Disusun Oleh:
Ahmad Faridz Azhari Siregar 170100205
PEMBIMBING:
dr. H. Vive Kananda, Sp.T.H.T.-K.L
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
laporan kasus berjudul ”Anatomi, Fisiologi, dan Pemeriksaan Fisik Tenggorokan”.
Laporan kasus ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Program
Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
Dalam proses penyusunan laporan kasus ini, penulis menyampaikan penghargaan
dan terima kasih kepada dr. H. Vive Kananda, Sp.T.H.T.-K.L selaku dosen
pembimbing yang telah membimbing dan membantu penulis selama proses penyusunan
laporan kasus.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
penulisan laporan kasus di kemudian hari. Akhir kata, semoga laporan kasus ini dapat
memberikan manfaat dan dapat menjadi bahan rujukan bagi penulisan ilmiah di masa
mendatang.
Penulis
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Nilai :
Penguji
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Dalam bidang Telinga, Hidung, dan Tenggorokan (THT) anatomi dan fisiologi
merupakan pintu masuk bagi siapapun agar dapat memahami bidang THT ini lebih
dalam lagi, sehingga pemahaman tentang Anatomi dan Fisiologi organ-organ yang
tercakup dalam THT perlu untuk dipahami dan dikuasai oleh siapapun yang ingin
mendalami tentang THT. Salah satu topik yang dibahas dalam THT adalah
Tenggorokan. Jika ditinjau dari sisi anatomi dan fisiologinya, tenggorokan
memiliki peran penting dalam hal sistem respirasi, sistem pencernaan manusia.
Termasuk didalamnya sistem imunitas tubuh. Setelah mengetahui kondisi serta
mekanisme cara kerja tubuh melalui Anatomi dan Fisiologi maka barulah seorang
praktisi Kesehatan dapat melakukan pemeriksaan lanjutan terkait dengan
tenggorokan (Tortora 2018)
Pemeriksaan fisik mulai dari rongga mulut, tenggorok (Faring), maupun laring
penting dan wajib diketahui oleh mahasiswa kedokteran agar dapat menentukan
kondisi seseorang pasien terkait dengan kesehatannya. Atas dasar itulah maka
makalah ini penting untuk dibuat sehingga dapat meningkatkan pemahaman kita
terhadap Anatomi, Fisiologi, serta pemeriksaan fisik Tenggorokan.
1
2
TINJAUAN PUSTAKA
Dilihat dari frontal bibir atas dan bawah (labium superius dan inferius) menyatu
pada sudut mulut (angulus oris). Akses masuk kedalam rongga mulut (cavitas oris)
adalah melalui celah mulut (rima oris). Perubah perubahan pada bibir yang
ditemukan Ketika melakukan inspeksi dapat memberikan informasi diagnostic
yang penting: bibir yang membiru (sianosis) mengindikasikan penyakit-penyakit
jantung dan/atau paru, sedangkan lipatan nasolabial yang dalam dapat merupakan
suatu tanda penyakit kronis tractus gastrointestinalis. (Schunke et al., 2016)
Dilihat dari ventral. Kedua dertan gigi dengan Procc. Alveolares rahang atas
dan bawah membagi rongga mulut menjadi:
- Vestibulum oris: serambi rongga mulut antara bibir atau pipi deretan gigi
- Cavitas oris propria: rongga mulut yang sebenarnya (didalam deretan gigi, batas
belakang: Arcus palatoglossus)
3
4
Potongan Median sagittal, dilihat dari kiri, otot-otot dasar mulut Bersama lidah
(yang menumpang ditasanya) membentuk batas kaudal Cavitas oris propria.
Atapnya dibentuk di 2/3 bagian depan oleh langit-langit keras (palatum durum),
sedangkan 1/3 belakang oleh langit-langit lunak atau layar langit-langit (Palatum
mole = Velum palatinum); Uvula palatina membentuk penutupan terhadap pharynx.
