Anda di halaman 1dari 31

REFERAT

ANATOMI DAN FISIOLOGI FARING DAN LARING

Disusun Oleh:
Mciehelle Mary Moses
160100230

Pembimbing:

dr. Indri Adriztina, M.Ked(ORL-HNS) Sp. T.H.T.K.L

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah berjudul
”Anatomi dan Fisiologi Faring dan Laring”. Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
Dalam proses penyusunan laporan kasus ini, penulis menyampaikan penghargaan dan terima
kasih kepada dr. Indri Adriztina, M.Ked (ORL-HNS) Sp. T.H.T.K.L selaku dosen
pembimbing yang telah membimbing dan membantu penulis selama proses penyusunan
makalah.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan penulisan makalah di
kemudian hari. Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan dapat menjadi
bahan rujukan bagi penulisan ilmiah di masa mendatang.

Medan,20 Mei 2021

Michelle Mary Moses

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan pada tanggal :

Nilai :

Penguji

dr. Indri Adriztina, M.Ked(ORL-HNS) Sp. T.H.T.K.L

iii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................................... ii


Halaman Pengesahan............................................................................................. iii
Daftar Isi .................................................................................................................iv

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan ................................................................................... 1
1.3 Manfaat Penulisan ................................................................................. 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 3
2.1 Anatomi Faring ..................................................................................... 3
2.2 Fisiologi Faring ..................................................................................... 10
2.3 Anatomi Laring ..................................................................................... 11
2.4 Fisiologi Laring ..................................................................................... 23
BAB III. KESIMPULAN .....................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................26

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Otolaringologi adalah cabang ilmu kedokteran yang khusus meneliti diagnosis dan
pengobatan penyakit telinga, hidung, tenggorok serta kepala dan leher. Di Indonesia, cabang
kedokteran ini populer dengan nama Ilmu Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala Leher
atau THT-KL.
Sebelum memperdalam ilmu THT ini perlu diketahui anatomi dan fisiologi dari masing
masing orang tersebut agar dapat juga dengan mudah melakukan suatu pemeriksaan fisik THT
dan juga tindakan tindakan yang perlu dilakukan dalam mengatasi penyakit-penyakit yang
berhubungan dengan telinga, hidung dan tenggorokan.
Sistem respirasi merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk menjalani kehidupan
sehari-hari. Hal tersebut penting karena respirasi merupakan proses pertukaran gas di dalam
tubuh. Respirasi menghirup oksigen yang diperlukan tubuh untuk melakukan berbagai aktivitas
dan mengeluarkan berbagai gas beracun yang tidak diperlukan tubuh setelah proses di dalam
tubuh. Di dalam sistem respirasi terbagi atas dua bagian yaitu sistem respirasi atas dan sistem
respirasi bawah.
Faring dan organ-organ lainnya termasuk dalam sistem respirasi atas. Faring memiliki
topografi struktur yang khas yang setiap bagiannya memiliki fungsi dan bentuk yang berbeda-
beda. Selain itu, pendarahan dan persarafan faring dan organ sekitar faring serta fungsi sfingter
laring dan gerakan plica vocalis juga penting bagi sistem respirasi atas agar dapat menjalankan
aktivitasnya dengan baik. Kelainan atau gangguan pada faring dapat menggangu proses
pernafasan atau respirasi dan proses menelan yang dapat menggangu sistem di dalam tubuh.

1.2 TUJUAN PENULISAN

Penyusunan makalah ini dilakukan untuk mengetahui dan memahami anatomi dan
fisiologi tenggorokan yaitu faring dan laring, selain itu penyusunan makalah ini juga dilakukan

1
untuk memenuhi persyaratan pelaksanaan kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di
Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
Malik Medan.

1.3 MANFAAT PENULISAN

Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap penulis dan pembaca
terutama yang terlibat dalam bidang medis mengenai anatomi dan fisiologi tenggorokan yaitu
faring dan laring.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI FARING

Faring dibagi 3 bagian yaitu: nasofaring, orofaring, hipofaring atau laringofaring. Nasofaring
berhubungan dengan hidung melalui koana. Orofaring dibatasi oleh palatum mole pada bagian
atas dan bagian atas epiglotis pada bagian bawah. Hipofaring dibatasi setinggi dasar lidah dan
meluas sampai bagian bawah kartilago krikoid.(Lubis and Jayanthi, 2019)

Faring merupakan suatu saluran fibromuskuler yang berbentuk seperti corong, yang besar
pada bagian atas dan menyempit pada bagian bawah. Batas atas faring adalah dasar tengkorak
yang berhubungan dengan hidung melalui koana dan ke depan berhubungan dengan rongga
mulut melalui isthmus orofaring serta kebawah menyambung dengan esofagus setinggi vertebra
servikal.(Malhotra et al., 2006)

Fungsi dari faring adalah sebagai kelanjutan dari rongga pencernaan, menyediakan jalur dari
rongga mulut yang tepat ke kerongkongan. Selain itu, faring berkomunikasi dengan rongga
hidung, rongga telinga tengah, dan laring. Faring sering digambarkan dari tampilan eksterior dan
perspektif interior. Berdasarkan lokasinya, bagian dalam faring sering dipisahkan menjadi tiga
bagian; nasofaring, orofaring, dan laringofaring. (Malhotra et al., 2006)

Faring terdiri daripada nasofaring, orofaring, dan laringofaring (hipofaring). Secara


regional, faring terbagi menjadi tiga bagian dari superior ke inferior: -Faring hidung, terletak di
belakang lubang hidung posterior (choanae), faring oral, terletak di belakang pembukaan rongga
mulut, dan faring laring, terletak di belakang saluran masuk (pembukaan) laring. (Lubis and
Jayanthi, 2019)

