LIMFADENITIS
HALAMAN JUDUL
Diajukan Kepada :
dr. H. Suprapto, Sp. PD.
Disusun Oleh :
Arrizqi Ramadhani Muchtar
20110310057
HALAMAN PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
LIMFADENITIS
Disusun oleh:
ARRIZQI RAMADHANI MUCHTAR
20110310057
Telah dipresentasikan pada tanggal 8 April 2016
Disetujui Oleh :
Dosen Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum. Wr. Wb
Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT
atas segala limpahan rahmat yang telah diberikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas dalam PRESENTASI KASUS untuk memenuhi sebagian
syarat kepaniteraan klinik program pendidikan profesi di bagian Ilmu Penyakit
Dalam dengan judul.
LIMFADENITIS
Penulis dapat terwujud atas bantuan berbagai pihak, oleh karena itu maka
pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. H. Suprapto, Sp. PD. selaku dokter pembimbing dan dokter spesialis
Penyakit Dalam RSUD Wonosobo.
2. dr. Hj. Arlyn Yuanita, Sp. PD. selaku dokter spesialis Penyakit Dalam RSUD
Wonosobo.
3. dr. Widhi P. S., Sp. PD. selaku dokter spesialis Penyakit Dalam RSUD
Wonosobo.
4. Teman-teman koass serta tenaga kesehatan RSUD Wonosobo yang telah
membantu penulis dalam menyusun tugas ini.
Dalam menyusun tugas ini penulis menyadari bahwa masih memiliki
banyak kekurangan. Penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan
penyusunan tugas ini dimasa yang akan datang. Semoga dapat menambah
pengetahuan bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Wassalamualaikum. Wr. Wb
Wonosobo, 8 April 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
ii
KATA PENGANTAR
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
STATUS PASIEN
A.
Identitas Pasien
B.
Anamnesis
C.
Anamnesis Sistem
D.
Pemeriksaan Fisik
E.
Pemeriksaan Penunjang
F.
Diagnosis Kerja
G.
Follow Up
H.
Tatalaksana
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pendahuluan
B.
C.
Limfadenitis
1. Definisi
2. Etiologi
3. Epidemiologi
10
4. Patofisiologi
10
5. Manifestasi Klinis
11
6. Diagnosis
12
7. Diagnosis Banding
12
8. Penatalaksanaan
13
9. Prognosis
14
BAB III
15
KESIMPULAN
15
DAFTAR PUSTAKA
17
BAB I
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama
: Holin Muhammad
Usia
: 22 Tahun
Alamat
: Selomerto, Wonosobo
Agama
: Islam
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: 1 Maret 2016
Keluar RSUD
: 3 Maret 2016
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama : Badan terasa panas dingin
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Setjonegoro dengan keluhan panas
dingin dirasakan sejak 10 hari SMRS. Pasien juga mengeluhkan pusing,
mual, batuk, dan sesak nafas. Pasien merasa lehernya membengkak. BAB
dan BAK dalam batas normal.
3. Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat penyakit yang sama disangkal
- Riwayat penyakit diabetes melitus disangkal
- Riwayat penyakit batu ginjal di sangkal
- Riwayat sulit BAK/BAB disangkal
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat asma disangkal
- Alergi disangkal
4. Riwayat penyakit keluarga
Pada anggota keluarga tidak didapati keluhan yang sama seperti
pasien. Tidak ada riwayat penyakit sistemik pada keluarga pasien.
1
Sistem Serebrospinal
Sistem Respirasi
nyeri dada.
Sistem Kardiovaskular
merasa berdebar-debar.
Sistem Gastrointestinal
5
6
7
muntah.
Sistem Urogenital
Sistem Integumentum
Sistem Muskuloskeletal
gerak.
D. Pemeriksaan Fisik
1
2
3
Keadaan Umum
Kesadaran
Tanda Vital
: Baik
: Compos Mentis
Suhu
: 38,4 oC
Nadi
: 99 x/menit
Pernapasan
: 20 x/menit
Status Generalis
a. Kulit :Warna coklat sawo matang, tidak ikterik, tidak pucat, tidak
ditemukan hipopigmentasi maupun hiperpigmentasi, tidak tampak
ada tanda peradangan.
b. Kepala : Simetris, bentuk normocephal, tidak tampak adanya
peradangan
jejas.
