Anda di halaman 1dari 31

REFERAT

ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROK


KEPALA LEHER

“OTITIS MEDIA EFUSI”

DISUSUN OLEH :
ANINDYA NOVITA (1021220)

PEMBIMBING :
dr. ELVITA NORA SUSANA, Sp.THT-BKL., FICS

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG


DAN TENGGOROKAN BEDAH KEPALA LEHER
RUMAH SAKIT HJ. BUNDA HALIMAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BATAM
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena hanya dengan rahmat, karunia dan izin-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Otitis Media Efusi” sebagai
salah satu tugas dalam menjalani Kepanitraan Klinik Senior (KKS) di
bagian Ilmu Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala Leher Rumah
Sakit Hj. Bunda Halimah Kota Batam.
Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terimakasih yang
tak terhingga kepada dr. Elvita Nora Susana, Sp. THT-BKL, FICS
sebagai pembimbing yang telah meluangkan waktunya memberi arahan
kepada penulis selama mengikuti KKS di bagian/SMF Ilmu Telinga Hidung
Tenggorokan Bedah Kepala Leher Rumah Sakit Hj. Bunda Halimah Kota
Batam.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan referat ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu,
penulis mengharapkan saran dan masukan yang membangun demi
kesempurnaan referat ini. Semoga referat ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi semua pihak.

Batam, 16 Oktober 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

JUDUL.........................................................................................................i
KATA PENGANTAR..................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................2
A. Anatomi Telinga...............................................................................2
B. Fisiologi Pendengaran.....................................................................7
C. Definisi Otitis Media Efusi..............................................................10
D. Epidemiologi Otitis Media Efusi......................................................10
E. Etiopatogenesis Otitis Media Efusi.................................................11
F. Gejala Otitis Media Efusi................................................................14
G. Diagnosis Otitis Media Efusi..........................................................15
H. Penatalaksanaan Otitis Media Efusi..............................................19
I. Komplikasi Otitis Media Efusi.........................................................21
J. Prognosis Otitis Media Efusi..........................................................23
BAB III PENUTUP....................................................................................24
A. Kesimpulan....................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Anatomi Telinga......................................................................20


Gambar 2 Telinga Luar............................................................................21
Gambar 3 Membran Timpani...................................................................22
Gambar 4 Telinga Dalam.........................................................................24
Gambar 5 Skema Fisiologi Pendengaran................................................26
Gambar 6 Semburat Kuning pada Membran Timpani.............................34
Gambar 7 Membran Timpani pada Penderita OME.................................35
Gambar 8 Membran Timpani dengan Prosedur Myringotomi..................39

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyebab pendengaran menurun salah satunya akibat
penyakit otitis media efusi (OME) atau sering dikenal juga dengan
otitis media non supuratif, otitis media musinosa, otitis media
secretoria, dan otitis media mucoid (glue ear).1 OME adalah
peradangan telinga tengah yang ditandai dengan adanya cairan di
rongga telinga tengah dengan membran timpani intak tanpa disertai
dengan tanda-tanda infeksi akut. OME termasuk dalam golongan
otitis media non supuratif, serta terdapat banyak sinonim dari OME,
tetapi yang paling banyak diterima berdasarkan terminologi adalah
otitis media efusi.2
Otitis media efusi (OME) atau 'glue ear', merupakan epidemi
masa kini yang menyerang sepertiga dari semua anak pada suatu
waktu dalam hidup mereka, kondisi ini disebabkan oleh akumulasi
cairan, baik serosa maupun kental, di dalam celah telinga bagian
tengah, yang mengakibatkan tuli konduktif. Kondisi ini paling sering
terjadi pada anak kecil dan mereka yang berusia sekolah dasar,
dan dapat menyebabkan ketulian yang signifikan. Sangat penting
bagi dokter umum untuk mengenali kondisi ini. Kondisi ini dapat
menyebabkan gangguan perkembangan dan pendidikan, dan jika
tidak diobati, dapat menyebabkan perubahan telinga tengah yang
permanen. Hal ini terjadi pada orang dewasa, biasanya berupa
efusi serosa dan jarang menjadi tanda keganasan nasofaring.3
OME terjadi umumnya pada anak usia 1 tahun hingga 3
tahun, diikuti pada usia masuk sekolah, yaitu 4 tahun hingga 6
tahun. Sebanyak 90% anak usia 10 tahun sekurang-kurangnya
pernah mengalami satu kali episode OME. Banyak kasus yang
dapat sembuh secara spontan, tetapi 30% sampai 40% mengalami
rekurensi setelah 3 bulan dan 10% kasus bertahan hingga 1 tahun.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Telinga
Tiap-tiap telinga terdiri dari tiga bagian yaitu telinga luar,
tengah, dan dalam. Bagian luar dan tengah telinga menyalurkan
gelombang suara dari udara ke telinga dalam yang berisi cairan,
mengamplifikasi energi suara dalam proses ini. Telinga dalam
berisi dua sistem sensorik yaitu koklea, yang mengandung reseptor
untuk mengubah gelombang suara menjadi impuls saraf sehingga
kita dapat mendengar, dan aparatus vestibularis, yang penting bagi
sensasi keseimbangan.5

