Anda di halaman 1dari 44

BAGIAN RADIOLOGI Laporan Kasus

FAKULTAS KEDOKTERAN Juli 2019


UNIVERSITAS HASANUDDIN

HYALINE MEMBRANE DISEASE


(RESPIRATORY DISTRESS
SYNDROME)

Oleh:
\

Oleh:
Nur Ramadhani Ulfa C11114326
Alfi Saqiyah C11115067
Yerina Welya Datu Palungan C111151306
Rayhani Ichsan XC064182006
Priskilla L. Belseran 201884039

Pembimbing Residen:
dr. Sumantri

Dosen Pembimbing :
dr. St. Nasrah,Sp.Rad (K)

1
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
HASANUDDIN MAKASSAR
2019

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS : HYALINE MEMBRANE DISEASE


(RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME)

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama :
1. Nur Ramadhani Ulfa
2. Alfi Saqiyah
3. Yerina Welya Datu Palungan
4. Rayhani Ichsan
5. Priskilla L. Belseran

Fakultas : Kedokteran.
Universitas : Universitas Hasanuddin. Telah menyelesaikan tugas dalam rangka
kepaniteraan klinik pada bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.

Makassar, Juli 2019

Menyetujui

Konsulen Pembimbing Residen Pembimbing

dr. St. Nasrah,Sp.Rad (K) dr. Sumantri

2
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN............................................................................................. 2

DAFTAR ISI....................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 5

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI................................................................................... 5

2.1.1 THORAX ............................................................................................................ 5

2.1.2 MEDIASTINUM ...............................................Error! Bookmark not defined.

2.1.3 PARU-PARU ...................................................................................................... 7

2.2 DEMAM .................................................................................................................. 10

2.3 PATOFISIOLOGI.................................................................................................... 10

2.4 GEJALA KLINIS .................................................................................................... 13

2.5 GAMBARAN RADIOLOGI ................................................................................... 14

2.6 DIAGNOSIS BANDING......................................................................................... 21

2.6.1 PULMONARY HEMORHAGY ...................................................................... 21

2.6.2 BRONCHOPNEUMONIA ............................................................................... 21

2.6.3 PNEUMOCYSTIC CARINII PNEUMONIA................................................... 22

2.7 PENETALAKSANAAN ......................................................................................... 23

2.8 PROGNOSIS ........................................................................................................... 24

BAB IIILAPORAN KASUS .............................................Error! Bookmark not defined.

3.1 IDENTITAS PASIEN .............................................................................................. 25

3.2 ANAMNESIS .......................................................................................................... 25

3.3. PEMERIKSAAN FISIS .......................................................................................... 25

3
3.4. PEMERIKSAAN LABORATORIUM ................................................................... 24

3.5. PEMERIKSAAN RADIOLOGI ............................................................................. 24

3.6. DIAGNOSIS ........................................................................................................... 24

3.7. PENANGANAN ..................................................................................................... 24

3.8. DISKUSI ................................................................................................................. 24

DAFTAR PUSTAKA ........................................................Error! Bookmark not defined.

4
I.PENDAHULUAN

Penyakit pernapasan sering dijumpai pada anak termasuk pada bayi baru
lahir. Umumnya 2% dari seluruh bayi baru lahir mengalami masalah di daerah
traktus respiratorius. Dengan berkurangnya berat badan dan maturitas, masalah
di daerah traktus respiratorius ini meningkat lebih besar. Lima puluh persen
neonatus dengan berat badan kurang dari 2 kg dan 95 % neonatus dengan berat
badan di bawah 1000 gram mengalami gangguan tersebut diatas. Untuk
pencitraan saluran napas anak, foto polos thorax merupakan teknik paling
sederhana namun sangat bermanfaat untuk menegakkan diagnosis penyakit
saluran napas. Keuntungan lain dari pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui
perkembangan penyakit atau hasil terapi. Temuan radiologis pada anak sangat
berbeda dengan orang dewasa karena perkembangan fisiologis yang belum
sempurna.1
Defisiensi surfaktan pada paru yang belum matang mengakibatkan
instabilitas pada alveoli hingga kepada kolaps paru, edema kapiler, dan
terbentuknya hyalin membrane formation. Keadaan respiratory distress
syndrome (RDS) mengambarkan keadaan klinis karena defisiensi surfaktan dan
keadaan histologis sejenis. Gambaran histologis RDS pertama kali
dikemukakan oleh Hochheim pada tahun 1903, yang mengamati adanya
membrane pada paru-paru dua bayi yang meninggal segera setelah lahir.
Kemudian pada 1920-an, berdasarkan otopsi 8 bayi baru lahir, Johnson dan
Meyer pertama kali menggambarkan temuan histologi berupa “hyaline
membrane” yang diduga mengganggu pertukaran gas.2 Penamaan Hyaline
membrane disease mengacu pada penampakan patologi di bawah mikroskop
yang menunjukkan adanya membran eosinofilik homogen pada terminal
bronchiolus dan duktus alveoli.3

5
RDS adalah kondisi insufisiensi paru yang terjadi segera setelah lahir atau
dalam empat jam pertama dan memberat dalam dua hari pertama kehidupan,
utamanya, tapi tidak selalu merupakan kondisi akibat prematuritas. Selain
prematuritas, faktor risiko RDS meningkat dengan adanya faktor risiko diabetes
maternal, persalinan secara sectio caesaria, kelahiran kembar bayi kedua, asfiksia
perinatal, infeksi perinatal dan patent ductus arteriosus. Sedangkan risiko RDS
berkurang dengan adanya hipertensi gestasional kronik, penggunaan heroin oleh ibu,
ketuban pecah dini, dan penggunaan kortikosteroid profilaksis antenatal.6
Kondisi ini utamanya dijumpai pada bayi prematur kurang dari 32 minggu usia
gestasi.5,6,7 Insiden dan beratnya RDS berkebalikan dengan usia gestasi. Pada tahun
2010 EuroNeoNet memperkirakan insidensi RDS adalah sekitar 92% pada usia gestasi
24-25 minggu, 88% pada usia gestasi 26-27 minggu dan sekitar 57% pada usia gestasi
30-31 minggu. Insidennya kurang dari 5% pada bayi yang lahir di atas usia 34 minggu.
RDS jarang dijumpai di negara berkembang, karena sebagian besar persalinan
berlangsung di rumah, maka pencatatan angka pasti sulit dilakukan. 7

II. DEFINISI

Hyalin Membrane Disease (HMD) yaitu keadaan Respiratory distress


syndrome dengan gambaran hyalin membrane formation gambaran histologis yang
menyerupai disertai kumpulan gejala klinis yang mendukungnya atau ada juga yang
menyebut sebagai sindroma gawat napas tipe 1 yaitu gawat napas pada bayi kurang
bulan yang terjadi segera atau beberapa saat setelah lahir, ditandai adanya kesukaran
bernapas (pernapasan cuping hidung, tipe pernapasan dispnea/ takipnea, retraksi
dinding dada dengan dan tanpa sianosis ) yang menetap atau menjadi progresif dalam
48-96 jam pertama kehidupan dan Pada pemeriksaan radiologis ditemukan pola
retikulogranuler yang uniform, gambaran ground glass appearance dan air
bronchogram. Pengenalan riwayat kehamilan, riwayat persalinan, serta intervensi dini
dalam pencegahan, diagnostic dan penatalaksanaan penderita dapat membantu

