Anda di halaman 1dari 47

Bedside Teaching

Batu Saluran
Kemih
Oleh : Kelompok P2
- Galih Dwi Shinta (200131045)
- Isriani (200131064)
- Franklin Stevent Boyke Sihombing (200131075)
- Johan Samuel Sitanggang (200131115)
- Helena Keicya Feinina Pasaribu (200131184)
Pembimbing : dr. Dhirajaya Dharma Kadar, Sp. U

DEPARTEMEN ILMU BEDAH DIVISI BEDAH UROLOGI


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2022
Definisi
Batu Saluran
Kemih
DEFINISI

Batu Saluran Kemih (BSK)


• Batu saluran kemih (BSK) didefinisikan sebagai pembentukan batu di saluran kemih
yang meliputi batu ginjal, ureter, buli, dan uretra.

Pembentukan batu dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, yaitu


infeksi, non-infeksi, kelainan genetik, dan obat-obatan.
Epidemiologi
Batu Saluran
Kemih
EPIDEMIOLOGI
● Di Indonesia, masalah batu saluran kemih masih menduduki kasus tersering di antara
seluruh kasus urologi.
● Belum terdapat data angka prevalensi batu saluran kemih nasional di Indonesia.
● Di beberapa negara di dunia berkisar antara 1-20%.
● Laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan perempuan yaitu 3:1 dengan puncak
insiden terjadi pada usia 40-50 tahun.
Faktor Risiko
Batu Saluran
Kemih
FAKTOR RISIKO

1. Faktor intrinsik
• Usia (30-59)
• Jenis Kelamin (Laki-laki:Perempuan = 3:1)
• Keturunan/Herediter
Dent’s disease : peningkatan 1,25 dehidroksi vitamin D → penyerapan kalsium
di usus meningkat → hiperkalsiuria, proteinuria, glikosuria, aminoasiduria dan
fosfaturia yang akhirnya mengakibatkan batu kalsium oksalat dan gagal ginjal.
FAKTOR RISIKO

2. Faktor Ekstrinsik
• Geografi: daerah pegunungan, bukit dan tropis, mempengaruhi kebiasaan makan dan
temperatur.
• Iklim / Cuaca: daerah dengan suhu tinggi → meningkatkan keringat dan konsentrasi air
berkemih → meningkatkan pembentukan kristal air berkemih pada orang dengan kadar asam
urat tinggi.
• Jumlah air yang diminum: kurang asupan air dan tingginya kadar kalsium pada air yang
dikonsumsi meningkatkan insiden BSK.
• Diet/Pola makan: tinggi konsumsi protein hewani.
• Jenis pekerjaan: lama duduk → mengganggu proses metabolisme.
FAKTOR RISIKO

2. Faktor Ekstrinsik
• Stres: meningkatkan kejadian HT → imunitas rendah, gangguan metabolisme.
• Olahraga: jarang olahraga → gangguan metabolisme.
• Obesitas (59,2%): penurunan pH air kemih, kadar asam urat, dan peningkatan oksalat dan
kalsium pada orang yang obesitas.
• Kebiasaan menahan BAK → stasis air kemih → ISK dan terjadi pengendapan kristal. ISK
yang disebabkan oleh kuman pemecah urea (proteus, klebsiella, pseudomonas;
staphylococcus, corynebcaterium) akan menimbulkan batu jenis struvit (magnesium amonium
fosfat).
Patogenesis
Batu Saluran
Kemih
PATOGENESIS

1. Teori fisiko-kimiawi
❖ Teori supersaturasi
Supersaturasi air kemih dengan garam-garam pembentuk batu merupakan dasar
terpenting dan syarat terjadinya proses pengendapan.
Jika kelarutan suatu substansi lebih tinggi jika dibandingkan dengan titik endapannya
maka akan terjadi supersaturasi yang menimbulkan terbentuknya kristal dan pada
akhirnya terbentuk batu.

