet Rendah lemak dan diet rendah garam5

2.12 Komplikasi Sindrom Nefrotik


1. INFEKSI
Pasien sindrom nefrotik sangat rentan terhadap infeksi, bila terdapat
infeksi perlu segera diobati dengan pemberian antibiotik. Infeksi yang terutama
adalah selulitis dan peritonitis primer.1 Bila terjadi peritonitis primer (biasanya
disebabkan oleh kuman Gram negatif dan Streptococcus pneumoniae) perlu
diberikan pengobatan penisilin parenteral dikombinasi dengan sefalosporin
generasi ketiga yaitu sefotaksim atau seftriakson selama 10-14 hari.6 Infeksi lain
yang sering ditemukan pada anak dengan SN adalah pnemonia dan infeksi saluran
napas atas karena virus. Pada orangtua dipesankan untuk menghindari kontak
dengan pasien varisela. Bila terjadi kontak diberikan profilaksis dengan
imunoglobulin varicella-zoster, dalam waktu kurang dari 96 jam. Bila tidak

38
memungkinkan dapat diberikan suntikan dosis tunggal imunoglobulin intravena
(400mg/kgbb).28 Bila sudah terjadi infeksi perlu diberi obat asiklovir intravena
(1500 mg/m2 /hari dibagi 3 dosis) atau asiklovir oral dengan dosis 80
mg/kgbb/hari dibagi 4 dosis selama 7 – 10 hari, dan pengobatan steroid sebaiknya
dihentikan sementara.5
2. TROMBOSIS
Suatu studi prospektif mendapatkan 15% pasien SN relaps menunjukkan
bukti defek ventilasi-perfusi pada pemeriksaan skintigrafi yang berarti terdapat
trombosis pembuluh vaskular paru yang asimtomatik.29 Bila diagnosis trombosis
telah ditegakkan dengan pemeriksaan fisis dan radiologis, diberikan heparin
secara subkutan, dilanjutkan dengan warfarin selama 6 bulan atau lebih.
Pencegahan tromboemboli dengan pemberian aspirin dosis rendah, saat ini tidak
dianjurkan.4
3. HIPERLIPIDEMIA
Pada SN relaps atau resisten steroid terjadi peningkatan kadar LDL dan
VLDL kolesterol, trigliserida dan lipoprotein (a) (Lpa) sedangkan kolesterol HDL
menurun atau normal.17 Zat-zat tersebut bersifat aterogenik dan trombogenik,
sehingga meningkatkan morbiditas kardiovaskular dan progresivitas
glomerulosklerosis. Pada SN sensitif steroid, karena peningkatan zat-zat tersebut
bersifat sementara dan tidak memberikan implikasi jangka panjang, maka cukup
dengan pengurangan diit lemak. Pada SN resisten steroid, dianjurkan untuk
mempertahankan berat badan normal untuk tinggi badannya, dan diit rendah
lemak jenuh. Dapat dipertimbangan pemberian obat penurun lipid seperti inhibitor
HMgCoA reduktase (statin).1,17
4. HIPOKALSEMIA
Pada SN dapat terjadi hipokalsemia karena: 1. Penggunaan steroid jangka
panjang yang menimbulkan osteoporosis dan osteopenia 2. Kebocoran metabolit
vitamin D Oleh karena itu pada pasien SN yang mendapat terapi steroid jangka
lama (lebih dari 3 bulan) dianjurkan pemberian suplementasi kalsium 250-500
mg/hari dan vitamin D (125-250 IU).1,5,6 Bila telah terjadi tetani, diobati dengan
kalsium glukonas 10% sebanyak 0,5 mL/kgbb intravena.1,5

39
5. HIPOVOLEMIA
Pemberian diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan SN relaps dapat
terjadi hipovolemia dengan gejala hipotensi, takikardia, ekstremitas dingin, dan
sering disertai sakit perut. Pasien harus segera diberi infus NaCl fisiologis dengan
cepat sebanyak 15-20 mL/kgbb dalam 20-30 menit, dan disusul dengan albumin 1
g/kgbb atau plasma 20 mL/kgbb (tetesan lambat 10 tetes per menit). Bila
hipovolemia telah teratasi dan pasien tetap oliguria, diberikan furosemid 1-2
mg/kgbb intravena.17
6. HIPERTENSI
Hipertensi dapat ditemukan pada awitan penyakit atau dalam perjalanan
penyakit SN akibat toksisitas steroid.6 Pengobatan hipertensi diawali dengan
inhibitor ACE (angiotensin converting enzyme), ARB (angiotensin receptor
blocker) calcium channel blockers, atau antagonis β adrenergik, sampai tekanan
darah di bawah persentil 90.1,5,15
7. EFEK SAMPING STEROID
Pemberian steroid jangka lama akan menimbulkan efek samping yang
signifikan, karenanya hal tersebut harus dijelaskan kepada pasien dan
orangtuanya.5 Efek samping tersebut meliputi kelainan metabolik berupa moon
face, flushing, acne, buffalo hump, striae, ekstremitas kurus, hiperglikemi,
glukosauria, peningkatan napsu makan, peningkatan berat badan, osteoporosis,
miopati, gangguan pertumbuhan, hipertensi, perubahan perilaku seperti euphoria,
kelainan mata seperti katarak dan glaukoma, supresi renal, peningkatan risiko
infeksi, luka yang lama sembuh, tukak peptik dan demineralisasi tulang.18 Pada
semua pasien SN harus dilakukan pemantauan terhadap gejala-gejala cushingoid,
pengukuran tekanan darah, pengukuran berat badan dan tinggi badan setiap 6
bulan sekali, dan evaluasi timbulnya katarak setiap tahun sekali.1,5,6

2.13 Prognosis Sindrom Nefrotik


Prognosis baik jika dapat didiagnosis segera dan sensitif steroid.
Pengobatan segera dapat mengurangi kerusakan glomerolus lebih lanjut akibat
mekanisme kompensasi ginjal maupun proses autoimun.3,4 Prognosis baik, kecuali
menderita untuk pertama kalinya pada umur di bawah 2 tahun, disertai oleh

40
hipertensi, hematuria nyata, jenis sindrom nefrotik sekunder dan resisten steroid.3
Lebih dari 80% sindrom nefrotik primer memberi respons yang baik terhadap
pengobatan awal dengan steroid dan 50% di antaranya akan relaps berulang dan
sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid1,3,4

Kelainan minimal (minimal lesion):


Prognosis lebih baik daripada golongan lainnya; sangat baik untuk anak-anak dan
orang dewasa, bahkan bagi mereka yang tergantung steroid.3
Nefropati membranosa (glomrolunefritis membranosa)
Prognosis kurang baik 95% pasien mengalami azotemia dan meninggal akibat
uremia dalam waktu 10-20 tahun.4
Glomerulosklerosis fokal segmental
Lebih jarang menyebabkan sindroma nefrotik.Prognosis buruk15
Glomerolunefritis proliferatif membranosa (MPGN)
Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis setelah infeksi streptococcus yang
progresif dan pada sindrom nefrotik.13