6
menurunkan angka kematian penyakit. Menurut European Consensus Guidelines on
the Management of Neonatal respiratory distress syndrome in Preterm infants – 2010
Update, sindrom gawat nafas ini biasanya terjadi 4 jam setelah kelahiran dan
memburuk sampai dengan 24 - 48 jam kehidupan, yang mana gejala akan membaik 1
– 2 hari berikutnya, umumnya timbul berbarengan dengan peningkatan diuresis.
Menurut Buku Pedoman pelayanan medis IDAI, gejala gawat napas pada HMD
memburuk dalam 48 – 96 jam.3,4
HMD ini 60 - 80% terjadi pada bayi dengan umur kehamilannya < 28 mg, 15
– 30% pada bayi antara 32 – 36 mg, dan 5% pada bayi > 37 mg dan jarang sekali pada
bayi cukup bulan. Insidens HMD berbanding terbalik dengan usia gestasi dan berat
badannya 4,6
Istilah hyaline membrane disease sudah jarang digunakan para klinisi untuk
menjelaskan kumpulan dari gejala patologis, gambaran klinis dan radiologis yang
disebabkan oleh insufisiensi zat surfaktan pada bayi. Secara umum, hyaline membrane
disease bukan merupakan bukti spesifik dari defisiensi surfaktan, tetapi dapat
disebabkan pula dari berbagai gangguan pembentukan bronkiolus. Lalu membran
hialin juga dianggap sebagai produk sampingan, bukan penyebab utama,dari
kegagalan nafas pada neonatus dengan paru imatur. Istilah sindrom distres pernafasn
kini dipakai untuk menyatakan defisiensi surfaktan dan sebaiknya tidak digunakan
untuk menjelaskan penyebab lain dari distres pernafasan lainnya. Akan tetapi beberapa
penulis menganggap istilah tersebut tidak spesifik dan tidak tepat, karena banyaknya
tanda dan gejala yang dapat ditemukan pada penyakit paru lainnya. Dengan
mempertimbangkan patogenesis yang mendasari proses penyakit ini, muncullah istilah
alternatif yang baru-baru ini dikemukakan yakni surfactant deficiency disorder.1

7
III. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Perkembangan paru normal
Pemahaman lebih lanjut dari anatomi dan fisiologi dari paru-paru imatur pada
bayi prematur dapat ditemukan dalam pembahasan mengenai perkembangan paru-paru
normal. Maturasu paru-paru dalam intrauterin dibagi menjadi 5 fase : embrionik,
pseudoglanduler, acinar dan kanalikuler, sakuler, dan alveoler2
Selama fase embrionik (usia gestasi 26 hari sampai 6 minggu), tunas paru
muncul dari foregut dan bercabang secara dikotomal untuk menbentuk batang
trakeobronkial. Saluran nafas primitif selalu dikelilingi oleh jaringan mesenkim
longgar dan disuplai oleh arteri-arteri sistemik primitif. Arteri pulmoner muncul dari
lengkung aorta sebelum fase embrionik berakhir, lalu masuk dalam jaringan mesenkim,
dan mengambil alih tugas pembuluh darah sistemik2.
Fase pseudoglanduler (usia gestasi 6- 16 minggu) mencakup pembentukan
saluran nafas sampai ditahap bronkiolus terminal. Pada pemeriksaan luar, morfologi
paru imatur sudah menyerupai bentuk paru neonatus aterm. Tetapi pada pemeriksaan
mikroskopik, ujung bronkiolus berupa jaringan stroma primitif, secara histologis mirip
jaringan glanduler. Akhir- akhir ini mulai dipertanyakan kebenaran teori pembentukan
bronkiolus pada fase ini4,5. Jumlah kantung alveolus yang terbentuk pada fase ini
tidaklah cukup untuk pertukaran gas yang mumpuni,sehingga tidak memungkinkan
untuk hidup ekstra uterin1.
Selama fase acinar atau kanalikuler (usia gestasi 16-28 minggu), saluran-
saluran alveolus bermunculan dari bronkiolus (gambar 4). Saluran alveolus dilapisi
oleh sel alveolar tipe II, yang dapat mensintesis zat surfaktan. Sel – sel alveolar tipe I
berdiferensiasi dengan tipe II. Pada akhir fase perkembangan ini (24-28 minggu usia
gestasi) alveoli primitif (sakulus distal) mulai terbentuk dengan suatu proses yang
disebut septasi primer. Penipisan yang progresif dari jaringan interstitium paru
membuat dinding yang tipis antara kapiler dengan lapisan sel alveoli tipe I,
memungkinkan pertukaran gas terjadi1.

8
Fase sakuler ( usia gestasi 28-34 minggu) ditandai dengan peningkatan jumlah
kantung alveoli terminal,penipisan jaringan interstitium lebih lanjut, penambahan
jumlah proliferasi kapiler pembuluh darah, dan pembentukan awal dari alveolus matur
melalui proses septasi sekunder sekitar usia gestasi 32 minggu1.
Fase alveolar terjadi sejak usia gestasi 36 minggu sampai usia 18 bulan,tetapi
sebagian besar proses alveolisasi terjadi pada usia 5-6 bulan pada kelahiran aterm.
Alveoli matur terbentuk dari sel lapisan alveolar, membran basal, dan endotel kapiler
dibawahnya, sehingga terjadilah pertukaran gas melewati septa yang tipis. 10

Gambar 1. Skema perkembangan paru normal mengambarkan induksi dari cabang dikotomi dari paru
(panah) yang berhubungan dengan sel primitif mesenkim (mata panah)3

Analog dengan gelembung sabun, alveolus merupakan suatu struktur dinamik


yang ditandai dengan tekanan permukaan yang tinggi yang dihasilkan oleh distribusi
tidak merata dari tekanan molekular permukaan cairan-udara. Integritas permukaan
alveoli dipertahankan oleh surfaktan, suatu lipoprotein yang mengandung fosfolipid
dipalmitoylphosphatidylcholine dan phosphatidylglycerol. Sintesis dari fosfolipid
surfaktan ini dimulai dalam retikulum endoplasmik dari sel pneumosit tipe II,
ditransport melalui aparatus Golgi dan disimpan dalam badan lamelar intrasel. Badan
lamelar lalu bermigrasi ke permukaan sel, dimana cairan didalamnya dikeluarkan ke
permukaan sel secara eksositosis (gambar 7). Fosfolipid yang dikeluarkan merupakan

9
kombinasi dari empat apoprotein aktif (protein surfaktan A, B,C, dan D), yang juga
dihasilkan oleh sel pneumosit tipe II, untuk membentuk lapisan kompleks yang disebut
tubular myelin. Tubular myelin berperan dalam kontribusi lapisan lipid pada
permukaan alveolar udara-cairan, yang menurunkn tegangan permukaan dan mencegah
kolapsnya kantung acinar9.
Faktor – faktor yang membangun bentuk / struktur dan fisiologis proses
maturasi paru-paru sangatlah kompleks dan mengundang kontroversi. Meskipun
mekanisme regulasi septasi alveolar dan pembentukan mikrovaskuler paru-paru
manusia belum diketahui pasti, keterlambatan maturasi alveolar dan vaskuler paru pada
hewan percobaan terbukti berhubungan dengan hipoksia, hiperoksia, ventilasi
mekanik, defisiensi nutrisi, peningkatan kadar sitokin inflamasi, dan penggunaan
glukokortikoid eksogen. Peran glukokortikoid pada maturasi paru masih
membingungkan. Glukokortikoid diketahui dapat mempengaruhi proses alveolisasi,
juga meningkatkan maturasi dengan menipiskan jaringan mesenkim dan menginduksi
axis pembentukan surfaktan dengan cara meningkatkan sintesis phosphatidylcholine.
Stresor pada masa antepartum berhubungan dengan percepatan maturasi paru. Tetapi
hasil dari beberapa penelitian klinis mempertanyakan teori mengenai kondisi stres pada
janin yang dapat mencetuskan proses maturasi paru pada bayi yang lahir prematur2.