Palpasi
dan kiri, tidak ada krepitasi, dan tidak ada nyeri tekan pada
3
4
dada.
Perkusi
: Seluruh lapang paru sonor.
Auskultasi : Suara dasar paru vesikuler, tidak terdapat suara
tambahan paru.
k. Pemeriksaan Jantung
1 Inspeksi
2 Palpasi
3 Perkusi
4 Auskultasi
4) Palpasi
tidak teraba, tidak ada defence muscular, ginjal kanan kiri tidak
teraba, tidak terdapat nyeri ketok ginjal kanan dan kiri.
m. Pemeriksaan Ekstremitas
Superior : Bentuk normal anatomis tidak deformitas. Akral hangat
dan tidak edema. Tak tampak adanya jejas dan tak tampak
adanya tanda peradangan.
Inferior : Bentuk normal anatomis tidak deformitas. Akral hangat
dan tidak edema. Tak tampak adanya jejas dan tak tampak
adanya tanda peradangan.
E. Pemeriksaan Penunjang
Hemoglobin
: 11.6 g/dL
Leukosit
: 13.1 10^3/ul
Eosinofil
: 0.10 %
Basofil
: 0.30 %
Neutrofil
: 77.30 %
Limfosit
: 14.20 %
Monosit
: 6.70 %
Hematokrit
: 37 %
Eritrosit
: 6.6 10^6/ul
Trombosit
: 423 10^3/ul
MCV
: 57 fL
MCH
: 18 pg
MCHC
: 31 g/dL
Ureum
: 17.9 mg/dL
Kreatinin
: 0.79 mg/dL
SGOT
: 17.3 IU/L
SGPT
: 19.5 IU/L
S. TYPHI O
: 1/80
S. TYPHI H
: 1/160
Foto Thorax, PA
: Cor
: Tak membesar
O/
Kesadaran
Pernapasan
Kepala
Leher
Thoraks
Abdomen
Ekstremitas
Vital Sign :
TD
N
RR
T
1/3/2016
Panas dingin 10 hari,
mual (+), muntah (-), pusing
(+), nyeri dada (-), 3 hari
terakhir tidak BAB, BAK
(+)
2/3/2016
Semalam demam menggigil
(+), Pusing (+) berdenyut,
mual (+), muntah (-), batuk
(+), nyeri dada (-), sesak (-),
BAB (+) N, BAK (+) N
CM
Reguler
CA -/-, SI -/PKGB (+)
Pulmo :
SDV +/+, ST -/Chor:
SI-II murni, bising (-)
Permukaan datar
Bising usus (+) N
Perkusi tympani
Nyeri tekan epigastrik (-)
Akral hangat:
Pergelangan tangan +/+
Pergelangan kaki +/+
Edema:
Pergelangan tangan -/Pergelangan kaki -/-
CM
Reguler
CA -/-, SI +/+
PKGB (+)
Pulmo :
SDV +/+, ST -/Chor:
SI-II murni, bising (-)
Permukaan datar
Bising usus (+) N
Perkusi tympani
Nyeri tekan epigastrik (-)
Akral hangat:
Pergelangan tangan +/+
Pergelangan kaki +/+
Edema:
Pergelangan tangan -/Pergelangan kaki -/-
120/70
97x/menit
20x/menit
38o C
110/80
60x/menit
24x/menit
37,7o C
Pemeriksaan
S/
O/
Kesadaran
Pernapasan
Kepala
Leher
Thoraks
Abdomen
Ekstremitas
Vital Sign :
TD
N
RR
T
3/3/2016
Panas (-), merasa keluar
keringat dingin banyak saat
bangun pagi (+), lemas
(+),BAB (+) N, BAK (+) N
CM
Reguler
CA -/-, SI -/PKGB (-)
Pulmo :
SDV +/+, ST -/Chor:
SI-II murni, bising (-)
Permukaan datar
Bising usus (+) N
Perkusi tympani
Nyeri tekan epigastrik (-)
Akral hangat:
Pergelangan tangan +/+
Pergelangan kaki +/+
Edema:
Pergelangan tangan -/Pergelangan kaki -/90/60
72x/menit
24x/menit
36,9o C
H. Tatalaksana
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendahuluan
Kelenjar getah bening termasuk dalam susunan retikuloendotelial,
yang tersebar di seluruh tubuh. Kelenjar ini memiliki fungsi penting berupa
barier atau filter terhadap patogen atau bakteri-bakteri yang termasuk ke dalam
tubuh serta barier untuk sel-sel tumor ganas (kanker). Di samping itu kelenjar
ini mempunyai tugas untuk membentuk sel-sel limfosit darah tepi. Limfadenitis
adalah peradangan kelenjar getah bening (kelenjar limfa) regional dari lesi
primer akibat adanya infeksi dari bagian tubuh lain (Ioachim & Ratech, 2002).