2.14 Indikasi Rawat Inap dan Rujuk


Indikasi rawat di rumah sakit1 :
1. Manifestasi klinis SN pertama kali tujuannya untuk mempercepat
pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diit, penanggulangan edema, memulai
pengobatan steroid, dan edukasi orangtua. Boleh dipulangkan jika sudah remisi.
2. SN relaps bila terdapat edema anasarka yang berat atau disertai
komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal, atau syok. Tirah baring tidak perlu
dipaksakan dan aktivitas fisik disesuaikan dengan kemampuan pasien. Bila edema
tidak berat, anak boleh sekolah.
Indikasi melakukan rujukan ke ahli nefrologi anak1,5 :
1. Awitan sindrom nefrotik pada usia di bawah 1 tahun, riwayat penyakit sindrom
nefrotik di dalam keluarga
2. Sindrom nefrotik dengan hipertensi, hematuria nyata persisten, penurunan
fungsi ginjal, atau disertai gejala ekstrarenal, seperti artritis, serositis, atau lesi di
kulit

41
3. Sindrom nefrotik dengan komplikasi edema refrakter, trombosis, infeksi berat,
toksik steroid
4. Sindrom nefrotik resisten steroid
5. Sindrom nefrotik relaps sering atau dependen steroid.

42
REKAM MEDIS KASUS

1. IDENTITAS PASIEN :
Nama lengkap : An. Ahmad Taufiq Hidayat
Tempat/Tanggal lahir : Malaysia, 29 Juni 2000
Alamat : Waturoyo 3/7 Margoyoso, Pati, Jawa Tengah
Suku Bangsa : Jawa
Umur : 16 tahun 10 bulan
Jenis Kelamin : Laki – laki
Pendidikan : SMK/Pelajar
Agama : Islam

2. ANAMNESIS
Autoanamnesis dan Alloanamnesis dengan pasien dan Ibu&Ayah pasien di
Bangsal Cempaka dan poli anak RSUD RAA Soewondo Pati dan RM No.
149440
Tanggal : 21 Maret 2017 (Perawatan hari11 di Cempaka) Jam : 08.30 WIB
Saat pasien kontrol ke Poli Anak
Tanggal : 27 Maret 2017 Jam : 11.00 WIB
Tanggal 31 Maret 2017 Jam : 12.00 WIB
Tanggal : 5 April 2017 Jam : 11.00 WIB
Tanggal : 11 April 2017 Jam : 12.00 WIB
Tanggal : 18 April 2017 Jam : 11.00 WIB
Tanggal : 21 April 2017 Jam : 10.00 WIB
Tanggal : 2 Mei 2017 Jam 12.00 WIB
Tanggal : 16 Mei 2017 Jam : 13.00 WIB
Kunjungan ke rumah pasien 24 Mei 2107 Jam 15.30 WIB

Keluhan Utama :
Bengkak di seluruh tubuh sejak ± 2 minggu SMRS

43
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD dengan keluhan sejak 2 minggu SMRS.
Bengkak muncul perlahan-lahan yang di awali pada bagian kedua kelopak
mata yang kemudian menyebar ke seluruh tubuh hingga ujung jari tangan
maupun kaki.Bengkak sulit kembali ketika ditekan. Nyeri, gatal, dan
kemerahan pada daerah yang bengkak disangkal. Demam, riwayat sesak
napas saat aktivitas, kebiruan, batuk, nyeri saat tarik napas dan konsumsi
obat maupun minum alkohol disangkal. Paien sehari-hari tidur
menggunakan 1 bantal. Sebelum terjadi bengkak, pasien mengaku berat
badannya tidak berbeda dengan teman-temannya. Pasien merasa celana
dan bajunya menjadi sempit karena terjadi bengkak. Riwayat cepat lelah
dan tidak tahan terhadap dingin disangkal. Alergi pada pasien dan riwayat
alergi pada keluarga disangkal, seperti bersin-bersin di pagi hari, gatal
kemerahan, ataupun sesak. Pasien baru pertama kali mengalami keluhan
ini. Pada keluarga tidak pernah ada yang pernah menderita bengkak
seperti ini atau kelainan ginjal. Pasien tidak bepergian ke luar kota.
Pasien mengeluh perut dan pinggang sebelah kiri terasa nyeri sejak
4 hari SMRS. Nyeri pinggang dirasakan hilang timbul dan tidak
dipengaruhi perpindahan posisi. Nyeri perut dirasakan pada seluruh
bagian perut dan tidak dapat ditunjuk. Nyeri perut dirasakan terus
menerus yang diperparah dengan sentuhan dan perubahan posisi. Pasien
mengaku perutnya seperti terasa penuh. Pasien masih dapat kentut. Pasien
juga mual-muntah sejak ± 5 hari. Muntah diawal dengan mual, tidak
menyembur, dan berisi makanan, darah (-), berwarna hijau (-). Napsu
makan pasien menurun. Pasien tidak mengalami kejang. Riwayat kuning
pada tubuh disangkal, riwayat trauma disangkal. Pasien tidak BAB sejak
3 hari lalu namun kemarin BAB cair 1x berwarna kuning.
Pasien mengaku sesak napas sejak 1 hari SMRS. Sesak dirasakan
memberat dan tidak membaik dengan istirahat. Pasien tetap dapat tidur
dengan satu bantal. Riwayat nyeri dada, asma, dan flek pada paru
disangkal. Pasien juga mengeluh batuk tanpa diserta dahak hampir
sepanjang hari. Pasien tidak merokok, tetapi ayah pasien merokok.

44
Riwayat sakit jantung atau tekanan darah tinggi pada keluarga disangkal,
dan kontak dengan orang yang batuk lama disangkal.
Sekitar 1 bulan sebelum keluhan bengkak muncul, pasien sempat
mengalami sakit tenggorokan dan sudah berobat ke dokter serta diberi
obat. Pada saat ini sudah membaik. Riwayat sakit kulit 1 bulan terakhir
disangkal.
Sehari-hari pasien makan 3 kali sehari dengan nasi dan lauk
beragam yang terdiri dari nasi, ikan/ayam, dan sayur. Sebelum sakit,
napsu makan pasien baik. Pasien mengkonsumsi garam beryodium sesuai
takaran keluarga ± 2 sendok makan sehari.
Pasien minum air putih dalam sehari sebanyak ± 3-4 gelas
belimbing di rumah yang berasal dari air galon isi ulang dan di sekolah
menghabiskan 600 ml air mineral. Pasien suka minum marimas ± 2 sachet
dalam sehari dan minum minuman bersoda ± 1 botol setiap harinya.
Pasien tidak pernah mengkonsumsi minuman herbal, seperti jamu-
jamuan.
Sejak 2 minggu SMRS, pasien BAK 3-4x sehari dalam jumlah
yang sedikit setiap BAK. Urin berwarna kuning keruh, darah (-). Riwayat
keluar batu maupun nyeri saat BAK disangkal.
Pasien dirawat di rumah sakit selama 11 hari. Perawatan hari
ketiga pasien mendapatkan terapi inisial prednison. Perawatan hari
keempat bengkak mulai menghilang perlahan. Di rumah sakit, pasien
diberikan Infus D5% 20 tpm, Prednison 5 mg dengan dosis 6-5-5, lasik 2
x 1 tab, ranitidine 2 x 1 tab, dan captopril 2 x 1 tab.