Gambar 2. Paru imatur dalam fase kanalikuler


(acinar). Fotomikrografi (pembesaran x425,
pewarnaan HE) menunjukan kapiler pembuluh darah
(panah) berada di bawah permukaan struktur saluran
alveolar yang dibatasi oleh epitel kuboid
(pneumocyte tipe II, anak panah)1

10
Gambar 3. Fase sakuler dalam pembentukan paru.
Fotomikrografi (pembesaran x350, pewarnaan HE)
menunjukan kantung yang terbagi oleh sel sekretori
(panah) yang terbentuk dari sel thinning tipe I
disamping pembuluh darah kapiler1

Gambar 4. Fase alveolar pada pembentukan paru.


Fotomikrografi (pembesaran ×25, pewarnaan HE)
dari paru janin 38 minggu menunjukan saluran dan
kantung alveolus matur dengan septa tipis,
menghasilkan barrier antara udara dan darah2

Gambar 5. Pembuatan surfaktan endogen. Diagram


dari sel pneumosit tipe II, menunjukan migrasi badan
lamelar (panah) dari nukleus ke permukaan sel apikal
, dimana surfaktan (warna merah muda) dilepaskan
secara eksositosis ke alveolus2

11
Gambar 6. Gambaran klinis distres pernafasan pada neonatus. Gambar diatas memperlihatkan bayi
prematur yang baru lahir dengan sindrom distres pernafasan yang menunjukan retraksi substernal dan
interkostal, nafas cuping hidung, dan sianosis disekitar mulut9

Gambar 7. Tahap pematangan alveoli paru2

12
Gambar 8. Pertukaran gas pada paru anak-anak9

Anatomi

Paru-paru adalah organ berbentuk piramid seperti spons dan berisi udara,
terdapat dalam rongga dada. Selain paru-paru, di dalam rongga dada juga terdapat
jantung, pleura visceralis dan parietalis, pembuluh darah, trakea, esofagus, beberapa
serabut saraf, kelenjar dan jaringan ikat.9,10 Saat lahir,sistem pernapasan relatif kecil
dan memiliki sekitar 25 juta alveoli. Jumlah ini meningkat menjadi hampir 300 juta
alveoli pada usia 8 tahun, tapi setelah usia ini alveoli tumbuh dalam ukuran dibanding
jumlah alveoli itu sendiri. 3,4,
Paru-paru terdiri dari dua bagian yaitu paru kanan dan paru kiri. Paru kanan
terdiri atas tiga lobus yaitu lobus superior, lobus medius, lobus inferior; dimana fissura
horizontalis (fisura minor) memisahkan lobus superior dari lobus medius dan inferior,
sedangkan fisura obliq (fissura mayor) memisahkan lobus superior dan medius
terhadap lobus inferior. Paru kiri terdiri dari dua lobus yaitu lobus superior dan lobus
inferior yang dipisahkan oleh fisura obliq. Selanjutnya pada masing-masing paru
terbagi menjadi segmen, tiap paru ada 10 segmen.Saluran penghantar udara hingga
sampai ke paru-paru adalah hidung, faring, laring, trachea, bronchus

13
dan bronchiolus yang dilapisi oleh membran mukosa bersilia.11,12,13
Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis. Dalam keadaan
normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga paru-
paru dengan mudahbergeser pada dinding dada. Tekanan pada ruangan antara paru-
paru dan dinding dada berada di bawah tekanan atmosfir. Fungsi utama paru-paru
yaitu untuk pertukaran gas antara darah dan atmosfir.Selanjutnya trachea bercabang
menjadi bronchus prinsipalis dextra dan sinistra, dan bercabang lagi menjadi tiga
bronchus lobaris (paru dextra) dan dua bronchus lobaris (paru sinistra). Bronchus
lobaris bercabang menjadi bronchiolus segmentalis (masing-masing paru ada 10), dan
dari sini bercabang menjadi yang terujung yaitu bronchiolus terminalis. Setelah
bronchiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional terkecil dari
paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari bronchiolus respiratorius, ductus
alveolaris dan saccus alveolaris terminalis. Alveolus (dalam suatu saccus alveolaris
yang menyerupai anggur yang membentuk saccus terminalis) dipisahkan dari alveolus
didekatnya oleh dinding tipis atau septum. Lubang kecil pada dinding ini disebut
sebagai poro-pori Khon yang memungkinkan komunikasi antar saccus alveolaris

terminalis 14,15

1. Trachea
2-3. Bronchus kanan-kiri
4a,b,c. Lobus superior, medius, inferior
paru kanan
5a,b. Lobus superior, inferior paru kiri
6. Fisura minor ( horizontalis)
7. Fisura mayor (obliq)
8. Pembuluh darah

Gambar 9.Gambar anatomi paru-paru13

14
Gambar 10. Skematik paru dan percabangan bronchus13

Surfaktan paru
Surfaktan dibentuk pada pneumosit alveolar tipe II dan disekresi ke dalam rongga udara
kecil. Surfaktan terbentuk dari komponen fosfolipid, protein dan netrallipid. Surfaktan
tersebar sepanjang alveoli dan menurunkan tekanan perifer paru sehingga menurunkan
tahanan nagas, dan menstabilisasi terminal air spaces mencegah atelektasis alveolar
terutama pada volume paru yang rendah. Surfaktan dapat ditemui pada awal usia
kehamilan 24-26 minggu kehamilan walaupun surfaktan yang matang kadang tidak
ditemukan sampai kehamilan mencapai 34-36 minggu usia kehamilan. Kematangan
surfaktan dipengaruhi beberapa faktor. Insulin dapat memperlambat pematangan
surfaktan, sebaliknya komponen seperti glukokortikoid dan hormon tiroid dapat
mempercepat pematangan surfaktan. Pemberian glukokortikoid pada 24-48 jam
sebelum kelahiran prematur dapat membantu mempercepat pematangan surfaktan
sehingga mengurangi insiden terjadinya RDS atau yang dikenal dengan nama hyalin
membrane disease atau surfactant deficiency disease. Faktor lain yang berpengaruh

15
yaitu multigestasional, kelahiran secara sectio caesaria, atau penyebab sekunder
seperti asfiksia, infeksi dan aspirasi mekonium. RDS dengan prematuritas
dikarakteristikan dengan keadaan sianosis, takipneu, dan rektrasi dinding dada sesaat
setelah kelahiran7.
Pada RDS, paru-paru mengalami underinflated yang berkembang menjadi
ground glass opacity secara difus disertai gambaran air bronchograms bila tidak
diterapi secara lanjut. Tracheal instillation dari surfaktan eksogen dapat berameliorasi
dengan penyebab alami dari RDS secara signifikan. Dengan pengobatan lebih awal
seperti pemberian continuous positive airway pressure (CPAP) dan surfaktan pada saat
lahir, keadaan underaeration berkurang baik secara pencitraan dan lebih banyak
gambaran granular kasar yang terlihat sebagai tanda reaerasi dari alveoli. Komplikasi
seperti atelektasis, air leak seperti emfisema interstitial paru, pneumomediastinum,
pneumothorax dan pneumocardium , edema paru yang berhubungan dengan adanya
shunt pada patent duktus arteriosus, pulmonary hemorrhage, dan superimposed
infection yang dapat memperberat keadaan dan penatalaksanaannya7.

