Anda di halaman 1dari 25

ANATOMI TENGGOROKAN

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL

Disusun Oleh :
Evita Tio Minar Siahaan 170100097

Pembimbing :
dr. Ashri Yudhistira, M.Ked (ORL-HNS), Sp.T.H.T.K.L. (K), FICS

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTMEN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA MEDAN
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan pada tanggal :


Nilai :

Pembimbing

dr. Ashri Yudhistira, M.Ked (ORL-HNS), Sp.T.H.T.K.L. (K), FICS

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan referat yang berjudul “Anatomi Tenggorokan”. Referat ini disusunsebagai
salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di
Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Malik Medan.

Dalam proses penyusunan referat ini, penulis menyampaikan penghargaan dan


terima kasih kepada selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan
membantu penulis dalam proses penyusunan referat.

Penulismenyadari dalam penulisan makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan. Untuk itu diharapkan kritik dan sarannya sebagai masukan untuk
penulisan makalah selanjutnya.

Medan, 15 Agustus 2021

Evita Tio Minar Siahaan

170100097

3
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................... 2
KATA PENGANTAR ............................................................................. 3
DAFTAR ISI ............................................................................................ 4
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... 5
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 6
1.2 Tujuan Penulisan .................................................................... 7
1.3 Manfaat Penulisan .................................................................. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Tenggorokan ............................................................ 8
2.2 Anatomi Faring ....................................................................... 8
2.2.1 Nasofaring ................................................................ 9
2.2.2 Orofaring .................................................................. 9
2.2.3 Laringofaring (Hipofaring) ..................................... 10
2.2.4 Aliran Darah dan Limfatik ...................................... 11
2.2.5 Persarafan ................................................................ 13
2.2.6 Otot.......................................................................... 13
2.3 Anatomi Laring ...................................................................... 13
2.3.1 Kartilago...................................................................15
2.3.2 Otot...........................................................................17
2.3.3 Vaskularisasi ............................................................ 19
2.3.4 Persarafan ................................................................. 20
BAB III KESIMPULAN ........................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 23

4
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Anatomi Faring 9

2.2 Anatomi Tonsil Palatina 10

2.3 Arteri Pada Faring 12

2.4 Sistem Limfatik Pada Faring 12

2.5 Persarafan Faring 13


2.6 Otot Pada Faring 14
3.1 Anatomi Laring 15

3.2 Otot Pada Laring 19

3.3 Arteri Pada Laring 20

3.4 Vena Pada Laring 20

3.5 Persarafan Pada Laring 21

5
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini penyakit Telinga Hidung dan Tenggorokan (THT) telah menjadi
suatu penyakit yang cukup banyak diderita oleh masyarakat dunia. Peningkatan
penyakit THT yang semakin tinggi, tidak diiringi oleh jumlah tenaga ahli yang
bertugas melakukan diagnosis atas seorang pasien yang diperkirakan menderita
penyakit THT. Penyakit THT adalah penyakit yang menyerang sekitar kepala yaitu
telinga, hidung dan tenggorokan. Karena letak penyakit saling berdekatan maka
gejala yang timbul hampir sama tetapi yang membedakannya hanya gejala yang
spesifik saja (Verina, 2015).
Salah satu penyebab tingginya penderita penyakit THT dikarenakan kurangnya
perhatian masyarakat terhadap kesehatan THT dan penyakit THT masih dianggap
remeh oleh masyarakat Indonesia. Bagi penderita penyakit THT yang sadar pada
kesehatan THT, akan melakukan pemeriksaan ke dokter spesialis THT dan
mengeluarkan biaya yang cukup tinggi untuk mendapatkan diagnosis dini untuk
penyakit THT yang diderita (Pratiwi, Ratnawati, & Widodo, 2018).

Faringitis atau sering dikenal sebagai radang tenggorokan merupakan salah satu
penyakit yang memiliki prevalensi cukup tinggi di Indonesia dan hampir setiap
individu pernah menderitanya (Izza & Rahayu, 2019). Faringitis merupakan salah
satu penyakit infeksi yang banyak ditemukan pada unit pelayanan primer dan dapat
mengenai semua usia (Wineri et al, 2014).

