Anda di halaman 1dari 77

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DESEMBER 2023


UNIVERSITAS PATTIMURA

“ Noise Induced Hearing Loss ”

Disusun oleh:
Rahma Wati Tomu
NIM. 2022-84-048

Pembimbing:
dr. Stanley Permana, Sp. THT-KL

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN THT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan anugerah-Nya, penulis dapat menyelesaikan Referat dengan judul
“Noise Induce Hearring Loss”. Referat ini disusun sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Mata.
Penyusunan Referat ini dapat diselesaikan dengan baik karena adanya bantuan,
bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak.

Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada, dr. Stanley Permana, Sp. THT-KL selaku pembimbing yang telah
bersedia meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga untuk membantu penulis dalam
menyelesaikan Referat ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Referat ini
masih belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat
membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan
penulisan Referat ini ke depannya. Semoga laporan Referat dapat memberikan
manfaat ilmiah bagi semua pihak yang membutuhkan.

Ambon, Desember 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul .................................................................................................................. i

Kata pengantar................................................................................................................... ii

Daftar Isi..………………………………………………….……………………………...iii

BAB I ……………………………………………………………………………1

BAB II……………………………………………………………………………3

II.1. Anatomi Telinga………………………………………………………...3


II.2. Fisiologi Pendengaran…………………………………………………..8
II.3. NIHL. .....................................................................................................9

II.3.1 Definisi. .................................................................................................9

II.3.2 Epidemiologi...........................................................................................10

II.3.3 Etiologi ..................................................................................................12

II.3.4 Patofisiologi ...........................................................................................13

II.3.5 Gejala Klinis ..........................................................................................27

II.3.6 Faktor Resiko..........................................................................................28

II.3.7 Diagnosis................................................................................................32

II.3.8 Tatalaksana.............................................................................................36

II.3.9 Prognosis.................................................................................................40

II.3.10 Pencegahan.............................................................................................40

BAB III…………………………………………………………………………..43

A. Kesimpulan. ...........................................................................................43

Daftar Pustaka……………………………………………………………………44

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber
dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu
dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Gangguan pendengaran akibat bising
atau Noise Induced Hearing Loss (NIHL) merupakan suatu kelainan atau
gangguan pendengaran berupa penurunan fungsi indera pendengaran akibat
terpapar oleh bising dengan intensitas yang berlebih terus menerus dalam waktu
lama.
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2012 terdapat
5,3% atau 360 juta orang di dunia yang mengalami gangguan pendengaran.
Pemerintah Australia pada Januari 2012 menyatakan bahwa 37% gangguan
pendengaran dikarenakan kebisingan yang terlalu tinggi. Menurut laporan Komisi
Gangguan Pendengaran di Inggris pada tahun 2013 diperkirakan 18.000 orang
menderita NIHL yang disebabkan oleh pekerjaan.
Berdasarkan National of Occopational Safety and Health (NOSH)
memperoleh data bahwa NIHL menjadi masalah utama di Amerika Serikat. Pada
tahun 2014 National Institute on Deafness and Other Communication Disorders
(NIDCD) memperkirakan sekitar 15% atau 26 juta orang di Amerika Serikat yang
berumur 20 sampai 69 tahun menderita gangguan pendengaran akibat bising di
tempat kerja atau dalam kegiatan rekreasi. Menurut World Health Organization
(WHO) pada tahun 2012 prevalensi gangguan pendengaran di Asia Tenggara
adalah 156 juta orang atau 27% dari total populasi sedangkan pada orang dewasa
di bawah umur 65 tahun adalah 49 juta orang atau 9,3% yang disebabkan karena
suara keras yang dihasilkan di tempat kerja.

1
Menurut Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan
Ketulian pada tahun 2014 ganggunan pendengaran akibat bising di Indonesia
termasuk yang tertinggi di Asia Tenggara yaitu sekitar 36 juta orang atau 16,8%
dari total populasi.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Anatomi telinga

Gambar 1. Anatomi telinga1

3
II.I.I. Telinga luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,
sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya
kirakira ± 2,5 - 3cm.3

Gambar 2. Anatomi telinga luar

Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjar serumen
dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua
pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen. Kanalis auricularis
externus dilapisi oleh kulit yang terikat erat pada tulang rawan dan tulang yang
mendasarinya karena tidak adanya jaringan subkutan di area tersebut. Dengan
demikian daerah ini menjadi sangat peka.2

Liang telinga sebenarnya mempunyai lapisan kulit yang sama dengan


lapisan kulit pada bagian tubuh lainnya yaitu dilapisi epitel skuamosa. Kulit liang
telinga merupakan lanjutan kulit daun telinga dan kedalam meluas menjadi lapisan
luar membran timpani.

4
Lapisan kulit liang telinga luar lebih tebal pada bagian tulang rawan dari
pada bagian tulang. Pada liang telinga rulang rawan tebalnya 0,5 – 1 mm, terdiri
dari lapisan epidermis dengan papillanya, dermis dan subkutan merekat dengan
perikondrium. Epidermis dari liang telinga bagian tulang rawan biasanya terdiri
dari 4 lapis yaitu sel basal, skuamosa, sel granuler dan lapisan tanduk.2,3

Lapisan liang telinga bagian tulang mempunyai kulit yang lebih tipis,
tebalnya kira-kira 0,2 mm, tidak mengandung papilla, melekat erat dengan
periosteum tanpa lapisan subkutan, berlanjut menjadi lapisan luar dari membran
timpani dan menutupi sutura antara tulang timpani.3
Otot daun telinga terdiri dari 3 buah otot ekstrinsik dan enam buah
ototintrinsik. Otot ekstrinsik terdiri m.aurikularis anterior, m.aurikularis superior
dan m.aurikularis posterior. Otot-otot ini menghubungkan daun telinga dengan
tulangtengkorak dan kulit kepala. Otot-otot ini bersifat rudimenter, tetapi pada
beberapa orang tertentu ada yang masih mempunyai kemampuan untuk
menggerakan daun telinganya keatas dan kebawah dengan menggerakan otot-otot
ini. Otot intrinsik terdiri dari m.helisis mayor, m. helisis minor, m. tragikus,
m.antitragus, m. obligus aurkularis, dan m.transpersus aurikularis. Otot-otot ini
berhubungan bagian-bagian daun telinga.3

 Perdarahan
Arteri-arteri dari daun telinga dan liang telinga luar berasal dari
cabang aurikulotemporal arteri temporalis superficial di bagian anterior. Di
bagian posterior dipendarahi oleh cabang aurikuloposterior dari arteri karotis
eksternal.2,3

Banyak dijumpai anastomosis diantara cabang-cabang dari arteri ini.


Pendarahan kebagian lebih dalam dari liang telinga luar dan permukaan luar
membrana timpani adalah oleh cabang aurikular dalam arteri maksilaris
interna. 2,3

Vena telinga bagian anterior, posterior dan bagian dalam umumnya


bermuara ke vena jugularis eksterna dan vena mastoid. Akan tetapi,

5
beberapa vena telinga mengalir kedalam vena temporalis superficial dan
vena aurikularis posterior. 2,3

 Persarafan

Persarafan telinga luar bervariasi berupa tumpang tindih antara


sarafsarafkutaneus dan kranial. Cabang aurikular temporalis dari bagian
ketiga saraf trigeminus (N.V) mempersarafi permukaan anterolateral
permukaan telinga, dinding anterior dan superior liang telinga dan segmen
depan membrana timpani.Permukaan posteromedial daun telinga dan
lobulus dipersarafin oleh pleksus servikal nervus aurikularis mayor. 3

Cabang aurikularis dari nervus fasialis (N.VII), nervus


glossofaringeus (N.IX) dannervus vagus (N.X) menyebar ke daerah konka
dan cabang-cabang saraf ini menyarafidinding posterior dan inferior liang
telinga dan segmen posterior dan inferior membrane timpani. 3

 Sistem limfatik
Kelenjar limfa regio tragus dan bagian anterior dari auricula
mengalir kekelenjar parotid, sementara bagian posterior auricular mengalir
ke kelenjar retroauricular.Regio lobulus mengalir kelenjar cervicalis
superior.3

II.1.2 Telinga Tengah

Telinga tengah merupakan bangunan berbentuk kubus yang terdiri dari:4

 Membran timpani yaitu membran fibrosa tipis yang berwarna kelabu


mutiara. Berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telingadan
terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaccida
(membrane Sharpnell) dimana lapisan luarnya merupakan lanjutan epitel
kulit liang telinga sedangkan lapisan dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia,
dan pars tensa merupakan bagian yang tegang dan memiliki satu lapis lagi
ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat
elastin. 2,3

6
 Tulang pendengaran; yang terdiri dari maleus, inkus dan stapes. Tulang
pendengaran ini dalam telinga tengah saling berhubungan.
 Tuba eustachius; yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan
nasofaring. 2,3

II.1.3 Telinga Dalam

Gambar 3. Anatomi telinga dalam1

Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak
koklea disebut helikotrema, yang berfungsi menghubungkan perilimfa skala
timpani dengan skala vestibuli.3

7
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak
skala vestibule sebelah atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media (duktus
koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa
sedangkan skala mediaberisi endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai
membran vestibuli (Membran Reissner) sedangkan dasar skala media adalah
membran basalis. Pada membran ini terletakorgan corti yang mengandung
organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Pada skala
media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebutmembran tektoria, dan
pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari selrambut dalam, sel
rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.3

II.2 Fisiologi pendengaran

Proses pendengaran diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun


telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang koklea.
Membran timpani akan bergetar ketika terkena gelombang suara. Daerah-daerah
bertekanan tinggi dan rendah yang berselang-seling dan ditimbulkan oleh
gelombang suara menyebabkan gendang telinga yang sangat peka melekuk ke
dalam dan keluar seiring dengan frekuensi gelombang suara.2

Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar membrane timpani ke


cairan telinga dalam. Pemindahan ini dipermudah oleh rantai tiga tulang kecil atau
osikulus (maleus, inkus, dan stapes) yang dapat bergerak dan membentang di
telinga tengah. Sewaktu membrane timpani bergetar, rangkaian tulang-tulang
tersebut ikut bergerak dengan frekuensi yang sama, memindahkan frekuensi
getaran ini dari membrane timpani ke jendela oval. Tekanan yang terjadi di
jendela oval yang ditimbulkan oleh setiap getaran akan menimbulkan gerakan
cairan telinga dalam mirip gelombang suara asal. System osikulus memperkuat
tekanan yang ditimbulkan oleh gelombang suara di udara melalui dua mekanisme
agar cairan di koklea gergetar.2