❖ Teori matrik
Di dalam air kemih, terdapat suatu protein yang berasal dari pemecahan mitokondria sel
tubulus renalis yang berbentuk jaring laba-laba.
Kristal batu oksalat maupun kalsium fosfat akan menempel pada anyaman tersebut dan
berada di sela-sela anyaman sehingga terbentuknya batu.
PATOGENESIS
❖ Teori inhibitor
• Organik (asam sitrat, nefrokalsin, dan tamma-horsefall glikoprotein)
• Anorganik (prifosfat dan zinc)

❖ Teori Epitaksi
Teori ini menjelaskan bahwa kristal dapat menempel pada kristal lain yang berbeda
sehingga akan cepat membesar dan menjadi batu campuran.
Keadaan ini dapat disebut dengan nukleasi heterogen dengan kasus yang paling sering adalah
kalsium oksalat yang menempel pada kristal asam urat yang ada.
PATOGENESIS

2. Teori Vaskular
❖ Hipertensi (83% memiliki perkapuran ginjal)
Hal ini disebabkan aliran darah papilla ginjal berbelok 180 dan aliran darah berubah dari aliran
laminer menjadi tuberlensi. Pada penderita hipertensi aliran tuberlen tersebut berakibat terjadinya
pengendapan ion-ion kalsium papilla (Ranal’s plaque) yang nantinya dapat berubah menjadi batu.

❖ Kolesterol
Adanya kadar kolesterol yang tinggi dalam darah akan disekresi melalui glomerulus ginjal dan
tercampur di dalam air kemih. Akibat adanya butiran kolesterol tersebut akan merangsang agregasi
dengan kristal kalsium oksalat dan kalsium fosfat sehingga terbentuk batu seperti pada teori epitaksi
Klasifikasi
Batu Saluran
Kemih
KLASIFIKASI
Batu Ginjal (Nefrolithiasis)
Manifestasi klinis:
▪ Nyeri → Pinggang

• Nyeri kolik → Aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises yang meningkat →
tekanan intraluminal meningkat → peregangan dari terminal saraf → sensasi nyeri

• Nyeri non-kolik → Peregangan kapsul ginjal (hidronefrosis, infeksi ginjal)


▪ Hematuria → Trauma mukosa oleh batu
▪ Demam → curiga urosepsis
▪ Passing stone

Pemeriksaan fisik:
• Nyeri ketok CVA
• Teraba ginjal → hidronefrosis
URETER (URETEROLITHIASIS)
Pada umumnya adalah batu yang terbentuk di dalam sistim kaliks ginjal, yang turun ke ureter.

Terdapat tiga penyempitan sepanjang ureter yang biasanya menjadi tempat berhentinya batu yang
turun dari kalik yaitu :
▪ Ureteropelvic junction (UPJ)
▪ Persilangan ureter dengan vasa iliaka
▪ Muara ureter di dinding buli (UVJ)

Manifestasi klinis:
• Nyeri kolik → akibat peristaltik yang sifatnya hilang timbul
• Mual
• Nyeri alih
Batu Buli (Vesikolithiasis)
Manifestasi klinis:
• Khas → Gejala iritasi
• Nyeri suprapubik
• Sifat nyeri → Referred pain (ujung penis, skrotum, perineum, pinggang, sampai kaki),
sakit terasa di akhir BAK

Pemeriksaan fisik:
• Nyeri tekan suprapubik
• Buli teraba penuh
Batu Uretra (Uretrolithiasis)
Asal → biasanya dari batu ginjal/ureter → buli → uretra
Angka kejadian → 1 % dari seluruh batu saluran kemih

Manifestasi klinis:
• Paling sering (miksi tiba-tiba terhenti) → retensi urin, sebelumnya didahului nyeri pinggang
• Urin menetes
• Batu uretra anterior → dapat diraba oleh pasien berupa benjolan keras di uretra pars
bulbosa ataupun pendularis, kadang tampak di meatus uretra eksternum
Klasifikasin Berdasarkan Etiologi
Klasifikasin Berdasarkan Pencitraan X-Ray
Diagnosis
Batu Saluran
Kemih
Diagnosis