Gambar 11. Komposisi dan fisiologi surfaktan2

16
IV. PATOFISIOLOGI
Di dalam rahim, alveoli kolaps. Tangisan pertama bayi baru lahir akan
membuat tekanan negatif yang dapat membuka alveoli. Pada saat ekspirasi, paru akan
tetap mengembang karena adanya surfaktan yang mempertahankan tekanan permukaan
paru. 4,11
Karena defisiensi surfaktan, tekanan yang lebih besar diperlukan untuk
membuka alveoli. Tanpa tekanan yang adekuat, paru akan kolaps, sehingga memicu
inflamasi dan edema paru. Kemudian, karena darah yang melewati paru kolaps tidak
teroksigenasi, maka bayi akan mengalami hipoksemia. Dan karena daya
pengembangan paru menurun, usaha untuk bernapas menjadi lebih besar dan nampak
retraksi subcostal dan intercostal. Pada kasus berat otot-otot pernapasan akan
kelelahan, terjadi retensi CO 2 dan mengakibatkan asidosis respiratorik. 12

Gambar 13. Kolapsnya paru akibat kurangnya surfaktan3

17
Struktur paru yang imatur dan kurangnya surfaktan menurunkan komplians
paru dan rentan mengalami atelektasis; faktor lainnya yang meningkatkan risiko
atelektasis adalah berkurangnya jari-jari alveolus dan kelemahan dinding dada.4

Prematuritas

Berkurangnya surfaktan

Meningkatnya tekanan permukaan alveoli

Atelektasis

┌────────────────────────┐
Perfusi tidak merata Hipoventilasi
└────────────────────────┘

Hipoksia + retensi CO2

Asidosis

Vasokonstriksi pulmonal

Hipoperfusi paru

Kerusakan endotel dan epitel

Kebocoran plasma ke alveoli

Fibrin + sel nekrosis (hyaline membrane)

Gambar 14. Bagan Patofisiologi Respiratory distress syndrome. 14

Gambar 15. Gambaran histologi hyaline membrane 9

18
Gambar 16. Surfactant deficiency pada bayi prematur. Gambaran histologis dengan pembesaran 75x
dengan pewarnaan H-E

V. ETIOLOGI
RDS diakibatkan oleh defisiensi surfaktan dan karena imaturitas paru.
Defisiensi surfaktan sendiri bisa terjadi pada infeksi paru, akibat perdarahan paru,
akibat aspirasi pneumonia, dan karena toksisitas oksigen (misalnya barotrauma atau
volutrauma paru), hipoplasia paru, dan pada hernia diafragma congenital11.

VI. DIAGNOSIS
Gambaran Klinis
Bayi dengan HMD memilki semua gejala respiratory distress, yaitu
mengorok (grunting), takipnoe, retraksi otot pernafasan subcostal dan intercostal,
pernapasan cuping hidung, dan sianosis biasanya bermanifestasi pada beberapa jam
pertama dan akan memberat sampai pada sebelum usia 8 jam dapat menjadi gejala
dari asidosis, hipoglikemi, hiperkalemi dan hipokalsemi. Jika gejala tidak
berkembang atau menjadi normal sampai pada umur 8 jam, maka diagnosa HMD
dapat disingkirkan12.Gejala dari HMD biasanya mencapai puncaknya pada hari
ketiga, dan berkurang dengan cepat bila diuresis sudah terjadi dan kebutuhan oksigen
dan ventilasi mekanik berkurang.1,4,6

19
Pemeriksaan Laboratorium :
• Untuk analisa gas darah biasanya diperoleh dari kateter arteri terpasang baik
secara perifer atau sentral (umbilikus), ataupun yang diperoleh dari penusukan
darah perifer1.
• Analisa gas darah menunjukan respirasi maupun metabolik asidosis dengan
hipoksia.1
o Respirasi asidosis terjadi karena atelektasis dari alveolus dan/atau dilatasi
yang berlebihan dari saluran bronchiolus terminalis
o Metabolik asidosis berasal dari asidosis asam laktat yang dihasilkan dari
rendahnya perfusi jaringan dan metabolisme anaerobik
o Hipoksia terjadi dari darah yang right-to-left shunting melewati pembuluh
darah paru seperti pada PDA ataupun pada foramen ovale

• Pulse oximetry digunakan sebagai pemeriksaan laboratorium noninvasive untuk


memonitor saturasi oksigen.6

Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radilogi RDS bervariasi dari ringan hingga berat dan umumnya
berkorelasi dengan gejala klinis. Gambaran bercak granuler terjadi karena
superimposisi dari multiple nodul asinus akibat atelektasis alveoli dan cairan
interstitial. Selanjutnya dapat ditemukan air bronchogram sign terjadi akibat
penggabungan area yang mengalami atelektasis asinus disekitar bronkus dan
bronkiolus yang berisi udara. Pada bayi yang tidak terintubasi, terjadi penarikan
diafragma ke atas dan ditemukan hipoaerasi. Pada tahap awal, tidak terlalu banyak
gambaran air bronchogram yang tampak, karena bronkus utama terletak lebih ke
anterior bagian paru. Hipoaerasi dan gambaran bercak granuler menetap sampai 3-5
hari dengan pemberian surfaktan melalui endotracheal tube3,8.

20
Gambar 17 . Foto thorax bayi dengan Hyaline Membrane Disease dengan air bronchogram sign.14

Maka, secara singkat yang dapat kita jumpai pada foto thoraks RDS antara lain
gambaran ground glass (retikulogranuler), terdistribusi bilateral dan simetris, ada air
bronchogram, hipoaerasi (hiperinflasi paru menyingkirkan kemungkinan diagnosis
RDS). 8, 16 Paetzel membagi gambaran thoraks foto HMD menjadi 4 derajat; 15
➢ Derajat I (ringan) : kadang normal atau gambaran granuler, homogen.
➢ Derajat II (ringan-sedang): seperti derajat I plus gambaran air bronchogram.
➢ Derajat III (sedang-berat): seperti derajat II plus batas jantung kabur.
➢ Derajat IV (berat): white lung.
Gambaran radiologi RDS bervariasi dari ringan hingga berat dan umumnya
berkorelasi dengan gejala klinis.Gambaran bercak granuler terjadi karena
superimposisi dari multiple nodul asinus akibat atelektasis alveoli dan cairan
interstitial. Selanjutnya dapat ditemukan air bronchogram sign terjadi akibat
penggabungan area yang mengalami atelektasis asinus disekitar bronkus dan
bronkiolus yang berisi udara. Pada bayi yang tidak terintubasi, terjadi penarikan
diafragma ke atas dan ditemukan hipoaerasi.8,9
Pada bayi dengan HMD ringan sampai sedang, hipoaerasi dan gambaran bercak
granuler menetap sampai 3-5 hari dengan pemberian surfaktan melalui endotracheal

21
tube . Pembersihan dari perifer ke sentral dan dari lobus superior ke lobus inferior pada
akhir minggu pertama.11
Pada derajat yang lebih berat dan hipoaerasi yang semakin jelek, bagian depan
paru akan bertambah opasitasnya mengakibatkan silhoute jantung menjadi kabur dan
terbentuk air bronchogram sign yang prominen. Pada tahap yang paling berat, paddru
tampak putih dan menunjukkan air bronchogram sign yang prominen,dengan
cardiomediastinal silhouette yang tidak tampak lagi. Tipe ini sangat berat dan progresif
sering terjadi kematian, biasanya dalam 72 jam.12
Maka, secara singkat yang dapat kita jumpai pada foto thoraksRDS antara lain
gambaran ground glass (retikulogranuler), terdistribusi bilateral dan simetris, ada air
bronchogram, hipoaerasi (hiperinflasi paru menyingkirkan kemungkinan diagnosis
RDS). Paetzel membagi gambaran thoraks foto HMD menjadi 4 derajat; 15
1. Derajat I (ringan) : tampak sedikit bercak retikular atau granular disertai
penurunan transparansi paru namun tidak jarang gambaran menyerupai foto
normal .
2.