8
Pertama, karena luas permukaan membrane timpani jauh lebih besar dari
pada luas jendela oval (tekanan= gaya/luas). Kedua, efek tuas osikulus juga
menimbulkan penguatan. Bersama-sama, kedua mekanisme ini meningkatkan
gaya yang bekerja pada jendela oval sebesar 20 kali dibandingkan dengan jika
gelombang suara langsung mengenai jendela oval. Penambahan tekanan ini sudah
cukup untuk menggetarkan cairan di koklea.2

Energi getar yang diamplikasi ini akan menggetarkan jendela oval sehigga
perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran ini diteruskan melalui membrane
Reissner yang mendorong edolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif
antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang
mekanik yang akan menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut,
sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan lisrik dari badan
sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga
neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada
saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditoris sampai ke korteks
pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.2

Gambar 4. Fisiologi pendengaran 2

II.3. Noise Induced Hearing Loss

II.3.1 Definisi

9
Kehilangan pendengaran akibat kebisingan (NIHL) merupakan
konsekuensi dari kerusakan multifaktorial pada struktur pendengaran setelah
terpapar sumber suara keras dari lingkungan kerja, lingkungan, atau kegiatan
rekreasi. Kebisingan telah diakui sebagai faktor yang berkontribusi pada
kehilangan pendengaran jauh sebelum pengumpulan data yang ketat, analisis
canggih, dan desain eksperimen yang hati-hati menjadi norma. Meskipun earplug
dipatenkan pada tahun 1864, alat pelindung pendengaran disebutkan dalam
mitologi Yunani kuno.4 NIHL secara resmi diakui sebagai kondisi medis di
Amerika Serikat (AS) selama Revolusi Industri, pertama kali dinamai
'boilermaker's disease' sebagai referensi terhadap kehilangan pendengaran yang
dialami oleh pekerja yang membangun mesin yang menggerakkan transportasi
dan produksi.5 Meskipun prediksi ini dan pengetahuan yang telah lama diketahui
tentang efek buruk kebisingan terhadap pendengaran serta penelitian ekstensif di
era modern, kehilangan pendengaran tetap menjadi salah satu penyakit terkait
pekerjaan paling umum baik di AS maupun di dunia.5

NIHL bisa bersifat unilateral (mempengaruhi satu telinga) atau bilateral


(mempengaruhi kedua telinga), dan defisit pendengaran bisa bersifat sementara
atau permanen 6. Durasi dan keparahan NIHL tergantung pada sejauh mana dan
lokasi kerusakan seluler, yang berkorelasi dengan intensitas dan durasi stimulus
suara. Selain itu, NIHL seringkali tidak dapat diubah dan dapat memiliki dampak
negatif yang sangat besar pada kualitas hidup individu serta pada ekonomi dan
masyarakat secara umum. Namun, NIHL sebagian besar dapat dicegah dengan
tindakan pencegahan yang tepat, seperti penggunaan pelindung pendengaran.
Oleh karena itu, menerapkan langkah-langkah untuk mendeteksi dan mengurangi
faktor penyebab, meningkatkan kesadaran tentang kondisi ini, menerapkan
strategi perlindungan, dan mengembangkan terapi yang melindungi atau
mengurangi kerusakan akibat paparan kebisingan dapat membantu dalam
mencegah kondisi umum ini. 6,7

II.3.2 Epidemiologi

10
Laporan Beban Penyakit Global terbaru (2019) memperkirakan bahwa
1,57 miliar orang, atau 20,3% dari populasi dunia, terkena berbagai jenis
6,7
gangguan pendengaran, dengan 62% berusia di atas 50 tahun . Karena NIHL
merupakan penyebab kedua paling umum dari kehilangan pendengaran setelah
presbikusis (kehilangan pendengaran terkait usia) hal ini memberikan beban yang
besar pada individu dan sistem kesehatan. Secara global, diperkirakan NIHL
memengaruhi sekitar 5% dari populasi dan umumnya lebih umum terjadi pada
pria dewasa. Namun, ini mungkin merupakan perkiraan yang rendah karena
prevalensi NIHL bervariasi luas di antara populasi dan kelompok usia. Sebagai
contoh, paparan kebisingan di lingkungan kerja dan perkotaan yang lebih tinggi di
negara-negara berkembang meningkatkan risiko NIHL, dan akses terbatas ke
layanan kesehatan dan tes penapisan mungkin membuat sebagian besar beban
tidak terdeteksi .6,7 Selain itu, negara-negara berkembang mungkin kekurangan
panduan atau regulasi pemerintah untuk membatasi paparan kebisingan atau
kurangnya langkah-langkah pendidikan masyarakat untuk mendorong penggunaan
pelindung pendengaran. Hal ini dapat diamati dalam data tentang prevalensi NIHL
di tempat kerja di seluruh negara dalam wilayah geografis yang sama. Sekitar
16% dari kehilangan pendengaran yang menyulitkan pada orang dewasa secara
global dikaitkan dengan kebisingan di tempat kerja, dengan angka bervariasi
antara 7 hingga 21% di berbagai wilayah geografis. Baik angka tertinggi maupun
terendah berada di wilayah Pasifik Barat (sebagaimana didefinisikan oleh
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)): angka terendah terdapat di negara-negara
maju termasuk Australia, Jepang, Selandia Baru, dan Singapura, dan angka
tertinggi di wilayah ini melibatkan Kamboja, Laos, Malaysia, Filipina, dan
Vietnam.5

Karena kurangnya catatan publik dan pendanaan untuk penelitian tentang


NIHL, beban sebenarnya dari NIHL di negara berkembang tidak diketahui,
meskipun beberapa penelitian di India dan Afrika telah menyoroti hal ini. 7,8
Sebagai contoh, survei tentang efek kebisingan perkotaan terhadap polisi lalu
lintas di Hyderabad, India, melaporkan bahwa 76% dari mereka menderita NIHL,
dan tingkat NIHL tinggi diamati pada pekerja di industri tekstil, pertambangan,

11
dan rekayasa berat. Demikian pula, sebuah studi lintas-seksional melaporkan
bahwa prevalensi NIHL di antara pekerja besi/baja Tanzania secara signifikan
lebih tinggi daripada guru (48% vs. 31%) tetapi tinggi di kedua kelompok. 7

NIHL juga umum terjadi di negara maju. Di AS, wawancara dan tes
pendengaran yang dilakukan oleh Survei Pemeriksaan Kesehatan dan Gizi
Nasional (NHANES) Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC)
memperkirakan bahwa setidaknya 6% hingga 24% dari orang dewasa mengalami
kehilangan pendengaran di satu atau kedua telinga akibat paparan kebisingan,
dengan tingkat yang lebih tinggi pada pria. Diperkirakan 17% dari kaum muda di
AS (usia 12–19 tahun) memiliki tes pendengaran yang menunjukkan NIHL,
dengan tingkat yang lebih tinggi pada perempuan, terutama disebabkan oleh
tingkat kebisingan rekreasi yang tidak aman. Di Uni Eropa, kebisingan merupakan
penyebab utama dari kehilangan pendengaran yang menyulitkan, mempengaruhi
lebih dari 34,4 juta orang pada tahun 2019 dan berkontribusi lebih dari 185 miliar
euro setiap tahunnya terkait dengan penurunan kualitas hidup dan kehilangan
produktivitas. NIHL juga dilaporkan lebih umum terjadi di Eropa Timur dan
Tengah dibandingkan dengan Eropa Barat. Di Britania Raya (UK), diperkirakan
sekitar 180.000 orang berusia 35–64 tahun mengalami kesulitan mendengar yang
parah yang dapat dikaitkan dengan kebisingan di tempat kerja pada tahun 2002.
NIHL dan kebingungan pekerja masih diperkirakan menurun di UK tetapi masih
mempengaruhi lebih dari 11.000 pekerja setiap tahunnya. 8,9

II.3.3 Etiologi

Manusia dapat mendengar pada jarak frekuensi antara 20 sampai 20.000 Hz


dan kemampuan mendengar frekuensi tinggi menurun sesuai dengan umur.
Penurunan ini telah mulai pada umur dekade ke dua atau ke tiga dan dapat
menurunkan batas atas sampai 10.000 Hz atau kurang pada umur dekade ke enam.
Batas intensitas pendengaran manusia dapat ditentukan dengan tepat. Tingkat
tekanan bunyi dari nada yang nyaris dapat didengar bervariasi pada berbagai
frekuensi. Pada daerah yang sangat sensitif (1000 sampai 4000 Hz), hampir

12
mendekati 0,0002 dyne/cm2. Batas intensitas tertinggi kira-kira 140 dB di atas
0,0002 dyne/cm2. Pada tingkat ini, suara dari frekuensi manapun akan
menimbulkan rasa nyeri. Apabila terlalu lama mendengar suara di atas 85 dB
dapat mengakibatkan kerusakan pendengaran.8

Beberapa etiologi dari penurunan fungsi pendengaran akibat bising, yaitu:9

1. Intensitas kebisingan

2. Frekuensi kebisingan

3. Lamanya waktu pemaparan bising

4. Kerentanan individu

5. Jenis kelamin

6. Usia

7. Kelainan di telinga tengah

II.4.4 Patogenesis

II.4.4.1 Tingkat Kebisingan yang berbahaya

Tingkat kefrekuensian suara diukur dalam Hertz (Hz), dan


intensitas (kekerasan) diukur dengan tingkat tekanan suara pada skala
desibel (dB) yang bersifat logaritmik, yang berkisar dari tingkat paparan
aman hingga tidak aman (Gambar 1). Diskriminasi suara manusia normal
biasanya dimulai pada 0 dB dalam rentang frekuensi 20 Hz hingga 20.000
kHz . Sebagai perbandingan, percakapan normal berada sekitar 60 dB, lalu
lintas sekitar 80 dB, musik yang sangat keras di konser rock atau klub
malam sekitar 120 dB, dan mesin jet sekitar 140 dB. Kategori umum
paparan kebisingan meliputi kebisingan kontinu, yang berlangsung dalam
waktu yang lama, dan kebisingan impulsif, yang terjadi dengan cepat
(misalnya, tembakan atau ledakan) dan umumnya pada tingkat tekanan
suara yang lebih tinggi. Tingkat tekanan suara di atas 110 dB dianggap

13
sebagai ambang ketidaknyamanan, dan di atas 130 dB adalah ambang rasa
sakit [3]. Kebisingan berkelanjutan di atas 70 dB dapat menyebabkan
kehilangan pendengaran kumulatif, sementara kebisingan di atas 120 dB
dapat menyebabkan kehilangan pendengaran seketika.9

Gambar 5. Contoh tingkat paparan kebisingan di lingkungan kerja dan non-kerja. Data berasal dari
Institut Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional Amerika Serikat [ dan Yayasan Kesehatan
Pendengaran10

