OTOMIKOSIS
Oleh:
I Gede Dimas Kharisma Mahardika
(017.06.0011)
Pembimbing:
dr. I Putu Sudiasa, Sp. THT-KL
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
nikmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyusun dan menyelesaikan
laporan Case Based Discussion dengan judul “Otomikosis”. Laporan Case Based
Discussion ini disusun untuk memenuhi penugasan dalam menempuh kepaniteraan
klinik di bagian SMF THT RSUD Bangli.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula), liang telinga (meatus
acusticus eksterna) sampai membran timpani bagian lateral. Daun telinga
dibentuk oleh tulang rawan dan otot serta ditutupi oleh kulit. Kearah liang
telinga lapisan tulang rawan berbentuk corong menutupi hampir sepertiga
lateral, dua pertiga lainnya liang telinga dibentuk oleh tulang yang ditutupi
kulit yang melekat erat dan berhubungan dengan membran timpani. Bentuk
daun telinga dengan berbagai tonjolan dan cekungan serta bentuk liang telinga
yang lurus dengan panjang sekitar 2,5 cm, akan menyebabkan terjadinya
resonansi bunyi sebesar 3500 Hz. Sepertiga bagian luar terdiri dari tulang
2
3
rawan yang banyak mengandung kelenjar serumen dan rambut, sedangkan dua
pertiga bagian dalam terdiri dari tulang dengan sedikit serumen (Pearce, 2016).
Telinga luar mendapatkan suplai darah dari cabang arteri carotis
eksterna, adapun vaskularisasi bagian anterior dari a . Auriculo temporalis (a.
temporalis superficialis), bagian posterior dari a. Auricularis posterior, bagian
medial dari a. Auricularis profunda ( a. Maxillaris) (Pearce, 2016).
Persarafan telinga luar terdiri dari Nervus auricularis mayor cabang
nervus spinalis C2-C3 yang menginervasi kulit auricula dan 1/3 lateral kulit
diatas permukaan prosesus mastoideus. Nervus occipitalis minor (bag C2)
menginervasi kulit auricula 1/3 posterior. Nervus auriculo temporalis
merupakan cabang N. V (trigeminus) yang menginervasi kulit auricula 2/3
anterior, 1/2 bagian anterior KAE dan membrana timpani. Nervus tympanicus,
cabang dari N IX (N glosopharyngeus) yang menginervasi permukaan luar
membran timpani. Nervus Arnold cabang dari nervus vagus (N. X) yang
menginervasi sebagian kecil auricula, 1/2 bagian posterior kanalis auditorius
eksternus dan membran timpani (Pearce, 2016).
Meatus dilapisi oleh kulit, dan sepertiga bagian luarnya mempunyai
rambut, kelenjar sebasea, dan glandula seruminosa. Glandula ini adalah
modifikasi kelenjar keringat yang menghasilkan sekret berwarna coklat
kekuningan yang disebut serumen. Rambut dan serumen merupakan barier yang
lengket, untuk mencegah masuknya benda asing dan berfungsi untuk menolak
air. Folikel rambut banyak terdapat pada 1/3 bagian luar liang telinga. Kelenjar
sebasea pada telinga berkembang baik pada daerah konka, ukuran diameternya
0,5- 2,2mm. Batas akhir untuk bagian telinga luar adalah membrana tympani
(Pearce, 2016).
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan
memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki
panjang vertikal rata-rata 9-10 mm, diameter antero-posterior kira-kira 8- 9 mm,
dan ketebalannya rata-rata 0,1 mm. Letak membran timpani tidak tegak lurus
terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar ke
muka dalam dan membuat sudut 450 dari dataran sagital dan horizontal.
4
2) Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3
bagian).
Prosessus mastoideus merupakan bagian tulang temporalis yang
terletak di belakang telinga. Ruang udara yang berada pada bagian atasnya
disebut antrum mastoideus yang berhubungan dengan rongga telinga tengah.