Gambar 18. Hyaline Membrane Disease grade I15

22
Gambar 19. Gambaran klasik RDS (Bell-shaped thorax karena underaerasi generalisata), volume paru
berkurang, pola granular halus pada parenkim paru, dan air bronchogram perifer yang memanjang
dapat terlihat14

3. Derajat II (ringan-sedang): seperti derajat I disertai gambaran air bronchogram


yang meluas ke perifer, bahkan sering overlap dengan jantung.15

Gambar 20. Hyaline Membrane Disease grade II 14

23
Gambar 21. Gambaran HMD yang memberat (derajat II), gambaran retikuloglandular lebih prominent
dan lebih tersebar. Paru hipoaerasi disertai peningkatan gambaran air bronchogram15

4. Derajat III (sedang-berat): seperti derajat II disertai batas tidak jelas antara
kontur jantung dengan diafagma15.

Gambar 22. Hyaline Membrane Disease grade III. 15

24
Gambar 23. RDS yang lebih berat. Tampak opasitas retikuloglandular pada kedua paru disertai air
bronchogram yang prominent disertai batas jantung yang mengabur. Gambaran area kistik pada paru
kanan dapat mengambarkan dilatasi pada alveoli atau tanda pulmonary interstitial empysema dini15

5. Derajat IV (berat): menunjukan gambara opasitas yang homogen pada kedua


paru atau disebut white lung15.

Gambar 6. Hyaline Membrane Disease Grade IV15

25
Ultrasonografi (USG)
Penggunaan ultrasonografi paru dalam diagnosis RDS sangat jarang dilakukan;
namun suatu penelitian pilot oleh Lie, dkk, menunjukkan bahwa USG merupakan
modalitas yang akurat dan reliable yang juga cepat, portable dan non-ion.6
Gambaran konsolidasi paru, abnormalitas pleural-line, bilateral “white lung”
atau alveolar interstitial syndrome, dan hilangnya A-line nampak sangat spesifik dan
sensitif dibandingkan pada gambaran radiografi konvensional. Selain itu,
ultrasonography dapat pula digunakan untuk menyingkirkan atau melihat adanya
komplikasi efusi pleura yang terjadi bersamaan.6

Gambar 24. Perbandingan HMD pada USG dan foto thorax 6

Laboratorium
Analisis Gas Darah penting dalam monitoring penatalaksanaan RDS. AGD
darah arteri serial biasanya dilakukan dan menunjukkan berkurangnya Oksigen dan
14, 8
meningkatnya CO2 dan asam pada darah arteri. Target terapi RDS adalah
mempertahankan pH ≥ 7.25, SO2 85-93%. Pemeriksaan laboratorium lainnya

26
dilakukan untuk menyingkirkan penyebab distress napas pada bayi, antara lain; septic
work up, glukosa darah, elektrolit darah termasuk kalsium. 8

VII. DIAGNOSIS BANDING


1. Transient Tachypneu Of The Newborn (TTN)
Transient tachypnea of the newborn (TTN) atau yang biasa disebut wet
lungpertama kali diperkenalkan oleh Avery, dkk pada tahun 1966. TTN awalnya
digambarkan sebagai “gangguan pernapasan yang sifatnya sementara akibat lambatnya
resorbsi cairan alveolar” atau retained fetal lung fluid.TTN juga merujuk tertahannya
cairan paru-paru fetal. Gejala utamanya adalah tachypnea segera setelah lahir, yang
menghilang dalam dua sampai lima hari. 7,11
Transient tachypnea of the newborn juga disebut sebagai tertahannya cairan
paru-paru fetal.Etiologi dan patogenesis kondisi ini sebagian besar tidak diketahui.
Cairan paru fetus normalnya diabsorbsi selama proses kelahiran dan segera setelah
lahir melalui sistem tracheobronchial (30%) , sistem limfe interstitial (30%) dan
pembuluh darah kapiler (40%). Pada Transient tachypnea of the newborn, waktu yang
dibutuhkan untuk absorbsi cairan fisiologis lebih lama.TTN adalah self-limiting
disease, dengan tidak ada gejala sisa dikemudian hari.7,13
Transient tachypnea of the newborn terjadi pada 11 per 1000 kelahiran bayi
dan pada bayi cukup bulan. Lebih sering terjadi pada bayi yang lahir melalui sectio
cesarean, dan pada bayi dengan jenis kelamin laki-laki.Transient tachypnea of the
newborn terjadi bila cairan didalam paru-paru berpindah secara perlahan atau tidak
sempurna.Ada peningkatan insidens pada infant yang lahir lewat section cesarean. Hal
ini menjadi dasar bahwa tidak terdapatnya tekanan pada thorax seperti pada persalinan
normal yang menyebabkan terjadinya retensi cairan.14
Gambaran Radiologi
Gambaran radiologi pada TNN lebih karakteristik, didapatkan dengan foto
thorax. Adapun gambaran radiologi yang dapat ditemukan yaitu 11,15
- Gambaran mirip edema paru

27
- Corakan interstitial yang prominent
- Cairan pada fissura
- Mild Cardiomegaly
- Efusi pleura, biasanya sedikit
- Hiperaerasi paru simetris, ringan sampai sedang

16
Gambar 25. Transient Tachypnea of the Newborn

Gambar 26. Transient tachypnea of the newborn (TTN). Hiperaerasi adalah tanda klasik pada TTN, hal
ini berbanding terbalik dengan RDS yang berkarakteristik hipoaerasi. Densitas retikuloglandular
bilateral pada TTN menghilang dengan ventilasi, dan dimana pada RDS, opasitas dapat ada hingga 3-4
hari RDS15

28
2. Meconium Aspiration Syndrome (MAS)
Karakteristik
Sindroma aspirasi mekonium (SAM) merupakan sekumpulan gejala yang
diakibatkan oleh terhisapnya cairan amnion mekonial ke dalam saluran pernafasan
bayi. Sindroma aspirasi mekonium (SAM) adalah salah satu penyebab yang paling
sering menyebabkan kegagalan pernapasan pada bayi baru lahir aterm maupun post-
term. Kandungan mekonium antara lain adalah sekresi gastrointestinal, hepar, dan
pancreas janin, debris seluler, cairan amnion, serta lanugo.4,13
MAS adalah penyebab dari sebagian besar distress napas pada bayi cukup
bulan/post matur. Mekonium dijumpai dalam cairan ketuban pada sekitar 20%
kehamilan. Produk mekonium mengakibatkan obstruksi bronkus. Pada foto thorax
nampak gambaran bercak opak kasar (atelektasis dan konsolidasi), hiperinflasi paru,
daerah emfisematous, beberapa dengan efusi pleura, tidak ada gambaran air
bronchogram. 8,17
Etiologi terjadinya sindroma aspirasi mekonium adalah cairan amnion yang
mengandung mekonium terinhalasi oleh bayi. Mekonium dapat keluar (intrauterin) bila
terjadi stres / kegawatan intrauterin. Mekonium yang terhirup bisa menyebabkan
penyumbatan parsial ataupun total pada saluran pernafasan, sehingga terjadi gangguan
pernafasan dan gangguan pertukaran udara di paru-paru. Selain itu, mekonium juga
berakibat pada iritasi dan peradangan pada saluran udara, menyebabkan suatu
pneumonia kimiawi.4,13
Keluarnya mekonium intrauterine terjadi akibat dari stimulasi saraf saluran
pencernaan yang sudah matur dan biasanya akibat dari stres hipoksia pada fetus. Fetus
yang mencapai masa matur, saluran gastrointestinalnya juga matur, sehingga stimulasi
vagal dari kepala atau penekanan pusat menyebabkan peristalsis dan relaksasi sfingter
4,13
ani, sehingga menyebabkan keluarnya mekonium.