Bakteri streptokokus dan stafilokokus adalah penyebab paling umum
dari limfadenitis, meskipun virus, protozoa, jamur, dan basil TB juga dapat
menginfeksi kelenjar getah bening (PDPI, 2006).
Penyakit yang melibatkan kelenjar getah bening di seluruh tubuh
termasuk infeksi sitomegalovirus, mononukleosis, toksoplasmosis, dan
brucellosis. Gejala awal limfadenitis adalah pembengkakan kelenjar yang
disebabkan oleh penumpukan cairan jaringan dan peningkatan jumlah sel darah
putih akibat respon tubuh terhadap infeksi. Pembesaran kelenjar terjadi karena
adanya hiperplasia limfoid dan terbentuknya tuberkel, kemudian terjadi
granulasi kronis, di kelenjar terjadi nekrosis dan perkejuan. Kelenjar dapat
membesar dan melekat satu dengan yang lainnya serta melekat dengan jaringan
sekitarnya, kemudian terjadi perkejuan selanjutnya terbentuk abses (Tierney, et
al., 2003).
B. Kelenjar Getah Bening
Kelenjar getah bening merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh
kita. Tubuh kita memiliki kurang lebih sekitar 600 kelenjar getah bening, tetapi
hanya di daerah submandibula (bagian bawah rahang bawah), ketiak atau lipat
paha yang teraba normal pada orang sehat (Ioachim & Ratech, 2002).
dapat mempengaruhi kelenjar getah bening atau hanya pada salah satu daerah
pada tubuh (Baratawidjaja & Iris, 2012).
Gejala awal limfadenitis adalah pembengkakan kelenjar getah bening
yang disebabkan oleh penumpukan cairan jaringan dan peningkatan jumlah sel
darah putih akibat respon tubuh terhadap infeksi, kehilangan nafsu makan, nadi
cepat, dan kelemahan (Ioachim & Ratech, 2002).
Limfadenitis dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu (Ioachim &
Ratech, 2002):
a. Infeksi bakteri streptokokus atau stafilokokus
b. Sakit tenggorokan karena bakteri
c. Infeksi gigi
d. Tuberkulosis
e. Infeksi HIV
f. Tonsilitis
g. Infeksi mikobakterial non tuberkulosis
3. Epidemiologi
Dari sebuah studi di Belanda terdapat 2.556 kasus limfadenitis, 10%
dirujuk kepada subspesialis, 3.2% membutuhkan biopsi dan 1.1% mengalami
keganasan. Studi kedokteran keluarga di Amerika Serikat hanya 3 dari 238
pasien limfadenitis yang mengalami komplikasi berat.
4. Patofisiologi
Pembesaran kelenjar getah bening dapat berasal dari akumulasi sel-sel
pertahanan tubuh yang berasal dari kelenjar getah bening itu sendiri seperti
limfosit, sel plasma, monosit, dan histiosit, atau karena datangnya sel-sel
peradangan (neutrofil) untuk mengatasi infeksi di kelenjar getah bening
(limfadenitis) (Ioachim & Ratech, 2002).
Dengan mengetahui lokasi pembesaran kelenjar getah bening maka
kita dapat mengarahkan kepada lokasi kemungkinan terjadinya infeksi atau
penyebab pembesaran kelenjar getah bening (Ioachim & Ratech, 2002).