3
Gambar 2.1 Anatomi Faring

Gambar 2.2 Anatomi Faring Bagian Posterior Atlas of Human Anatomy 4TH Edition

4
Nasofaring

Nasofaring adalah bagian atas tenggorokan (faring) yang terletak di belakangan hidung.
Nasofaring berbentuk seperti sebuah kotak berongga dan terletak di bagian lunak atap mulut (soft
palate) dan terletak di belakang hidung.(Setiawan, 2010)

Gambar 2.3 Anatomi Rongga Hidung (Donner, Bosnia and Robertson, 1985)

Nasofaring berfungsi untuk melewatkan udara dari hidung menuju ke tenggorokan yang
akhirnya ke paru-paru. Bagian atas nasofaring dibentuk oleh korpus sfenoid dan prosesus basilar
os oksipital. Sebelah anterior oleh koana dan pallatum mole, dan sebelah posterior dibentuk oleh
vertebra vertikalis, sebelah inferior nasofaring dilanjutkan oleh orofaring. Orificium tuba
eustachius terletak pada dinding lateral dari nasofaring, dibelakang ujung konka inferior. Di
sebelah atas dan belakang dari orifisium tuba eustachius terdapat penonjolan yang dibentuk oleh
kartilago eustachius. Dibawah dari ujung posterior penonjolan tersebut terdapat suatu lipatan
yang kuat yaitu membran salpingofaringeal. Lipatan membran mukosa yang tidak terlalu
menonjol yaitu membran salpingopalatina, meluas ke bagian bawah di depan orifisium
eustachius. Kantung disudut faring diantara tepi posterior kartilago eustachius dan dinding
posterior dikenal sebagai fosa rosenmuller. Jaringan adenoid juga sering kali ditemukan disekitar
orifisium tuba. Atap serta dinding posterior nasofaring merupakan tempat kedudukan jaringan
limfoid. Nasofaring sendiri diliputi oleh epitel torak bersilia berlapis semu. Jaringan adeniod di
nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa

5
rossenmuller dan orifisium tuba eustachius. Adenoid terdiri dari jaringan limfoid, yang termasuk
dalam retikulum jaringan ikat fibrosa yang kuat walaupun lunak. Nasofaring diperdarahi melalu
cabang arteri karotis eksterna, yaitu faringeal desenden dan asenden serta cabang faringeal arteri
sfenopalatina. Darah vena keluar dari pembuluh darah balik faring di permukaan luar dari
dinding muskuler yang menuju pleksus pterigoid dan vena jugularis interna. Daerah nasofaring
mendapat persarafan dari saraf sensorik yang terdiri dari saraf glossofaringeus (N.IX) serta
cabang maxilla dari nervus trigeminus (N.V), yang menuju kebagian anterior nasofaring.(Ramli,
2014)

Batas bagi faring:

Superior Dasar tengkorak


Inferior Pallatum Molle
Anterior Khoana
Posterior Vert.Cervicalis

Orofaring

Batas orofaring adalah tepi bawah langit-langit lunak superior dan tulang hyoid di bagian
inferior. Batas anterior dibentuk oleh saluran masuk orofaringeal dan dasar lidah, dan batas

6
posterior dibentuk oleh otot konstriktor faring superior dan tengah serta mukosa di
atasnya.(Perlman, 1996)
Orofaring berkomunikasi dengan rongga mulut melalui saluran masuk orofaring, di mana
ia menerima bolus makanan. Lubang masuk orofaring terbuat dari lipatan palatoglosus lateral,
tepat di anterior tonsil palatina. Lipatan itu sendiri terbuat dari otot palatoglossus, yang berasal
dari langit-langit itu sendiri dan mukosa di atasnya.(Perlman, 1996)
Di bagian inferior, sepertiga posterior lidah, atau dasar lidah, melanjutkan batas anterior
orofaring. Vallekula, yang merupakan ruang antara dasar lidah dan epiglotis, membentuk batas
inferior orofaring. Ini biasanya di tingkat tulang hyoid.(Perlman, 1996)
Batas bagi orofaring:
Superior Palatum Molle
Inferior Tepi atas epiglottis
Anterior Ismus Fausium
Posterior Vert.Cervicalis

Hipofaring
Hipofaring dimulai pada tingkat tulang hyoid di mana berbatasan dengan orofaring
bagian superior dan ke servikal esofagus pada bagian bawah pada daerah kartilago krikoid
inferor. Tiga bagian yang penting dalam membentuk hipofaring: lateral sinus piriform,
postcricoid bagian anterior, dan dinding faring posterior. Daerah postkrikoid merupakan
mukosa yang melapisi bagian posterior cincin krikoid. Daerah ini meluas dari tulang
rawan arytenoid ke batas inferior kartilago krikoid. Kedekatan sinus piriformis dan
daerah postcricoid ke laring dapat menyebabkan invasi langsung tumor daerah ini ke
dalam ruang paraglotik dan pada kerangka laring. Sepasang sinus piriformis terletak dalam
bentuk piramida terbalik yang dimulai pada lipatan faringoepiglotik superior dan pada
puncak menyatu kedalam esofagus servikal pada batas bawahnya Posterior dinding faring
adalah bagian dari hipofaring menutupi tulang belakang. Tumor daerah ini bisa langsung
menyerang ruang potensial retrofaringeal, otot paraspinal, dan fasia prevertebral, yang membuat
reseksi lengkap sangat sulit. 1 Lapisan hipofaring adalah epitel skuamosa bertingkat yang
menutupi jaringan submukosa areolar lapisan longgar, diikuti oleh lapisan otot yang
terdiri dari otot krikoarytenoid posterior pada bagian anterior dan konstriktor faringeal