Epitel gepeng berlaps berkeratin dari kulit beralih menjadi epitel gepeng berlapis
tanpa lapisan berkeratin rongga mulut. Diatas rongga mulut ditemukan rongga
hidung. Dibelakang rongga mulut terletak Pharynx; dibagian pertengahannya di
Oropharynx, saluran napas dan saluran makanan saling bersilangan. (Schunke et
al., 2016)
5
Gambar 3. Potongan sagittal Median Batasan rongga mulut (Schunke et al., 2016)
2.1.2 Faring
Dilihat dari kiri dapat dilihat dinding pemisah rongga hidung, rongga mulut,
pharynx, trakea dan esofagus. Pada peralihan rongga hidung dan mulut ke pharynx,
terletak tonsil-tonsil cincin Pharynx limfatik, yang berperan penting dalam
pengenalan dini dan pertahanan terhadap kuman-kuman penyebab penyakit (pada
peradangan lebih berat terjadi penjalaran kedalam ruang peripharyngeal. Tonsil ini
dibagi menjadi Tonsilla pharyngea (amandel tenggorok yang tidak berpasangan
pada atap Pharynx), Tonsillae palatinae (amandel langit-langit berpasangan antara
kedua lengkung langit-langit), dan Tonsilla lingualis (amandel lidah yang
berpasangan pada pangkal lidah). Selain itu, terdapat jaringan limfatik disekitar
muara tuba (tonsilla tubaria), yang berlanjut menjadi berkas lateral limfatik (Plica
salpingopharyngea) ke arah kaudal. (Schunke et al., 2016)
juga bisa disebabkan oleh pembesaran tonsilla Pharyngea yang dapat menutup
lumen tuba (polip pada anak-anak kecil) (Schunke et al., 2016)
C. Spatium peripharyngeum
Spatium peripharyngeum adalah sebuah ruang jaringan ikat yang meluas dari
bassis cranii sampai ke mediastinum
Potongan horizontal, setinggi dens axis dan teluk tonsil (menurut Tondury)
Spatium peripharyngeum adalah sebuah ruang jaringan ikat yang meluas dari basis
cranii sampai ke mediastinum dan secara topografis dibagi menjadi sebuah Spatium
lateropharyngeum, dan sebuah Spatium retropharyngeum dibelakang pharynx.
Dilihat dari dorsal; jalur pembuluh darah dan saraf spatium peripharyngeum
diperlihatkan seutuhnya dari Fossa cranii posterior sampai ke bukaan thoraks
(Apertura thoracis).
8
D. Vascularisasi Faring
Pasokan arteri ke faring melalui cabang arteri karotis eksternal: Arteri faring
yang naik, cabang arteri facialis, cabang arteri lingual dan maksila, drainase vena
dicapai oleh pleksus vena faring, yang mengalir ke vena jugularis interna.
E. Innervasi Faring
Persarafan motorik dan sensorik dari sebagian besar faring (kecuali nasofaring)
dicapai oleh pleksus faring. Pleksus faring, yang terutama menutupi konstriktor
faring tengah, dibentuk oleh:
Terdapat 2 grup otot utama pada otot faring yaitu longitudinal dan circular, Otot-
otot pada faring hamper semua di innervasi oleh nervus vagus, kecuali otot
stylopharyngeus (oleh N. glossopharyngeus)
a. Sirkular
b. Longitudinal
-M. stylopharyngeus- berasal dari processus styloid pada tulang temporal, masuk
menuju ke pharynx. Tidak seperti otot pharyngeal lainnya, otot ini diinervasi oleh
n. glossopharyngeal (CN. IX)
-M. palatopharyngeus- berasal dari palatum durum dari rongga masuk menuju ke
faring, diinervasi oleh N. vagus (CN. X)
10
2.1.3 Laring
- Dilihat dari dorsal. Tabung otot dan esofagus dibuka disebelah dorsal dan
dibentang lebar keluar (pinggiran sayatan). Ruang dalam Larynx keseluruhan,
kecuali pada lipatan suara, diselaputi dengan mukosa yang terletak longgar diatas
alasnya. Antara tulang rawan arytenoid dan Epiglottis pada kedua sisis terletak
Plicae aryepiglotticae. Disamping plica terdapat Recessus piriformes (selokan
selaput lendir)
Potongan frontal. Didalam gambaran ini, Plicae vestibulares (atau “pita suara
palsu”) dapat dikenali dengan baik. Plicae vestibulares mengandung
Lig.vestibulares yang merupakan ujung bawah bebas dari membrana
quadrangularis. Diantara plica vestibularis, Rima vestibuli terjaga kebebasannya.