II.4.4.2 Struktur Pendengaran dan Fungsi yang Terpengaruh oleh Kebisingan

 Transmisi Suara dari Telinga Bagian Luar ke Telinga Tengah dan Dalam
Kerusakan yang terkait dengan NIHL dimulai ketika suara
berbahaya diarahkan ke struktur pendengaran dari telinga bagian luar
melalui saluran pendengaran . Bentuk unik saluran pendengaran, di mana
satu ujungnya ditutup oleh membran timpani dan terbuka di ujung lateral,

14
berfungsi sebagai tabung resonator seperempat gelombang yang
mengarahkan suara ke telinga tengah . Gelombang suara membuat
membran timpani bergetar yang mengirimkan informasi tentang frekuensi
dan amplitudo suara melalui rongga telinga tengah yang diisi udara
8,9
melalui osikel kecil (martil, landasan, dan akhirnya ke stapes).
Penguatan tekanan suara adalah fitur kunci dari transmisi suara dari telinga
tengah ke telinga dalam, memungkinkan stapes mendorong terhadap cairan
resistensi yang lebih tinggi di telinga dalam di belakang jendela oval.
Akibatnya, karena luas permukaan membran timpani lebih besar
dibandingkan dengan jendela oval koklea (rasio 20:1), tekanan suara yang
akhirnya diterima oleh jendela oval kurang lebih 20 kali lebih besar dari
stimulus suara asli. Resonansi di saluran telinga menghasilkan penguatan
frekuensi akustik yang panjang gelombangnya kira-kira empat kali
panjang saluran, yang, pada manusia, menghasilkan peningkatan frekuensi
sekitar 4 kHz. 8,9

15
Gambar 6. Transmisi suara9

Pada manusia, koklea memiliki saluran pusat berbentuk kerucut


(modiolus) di sekitar mana saluran koklea membuat dua putaran dan tiga
perempat putaran. Plat kaki stapes beristirahat pada jendela oval koklea dan
bergerak dengan cara piston untuk mengirimkan getaran suara ke saluran
koklea sejalan dengan keras lembut dan intensitas stimulus suara. Dengan
demikian, getaran dari pergeseran jendela oval berputar naik koklea untuk
menyebabkan pergerakan fisik cairan dan membran basilar yang fleksibel.
Membran basilar tidak bergetar sebagai satu kesatuan; sebaliknya, area-area
tertentu bergetar sebagai respons terhadap frekuensi suara yang berbeda. Ini

16
dicapai melalui variasi kekakuan dan lebar sepanjang membrannya: membran
tersebut tipis dan kaku di bagian dasar dan lebih lebar serta lebih fleksibel
menuju apeks. Oleh karena itu, frekuensi yang lebih rendah membuat
membran basilar bergetar lebih dekat ke apeks koklea, sedangkan frekuensi
yang lebih tinggi menghasilkan getaran lebih dekat ke dasar, dekat jendela
oval. Penyusunan ini dikenal sebagai organisasi tonotopik . Dengan demikian,
kemampuan kita untuk membedakan suara dengan loudness dan pitch yang
bervariasi bergantung pada kemampuan koklea untuk merespons dengan tepat
terhadap amplitudo dan frekuensi suara yang ditransmisikan.9,10

 Transduksi Pendengaran di organ corti

Scala media koklea mengandung organ Corti, alat seluler untuk


transduksi getaran suara menjadi sinyal saraf yang dapat diinterpretasikan oleh
otak. Organ Corti adalah mozaik sel-sel rambut sensorik dan sel pendukung
non-sensorik yang. Ada dua jenis sel rambut sensorik: satu baris sel rambut
daldan tiga hingga lima baris sel rambut luar. Kedua jenis sel rambut memiliki
3–4 baris "rambut" yang kaya akan aktin yang disebut stereosilia, yang
tingginya meningkat sepanjang membran basilar dari dasar hingga apeks.
Peran sel pendukung adalah memberikan dukungan struktural, metabolisme,
dan kekebalan pada organ Corti secara umum dan penting untuk kelangsungan
hidup sel rambut. Ini termasuk sel pilar, yang memisahkan IHC dan OHC
untuk membentuk terowongan Corti, serta sel Deiters ', Hensen', dan
Claudius.9

Sementara scala vestibuli berkomunikasi dengan scala tympani di


apeks koklea (helicotrema), scala media terpisah dari kedua ruang oleh
membran Reissner dan membran basilar, masing-masing. Pemisahan ini
penting untuk pemeliharaan komposisi ionik unik dari cairan ekstraseluler di
kedua ruang ini, menghasilkan potensial endokoklear yang penting untuk
transduksi pendengaran. Secara khusus, scala vestibuli dan scala tympani
mengandung perilimfa yang miskin K+ dan kaya Na+. Sebaliknya, scala

17
media diisi dengan endolimfa yang kaya K+ dan miskin Na+ yang
disekresikan oleh epitel khusus yang disebut stria vascularis. Ujung stereosilia
sel rambut tertanam dalam membran tectorial yang fleksibel dan bergerak
sebagai respons terhadap getaran suara. Bungkusan stereosilia juga terhubung
satu sama lain (dalam sel rambut yang sama) melalui ikatan ujung
ekstraseluler yang terbentuk sebagian oleh protein cadherin 23 (CDH23) dan
protokaderin 15 (PCDH15) [43]. Ikatan ini memungkinkan stereosilia
bergerak bersama dan menyebabkan saluran ion yang tergantung pada
mekanisme terbuka, menghantarkan arus masuk kation (K+ dan Ca2+) dari
endolimfa 8,9.

Sementara potensial endokoklear endolimfa di scala media adalah +80


mV dibandingkan dengan perilimfa [45], sel rambut memiliki potensial −55
mV hingga −150 hingga mV . Dengan demikian, masuknya kation
mendepolarisasi sel rambut, menghasilkan efek yang berbeda pada OHC dan
IHC. OHC secara fisik memanjang dan berkontraksi, mengaktifkan "penguat
koklea" untuk menyempitkan area eksitasi dan memberikan gelombang suara
yang lebih sensitif. Hal ini membantu dalam diskriminasi frekuensi dan
deteksi suara pelan. Sementara itu, IHC melepaskan neurotransmitter glutamat
ke bouton sinaptik dari tipe I (mielinasi) neurit spiral ganglion (SGN) yang
membentuk saraf pendengaran. Glutamat mengaktifkan reseptor glutamat
AMPA di serat saraf afren yang pada gilirannya mengirimkan sinyal saraf ke
nukleus koklea dan daerah pemrosesan pendengaran yang lebih tinggi. Satu
IHC bersinapsis dengan sekitar 10 bouton dari 10 sel ganglion spiral yang
berbeda, tetapi jumlahnya bervariasi secara tonotopik (hingga 20 bouton di
daerah frekuensi paling sensitif). IHC memiliki pita sinaptik yang mendukung
tingkat pelepasan glutamat yang tinggi dan mempertahankan sinyal
pendengaran yang bersamaan. Perubahan temporal dalam pelepasan neuron
sangat cepat di telinga, dengan efek dari 2 hingga 5 kHz, dan perbedaan antara
frekuensi-frekuensi ini memfasilitasi diskriminasi suara. 8,9

II.4.4.3 Mekanisme terjadinya NIHL

18
Mekanisme yang menyebabkan kehilangan pendengaran akibat kebisingan
meliputi kerusakan mekanis pada struktur koklea, penurunan aliran darah,
peradangan steril, dan stres oksidatif serta eksitotoksisitas akibat overstimulasi sel
rambut dan saraf . Hilangnya sel rambut melalui apoptosis akhirnya merupakan
cedera paling parah dan berkontribusi pada kehilangan pendengaran permanen.
Kebisingan pada frekuensi tertentu dapat menyebabkan kerusakan sel rambut pada
area tertentu yang muncul sebagai defisit pendengaran yang spesifik frekuensi.
Variabel yang memengaruhi tingkat kerusakan melibatkan faktor-faktor yang
dapat dikaitkan dengan stimulus suara (yaitu, intensitas, energi spektral paparan
kebisingan, dan durasi) dan karakteristik fisik, mekanik, dan kimia dari telinga
luar, tengah, dan dalam. Kerusakan yang disebabkan oleh kebisingan dapat
menyebabkan kerusakan sementara atau permanen dan kehilangan pendengaran
yang terkait. Paparan berkepanjangan pada tingkat kebisingan berbahaya atau
paparan satu kali pada tingkat suara yang sangat tinggi dapat menyebabkan
pergeseran ambang permanen (PTS). PTS terjadi ketika ambang standar stabil
pada tingkat yang lebih tinggi karena penghancuran sel rambut koklea, bungkusan
rambut mekanosensorik, atau serat saraf . Kehilangan pendengaran yang persisten
pada 14 hari setelah paparan kebisingan, dengan batas pemulihan atas adalah 30
hari, merupakan indikator PTS. Penurunan sementara pendengaran dengan
pemulihan dalam 24–48 jam disebut sebagai pergeseran ambang sementara (TTS)
dan disebabkan oleh kerusakan kebisingan yang lebih moderat. TTS dan PTS
menunjukkan pola histopatologi yang berbeda, sebagaimana dijelaskan di bawah
ini.10,11

19
Gambar 7 . Mekanisme terjadinya NIHL11

Gambar 8 . Mekanisme terjadinya NIHL11

 Kerusakan Mekanis

20
Karena sel rambut duduk di atas membran basilar dan karena stereosilia
mereka terbenam dalam membran tectorial, mereka terkena gaya geser
mekanis sebagai respons terhadap getaran suara. Stres mekanis terus-menerus
ini menyebabkan kerusakan seiring waktu dan merupakan fitur dari
kehilangan pendengaran yang terkait dengan usia. Namun, dalam konteks
kebisingan intens atau persisten, gaya geser dapat menyebabkan kerusakan inti
stereosilia, penghancuran tautan ujung, dan akhirnya kematian prematur sel
rambut. Pada frekuensi rendah 2 kHz dan di bawahnya, refleks otot telinga
tengah dapat berkontraksi saat terpapar kebisingan dan memberikan tingkat
perlindungan terhadap gaya geser mekanis. Non-linearitas pada frekuensi ini,
respons pendengaran, dan perbedaan respons mekanis pada membran basilar
menjelaskan temuan bahwa ambang pendengaran frekuensi rendah kurang
rentan terhadap kehilangan OHC apikal.13

Hilangnya tautan ujung stereosilia akibat gaya berlebih, yang mengurai


saluran transduksi mekanoelektrik (MET), menghalangi mekanotransduksi
oleh sel rambut. Namun, tautan ujung memiliki kemampuan untuk diperbaiki
melalui penggantian protein PCDH15 dan CDH23. Fenomena ini disarankan
sebagai dasar TTS setelah paparan kebisingan, meskipun PTS dapat terjadi
jika tautan ujung rusak terlalu parah untuk diperbaiki. Selain itu, kebisingan
dapat merusak inti F-aktin dari stereosilia itu sendiri. Overstimulasi mekanis
dapat mengurangi kekakuan inti, meninggalkan stereosilia dengan penampilan
"lemah" akibat depolimerisasi aktin, kehilangan tautan silang aktin, atau fusi
dengan stereosilia lain . Karena stereosilia memiliki kemampuan untuk
memperbaiki aktin, ini dapat mengakibatkan TTS atau PTS tergantung pada
sejauh mana kerusakan inti stereosilia. 13

Sel-sel pendukung juga dapat rusak secara fisik oleh kebisingan.