7
inferior/tengah pada bagian posterior dan lateral. Struktur ini diapit oleh fasia
bukofaringeal. Lapisan otot ini penting karena ekstensi tumor dari mukosa krikoid posterior
dapat menyerang ke otot posterior krikoarytenoid menyebabkan pita suara terfiksasi, dan otot-
otot konstriktor inferior.(Donovan et al., 1994)

Batas bagi laringofaring:


Superior Tepi atas epiglottis
Inferior Esofagus
Anterior Laring
Posterior Vert.Cervicalis

Vaskularisasi Faring
Faring menerima suplai darah dari berbagai sumber, bergantung pada lokasi anatomis.
Bagian atas faring menerima darah dari cabang faring dari arteri faring yang naik dan cabang-
cabang yang turun dari arteri palatina yang lebih rendah. Bagian bawah faring menerima suplai
darah dari arteri tiroid inferior dan arteri tiroid superior. Sisa faring menerima darah dari cabang
palatina naik dan tonsil dari arteri fasial serta dari arteri maksilaris.(Lubis and Jayanthi, 2019)

Otot Suplai darah


Konstriktor faring superior Arteri pharyngea ascendens
Arteri fasialis
Konstriktor pharyngeal middle Arteri pharyngea ascendens
Arteri fasialis
Konstriktor pharyngeal inferior Arteri pharyngea ascendens
Arteri tiroid inferior

Palatopharyngeus Arteri fasialis


Arteri maksilaris
Arteri pharyngea ascendens

8
Salpingopharyngeus Arteri fasialis
Arteri maksilaris
Arteri pharyngea ascendens
Stylopharyngeus Arteri pharyngea ascendens
Tabel 2.1 Otot Utama Faring dan Suplai Darah Masing-Masing(Lubis and Jayanthi, 2019)

Persarafan

Sebagian besar persarafan sensoris faring berasal dari saraf glossopharyngeal, khususnya
cabang faring dan tonsil (saraf kranial IX), kecuali bagian anterior nasofaring, yang dipersarafi
oleh cabang saraf rahang atas (saraf kranial V2) yang disebut saraf faring.
Saraf faring adalah saraf sensorik kecil yang melewati kanal palatovaginal atau faring dengan
cabang arteri yang menyertainya (arteri faring yang bercabang dari arteri maksilaris), yang
berada di antara tulang sphenoid dan palatine dan memberikan sensasi ke bagian-bagiannya. dari
nasofaring dan tabung pendengaran.(Setiawan, 2010)
Cabang faring saraf kranial IX muncul sebelum saraf glossopharyngeal berjalan erat
dengan otot stylopharyngeus. Cabang faring kemudian bergabung dengan cabang faring saraf
vagus (saraf kranial X), serta bagian kranial saraf aksesori tulang belakang, yang kemudian
berlanjut ke pleksus faring yang terletak di dalam fasia eksternal faring. Meskipun cabang faring
menyediakan sebagian besar persarafan sensorik, cabang tonsil dari saraf glossopharyngeal
secara langsung memasok isthmus oropharyngeal saat berkomunikasi dengan saraf palatina yang
lebih rendah (dari saraf kranial V2). Selain itu, cabang palatine yang lebih rendah dari saraf
rahang atas menyediakan serat sensorik untuk langit-langit lunak. Patut dicatat bahwa cabang
faring dan palatina minor muncul dari divisi maksila saraf trigeminal di fossa pterigopalatina.
Faring terdiri dari 6 otot utama: konstriktor faring superior, konstriktor faring tengah,
stylopharyngeus konstriktor faring inferior, salpingopharyngeus, dan palatopharyngeus. Semua
masukan motorik berasal dari cabang faring dan laring superior dari saraf vagus (saraf kranial X)
melalui pleksus faring, kecuali stylopharyngeus. Sebaliknya, otot stylopharyngeus mendapatkan
persarafan motorik dari saraf glossopharyngeal (saraf kranial IX) dari serabut nukleus
ambiguous.(Setiawan, 2010)

9
2.2 Fisiologi Faring

Fungsi utama dari faring adalah untuk respirasi, menelan, resonansi suara dan artikulasi.
Fungsi faring dalam menelan memiliki tiga fase yaitu, fase oral, fase faringeal, dan fase
esofageal. Pada fase oral, bolus makanan akan di salurkan dari mulut menuju faring dengan
gerakan voluntary. Fase faringeal yaitu saat transfer bolus makanan melalui faring dengan
gerakan involuntary. Pada fase esofagal terjadi gerakan involuntary, dimana bolus makanan
secara peristaltik di esofagus menuju lambung.(Lubis and Jayanthi, 2019)

Langkah yang sebenarnya adalah; pengunyahan makanan dilakukan pada sepertiga


tengah lidah. Elevasi lidah dan palatum mole mendorong bolus ke orofaring. Otot suprahiod
berkontraksi, elevasi tulang hyoid dan laring dengan demikian membuka hipofaring dan sinus
piriformis. Secara bersamaan otot laringis intrinsic berkonstraksi dalam gerakan seperti sfingter
untuk mencegah aspirasi. Gerakan yang kuat dari lidah bahagian belakang akan mendorong
makanan ke bawah melalui orofaring, gerakan dibantu oleh kontraksi otot konstriktor faringis
media dan superior. Bolus dibawa melalui introitus esofagus ketika otot konstriktor faringis
inferior berkontraksi dan otot krikofaringeus berelaksasi. Peristaltik dibantu oleh gaya berat,
menggerakkan makanan melalui esofagus dan masuk ke lambung.(Perlman, 1996)

Fungsi faring yang lain adalah artikulasi. Dimana proses ini diakibatkan karena gerakan
pendekatan palatum mole ke arah dinding belakang faring. Gerakan tersebut terjadi sangat cepat
yang melibatkan musculus salpingo faring dan musculus palatofaring. Saat gerakan penutupan