29
Gambaran Klinis
Di dalam uterus, atau lebih sering, pada pernapasan pertama, mekonium yang
kental teraspirasi ke dalam paru, mengakibatkan obstruksi jalan napas kecil yang dapat
menimbulkan kegawatan pernapasan dalam beberapa jam pertama setelah kelahiran
dengan gejala takipnea, retraksi, stridor, dan sianosis pada bayi dengan kasus berat.
Obstruksi parsial pada beberapa jalan napas dapat menimbulkan pneumothoraks atau
pneumomediastinum, atau keduanya. Pengobatan tepat dapat mencegah kegawatan
pernapasan, yang dapat hanya ditandai oleh takikardia tanpa retraksi. Pada kondisi
gawat nafas, dapat terjadi distensi dada yang berat yang membaik dalam 72 jam.Akan
tetapi bila dalam perjalanan penyakitnya bayi memerlukan bantuan ventilasi, keadaan
ini dapat menjadi berat dan kemungkinan mortalitasnya tinggi.3,17,18
Terjadi pada bayi aterm yang mengalami hipoksia atau stres
intrauterin/intrapartum. Mekonium jarang ditemukan pada cairan amnion sebelum
kehamilan 34 minggu, dan terdapat meconium stain di cairan amnion. Gangguan
pernapasan hampir langsung terjadi setelah lahir, ditandai oleh sianosis, pernapasan
cuping hidung, dan retraksi intercosta.Takipnea dapat menetap selama beberapa hari
atau bahkan beberapa minggu3

Gambaran Radiologi
Foto Polos Thorax17,18
• Hiperinflasi paru biasanya asimetris
• Area areaperbercakanhiperinflasi dan atelectasis yang asimetris
• Densitas perihilar yang menyerupai tali (rope-like)
• Jarang disertai efusi pleura

30
Gambar 27. Foto Thorax pasien dengan Meconium Aspiration Syndrome 17

Gambar 28.Sindrom aspirasi mekonium. Air trapping, difus, opasitas nodul kasar dan area dengan
emfisema fokal yang merupakan karakteristik dari aspirasi mekonium, berbeda dengan RDS yang
memiliki opasitas granular yang difus. Paru biasanya hiperaerasi. Gambar diatas menunjukan adanya
pneumomediastinum dengan continous diaphragm sign dikarenakan oleh udara pada mediastinum
disekitar jantung15

3. Pneumonia Neonatal
Pneumonia merupakan suatu proses inflamasi yang dapat bersifat local atau
sistemik pada parenkim paru. Pneumonia yang terjadi pada neonates pada 28 hari
pertama kehidupan. Infeksi paru terjadi in utero, selama persalinan, atau selama 28 hari
pertama tersebut.. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan evaluasi
laboratorium penanda sepsis serta foto thoraks.12 Pneumonia neonatal memberi

31
gambaran perselubungan inhomogen akibat eksudat alveolar, hiperinflasi dan efusi
pleura.8
Faktor resiko :
• Bayi yang sakit berat
• Bayi premature
• Fistula trakeoesofagus
• Palatoskisis
• Bayi dengan system imun yang tidak baik1

Etiologi dari pneumonia neonatus dibagi berdasarkan cara terjadinya infeksi, yaitu
a) In-utero
o TORCH (Toxoplasmosis, other infection, rubella,
cytomegalovirus, herpes simplex virus)
o Penyebab lain yang lebih jatang: varicella zoster, adenovirus,
entero viruses, mycobacterium tuberculosis, dan
treponemapallidum17
b) Selama persalinan
o Etiologi adalah mikroorganisme yang berkoloni di saluran lahir
o Streptococcus hemolytic group B merupakan yang paling sering
o Penyebab lain: E. Coli, kleibsiella, Proteus, Chalamydia, Candida,
Bacteroides, HSV, Enteroviruses17
c) Setelah persalinan
o Virus : Respiratory syncytial virus influenza merupakan yang
paling sering
o Bakteri : S. Pneumonia dan H. Influenza juga cukup sering
ditemukan. Bakteri lainnya adalah klebsiella, serratia, Enterobacter
o Fungal : postnatal candida pneumonia17

32
Gambaran Klinis
Tanda awal dan gejala pneumonia mungkin tidak spesifik, letargi, iritabilitas,
sianosis, ketidakstabilan temperatur, dan keseluruhan kesan bahwa bayi tidak
baik.Gejala pernapasan seperti grunting (mendengus), tachypnea, retraksi, sianosis,
apnea, dan kegagalan pernafasan yang progresif.Pada bayi dengan ventilasi mekanik,
kebutuhan untuk dukungan ventilasi meningkat dapat menunjukkan infeksi.Tanda-
tanda pneumonia pada pemeriksaan fisik, seperti tumpul pada perkusi.
Perubahan suara napas, dan adanya ronki, radiografi thorax didapatkan infiltrat
baru atau efusi pleura.Tanda akhir pneumonia pada neonates tidak spesifik seperti
apnea, takipnea, malas makan, distensi abdomen, jaundice, muntah, respirasi distress,
dan kolaps sirkulasi.17,18,19

Gambaran Radiologi
Foto Thorax :
Pada pneumonia didapatkan perbercakan dengan pola garis di perihilar yang dapat
menyerupai TTN, Perbercakan pada pneumonia akibat S. Pneumonia group B dapat
menyerupai HMD dengan penurunan volume paru.Bayi aterm dengan gambaran HMD
harus dianggap sebagai pneumonia sampai terbukti sebaliknya.Efusi pleura pada 25%
kasus17,18.
Meskipun pneumonia neonatal tidak memiliki tanda karakteristik yang jelas,
Banyak hasil radiografi thorax yang ditemukan konsisten dengan pneumonia neonatal.
Ada beberapa tanda seperti kekeruhan yang luas pada parenkim paru yang menyerupai
tanda “ground-glass appearance” dari sindrom distress pernapasan . Tanda ini tidak
spesifik ditemukan pada proses hematogen. Aspirasi cairan yang terinfeksi dapat
memberikan gambaran serupa.15
Kekeruhan yang merata atau konsolidasi umumnya dianggap sebagai
komplikasi antepartum atau aspirasi intrapartum, terutama ketika bagian perifer dari
paru-paru terlibat. Densitas yang merata di bada bagian basa di kedua paru terutama
paru kanan menunjukkan aspirasi postnatal.15

33
Hiperinflasi terkait dengan konsolidasi merata menunjukkan obstruksi jalan
napas parsial yang disebabkan oleh sumbatan lender dan debris inflamasi.Tanda air
bronchogram biasanya menunjukkan konsolidasi yang luas, tetapi tanda ini tidak
pesifik dan mungkin berkaitan perdarahan paru atau edema. Kehadiran
pneumatoceles terkait dengan efusi pleura menunjukkan proses infeksi pneumonia15

Gambar 29. Foto thorax pneumonia neonatal. 12

Gambar 30. Neonatal pneumonia.Bercak konsolidasi diseluruh lapangan kedua paru 3

34
CT-Scan :
CT scan dapat membantu menyingkirkan kemungkinan tumor, kelainan
pembuluh darah, kelainan lobus, dan untuk menetapkan adanya infiltrate.