Kerusakan sel pilar telah diamati baik setelah kebisingan impuls tinggi (160
dB) maupun kebisingan terus-menerus (100–120 dB SPL). Sel Deiters dan
Hensen juga memiliki efek perlindungan pada OHC, dan trauma akustik dapat
memindahkan mereka ke pusat putaran koklea, menyebabkan hilangnya

21
sensitivitas pendengaran. Lengkungan sel pendukung, terutama sel pilar, telah
terbukti menyebabkan uncoupling stereosilia OHC dari membran tectorial
dalam model NIHL chinchilla. Ini mengurangi stimulasi sel rambut dan
menghasilkan TTS. Paparan kebisingan sedang juga dapat menyebabkan
perubahan mikrokimia, mengurangi kekakuan pilar. 13

 Stres Oksidatif dan Aliran Darah Berkurang

Selain fungsi mereka dalam siklus Krebs, mitokondria memainkan


peran penting dalam apoptosis dan stres oksidatif. Setelah infeksi, trauma, dan
dalam konteks ini, trauma akibat kebisingan, kerusakan sel atau degradasi
koneksi sel dapat menyebabkan aktivasi jalur apoptotik oleh sel rambut.
Spesies oksigen reaktif (ROS, misalnya, superoksida, ion hidroksil, hidrogen
peroksida) dapat memperoleh jumlah elektron yang tidak stabil yang juga
memicu jalur pro-apoptotik. Saat menerima sinyal apoptotik, keseimbangan
antara protein pro-apoptotik, seperti BAX atau BAD, dan protein anti-
apoptotik, seperti yang ada dalam keluarga BCL, terganggu. Permeabilitas
membran mitokondria luar meningkat, menyebabkan transportasi sitokrom c
dari membran mitokondria dalam ke sitoplasma. Enzim kaspase di sitoplasma
diaktifkan, mengakibatkan degradasi sel.Stres dan iskemia mengaktifkan
MAP3 kinases yang pada gilirannya mengaktifkan jalur JNK, dan JNK yang
difosforilasi memasuki inti dan mengaktifkan jalur pro-apoptotik seperti c-Jun
dan Fos. Produk turunan menyebabkan ekspresi faktor transkripsi dan efektor
seluler apoptosis.13

Stria vascularis membentuk dinding lateral saluran auditori dan terdiri


dari tiga lapisan sel: marginal, intermediate, dan basal. Ini bertanggung jawab
untuk menjaga potensial endokoklear dan memiliki pasokan darah yang kaya.
Paparan kebisingan berbahaya dapat menyebabkan kerusakan, terutama pada
sel intermediate, menyebabkan perubahan sementara atau permanen dalam
potensial endokoklear dan mengganggu mekanotransduksi sel rambut. Selain
itu, gangguan aliran darah dapat menyebabkan hipoksia sel atau perubahan
keseimbangan ion di telinga bagian dalam. Peningkatan kadar K+ dalam

22
endolimfa dan kadar Na+ dalam perilinfa mengakibatkan edema seluler dan
kerusakan struktural.13,14

Selain itu, pembentukan radikal bebas sebagai respons terhadap


kebisingan berintensitas tinggi dapat menyebabkan vasokonstriksi dan
reperfusi sel koklea, dengan kematian sel selanjutnya. Rasio kalsium–
magnesium memainkan peran penting dalam mengontrol permeabilitas
membran, saluran kalsium dan kalium yang tergantung pada tegangan, dan
polarisasi. Magnesium juga merupakan vasodilator yang kuat, berikatan secara
kooperatif dengan kalium, dan memiliki efek mirip penghambat saluran
kalsium. Penurunan magnesium menyebabkan peningkatan permeabilitas
membran, masuknya kalsium dan natrium ke dalam sel rambut, dan keluarnya
kalium melalui difusi pasif. Pada model hewan, kekurangan magnesium
dilaporkan memperparah trauma koklea sebagai respons terhadap kebisingan.
Peningkatan berkelanjutan kalsium intraseluler dapat menghabiskan energi sel
dan juga dapat menyebabkan kematian sel akhirnya. Selain itu, status
magnesium rendah telah dikaitkan dengan peningkatan katekolamin dan
prostaglandin yang menyebabkan vasokonstriksi. Dengan demikian,
penurunan magnesium dan peningkatan rasio kalsium-magnesium dapat
meningkatkan viskositas darah, mengurangi aliran darah koklea, dan
memperparah efek vasokonstriktor trauma akustik.13,14

 Inflamasi Neuroinflamasi

Komponen kritis dari menjaga homeostasis dalam sistem saraf pusat


dan perifer, telah diimplikasikan dalam berbagai proses patologis, termasuk
NIHL. Terdapat bukti luas yang menunjukkan bahwa sitokin pro-inflamasi
seperti faktor nekrosis tumor-alfa (TNF-α), interleukin, dan kemokin
(misalnya, CCL2). Selain itu, paparan kebisingan menyebabkan rekrutmen sel
inflamasi seperti makrofag ke koklea. Saat ini belum jelas apakah proses
inflamasi ini menyebabkan atau memperparah pergeseran ambang yang terkait
dengan NIHL, meskipun beberapa molekul ini telah menunjukkan
ototoksisitas. Sebagai contoh, perfusi TNF-α ke koklea kelinci guinea

23
menghasilkan degenerasi sinaptik dan potensi aksi kompound saraf
pendengaran yang berkurang, yang dapat dilindungi dengan memblokir TNF-
α 15,16.

 Eksitotoksisitas dan Sinaptopati

Suara yang lebih keras menyebabkan lebih banyak sel rambut


terdepolarisasi, menyebabkan pelepasan glutamat yang lebih besar oleh
sinapsis pita IHC dan peningkatan mobilitas OHC. Paparan kebisingan
menyebabkan penurunan cepat jumlah sinapsis pita IHC, yang bersifat
ireversibel setelah paparan kebisingan neuropatik. Selain itu, pelepasan
glutamat yang berlebihan menyebabkan eksitotoksisitas glutamat, yang
ditandai dengan peningkatan aliran ion di terminal saraf koklea postsinaptik
yang menyebabkan pembengkakan badan sel postsinaptik dan dendrit.
Stimulasi berlebihan ini dapat menyebabkan kehilangan sel ganglion spiral,
bahkan setelah penundaan beberapa bulan, dan kerusakan dapat berlanjut
selama bertahun-tahun. Konsekuensi jangka panjang dari kehilangan neuron
primer bersifat progresif dan muncul meskipun pemulihan sensitivitas
ambang. Penyebab kerusakan koklea yang paling umum menyebabkan
deafferentation adalah paparan kebisingan lingkungan berlebihan.15,16

Sinapsis pita dan dendrit perifer neuron aferen dapat rusak oleh tingkat
kebisingan yang tidak se tinggi yang diperlukan untuk menyebabkan
pergeseran ambang. Deafferentasi IHC (tidak ada kontak antara mereka dan
dendrit) disebut "sinaptopati" dan mungkin tidak menghasilkan pergeseran
ambang yang dapat dideteksi. Namun, karena semakin sedikit neuron yang
terhubung ke sel rambut, pertumbuhan amplitudo rangsangan saraf berkurang,
dan pendengaran dapat terpengaruh. Fenomena ini terjadi pada tingkat
kebisingan yang sebelumnya dianggap tidak terlalu berbahaya. Cedera ini
bersifat permanen dan biasanya tidak terdeteksi pada audiogram, oleh karena
itu istilah "hidden hearing loss". IHC memiliki dua sumbu orientasi: pilar-
modiolar dan cuticular habenular. Neuron pendengaran memiliki tingkat
spontan yang tinggi dan ambang lebih rendah di wajah pilar, sementara neuron

24
yang menghadap ke modiolar memiliki tingkat spontan yang rendah dan
ambang yang lebih tinggi. Neuron di sisi modiolar sel rambut memiliki patch
reseptor yang lebih kecil dan lebih banyak sinaps yang lebih peka terhadap
degenerasi yang disebabkan kebisingan dibandingkan dengan sisi pilar. Selain
itu, neuron ini menunjukkan penurunan ekspresi reseptor glutamat pelindung
yang dapat diubah kembali di terminal perifer. Distribusi spasial kehilangan
neuron berambang tinggi dibandingkan dengan neuron ambang rendah
mungkin menjelaskan ketiadaan pergeseran ambang bahkan dalam kehadiran
sinaptopati.16

II.4.4.4 Dampak Negatif Tambahan Kebisingan pada Telinga Bagian Dalam

 Tinnitus

Tinnitus adalah persepsi sadar suara tanpa rangsangan pendengaran


eksternal, sering dirasakan sebagai berdering atau mendengung. Tinnitus
biasanya dilaporkan sendiri dan pada dasarnya bersifat subjektif. Meskipun
demikian, tinnitus kronis dengan atau tanpa hilangnya pendengaran telah
dikaitkan dengan DPOAE (Distortion Product Otoacoustic Emissions) tingkat
rendah dan otoakustik emissions yang dipicu secara transien tingkat rendah
dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami tinnitus dan memiliki
tingkat pendengaran yang sama. Paparan kebisingan di tempat kerja, waktu
senggang, dan kebisingan senjata api telah dikaitkan dengan prevalensi
tinnitus yang lebih tinggi dan gejala yang lebih sering. Meskipun mekanisme
tepat tinnitus tetap menjadi area penelitian aktif, deafferentasi koklea diyakini
berperan. Penyebab paling umum dari kerusakan koklea yang menyebabkan
deafferentasi adalah paparan kebisingan lingkungan yang berlebihan. Seperti
pada NIHL, neuroinflamasi di korteks auditori juga dapat berkontribusi pada
tinnitus, dengan peningkatan sitokin pro-inflamasi dan aktivasi mikroglia.17

Hilangnya pendengaran hadir pada sekitar 60% orang dengan tinnitus,


menunjukkan proses patologis yang serupa setelah paparan kebisingan yang
merugikan. Variabilitas antara tinnitus dan hilangnya pendengaran pada

25
subjek yang terpapar kebisingan dapat disebabkan oleh kerentanan berbeda
dari komponen koklea dan pusat terhadap durasi dan intensitas paparan
kebisingan. Studi retrospektif terhadap 531 pasien dengan tinnitus kronis
menemukan bahwa 83% mengalami hilangnya pendengaran pada frekuensi
tinggi yang sesuai dengan NIHL, dan tingkat hilangnya pendengaran
berkorelasi positif dengan kerasnya tinnitus. Demikian pula, beberapa
penelitian melaporkan bahwa proporsi tinggi (hingga 80%) personel militer
dengan NIHL juga mengalami tinnitus. Selain itu, tingkat hilangnya
pendengaran berkorelasi positif dengan dua subskala ("intrusiveness" dan
"auditory perceptional difficulties") dari Kuesioner Tinnitus. Studi terhadap
trauma akustik akut di angkatan bersenjata Finlandia menemukan bahwa 47%
personel melaporkan gangguan pendengaran, dan 94% melaporkan tinnitus
segera setelah trauma akustik akut, yang bertahan hingga saat keluar dari dinas
dalam 45% kasus. Selain itu, otoakustik emissions lebih baik sebagai prediktor
persistensi tinnitus dalam kohort personel militer Prancis daripada ambang
pendengaran sendiri hanya 24 jam setelah trauma akustik akut.17

 Disfungsi Vestibular

Sistem vestibular terdiri dari utrikulus dan sakulus, yang mendeteksi gaya
gravitasi dan gerakan pada bidang horizontal dan vertikal, serta tiga saluran
setengah lingkaran yang saling tegak lurus. Fungsi utama sistem vestibular
adalah mempertahankan kestabilan pandangan dan postur tubuh, memberi
informasi tentang posisi kepala dan orientasi spasial, yang sangat penting
untuk keseimbangan. Gerakan endolimfa dalam saluran setengah lingkaran
selama rotasi kepala sesuai dengan bidang rotasi tersebut. Endolimfa mengalir
ke ampula, pelebaran saluran setengah lingkaran yang berisi sel rambut
mekanotransduksi, menyebabkan pembelokan stereosilia dan pelepasan
neurotransmitter yang mengirim informasi tentang bidang gerakan ke otak.

Labirin vestibular berdekatan dan terhubung dengan sistem


pendengaran, dan cairan dalam sistem vestibular memiliki tingkat kelonggaran
dengan koklea. Sel rambut koklea dan vestibular memiliki ultrastruktur yang

26
serupa; reseptor keseimbangan dan pendengaran berbagi labirin membran dan
pasokan darah arteri yang sama. Faktor-faktor ini meningkatkan kemungkinan
trauma vestibular bersamaan dengan NIHL. Seperti koklea, kerusakan organ
end vestibular oleh kebisingan dapat terjadi melalui destruksi mekanis
langsung, dekompenasiasi metabolik dengan degenerasi sensorik,
eksitotoksisitas, dan kerusakan radikal bebas. Memang, studi neurofisiologis
telah menunjukkan bahwa, mirip dengan koklea, organ vestibular, terutama
sakulus dan utrikulus, rentan terhadap kebisingan. Oleh karena itu, beberapa
studi melaporkan hubungan antara NIHL dan disfungsi vestibular atau
gangguan keseimbangan seperti vertigo, oscillopsia, ketidakstabilan postur,
dan/atau intoleransi gerakan.

Studi neurofisiologis telah mengukur efek kebisingan pada sistem


vestibular melalui potensial miogenik terpanggil vestibular (VEMPs). Afferen
vestibular menghasilkan VEMPs, yang merupakan potensial miogenik
berlatensi pendek sebagai respons terhadap suara yang dikonduksi udara atau
getaran tulang. VEMPs serviks adalah ukuran dari jalur sakulokolik, dan
VEMPs okuler adalah ukuran dari fungsi saraf vestibular superior utrikulus.
Studi observasional potong lintang terhadap 43 personel militer dengan hilang
pendengaran bilateral asimetris menemukan bahwa tingkat keparahan NIHL
berhubungan dengan VEMP serviks, menunjukkan bahwa jalur sakulokolik
rentan terhadap kerusakan akibat kebisingan. Memang, terdapat neuron
sakular yang responsif terhadap suara. Ukuran lain dari fungsi vestibular,
khususnya fungsi otolit, adalah potensial terpanggil vestibular berlatensi
pendek. Amplitudo jerk digunakan untuk membangkitkan respons potensial
medan jauh yang dihasilkan oleh pelepasan tidak teratur serat saraf vestibular
primer. Studi telah menunjukkan bahwa kerusakan vestibular dapat terjadi
akibat paparan singkat pada tingkat suara yang tinggi dan paparan
berkelanjutan pada suara terus-menerus berfrekuensi rendah pada tingkat yang
lebih moderat. Studi terhadap 258 personel militer menemukan bahwa
kerusakan vestibular akibat paparan kebisingan intens berkorelasi dengan
NIHL asimetris. Selain itu, gejala disfungsi vestibular diamati pada 11,2%

27
individu dalam studi dengan hilang pendengaran simetris dibandingkan
dengan 21% dengan hilang pendengaran asimetris, yang dapat disebabkan
oleh kompensasi sistem vestibular terhadap cedera progresif simetris. Selain
itu, individu dengan tingkat hilang pendengaran yang lebih tinggi (audiometri
nada murni [PTA] >40 dB) memiliki hasil uji vestibular yang lebih abnormal
dan kinerja tugas ganda yang lebih buruk dibandingkan dengan mereka yang
tidak mengalami NIHL. Namun, laporan partisipan mengenai intensitas
ketidakseimbangan melalui Skala Analog Visual serupa, menyoroti perlunya
evaluasi vestibular pada pasien dengan hilang pendengaran.18,19,20

II.5. Gejala Klinis

Secara klinis pajanan bising pada organ pendengaran dapat menimbulkan


reaksi adaptasi, peningkatan ambang dengar sementara (temporary threshold shift)
dan peningkatan ambang dengar menetap ( permanent threshold shift).20,21

1. Noise Induced Temporary Threshold Shift (NITTS)

Pajanan suara yang keras dalam beberapa detik sampai jam dapat
menyebabkan kehilangan pendengaran sementara. Besaran dari TTS dapat
diperkirakan dari parameter akustik berupa intensitas, spektrum, dan bentuk
temporal. Kenyataannya semakin keras suara maka akan menyebabkan pergeseran
semakin besar. Frekuensi nada tinggi (contohnya nada 4 kHz) biasanya lebih
merusak daripada nada frekuensi rendah) dari intensitas yang sama. Suatu trauma
akustik dengan frekuensi tinggi akan mengakibatkan rusaknya sel-sel rambut
bagian basal, sedangkan trauma akustik dengan frekuensi rendah akan
mengakibatkan rusaknya sel-sel rambut bagian apex. Resiko tidak dapat diprediksi
dari level dB saja.21

Daerah organ Corti sekitar 8-10 mm dari ujung basal (sesuai dengan
daerah 4 Khz pada audiogram) dianggap sebagai daerah yang secara khas rentan
terhadap kebisingan. Hal ini dikarenakan insufisiensi vaskular akibat bentuk
anatomis yang tidak biasa di daerah ini dan amplitudo pemindahan di dalam
saluran kokhlea mulai terbentuk di daerah 4 Khz saat kecepatan perambatan

28
gelombang yang berjalan masih cukup tinggi dan struktur anatomi koklea
menyebabkan pergeseran cairan pada daerah 4 Khz.20,21

Efek dari TTS lebih kompleks. Sampai pada suatu titik tertentu, pajanan
yang panjang mengakibatkan TTS meningkat, tetapi pajanan yang dipotong
menyebabkan berkurangnya TTS daripada pajanan berlanjut.

Dalam TTS, beberapa efek potensial yaitu:

a. Kekakuan dari stereocillia ke dua ketika akar akan berkontraksi.

b. Terjadi perubahan intraseluler dalam sel rambut termasuk perubahan


metabolik dan perubahan mikrovaskular.

c. Edema pada saraf akhir pendengaran.

d. Degenerasi dari sinapsis dalam nukleus koklearis.21

2. Noise Induced Permanent Threshold Shift (NIPTS)

Terjadi perubahan menetap apabila terjadi patah dalam struktur akar,


gangguan dari saluran koklea dan gangguan organ korti yang menyebabkan
pencampuran endolimfe dan perilimfe, kehilangan sel sel rambut, dan degenerasi
serat saraf kolea.

Akustik trauma menyebabkan gangguan yang hebat, dan mengakibatkan


kehilangan pendengaran yang menetap. Intensitas pajanan yang tinggi dapat
menyebabkan kerusakan secara langsung pada membran timpani, ossicles, telinga
dalam dan organ Corti.21

II.6. Faktor Resiko

Ada banyak faktor risiko yang terkait dengan NIHL, seperti yang
tercantum dalam table 1.22

Usia lebih tua, meskipun semua usia berisiko


Paparan kebisingan berulang di tempat kerja (konstruksi, bengkel/pabrik mesin, perkebunan,
pertambangan, pertanian, musisi, dll.)
Paparan kebisingan rekreasi berulang (musik keras di konser, volume keras melalui

29
earphone/earbud) dan paparan ledakan atau ledakan intens
Menembak senjata api (rekreasi atau militer)
Hipertensi
Merokok
Kurangnya perlindungan pendengaran
Paparan pelarut organik, logam berat, pestisida, asfiksian

 Occupational

NIHL terkait pekerjaan adalah penyakit pekerjaan yang paling umum


di seluruh dunia, dengan sekitar 7,0 juta tahun hidup dengan cacat yang
disebabkan oleh paparan kebisingan pekerjaan pada tahun 2019. Orang yang
bekerja di industri konstruksi, manufaktur, pertambangan, pertanian, utilitas,
dan transportasi, personel militer, dan musisi berisiko tinggi mengalami
NIHL. Seperti yang dibahas di atas, OSHA menganggap pekerja di Amerika
Serikat berisiko tinggi mengalami NIHL jika paparan kebisingan berada pada
atau di atas 85 dB, rata-rata selama delapan jam kerja atau rata-rata timbal-
waktu delapan jam. Menurut laporan dari NHANES (1999–2004), 22 juta
pekerja di Amerika Serikat (17%) melaporkan paparan kebisingan berbahaya
di tempat kerja, dengan 34% dari pekerja tersebut melaporkan tidak
menggunakan alat pelindung pendengaran. Laporan mereka mengidentifikasi
prevalensi tertimbang tertinggi dari paparan kebisingan di tempat kerja untuk
pertambangan (76%) diikuti oleh pembuatan produk kayu/kayu (55%).
Pekerjaan berisiko tinggi lainnya termasuk perbaikan dan pemeliharaan,
operator kendaraan bermotor, dan perdagangan konstruksi. Pernyataan posisi
dari American College of Occupational and Environmental Medicine
(ACOEM) menyatakan bahwa dokter kedokteran kerja dan lingkungan harus
memahami riwayat paparan kebisingan pekerja dan menjadi terampil dalam
deteksi dini dan pencegahan NIHL.22

 Militer

30
Kehilangan pendengaran umum di militer dan sangat mengganggu karena
berkaitan dengan keselamatan personel dan keselamatan negara. Personel
sering terpapar tingkat kebisingan yang berbahaya baik secara terus menerus
maupun intermiten, termasuk tembakan senjata dan paparan ledakan, dan
peningkatan kehilangan pendengaran terkait dengan paparan pelarut dan masa
dinas yang lebih lama. Menggabungkan energi gelombang akustik dan
tekanan dapat menyebabkan pecahnya organ Corti, terpisah dari membran
basilar, dan retak serta pergeseran stereosilia. Memang, per 2021, tinnitus
adalah cacat yang paling umum terkait layanan untuk veteran AS sementara
kehilangan pendengaran adalah yang ketiga terbanyak, memengaruhi 2,5 juta
dan 1,4 juta veteran, secara berturut-turut. Individu dengan audiogram yang
tidak memenuhi syarat secara medis atau kehilangan pendengaran pada saat
melamar masuk ke Angkatan Darat dan Korps Marinir AS masing-masing
delapan dan empat kali lebih mungkin untuk memiliki evaluasi cacat
kehilangan pendengaran dibandingkan dengan kontrol yang dipasangkan.
Oleh karena itu, identifikasi dini pendaftar yang berisiko kehilangan
pendengaran dan penyuluhan mengenai langkah-langkah perlindungan
pendengaran dapat mengurangi beban NIHL di militer. Saat ini, protokol
pasca-paparan untuk trauma akustik akut di militer AS mencakup
mengeluarkan individu dari bahaya kebisingan dan menjaga mereka di
lingkungan yang efektif tenang (tingkat ambien ≤70 dB) selama 21 hari.22,23

 Lingkungan dan Rekreasi

Faktor lingkungan, termasuk kebisingan urban ambient, juga memainkan


peran penting dalam perkembangan NIHL. Sebagai contoh, sebuah studi
observasional tentang kebisingan lingkungan di Bangkok, Thailand,
menemukan bahwa populasi urban mengalami kerugian pendengaran rata-rata
yang lebih besar daripada populasi suburban dan menemukan bahwa di antara
populasi pekerja di situs pemantauan urban, pengemudi memiliki risiko
tertinggi mengalami NIHL terkait lalu lintas. Menurut laporan WHO tahun
2011, sekitar 1,5 juta tahun hidup sehat hilang akibat kebisingan terkait lalu

31
lintas di Eropa Barat saja. Selain itu, paparan kebisingan rekreasi juga dapat
berkontribusi pada NIHL. Sebuah tinjauan sistematis terbaru melaporkan
bahwa lebih dari 1 miliar orang dewasa muda berisiko mengalami kehilangan
pendengaran permanen yang dapat dihindari, terutama karena praktik
mendengarkan yang tidak aman (misalnya, musik yang diperkuat). Menurut
Survei Senjata Api Nasional 2021, 81,4 juta orang dewasa di AS (31,9%)
memiliki senjata api, dan menembak rekreasi adalah penyebab utama NIHL
non-kerja. Sumber kebisingan non-pekerjaan lainnya termasuk gergaji rantai
dan peralatan listrik lainnya, mainan, dan kendaraan rekreasi seperti
snowmobile dan sepeda motor. 22,23

 Genetik

Beberapa penelitian telah menemukan bahwa karakteristik genetik dan


epigenetik tertentu meningkatkan kerentanan terhadap trauma akustik pada
model hewan kehilangan pendengaran. Bukti faktor risiko genetik dalam
NIHL manusia masih muncul, meskipun penelitian telah menunjukkan
heritabilitas kehilangan pendengaran. Sebagai contoh, sebuah studi tentang
sensitivitas terhadap kebisingan di antara 573 pasang kembar dalam kohort
Finlandia menunjukkan heritabilitas sebesar 36% secara keseluruhan dan
sebesar 40% setelah pengecualian individu yang mengalami gangguan
pendengaran [248]. Gen dalam jalur yang melibatkan stres oksidatif, daur
ulang kalium, dan HSP juga telah dikaitkan dengan NIHL pada manusia.24

Terakhir, telinga bagian dalam memiliki banyak reseptor


glukokortikoid (GR), yang dipengaruhi oleh trauma akustik atau stres restriksi
pada tingkat transkripsi. Pada model hewan, trauma akustik meningkatkan
kortikosteron endogen dan mengurangi ekspresi mRNA GR koklea. Hal ini
menyebabkan penurunan translokasi inti GR dalam neuron ganglion spiral dan
peningkatan aktivitas NF-κB. Pra-perlakuan dengan agonis glukokortikoid
(deksametason) menghasilkan penurunan ambang pendengaran. Sebaliknya,
pra-perlakuan dengan inhibitor sintesis glukokortikoid (metyrapone) dalam

32
kombinasi dengan antagonis GR (RU 486) memperburuk pergeseran ambang
pendengaran (25–60 dB) setelah trauma akustik.24

II.7. Diagnosis

 Screning

Pemeriksaan NIHL biasanya dilakukan dengan mengumpulkan riwayat


paparan kebisingan pasien dan melakukan audiogram untuk membedakan
antara kerusakan pendengaran sensorineural dan konduktif. Namun, seringkali
sulit untuk secara tepat mengukur paparan kebisingan individu, dan jenis
paparan dapat bervariasi (misalnya, kebisingan ledakan intens, kebisingan
kumulatif, nada tunggal, atau kebisingan spektrum lebar), mengakibatkan pola
kerusakan yang berbeda. Oleh karena itu, tes lain dapat melibatkan
pengukuran Distortion Product Otoacoustic Emissions (DPOAE), uji pidato
dalam kebisingan, dan respons batang saraf pendengaran (ABR), seperti yang
dijelaskan di bawah. Setiap metode ini memiliki kelebihan dan kelemahan
yang mencolok. Evaluasi klinis tanda-tanda tinitus dan disfungsi vestibular
juga dapat dimasukkan jika sesuai.24,25

 Audiogram

Khususnya Pure-Tone Audiometry (PTA), berfungsi sebagai evaluasi


dasar untuk kerusakan pendengaran. PTA mengukur intensitas terendah di
mana suara masih bisa didengar pada rentang frekuensi terdengar (ambang
pendengaran) dan dilakukan pada rentang frekuensi 125 hingga 8000 Hz
menggunakan tes konduksi udara dan tulang. NIHL menunjukkan pola tanda
tangan audiometrik, di mana pendengaran normal dari frekuensi rendah
hingga menengah, diikuti oleh penurunan tiba-tiba setelah 3000 Hz, yang
paling nyata pada 4000 Hz, dan pemulihan ringan pada frekuensi lebih tinggi
(Gambar 4). Beberapa faktor berkontribusi pada pola khas ini, termasuk

33
panjang dan volume saluran telinga luar dan frekuensi resonansi telinga luar.
Dengan paparan kebisingan yang berkepanjangan, cekungan menjadi lebih
dalam, mempengaruhi frekuensi lebih tinggi dan lebih rendah.24,25

Gambar 9. Audiogram karakteristik individu dengan NIHL. Pola tanda tangan kerugian

pendengaran difokuskan pada rentang 3-4 kHz.

Pergeseran ambang tertentu sebesar 10 dB dari baseline PTA pada


2000, 3000, dan 4000 Hz adalah metrik yang digunakan oleh Administrasi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Amerika Serikat (OSHA) untuk
menentukan pergeseran ambang standar dalam kasus kerugian pendengaran
akibat pekerjaan. Meskipun tidak selalu menunjukkan gangguan pendengaran,

34
perubahan ini dapat menjadi tanda peringatan dari kerugian pendengaran
permanen. Salah satu keterbatasan penggunaan audiogram untuk skrining
NIHL adalah kebutuhan untuk mempertimbangkan penurunan alami
sensitivitas pendengaran yang terkait dengan usia (yaitu, tingkat pendengaran
yang terkait dengan usia). Oleh karena itu, koreksi usia audiogram, yang
mengambil rerata dari populasi, disarankan untuk perbandingan yang akurat
dengan populasi yang tidak terpapar kebisingan . Namun, ada keragaman yang
cukup besar dalam profil audiometri di antara profesi. Personel militer
terpapar suara impuls tinggi dan menunjukkan pola kerugian pendengaran
yang lebih signifikan pada 6 kHz daripada pada 4 kHz.24,25

 Speech test dalam Kebisingan

Meskipun pengujian PTA membantu mengidentifikasi kerugian


pendengaran, itu tidak memperhitungkan kemampuan untuk membedakan
suara di hadapan kebisingan latar, keluhan utama pasien dengan NIHL. PTA
terbatas dalam kemampuannya untuk memprediksi dengan efektif persepsi
pidato karena menunjukkan akses pasien terhadap suara daripada kemampuan
pendengaran fungsional mereka. Uji pidato dalam kebisingan mensimulasikan
situasi dunia nyata dengan menambahkan kebisingan latar atau sinyal bersaing
di dalam ruang suara terisolasi dan lebih baik merepresentasikan pemrosesan
pidato. Uji ini mengukur ambang pengenalan pidato pasien dan respons
terhadap pidato di atas ambang deteksi (misalnya, rangsangan yang disajikan
di atas ambang deteksi). Kerugian rasio sinyal-ke-kebisingan (SNR) mengacu
pada peningkatan SNR yang diperlukan oleh pendengar untuk mengulang
kata-kata, kalimat, atau kata-kata dalam kalimat dengan akurasi 50%
dibandingkan dengan kinerja tipikal. Beberapa tes yang umum dilakukan
adalah Uji Pendengaran dalam Kebisingan, Uji Persepsi Pidato dalam
Kebisingan-Revisi (SPIN-R), uji Pendengaran Dalam Kebisingan Bamford–
Kowal–Bench (BKB-SIN), dan QuickSIN. Dalam QuickSIN yang cepat (~2
menit), kalimat uji diputar pada SNR tinggi +25 dB hingga SNR rendah 0 dB,

35
dan pasien mengulang kalimat kepada ahli audiologi. Jumlah kata yang
diulang dengan tidak akurat dikurangkan dari jumlah yang akurat. 24,25