10
musculus levator veli palatini akan menarik palatum mole ke belakang.(Lubis and Jayanthi,
2019)

2.3. ANATOMI LARING

Laring merupakan bagian terbawah pada saluran napas bagian atas. Bentuk laring seperti
limas segitiga dengan bagian atas lebih besar dari bagian bawah. Fungsi utama laring adalah
untuk melindungi saluran pernapasan dibawahnya dengan cara menutup secara cepat pada saat
stimulasi mekanik, sehingga mencegah masuknya benda asing ke dalam saluran napas. Laring
juga berfungsi sebagai penghasil suara (fonasi).
Laring merupakan struktur muskuloligamen dan kartilago yang terletak setentang pada
vertebra C3-C6 dan terletak diantara laringofaring yang diatas dan trakea yang di bawah. Laring
dapat terletak lebih tinggi pada wanita dewasa dan anak-anak. Setelah pubertas, laring pria
terjadi pembesaran yang signifikan disbanding wanita (pembesaran kartilago-kartilago, kartilago
tiroid pria membesar sampai usia 40 tahun). Hal ini disebabkan oleh hormon testosteron. Secara
anterior, laring dilapisi oleh kulit, fasia dan otot-otot infrahyoid (M. sternohyoideus, M.
omohyoiudeus, M. sternothyroideus dan M. thyrohyoideus). Laring tersusun dari 3 kartilago
besar yang tidak berpasangan (cricoidea, thyroidea, epiglottis), 3 kartilago kecil yang
berpasangan (arytenoidea, corniculata, cuneiform), dan sejumlah otot ekstrinsik maupun
intrinsic. Batas atas laring adalah aditus laring, sedangkan batas bawahnya adalah batas kaudal
kartilago krikoid.(Nasri et al., 1997)

Gambar 2.4 Laring

11
Struktur Penyangga Laring
Pertulangan laring dibentuk oleh sekumpulan kartilago yang disatukan oleh ligamen dan
membran fibrosa, serta digerakkan oleh otot. Tulang hyoid melekat pada laring. Kartilago laring
terdiri atas dari 3 kartilago besar yang tidak berpasangan (cricoidea, thyroidea, epiglottis) dan 3
kartilago kecil yang berpasangan (arytenoidea, corniculata, cuneiform). (Nasri et al., 1997)
Otot skeletal pada laring melekat pada kartilago laring yang berfungsi untuk menentukan
tegangan pada plica vocalis serta membuka dan menutup rima glottidis Pembukaan dan
penutupan rima glottidis oleh plica vocalis penting digunakan saat menelan (menghindari
aspirasi ke trakea) dan pengaturan fonasi. Getaran dari plica vocalis menghasilkan suara saat
udara melewati rima glottidis. Di sini muskulus krikoartenoid posterior berperan penting untuk
mempertahankan pembukaan rima glotidis. Daerah khas yang perlu diingat adalah: (‘Acta
Otolaryngol92: 167-171, 1981 MORPHOLOGICAL STUDY OF THE LARYNGEAL
ANTERIOR COMMISSURE WITH REGARD TO THE SPREAD OF CANCER F. Bagatella
and L. Bignardi’, 1981)
1. C3 setentang dengan badan os. hyoideum
2. C3-C4 setentang dengan batas atas cartilage thyroidea dan bifurfikasi arteri carotis
communis
3. C4-C5 setentang dengan cartilago thyroidea
4. C6 setentang ddengan cartilago cricoidea

a) Epiglotis
Epiglotis merupakan struktur fibrokartilago yang elastis berbentuk seperti daun,
terletak secara oblik di belakang lidah dan os. hyoid. Ada dua bagian, yaitu bagian lebar
diatas dam bagian tangkai (petiolus) yang sempit di bawah. Ligamen thyroepiglottic
menggabungkan bagian tangkai dengan prominentia laryngea. Sisi kiri dan kanan
epiglottis melekat pada kartilago arytenoidea oleh plica aryepiglottica. Bagian anterior
bebas yang menghadap faring dilapisi oleh mukosa (non-keratinized squamous
stratified), sedangkan bagian anterior yang di belakang os. hyoid dan membrana
thyrohyoidea ada ligamen hyoepiglottika (menghubungkan epiglottis dengan os. hyoid)
dan jaringan adiposa yang berada di ruang pre-epiglotis (menghubungkan epiglottis
dengan membrana thyrohyoidea). Bagian dalam dilapisi oleh mukosa berlapis bersilia.

12
Saat menelan terjadi pergerakan os. hyoid kedepan dan keatas, kontraksi muskulus
aryepiglottika serta peninggian tekanan pada dasar lidah, sehingga epiglottis bengkok
kearah posterior. Makanan melewati bagian permukaan anteriornya dan tidak masuk ke
pintu laring.(Nasri et al., 1997)

Gambar 2.5 Tampang lateral dan posterior laring


b) Kartilago thyroidea
Kartilago thyroidea merupakan kartilago laring terbesar yang terdiri dari dua lamina
berbentuk kuadilateral. Gabungan kedua lamina bagian anterior pada 2/3 inferior membentuk
suatu penonjolan ke luar yang dinamakan prominentia laringea atau disebut juga sebagai Adam’s
apple. Prominentia laryngea yang lebih menonjol menyebabkan plika vocalis yang lebih panjang,
sehingga menghasilkan pitch yang lebih dalam. Diatas prominentia laryngea, terdapat incisura
thyroidea superior yang memisahkan kedua lamina 1/3 superior. Sepanjang batas superior
lamina, terdapat membrana thyrohyoidea yang menempel, menggabungkan lamina dengan os.
hyoideum. Pada tampak posterior, lamina tidak bergabung dan tampak dua batas posterior
lamina yang memanjang kearah superior dan inferior. Kedua batas atas posterior disebut sebagai
cornu superius, dan yang inferior disebut sebagai cornu inferius. Batas inferior terdapat dua
bagian, yaitu daerah median (perlekatan lamina) yang dilekat oleh ligament cricothyroideum
medianum (menggabungkan lamina dengan kartilago cricoidea) dan kedua bagian lateral yang
terdapat penonjolan, disebut sebagai tuberkulus thyroid inferior. (‘Acta Otolaryngol92: 167-171,
1981 MORPHOLOGICAL STUDY OF THE LARYNGEAL ANTERIOR COMMISSURE
WITH REGARD TO THE SPREAD OF CANCER F. Bagatella and L. Bignardi’, 1981)