Benjolan, bisa berupa tumor baik jinak atau ganas, bisa juga berupa
pembesaran kelenjar getah bening. Kelenjar ini ada banyak sekali di tubuh kita,
antara lain di daerah leher, ketiak, dalam rongga dada dan perut, di sepanjang
tulang belakang kiri dan kanan sampai mata kaki. Kelenjar getah bening
berfungsi sebagai penyaring bila ada infeksi lokal yang disebabkan bakteri atau
virus. Jadi, fungsinya justru sebagai benteng pertahanan tubuh (Ioachim &
Ratech, 2002).
Jika tidak terjadi infeksi, kemungkinan adalah tumor. Apalagi bila
pembesaran kelenjar didaerah-daerah tersebut di atas, pertumbuhannya cepat
dan mudah membesar. Bila sudah sebesar biji nangka, misalnya, bila ditekan
tidak sakit, maka perlu diwaspadai. Jalan terbaik, adalah dilakukan biopsi di
kelenjar tersebut. Diperiksa jenis sel-nya untuk memastikan apakah sekedar
infeksi atau keganasan. Jika tumor dan ternyata ganas, pembesaran kelenjar
akan cepat terjadi. Dalam sebulan, misalnya sudah membesar dan tak terasa
sakit saat ditekan. Beda dengan yang disebabkan infeksi, umumnya tidak
bertambah besar dan jika daerah di sekitar benjolan ditekan akan terasa sakit
(Ioachim & Ratech, 2002).
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari penyakit ini adalah kelenjar getah bening yang
terserang biasanya akan membesar dan jika diraba terasa lunak dan nyeri,
selain itu gejala klinis yang timbul adalah demam, nyeri tekan, dan tanda
radang. Kulit di atasnya terlihat merah dan teraba hangat, pembengkakan ini
akan menyerupai daging tumbuh atau biasa disebut dengan tumor. Dan untuk
memastikan apakah gejala-gejala tersebut merujuk pada penyakit limfadenitis
maka perlu adanya pengangkatan jaringan atau biopsi untuk pemeriksaan di
bawah mikroskop (Tierney, et al., 2003).
Limfadenitis ini dapat menjadi kronis. Limfadenitis kronis terjadi
ketika penderita mengalami infeksi kronis, misal pada kondisi ketika seseorang
dengan faringitis kronis akan ditemukan pembesaran kelenjar getah bening
leher (limfadenitis). Pembesaran di sini dapat ditandai oleh tanda radang yang
sangat minimal dan tidak nyeri. Pembesaran kronis yang spesifik dan masih
banyak di Indonesia adalah akibat penyakit tuberkulosis. Limfadenitis
tuberkulosis ini ditandai oleh pembesaran kelenjar getah bening, padat/keras,
multipel dan dapat berhubungan satu sama lain. Dapat pula sudah terjadi
perkejuan di seluruh kelenjar, sehingga kelenjar itu melunak seperti abses
10
tetapi tidak terasa nyeri. Apabila abses ini pecah ke kulit, lukanya sulit sembuh
oleh karena akan keluar secara terus menerus seperti fistula (Tierney, et al.,
2003).
6. Diagnosis
Diagnosis dilakukan berdasarkan gejala-gejalanya. Untuk membantu
menentukan penyebabnya, bisa dilakukan biopsi (pengangkatan jaringan untuk
diperiksa di bawah mikroskop) (Gleadle & Jonathan, 2007).
Biasanya, limfadenitis dapat didiagnosis berdasarkan gejala-gejala
dasar, dan hal itu menyebabkan infeksi sekitarnya yang nyata. Ketika penyebab
tersebut tidak dapat diidentifikasi dengan mudah, biopsi (pengangkatan dan
penelitian pada contoh jaringan di bawah mikroskop) dan kultur (contoh
dikirim ke laboratorium dan diletakkan pada kultur medium yang membiarkan
mikroorganisme
untuk
berkembang)
kemungkinan
diperlukan
untuk
11
8. Penatalaksanaan
Pengobatan limfadenitis tergantung dari organisme penyebabnya.