Infeksi dapat menjalar dari rongga telinga tengah sampai ke antrum mastoideus
yang dapat menyebabkan mastoiditis (Saladin, 2014).
c. Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari dua bagian, yaitu labirin tulang dan labirin
membranosa. Labirin tulang terdiri dari koklea, vestibulum, dan kanalis semi
sirkularis, sedangkan labirin membranosa terdiri dari utrikulus, sakulus, duktus
koklearis, dan duktus semi sirkularis. Rongga labirin tulang dilapisi oleh
lapisan tipis periosteum internal atau endosteum, dan sebagian besar diisi oleh
trabekula (susunannya menyerupai spons) (Pearce, 2016).
Koklea (rumah siput) berbentuk dua setengah lingkaran. Ujung atau
puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala vestibuli
(sebelah atas) dan skala timpani (sebelah bawah). Diantara skala vestibuli dan
skala timpani terdapat skala media (duktus koklearis). Skala vestibuli dan skala
timpani berisi perilimfa dengan 139 mEq/l, sedangkan skala media berisi
endolimfa dengan 144 mEq/l mEq/l. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar
skala vestibuli disebut membrana vestibularis (Reissner’s Membrane)
sedangkan dasar skala media adalah membrana basilaris. Pada membran ini
terletak organ corti yang mengandung organel-organel penting untuk
mekanisme saraf perifer pendengaran (Pearce, 2016).
Vaskularisasi telinga dalam berasal dari A. Labirintin cabang A.
Cerebelaris anteroinferior atau cabang dari A. Basilaris atau A. Verteberalis.
Arteri ini masuk ke meatus akustikus internus dan terpisah menjadi A.
Vestibularis anterior dan A. Kohlearis communis yang bercabang pula menjadi
A. Kohlearis dan A. Vestibulokohlearis. A. Vestibularis anterior memperdarahi
N. Vestibularis, urtikulus dan sebagian duktus semisirkularis (Pearce, 2016).
6
2.2 Otomikosis
2.2.1 Definisi
Otomikosis merupakan penyakit inflamasi telinga luar yang disebabkan
oleh infeksi jamur, dan dapat menyebabkan inflamasi difus di kulit meatus yang
bisa menyebar ke auricula maupun lapisan epidermal membran timpani (Barati B
dkk, 2017; Rusmardjono, 2011).
Berdasarkan waktu, otomikosis didefinisikan sebagai infeksi akut,
subakut, maupun kronik akibat ragi dan filamentosa jamur yang dapat merusak
epitel squamosa meatus acusticus external (Rusmardjono, 2011).
2.2.2 Etiologi dan Faktor Risiko
Otomikosis biasanya disebabkan oleh beberapa spesies dari jamur yang
bersifat saprofit. Pada sekitar 75% kasus otomikosis, genus Aspergillus merupakan
agen kausative utama, dengan penyebab tersering disebabkan oleh A. Niger, dan
terkadang disebabkan oleh A. flavus and A. Fumigatus. Jamur ini kadang-kadang
didapatkan dari liang telinga tanpa adanya gejala apapun kecuali rasa tersumbat
dalam telinga, atau dapat berupa peradangan yang dapat menyerang epitel kanalis
atau gendang telinga dan menimbulkan gejala-gejala akut. Kadang-kadang dapat
pula ditemukan Candida albicans (Chander J dalam Firza, 2012).
itu sendiri membentuk masa debris yang basah. Massa basah ini selanjutnya
mengiritasi kulit liang telinga yang sudah terkelupas tadi sehingga timbul rasa
gatal. Dengan digaruk akan memperberat rasa gatal tersebut. Seperti
disebutkan rasa gatal ini merupakan keluhan yang paling sering dialami oleh
pasien.
b. Rasa penuh pada liang telinga.
c. Gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran biasanya ringan saja akibat adanya massa seperti busa
yang besar pada liang telinga yang terutama disebabkan oleh jamur Aspergillus
niger.
d. Sakit pada telinga
Keluhan sakit pada dasarnya merupakan keluhan lanjutan setelah gatal dan
liang telinga dikorek-korek, sehingga membuat trauma dan menimbulkan
reaksi radang yang diikuti infeksi bakteri. Keluhan ini merupakan keluhan
kedua terbanyak.
Rasa sakit pada telinga bisa bervariasi mulai dari hanya berupa perasaan tidak
enak pada telinga, perasaan penuh dalam telinga, perasaan seperti terbakar
hingga berdenyut diikuti nyeri yang hebat. Keluhan rasa sakit yang dikeluhkan
sering menjadi gejala yang mengelirukan, walaupun rasa sakit tersebut
merupakan gejala yang dominan. Derajat rasa sakit belum bisa
menggambarkan derajat peradangan yang terjadi. Hal ini dijelaskan
bahwasanya kulit dari liang telinga luar langsung berhubungan dengan
periosteumdan perikondrium, sehingga edema dermis akan menekan serabut
saraf yang mengakibatkan rasa nyeri.
2.2.4 Patofisiologi
Patofisiologi otitis eksterna fungi berkaitan dengan anatomi, fisiologi dan
histologi kanalis akustikus eksterna. Kanalis akustikus eksterna adalah sebuah
saluran atau kanal dengan panjang rata-rata 2,5 cm dan lebar rata-rata 7,9 mm pada
orang dewasa. Saluran atau kanal ini berbentuk silinder dan dilapisi dengan epitel
berlapis gepeng bertanduk hingga ke bagian luar membrana timpani. Bagian depan
9
dari resesus membrana timpani, hingga isthmus sering menjadi tempat akumulasi
debris keratin dan serumen dan sulit dibersihkan (Anwar K, dkk 2014).
Serumen memiliki suatu zat antimikotik, bakteriostatik dan insect repellent.
serumen terdiri dari lipid (46-73%), protein, asam amino bebas, mineral, lisosim,
imunoglobulin, dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak tak jenuh rantai panjang
yang terdapat pada kanalis akustikus eksterna yang normal dapat menghambat
pertumbuhan bakteri. Komposisi hidrofobik ini memungkinkan serumen berperan
dalam mengeluarkan air dari kanalis akustikus eksterna, serta membuat permukaan
kanalis tidak permeabel, dan mencegah maserasi dan kerusakan epitel (Vennewald
I, 2017).
Flora normal atau komensal yang terdapat di dalam kanalis akustikus
eksterna diantaranya, Staphylococcus epirdemidis, Corynebacterium sp, Bacillus
sp, gram positif cocci (Staphylococcus aureus, Streptococcus sp, non-pathogenic
micrococci), gram negative bacilli (Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli,
Hemophilus influenza, Morazella catarrhalis, etc) dan jenis jamur miselia dari
genus Aspergillus dan Candida sp. Flora normal atau komensal ini tidak bersifat
patogen apabila lingkungan kanalis aksutikus eksterna dan keseimbangan antara
bakteri dan jamur tetap terjaga (Anwar K, dkk 2014).
2.2.5 Diagnosis
Penegakan diagnosis pada otomikosis diawali dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (Vennewald I, 2017).
a. Anamnesis
Adanya keluhan rasa gatal, rasa penuh pada liang telinga, dan kadang di sertai
nyeri.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik umumnya, pada liang telinga akan tampak berwarna
merah, ditutupi oleh skuama, dan kelainan ini ke bagian luar akan dapat meluas
sampai muara liang telinga dan daun telinga sebelah dalam. Pada liang telinga
dapat terjadi penyempitan dalam berbagai derajat. Penyempitan disebabkan
reaksi peradangan pada lapisan kulit liang telinga luar karena infeksi jamur.
Didapati adanya akumulasi debris fibrin yang tebal, pertumbuhan hifa
10
berfilamen yang berwana putih dan panjang dari permukaan kulit. Sedangkan
pada membrana tympani dapat dijumpai kongesti dan peradangan pada
gendang telinga meskipun pada kebanyakan kasus tidak ditemukan kelainan
Tempat yang terinfeksi menjadi merah dan ditutupi skuama halus. Bila meluas
sampai kedalam, sampai ke membran timpani, maka akan dapat mengeluarkan
cairan serosanguinos.
c. Pemeriksaan Penunjang
Preparat Langsung
Skuama dari kerokan kulit liang telinga diperiksa dengan KOH 10 % akan
tampak hifa-hifa lebar, berseptum, dan kadang-kadang dapat ditemukan
spora-spora kecil dengan diameter 2-3u.
2.2.6 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan pada pasien otomikosis adalah pengangkatan jamur
dari liang telinga, menjaga agar liang telinga tetap kering serta bersuasana asam,
pemberian obat anti jamur, serta menghilangkan faktor risiko. Tindakan
pembersihan liang telinga bisa dilakukan dengan berbagai macam cara antara lain
dengan lidi kapas/kapas yang dililitkan pada aplikator, pengait serumen, atau
suction. Terapi otomikosis dengan anti jamur membutuhkan waktu ± 2 minggu
untuk mencegah rekurensi. Terapi berkelanjutan diberikan walaupun pasien sudah
bebas dari gejala (Vennewald I, 2017).
Pengobatan ditujukan untuk menjaga agar liang telinga tetap kering, jangan
lembab, dan disarankan untuk tidak mengorek-ngorek telinga dengan barang-
barang yang kotor seperti korek api, garukan telinga, atau kapas. Kotoran-kotoran
telinga harus sering dibersihkan. Pengobatan yang dapat diberikan seperti :
Larutan asam asetat 2-5 % dalam alkohol yang diteteskan kedalam liang
telinga atau dapat menggunakan cotton bud.
Larutan povidon iodin 5% atau tetes telinga yang mengandung campuran
antibiotik.
Pemberian fungisida topikal spesifik
▪ Clotrimazole, salah satu agen terapi yang paling efektif dalam otomikosis
dan memiliki efek antibakteri sehingga sering digunakan untuk
pengobatan infeksi campuran dari bakteri-jamur, dan tidak memiliki efek
ototoksisitas.
▪ Ketoconazole dan flukonazole merupakan antifungal spektrum luas dan
komponen kimianya efektif mengobati penyebab umum otomikosis
seperti Aspergillus dan Candida albicans.
▪ Nystatin adalah antibiotik makrolida poliena yang menghambat sintesis
sterol pada membran sitoplasma. Banyak cetakan dan ragi yang sensitif
terhadap Nystatin termasuk spesies Candida
12
.