13
c) Cartilago Cricoidea
Cartilago cricoidea berartikulasio dengan cartilago thyroidea dan sepasang cartilago
arytenoidea oleh ligament cricothyroideum. Cartilago cricoidea merupakan satu satunya
kartilago laring yang berbentuk cincin penuh. Ukurannya lebih kecil, namun lebih tebal dan
kuat daripada cartilago thyroidea dengan arkus anterior yang lancip dan lamina posterior
yang datar. Arkus dapat dipalpasi dibawah prominetia laryngea setelah ada depresi oleh
ligament cryothyroideum medianum. Permukaan posterior lamina berisi 2 cekungan oval,
yang berfungsi sebagai tempat perlekatan untuk muskulus cricoarytenoideus posterior,
dipisahkan oleh punggungan garis tengah vertikal yang berfungsi sebagai perlekatan pada
esofagus. Batas bawah tulang rawan crikoidea dihubungkan ke cincin trakea pertama oleh
ligamentum crikotracheal. Batas atas tulang rawan crikoidea memberikan perlekatan pada
ligamentum cricothyroidea di garis tengah anterior, otot cricothyroid pada aspek lateral, dan
sepasang tulang rawan arytenoidea di kedua sisi aspek posterior. (Nasri et al., 1997)

Gambar 2.6 Tampang superior cartilago cricoidea


d) Cartilago Arytenoidea
Kartilago arytenoidea membentuk bagian laring tempat ligamen vokal dan pita suara
menempel. Mereka berbentuk piramidal dan memiliki 3 permukaan, satu alas, dan satu
puncak. Mereka terletak lebih tinggi dari kartilago krikoid di bagian posterior laring,
dengan dasar kartilago arytenoid berartikulasi di kedua sisi dengan aspek posterior dari
batas atas lamina krikoid. Sudut anterior pangkal tulang rawan arytenoid memanjang
untuk membentuk proses vokal untuk perlekatan ligamen vokal, sedangkan sudut lateral
memanjang untuk membentuk proses otot untuk perlekatan otot krikaritenoid posterior
dan lateral.(Onuk, Haziroǧlu and Kabak, 2010)

14
Permukaan posterior kartilago arytenoid memberikan perlekatan pada otot arytenoid.
Permukaan anterolateral memiliki 2 cekungan untuk menempel pada pita suara palsu
(ligamentum vestibular) dan otot vokalis. Permukaan medial memiliki lapisan mukosa
yang membentuk aspek lateral bagian pernapasan dari glotis. Puncak kartilago arytenoid
menunjuk dan berartikulasi dengan kartilago kornikulata. (Onuk, Haziroǧlu and Kabak,
2010)
e) Kartilago Cornikulata
Kartilago kornikulata adalah 2 tulang rawan kerucut kecil yang berartikulasi dengan
apeks dari kartilago arytenoid, berfungsi untuk memperpanjangnya ke posterior dan medial.
Mereka terletak di bagian posterior lipatan aryepiglotis dari selaput lendir.(Nasri et al., 1997)
f) Kartilago Cuneiform
Kartilago cuneiform adalah 2 tulang rawan kecil berbentuk klub yang terletak di anterior
kartilago kornikulata di lipatan aryepiglotis. Mereka membentuk elevasi kecil keputihan pada
permukaan selaput lendir tepat di anterior kartilago arytenoid.(Nasri et al., 1997)

Otot – Otot Laring


Otot – otot laring terbagi atas dua, yaitu kelompok ekstrinsik, dan kelompok intrinsik.
Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan intrinsik. Otot-otot
ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan, sedangkan otot-otot intrinsik
menyebabkan gerak bagian-bagian laring tertentu yang berhubungan dengan gerakan pita suara.
a) Otot – otot ekstrinsik
Otot-otot ekstrinsik laring ada yang terletak di atas tulang hyoid (suprahioid), dan ada
yang terletak di bawah tulang hyoid (infrahioid). Otot-otot ekstrinsik laring ada yang
terletak di atas tulang hioid (suprahioid), seperti musculus digastrikus, musculus
geniohioideus, musculus stylohioideus dan musculus mylohioideus. Sedangkan otot-otot
ekstrinsik laring yang terletak di bawah tulang hioid (infrahioid) ialah musculus
sternohioid, musculus omohoid. Otot-otot ekstrinsik laring yang terletak di suprahioid
berfungsi menarik laring ke bawah, sedangkan yang infrahioid menarik laring ke atas.
(‘Acta Otolaryngol92: 167-171, 1981 MORPHOLOGICAL STUDY OF THE
LARYNGEAL ANTERIOR COMMISSURE WITH REGARD TO THE SPREAD OF
CANCER F. Bagatella and L. Bignardi’, 1981)