Dibawah Plica vestibularis terdapat bibir suara (Plica vocalis, juga disebut lipatan
suara). Plica vocalis mengandung Lig.vocale dan otot suara (M. vocalis), diantara
plica vocalis terdapat celah suara (rima glottidis) yang lebih sempit daripada Rima
vestibuli
Larynx dibagi dari kranial kea rah kaudal dalam tiga lantai, ketiga lantai ini
memiliki arti yang penting karena berkaitan dengan drainase limfatik (Schunke et
al., 2016)
Proses ini melibatkan tiga tahap: Tahap pertama (volunter) Setelah makanan
dikunyah dan dibuat menjadi bolus, bagian posterior lidah mendorong makanan ke
orofaring. Langit-langit lunak naik dan menutup nasofaring sehingga makanan
tidak masuk ke arah rongga hidung. (Sherwood L, 2015)
12
peristaltik primer yang menyapu dari awal hingga akhir kerongkongan, memaksa
bolus di depannya menuju lambung. Istilah peristaltic mengacu pada kontraksi
seperti cincin dari otot polos melingkar yang bergerak maju secara progresif,
mendorong bolus ke area rileks sebelum kontraksi (langkah 10). Gelombang
peristaltik membutuhkan waktu sekitar 5 hingga 9 detik untuk mencapai ujung
bawah kerongkongan. Kemajuan gelombang dikendalikan oleh pusat menelan,
dengan persarafan melalui vagus. Jika bolus tertelan besar atau lengket, seperti
seiris kacang tanah sandwich mentega, gagal dibawa ke perut oleh gelombang
peristaltik primer, bolus yang menempel di esofagus, merangsang reseptor
peregangan di dalam dindingnya. Menanggapi rangsangan, pleksus saraf intrinsik
pada titik distensi memulai gelombang peristaltik tambahan untuk membersihkan
bolus yang bersarang.
- Gelombang peristaltik sekunder ini tidak melibatkan proses menelan pusat, juga
tidak orang yang menyadari kemunculannya. Distensi dari kerongkongan juga
secara refleks meningkatkan sekresi saliva. Itu bolus yang terperangkap akhirnya
terlepas dan dipindahkan ke depan efek gabungan pelumasan oleh air liur yang
ditelan ekstra dan gelombang peristaltik sekunder yang kuat. Peristaltik esofagus
sangat efektif sehingga Anda bisa makan sepanjang waktu terbalik dan semuanya
akan segera didorong ke perut.
Setelah bolus memiliki masuk ke perut, menelan selesai dan ini lebih rendah
sfingter esofagus berkontraksi lagi.
Persiapan alat
- Lampu spiritus
- Spatula lidah
Dengan lampu kepala yang diarahkan ke rongga mulut, dilihat keadaan bibir,
mukosa rongga mulut, lidah, dan Gerakan lidah dengan menekan bagian tengah
lidah memakai spatula lidah maka bagian-bagian rongga mulut lebih jelas terlihat.
Pmeriksaan dimulai dengan melihat keadaan dinding belakang faring serta kelenjar
limfanya, uvula arkus faring serta gerakannya, tonsil, mukosa pipi, gusi dan gigi
geligi (Soepardi et.al, 2017).
Gambar 13. Pemeriksaan rongga mulut, faring dan tonsil (Sumber: Soepardi et.al, 2017)
19
Prosedur ini bekerja paling baik di ruangan yang terang benderang, jadi
nyalakan semua lampu. Gunakan lampu depan atau lampu cermin untuk
mengarahkan cahaya sejajar dengan bidang penglihatan Anda. Hangatkan cermin
di atas lampu alkohol atau dengan air hangat untuk mencegah pengabutan.(Ponka
dan Baddar, 2013)
Pasien harus duduk tegak dengan punggung lurus, sedikit condong ke arah
Anda dengan dagu mengarah ke atas (“posisi mengendus”). Duduklah di samping
pasien, dan jadilah lebih tinggi dari pasien. Oleskan anestesi ke faring pasien dan
minta pasien untuk berkumur dan meludah. Uji suhu cermin sebelum memulai
prosedur untuk memastikan tidak terlalu panas. (Ponka and Baddar, 2013)
Kaca laring dihangatkan dengan api lampu spiritus agar tidak terjadi
kondensasi uap air pada kaca waktu dimasukkan ke dalam mulut kaca yang sudah
dihangatkan itu dicoba dulu pada kulit tangan kiri apakah tidak terlalu panas. Pasien
diminta membuka mulut dan menjulurkan lidahnya sejauh mungkin. Lidah
dipegang dengan tangan kiri memakai kain kasa dan ditarik keluar dengan hati-hati
sehingga pangkal lidah tidak menghalangi pandangan ke arah laring. Kemudian
kaca laring dimasukkan ke dalam mulut dengan arah kaca kebawah, bersandar pada
20
uvula dan palatum mole. Melalui kaca dapat terlihat hipofaring dan laring. Bila
laring belum terlihat jelas penarikan lidah dapat ditambah sehingga pangkal lidah
lebih ke depan dan epiglotis terangkat (Soepardi et.al, 2017).
Untuk menilai gerakan pita suara aduksi pasien diminta mengucapkan “iiiii”,
sedangkan untuk menilai Gerakan pita suara abduksi dan melihat daerah subglotik
pasien diminta untuk inspirasi dalam. Pemeriksaan laring dengan kaca laring
disebut
Alat-alat untuk pemeriksaan Laring saat ini sudah sangat berkembang, terdapat
berbagai macam alat yang disediakan saat ini untuk pemeriksaan Laringoskop
langsung. Baik dengan bantuan video (video laryngoscopy), maupun tanpa video.
Menurut penelitian oleh Liu, yaitu membandingkan intubasi laringoskop langsung
tanpa video dan menggunakan laringoskop video, pada penggunaan laringoskop
menghasilkan tingkat keberhasilan intubasi yang secara signifikan lebih tinggi dan
komplikasi pasca operasi yang jauh lebih sedikit daripada laringoskopi langsung
pada pasien dengan jalan napas yang tidak sulit. (Liu et al., 2019).
Pemeriksaan pada leher dapat dilakukan dengan inspeksi dan palpasi sebagai
berikut: (Ludman et al, 2012)
Pada saat melakukan inspeksi pada leher, harus sepenuhnya terbuka dari dagu
di atas hingga di bawah tingkat 'tulang selangka'. Cari apakah ada pembengkakan,
lesi kulit, perubahan warna pada kulit, bekas luka, dll. Kemudian minta pasien
untuk mengidentifikasi benjolan, bengkak, rasa penuh atau nyeri. Setiap benjolan
atau benjolan yang dikonfirmasi harus dievaluasi secara sistematis dengan mencatat
ukuran, lokasi, bentuk, kulit (bekas luka dan warna), permukaan dan tepi, denyut
(jika berdenyut, apakah denyut ditransmisikan) dan fluktuasi silang.
22
Palpasi beberapa struktur normal dapat dirasakan di leher. Pada wanita, tulang
rawan krikoid sering terlihat jelas, sedangkan pada pria, tulang rawan tiroid mudah
terlihat. Ujung mastoid mudah dirasakan di belakang telinga. Antara ujung mastoid
dan sudut mandibula, proses melintang dari vertebra C1 terkadang dapat diraba,
terutama pada wanita dengan berat badan kurang. Bola karotid atau bifurkasi juga
dapat dirasakan berdenyut kira-kira setinggi tulang hyoid, tepat di bawah otot
sternokleidomastoid (SCM), dan dapat disalahartikan sebagai massa.
Leher harus diraba dari belakang, sehingga kedua sisi dapat dibandingkan (Gambar
1.12a dan b).
Gambar 15. Palpasi pada Regio Leher Pasien (Sumber: Soepardi et.al, 2017)
Jika pasien mengalami pembengkakan yang jelas, atau bisa mengarah ke salah
satunya, mulailah dari sana. Setiap gumpalan harus dicatat sebagai: tunggal atau
ganda, diskrit atau menyebar, dan dalam daftar yang lebih spesifik: permukaan,
tepi, suhu, konsistensi, fluktuasi, kompresibilitas, reduksi, pulsasi dan fiksasi.
Melakukan auskultasi menggunakan stetoskop dapat menunjukkan adanya bruit
vaskular, tetapi ini harus dilakukan di lingkungan yang tenang. Gerakan benjolan
garis tengah pada pasien yang menjulur keluar atau dokter yang menjulurkan lidah
akan memastikan apakah lesi tersebut melekat pada trakea. (Ludman et al, 2012)
23
organ tersebut dan memeriksa situs tersebut secara spesifik - misalnya kelenjar
submandibular atau parotid, serta kelenjar tiroid. Identifikasi 'benjolan leher' pada
orang dewasa mungkin menunjukkan situs mukosa untuk kemungkinan keganasan
primer. Ahli onkologi bedah membagi leher menjadi enam bagian di leher, dengan
tiga bagian yang memiliki subregional Wilayah IIa adalah tempat yang paling
sering muncul dalam praktik klinis dan diagnosis banding paling sering
memerlukan biopsi jarum dan CT scan untuk membuat diagnosis yang pasti.
(Ludman et al, 2012)
KESIMPULAN
25
DAFTAR PUSTAKA
Ludman, H.S. and Bradley, P.J. eds., 2012. ABC of ear, nose and throat (Vol. 254).
John Wiley & Sons.
Maqbool, M. and Maqbool, S., 2007. Textbook of Ear, Nose and Throat Diseases.
JP Medical Ltd.
Soepardi, E. A. Iskandar, N., Bashiruddin, J. & Restuti, R. D. 2017. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. 7th edn. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI.
Sherwood, L., 2015. Human physiology: from cells to systems. Cengage learning.
Schunke, M., Schulte, E. and Schumacher, U., 2016. Prometheus Atlas Anatomi
Manusia Kepala, Leher, dan Neuroanatomi. EGC.
Tortora, G.J. and Derrickson, B.H., 2018. Principles of anatomy and physiology.
John Wiley & Sons.
26