Faringitis adalah salah satu contoh penyakit pada tenggorokan. Dengan


mengetahui anatomi tentang tenggorokan, diharapkan dapat memudahkan dalam
mengenali dan mengetahui lebih dalam tentang penyakit lain dan juga kelainan pada
bagian tenggorokan.

6
1.2 Tujuan Penulisan
Penyusunan makalah ini dilakukan untuk mengetahui dan memahami mengenai
anatomi tenggorokan selain itu penyusunan makalah ini juga dilakukan untuk
memenuhi persyaratan pelaksanaan kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter
(P3D) di Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

1.3 Manfaat Penulisan


Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap penulis dan
pembaca terutama yang terlibat dalam bidang medis mengenai anatomi tenggorokan.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Tenggorokan

Tenggorokan merupakan bagian dari leher depan dan kolumna vertebra yang
terdiri dari faring dan laring. Bagian terpenting dari tenggorokan adalah sebuah
selaput otot yang dinamakan epiglottis, dimana epiglottis memisahkan esofagus dari
trakea dan akan menutup untuk mencegah makanan dan minuman untuk masuk ke
saluran pernapasan.

2.2 Anatomi Faring


Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corong,
dimana besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah serta terletak pada bagian
anterior kolum vertebra. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung
ke esophagus setinggi vertebra servikal ke-6. Secara regional, faring terbagi
menjadi 3 bagian dari superior ke inferior yaitu: nasofaring yang terletak di
belakang apertura nasalis posterior (koana), orofaring yang terletak di belakang
pembukaan rongga mulut, serta hipofaring atau laringofaring yang terletak di
belakang pintu masuk laring. (Khaled, 2020).

Bagian superior dari faring dibatasi oleh permukaan inferior dari dasar
tengkorak. Bagian Inferior bersambung dengan esophagus pada batas bawah
anterior kartilago krikoid dan batas bawah posterior vertebra servikalis ke-enam.
Bagian posterior pada faring dibatasi oleh prevertebral fascia di depan enam
vertebra servikalis. Bagian anterior dinding faring terbuka pada rongga hidung,
mulut dan laring. Dinding lateral merupakan ikatan neurovaskular dari leher dan
processus styloid. (Lubis dan Jayanthi, 2019).

8
Gambar 2.1 Anatomi Faring
2.2.1 Nasofaring
Nasofaring merupakan bagian paling atas dari faring yang terletak di belakang
rongga hidung dan memanjang dari dasar tengkorak ke langit-langit lunak. Nasofaring
berhubungan dengan kavitas nasi dan telinga tengah masing-masing melalui Koana
dan Tuba auditiva (Bruss & Sajjad, 2021). Di nasofaring dapat dijumpai adenoids
yaitu kumpulan subepitel jaringan limfoid berperan dalam sistem kekebalan tubuh
terletak di persimpangan atap dan dinding posterior nasofaring. Ukurannya
bertambah hingga pada usia 6 tahun dan kemudian atrofi. Otot tensor veli palatini
merupakan otot yang menegangkan palatum dan membuka tuba eustachius masuk ke
faring melalui ruangan ini. Otot ini membentuk tendon yang melekat sekitar
hamumlus tulang untuk memasuki palatum mole (PL Dhingra, 2018).
2.2.2 Orofaring
Orofaring disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum mole,
batas bawah adalah tepi atas epiglottis, ke depan adalah rongga mulut, sedangkan ke
belakang adalah dinding faring yang menutupi columna vertebra sevikalis. Struktur
yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil palatina,
fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan
foramen sekum. (PL Dhingra, 2018).

9
Tonsil Palatina
Tonsil palatina berjumlah dua. Massa jaringan limfoid ini berbentuk bulat telur
terletak di dinding lateral orofaring antara pilar anterior dan posterior. Tonsil
palatina memiliki dua permukaan, medial dan lateral, dan dua kutub, superior dan
inferior. Permukaan medial tonsil palatina ditutupi oleh epitel skuama berlapis tidak
berkeratin yang permukaannya mencorok ke dalam tonsil membentuk kriptus.
Permukaan lateral tonsil tersusun dari kapsul fibrosa. Antara kapsul dan dasar tonsil
palatina terdapat jaringan areolar yang longgar yang membuatnya mudah untuk
dibedah selama tonsilektomi. (PL Dhingra, 2018).

Gambar 2.2 Anatomi Tonsil Palatina

2.2.3 Laringofaring (Hipofaring)


Laringofaring/hipofaring terbuka ke arah depan masuk ke introitus laring. Hal ini
menyebabkan terbentuknya dua valekula di setiap sisi. Posisi laringofaring lebih rendah
dari epiglottis dimana batas hipofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis,
batas anterior ialah laring, batas inferior ialah esofagus, serta batas posterior ialah
vertebra servikal. Bila hipofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada
pemeriksaan laring tidak langsung atau dengan pemeriksaan laring langsung atau
laringoskop, maka struktur pertama yang tampak di bawah dasar lidah ialah
valekula. Valekula merupakan dua cengkungan yang dibentuk oleh ligamentum
glosoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi.
Valekula disebut juga kantong pil (pill pockets), sebab pada beberapa orang,
kadang-kadang apabila menelan pil akan tersangkut di situ (PL Dhingra, 2018).

10
Secara klinis, laringofaring dibagi menjadi tiga bagian yaitu fossa piriformis,
daerah post-cricoid, dan dinding faring posterior. Fossa piriformis terletak di kedua
sisi laring dan memanjang dari lipatan faringoepiglotis ke ujung atas kerongkongan.
Fossa piriformis dibatasi secara lateral oleh membran tirohyoid dan kartilago tiroid
sedangkan medial oleh lipatan aryepiglottic, permukaan posterolateral kartilago
arytenoid dan krikoid. Fossa piriformis membentuk saluran lateral untuk makanan.
Nervus laringeus interna berjalan secara submukosa di dinding lateral sinus dan
dengan demikian mudah diakses untuk anestesi lokal. Melalui saraf ini dapat
menyebabkan nyeri telinga pada karsinoma sinus piriformis. Daerah post-cricoid
Merupakan bagian dari dinding anterior laringofaring antara batas atas dan bawah
dari lamina krikoid. Dinding faring posterior memanjang dari tulang hyoid sampai
setinggi sendi cricoarytenoid. (Dhingra, 2017; University, 2007).
2.2.4 Aliran Darah dan Limfatik

Aliran darah faring berasal dari beberapa cabang sistem karotis eksterna serta
dari cabang arteri maksilaris interna yakni cabang palatine superior. Ujung cabang
arteri maksilaris interna, cabang tonsillar arteri fasialis, cabang lingual arteri
lingualis bagian dorsal, cabang arteri tiroidea superior, dan arteri faringeal yang naik
semuanya menambah jaringan anastomosis yang luas. Drainase vena dibentuk oleh
vena faring yang mengalir ke vena jugularis interna dan vena meningeae di regio
nasofaring. Drainase limfatik faring adalah drainase langsung, yang berarti bahwa
getah bening mengalir langsung ke kelenjar getah bening leher dalam. Pada jaringan
limfoid terdapat cincin yang dibentuk oleh empat kelompok getah bening, disebut
sebagai cincin Waldeyer (PL Dhingra, 2018).

11
Cincin Waldeyer melindungi pintu masuk saluran pencernaan dan saluran
pernapasan. Cincin Waldeyer terdiri dari jaringan limfo-epitel dan merupakan
bagian pertahanan imun tubuh. Terletak di ruang transisional antara cavitas nasi dan
oris. Cincin Waldeyer tersusun dari tonsil faring, tonsil palatina dan tonsil tuba di
lateral, dan tonsil lingualis. Serta jaringan limfoid lateral yang terletak pada plicae
salpingopharyngeal (Paulsen & Waschke, 2015).