15
Gambar 2.7 Otot – otot ekstrinsik

Gambar 2.8 Otot – otot ekstrinsik

16
Vaskularisasi Innervasi Tugas
M. digastricus A. submentalis N. mylohyoideus Mengangkat os
venter anterior hyoideum dan
M. digastricus A.auriculares N. fascialis dasar lidah
venter posterior posterior, A.
Occipitalis
M. genohyoideus A. lingualis N. hypoglossus Mengangkat
hyoideum dan
menurunkan
mandibula
M. stylohyoideus A. fascialis, A. N. fascialis Elevasi os
occipitalis hyoideum dan
dasar lidah
M. mylohyoideus A. Lingualis, A. N. mylohyoideus Mengangkat
facialis hyoideum, dasar
lidah dan
menurunkan
mandibula
M. sternohyoideus A.thyroidea Ansa cervicalis Menurunkan laring
superior,a.lingualis dan os hyoid,
menstabilkan os
hyoid
M. omohyoideus A. thyroidea Ansa cervicalis Menurunkan os
superior, A. hyoid,
lingualis menstabilkan os
hyoid
Tabel 2.2 Otot – otot ekstrinsik beserta vaskularisasi, innervasi dan tugas

17
b) Otot – otot intrinsik
Otot-otot instrinsik yang terletak di bagian lateral laring ialah musculus krikoaritenoid
lateral, musculus tiroepiglotika, musculus vokalis, musculus tiroaritenoid, musculus
ariepiglotika dan musculus krikotiroid. Sedangkan otot-otot instrinsik yang terletak di bagian
posterior laring adalah musculus aritenoid transversum, musculus aritenoid oblik, musculus
krikoaritenoid posterior. Sebagian besar otot-otot intrinsik adalah otot aduktor (kontraksinya
akan mendekatkan kedua pita suara ke tengah) kecuali musculus krikoaritenoid posterior
yang merupakan otot abduktor (kontraksinya akan menjauhkan kedua pita suara kearah
lateral.(‘Acta Otolaryngol92: 167-171, 1981 MORPHOLOGICAL STUDY OF THE
LARYNGEAL ANTERIOR COMMISSURE WITH REGARD TO THE SPREAD OF
CANCER F. Bagatella and L. Bignardi’, 1981)

Vaskularisasi Innervasi Tugas


M. arytenoid oblik A. thyroidea N. laryngeus Sebagai spinkter
M. ariepiglotika superior dan reccurens laring dengan
inferior brankus adduksi
laringea ariepiglotikus dan
mendekatkan
cartilage
artenoidea dengan
tuberkulus
epiglottis
M. arytenoid A. thyroidea N. laryngeus Menarik kedua
transversus superior dan reccurens, N. cartigelgo
inferior brankus laryngeal internus arytenoid
laringea berdekatan,
menurup posterior
rima glottidids
M. A. thyroidea N. vagus cabang Membuka glottis,
cricothyroideum superior dan laryngeal merotasi kartilago
posterior inferior brankus reccurens arytenoid secara

18
laringea lateral, sehingga
memisahkan
ligamentum
vocalis (abduksi)
dan membuat rima
glottidis menjadi
berbentuk segitiga
M. A. thyroidea N. laryngeus Berkebalikan
cricoarytenoidei superior dan reccurens dengan kerja M.
laterales inferior brankus cricothyroideum
laringea posterior, yaitu
merotasi kartilago
arytenoid secara
medial, sehingga
merapatkan kedua
ligamentum
vocalis (adduksi)
dan membuat rima
vocalis tertutup
M. cricothyroideus A. cricothyroidea N. laringeus Munarik cartilage
superior ramus thyroidea ke arah
externus depan dan turun ke
bawah, sehingga
meningkatkan
tegangan
ligamentum
vokalis
M. A. thyroidea N. laryngeus Menarik cartillago
thyroarytenoidei superior dan reccurens arytenoid kearah
inferior brankus cartilage thyroidea
laringea sehingga

19
memendekkan
ligamentum
vokalis (relaksasi)
Tabel 2.3 Otot – otot intrinsik beserta vaskularisasi, innervasi dan tugas

Vaskularisasi
Vaskularisasi laring terbentuk oleh Arteri thyroidea superior dan inferior. Arteri thyroidea
superior mengvaskularisasi bagian epiglottis, plica vokalis dan sebagian besar otot otot laring.
Sementara itu, arteri thyroidea inferior mengvaskularisasi daerah cricothyroid. Innervasi arteri
larynx berasal dari arteri laryngeal superior (cabang dari arteri tiroid superior) dan oleh arteri
laryngeal inferior (cabang dari arteri tiroidalis inferior). Vena dipercabangkan oleh vena
laryngeal yang bermuara ke vena tiroidalis inferior dan superior.(Selvianti and Kentjono, 2015)
a) Arteri laringeus superior

1. Merupakan cabang dari a. tiroid superior.


2. Arteri laringeus superior berjalan agak mendatar melewati bagian belakang
membran hioid bersama-sama dengan cabang internus dari n. laringeus superior
kemudian menembus membran ini untuk berjalan ke bawah di submukosa dari
dinding lateral dan lantai dari sinus piriformis, untuk memperdarahi mukosa dan
otot-otot laring.

b) Arteri laringeus inferior

1. Merupakan cabang dari a. tyhroidea inferior dan bersama-sama dengan n. laringis


inferior berjalan ke belakang sendi krikotiroid, masuk laring melalui daerah
pinggir bawah dari m. constrictor faring inferior.
2. Di dalam laring arteri itu bercabang-cabang, mempendarahi mukosa dan otot serta
beranastomosis dengan a. laringis superior.
3. Pada daerah setinggi membran krikotiroid a. tiroid superior juga memberikan
cabang yang berjalan mendatari sepanjang membran itu sampai mendekati tiroid.
Kadang-kadang arteri ini mengirimkan cabang yang kecil melalui membran
krikotiroid untuk mengadakan anastomosis dengan a. laringis superior.