Riwayat Penyakit Dahulu :


- Riwayat nyeri tenggorokan 1 bulan sebelum keluhan
- Riwayat sakit kulit (-)
- Riwayat penyakit jantung (-)
- Riwayat tekanan darah tinggi (-)
- Riwayat asma dan alergi (-)
- Riwayat batuk lama (-)

45
- Riwayat kuning (-)
- Riwayat sakit ginjal (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :


- Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan serupa
- Riwayat penyakit jantung disangkal
- Riwayat tekanan darah tinggi disangkal
- Riwayat asma dan alergi disangkal
- Riwayat penyakit ginjal disangkal
- Riwayat penyakit kuning disangkal

Riwayat Perinatal :
- Pasien anak pertama dan tunggal lahir dari ibu G1P0A0
- Aterm / spontan pervaginam / ditolong oleh dokter/ tidak ada penyulit /
langsung menangis
- BBL : 3200 gram
- ANC rutin dilakukan di dokter praktek mandiri. Kelainan (-), riwayat
minum obat selama kehamilan (-)

Riwayat Imunisasi :
- BCG : Scar (+) di deltoid kanan.
- Ibu pasien lupa
- Pasien tidak mengikuti BIAS
- Kesan : Imunisasi tidak lengkap

Riwayat Pertumbuhan :
BB sebelum muncul keluhan = 47 kg, BB sesudah muncul keluhan= 58 kg
TB = 163 cm
IMT (Sebelum muncul keluhan) = 16,89 kg/m2
Kurva CDC :
- BB/U : 73,43 % (BB Kurang)
- TB/U : 94,2 % (Baik/Normal)

46
- BB/TB : 94 % (Normal)
- IMT/U : 84,2 %
Kesan : Status gizi baik, perawakan normal

Riwayat Pubertas :
- Penambahan rambut pubis
- Pubis stadium IV mengisi sesuai distribusi dewasa
- Tahap genital : Genital stadium IV » perkembangan glans penis,
menggelapnya kulit skrotum.
Kesan : Pubertas sesuai usia

Riwayat Asupan Nutrisi :


- Pasien tidak mendapat ASI eksklusif dan mendapatkan susu formula.
- Pasien mana 3 kali sehari dengan nasi dan lauk beragam, yang terdiri dari
nasi, ayam/ikan, dan sayuran. Pasien mengkonsumsi garam beryodium
sesuai takaran keluarga 2 sendok makan per hari.
- Pasien minum air putih per hari 3-4 gelas yang berasal dari galon isi ulang
dan 600 ml botol air mineral.
- Pasien gemar minum marimas 2 sachet dan minuman bersoda 1 botol
dalam sehari.
- Riwayat minum akohol dan jamu disangkal.
o Kesan : Kualitas dan kuantitas : Baik

3. PEMERIKSAAN FISIK
Autoanamnesis dan Alloanamnesis dengan pasien dan Ibu&Ayah pasien di
Bangsal Cempaka dan poli anak RSUD RAA Soewondo Pati dan RM No.
149440
Tanggal : 21 Maret 2017 (Perawatan hari11 di Cempaka) Jam : 08.30 WIB
Saat pasien kontrol ke Poli Anak
Tanggal : 27 Maret 2017 Jam : 11.00 WIB
Tanggal 31 Maret 2017 Jam : 12.00 WIB
Tanggal : 5 April 2017 Jam : 11.00 WIB

47
Tanggal : 11 April 2017 Jam : 12.00 WIB
Tanggal : 18 April 2017 Jam : 11.00 WIB
Tanggal : 21 April 2017 Jam : 10.00 WIB
Tanggal : 2 Mei 2017 Jam 12.00 WIB
Tanggal : 16 Mei 2017 Jam : 13.00 WIB
Kunjungan ke rumah pasien 24 Mei 2107 Jam 15.30 WIB

Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak edema minimal, tidak tampak pucat, tidak
tampak kuning
Kesadaran : Compos Mentis (E4M6V5)
Tanda Vital :
Tekanan darah : 120/70 mmHg (Normal 125/78 mmHg)
Frekuensi nadi : 88 x/menit, reguler, isi cukup
Frekuensi napas : 28 x/menit, reguler
Suhu tubuh : 36,7 °C
Data Antropometri : BB sebelum muncul keluhan = 46 kg, BB sesudah
muncul keluhan= 57 kg
TB = 165 cm
IMT (Sebelum muncul keluhan) = 16,89 kg/m2

Pemeriksaan Sistem
Kepala : mesosefal, muka tua (-), wajah simetris, rambut hitam
terdistribusi merata, tidak mudah dicabut, signa de bendera (-),
benjolan(-), kelainan kulit kepala (-).
Mata : bentuk normal, esotropia (+), refleks cahaya langsung dan tidak
langsung +/+, pupil bulat isokor +/+, konjungtiva anemis -/-,
sklera ikterik -/-, edema palpebral minimal +/+
Telinga : bentuk & ukuran normal, sekret (-), nyeri tekan & nyeri tarik (-),
pembesaran kelenjar pre dan retro aurikel (-)

48
Mulut : sianosis (-), mukosa merah muda, geographic tounge (-), lidah
strawberry (-), faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 tidak
hiperemis.
Leher : letak trakea di tengah, tidak ada pembesaran dan nyeri tekan
pada KGB. Tiroid : ukuran dbn, bentuk dbn, posisi dbn.
Konsistensi kenyal, permukaan rata, ikut bergerak ketika
menelan, nyeri tekan (-)
Thoraks :
Pulmo :
Inspeksi : bentuk dada normal, pergerakan dada kanan & kiri
simetris saat diam dan istirahat, retraksi (-)
Palpasi : stem fremitus kanan & kiri sama kuat, nyeri tekan (-),
benjolan (-)
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru, kecuali pada basal kedua
hemitorax terdapat redup minimal
Auskultasi : suara nafas dasar vesikuler +/+ tetapi SDV menurun
minimal pada kedua basal paru, ronki -/-, wheezing -/-.

Jantung :
JVP : 5 + 2 cm
Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak di MCL sinistra ICS V.
Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba di MCL sinistra ICS V.
Perkusi : batas jantung normal.
Auskultasi : bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-).