Untuk infeksi bakteri, dapat diberikan antibiotik per-oral (melalui mulut) atau
intravena (melalui pembuluh darah). Untuk membantu mengurangi rasa sakit,
kelenjar getah bening yang terkena dapat diberi kompres hangat. Biasanya jika
infeksi telah diobati, kelenjar akan mengecil secara perlahan dan rasa sakit
akan hilang. Terkadang kelenjar yang membesar tetap keras dan tidak lagi
terasa lunak pada perabaan (Tierney, et al., 2003).
Pembesaran kelenjar getah bening yang disebabkan oleh virus
biasanya akan sembuh sendiri, walaupun pembesaran kelenjar getah bening
dapat berlangsung mingguan (Tierney, et al., 2003).
Pengobatan pada infeksi kelenjar getah bening oleh bakteri
(limfadenitis) adalah pemberian antibiotik oral 10 hari dengan pemantauan
(Tierney, et al., 2003).
Dalam 2 hari pertama dapat diberikan flucloxacillin 25 mg/kgBB
empat kali sehari. Bila ada reaksi alergi terhadap antibiotik golongan penisilin
dapat diberikan cephalexin 25 mg/kg (sampai dengan 500 mg) tiga kali sehari
atau erythromycin 15 mg/kg (sampai 500 mg) tiga kali sehari (Tierney, et al.,
2003).
Bila penyebab limfadenopati adalah mikobakterium tuberkulosis maka
diberikan obat anti tuberkulosis selama 9-12 bulan. Bila disebabkan
mikobakterium non-tuberkulosis maka memerlukan pengangkatan kelenjar
getah bening yang terinfeksi atau bila pembedahan tidak memungkinkan atau
tidak maksimal dapat diberikan antibiotik golongan makrolida dan antimikobakterium (Tierney, et al., 2003).
9. Prognosis
Prognosis untuk pemulihan adalah baik jika segera diobati dengan
antibiotik. Dalam kebanyakan kasus, infeksi dapat dikendalikan dalam tiga
hingga empat hari. Namun, dalam beberapa kasus mungkin diperlukan waktu
beberapa minggu atau bulan untuk menghilangkan pembengkakan, panjang
pemulihan tergantung pada penyebab infeksi. Penderita dengan limfadenitis
12
yang tidak diobati dapat mengembangkan abses, selulitis, atau keracunan darah
(septikemia), yang kadang-kadang fatal (Ioachim & Ratech, 2002).
13
BAB III
KESIMPULAN
Seorang laki-laki 22 tahun mengeluh adanya pembengkakan
kelenjar di leher sebelah kanan & kiri, serta di bahu kanan di regio supra
clavicula dekstra. Bengkaknya sebesar telur puyuh, lunak serta nyeri bila
ditekan, badanya sering terasa panas dingin dan merasa lemah, selera makan
berkurang. Dari pemeriksaan fisik juga didapati lidah kotor. Dari data yang
diperoleh, diduga laki-laki tersebut menderita limfadenitis yaitu suatu
peradangan pada kelenjar getah bening yang disebabkan oleh adanya infeksi
mikroorganisme.
Untuk mengidentifikasi mikroorganisme penyebab limfadenitis
tersebut maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang seperti biopsi
dan kultur. Pemeriksaan darah rutin juga dilakukan untuk memeriksa adanya
kelainan, dan pemeriksaan Salmonella Rapid IgM dilakukan untuk
memastikan bahwa terdapat infeksi S. typhi karena pada pemeriksaan fisik
pasien didapati demam serta lidah kotor seperti khas pada penyakit demam
tifoid.
Setelah dilakukan pemeriksaan darah rutin dan Salmonella Rapid
IgM didapati kadar Hb pasien menurun dan peningkatan jumlah leukosit.
Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa pada pasien ini didapati anemia
ringan serta adanya infeksi patogen karena leukosit yang meningkat. Pasien
dicurigai sedang menderita infeksi Salmonella typhi setelah didapat hasil
Salmonella Rapid IgM test yang positif.
Pengobatan sesuai gejala harus dilakukan untuk mencegah
terjadinya komplikasi, Pengobatan gejala harus dimulai segera seperti
pemberian:
14
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim.
2011.
Swollen
Lymph
Nodes.
on
16