20
c) Vena laringeus superior dan vena laringeus inferior
1. Letaknya sejajar dengan a. laringeus superior dan inferior dan kemudian
bergabung dengan vena tiroid superior dan inferior.
2. Vena-vena laring mengikuti arteri-arteri laring, vena laryngea superior
biasanya bermuara pada vena thyroidea superior, lalu bermuara ke dalam vena
jugularis interna. Vena laryngea inferior bermuara pada vena thyroidea
inferior. Kemudian bermuara ke vena brachiocephalica sinistra.

Gambar 2.9 Vaskularisasi Laring


Persarafan Laring
Laring dipersarafi oleh cabang-cabang n. vagus, yaitu n. laringeus superior dan n. laringeus
inferior. Kedua saraf ini merupakan campuran saraf motorik dan sensorik.(Selvianti and
Kentjono, 2015)

a) Nervus laringeus superior


1. Mempersarafi otot krikotiroid, sehingga memberikan sensasi pada mukosa laring
di bawah pita suara. Saraf ini mula-mula terletak di atas otot Konstriktor faring
medial, di sebelah medial arteri Karotis interna dan eksterna, kemudian menuju ke
kornu mayor tulang hioid, dan setelah menerima hubungan dengan ganglion
servikal superior, membagi diri dalam 2 cabang, yaitu ramus eksternus dan
internus.

21
2. Ramus eksternus berjalan pada permukaan luar otot Konstriktor faring inferior
dan menuju ke otot Krikotiroid. Ramus eksterna merupakan suplai motorik untuk
satu otot saja, yaitu otot krikotiroideus. Disebelah inferior, saraf rekurens berjalan
3. Ramus internus tertutup oleh otot Tirohioid terletak di sebelah medial arteri
Tiroid superior, menembus membran hiotiroid, dan bersama-sama arteri
Laringeus superior menuju ke mukosa laring. Ramus atau Cabang interna ini
mengurus persarafan sensorik valekula, epiglottis, sinus piriformis dan seluruh
mukosa laring superior interna tepi bebas korda vokalis sejati.

b) Nervus laringis inferior


Merupakan lanjutan dari nervus Rekuren setelah saraf itu memberikan cabangnya
menjadi ramus kardia inferior. Nervus rekuren merupakan cabang dari nervus
vagus. (Watelet et al., 2007)
1. N. rekuren kanan akan menyilang a. subklavia kanan dibawahnya, sedangkan n.
rekuren kiri akan menyilang arkus aorta.
2. Nervus laringis inferior berjalan diantara cabang-cabang a. tiroid inferior, dan
melalui permukaan mediodorsal kelenjar tiroid akan sampai pada permukaan
medial m. krikofaring. Di sebelah posterior dari sendi krikoaritenoid, saraf ini
bercabang dua menjadi ramus anterior dan posterior. Ramus anterior akan
mempersarafi otot-otot intrinsik bagian lateral, sedangkan ramus posterior
mempersarafi otot-otot intrinsik laring bagian superior dan mengadakan
anastomosis dengan n. laringis superior ramus internus.

Gambar 2.10 Innervasi Laring

22
2.4 FISIOLOGI LARING
Vokalisasi
Berbicara tidak hanya melibatkan system respirasi, namun juga:
1. Pusat regulasi bicara di korteks serebral
2. Pusat regulasi pernapasan
3. Rongga mulut dan hidung yang menyebabkan resonansi dan artikulasi
4. Fonasi yang diterima oleh laring
Plica vocalis berfungsi sebagai alat penggetar. Saat pernapasan biasa, plica vocalis terbuka
sangat lebar (abduksi) untuk memudahkan keluar masuknya udara. Saat fonasi, plica vocalis
merapat (adduksi) sehingga terjadi vibrasi saat ada keluar udara. Pitch suatu suara tergantung
pada derajat regangan plica vocalis, seberapa rapat kedua plica vocalis dan seberapa tebal plica
vocalis.
Rotasi kartilago arytenoid menggerakan plica secara medial/ adduksi oleh musckulus
kricoartenoid lateral dan muskulus artenoid teransversus serta oblik. Aksi Ini menyebabkan
penyempitan ruang antara vocal fold (rima glottidis), lalu udara masuki melalui rima glottidis
dan menggetarkan plica (nada tinggi). Sedangkan penggeseran plica secara lateral/ abduksi
menghasilkan nada yang rendah. (nada rendah). Plica juga dapat memanjang (peningkatan tensi
pada ligament vocalis) menghasilkan pitch tinggi atau memendek (relaksasi ligament)
menghasilkan pitch rendah. Pemutaran muskulus krikotiroid ke depan dapat meningkatkan
tekanan, dan otot thyroartenoid memutar balikkan ke posisi semula untuk merelaksasi ligament
vokalis
Plica vocalis dapat ditarik jika kartilago thyroidea rotasi ke depan dan cartillago arythenoid
rotasi ke belakang. Muskulus yang terletak pada lateral ligament vokalis seperti muskulus
thyroarytenoid dapt merapatkan cartillago arytenoid dan cartillago thyroid maka itu merelaksasi
plica vokalis. Jika sisi plica vocalis terjadi penipisan, pitch yang dihasilkan tinggi, jika terjadi
penebalan, maka pitch nya akan bass.(Health, 2010)

Gambar 2.11 fisiologi vokalisasi

23
Menelan (Fase involunter)
Saat makanan sudah masuk ke faring, plica vocalis menempel dengan sangat rapat, laring
ditarik keatas dan anterior oleh musculus di leher. Epiglottis juga menutup. Gabungan kejadian
ini bertujuan untuk menghindar makanan masuk kembali ke hidung dan trakea. Penarikan laring
ke atas memudahkan sfinter esofagus atas untuk menjadi lebih lebar (relaksasi). Hal yang sama
juga terjadi pada mekanisme muntah.(Health, 2010)

24
BAB III

KESIMPULAN

Anatomi telinga, hidung dan tenggorok merupakan ilmu dasar yang sangat penting
sebelum mendalami penyakitnya. Tenggorokan merupakan bagian dari leher depan dan kolumna
vertebra yang merupakan bagian yang memiliki fungsi pernapasan dan pencernaan yang dibagi
menjadi 2 bagian yaitu faring dan laring.