Gambar 31. CT scan axial menggambarkan bayangan udara ruang yang luas pada kedua paru dan
konsolidasi pada basal paruyang berhubungan dengan air bronchogram yang berasal dari pneumonia
neonatal.3

Tabel 1. Perbandingan HMD, TTN, sindrom aspirasi meconium dan pneumonia kongenital 18

VIII. TATALAKSANA
Prenatal Care
RDS dapat dideteksi selama kehamilan dengan tes kematangan paru melalui
amniocentesis atau bila ketuban telah pecah bisa melalui sampel via vagina.
Pemeriksaan air ketuban ini termasuk mengukur rasio Lecithin/spinghomyelin, shake

35
test, surfaktan/albumin rasio. Risiko RDS rendah bila rasio Lecithin/spinghomyelin >2,
bila terdapat glycerol phosphatidyl dan bila indeks stabilitas dari shake test = 47, atau
bila rasio surfaktan/albumin >55mg/g12.
Intervensi pencegahan RDS sebaiknya dimulai sebelum lahir. Pemberian
steroid prenatal pada wanita risiko persalinan prematur dapat mengurangi risiko
kematian bayi, dan steroid prenatal mengurangi risiko RDS. Karenanya 1 dosis
kortikosteroid prenatal direkomendasikan untuk semua kehamilan dengan usia gestasi
antara 24-34 minggu dengan risiko persalinan dalam 7 hari. Pemberian satu dosis
kortikosteroid juga diindikasikan bagi ibu dengan ketuban pecah dini sebelum usia
gestasi 32 minggu.Pada persalinan dengan usia gestasi 34-36minggu, pemberian
steroid nampaknya tidak mempengaruhi luaran. Pemberian steroid yang optimal
sebelum persalinan adalah lebih dari 24 jam dan kurang dari 7 hari . 5,8
Tata laksana RDS biasanya dimulai segera setelah lahir, terkadang di ruang
persalinan. Sebagian besar bayi yang menunjukkan tanda RDS dengan cepat
ditransfer ke Neonatal Intensive Care Unit (NICU) . Terapi RDS yang paling penting
adalah: 5
Pemberian surfaktan
Terapi surfaktan dapat diberikan sebagai terapi profilaksis atau sebagai terapi
rescue pada bayi berisiko RDS, dapat mengurangi risiko pneumothorax dan kematian
neonatal. Setelah diberi surfaktan, endotracheal tube disambungkan ke ventilator, atau
NCPAP. Surfaktan diberi segera setelah lahir untuk terapi atau sebagai pencegahan
RDS.5,8
Dukungan pernapasan dengan ventilator atau nasal continuous positive airway
pressure (NCPAP).
Stabilisasi dengan oksigen 100% oksigen dibandingkan dengan udara ruangan
berkaitan peningkatan mortalitas. Oksigen murni juga berbahaya untuk bayi prematur,
dan pedoman saat ini menganjurkan untuk menggunakan blender dalam rangka titrasi
oksigen supplemental. Selama fase transisi, saturasi diukur dengan menggunakan
oksimeter pulse pada lengan kanan akan menunjukkan kenaikan bertahap dari sekitar

36
60 menjadi 80% dalam 5 menit, dan mencapai > 85% pada sekitar 10 menit setelah
lahir. Dengan penggunaan CPAP pada bayi prematur yang lahir spontan, saturasi
transisional dapat tercapai tanpa suplementasi oksigen pada sebagian besar bayi. Suatu
percobaan klinis menunjukkan bahwa dengan penggunaan CPAP dini, sekitar 50%
bayi-bayi dengan usia gestasi 26-29 minggu dapat ditangani tanpa intubasi atau pun
tanpa pemberian surfaktan. 5 Pemasangan ventilator adalah pilihan utama terapi pada
bayi dengan hipoksemia dan apneu.8

1 2
Gambar 32. Foto Thorax pada bayi prematur dengan HMD sebelum (1) dan sesudah (2) pemberian
surfaktan . Terdapat perbaikan aerasi dan volume paru setelah pemberian surfaktan. 15

Gambar 33. Foto sebelah kiri mengambarkan efek surfaktan yang asimetris pada bayi usia 2
hari, kehamilan 32 minggu dengan RDS. Radiografi thorax mengambarkan multifokal konsolidasi
residula yang menyerupai pneumonia atau aspirasi mekonial. Gambar sebelah kanan mengambar
distribusi asimetris dari endotrakeal surfaktan pada bronchus kanan pada bayi usia 1 hari, prematur
dengan RDS. Gambaran radiografi thorax AP menunjukan hiperekpansi dari paru kanan, shift
mediastinum ke kiri dan opasitas difus paru kiri

37
IX. KOMPLIKASI
Komplikasi utama yang dapat terjadi adalah :

• Infeksi
Infeksi merupakan ancaman terbesar bagi bayi prematur karena bayi masih kurang
mampu melawan kuman yang masuk ke tubuhnya. Infeksi ini bisa berasal dari alat
ventilator yang terpasang pada bayi, orang sekitar dan lingkungan. Salah satu cara
untuk mengurangi resiko infeksi adalah menjaga kebersihan terutama cuci tangan
selama bayi di NICU.
• Kolaps paru
Keadaan ini dikarenakan keadaan yang diakibatkan oleh hipoksia dan intoksikasi
oksigen. Keadaan ini merusak dinding kapiler paru, sehingga cairan masuk ke
jaringan interstitial yang mengakibatkan edema paru. Hal ini diikuti dengan
hilangnya silia pada epitel paru disertai necrosis pada mucosa bronkus. Gambaran
radiologisnya berupa hiperaerasi disertai atelektasis dapat mudah terlhat, kadang
diikuti oleh eksudat eosinofilik dan metaplasia jaringan epitel squamosa yang

akhirnya menjadi jaringan fibrosis.3


• Kebocoran Udara (air leak)
Ventilator mekanik merupakan faktor utama berkonstribusi pada fenomena
kebocoran udara pada bayi prematur yang sedang diobati. Adanya tekanan yang
tinggi mengakibatkan barotrauma yang mengakibatkan distensi dari jalan nafas
(volumetrauma) menyebabkan kebocoran udara. Ruptur dari bronkioalveolar
junction mengakibatkan udara masuk ke perivaskular dan ruang peribronkial.
Kondisi ini dinamakan pulmonary intersitial emphysema (PIE).

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Agrons, Geoffrey. Lung disease in Premature Neonates :Radiologic-


Pathologic correlation.COL,Mc.2005
2. Blackwell, Wiley. Neonatology at a Glance. Third edition. Neonatal ECMO
Program. Cleveland. 2016
3. Coley, Brian. Caffey’s Pediatric Diagnostic Imaging.13th edition.
Elsevier.Ohio.2019
4. Kamath B, MacGuire E, McClure E, Goldenberg R, Jobe A. Neonatal
Mortality From Respiratory Distress Syndrome: Lessons for Low Resource
Countries. PEDIATRICS. 2011; 2011;127(6):1139-1146.
5. Coley , Brian D. Pediatric Diagnostic Imaging 13th . Elsevier. Cincinnati
Ohio. 2013
6. Radiographics:Lung Disease in Premature Neonates: Radiologic-Pathologic
Correlation. RadioGraphics [Internet].2005 [cited 20 Januari 2019];.
Available from: http://pubs.rsna.org/doi/full/10.1148/rg.254055019
7. Intensive care nursery staff manual: Respiratory distress syndrome [Internet].
California: The Regents of the University of California; 2004 [cited 18
Januari 2019]. Available from:
https://www.ucsfbenioffchildrens.org/pdf/manuals/25_RDS.pdf
8. Sweet D, Carnielli V, Greisen G, Hallman M, Ozek E, Playka R et al.
European Consensus Guidelines on the Management of Neonatal Respiratory
Distress Syndrome in Preterm Infants – 2013 Update. Neonatology.
2013;103(4):353-368.
9. Emedicine.medscape.com. Hyaline Membrane Disease Imaging: Overview,
Radiography, Ultrasonography [Internet]. 2015 [cited 19 Januari 2019].
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/409409-overview
10. Emedicine.medscape.com. Respiratory Distress Syndrome: Background,
Etiology, Epidemiology [Internet]. 2015 [cited 18 Januari 2019]. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/976034-overview#a6
11. Gomela T, Cunningham M, Eyal F. NEONATOLOGY: Management,
Procedures, On-Call Problems, Diseases, and Drugs.7th ed: McGrawHill;2013.
12. Kosim M. Neonatologi. Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008.
13. Putz R, Pabst R. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 2 Edisi 21. EGC :
Jakarta. 2006.