Anamnesis
• Keluhan pasien dapat bervariasi mulai dari tanpa keluhan, sakit pinggang ringan hingga berat
(kolik), disuria, hematuria, retensi urin, dan anuria.
• Dapat disertai keluhan seperti demam
• Riwayat produksi urin
• Riwayat penyakit terdahulu : obesitas, hiperparatiroid primer, penyakit usus atau pankreas.
• Riwayat pola makan : asupan kalsium, cairan yang sedikit, garam tinggi, kurang sayur dan buah,
serta makanan tinggi purin yang berlebihan, jenis minuman yang dikonsumsi, jumlah dan jenis
protein yang dikonsumsi.
• Riwayat pengobatan dan suplemen seperti probenesid, inhibitor protease, inhibitor lipase,
kemoterapi, vitamin C, vitamin D, kalsium, dan inhibitor karbonik anhidrase.
Diagnosis

Vital Sign

Pemeriksaan fisik Urologi


● Sudut kostovertebra: Nyeri tekan, nyeri ketok, pembesaran ginjal
● Suprasimfisis: nyeri tekan, buli kesan penuh
● Genitalia eksterna: teraba batu di urethra
Diagnosis
Diagnosis

Pencitraan

USG merupakan pencitraan yang awal dilakukan dengan alasan aman, mudah diulang, dan terjangkau. USG
juga dapat mengidentifikasi batu yang berada di kaliks, pelvis, dan UPJ. USG memiliki sensitivitas 45% dan
spesifisitas 94% untuk batu ureter serta sensitivitas 45% dan spesifisitas 88% untuk batu ginjal. Pemeriksaan
CT-Scan non kontras sebaiknya digunakan mengikuti pemeriksaan USG pada pasien dengan nyeri punggung
bawah akut karena lebih akurat dibandingkan IVP.
Diagnosis

Pencitraan/Imaging
● Pencitraan rutin antara lain, foto polos abdomen
(kidney-ureter-bladder/KUB radiography).
Pemeriksaan foto polos dapat membedakan batu
radiolusen dan radioopak serta berguna untuk
membandingkan saat follow-up.
Diagnosis

Pencitraan
● CT-Scan non kontras menjadi standar diagnostik pada nyeri pinggang akut. CT-Scan non
kontras dapat menentukan ukuran dan densitas batu. CT-Scan dapat mendeteksi batu asam
urat dan xantin.
● Pemeriksaan urografi intravena (IVP) dapat dipakai sebagai pemeriksaan diagnostik apabila CT-
Scan non kontras tidak memungkinkan.
Diagnosis
Tatalaksana
Batu Saluran
Kemih
TATALAKSANA

Tujuan tatalaksana: Terapi ESWL


1. Mengurangi nyeri konservatif / (Extracorporeal
2. Menghilangkan batu yang ada terapi ekspulsif Shockwave
3. Mencegah batu berulang
medikamentosa Lithotripsy)

Indikasi Pengangkatan secara Aktif:


1. batu > 15mm
2. Nyeri menetap Pembedahan
3. Obstruksi persisten
4. Insufisiensi ginjal
5. Kelainan anatomis
TATALAKSANA
• Pemberian tata laksana batu pada saluran kemih dapat berdasarkan komposisi batu, ukuran batu,
dan gejala pasien.
• Terapi umum untuk mengatasi gejala batu saluran kemih/ BSK adalah pemberian analgesik segera
berupa NSAID dan parasetamol dengan memperhatikan dosis dan efek samping obat.
• Pemberian obat golongan α-blocker juga dapat menurunkan episode nyeri, namun masih terdapat
kontroversi.
• Pada pasien dengan batu ureter simptomatik, pengangkatan batu segera merupakan tata laksana
pertama.
• Apabila terjadi obstruksi ginjal dengan sepsis, maka segera dekompresi.
• Pengambilan sampel darah dan urine untuk kultur perlu dilakukan, dan pemberian antibiotik
adalah sesuai hasil kultur.
• Pemasangan DJ stent sebelum SWL disarankan untuk dilakukan pada kasus batu dengan ukuran
>2 cm.
TATALAKSANA
Konservatif
- Pengamatan dilakukan pada batu kaliks yang asimtomatik dengan
ukuran ≤10 mm.
- Bila ditemukan pertambahan ukuran batu >5mm dalam jangka
waktu penatalaksanaan konservatif tertentu, maka segera dilakukan
tindakan.