Abdomen :
Inspeksi : tampak membuncit minimal
Auskultasi : bising usus (+) normal, 10 x/menit, meteorismus (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepatosplenomegali (-)
Perkusi : Redup minimal, shifting dullness (+), fluid wave (-), nyeri
ketok CVA (-), ballotemen (-)

49
Ekstremitas & tulang belakang : akral hangat (+), pitting edema -/-/+/+
minimal, sianosis (-), CRT < 2 detik, skoliosis (-), lordosis
(-), kifosis(-)
Kulit : turgor kulit baik, kulit kering (-), sianosis (-) ikterik (-)
KGB : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.
Anus dan genitalia : anus tidak dilakukan, genitalia : edema skrokum (-)

Pemeriksaan Neurologis
TANDA RANGSANG MENINGEAL
1. Kaku kuduk dan Brudzinsky 1 (-)
2. Kernig (-)
3. Laseque (-)
MOTORIK
Normal, Eutrofi, normotoni
Kekuatan ( lengan atas lengan bawah,tangan, tungkai atas
tungkai bawah, kaki) 555 555
555 555
REFLEK FISIOLOGIS
Refleks biseps (+)/(+) Normal
Refleks triseps (+)/(+) Normal, Reflek patella (+)/(+) Normal

REFLEK PATOLOGIS
Refleks Babinski (-)/(-), Refleks chaddock (-)/(-)

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan laboratorium (Tanggal 11-3-17 s/d 21-3-17 dilakukan saat
perawatan di Bangsal Cempaka

50
Urinalisa 11/3/17 13/3/17 17/3/17 21/3/17
P-H1 P-H3 P-H7 P-H11
Fisis
Warna Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning
muda
Kekeruhan Jernih Agak Agak Agak Jernih
Keruh Keruh Keruh
Epitel Pos 1+ Pos 1+ Pos 2+ Pos 1+
Leukosit 3-5 3-5 3-4 3-4
/LPB /LPB /LPB /LPB
Eritrosit 10-15 10-15 2-3 3-4
/LPB /LPB /LPB /LPB
Kristal Negatif Negatif Negatif Pos 1+ Negatif
Ca
oksalat
Silinder Negatif Negatif Negatif Positif Negatif
Butir
halus
0-1
Lain –lain - - - - -
Carik Celup
Darah Samar Negatif Positif Positif Negatif Negatif
Urobilinogen Normal Normal Normal Normal Normal
Bilirubin Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
Protein Urin Negatif Pos 4+ Pos 4+ Pos 3+ Negatif
Nitrit Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
Glukosa Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
pH 4,5-8,0 7,0 7,0 6,5 8
Berat Jenis 1,003- 1,015 1,015 1,020 1,015
1,022
Leukosit Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

51
Urinalisa 31/3/17 11/4/17 18/4/17 21/4/17 2/5/17 16/5/17
K2-poli K4-poli K5-poli K6-poli K7-poli K8-poli
Fisis
Warna Kuning muda Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning
Muda Muda Muda Muda
Kekeruhan Jernih Jernih Agak Jernih Agak Agak Agak
Keruh keruh keruh Keruh
Epitel Pos 2+ Pos 2+ Pos 1+ Pos 1+ Pos 1+ Pos 1+
Leukosit 2-3 3-4 0-1 3-4 2-3 1-3
/LPB /LPB /LPB /LPB /LPB /LPB
Eritrosit 3-4 3-4 0-1 0-1 2-3 0-1
/LPB /LPB /LPB /LPB /LPB /LPB
Kristal Negatif Pos 1+ Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
amorf
Silinder Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
Lain –lain - - - - - - -
Carik Celup
Darah Samar Negatif Positif Positif Negatif Negatif Negatif Negatif
Urobilinogen Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal
Bilirubin Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
Protein Urin Negatif Negatif Pos 1+ Negatif Negatif Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
Glukosa Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
pH 4,5-8,0 6,5 7,0 7,5 7,5 7,5 7,5
Berat Jenis 1,003-1,022 1,015 1,015 1,015 1,015 1,015 1,015
Leukosit Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

52
HEMATOLOGI ANALYZER Nilai Rujukan 11/3/17 13/3/17
Leukosit 3,8 – 10,6 11,0↑ 9,6
Eritrosit 4,7 – 6,1 5,77 ↓ 4,59
Hemoglobin 11 – 15 17,4↑ 13,6
Hematokrit 40 – 52 47,9 ↓ 38,1
MCV 82 – 92 83 83,0
MCH 27 – 31 30,2 29,6
MCHC 32 – 36 36,3↑ 35,7
Trombosit 150 – 400 294 250
RDW-CV 11,5 – 14,5 13,9 13,2
RDW-SD 35 – 47 39,4 39,1
PDW 9.0 – 13.0 11,9 12,6
MPV 6.8 – 10.0 10,5↑ 10,0
P-LCR 28,3 26,2
HITUNG JENIS
Netrofil 50.0 – 70.0 89,4↑ 51,90
Limfosit 25.0 – 40.0 6,20↓ 25,20
Monosit 2.0 – 8.0 3,90 5,30
Eosinofil 2–4 0,4↓ ↑ 16,50
Basofil 0–1 0,1 ↑ 1,10
KIMIA KLINIK
Glukosa ACC 70 – 160 - -

SGOT <35 25,5 -

SGPT <45 21,4


Albumin 3,4-4,6 1,4↓ 1,4↓
Kolesterol Total <200 562↑ 562↑
Trigliserida 0-153 153↑ 153↑
Natrium darah 135 – 155 128,5↓
Kalium darah 3.6 – 5.5 3,82
Chloride darah 95 – 108 102,1
Ureum 10 – 50 31,0
Kreatinin 0.60 – 1.20 0,62

53
- EKG 11/3/17 : Irama sinus, R-R 826 107 ms, QRS 86 ms, QT 400 ms,
Axis 75 deg > dalam batas normal

- USG Abdomen 11/3/17 : Kesan efusi pleura duplex dan asites (tampak
cairan intra abdominal dan diatas diafragma kanan dan kiri), hepar, ginjal,
dan vesika urinaria dalam batas normal
5. RESUME
Telah diperiksan seorang anak lak-laki berusia 16 tahun dengan
udem anasarka yang muncul perlahan dan progresif disertai nyeri perut
bersama mual dan muntah serta sesak napas yang bertambah berat. Belum
BAB sejak 3 hari dan BAK 3 kali sehari dengan jumlah sedikit dan
berwarna keruh. Riwayat radang tenggorokan 1 bulan SMRS. Riwayat
penyakit jantung, ginjal, hati, asma, TB, disangkal, asupan nutrisi baik.
Pemeriksaan fisik: edema palpebral minimal, paru didapatkan
redup minimal di kedua basal hemitoraks, SDV menurun minimal di
kedua basal paru. Abdomen tampak membuncit minimal, redup minimal
pada perkusi, dan shifting dullness +. Pada kedua ekstremitas bawah
didapatkan pitting edema minimal.
Pada pemeriksaan penunjang: efusi pleura duplex dan asites pada
hasil USG. Pemeriksaan laboratorium: albumin menurun 1,4, kolesterol
total meningkat 562, trigliserida meningkat 153, dan urinalisis didapatkan
protein positif 4, leukosit 3-5 LBP, eritrosit 10-15 LPB, dan berwarna agak
keruh.

54
6. DAFTAR MASALAH / DIAGNOSA
Diagnosa Kerja :
- Sindrom Nefrotik Initial Attack tipe sensitif steroid
- Status gizi baik perawakan normal, imunisasi tidak lengkap

7. PENGKAJIAN
Clinical Reasoning :
- Bengkak seluruh tubuh sejak 2 minggu yang muncul perlahan dan
progresif dimulai dari kelopak mata
- Perut membesar dan terdapat nyeri, mual dan muntah
- BAK 3 kali sehari dengan jumlah sedikit dan keruh
- Sesak napas
- PF : Edema palpebral minimal
- Pada perkusi paru didapatkan redup minimal di kedua basal hemitoraks,
dan askultasi didapatkan SDV menurun minimal pada kedua basal paru.
Abdomen tampak membuncit minimal, redup minimal pada perkusi, dan
shifting dullness +. Pada kedua ekstremitas bawah didapatkan pitting
edema minimal.
- PP : Efusi pleura duplex dan asites pada hasil USG.
- Pemeriksaan laboratorium : albumin menurun 1,4, kolesterol total
meningkat 562, trigliserida meningkat 153,
- Urinalisis : protein 4+, leukosit 3-5 LBP, eritrosit 10-15 LPB, dan
berwarna agak keruh.
- Proteinuria menurun 4+ menjadi 3+ dan perbaikan gejala klinis setelah
mendapatkan prednisone inisial/full dose pada hari kelima dan proteinuria
menjadi negatif pada terapi prednisone inisial/full dose hari kesembilan.

Diagnosa Banding : -

Rencana Diagnostik :
- Biopsi Ginjal (jika terdapat indikasi)

Rencana Terapi Farmakologis : (BB sebelum keluhan 47 kg)


- Inf D5% 20 tpm
55
- Prednison 5 mg (total 80 mg) 6 5 5 setiap hari selama 4 minggu kemudian
alternating dose Prednison 5 mg (total 55 mg) senin rabu jumat 5 3 3
- Furosemid 1-2 mg/kgBB/hati dibagi 2 dosis : 2 x 40 mg : 2 x 1 tab
- Captopril 1 x 12,5 mg : 1 x 1 tab
- Ranitidin 2 x 1 tab

Rencana Terapi Non-farmakologis :


- Minum air putih minimal ± 2 L air (1 botol air mineral ukuran 1,5 L dan 1
botol air mineral ukuran 600cc)
- Diet rendah garam dan rendah lemak

Rencana Evaluasi :
- Pemantauan urinalisa
- Darah lengkap
- Kolesterol
- Tekanan darah
- Pemeriksaan albumin
- Glukosa darah
- Visus dan pemeriksaan fisik mata
- Tinggi badan & berat badan untuk pantau pertumbuhan
- Evaluasi kepatuhan minum obat

Edukasi :
- Edukasi tentang perjalanan penyakit sindrom nefrotik penyebab,
komplikasi, dan prognosis
- Motivasi pasien & keluarga untuk rutin minum obat & jadwal minum obat
- Motivasi pasien dan keluarga untuk rutin kontrol penyakit
- Edukasi mengenai efek samping pengobatan steroid jangka panjang
- Motivasi untuk diet rendah garam dan lemak

8. PROGNOSIS
- Ad vitam : dubia
- Ad sanationam : dubia ad malam
- Ad functionam : dubia

56
Kontrol poli anak RSUD RAA Soewondo Pati

- Tanggal 27 Maret 2017


S : Bengkak (-). BAK lancar
O: TD:120/70 mmHg (N <125/78) S: 36,1o C
RR: 21x/m HR: 80x/m BB: 44 Kg
Mata: CA -/- , SI -/-, reflex cahaya langsung tidak langsung +/+, edem
palpebra(-)
Mulut : bercak putih (-), stomatitis (-)
Wajah&leher : acne (-), moon face (-), buffalo humps (-), kemerahan (-)
Pulmo : SDV +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-
Jantung : BJ 1 dan 2 normal, tidak ada murmur dan gallop
Abdomen : mendatar, tidak asites, BU normal
Extremitias : tidak ada pitting edem, Kulit : rash (-)
A: Sindrom Nefrotik Sensitif Steroid
P: - Prednison 5mg (80 mg) 6-5-5
- Captopril 12,5 mg 2 x 1 tab

- Tanggal 31 Maret 2017


S : Bengkak (-), tidak ada keluhan. BAK lancar
O: TD 110/70 mmHg (N< 125/78) S: 36,8 o C
RR: 18x/m HR: 82x/m BB: 44 Kg
Mata: CA -/- , SI -/-, reflex cahaya langsung tidak langsung +/+, edem
palpebra(-)
Mulut : bercak putih (-), stomatitis (-)
Wajah&leher : acne (-), moon face (-), buffalo humps (-), kemerahan (-)
Pulmo : SDV +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-
Jantung : BJ 1 dan 2 normal, tidak ada murmur dan gallop
Abdomen : mendatar, striae (-), tidak asites, BU normal
Extremitias : tidak ada pitting edem, kulit : rash (-)
A: Sindrom Nefrotik Sensitif Steroid
P: - Prednison 5mg (80 mg) 6-5-5
- Captopril 12,5 mg 2 x 1 tab
57
- Tanggal 5 April 2017
S : Terkadang pusing. BAK lancar
O: TD:140/100 (Hipertensi grade 2, N< 125/78) mmHg S: 36,9o C
RR: 32x/m HR: 120x/m, BB: 44 Kg
Mata: CA -/- , SI -/-, reflex cahaya langsung tidak langsung +/+, edem
palpebra(-)
Wajah&leher : acne (-), moon face (-), buffalo humps (-), kemerahan (-)
Mulut : bercak putih (-), stomatitis (-)
Pulmo : SDV +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-
Jantung : BJ 1 dan 2 normal, tidak ada murmur dan gallop
Abdomen : mendatar, striae (-), tidak asites, BU normal
Extremitias : tidak ada pitting edem, Kulit : rash (-)
A: Sindrom Nefrotik Sensitif Steroid
P: - Prednison 5mg (80 mg) 6-5-5
- Captopril 12,5 mg 2 x 1 tab

- Tanggal 11 April 2017


S : Batuk berdahak +, BAK lancar
O: TD 140/100 (Hipertensi grade 2, N< 125/78) mmHg S: 36,9o C
RR: 32x/m HR: 124x/m, BB: 45 Kg
Mata: CA -/- , SI -/-, reflex cahaya langsung tidak langsung +/+, edem
palpebra(-)
Mulut : bercak putih -, stomatitis (-)
Wajah&leher : acne (-), moon face (-), buffalo humps (-), kemerahan (-)
Pulmo : SDV +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-
Jantung : BJ 1 dan 2 normal, tidak ada murmur dan gallop
Abdomen : mendatar, striae (-), tidak asites, BU normal
Extremitias : tidak ada pitting edem, Kulit : rash (-)
A: Sindrom Nefrotik Sensitif Steroid (Alternate Dose)
P : Prednison 5 mg (60 mg) Senin Rabu Jumat 5-4-3
Furosemid 40 mg 1-0-1
Ambroxol tab 30 mg 3 x 1
Captopril tab 12,5 mg 2 x 1
58
- Tanggal 18 April 2017
S : Batuk kering terutama pada malam hari. Sariawan. BAK lancar
O: TD:120/80 (N< 125/78) mmHg S: 36,9o C
RR: 18x/m HR: 90x/m BB: 45 Kg
Mata: CA -/- , SI -/-, reflex cahaya langsung tidak langsung +/+, edem
palpebra(-)
Mulut : stomatitis +
Wajah&leher : acne (-), moon face (-), buffalo humps (-), kemerahan (-)
Pulmo : SDV +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-
Jantung : BJ 1 dan 2 normal, tidak ada murmur dan gallop
Abdomen : mendatar, striae (-), tidak asites, BU normal
Extremitias : tidak ada pitting edem, Kulit : rash (-)
A: Sindrom Nefrotik Sensitif Steroid (Alternate Dose)
P : Prednison 5 mg (60 mg) Senin Rabu Jumat 5-4-3
Furosemid 40 mg 1-0-1
Kandistatin3 x ue

- Tanggal 21 April 2017


S : Frekuensi makan meningkat. Setelah minum obat merasa
ngantuk. BAK lancar dan BAB lancar. Bengkak -, BAK lancar
O: TD:110/60 (N< 125/78) mmHg S: 36,9o C
RR: 25x/m HR: 86x/m, BB: 47 Kg
Mata: CA -/- , SI -/-, reflex cahaya langsung tidak langsung +/+, edem
palpebra(-)
Wajah&leher : acne (-), moon face (-), buffalo humps (-), kemerahan (-)
Pulmo : SDV +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-
Jantung : BJ 1 dan 2 normal, tidak ada murmur dan gallop
Abdomen : mendatar, tidak asites, BU normal
Extremitias : tidak ada pitting edem, kulit (-)
A: Sindrom Nefrotik Sensitif Steroid (Alternate Dose)
P : Prednison 5 mg (60 mg) Senin Rabu Jumat 5-4-3
Furosemid 40 mg 1-0-1

59
- Tanggal 2 Mei 2017
S : Pasien merasa pipi dan perut menggendut, kaki tangan tetap
kecil. Pasien menyadari sejak beberapa hari saat dosis obat mulai
diturunkan.
O: TD:120/80 (N< 125/78) mmHg S: 36,9o C
RR: 24x/m HR: 85x/m BB: 47 Kg
Mata: CA -/- , SI -/-, reflex cahaya langsung tidak langsung +/+, edem
palpebral (-)
Wajah&leher : acne (-), moon face (-), buffalo humps (-), kemerahan (-)
Pulmo : SDV +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-
Jantung : BJ 1 dan 2 normal, tidak ada murmur dan gallop
Abdomen : mendatar, tidak asites, BU normal
Extremitias : tidak ada pitting edem, kulit : rash (-)
A: Sindrom Nefrotik Sensitif Steroid (Alternate Dose)
P : Prednison 5 mg (60 mg) Senin Rabu Jumat 5-4-3

- Tanggal 16 Mei 2017


S:-
O: TD:110/80 (N< 125/78) mmHg S: 36,9o C
RR: 24x/m HR: 86x/m BB: 48 Kg
Mata: CA -/- , SI -/-, reflex cahaya langsung tidak langsung +/+, edem
palpebra (-)
Wajah&leher: acne (-), moon face (-), buffalo humps (-), kemerahan (-)
Pulmo : SDV +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-
Jantung : BJ 1 dan 2 normal, tidak ada murmur dan gallop
Abdomen : mendatar, tidak ada striae. tidak asites, BU normal
Extremitias : tidak ada pitting edem, kulit : rash (-)
A: Sindrom Nefrotik Sensitif Steroid (tapering off prednison)
P : Prednison – Minggu I 4-3-2, Minggu II 4-2-1, Minggu III : 3-1-1,
Minggu IV : 2-1-0

60
- Kunjungan Rumah Tanggal 24 Mei 2017
S : Pegal jika aktivitas atau duduk lama pada pinggang kanan kiri terutama
kiri kadang menjalar ke atas. Pipi terasa menggendut & banyak celana
yang sempit karena perut terasa lebih besar. Pasien menyadari sejak
beberapa hari saat dosis obat mulai diturunkan. Kaki tangan tidak
membesar. BAK > 10x sehari jernih&tidak nyeri, timbul jerawat tidak
gatal pada muka dan leher, terkadang merasa pusing, pasien sering cepat
lapar dan makan lebih sering (pagi 3x makan nasi lauk ikan dan sayur, 2-
3x makan roti, dan 2x makan biskuit), terkadang timbul nyeri ulu ati.
Pasien minum air banyak, dalam 2 hari dapat menghabiskan ± 1 galon isi
ulang. Pasien tidak bengkak.
O: TD:140/100 (Hipertensi grade 2, N< 125/78) mmHg S: 36,7o C
RR: 28x/m HR: 135x/m, BB: 50 Kg
Mata: CA -/- , SI -/-, reflex cahaya langsung tidak langsung +/+, edem
palpebra (-)
Mulut : bercak putih (-), stomatitis (-)
Wajah&leher:susp moon face, kemerahan (-), buffalo humps(-), acne(+)
Pulmo : SDV +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-
Jantung : BJ 1 dan 2 normal, tidak ada murmur dan gallop
Abdomen : mendatar, tidak ada striae, tidak asites, BU normal, nyeri ketok
CVA -. Ballotemen -, ada nyeri tekan epigastrium
Extremitias : tidak ada pitting edem
Kulit : Efloresensi primer : papul, warna eritema, ukuran milier,
jumlah multiple, predileksi tersebar wajah, leher, jumlah multiple,
distribusi lokalisata
Kondisi lingkungan:
1. Pencahayaan : Cukup
2. Ventilasi : ventilasi baik, yaitu 10% dari luas lantai.
3. Kepadatan hunian : rumah tsb ditempati hanya 3 orang.
A: Sindrom Nefrotik Sensitif Steroid (Tapering off prednison)
P : Prednison – Minggu I 4-3-2, Minggu II 4-2-1, Minggu III : 3-1-1,
Minggu IV : 2-1-0

61
Efloresensi primer : papul, warna eritema, ukuran milier, jumlah multiple,
predileksi tersebar wajah, leher, jumlah multiple, distribusi lokalisata
Setelah pengobatan prednison full dose (80 mg) 30 hari dan alternate dose
(60mg) 35 hari.Sedang tapering off prednisone hari ke 8.Sudah konsumsi
prednison 73 hari.

Pengobatan Prednison inisial/full dose Setelah pengobatan prednison


80 mg hari ke 15 full dose (80 mg) 30 hari dan alternate
BB 44 kg dose (60mg) 35 hari.
Sedang tapering off prednison
hari ke 8.Sudah konsumsi prednisone 73
hari. BB 51 Kg. Suspek moon face.

62
ANALISIS KASUS

TEORI KASUS
Definisi
Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan Pasien di-diagnosis Sindrom
klinis yang ditandai dengan gejala: 1,6,11 Nefrotik
1. Proteinuria massif (≥40 mg / m2/ 1. Protein urin dipstick 4+
LBP / jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio 2. Hipoalbumin : 1,4 g/Dl
protein/kreatinin pada urin sewaktu > 3. Edema anasarka
2mg/ mg atau dipstick ≥ 2+) 4. Kolesterolemia : kolesterol total
2. Hipoalbuminemia ≤ 2,5g /dL 562 mg/dL, dan trigiliserida 152
3. Edema mg/Dl
4. Dapat disertai hiperkolesterolemia
> 200 mg / dL
Epidemiologi
Sindrom nefrotik banyak menyerang pada Pasien laki-laki berusia 16 tahun 8
anak dengan usia kurang dari 16 tahun, bulan.
paling banyak usia 3-5 tahun.
Perbandingan anak lak-laki : perempuan
2:1
Faktor risiko & Etiologi
Sindrom Nefrotik kongenital : gejala Idiopatik
sindrom nefrotik dalam 3 bulan Pasien gemar minum minuman
pertama kehidupannya bersoda dan marimas
Sindrom Nefrotik primer : kelainan
glomerulus yang idiopatik
Sindrom Nefrotik sekunder : timbul
sebagai akibat dari suatu penyakit
sistemik
Data Anamnesis dan Pemeriksaan fisik di Bangsal Cempaka
1. Edema pada jaringan yang rendah ANAMNESIS
(misalnya daerah periorbita, Bengkak seluruh tubuh sejak 2

63
skrotum atau labia). Akhirnya minggu yang muncul perlahan
edema menjadi menyeluruh dan dan progresif dimulai dari
masif (anasarka). kelopak mata
2. Asites Perut membesar dan terdapat
3. Gejala gastrointestinal, seperti nyeri, mual dan muntah
diare BAK 3 kali sehari dengan jumlah
th
4. Hipertensi lebih dari 90 persentil sedikit dan keruh
umur Sesak napas
5. Sesak napas akibat efusi pleura PEMERIKSAAN FISIK
6. Gangguan psikososial Keadaan umum :
Tampak edema minimal,
tidak tampak pucat, tidak
tampak kuning
Kesadaran : Compos
Mentis (E4M6V5)
Tanda Vital :
Tekanan darah :120/70 mmHg
(N < 125/78)
Frekuensi nadi : 88 x/menit,
reguler, isi cukup
Frekuensi napas : 28
x/menit, reguler
Suhu tubuh : 36,7 °C
BB sebelum muncul keluhan
= 47 kg, BB sesudah muncul
keluhan= 58 kg
TB = 163 cm
IMT (Sebelum muncul
keluhan) = 16,89 kg/m2
BB/U : 73,43 % (BB
Kurang)

64
TB/U :94,2% (Baik/Normal)
BB/TB : 94 % (Normal)
IMT/U : 84,2 %
Kesan : Status gizi baik,
perawakan normal
- Kepala : Mesosefal, wajah
simetris, muka tua (-), signa de
bendera (-)
Mata : bentuk normal, esotropia
(+), refleks cahaya langsung dan
tidak langsung +/+, konjungtiva
anemis -/-, sklera ikterik -/-,
edema palpebral minimal +/+
Mulut : sianosis (-),
mukosa merah muda, geographic
tounge (-), lidah strawberry (-),
faring hiperemis (-), tonsil T1-
T1 tidak hiperemis.
Leher : letak trakea di tengah,
tidak ada pembesaran dan nyeri
tekan pada KGB. Tiroid : ukuran
dbn, bentuk dbn, posisi dbn.
Konsistensi kenyal, permukaan
rata, ikut bergerak ketika
menelan, nyeri tekan (-)
Pulmo : Perkusi basal kedua
hemitorax terdapat redup
minimal, Auskultasi: SDV
menurun minimal pada kedua
basal paru, ronki -/-, wheezing –

65
Jantung :
JVP : 5 + 2 cm
Inspeksi : pulsasi ictus cordis
tidak tampak di MCL sinistra ICS V.
Palpasi : pulsasi ictus cordis
teraba di MCL sinistra ICS V.
Perkusi : batas jantung
normal.
Auskultasi : bunyi jantung I dan
II reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen :
Inspeksi : tampak membuncit
minimal
Auskultasi : bising usus (+)
normal, 10 x/menit, meteorismus (-)
Palpasi : supel, nyeri
tekan (-), hepatosplenomegali (-)
Perkusi : Redup minimal,
shifting dullness (+), fluid wave (-),
nyeri ketok CVA (-), ballotemen (-)
Ekstremitas : akral hangat (+),
pitting edema -/-/+/+ minimal
Kulit : turgor baik, kulit
kering (-), sianosis (-) ikterik (-)
Genitalia : edema skrokum (-)

Pemeriksaan Neurologis :
Rangsang meningeal (-), refleks
fisiologi biceps +/+ triceps +/+ N,
refleks patologis (-), motorik
normotrofi, normotoni

66
Efek samping steroid jangka panjang
-moon face, Pasien menyadari saat sedang
-flushing, terapi alternate dose (sudah
-acne, konsumsi prednisone ± 30
-buffalo hump, hari/full dose)
-striae, Pipi bengkak (suspek moon
-ekstremitas kurus face), tetapi extremitas kurus
-hiperglikemi, Acne milier tersebar pada
-glukosauria, wajah dan leher
-peningkatan napsu makan, Peningkatan napsu makan
-peningkatan berat badan, Peningkatan berat badan
-osteoporosis, Perut sedikit membuncit
-miopati, Terkadang nyeri ulu ati
-gangguan pertumbuhan
Nyeri tekan epigastrium +
-hipertensi
Hipertensi (TD 140/100,
-perubahan perilaku seperti euphoria,
hipertensi grade 2 , normalnya
-kelainan mata seperti katarak dan
< 125/77) muncul saat
glaukoma
pengobatan prednisone full
-supresi renal,
dose 80 mg hari ke 24, hilang
-peningkatan risiko infeksi, luka
timbul
yang lama sembuh
Pasien muncul sariawan dan
-tukak peptik
diberikan antifungal yaitu
-demineralisasi tulang.
kandistatin (susp candidiasis
oral) pada pengobatan
prednisone hari ke 37

Pemeriksaan penunjang
Urinalisa: proteinuria Darah Lengkap
Albumin : hipoalbumin Kimia darah : hipoalbumin 1,4 ,
Kolesterol : meningkat kolesterol tinggi dan kolesterol
Foto torax : efusi pleura total meningkat 562, trigliserida
USG abdomen : efusi pleura, dan meningkat 153,

67
asites Urinalisis didapatkan protein
Darah lengkap positif 4, leukosit 3-5 LBP,
eritrosit 10-15 LPB, dan
berwarna agak keruh.
USG : efusi pleura duplex dan
asites
Tata Laksana
- Prednison inisial/full dose 80 mg Prednison inisial/full dose 5 mg
terbagi dalam 3 dosis selama 4 dengan dosis total sehari 80 mg
minggu 6-5-5 selama 30 hari (13 Maret-
- Alternate dose 2/3 dari full dose 11 April 2017)
dibagi dalam beberapa dosis - Mengalami penurunan
selama 4 minggu kemudian proteinuria 4+ menjadi 3+ pada
tapering off dosis alternate selama terapi prednisone insial /
3 bulan fulldose hari ke5. Kemudian
- Furosemid proteinuria menjadi negatif
- Koreksi albumin jika sudah pada terapi hari ke 9.
diberikan diuretic tetapi masih - Pada terapi hari ke 30
edema proteinuria 1+.
- Ace Inhibitor - Bengkak menurun perlahan
- Diet protein seimbang pada terapi prednisone
- Diet rendah garam dan lemak inisial/full dose hari ke 2.
- Pada terapi hari ke 24 TD
pasien 140/100 (hipertensi
grade 2)
Lasik 2 x 1 tab selama 11 hari
perawatan di RS
D5% 20 tpm selama 11 hari
perawatan di RS
Ranitidin 2 x 1 tab selama 11
hari perawatan di RS

68
Prednisone alternate dose
pertama dimulai 12 April-16
Mei 2017 selama 35 hari dengan
dosis sehari 60 mg Senin Rabu
Jumat 5-4-3
- Proteinuria kembali menjadi
negatif (1+ menjadi - ) pada
terapi alternate hari ke7 dan
tetap negatif s/d terapi hari ke
35.
- Pada terapi alternate hari ke7
pasien sariawan dan diberikan
antifungal (susp candidiasis
oral)
Tapering of Prednison dimulai
17 Mei 2017, yaitu Minggu I 4-
3-2, Minggu II 4-2-1, Minggu III
3-2-1, Minggu IV : 2-1-0
Captopril 12,5 tab 2 x 1 selama
39 hari dimulai 11 Maret-18
April 2017
- Muncul efek samping batuk
kering pada malam hari
pada terapi hari ke 39.
Furosemid 1-0-1 selama 22 hari
dimulai 11 April – 2 Mei 2017
Ranitidine 2 x 1 selama 4 hari
pada 18 April – 22 April 2017
Diet rendah garam&lemak
Prognosis
Prognosis baik jika dapat didiagnosis Ad vitam: Dubia
segera dan sensitif steroid. Prognosis
69
baik, kecuali menderita untuk pertama Ad sanactionam: Dubia ad malam
kalinya pada umur di bawah 2 tahun, Ad fungsionam: Dubia
disertai oleh hipertensi, hematuria nyata,
jenis sindrom nefrotik sekunder dan
resisten steroid. Lebih dari 80% sindrom
nefrotik primer memberi respons yang
baik terhadap pengobatan awal dengan
steroid dan 50% di antaranya akan relaps
berulang dan sekitar 10% tidak memberi
respons lagi dengan pengobatan steroid.

70
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan gejala:
1. Proteinuria massif (≥40 mg / m2/ LBP / jam atau 50 mg/kg/hari
atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2mg/ mg atau dipstick ≥ 2+)
2. Hipoalbuminemia ≤ 2,5g /dL
3. Edema
4. Dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg / dL
Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun dan menyerang pad
anak di bawah 16 tahun. Pada anak, 90% kasus sindrom nefrotik adalah sindrom
nefrotik primer dan sisanya merupakan sindrom nefrotik sekunder. Kebanyakan
sindrom nefrotik terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan
dengan perbandingan 2:1.
Sindrom nefrotik terbagi atas sindrom nefrotik kongenital, primer
idiopatik, dan sekunder. Pengobataan sindrom nefrotik dibagi menjadi dua, yaitu
inital dose dengan dosis penuh prednison 80 mg selama 4 minggu, dan alternate
dose diberikan 2/3 dosis awal selama 4 minggu kemudian diturunkan secara
bertahap.Komplikasi yang paling ditakutkan dengan sindrom nefrotik yaitu gagal
ginjal. Prognosis pasien berbanding lurus dengan tahapan klinis pasien saat
diagnosis dan terapi. Semakin cepat terdiagnosis dan sensitifnya dengan steroid
serta jarang relapsnya penyakit memiliki prognosis yang baik. Prognosis baik,
kecuali menderita untuk pertama kalinya pada umur di bawah 2 tahun, disertai
oleh hipertensi, hematuria nyata, jenis sindrom nefrotik sekunder dan resisten
steroid.

3.2 Saran
Saran yang diberikan dalam makalah ini terkait dengan kasus adalah:
Pemberian pengobatan prednisone dilakukan tapering off secara bertahap
Selalu memperhatikan adanya efek samping obat yang diberikan, dan
meminimalisir keadaan yang dapat memperparah kondisi efek samping
obat tersebut.

71
DAFTAR PUSTAKA

1. Trihon PP, Alatas H, Tambunan T, Pardede SO. Konsensus tata laksana


sindrom nefrotik idiopatik pada anak. Ed. 2. Jakarta: Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. h. 2-36

2. Aziz Rani, Soegondo S. Mansjoer A. et all. Sindrom Nefrotik. Panduan


Pelayanan Medik PAPDI. 3rd ed. Jakarta: PB. PAPDI. 2009

3. Avner ED, Harmon WE, Niaudet P. Pediatric nephrology. Springer. 2009.


p. 667-95

4. Kliegman RM, Emerson NW. Nelson textbook of pediatrics. 19th ed.


Philadephia: Elsevier Saunders. 2011. p.1801-6.

5. Alatas H, Tambunan T, Trihono, Pardede. Konsensus tata laksana sindrom


nefrotik idiopatik pada anak. Ed. 1. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter
Anak Indonesia. 2012. p. 2-18

6. Noer MS et al. Kompendium nefrologi anak. Ed 1. Jakarta : Badan


Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011. P 72-87

7. Marieb E N, Hoehn K. Human anatomy and physiology. 7th ed. Pearson


education.2009. p 166-72

8. Sherwood L. Human physiology. 7th ed. USA: brooks/Cole; 2012. p 554-


81

9. Silbernagi S, Lang F. Teks & atlas berwarna patofisiologi. Cetakan


pertama. Jakarta : EGC Penerbit Buku Kedokteran. 2007. p 92-95, 102-5

10. Sembulingam K, Sembulingam P. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi


Kelima. Jilid 1. Jakarta: Karisma. 2013. p 332-358

11. Alatas H, Trihono PP, Tambunan T, Sudung O, Pardede, Hidayati EL.


Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Tinjauan pustaka : Pengobatan
terkini sindrom nefrotik (sn) pada anak. Sari pediatri : Volume 17, nomor
2. Agustus 2015. p : 155-162

12. Syarifuddin Rauf. Nefrologi Anak: Sindrom Nefrotik. Balai Pustaka BIKA
FK UH. Makassar. 2009

13. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson : Ilmu
kesehatan anak essensial. Edisi keenam. Indonesian Edition. Indonesia :
Saunders Elsevier. 2011. p 658 - 60

72
14. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP,
Harmoniati ED. Panduan pelayan medis. Jakarta : Ikatan Dokter Anak
Indonesia. 2009. P 274-76

15. Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO : Sindrom Nefrotik, Buku


Ajar Nefrologi Anak. Edisi 2. Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2005. p 382-
422

16. Wigati R, Laksmi E. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Alternatif


terapi inisial pada sindrom nefrotik untuk untuk menurunkan kejadian
relaps. Sari pediatri: Volume 11, nomor 6. April 2010. p 415-19

17. Prabowo AY. Fakultas Kedokteran Lampung. Nephrotic syndrome in


children. Medulla vol 2 nomor 4. Juni 2014. p 9-15

18. Departemen farmakologi dan teraputik FK UI. Farmakologi dan terapi.


Edisi kelima. Badan Penerbit FKUI, Jakarta. 2012. p 513-4

73

Anda mungkin juga menyukai