Speech test dalam kebisingan memberikan estimasi dasar yang


berguna tentang gangguan pendengaran, membantu untuk menyimpulkan
derajat manfaat dari perangkat bantu pendengaran yang berbeda, dan
memungkinkan kuantifikasi perbaikan. Speech test dalam kebisingan dapat
digunakan untuk menentukan potensi kegunaan alat bantu dengar bagi pasien
karena alat bantu dengar sangat efektif dalam meningkatkan kemampuan
untuk memahami pidato di lingkungan yang tenang tetapi kurang efektif di
lingkungan yang berisik. Hal ini dapat menghasilkan kesesuaian yang lebih
baik dengan prioritas pengobatan pasien, dan tinjauan sistematis tahun 2021
menemukan bahwa pasien yang menjalani uji pidato dalam kebisingan
memiliki ukuran kepuasan alat bantu dengar yang lebih tinggi. Selanjutnya, uji
ini dapat potensial mendeteksi gangguan pendengaran yang mungkin tidak
terlihat dalam pengujian PTA. 24,25

 Pengukuran Distortion Product Otoacoustic Emissions (DPOAE)

OHC (Outer Hair Cells) memperkuat intensitas dan mempertajam puncak


gelombang suara yang bergerak di koklea melalui perpanjangan dan kontraksi
yang dimediasi prestin. Distorsi elektromekanis nonlinier dari gelombang
suara yang dihasilkan oleh gerakan OHC dapat diukur melalui pengujian
DPOAE. Selain mekanisme distorsi, emisi otoakustik juga disebabkan oleh
pantulan yang disebabkan oleh sebaran acak gelombang suara yang masuk.
Oleh karena itu, keberadaan DPOAE merupakan penanda fungsi koklea
normal dan, khususnya, kesehatan OHC. 24,25

DPOAE dipanggil melalui probe yang ditempatkan ke dalam saluran


telinga yang mengeluarkan dua suara pada tingkat intensitas (L1 dan L2) dan
frekuensi (f1 dan f2) yang ditentukan, sementara mikrofon mendeteksi emisi
otoakustik. Stimulasi koklea dengan dua nada murni, f1 dan f2, menghasilkan
keluarga produk distorsi yang matematis terkait dengan nada masukan. Dari

36
produk distorsi tersebut, produk distorsi kubik 2f1–f2 paling umum digunakan
dalam pengaturan klinis dan penelitian. Pengujian ini mudah
diimplementasikan dan memberikan hasil cepat. 24,25

Penurunan amplitudo DPOAE biasanya terdeteksi pada pasien yang


lebih tua, yang terpapar kebisingan, dan yang memiliki patologi koklea. Oleh
karena itu, pengujian DPOAE telah digunakan untuk berbagai aplikasi klinis
termasuk skrining pendengaran bayi baru lahir, penilaian audiologi diagnostik,
pemantauan ototoksisitas, dan studi mekanika koklea. Pengujian DPOAE
mungkin lebih unggul dibandingkan pengujian PTA untuk skrining NIHL
terkait militer, karena sebuah studi mengidentifikasinya sebagai alat yang
lebih cepat, lebih mudah namun masih mampu mendeteksi cedera koklea awal
akibat kebisingan. 24,25

 Pengukuran ABR

ABR, atau potensial terpanggil batang otak pendengaran, adalah


sinyal listrik yang dihasilkan oleh sistem saraf dalam 10-15 ms pertama
setelah stimulus akustik yang bersifat transien. ABR khas terdiri dari
serangkaian lima gelombang positif di vertex dengan lubang negatif di
antaranya. Pada manusia, gelombang I dan II diyakini berasal dari serat saraf
auditori distal dan proksimal, masing-masing; gelombang III dihasilkan oleh
nukleus koklea; IV mencerminkan aktivitas di kompleks olivaris superior; dan
gelombang V terkait dengan lemniskus lateral..25

II.8. Managemen dan Tatalaksana

NIHL bisa dicegah, dan langkah-langkah konkret dapat diambil melalui


implementasi program edukasi, regulasi, dan legislasi untuk meningkatkan
kesadaran dan mencegah secara dini kerusakan yang disebabkan oleh kebisingan.

37
National Institute for Occupational Safety & Health (NIOSH)—telah
membuat rekomendasi untuk batas kebisingan yang diizinkan (PEL) untuk
paparan kebisingan di tempat kerja berdasarkan waktu rata-rata seorang pekerja
terpapar. Dosis kebisingan harian diungkapkan sebagai persentase, sesuai standar
pekerjaan, dengan memperhitungkan durasi, tingkat paparan suara, dan jalur
paparan

. Misalnya, mencapai 100% dosis kebisingan harian seorang pekerja bisa


diungkapkan sebagai 85 dBA per NIOSH dan 90 dBA per OSHA selama satu shift
kerja 8 jam. Jalur paparan dipotong ketika ada peningkatan tingkat kebisingan
(Tabel 1). Selain itu, OSHA mengatur bahwa pengusaha harus menyediakan
perlindungan pendengaran jika karyawan terpapar kebisingan di atas batas
paparan yang diizinkan sebesar 90 dB selama waktu rata-rata berat delapan jam.
Arenas et al. membandingkan tingkat paparan kebisingan di tempat kerja di
Amerika Latin, AS, dan Kanada dan menemukan bahwa 81% negara memiliki
PEL 85 dBA dan mayoritas negara membatasi paparan kebisingan impulsif hingga
tingkat tekanan suara puncak tanpa penimbangan sebesar 140 dB. Namun, 27%
negara tidak memiliki regulasi yang ditetapkan, yang berpotensi NIHL. 26
Tingkat kebisingan lingkungan biasanya diukur dengan sound level meter.
Namun, alat tersebut mahal untuk bisnis kecil dan memerlukan pemeliharaan dan
kalibrasi, sehingga membatasi implementasinya secara luas. Aplikasi smartphone
untuk tujuan ini kini sudah tersedia dan memberikan alternatif yang lebih
terjangkau daripada sound meter kalibrasi khusus. Evaluasi keandalan sembilan
aplikasi menemukan bahwa NIOSH Sound Level Meter adalah yang paling
akurat. Aplikasi yang gratis, mudah diakses, dan andal dapat membantu
meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan dan memudahkan pemantauan
tingkat kebisingan lingkungan. Selain itu, pada tahun 2009, Komisi Eropa
memerintahkan bahwa tingkat output pada perangkat audio pribadi baru harus

38
diatur pada standar 85 dB, memungkinkan pengguna untuk meningkatkan volume
hingga maksimum 100 dB. Ketika pengguna meningkatkan volume ke level
maksimum, pesan peringatan harus muncul yang memperingatkan tentang potensi
kerusakan pendengaran. 26

Alat pelindung pendengaran (HPD) seperti bantalan telinga dan earplug


memainkan peran penting dalam melindungi terhadap paparan kebisingan. Plugs
perlu dimasukkan untuk memastikan penutupan seluruh lingkar saluran telinga
untuk memberikan perlindungan dan meminimalkan iritasi. Noise Reduction
Ratings (NRR) adalah kalibrasi untuk menilai rentang perlindungan HPD dalam
nilai redaman tunggal (dalam dB). Karena NRR berasal dari pengujian berbasis
laboratorium, mereka dapat memperkirakan perlindungan yang sebenarnya di
lingkungan non-eksperimental. Oleh karena itu, NRR diretas sebesar 50% pada
skala dB sebelum memperkirakan perlindungan paparan. 26

Sebuah tinjauan sistematis Cochrane (2017) tentang intervensi untuk


mencegah NIHL akibat pekerjaan menemukan bukti bahwa pelatihan tentang cara
memasang earplug secara benar secara signifikan mengurangi paparan kebisingan
jangka pendek tetapi meminta lebih banyak penelitian tentang efektivitas
peraturan yang lebih ketat atau penggunaan yang lebih baik dari alat pelindung
pendengaran. Selain itu, sebuah uji coba acak terkendali menunjukkan bahwa
pelatihan efektif penggunaan earplug menyebabkan peningkatan signifikan dalam
efektivitas HPD dibandingkan dengan penggunaan perangkat dengan NRR yang
lebih tinggi. Sistem pengujian penyesuaian HPD memberikan penyesuaian yang
disesuaikan untuk redaman yang lebih besar; namun, seringkali memerlukan
fasilitas khusus untuk pengujian seperti ruangan yang tenang atau bilik audiometri
atau peralatan khusus. Kepatuhan dalam memakai HPD adalah hambatan,
terutama di militer, karena dianggap dapat mengurangi kesadaran situasional
pendengaran (misalnya, deteksi suara, lokalitas suara, dan persepsi ucapan) .
Namun, teknik uji penyesuaian baru (misalnya, melalui aplikasi smartphone)
dapat memungkinkan pelatihan yang lebih baik dan pemantauan kepatuhan. 26,27

39
Akhirnya, para klinisi dapat secara aktif memberikan nasihat kepada
pasien yang berisiko mengalami NIHL mengenai strategi perlindungan
pendengaran dan bahaya paparan kebisingan di tempat kerja atau rekreasi
(misalnya, konser, acara olahraga, tempat tembak, dll.). Strategi sederhana yang
diuraikan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat
termasuk menghindari paparan kebisingan berlebihan, menurunkan volume
musik, menjauh dari sumber kebisingan, dan menggunakan HPD untuk
mengurangi paparan ke tingkat aman.

 Manajemen Klinis Tidak ada obat

NIHL dan, hingga saat ini, tidak ada pengobatan farmakologis yang
disetujui yang ditunjukkan untuk pengobatannya. Meskipun saat ini tidak ada
panduan praktik klinis khusus untuk manajemen NIHL, panduan tersebut ada
untuk kehilangan pendengaran sensorineural pada orang dewasa (misalnya,
dari American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery
(AAOHNS), American Academy of Audiology, dan National Institute for
Health and Care Excellence Inggris) dan dapat diterapkan. Rekomendasi yang
relevan termasuk pengecualian dari hilangnya pendengaran konduktif,
konfirmasi audiometrik dari hilangnya pendengaran sensorineural (SNHL)
yang khas dari trauma kebisingan, dan pengecualian dari patologi retrokohlear
dalam kasus SNHL asimetris berdasarkan kontras-enhanced brain MRI atau
uji ABR. NIHL dikelola secara klinis dengan alat bantu dengar dan/atau
penggunaan perlindungan pendengaran selama paparan, meskipun jika
kerugian pendengaran memburuk, pasien mungkin memenuhi syarat untuk
implant koklea. Dalam beberapa kasus TTS yang diinduksi kebisingan akut,
para klinisi mungkin mempertimbangkan penggunaan steroid intratimpanik
seperti deksametason, meskipun bukti kemanjuran jangka panjang dan
berkualitas tinggi pada manusia masih kurang, dan itu tidak dipertimbangkan
untuk paparan kebisingan pekerjaan kronis. Selain itu, WHO
mengklasifikasikan hilang pendengaran menjadi ringan, sedang, berat, dan
sangat berat, mencantumkan tanda-tanda khas dan berbagai rekomendasi

40
untuk setiap tingkat ketidakmampuan (Box 1). Para klinisi dapat
menggunakan klasifikasi ini untuk memberikan edukasi kepada pasien
mengenai sejarah alami NIHL sambil memberi nasihat tentang langkah-
langkah perlindungan dan manfaat rehabilitasi pendengaran (misalnya, alat
bantu dengar atau perangkat bantu lainnya). 26,27

Namun, tingkat keparahan WHO didefinisikan secara sewenang-wenang,


dan sistem ini tidak mengatasi pasien dengan tingkat kehilangan pendengaran <25
dB dan hilang pendengaran unilateral. Selain itu, uji bicara-dalam-kebisingan,
yang merupakan uji efektif untuk mengukur gangguan kebisingan pada
keterampilan persepsi bicara, tidak dipertimbangkan oleh sistem WHO. 27

II.9. Prognosis

Oleh karena jenis ketulian akibat terpapar bising adalah tuli saraf koklea
yang sifatnya menetap dan tidak dapat diobati secara medikamentosa maupun
pembedahan, maka prognosisnya kurang baik. Oleh sebab itu yang terpenting
adalah pencegahan terjadinya ketulian.27

II.10. Pencegahan

1. Pengukuran pendengaran

Tes pendengaran yang harus dilakukan ada 2 macam, yaitu : 28

a. Pengukuran pendengaran sebelum diterima bekerja

b. Pengukuran pendengaran secara periodik.

2. Pengendalian suara bising

Pengendalian suara bising dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu : 28

a. Melindungi telinga para pekerja secara langsung dengan memakai


tutup telinga (ear muff), sumbat telinga (ear plugs) dan pelindung
kepala

41
(helmet)

Gambar 10. Alat pelindung pendengaran

b. Mengendalikan suara bising dari sumbernya yang dilakukan dengan


cara : 28,29

- Memasang peredam suara

- Menempatkan suara bising (mesin) di dalam suatu ruangan yang


terpisah dari pekerja

c. Analisa bising

Analisa bising ini dikerjakan dengan jalan menilai intensitas bising,


frekuensi bising, lama, dan distribusi pemaparan serta waktu total
pemaparan bising. Alat utama dalam pengukuran kebisingan adalah
Sound Level Meter. 29

Selain alat pelindung telinga terhadap bising dapat juga diikuti ketentuan
paparan bising terhadap pekerja di lingkungan bising yang berintensitas lebih dari
85 dB tanpa menimbulkan ketulian.29

Tabel 2. Batas pajanan bising yang diperkenankan29

Waktu Lama pajan (hari) Intensitas (dB)

Jam 24 80

42
16 82
8 85
Waktu Lama pajan (hari) Intensitas (dB)
4 88
2 91
1 94
Menit 30 97
15 100
7,50 103
3,75 106
1,88 109

0,94 112

Detik 28,12 115

14,06 118

7,03 121

3,52 124

1,76 127

0,88 130

0,44 133

0,22 136

0,11 139

43
BAB III
PENUTUP

III.1. Kesimpulan

Gangguan pendengaran akibat kerja di lingkungan bising (occupational


deafness noice induced hearing loss) adalah hilangnya kemampuan pendengaran
baik sebagian atau keseluruhan yang bersifat permanen akibat suasana kebisingan
yang ditimbulkan di lingkungan kerja. sumber kebisingan atau sumber bunyi yang
melebihi diatas 85 dB berdampak pada kerusakan reseptor carti telinga bagian
dalam. Pekerja yang bekerja dengan lingkungan dengan sumber kebisingan diatas
85 dB dan dengan waktu paparan melebihi 8 jam sehari tanpa adanya rotasi (shift)
sangat berdampak akan NIHL secara permanen dalam jangka waktu yang lama
apabila tidak menggunaan alat pelindung telinga (APT) yang memadai.

Bising dengan intensitas tinggi dan dalam waktu yang lama dapat
menyebabkan tuli senso-neural yang bersifat pemanen. Efek bising terhadap
pendengaran dapat dibagi atas tiga jenis, yaitu trauma akustik, perubahan ambang
pendengaran akibat bising yang berlangsung sementara, dan perubahan ambang
pendengaran akibat bising yang berlangsung permanen. Gejala awal yang sering
dikeluhkan adalah sensasi telinga berdenging (tinnitus) yang hilang timbul, dan
akan menjadi terus menerus bila paparan bising ulangan atau terpapar bising
dengan intensitas lebih besar. Dengan terjadinya penurunan fungsi pendengaran
maka akan sulit bercakap cakap walaupun berada di ruangan yang sepi.

44
DAFTAR PUSTAKA

1. Snell RS. Kepala dan Leher dalam Anatomi Klinik. Edisi 6. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2014.

2. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 9. Jakarta :


Penerbit EGC ; 2018.

3. Safitri AAD, Utama WT. Hubungan Pemakaian Alat Pelindung Telinga


(APT) Pada Pekerja Industri Terhadap Resiko Noise Induced Hearing
Loss (NIHL). Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. 2021.
4. Institute for Quality and Efficiency in Health Care (IQWiG). Hearing Loss
and Deafness: Normal Hearing and Impaired Hearing. Available
online: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK390300/ (accessed on 25
January 2023).
5. World Health Organization. Deafness and Hearing Loss. Available
online: https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/deafness-and-
hearing-loss (accessed on 10 January 2022)

6. GBD 2019 Hearing Loss Collaborators. Hearing loss prevalence and years
lived with disability, 1990–2019: Findings from the Global Burden of
Disease Study 2019. Lancet 2021
7. Nyarubeli, I.P.; Tungu, A.M.; Moen, B.E.; Bråtveit, M. Prevalence of
noise-induced hearing loss among Tanzanian iron and steel workers: A
cross-sectional study. Int. J. Environ. Res. Public. Health 2019
8. Stewart, C.E.; Holt, A.G.; Altschuler, R.A.; Cacace, A.T.; Hall, C.D.;
Murnane, O.D.; King, W.M.; Akin, F.W. Effects of noise exposure on the
vestibular system: A systematic review. Front. Neurol. 2020
9. Costanzo, L. Neurophysiology. In Physiology, 6th ed.; Costanzo, L., Ed.;
Elsevier: Philadelphia, PA, USA, 2018

45
10. Wu, P.Z.; O’Malley, J.T.; de Gruttola, V.; Liberman, M.C. Primary neural
degeneration in noise-exposed human cochleas: Correlations with outer
hair cell loss and word-discrimination scores. J. Neurosci. 2021.
11. Wagner, E.L.; Shin, J.B. Mechanisms of hair cell damage and
repair. Trends Neurosci. 2019.
12. Fetoni, A.R.; Paciello, F.; Rolesi, R.; Paludetti, G.; Troiani, D. Targeting
dysregulation of redox homeostasis in noise-induced hearing loss:
Oxidative stress and ROS signaling. Free. Radic. Biol. Med. 2019.
13. Kurabi, A.; Keithley, E.M.; Housley, G.D.; Ryan, A.F.; Wong, A.C.Y.
Cellular mechanisms of noise-induced hearing loss. Hear. Res. 2017
14. Ahmad, R.; Hussain, A.; Ahsan, H. Peroxynitrite: Cellular pathology and
implications in autoimmunity. J. Immunoass. Immunochem. 2019.
15. Seist, R.; Landegger, L.D.; Robertson, N.G.; Vasilijic, S.; Morton, C.C.;
Stankovic, K.M. Cochlin deficiency protects against noise-induced hearing
loss. Front. Mol. Neurosci. 2021.
16. Hough, K.; Verschuur, C.A.; Cunningham, C.; Newman, T.A.
Macrophages in the cochlea: An immunological link between risk factors
and progressive hearing loss. Glia 2022.
17. Shore, S.E.; Wu, C. Mechanisms of noise-induced tinnitus: Insights from
cellular studies. Neuron 2019.
18. Shulman, A.; Wang, W.; Luo, H.; Bao, S.; Searchfield, G.; Zhang, J.
Neuroinflammation and tinnitus. Curr. Top. Behav. Neurosci. 2021.
19. Stewart, C.E.; Kanicki, A.C.; Bauer, D.S.; Altschuler, R.A.; King, W.M.
Exposure to intense noise causes vestibular loss. Mil. Med. 2020.
20. Kühl, A.; Dixon, A.; Hali, M.; Apawu, A.K.; Muca, A.; Sinan, M.; Warila,
J.; Braun, R.D.; Berkowitz, B.A.; Holt, A.G. Novel QUEST MRI in vivo
measurement of noise-induced oxidative stress in the cochlea. Sci.
Rep. 2019.
21. Soylemez, E.; Mujdeci, B. Dual-task performance and vestibular functions
in individuals with noise induced hearing loss. Am. J. Otolaryngol. 2020.

46
22. Moore, B.C.J.; Lowe, D.A.; Cox, G. Guidelines for diagnosing and
quantifying noise-induced hearing loss. Trends Hear 2022
23. Davidson, A.; Marrone, N.; Wong, B.; Musiek, F. Predicting hearing aid
satisfaction in adults: A systematic review of speech-in-noise tests and
other behavioral measures. Ear Hear. 2021
24. Kapoor, N.; Mani, K.V.; Shukla, M. Distortion product oto-acoustic
emission: A superior tool for hearing assessment than pure tone
audiometry. Noise Health 2019.
25. Eggermont, J.J. Auditory brainstem response. Handb. Clin. Neurol. 2019
26. Chandrasekhar, S.S.; Tsai Do, B.S.; Schwartz, S.R.; Bontempo, L.J.;
Faucett, E.A.; Finestone, S.A.; Hollingsworth, D.B.; Kelley, D.M.;
Kmucha, S.T.; Moonis, G.; et al. Clinical practice guideline: Sudden
hearing loss (update). Otolaryngol. Head. Neck Surg. 2019
27. Olusanya, B.O.; Davis, A.C.; Hoffman, H.J. Hearing loss grades and the
International classification of functioning, disability and health. Bull.
World Health Organ. 2019
28. Chen, K.H.; Su, S.B.; Chen, K.T. An overview of occupational noise-
induced hearing loss among workers: Epidemiology, pathogenesis, and
preventive measures. Environ. Health Prev. Med. 2020
29. Bielefeld, E.C.; Harrison, R.T.; Riley DeBacker, J. Pharmaceutical
otoprotection strategies to prevent impulse noise-induced hearing loss. J.
Acoust. Soc. Am. 2019

47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74

Anda mungkin juga menyukai