BAB III
LAPORAN KASUS
13
14
f. Pemeriksaan Thorax :
Pulmo : Tidak Dilakukan
Cor : Tidak Dilakukan
g. Abdomen : Tidak Dilakukan
h. Ekstremitas : Tidak Dilakukan
B. Pemeriksaan Hidung
No. Bagian Kavum nasi dexta Kavum nasi sinistra
Hidung
1. Pemeriksaan Inspeksi : Inspeksi :
Hidung Luar • Bentuk normal • Bentuk normal
• Deformitas (-) • Deformitas (-)
• Hiperemis (-) • Hiperemis (-)
• Septum deviasi (-) • Septum deviasi (-)
Palpasi : Palpasi :
• Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
17
Gambar :
Gambar :
3.4 Diagnosis
3.5 Planning
a. Planning Pemeriksaan Penunjang : Tidak dilakukan
b. Planning Terapi
❖ Terapi Farmakologi :
▪ Cefixime tab 200mg 2x1
▪ Ketoconazole cream 2% 2x1
❖ Terapi Non Farmakologi :
▪ Spooling Aurikula dextra, sinistra
▪ Toilet telinga
c. KIE :
❖ Menggunakan obat secara rutin
❖ Jangan mengorek telinga dengan cotton bud
❖ Jangan sampai air masuk ke dalam telinga
❖ Kontrol kembali 3 hari kemudian
19
3.6 Follow Up
3.7 Prognosis
Ad Vitam : bonam
Ad Fungsionam : bonam
Ad Sanationam : bonam
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Telah dilaporkan kasus pasien laki-laki berusia 24 tahun datang ke Poli
THT RSUD Bangli dengan keluhan gatal pada telinga kanan dan kiri sejak 10
hari SMRS. Dari hasil anamnesis didapatkan informasi bahwa pasien
mengatakan beberapa kali membersihkan kedua telinganya dengan cotton bud
dan terkadang mengorek telinga menggunakan jari tangan. Pasien mengatakan
telinganya sempat kemasukan air setelah melakukan aktifitas berenang. Selain
itu pasien juga mengeluhkan terasa penuh di kedua liang telinga dan terkadang
disertai nyeri. Nyeri telinga dirasakan terus-menerus dan dirasakan memberat
setelah pasien membersihkan berulang kali telinganya yang terasa gatal dengan
cotton bud. Riwayat keluar cairan dari liang telinga, telinga berdenging,
demam, batuk dan pilek disangkal. Dari hasil pemeriksaan fisik dan status
lokalis pada telinga dengan menggunakan otoskop terlihat kedua liang telinga
kiri dan kanan pasien sempit, hiperemis dan terdapat debris berwarna putih
disertai adanya hifa. Pada pemeriksaan hidung dengan menggunakan spekulum
hidung tidak ditemukan adanya kelainan. Serta pada pemeriksaan tenggorokan
tidak tampak adanya peradangan pada mukosa dinding faring serta tonsil
T1/T1.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan,
kondisi pasien ini mengarah ke diagnosis yaitu Otomikosis Aurikula Dextra,
Sinistra. Kemudian pada pasien ini telah di lakukan pembersihan liang telinga
kiri dan telinga kanan untuk mengeluarkan debris pada kedua telinga. Pasien
ini di berikan terapi antibiotik oral serta pemberian antijamur topikal telinga
dan diberikan edukasi untuk dianjurkan kembali kontrol setelah 2 hari agar
dapat dievaluasi hasil terapi yang diberikan. Berdasarkan hasil follow up
pasien, menunjukan adanya perbaikan, kemudian dilakukan kembali
pembersihan liang telinga dan pemberian salep Ketoconazole 2%.
20
DAFTAR PUSTAKA
Ajay Philip, Regi Thomas, Anand Job, V. Rajan Sundaresan, Shalini Anandan, and
Rita Ruby Albert., 2018. Effectiveness of 7.5 Percent Povidone Iodine in
Comparison to 1 Percent Clotrimazole with Lignocaine in the Treatment of
Otomycosis,” ISRN Otolaryngology
Lita M, Hanggoro Sapto, Ety A, Yunita S., 2017. Otomikosis Auris Dextra pada
Perenang. Jurnal Medula Universitas Lampung, Volume 6, Nomor 1.
Pearce, Evelyn. 2016. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta; Gramedia
Syaifuddin. Jakarta: EGC.
Rusmarjono, Soepardi EA. 2011. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,
Tenggorokan, Kepala dan Leher. Edisi 6. Jakarta: Badan Penerbit FK UI.
Soepardi, Efiaty A., Iskandar I., Bashiruddin J., Astuti Ratna D., 2017. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 7.
Jakarta : Balai Penerbit FK UI.
21
Vennewald, I., Nat, R., Klemm E, 2017. Otomycosis: Diagnosis and treatment.
Clinics in Dermatology; 28: 202–211.
22