Gambar 2.3 Arteri Pada Faring

Gambar 2.4 Sistem Limfatik Pada Faring

12
2.2.5 Persarafan
Persarafan motorik dan sensorik pada otot faring disediakan terutama oleh
pleksus faring. Cabang motorik pleksus faring berasal dari nervus vagus [X] dan
glosofaringeal [IX]. Serabut sensoris faring berasal dari nervus vagus,
glossopharyngeal, dan divisi maksilaris nervus trigeminal. Serabut sensorik (aferen)
mensuplai membran mukosa dari tiga bagian faring dan mengirimkan sensasi
umum (nyeri, suhu, tekanan, dan sentuhan). Nasofaring disuplai dari nervus
maksilaris [V/2]. Orofaring disuplai oleh nervus glossopharyngeal [IX], dan
laringofaring menerima pasokan dari saraf laring internal yang merupakan cabang
dari saraf laring superior dari nervus vagus [X] (Albahout & Lopez, 2020).

Gambar 2.5 Persarafan Faring


2.2.6 Otot

Otot- otot faring sangat penting untuk memenuhi berbagai fungsi yang
diperlukan. Otot-otot faring dapat digambarkan menjadi 4 otot konstriktor
(superior, medial, inferior dan cricopharyngeus) dan 3 otot longitudinal
(stylopharyngeus, palatopharyngeus dan salpingopharyngeus). Otot konstriktor
superior membantu penutupan palatum molle selama menelan dan mendorong
bolus ke bawah sama halnya dengan otot konstriktor medial dan inferior yang juga
berfungsi untuk mendorong bolus ke bawah. Otot cricopharyngeus bertindak
sebagai sfingter di ujung inferior faring dan berkontribusi untuk mencegah refluks
13
faringeal dari isi kerongkongan. (Khaled, 2020).

Otot stylopharyngeus berasal dari prosessus styloideus tulang temporal dan


berinsersi ke permukaan posterior kartilago tiroid dari laring tiroid yang membantu
untuk mengangkat faring selama menelan. Otot palatofaringeus berasal dari
aponeurosis palatina dan berinsersi ke permukaan posterior dari kartilago tiroid.
Otot Salpingopharyngeus berfungsi untuk mengangkat faring saat proses menelan
berlangsung. (Khaled, 2020).

Gambar 2.6 Otot pada Faring

2.3 Anatomi Laring

Laring adalah bagian dari saluran pernafasan bagian atas yang merupakan suatu
rangkaian tulang rawan yang berbentuk corong dan terletak setinggi vertebra
cervicalis IV – VI, dimana pada anak-anak dan wanita letaknya relatif lebih tinggi.
Laring pada umumnya selalu terbuka, hanya kadang-kadang saja tertutup bila
sedang menelan makanan. Lokasi laring dapat ditentukan dengan melakukan
inspeksi dan palpasi dimana ditemukan kartilago tiroid pada pria dewasa lebih
menonjol kedepan yang disebut Prominensia Laring atau disebut juga Adam’s apple
atau jakun. Laring terdiri dari 3 kartilago mayor/besar yang tidak berpasangan
(krikoid, tiroid, epiglottis), 3 pasang kartilago minor/kecil (arytenoid, corniculate,
14
dan cuneiform) serta sejumlah otot intrinsik dan ekstrinsik. Meskipun tulang hyioid
secara langsung bukan bagian dari laring, tetapi tulang ini menyediakan perlekatan
otot dari atas yang membantu pergerakan laring. (Rishi, 2015).

Batas - batas laring berupa sebelah kranial terdapat Aditus Laringeus yang
berhubungan dengan Hipofaring, di sebelah kaudal dibentuk oleh sisi inferior
kartilago krikoid dan berhubungan dengan trakea, di sebelah posterior dipisahkan
dari vertebra cervicalis oleh otot-otot prevertebral, dinding dan cavum laringofaring
serta disebelah anterior ditutupi oleh fascia, jaringan lemak, dan kulit. Sedangkan di
sebelah lateral ditutupi oleh otot-otot sternokleidomastoideus, infrahyoid dan lobus
kelenjar tiroid (Ballenger, 1993).