Farmakologis
- Pelarutan batu secara farmakologis diberikan untuk batu asam urat.
Contoh Obat yang Dapat Diberikan secara Farmakologis:
- Medical Expulsive Therapy/MET):
- α-blocker
- CCB (nifedipin)
- PDE-5 inhibitor (tadalafil)
TATALAKSANA

Indikasi pengangkatan batu ginjal antara lain :


 Pertambahan ukuran batu.
 Pasien risiko tinggi terjadinya pembentukan batu.
 Obstruksi yang disebabkan oleh batu.
 Infeksi saluran kemih.
 Batu yang menimbulkan gejala seperti nyeri atau hematuria.
 Ukuran batu >15 mm.
 Ukuran batu <15 mm, jika observasi bukan merupakan pilihan terapi.
 Preferensi pasien.
 Komorbiditas.
 Keadaan sosial pasien (misalnya profesi dan travelling).
TATALAKSANA
TATALAKSANA
TATALAKSANA
TATALAKSANA
TATALAKSANA: BATU URETRA

Batu uretra posterior Batu uretra anterior


Batu di uretra posterior didorong kembali ke Pendorongan batu kembali ke buli sulit berhasil.
buli untuk selanjutnya dilakukan tatalaksana Jika gagal, penatalaksanaan operatif menjadi
operatif. Pendorongan batu uretra dilakukan pilihan. Batu uretra anterior dapat menyumbat
bersama pemasangan kateter uretra. Cara ini hingga bagian fosa navikularis atau meatus
bisa gagal karena dipersulit oleh spasme uretra eksternus, perlu tindakan meatotomi.
uretra eksternum atau otot periuretra di
sekitar batu karena nyeri gesekan batu.
TATALAKSANA

ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy) Endourologi


Merupakan tindakan non-invasif, pada tindakan Tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan BSK yang
ini digunakan gelombang kejut eksternal yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya
dari saluran kemih melalui alat yang dimasukan langsung
dialirkan melalui tubuh untuk memecah batu.
kedalam saluran kemih.
Percutaneus
Nephrolithotomy
(PNL)

Retrograde Intrarenal
Surgery (RIRS) via
flexible-ureterorenoskopi
(f-URS)
TATALAKSANA

• Ureterorenoskopi (URS)
Untuk batu ureter proksimal impaksi yang besar atau ketika ureter tidak
dapat dilakukan secara retrograd dapat diterapi dengan pilihan seperti URS
dengan akses antegrad perkutan.

• Operasi terbuka/ laparoskopi


Untuk ureterolitotomi, dapat dilakukan prosedur laparoskopi pada batu
besar impaksi jika prosedur litotripsi endoskopik atau SWL gagal.
Komplikasi
Batu Saluran
Kemih
KOMPLIKASI

Apabila urolithiasis, atau batu saluran kemih, tidak ditangani dengan baik dan tepat maka dapat
terjadi beberapa komplikasi seperti :
• Obstruksi dan uremia
• Pielonefritis kronik
• Xanthogranulomatous pyelonephritis
• Pionefrosis
• Gagal ginjal, baik akut maupun kronik
• Sepsis
Prognosis
Batu Saluran
Kemih
PROGNOSIS
 Prognosis baik.
 Asimptomatik / calyceal stones (non struvite) biasanya tidak memerlukan intervensi akut dan
dapat dipantau seiring waktu dengan evaluasi rutin dengan USG.
 Batu yang berukuran 5-6 mm biasanya dapat keluar secara spontan dan dapat diberi
tatalaksana (anti-emetic, analgesia, peningkatan asupan oral, dan antagonis reseptor alfa
seperti tamsulosin).
 Batu yang lebih kecil dapat diberi konseling tentang modifikasi faktor resiko untuk
mencegah kekambuhan batu.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai