Anda di halaman 1dari 7

1. Buka tutup botol cairan infus.

2. Tusuk pipa saluran udara, kemudian masukkan pipa saluran infus.


3. Tutup jarum dibuka, cairan dialirkan keluar dengan membuka kran selang sehingga
tidak ada udara pada saluran infus, lalu dijepit dan jarum ditutup kembali. Tabung
tetesan diisi sampai 1⁄2 penuh.
4. Gantung kantung infus beserta salurannya pada tiang infus.
5. Cuci tangan aseptik
6. Pakai handschoen
7. Lengan penderita bagian proksimal dibendung dengan torniket.
8. Jarum diinsersikan ke dalam vena dengan bevel menghadap ke atas, sudut 30-40 derajat
9. Turunkan kateter vena sejajar kulit
10. Tarik stylet kira-kira agar tidak melukai dinding vena, dorong kateter vena sejauh 1 cm
untuk fiksasi
11. Lepas tourniquet, angkat seluruh stylet
12. Pasang infus set atau blood set yang telah terhubung ujungnya dengan kantung infus
atau kantung darah.
13. Penjepit selang infus dilonggarkan untuk melihat kelancaran tetesan.
14. Bila tetesan lancar, pangkal jarum direkatkan pada kulit menggunakan plester.
15. Tetesan diatur sesuai dengan kebutuhan.
16. Jarum dan tempat suntikan ditutup dengan kasa steril dan fiksasi dengan plester.
17. Buang sampah ke dalam tempat sampah medis, jarum dibuang ke dalam sharp disposal

Tindakan eksisi

1. Mempersiapkan pasien dalam posisi yang nyaman


2. Menandai area operasi kulit yang akan dilakukan eksisi, berbentuk elips dengan
rasio panjang dan lebar sebesar 3:1, disesuaikan dengan garis kulit
3. Mencuci tangan dan memakai sarung tangan steril
4. Melakukan desinfeksi area operasi dengan povidone iodine dan cairan alkohol
96% dengan putaran dari dalam ke luar
5. Menutup area operasi dengan duk steril
6. Memulai tindakan insisi setelah efek anestesi mulai beraksi, yaitu pasien tidak
merasakan nyeri
7. Meregangkan kulit sekitar area operasi dengan menaruh ibu jari dan jari telunjuk
di sekitar kulit yang akan di eksisi
8. Melakukan sayatan elips sejalan dengan garis kulit tempat yang akan disayat,
dengan memegang scalpel tegak lurus dari kulit

9. Melakukan pemotongan dengan scalpel hingga subkutan, bergerak sesuai


dengan garis yang sudah ditandai
10. Memegang kulit pada tepi tumor tanpa menjepit keras jaringan dengan
pinset chirurgis,kemudian melakukan eksisi dengan mengambil tumor kulit
bersama jaringan subkutan
11. Melakukan penekanan pada area perdarahan, jahit, atau elektrokoagulasi untuk
mengurangi jumlah perdarahan
12. Menjahit batas luka dengan benang jahit non-absorbable
13. Membersihkan luka dengan kassa steril yang telah dibasahi dengan cairan
normal salin
14. Memberikan salep antibiotik pada luka bekas operasi
15. Menutup bekas luka operasi dengan kasa steril dan plester penutup luka
Tindakan debridement

1. Asepsis dan antiseptik


2. Anestesi dilakukan dan dilakukan pengecekan apakah anestesi telah bekerja
3. Luka dicuci sampai bersih
4. Identifikasi      jaringan           nekrotik           dan      struktur neurovaskular.
5. Jepit jaringan nekrotik dengan pinset, gunting
6. Ulangi langkah 5 sampai semua/ sebagian besar jaringan terbuang. Sampai
jaringan sehat terlihat (sudah ada perdarahan normal)
7. Jika luka tertutup darah, cuci kembali dengan NaCl 0.9 %, lalu kembali
identifikasi jaringan nekrotik.
8. Luka dirawat terbuka
9. Ditutup dengan kasa steril dan dilakukan balut luka
10.Dilakukan rawat luka per hari setelah prosedur debridement dilakukan

SIRKUMSISI
1. Mempersiapkan dan mengecek semua alat dan bahan yang diperlukan
2. Menempatkan alat dan bahan pada tempat yang mudah dijangkau
3. Mempersiapkan pasien (menyapa dengan ramah dan mempersilahkan pasien untuk
berbaring)
4. Melakukan anamnesis singkat (identitas, riwayat penyakit, riwayat luka, perdarahan dan
penyembuhan luka, kelainan epispadia dan hipospadia)
5. Meminta pasien membuka celana/sarung dan menenangkan pasien dengan sopan
6. Melakukan cuci tangan furbringer
7. Memakai handscoen steril
8. Desinfeksi daerah operasi mulai dari preputium sampai pubis secara sentrifugal
9. Memasang duk steril dengan benar
10. Melakukan anestesi blok n.pudendus
11. Melakukan anestesi infiltrasi sub kutan pada corpus penis ke arah proximal
12. Melakukan konfirmasi apakah anestesi telah berhasil
13. Membuka preputium perlahan-lahan dan bersihkan penis dari smegma
14. menggunakan kasa betadin sampai corona glandis terlihat.
15. Kembalikan preputium pada posisi semula
16. Klem preputium pada jam 11, 1 dan jam 6
17. Gunting preputium pada jam 12 sampai corona glandis
18. Lakukan jahit kendali mukosa – kulit pada jam 12
19. Gunting preputium secara melingkar kanan dan kiri dengan menyisakan frenulum pada
klem jam 6
20. Observasi perdarahan (bila ada perdarahan, klem arteri/vena, ligasi dengan jahitan
melingkar)
21. Jahit angka 8 pada frenulum
22. Lakukan pemotongan frenulum di distal jahitan
23. Kontrol luka dan jahitan, oleskan salep antibiotik di sekeliling luka jahitan
24. Balut luka dengan kasa steril
25. Buka duk dan handscoen, cek alat dan rapikan kembali semua peralatan
26. Pemberian obat dan edukasi pasien

HECTING LUKA

1. Cuci tangan dan memakai handscoen


2. Membersihkan luka dengan cairan antiseptik
3. Memberikan anestesi di jaringan sekitar luka dengan anestesi lokal
(lidocaine)
4. Memasang duk steril
5. Memegang jarum menggunakan klem kemudian mulai menjahit luka.
6. Mengikat benang dengan menggunakan simpul potong benang, sisakan
sepanjang 1 mm untuk jahitan dalam dan 0.65 cm untuk jahitan luar
7. Melanjutkan jahitan luka sampai terjadi penutupan luka
8. Memberikan desinfektan pada jahitan
9. Menutup dengan kassa steril dan hipafix
10.Membersihkan alat
11.Melepas sarung tangan dan mencuci tangan

KATETER WANITA

1. cuci tangan dan buka alat kateter


2. Ambil selang kateter dengan menggunakan tangan kanan, oleskan lubrikan atau gel
lidokain di ujung selang kateter
3. Gunakan tangan kiri untuk membuka labia dengan ibu jari dan jari telunjuk, sehingga
tangan ini menjadi tidak steril
4. Masukan selang kateter ke dalam uretra dengan perlahan dan lembut, minta pasien
menarik nafas dalam untuk mengurangi rasa sakit, lanjutkan memasukan selang kateter
sampai urin keluar sebagai tanda selang telah mencapai kandung kemih
5. kembangkan balon pada ujung kateter foley dengan memompa air steril dengan spuit
melalui lubang inflasi (cuff inflation port), pastikan pasien merasa nyaman dan tidak
nyeri saat balon dikembangkan
6. Tarik sedikit selang kateter untuk memastikan balon kateter sudah memfiksasi posisi
selang kateter
7. Pasang ujung selang kateter tempat urin keluar ke penampung urin (urine bag)
8. Fiksasi selang kateter dengan menggunakan plester yang direkatkan ke paha pasien,
atau ke tempat khusus untuk kateter (catheter stand)
9. Bereskan peralatan, pastikan kembali pasien merasa nyaman, lepaskan sarung tangan,
dan lakukan prosedur cuci tangan

TOLONG PARTUS NORMAL

Prosedur kala 1

Kala I dimulai dengan kontraksi uterus dan dilatasi serviks, terbagi menjadi dua fase
yaitu fase laten dan fase aktif. Fase laten adalah pembukaan serviks 1–3 cm dan
berlangsung sekitar 8 jam, sedangkan fase aktif adalah pembukaan serviks 4–10 cm
berlangsung sekitar 6 jam. Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada kala I adalah:

1. Pemeriksaan tanda vital ibu, yaitu tekanan darah setiap 4 jam serta
pemeriksaan kecepatan nadi dan suhu setiap 1 jam
2. Pemeriksaan kontraksi uterus setiap 30 menit
3. Pemeriksaan denyut jantung janin setiap 1 jam, pemeriksaan denyut jantung
bayi yang dipengaruhi kontraksi uterus dapat dilakukan dengan
prosedur cardiotocography (CTG)
4. Pemeriksaan dalam dilakukan setiap 4 jam untuk menilai dilatasi serviks,
penurunan kepala janin, dan warna cairan amnion

Prosedur Kala 2

Pada kala ini pasien dapat mulai mengejan sesuai instruksi penolong persalinan, yaitu
mengejan bersamaan dengan kontraksi uterus. Proses fase ini normalnya berlangsung
maksimal 2 jam pada primipara, dan maksimal 1 jam pada multipara. Tindakan
persalinan normal pada kala II adalah:

1. Persiapan melahirkan kepala bayi


2. Jaga perineum dengan cara menekannya menggunakan satu tangan yang
dilapisi dengan kain kering dan bersih
3. Jaga kepala bayi dengan tangan sebelahnya agar keluar dalam posisi defleksi,
bila perlu dilakukan episiotomi
4. Periksa apakah ada lilitan tali pusat pada leher, jika terdapat lilitan maka dicoba
untuk melepaskannya melalui kepala janin, jika lilitan terlalu ketat maka klem dan
potong tali pusat
5. Persiapan melahirkan bahu bayi setelah kepala bayi keluar dan terjadi putaran
paksi luar
6. Posisikan kedua tangan biparietal atau di sisi kanan dan kiri kepala bayi
7. Gerakkan kepala secara perlahan ke arah bawah hingga bahu anterior tampak
pada arkus pubis
8. Gerakkan kepala ke arah atas untuk melahirkan bahu posterior
9. Pindahkan tangan kanan ke arah perineum untuk menyanggah bayi bagian
kepala, lengan, dan siku sebelah posterior, sedangkan tangan kiri memegang
lengan dan siku sebelah anterior
10. Pindahkan tangan kiri menelusuri punggung dan bokong, dan kedua tungkai kaki
saat dilahirkan
11. Saat proses melahirkan kala II ini, dilarang mendorong abdomen ibu karena
dapat menyebabkan komplikasi ruptur uteri.
Prosedur Kala III

Kala III adalah setelah bayi lahir hingga plasenta keluar. Asuhan persalinan yang dilakukan
adalah:

1. Periksa adakah bayi ke-2


2. Suntikkan oksitosin intramuskular pada lateral paha ibu, atau intravena bila
sudah terpasang infus
3. Pasang klem tali pusat 3 cm dari umbilikus bayi, lalu tali pusat ditekan dan
didorong ke arah distal atau ke sisi plasenta, dan pasang klem tali pusat ke-2
sekitar 2 cm dari klem pertama
4. Gunting tali pusat di antara kedua klem, hati-hati dengan perut bayi
5. Lalu bayi diberikan kepada petugas kesehatan lain yang merawat bayi, atau
bayi segera diletakkan di dada ibu untuk inisiasi menyusu dini (IMD)
6. Lakukan peregangan tali pusat saat uterus berkontraksi untuk mengeluarkan
plasenta
7. Cara peregangan tali pusat adalah satu tangan membawa klem ke arah bawah,
sedangkan tangan lainnya memegang uterus sambil didorong ke arah dorso
kranial
8. Jika tali pusat bertambah panjang maka pindahkan klem hingga jarak 5-10 cm
dari vulva ibu, lakukan peregangan tali pusat berulang dengan perlahan hingga
plasenta lahir spontan
9. Jika dalam 30 menit plasenta tidak lahir spontan, atau terjadi retensio plasenta,
maka lakukan manual plasenta
Saat proses melahirkan plasenta, dilarang menarik tali pusat terlalu keras karena dapat
menyebabkan plasenta keluar tidak utuh. Plasenta yang keluar harus diperiksa apakah
keluar utuh. Jaringan plasenta yang tertinggal di dalam uterus dapat menyebabkan
komplikasi di masa nifas seperti infeksi postpartum atau perdarahan pervaginam.

Prosedur Kala IV

Kala IV adalah fase setelah plasenta lahir hingga 2 jam postpartum. Pada kala ini
dilakukan penilaian perdarahan pervaginam, bila ditemukan robekan jalan lahir maka
perlu dilakukan hecting. Setelah itu, tenaga medis harus menilai tanda-tanda vital ibu,
memastikan kontraksi uterus baik, dan memastikan tidak terjadi perdarahan postpartum.
bayi akan diberikan suntikan vitamin K intramuskular di anterolateral paha kiri, dan 1 jam
setelahnya diberikan imunisasi hepatitis Bpada anterolateral paha kanan. Memandikan
bayi selama 24 jam pertama sebaiknya dihindari untuk mencegah hipotermia.

PASANG NGT

1. Siapkan peralatan, cuci tangan, serta gunakan sarung tangan dan alat pelindung diri
lain jika diperlukan
2. Atur pasien dalam posisi duduk tegak dengan leher sedikit mendongak ke atas untuk
memudahkan pasien menelan. 
3. Ukur kedalaman NGT yang akan dimasukkan dengan metode nose-ear-xiphoid (NEX),
yaitu dengan membentangkan selang dari nasal tip ke lobus telinga bagian bawah, lalu
menuju processus xiphoideus sternum.
4. Tandai kedalaman yang sudah diukur dengan menempelkan plester pada selang
5. Edukasikan kepada pasien untuk tidak melakukan perubahan posisi tubuh mendadak
atau menarik NGT selama tindakan dilakukan karena dapat menyebabkan
tercabutnya selang atau perubahan posisi selang.
6. Pegang NGT menggunakan tangan dominan dengan posisi horizontal dan paralel
dengan mulut. Masukkan NGT pada lubang hidung yang paten atau lebih lapang,
dorong perlahan hingga terasa adanya tahanan, yang menjadi tanda bahwa selang
mencapai nasofaring bagian belakang. Umumnya tahanan tercapai pada kedalaman
10–20 cm
7. Saat terasa ada tahanan, minta pasien menurunkan kepalanya agar menutup akses ke
trakea dan membuka akses ke esofagus.
8. Dorong selang kembali dengan perlahan.
9. Bila tahanan sudah berkurang, minta pasien untuk menelan atau minum segelas air
dengan sedotan, sambil memasukkan selang dilanjutkan.
10. Terus masukkan NGT hingga batas yang telah ditandai dengan plester
11.Konfirmasi posisi NGT dengan cara memasukkan 50 mL udara melalui spuit dan
mendengarkan bunyi gelembung udara yang dikenal juga sebagai suara borborygmus.
12. Setelah memastikan posisi NGT berada di lambung, lakukan fiksasi pada area hidung
pasien menggunakan plester.
13. Buang alat pelindung diri ke tempatnya dan cuci tangan setelah prosedur selesai

Anda mungkin juga menyukai