39
14. Boedjang N.,Boedjang R.F., Diagnostik Imaging Thoraks Neonatus,Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.2011
15. Blickman JG.,Bruce RP.,Barrus PD, Chest in Pediatric Radiology, Third
edition, Mosby Elsevier, USA. 2009
16. Kamath B.,MacGuire E.,Golden R,2011., Neonatal Mortality From
Respiratory Distress Syndrom:Lesson for Low Resource Countries.,Pediatrics
17. Paetzel,M.(2002) Respiratory distress syndrome (grade1-4) of the premature
and newborn (IRDS). Pediatric Radiology. 2(11). Available at
www.kinderradiology.com (accessed : 20 March 2019)
18. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi 2. Badan Penerbit FKUI: Jakarta.
2013
19. Naga O, Respiratory Distress Syndrome [Internet]. 2009 [cited 17 Januari
2019]. Available from:
https://elpaso.ttuhsc.edu/fostersom/pediatrics/neonatology/documents/Naga-
Respiratory_Distress_Syndrome Read-Only Compatibility_Mode_.pdf
20. Merck Manuals Professional Edition. Respiratory Distress Syndrome in
Neonates - Pediatrics [Internet]. 2015 [cited 19 Januari 2019]. Available
from: http://www.merckmanuals.com/professional/pediatrics/perinatal-
problems/respiratory-distress-syndrome-in-neonates
21. Openi.nlm.nih.gov.f1-0040145:Human models of acute lung injury- Open-I
[Internet]. 2015 [cited 19 Januari 2019]. Available from:
http://openi.nlm.nih.gov/detailedresult.php?img=3046086_DMM006213F1&r
eq=4
22. Empowher : Empowher. Hyaline Membrane Disease – Diagnosis, Treatment,
Prognosis - …[Internet]. 2015 [cited 20 Januari 2019]. Available from:
http://www.empowher.com/hyaline-membrane-disease/content/hyaline-
membrane-disease-diagnosis-treatment-prognosis
23. Ceessentials.net. Film Critique – Part 1: Chest [Internet]. 2015 [cited 18
Januari 2019]. Available from: https://www.ceessentials.net/article25.html
24. Learningradiology.com. LeraningRadiology [Internet]. 2015 [cited 16 Januari
2019]. Available from:
http://learningradiology.com/archives2012/COW%20527-
TTN2/ttn2correct.html#hmd
25. Babyn P.,Hiyalin Membran Disease in Teaching Atlas of Pediatric
Imaging:Mc Graw Hill: 2006
26. Murtala Bachtiar. Trauma Toraks. In: Radiologi Trauma dan Emergensi. PT.
Penerbit IPB Press.

40
LAPORAN KASUS
Laporan Kasus
A. Identitas pasien
Nama : BY. NY. M
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 04-07-2019
No. RM : 887965
Alamat : Perumnas Tumalia Blok A No.32
Masuk RS : 04-07-2019
Ruang Rawat : NICU

B. Anamnesa
Telah lahir bayi perempuan secara secsio caesarea atas indikasi ibu dengan
preeklamsia berat dan gawat janin. Bayi lahir tidak segera menangis, kurang bulan dan
tonus otot lemah. BBL 975 gram. Tidak biru, tidak demam, tidak kejang, tidak muntah,
BAB mekonium dan belum BAK.
Riwayat kehamilan: ibu rutin kontrol di dokter dan minum penambah darah
serta vitamin. Riwayat hipertensi diketahui sejak 1 hari sebelum melahirkan. Tidak ada
riwayat penyakit jantung dan diabetes selama hamil. Tidak ada riwayat keputihan dan
infeksi saluran kemih.
Riwayat kelahiran: bayi lahir secara sectio caesarea atas indikasi preklamsia berat dan gawat
janin, bayi kurang bulan, tidak segera menangis, tonus otot melemah, air ketuban jernih, APGAR score
3/5/7, berat badan lahir 975 gram

41
C. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Pasif


FN : 160 x/menit, Usia 0 hari
FP : 32 x/menit, Suhu 36,4°C,
Sp O2 78% UG 31 minggu
BBL 975 gram BBS 975 gram

• Sistem Saraf Pusat : tidak demam, tidak kejang, ada instabilitas suhu, refleks mono
simetris, refleks isap belum ada
• Paru : ada retraksi subcostal, bunyi nafas bronchovaskuler, ronkhi dan wheezing
tidak ada
• Downe Score: retraksi (2), respiratory rate (0), sianosis (1), air entry (2) dan
grunning (2). Total 7
• Jantung : bunyi jantung I/II murni reguler, bising tidak ada, akral dingin
• Abdomen: peristaltik kesan normal, hepar dan lien tidak teraba, BAB mekonium, tali
pusat basah, tidak ada tanda radang
• Metabolik: tidak edema, tidak ikterus, BAK belum
• Hematologi: tidak pucat, tidak perdarahan, kategori A ( disres napas, sianosis,
grunning) kategori B (letargi)

Pemeriksaan Laboratorium :

06– 07 - ‘19 Nilai 05– 07 - ‘19 Nilai


Rujukan Rujukan
RBC 4 4,00-6,00 PH 7,074 7,35-7,45

WBC 18 4,00-10,0 SO2 91,7 95-98


Hitung Jenis 0.06 0,00-0,10
B 0,4 1,00-3,00 PO2 86,4 80-100
E 5,10 52-75
N 83,2 20-40 ctO2 22,5 15,8-22,3
L 9,4 2-8
M PCO2 80,4 35-45
Hb 13,1 12-16
ctCO2 26,2 23-27
Trombosit 160 150-400
HCO3 23,7 22-26
Na 138 136-145
K 5,8 3,5-5,1 BE -6,6 -2 s/d +2
Cl 110 97-111

42
Pemeriksaan radiologik

Foto Thorax AP:


• Terpasang EET pada trakhea setinggi kurang lebih 1,6 cm diatas carina
• terpasang gastric tube dengan tip kesan pada gaster
• tampak bercak retikuler granulogen tersebar homogen pada kedua lapang paru dengan air
bronchogram didalamnya
• cor kesan normal
• kedua sinus dan diaphragma kesan baik
• tulang-tulang intak
• jaringan lunak sekitar kesan baik
Kesan:
• Terpasang EET pada trakhea setinggi kurang lebih 1,6 cm diatas carina
• terpasang gastric tube dengan tip kesan pada gaster
• Hyaline membrane dissease grade II

43
Diskusi
Diagnosis Respiratory Distress Of The Newborn e.c. Hyaline Membrane Disease
pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis adanya riwayat kelahiran prematur
dengan berat badan lahir rendah. Hasil foto thorax menunjukkan gambaran hyaline
membrane disease dengan grade yang bervariasi
Pasien lahir kembar tiga, prematur secara sectio atas indikasi ketuban pecah dini,
karena itu sebelum pemeriksaan lengkap kita harus memikirkan diagnosis banding
TTN dan sepsis. Diagnosis banding TTN dapat disingkirkan dari hasil foto thorax.
Sedangkan untuk diagnosis sepsis, dilakukan septic work up untuk menegakkannya.
Karena itu pasien diterapi sebagai sepsis hingga terbukti bukan sepsis.

44

Anda mungkin juga menyukai