Tindakan eksisi
SIRKUMSISI
1. Mempersiapkan dan mengecek semua alat dan bahan yang diperlukan
2. Menempatkan alat dan bahan pada tempat yang mudah dijangkau
3. Mempersiapkan pasien (menyapa dengan ramah dan mempersilahkan pasien untuk
berbaring)
4. Melakukan anamnesis singkat (identitas, riwayat penyakit, riwayat luka, perdarahan dan
penyembuhan luka, kelainan epispadia dan hipospadia)
5. Meminta pasien membuka celana/sarung dan menenangkan pasien dengan sopan
6. Melakukan cuci tangan furbringer
7. Memakai handscoen steril
8. Desinfeksi daerah operasi mulai dari preputium sampai pubis secara sentrifugal
9. Memasang duk steril dengan benar
10. Melakukan anestesi blok n.pudendus
11. Melakukan anestesi infiltrasi sub kutan pada corpus penis ke arah proximal
12. Melakukan konfirmasi apakah anestesi telah berhasil
13. Membuka preputium perlahan-lahan dan bersihkan penis dari smegma
14. menggunakan kasa betadin sampai corona glandis terlihat.
15. Kembalikan preputium pada posisi semula
16. Klem preputium pada jam 11, 1 dan jam 6
17. Gunting preputium pada jam 12 sampai corona glandis
18. Lakukan jahit kendali mukosa – kulit pada jam 12
19. Gunting preputium secara melingkar kanan dan kiri dengan menyisakan frenulum pada
klem jam 6
20. Observasi perdarahan (bila ada perdarahan, klem arteri/vena, ligasi dengan jahitan
melingkar)
21. Jahit angka 8 pada frenulum
22. Lakukan pemotongan frenulum di distal jahitan
23. Kontrol luka dan jahitan, oleskan salep antibiotik di sekeliling luka jahitan
24. Balut luka dengan kasa steril
25. Buka duk dan handscoen, cek alat dan rapikan kembali semua peralatan
26. Pemberian obat dan edukasi pasien
HECTING LUKA
KATETER WANITA
Prosedur kala 1
Kala I dimulai dengan kontraksi uterus dan dilatasi serviks, terbagi menjadi dua fase
yaitu fase laten dan fase aktif. Fase laten adalah pembukaan serviks 1–3 cm dan
berlangsung sekitar 8 jam, sedangkan fase aktif adalah pembukaan serviks 4–10 cm
berlangsung sekitar 6 jam. Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada kala I adalah:
1. Pemeriksaan tanda vital ibu, yaitu tekanan darah setiap 4 jam serta
pemeriksaan kecepatan nadi dan suhu setiap 1 jam
2. Pemeriksaan kontraksi uterus setiap 30 menit
3. Pemeriksaan denyut jantung janin setiap 1 jam, pemeriksaan denyut jantung
bayi yang dipengaruhi kontraksi uterus dapat dilakukan dengan
prosedur cardiotocography (CTG)
4. Pemeriksaan dalam dilakukan setiap 4 jam untuk menilai dilatasi serviks,
penurunan kepala janin, dan warna cairan amnion
Prosedur Kala 2
Pada kala ini pasien dapat mulai mengejan sesuai instruksi penolong persalinan, yaitu
mengejan bersamaan dengan kontraksi uterus. Proses fase ini normalnya berlangsung
maksimal 2 jam pada primipara, dan maksimal 1 jam pada multipara. Tindakan
persalinan normal pada kala II adalah:
Kala III adalah setelah bayi lahir hingga plasenta keluar. Asuhan persalinan yang dilakukan
adalah:
Prosedur Kala IV
Kala IV adalah fase setelah plasenta lahir hingga 2 jam postpartum. Pada kala ini
dilakukan penilaian perdarahan pervaginam, bila ditemukan robekan jalan lahir maka
perlu dilakukan hecting. Setelah itu, tenaga medis harus menilai tanda-tanda vital ibu,
memastikan kontraksi uterus baik, dan memastikan tidak terjadi perdarahan postpartum.
bayi akan diberikan suntikan vitamin K intramuskular di anterolateral paha kiri, dan 1 jam
setelahnya diberikan imunisasi hepatitis Bpada anterolateral paha kanan. Memandikan
bayi selama 24 jam pertama sebaiknya dihindari untuk mencegah hipotermia.
PASANG NGT
1. Siapkan peralatan, cuci tangan, serta gunakan sarung tangan dan alat pelindung diri
lain jika diperlukan
2. Atur pasien dalam posisi duduk tegak dengan leher sedikit mendongak ke atas untuk
memudahkan pasien menelan.
3. Ukur kedalaman NGT yang akan dimasukkan dengan metode nose-ear-xiphoid (NEX),
yaitu dengan membentangkan selang dari nasal tip ke lobus telinga bagian bawah, lalu
menuju processus xiphoideus sternum.
4. Tandai kedalaman yang sudah diukur dengan menempelkan plester pada selang
5. Edukasikan kepada pasien untuk tidak melakukan perubahan posisi tubuh mendadak
atau menarik NGT selama tindakan dilakukan karena dapat menyebabkan
tercabutnya selang atau perubahan posisi selang.
6. Pegang NGT menggunakan tangan dominan dengan posisi horizontal dan paralel
dengan mulut. Masukkan NGT pada lubang hidung yang paten atau lebih lapang,
dorong perlahan hingga terasa adanya tahanan, yang menjadi tanda bahwa selang
mencapai nasofaring bagian belakang. Umumnya tahanan tercapai pada kedalaman
10–20 cm
7. Saat terasa ada tahanan, minta pasien menurunkan kepalanya agar menutup akses ke
trakea dan membuka akses ke esofagus.
8. Dorong selang kembali dengan perlahan.
9. Bila tahanan sudah berkurang, minta pasien untuk menelan atau minum segelas air
dengan sedotan, sambil memasukkan selang dilanjutkan.
10. Terus masukkan NGT hingga batas yang telah ditandai dengan plester
11.Konfirmasi posisi NGT dengan cara memasukkan 50 mL udara melalui spuit dan
mendengarkan bunyi gelembung udara yang dikenal juga sebagai suara borborygmus.
12. Setelah memastikan posisi NGT berada di lambung, lakukan fiksasi pada area hidung
pasien menggunakan plester.
13. Buang alat pelindung diri ke tempatnya dan cuci tangan setelah prosedur selesai