Faring merupakan suatu saluran fibromuskuler yang berbentuk seperti corong, yang besar
pada bagian atas dan menyempit pada bagian bawah. Batas atas faring adalah dasar tengkorak
yang berhubungan dengan hidung melalui koana dan ke depan berhubungan dengan rongga
mulut melalui isthmus orofaring serta kebawah menyambung dengan esofagus setinggi vertebra
servikal.

Fungsi utama dari faring adalah untuk respirasi, menelan, resonansi suara dan artikulasi.
Fungsi faring dalam menelan memiliki tiga fase yaitu, fase oral, fase faringeal, dan fase
esofageal. Pada fase oral, bolus makanan akan di salurkan dari mulut menuju faring dengan
gerakan voluntary. Fase faringeal yaitu saat transfer bolus makanan melalui faring dengan
gerakan involuntary. Pada fase esofagal terjadi gerakan involuntary, dimana bolus makanan
secara peristaltik di esofagus menuju lambung.

Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran napas yang bagian atas. Bentuk
laring seperti limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar dari bagian bawah.
Fungsi utama laring adalah untuk melindungi saluran pernapasan dibawahnya dengan cara
menutup secara cepat pada stimulasi mekanik, sehingga mencegah masuknya benda asing ke
dalam saluran napas. Laring mengandung pita suara (vocal cord). Laring berada di depan faring
yang menuju ke esofagus dan secara vertikal laring terdapat di antara trakea dan akar lidah, pada
bagian atas dan depan dari leher. Laring terletak setinggi Vertebrae Cervical IV-VI. Struktur
laring umumnya terdiri dari tulang rawan yang diikat oleh ligamen dan otot. Laring tersusun dari
3 kartilago besar yang tidak berpasangan (cricoid, thyroid, epiglottis), 3 kartilago kecil yang
berpasangan (arytenoids, corniculate, cuneiform), dan sejumlah otot ekstrinsik maupun intrinsik.

25
Daftar Pustaka
1. ‘Acta Otolaryngol92: 167-171, 1981 MORPHOLOGICAL STUDY OF THE LARYNGEAL
ANTERIOR COMMISSURE WITH REGARD TO THE SPREAD OF CANCER F. Bagatella and L.
Bignardi’ (1981), pp. 167–171.
2. Donner, M. W., Bosnia, J. F. and Robertson, D. L. (1985) ‘Anatomy and physiology of the
pharynx’, Gastrointestinal Radiology, 10(1), pp. 197–212. doi: 10.1007/BF01893103.
3. Donovan, D. T. et al. (1994) ‘Life-threatening presentations of fibrovascular esophageal
and hypopharyngeal polyps’, Annals of Otology, Rhinology & Laryngology, 103(11), pp.
838–842. doi: 10.1177/000348949410301102.
4. Health, national institute of (2010) ‘of the Larynx’.
5. Lubis, M. M. and Jayanthi, S. (2019) ‘Perbedaan dimensi saluran udara faring pada relasi
skeletal yang berbeda’, 3(2), pp. 98–103. doi: 10.24198/pjdrs.v3i2.23666.
6. Malhotra, A. et al. (2006) ‘Aging influences on pharyngeal anatomy and physiology: the
predisposition to pharyngeal collapse’, American Journal of Medicine, 119(1), pp. 72.e9-
72.e14. doi: 10.1016/j.amjmed.2005.01.077.
7. Nasri, S. et al. (1997) ‘Cross-innervation of the thyroarytenoid muscle by a branch from
the external division of the superior laryngeal nerve’, Annals of Otology, Rhinology and
Laryngology, 106(7 II SUPPL. 169), pp. 594–598. doi: 10.1177/000348949710600712.
8. Onuk, B., Haziroǧlu, R. M. and Kabak, M. (2010) ‘Kazda (Anser anser domesticus) larynx,
trachae and syrinx’in makroskobik anatomisi’, Kafkas Universitesi Veteriner Fakultesi
Dergisi, 16(3), pp. 443–450. doi: 10.9775/kvfd.2009.917.
9. Perlman, A. L. (1996) ‘Dysphagia in stroke patients’, Seminars in Neurology, 16(4), pp.
341–348. doi: 10.1055/s-2008-1040992.
10. Ramli, I. H. dan I. (2014) ‘Brakhiterapi Nasofaring’, Radioterapi & Onkologi Indonesia,
5(2), pp. 77–84.
11. Selvianti and Kentjono, W. A. (2015) ‘Anatomi dan Fisiologi Kalenjar Paratiroid’, Juornal
Unair, 1(2), pp. 158–169. Available at: http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2011/10/pustaka_unpad_perawatan_maloklusi_kelas_Ii_keletal.pdf.
12. Setiawan, D. S. (2010) ‘Faktor Risiko Kolonisasi Enterobacteriaceae Pada Nasofaring

26
Dewasa’, pp. 1–17.
13. Watelet, J. B. et al. (2007) ‘Herpes zoster laryngitis: Case report and serological profile’,
European Archives of Oto-Rhino-Laryngology, 264(5), pp. 505–507. doi: 10.1007/s00405-
006-0207-7.

27

Anda mungkin juga menyukai