Gambar 3.1 Anatomi Laring

2.3.1 Kartilago
Kartilago laring terbagi atas 2 (dua) kelompok, yaitu :
1. Kelompok kartilago mayor/besar, terdiri dari :
- Kartilago tiroidea, 1 buah
- Kartilago kriokidea, 1 buah
- Kartilago epiglotis, 1 buah
2. Kelompok kartilago minor/kecil, terdiri dari :
- Kartilago Kornikulata Santorini
- Kartilago Kuneiforme Wrisberg
- Kartilago Aritenoidea
a. Kartilago Tiroidea
15
Kartilago tiroidea merupakan kartilago laring terbesar yang terdiri dari dua
lamina berbentuk kuadilateral. Gabungan kedua lamina bagian anterior pada 2/3
inferior membentuk suatu penonjolan ke luar yang dinamakan prominentia laringea
atau disebut juga sebagai Adam’sapple. Prominentia laryngea yang lebih menonjol
menyebabkan plika vocalis yang lebih panjang,sehingga menghasilkan pitch yang
lebih dalam. Diatas prominentia laryngea, ditemukan incisura thyroidea superior
yang memisahkan kedua lamina 1/3 superior. Sepanjang batas superior lamina,
terdapat membrana thyrohyoidea yang menempel, menggabungkan lamina dengan
os. hyoideum. Pada tampak posterior, lamina tidak bergabung dan tampak dua batas
posteriorlamina yang memanjang kearah superior dan inferior. Kedua batas atas
posterior disebut sebagai cornu superius, dan yang inferior disebut sebagai cornu
inferius. Batas inferior terdapat dua bagian, yaitu daerah median (perlekatan
lamina) yang dilekat oleh ligament cricothyroideum medianum (menggabungkan
lamina dengan kartilago cricoidea) dan kedua bagian lateral yang terdapat
penonjolan, disebut sebagai tuberkulus thyroid inferior (Bagatella & Bignardi,
1981).
b. Kartilago Krikoidea
Kartilago ini merupakan bagian terbawah dari dinding laring. Merupakan
kartilago hialin yang berbentuk cincin stempel (signet ring). Bagian anterior dan
lateralnya relatif lebih sempit darpada bagian posterior. Kartilago ini berhubungan
dengan kartilago tiroidea tepatnya dengan kornu inferior melalui membrana
krikoidea dan melalui artikulasio krikoaritenoidea. Di sebelah bawah melekat
dengan cincin trakea melalui ligamentum krikotiroidea. Pada keadaan darurat dapat
dilakukan tindakan trakeostomi emergensi atau krikotomi atau koniotomi pada
konus elastikus. 4 Kartilago krikoidea pada dewasa terletak setinggi vertebra
servikalis VI – VII dan pada anak-anak setinggi vertebra servikalis III – IV.
Kartilago ini mengalami osifikasi setelah kartilago tiroidea (Ballenger, 1993).

c. Kartilago Epiglotis

Kartilago epiglotis merupakan struktur fibrokartilago yang elastis berbentuk


seperti daun, terletak secara oblik di belakang lidah dan os. hyoid. Ada dua bagian,
yaitu bagian lebar diatas dam bagian tangkai (petiolus) yang sempit di bawah.

16
Ligamen thyroepiglottic menggabungkan bagian tangkai dengan prominentia
laryngea. Sisi kiri dan kanan epiglottis melekat pada kartilago arytenoidea oleh
plica aryepiglottica. Bagian anterior bebas yang menghadap faring dilapisi oleh
mukosa (non-keratinized squamous stratified), sedangkan bagian anterior yang di
belakang os. hyoid dan membrana thyrohyoidea ada ligamen hyoepiglottika
(menghubungkan epiglottis dengan os. hyoid) dan jaringan adiposa yang berada di
ruang pre-epiglotis (menghubungkan epiglottis dengan membrana thyrohyoidea).
Bagian dalam dilapisi oleh mukosa berlapis bersilia.
d. Kartilago kornikulata

Kartilago kornikulata adalah 2 tulang rawan kerucut kecil yang berartikulasi


dengan apeks dari kartilago arytenoid, berfungsi untuk memperpanjangnya ke
posterior dan medial. Mereka terletak di bagian posterior lipatan aryepiglotis dari
selaput lendir.(Nasri et al., 1997)
e. Kartilago Kuneiforme
Kartilago Kuneiforme Merupakan kartilago fibroelastis dari Wrisberg dan
merupakan kartilagokecil yang terletak di dalam plika ariepiglotika (Ballenger,
1993).
f. Kartilago Aritenoidea
Kartilago aritenoidea membentuk bagian laring tempat ligamen vokal dan pita
suara menempel. Berbentuk piramidal dan memiliki 3 permukaan, satu alas, dan
satu puncak. Terletak lebih tinggi dari kartilago krikoid di bagian posterior laring,
dengan dasar kartilago arytenoid berartikulasi di kedua sisi dengan aspek posterior
dari batas atas lamina krikoid. Sudut anterior pangkal tulang rawan arytenoid
memanjang untuk membentuk proses vokal untuk perlekatan ligamen vokal,
sedangkan sudut lateral memanjang untuk membentuk proses otot untuk perlekatan
otot krikaritenoid posterior dan lateral.(Onuk et al, 2010).

Saat menelan terjadi pergerakan os. hyoid kedepan dan keatas, kontraksi pada
muskulus aryepiglottika serta peninggian tekanan pada dasar lidah, sehingga
epiglottis bengkok kearah posterior. Makanan melewati bagian permukaan
anteriornya dan tidak masuk ke pintu laring.(Nasri et al., 1997)
2.3.2 Otot

17
Otot–otot laring terbagi dalam 2 (dua) kelompok besar yaitu otot-otot ekstrinsik
dan otot-otot intrinsik yang masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda.
a. Otot-otot ekstrinsik
Otot-otot ini menghubungkan laring dengan struktur disekitarnya. Kelompok
otot ini menggerakkan laring secara keseluruhan.
Terbagi atas :
1. Otot-otot suprahioid / otot-otot elevator laring, yaitu m. Stilohioideus, m.
Milohioideus, m. Geniohioideus, m. Digastrikus, m. Genioglosus, m. Hioglosus
2. Otot-otot infrahioid / otot-otot depresor laring, yaitu m. Omohioideus, m .
Sternokleidomastoideus, m. Tirohioideus
b. Otot-otot intrinsik
Otot-otot ini menghubungkan kartilago satu dengan yang lainnya. Berfungsi
menggerakkan struktur yang ada di dalam laring terutama untuk membentuk suara
dan bernafas. Otot-otot pada kelompok ini berpasangan kecuali m. interaritenoideus
yang serabutnya berjalan transversal dan oblik. Fungsi otot ini dalam proses
pembentukkan suara, proses menelan dan berbafas. Bila m. interaritenoideus
berkontraksi, maka otot ini akan bersatu di garis tengah sehingga menyebabkan
adduksi pita suara. Yang termasuk dalam kelompok otot intrinsik adalah :
1. Otot-otot adduktor :
- Mm. Interaritenoideus transversal dan oblik
- M. Krikotiroideus
- M. Krikotiroideus lateral
Berfungsi untuk menutup pita suara.
2. Otot-otot abduktor :
- M. Krikoaritenoideus posterior Berfungsi untuk membuka pita suara.
3. Otot-otot tensor :
Tensor Internus (M. Tiroaritenoideus dan M. Vokalis) serta Tensor Eksternus
(M. Krikotiroideus). Otot ini berfungsi untuk menegangkan pita suara. Pada orang
tua, m. tensor internus kehilangan sebagian tonusnya menyebabkan pita suara
melengkung ke lateral yang mengakibatkan suara menjadi lemah dan serak
(Ballenger,1993).

18
Gambar 3.2 Otot Pada Laring

2.3.3 Vaskularisasi
Laring mendapat perdarahan dari cabang A. Tiroidea Superior dan Inferior
sebagai A. Laringeus Superior dan Inferior. Vena dipercabangkan oleh vena
laryngeal yang bermuara ke vena tiroidalis inferior dan superior .(Selvianti and
Kentjono, 2015).
a. Arteri laringeus superior :
Merupakan cabang dari a. tiroid superior dan Arteri laringeus superior berjalan
agak mendatar melewati bagian belakang membran hioid bersama-sama dengan
cabang internus dari n. laringeus superior kemudian menembus membran ini untuk
berjalan ke bawah di submukosa dari dinding lateral dan lantai dari sinus
piriformis, untuk memperdarahi mukosa dan otot-otot laring.
b. Arteri laringeus inferior :
Merupakan cabang dari a. tyhroidea inferior dan bersama-sama dengan n.
laringis inferior berjalan ke belakang sendi krikotiroid, masuk laring melalui daerah
pinggir bawah dari m. constrictor faring inferior.
19
C. Vena laringeus superior dan vena laringeus inferior
Letaknya sejajar dengan a. laringeus superior dan inferior dan kemudian
bergabung dengan vena tiroid superior dan inferior.Vena-vena laring mengikuti
arteri-arteri laring, vena laryngea superior biasanya bermuara pada vena thyroidea
superior, lalu bermuara ke dalam vena jugularis interna. Vena laryngea inferior
bermuara pada vena thyroidea inferior. Kemudian bermuara ke vena
brachiocephalica sinistra.

Gambar 3.3 Arteri Pada Laring Gambar 3.4 Vena Pada Laring

2.3.4 Persarafan

Laring dipersarafi oleh cabang-cabang n. vagus, yaitu n. laringeus superior dan


n. laringeus inferior. Kedua saraf ini merupakan campuran saraf motorik dan
sensorik.(Selvianti and Kentjono, 2015)
1. Nervus Laringeus Superior.
Meninggalkan N. vagus tepat di bawah ganglion nodosum, melengkung ke
depan dan medial di bawah A. karotis interna dan eksterna yang kemudian akan
bercabang menjadi 2 yaitu :
Cabang Interna ; bersifat sensoris, mempersarafi vallecula, epiglotis, sinus
pyriformis dan mukosa bagian dalam laring di atas pita suara sejati.
Cabang Eksterna ; bersifat motoris, mempersarafi m. Krikotiroid dan m.
Konstriktor inferior.
2. Nervus laringis inferior

Merupakan lanjutan dari nervus Rekuren setelah saraf itu memberikan


cabangnya menjadi ramus kardia inferior. Nervus rekuren merupakan cabang
20
dari nervus vagus. (Watelet et al., 2007)

Gambar 3.5 Persarafan Pada Laring

21
KESIMPULAN

Tenggorokan merupakan bagian dari leher depan dan kolumna vertebra yang
terdiri dari faring dan laring. Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang
berbentukseperti corong, dimana besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah serta
terletak pada bagian anterior kolum vertebra. Faring dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
nasofaring, orofaring, hipofaring atau laringofaring.

Laring adalah bagian dari saluran pernafasan bagian atas yang merupakan suatu
rangkaian tulang rawan yang berbentuk corong dan terletak setinggi vertebra
cervicalis IV – VI, dimana pada anak-anak dan wanita letaknya relatif lebih tinggi.
Laring pada umumnya selalu terbuka, hanya kadang-kadang saja tertutup bila sedang
menelan makanan. Laring terdiri dari 3 kartilago mayor/besar yang tidak
berpasangan (krikoid, tiroid, epiglottis), 3 pasang kartilago minor/kecil (arytenoid,
corniculate, dan cuneiform) serta sejumlah otot intrinsik dan ekstrinsik.

22
DAFTAR PUSTAKA
Albahout KS, Lopez RA. Anatomy, Head and Neck, Pharynx. [Updated 2020 Jul 27]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK544271/
Bagatella, F, Bignardi, L. (1981). MORPHOLOGICAL STUDY OF THELARYNGEAL
ANTERIOR COMMISSURE WITH REGARD TO THE SPREAD OF CANCER,
Acta Otolaryngol92: 167-171
Ballenger, J.J. Anatomy of the larynx. In : Diseases of the nose, throat, head and neck. 13th
ed. Philadelphia, Lea & Febiger. 1993
Bruss DM, Sajjad H. Anatomy, Head and Neck, Laryngopharynx. [Updated 2021 May 18].
In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK549913/
Dhingra, P. (2017) Diseases of Ear, Nose, and Throat & Head and Neck Surgery. 7th edn.
New Delhi: Elsevier.
Izza, E.A, & Rahayu, L,O. (2019). AKTIVITAS ANTIBAKTERI AIR PERASAN JERUK
PURUT (Citrus hystrix), JERUK NIPIS (Citrus aurantifolia), DAN JERUK LEMON
(Citrus limon) PADA Streptococcus pyogenes. Artikel Ilmiah Akademi Farmasi
Putra Indonesia Malang.
Lubis, M. M. and Jayanthi, S. (2019) ‘Perbedaan dimensi saluran udara faring pada relasi
skeletal yang berbeda’, 3(2), pp. 98–103. doi: 10.24198/pjdrs.v3i2.23666.
Khaled S. Albahhout. (2020). Anatomy, Head and Neck, Pharynx.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK544271/
Nasri, S. et al. (1997) ‘Cross-innervation of the thyroarytenoid muscle by a branch from
the external division of the superior laryngeal nerve’, Annals of Otology,
Rhinology and Laryngology, 106(7 II SUPPL. 169), pp. 594–598. doi:
10.1177/000348949710600712.
Onuk, B., Haziroǧlu, R. M. and Kabak, M. (2010) ‘Kazda (Anser anser domesticus)
larynx,trachae and syrinx’in makroskobik anatomisi’, Kafkas Universitesi Veteriner
Fakultesi Dergisi, 16(3), pp. 443–450. doi: 10.9775/kvfd.2009.917.
PL Dhingra and Shruti Dhingra (2018) Diseases of EAR, NOSE AND THROAT & HEAD
and NECK SURGERY. Seventh Edition. ISBN: 978-81-312-4939-0.
Paulsen, F, Waschke, J. (2015). Sobotta: Atlas Anatomi Manusia Kepala, Leher, dan
Neuroanatomi Jilid 3 Edisi 23 (Ed.23). Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Pratiwi, A., Ratnawati, D., & Widodo, A. Diagnosis Penyakit THT Menggunakan Metode
Fuzzy K-NN. Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer,
vol. 2, no. 10, p. 4238-4245, peb. 2018. ISSN 2548-964X. Tersedia pada: <https://j-
ptiik.ub.ac.id/index.php/j-ptiik/article/view/2883>.
Rishi Vashishta. (2015). Larynx Anatomy.
https://anaesthetics.ukzn.ac.za/Libraries/ab2/Laryngeal_Anatomy_Medscape_2015_
1.pdf
Selvianti and Kentjono, W. A. (2015) ‘Anatomi dan Fisiologi Kalenjar Paratiroid’, n
JuornalUnair, 1(2), pp. 158–169. Available at :http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2011/10/pustaka_unpad_perawatan_maloklusi_kelas_Ii_keletal.pdf
Verina, W. (2015). Penerapan Metode Forward Chaining untuk Mendeteksi Penyakit
THT. Jatisi, 123-138.
Wineri, E., Rasyid, R., & Alioes, Y. (2014). Perbandingan Daya Hambat Madu Alami

23
dengan Madu Kemasan secara In Vitro terhadap Streptococcus beta hemoliticus
Group A sebagai Penyebab Faringitis. Jurnal Kesehatan Andalas, 3(3)

24
25

Anda mungkin juga menyukai