Gambar 1 Anatomi Telinga6

1. Telinga Luar
Telinga bagian luar terdiri dari L.auris (auricle, auricular,
daun telinga) yang berfungsi untuk mengumpulkan suara, dan
meatus acusticus externus (external acoustic meatus, saluran
luar,

2
auditory canal) yang berfungsi untuk menghantarkan suara ke
membran tympani (tympanic membrane, gendang telinga).2

Gambar 2 Telinga Luar6

a. Auricula
Auricula (auricle, daun telinga) tersusun dari tulang
rawan elastis yang berbentuk pipih dan tak beraturan yang
dilapisi oleh kulit yang tipis dan memiliki beberapa
prominensus (tonjolan) dan depresi (cekungan) yaitu a)
Helix, yaitu bagian luar yang paling menonjol; b) Antihelix,
yaitu lipatan di depan helix; c) Concha yang terletak di
depan antihelix, berupa cekungan; d) Tragus yaitu berupa
sebuah elevasi di depan concha, bentuknya menyerupai
lidah dan overlapping (tumpang tindih) dengan lubang pada
meatus accusticus externus. Suplai darah auricular berasal
dari posterior auricular and superficial temporal arteries.
Saraf utama kulit auricular berasal dari great auricular and
auriculotemporal nerves, dan sebagian kecil dari nervus
facialis dan nervus vagus.6

3
b. Meatus Acusticus Externus
Bagian meatus acusticus externus (external acoustic
meatus, auditory canal) berada sepanjang concha hingga
membrana tympani sekitar 2,5 cm dan dilapisi oleh kulit
yang memiliki rambut atau kelenjar keringat yang
memproduksi cerumen. Canal ini berbentuk menyerupai
huruf S. Bagian 1/3 lateral tersusun atas kerangka tulang
rawan yang dilapisi oleh kulit yang kontinu dengan kulit
auricular dan bagian 2/3 medial tersusun atas tulang yang
dilapisi kulit tipis yang kontinu dengan lapisan luar
membran tympani. Ceruminous and sebaceous glands
menghasilkan cerumen (earwax).6
c. Membran Tympani
Membran Tympani (Tympanic Membrane, gendang
telinga) berdiameter 1 cm dan memiliki peran sebagai
pemisah meatus acusticus externus dan telinga tengah.
Membrane ini memiliki struktur yang tipis dengan berbentuk
oval dan semi transparan pada ujung medial meatus
accusticus externus. Bagian tepi dari membrane tympani
memiliki cincin fibrokartilago. Terdiri dari 2 bagian, yakni
pars tensa bagian yang keras dan pars flaccida yang
berupa membrane tipis di atas prosesus malleus lateral.
Membran tympani bergerak akibat adanya getaran udara
yang melewati meatus acusticus externus.6

Gambar 3 Membran Timpani

4
2. Telinga Tengah
Telinga bagian tengah atau cavitas tympani adalah sebuah
celah sempit dan miring (oblique) seperti ruang yang berisi
udara, terletak di bagian bagian Petrous dari Os Temporale dan
dilapisi oleh membran mukosa. Fungsi dari Cavitas Tympanica
adalah untuk mentransfer energi secara efisien dan getaran
dari Meatus Acusticus Externus ke cairan disekitar Cochlea.7
Telinga bagian tengah tersambung ke bagian depan
(Nasopharynx) oleh Tuba Auditiva dan tersambung ke belakang
(Mastoid Atrium) oleh Aditus. Telinga bagian tengah juga
memiliki Ossicles. Ada 3 tulang pendengaran, Malleus, Incus,
dan Stapes. Tulang-tulang ini berfungsi untuk mentransfer
gelombang suara di sepanjang cavitas thympani dari Membran
Tympanica ke Fenestra Vestibuli dan terdapat tulang Incus
yang tergantung diantaranya.7
Malleus memiliki ukuran yang paling besar dengan panjang
8-9 mm, berbentuk seperti mallet, dan mempunyai kepala
(head), leher (neck), gagang (Manubrium), anterior, dan
posterior processus.8 Incus berbentuk seperti anvil, memiliki
sebuah badan besar dan dua process (panjang dan pendek).
Badannya berbentuk bulat dan bagian anteriornya tersambung
dengan kepala Malleus. Processus panjang menurun ke
belakang dan sejajar dengan gagang Malleus. Di ujung bagian
bawahnya membengkok ke arah medial dan terhubung dengan
kepala melalui Stapes.8 Stapes atau biasa dikenal dengan
nama stirrup, memiliki sebuah kepala (head), leher (neck), dua
tungkai (limb), dan sebuah alas. Kepalanya kecil dan terhubung
dengan processus panjang dari Incus.8 Tuba Auditiva
terbentang dari dinding anterior Cavitas Tympani dan masuk ke
arah posterior sampai ke bagian inferior dari meatus nasalis,
dekat nasopharynx. Tuba auditory terdiri dari cartilaginous, tapi
di daerah posterolateralnya dibentuk oleh tulang. Fungsinya

5
adalah untuk menyeimbangkan tekanan di telinga bagian
tengah dengan tekanan atmosfir. Cara kerjanya adalah dengan
gerakan menyempit dan melebar.6

3. Telinga Dalam6
Telinga dalam terdiri dari 2 bagian yaitu organ
keseimbangan (vestibular organ) dan organ pendengaran.
Telinga dalam terletak di pars petrosus os temporalis dan
disebut labirin karena bentuknya yang kompleks. Telinga dalam
pada waktu lahir bentuknya sudah sempurna dan hanya
mengalami pembesaran seiring dengan pertumbuhan tulang
temporal.

Gambar 4 Telinga Dalam11

Labirin tulang (bony labyrinth) merupakan susunan


ruangan yang terdapat dalam pars petrosa os temporalis (ruang
perilimfatik) dan merupakan salah satu tulang terkeras. Pada
dinding labirin tulang dikelilingi dengan tulang temporal di
sekitarnya. Labirin tulang terdiri dari vestibulum, kanalis
semisirkularis dan cochlea. Vestibulum merupakan rongga

6
bagi labirin tulang yang berhubung dengan cochlea secara
anterior
dan kanalis semisirkularis secara posterior. Vestibulum
mempunyai ukuran panjang 5mm, tinggi 5mm dan dalam 3mm.
Semicircular canal (canalis semicircularis) bisa dibagi menjadi
tiga bagian, yaitu kanalis semisirkularis superior, posterior dan
lateral yang terletak di atas dan di belakang vestibulum.
Bentuknya seperti dua pertiga lingkaran yang mempunyai
panjang yang tidak sama tetapi mempunyai diameter yang
hampir sama sekitar 0.8mm. Pada salah satu ujungnya masing-
masing kanalis ini melebar disebut ampulla yang berisi epitel
sensoris vestibular dan terbuka ke vestibulum. Cochlea adalah
tulang yang mempunyai ruang berbentuk spiral yang berisi
ductus cohclearis dari labirin membranosa. Cochlea
membentuk tabung ulir yang dilindungi oleh tulang dengan
panjang sekitar 35mm dan terbagi atas skala vestibuli, skala
media dan skala timpani. Skala timpani dan skala vestibuli
berisi cairan perilimfa, perilimfa mempunyai sifat yang sangat
mirip dengan cairan serebrospinal, yang mana ianya mengalir
antara tulang dan labirin membranosa. Skala media berada
dibagian tengah, dibatasi oleh membrane Reissner, membrane
basilaris, lamina spiralis dan dinding lateral, berisi cairan
endolimfa.

B. Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi
oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui
udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan
membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian
tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui
daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas
membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah
diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan
tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak.
7
Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong
endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara
membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan
rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi
stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi
penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini
menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga
melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan
ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39 -
40) di lobus temporalis.27

Gambar 5 Skema Fisiologi Pendengaran11

C. Definisi Otitis Media Efusi


OME mengacu pada efusi inflamasi di belakang membran
timpani yang utuh yang tidak terkait dengan gejala otologis akut
atau tanda sistemik. Prosesnya dapat diklasifikasikan sebagai akut
(efusi yang berlangsung hingga 3 minggu), sub-akut (hingga 3
bulan) atau kronis (lebih dari 3 bulan). Otitis media efusi
mengeluarkan sekret yang menetap selama 3 bulan atau lebih
berupa sekret serous atau mucoid.13
Cairan di telinga tengah dengan membran timpani utuh tanpa
tanda-tanda infeksi disebut juga otitis media dengan efusi. Apabila
8
fusi tersebut encer disebut otitis media serosa dan apabila efusi
tersebut kental seperti lem disebut otitis media mukoid (glue ear).
Beberapa mediator inflamasi telah diidentifikasi pada OME, meliputi
komponen koagulasi, fibrinolitik dan sistem komplemen,
imunoglobulin serta kompleks imun.14

D. Epidemiologi Otitis Media Efusi


Diagnosis OME paling sering pada anak-anak yang lebih muda
dari 15 tahun yang diperiksa di praktek dokter. Diluar negeri,
khususnya di negara yang mempunyai 4 musim penyakit ini
ditemukan dengan angka insiden dan prevalensi yang tinggi. Anak-
anak dengan otitis media akut (OMA), sebanyak 30- 45% memiliki
peluang menjadi OME setelah 30 hari, sedangkan 10% lainnya
menjadi OME setelah 3 bulan. Statisik menunjukkan 80-90% anak
prasekolah pernah mengalami OME. Kasus OME berulang
(rekuren) pun menunjukkan prevalensi cukup tinggi terutama pada
usia prasekolah, sekitar 28-38%.15 Dari beberapa kepustakaan
dapat disimpulkan rata-rata insiden OME sebesar 14-62%, sedang
peneliti lain ada yang melaporkan angka rata-rata prevelensi OME
sebesar 2-52%.16 Penelitian lainnya menyatakan angka kejadian
otitis media efusi (OME) di Indonesia sebesar 3,9-6,9%.17
OME adalah salah satu penyakit menular yang paling sering
terjadi pada anak-anak dan merupakan penyebab paling umum dari
gangguan pendengaran yang didapat pada masa kanak-kanak.
Penyakit ini biasanya menyerang anak-anak antara usia 1dan 6
tahun. Prevalensinya lebih tinggi pada usia 2 tahun, yang menurun
setelah usia 5 tahun. OME lebih banyak terjadi selama musim
dingin, sesuai dengan tingkat pasien yang lebih tinggi dari infeksi
saluranpernapasan atas

9
E. Etiopatogenesis Otitis Media Efusi
Baik anak-anak maupun orang dewasa dapat mengembangkan
OME. Namun, etiologi dari populasi ini berbeda. Tuba Eustachius
diposisikan lebih horizontal pada anak kecil. Saat anak
berkembang menjadi dewasa, tabung memanjang dan membentuk
sudut ke arah kaudal. Oleh karena itu, OME lebih sering terjadi
pada anak-anak, dan posisi kepala pada usia tersebut dapat
mempengaruhi perkembangan OME. Anak-anak dengan kelainan
perkembangan termasuk langit-langit mulut, otot langit-langit mulut,
penurunan tonus otot otot langit-langit mulut, atau variasi
perkembangan tulang mempunyai peningkatan risiko terjadinya
OME, misalnya cleft palate, Down’s syndrome. Di luar variasi
anatomi ini, pasien dengan Down’s syndrome dapat mengalami
gangguan fungsi mukosiliar yang meningkatkan risiko terjadinya
OME.18
Etiologi dan patogenesis OME bersifat multifaktorial antara lain
infeksi virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba Eustachius, status
imunologi, alergi, faktor lingkungan dan sosial. Walaupun demikian,
tekanan telinga tengah yang negatif, abnormalitas imunologi atau
kombinasi dari kedua faktor tersebut diperkirakan menjadi faktor
utama dalam patogenesis OME. Faktor penyebab lainnya termasuk
hipertropi adenoid, adenoiditis kronis, palatoskisis, tumor
nasofaring, barotrauma, terapi radiasi dan radang penyerta seperti
sinusitis atau rinitis. Merokok dapat menginduksi hiperplasi limfoid
nasofaring dan hipertropi adenoid yang merupakan patogenesis
timbulnya OME.2
Gangguan fungsi tuba menyebabkan mekanisme aerasi ke
rongga telinga tengah terganggu, drainase dari rongga telinga ke
rongga nasofaring terganggu dan gangguan mekanisme proteksi
rongga telinga tengah terhadap refluks dari rongga nasofaring.
Akibat gangguan tersebut rongga telinga tengah akan mengalami
tekanan negatif. Tekanan negatif di telinga tengah menyebabkan
10
peningkatan permaebilitas kapiler dan selanjutnya terjadi
transudasi. Selain itu terjadi infiltrasi populasi sel-sel inflamasi dan
sekresi kelenjar. Akibatnya terdapat akumulasi sekret di rongga
telinga tengah. Inflamasi kronis di telinga tengah akan
menyebabkan terbentuknya jaringan granulasi, fibrosis dan
destruksi tulang.19, 20
Obstruksi tuba Eustachius ytang menimbulkan terjadinya
tekanan negatif di telinga tengah yang diikuti retraksi membran
timpani. Orang dewasa biasanya mengeluh adanya rasa tak
nyaman, rasa penuh atau rasa tertekan dan akibatnya timbul
gangguan pendengaran ringan dan tinnitus. Anak-anak mungkin
tidak muncul gejala seperti ini. Jika keadaan ini berlangsung dalam
jangka waktu lama cairan akan tertarik keluar dari membran
mukosa telinga tengah, menimbulkan keadaan yang kita sebut
dengan otitis media serosa. Kejadian ini sering timbul pada anak-
anak berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas dan sejumlah
gangguan pendengaran mengikutinya.21
Infeksi bakteri merupakan faktor penting dalam patogenesis
terjadinya OME sejak dilaporkan adanya bakteri di telinga tengah.
Streptococcus Pneumonia, Haemophilus Influenzae, Moraxella
Catarrhalis dikenal sebagai bakteri pathogen terbanyak ditemukan
dalam telinga tengah. Meskipun hasil yang didapat dari kultur lebih
rendah yang diduga karena penggunaan antibiotik jangka lama
sebelum pemakaian ventilation tube akan mengurangi proliferasi
bakteri patogen, sekresi immunoglobulin dan lisosim dalam efusi
telinga tengah akan menghambat proliferasi patogen, bakteri dalam
efusi telinga tengah berlaku sebagai biofilm. Selain bakteri, infeksi
virus di saluran pernafasan atas dapat menginvasi telinga tengah
dan merangsang produksi sekret.2, 20
Faktor imunologis yang cukup berperan dalam OME adalah
sekresi Ig A. Imunoglobulin ini diproduksi oleh kelenjar di dalam
mukosa kavum timpani. Sekretori Ig A terutama ditemukan pada
11
efusi mukoid dan dikenal sebagai suatu imunoglobulin yang aktif
bekerja di permukaan mukosa respiratorik. Kerjanya yaitu
menghadang kuman agar tidak kontak langsung dengan
permukaan epitel, dengan cara membentuk ikatan komplek. Kontak
langsung dengan dinding sel epitel adalah tahap pertama dari
penetrasi kuman untuk infeksi jaringan. Dengan demikian Ig A aktif
mencegah infeksi kuman.21
Selain beberapa faktor yang telah dijelaskan diatas, faktor
alergi juga berperan dalam terjadinya OME meskipun masih belum
jelas bagaimana mekanismenya. Akan tetapi dari gambaran klinis
dipercaya bahwa alergi memegang peranan. Dasar pemikirannya
adalah analogi embriologik, dimana mukosa timpani berasal sama
dengan mukosa hidung. Setidak-tidaknya manifestasi alergi pada
tuba Eustachius merupakan penyebab oklusi kronis dan
selanjutnya menyebabkan efusi. Namun demikian dari penelitian
kadar Ig E yang menjadi kriteria alergi atopik, baik kadarnya dalam
efusi maupun dalam serum tidak menunjang sepenuhnya alergi
sebagai penyebab.21
Etiologi dan patogenesis otitis media oleh karena alergi
mungkin disebabkan oleh satu atau lebih dari beberapa
mekanisme, antara lain mukosa telinga tengah sebagai target
organ, pembengkakan oleh karena proses inflamasi pada mukosa
tuba Eustachius, obstruksi nasofaring karena proses inflamasi dan
aspirasi bakteri nasofaring yang terdapat pada sekret alergi ke
dalam ruang telinga tengah.19

F. Gejala Otitis Media Efusi


Pada OME akut, keluhan subyektif adalah gejala rasa penuh
dan tidak nyaman pada telinga, pendengaran menurun, suara
sendiri terdengar bergema, terasa ada cairan yang bergerak di
telinga dengan perubahan posisi. Kadang-kadang disertai nyeri
12
telinga pada saat awal terjadinya tekanan negatif. Pada OME
kronik, keluhan subyektif adalah penurunan pendengarab, khusus
untuk anak pada umumnya tidak terlalu mengeluh
pendengarannya, akan tetapi orang tua akan mengamati bahwa
anaknya kurang mendengar dan diikuti prestasi di sekolah yang
menurun, gangguan bicara dan bahasa, gangguan perkembangan
sekolah. Tinitus dan nyeri teliga ringan dapat pula terjadi.22
Penderita OME jarang memberikan gejala sehingga pada anak-
anak sering terlambat diketahui. Vertigo juga dirasakan penderita-
penderita OME. Gejala kadang bersifat asimptomatik sehingga
adanya OME diketahui oleh orang yang dekat dengan anak
misalnya orang tua atau guru. Anak-anak dengan OME juga
kadang-kadang sering terlihat menarik-narik telinga mereka atau
merasa seperti telinganya tersumbat. Pada kasus yang lanjut
sering ditemukan adanya gangguan bicara dan perkembangan
berbahasa. Kadang-kadang juga ditemui keadaan kesulitan dalam
berkomunikasi dan keterbelakangan dalam pelajaran.13

G. Diagnosis Otitis Media Efusi


Dalam mendiagnosis OME diperlukan kejelian dari pemeriksa.
Ini disebabkan keluhan yang tidak khas terutama pada anak-anak.
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yang cermat,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang tepat. Dari
anamnesis biasanya orang tua mengeluh adanya gangguan
pendengaran pada anaknya, guru melaporkan bahwa anak
mempunyai gangguan pendengaran, kemunduran dalam pelajaran
di sekolah, bahkan dalam gangguan wicara dan bahasa. Sering kali
OME ditemukan secara tidak sengaja pada saat skrining
pemeriksaan telinga dan pendengaran di sekolah-sekolah.21
Untuk mendiagnosis OME pada pemeriksaan fisik perlu
dilakukan pemeriksaan otoskopi, timpanometri, audiometri dan
kadang diperlukan tindakan miringotomi untuk memastikan adanya
13
cairan dalam telinga tengah. Pemeriksaan otoskopi dilakukan untuk
menilai kondisi, warna dan translusensi membran tempani. Pada
pemeriksaan otoskopi menunjuk kecurigaan adanya OME apabila
ditemukan beberapa tanda seperti tidak didapatkannya tanda-tanda
radang akut, terdapat perubahan warna membran timpani akibat
refleksi dari adanya cairan didalam kavum timpani, membran
timpani tampak lebih menonjol, membran timpani retraksi atau
atelektasis, didapatkan air fluid levels atau bubble atau mobilitas
membran berkurang atau fikasi. Atelektasis biasanya ditunjukkan
dengan membran timpani yang agak tipis, atropi dan mungkin
menempel pada inkus, stapes dan promontium, khususnya pada
kasus-kasus yang sudah lanjut, biasanya kasus yang seperti ini
karena disfungsi tuba Eustachius dan OME yang sudah lama.
Membran timpani dengan sikatrik, suram sampai retraksi berat
disertai bagian yang atropi didapatkan pada otitis media adesiva
oleh karena terjadi jaringan fibrosis di telinga tengah sebagai akibat
proses peradangan yang berlangsung lama.19, 20
Pada saat pemeriksaan otoskop dapat juga terlihat seperti
adanya a) cairan di telinga tengah dengan penampilan bervariasi
yang mungkin sulit dikenali; b) tampilan kusam dengan pembuluh
darah radial yang terlihat pada membran timpani dan gagang
malleus; c) retraksi membrane timpani ; d) terdapat semburat
kuning/oranye pada membran timpani (Gambar 6) atau; e) warna
biru tua atau abu-abu pada membran timpani; f) garis rambut atau
gelembung – kondisi ini jarang terlihat; g) tes garpu tala
menunjukkan tuli konduktif, yaitu konduksi tulang > hantaran udara;
h) kurva impendasi yang datar.3

14
Gambar 6 Semburat Kuning pada Membran Timpani

Pemeriksaan dengan otoskop pneumatik juga dapat dilakukan


untuk menunjang diagnosis OME. Otoskop pneumatik
diperkenalkan pertama kali oleh Siegle, bentuknya relatif tidak
berubah sejak pertama diperkenalkan pada tahun 1864.
Pemeriksaan otoskopi pneumatik selain bisa melihat jenis perforasi,
jaringan patologi dan untuk membran timpani yang masih utuh bisa
juga dilihat gerakannya (mobilitas) dengan jalan memberi tekanan
positif maka membran timpani akan bergerak ke medial dan bila
diberi tekanan negatif maka membran timpani akan bergerak ke
leteral. Pemeriksaan otoskopi pneumatik merupakan standar fisik
diagnostik pada OME.2, 20
Untuk mengetahui kondisi dari sistem telinga tengah dapat
dilakukan pemeriksaan dengan suatu alat timpanometer.
Pengukuran ini memberikan gambaran tentang mobilitas membran
timpani, keadaan persediaan tulang pendengaran, keadaan dalam
telinga tengah termasuk tekanan udara didalamnya, jadi berguna
dalam mengetahui gangguan konduksi dan fungsi tuba Eustachius.
Grafik hasil pengukuran timpanometeri atau timpanogram dapat
untuk mengetahui gambaran kelainan di telinga tengah. Meskipun

15
ditemukan banyak variasi bentuk timpanogram akan tetapi pada
prinsipnya hanya ada tiga tipe, yakni tipe A, tipe B dan tipe C. Pada
penderita OME gambaran timpanogram yang sering didapati
adalah tipe B. Tipe B bentuknya relatif datar, hal ini menunjukan
gerakan membran timpani terbatas karena adanya cairan atau
pelekatan dalam kavum timpani. Grafik yang sangat datar dapat
terjadi akibat perforasi membran timpani, serumen yang banyak
pada liang telinga luar atau kesalahan pada alat yaitu saluran
buntu. Pemerikasaan timpanometri dapat memperkirakan adanya
cairan didalam kavum timpani yang lebih baik dibanding dengan
pemeriksaan otoskopi saja.21

Gambar 7 Membran Timpani pada Penderita OME

Dari pemeriksaan audiometrik nada murni didapatkan nilai


ambang tulang dan hantaran udara. Gangguan pendengaran lebih
sering ditemukan pada pasien OME dengan cairan yang kental
(glue ear). Meskipun demikian beberapa studi mengatakan tidak
ada perbedaan yang signifikan antara cairan serous dan kental
terhadap gangguan pendengaran, sedangkan volume cairan yang

16
ditemukan di dalam telinga tengah adalah lebih berpengaruh.
Pasien dengan OME ditemukan gangguan pendengaran dengan
tuli konduksi ringan sampai sedang sehingga tidak begitu
berpengaruh dengan kehidupan sehari-hari. Tuli bilateral persisten
lebih dari 25 dB dapat mengganggu perkembangan intelektual dan
kemampuan berbicara anak. Bila hal ini dibiarkan, bisa saja
ketulian akan bertambah berat yang dapat berakibat buruk bagi
pasien. Akibat buruk ini dapat berupa gangguan lokal pada telinga
maupun gangguan yang lebih umum, seperti gangguan
perkembangan bahasa dan kemunduran dalam pelajaran sekolah.
Pasien dengan tuli konduksi yang lebih berat mungkin sudah
didapatkan fiksasi atau putusnya rantai osikel.21
Pemeriksaan audiometrik direkomendasikan pada pasien
dengan OME selama 3 bulan atau lebih, kelambatan berbahasa,
gangguan belajar atau dicurigai terdapat penurunan pendengaran
bermakna. Berdasarkan beberapa penelitian, tuli konduksi sering
berhubungan dengan OME dan berpengaruh pada proses
mendengar kedua telinga, lokalisasi suara, persepsi bicara dalam
kebisingan. Penurunan pendengaran yang disebabkan oleh OME
akan menghalangi kemampuan awal berbahasa.21
Pemeriksaan radiologi foto mastoid dahulu efektif digunakan
untuk skrining OME, tetapi sekarang jarang dikerjakan. Anamnesis
riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik banyak membantu
diagnosis penyakit ini. CT Scan sangat sensitif namun tidak
diperlukan untuk diagnosis. Meskipun CT scan penting untuk
menyingkirkan adanya komplikasi dari otitis media seperti
mastoiditis, trombosis sinus sigmoid ataupun adanya kolesteatoma.
CT scan penting khususnya pada pasien dengan OME unilateral
yang bertujuan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya massa
di nasofaring.23

17
H. Penatalaksanaan Otitis Media Efusi
Pengobatan pada OME meliputi pengobatan konservatif dan
tindakan operatif. Pengobatan konservatif secara lokal (obat tetes
hidung atau semprot hidung) dan sistemik antara lain antibiotika
spektrum luas, antihistamin, dekongestan, dengan atau tanpa
kortikosteroid. Pengobatan dan kontrol terhadap alergi dapat
mengurangi atau menyembuhkan OME.21
Steroid hidung dan oral sering digunakan untuk mengobati otitis
media efusi karena efek anti-inflamasi pada lubang faring dan atau
telinga tengah dari tabung tuba eustachius dapat meningkatkan
fungsi dan ventilasi telinga tengah dan eliminasi cairan. Steroid
hidung dan oral ini akan- mengatur transportasi natrium transepitel
oleh epitel telinga tengah. Namun, penggunaan steroid hidung dan
oral ini tidak dianjurkan digunakan oleh anak-anak.18
Dekongestan bertujuan untuk mengurangi edema mukosa dan
pembengkakan pada atau dekat lubang tuba eustachius,
meningkatkan fungsi tuba eustachius, memastikan ventilasi telinga
tengah, dan mengurangi adanyacairan pada liang telinga tengah.
Sama seperti steroid, antihistamin diberikanuntuk meredam respon
inflamasi. Seperti steroid juga, karena kerjanyaadalah mengurangi
cairan pada liang telinga, obat ini tidak dianjurkan untukanakanak
karena kondisi telinga anak-anak tidak boleh kering.18
Terapi antibiotika diberikan setelah pemasangan pipa ventilasi
yaitu Amoksisilin sesuai berat badan selama 7 hari. Penggunaan
kortikosteroid masih merupakan kontroversi. Medikamentosa
adalah dengan pemberian antiinflamasi dan dekongestan topikal
melalui hidung. Perasat valsava dapat dikerjakan bila tidak ada
tanda infeksi.22
Tatalaksana nonfarmakologi untuk otitis media efusi ini adalah
dengan melakukan pemasangan alat bantu dengar, pembedahan,
dan autoinflasi. Pengobatan secara operatif dilakukan pada kasus
dimana setelah dilakukan pengobatan konservatif selama lebih dari
18
3 bulan tidak sembuh. Untuk memberikan hasil yang baik terhadap
drainase dilakukan miringotomi dan pemasangan pipa ventilasi.
Pipa ventilasi dipasang pada daerah kuadran antero inferior atau
postero inferior. Pipa ventilasi akan dipertahankan sampai fungsi
tuba ini paten. Penatalaksanaan secara operatif meliputi mirigotomi
dengan atau tanpa pemasangan pipa ventilasi dan adenoidektomi
dengan atau tanpa tonsilektomi. Tujuan pemasangan pipa ventilasi
adalah menghilangkan cairan pada telinga tengah, mengatasi
gangguan pendengaran yang terjadi, mencegah kekambuhan,
mencegah gangguan perkembangan kognitif, bicara, bahasa dan
psikososial. 24
Myringotomi dan pemasangan grommet sekarang merupakan
operasi yang paling sering dilakukan di Inggris dan Amerika
Serikat. Dengan anestesi umum, membran timpani diiris secara
antero-inferior. Lem disedot dan grommet dimasukkan ke dalam
sayatan, fungsi grommet adalah untuk memvena- tilasi telinga
tengah dan tidak mengalirkan cairan; sebagian besar ahli bedah
sekarang mengizinkan berenang setelah pemasangan grommet,
tetapi tidak untuk menyelam atau berenang di bawah air. Grommet
akan keluar setelah periode yang bervariasi, rata-rata 6 bulan.
Penyisipan berulang terkadang diperlukan jika efusi berulang.

19
Gambar 8 Membran Timpani dengan Prosedur Myringotomi13

I. Komplikasi Otitis Media Efusi


Salah satu komplikasi dari otitis media efusi yaitu gangguan
pendengaran, meskipun tidak selalu jelas namun pada anak-anak
usia dini dapat menimbulkan keadaan seperti speech delay, dan
jika keadaan ini timbul pada anak usia sekolah maka akan
menimbulkan masalah dalam proses belajar mengajar, tingkah laku
yang kurang mencerminkan anak seusianya dan sangat
mengganggu anak dalam meraih prestasi dalam pendidikannya.
Gangguan pendengaran umumnya terdapat pada kedua telinga,
apabila volume cairan sedikit, maka gangguan pendengaran akan
minimal.25 Infeksi bakteri yang umumnya bersifat ascending
infection dapat berkembang menjadi otitis media akut dan
komplikasinya. Selain itu Labirinitis serosa dapat berkembang
melalui jendela bundar atau oval.13 Akibat lanjutan OME dapat
mengakibatkan hilangnya fungsi pendengaran sehingga akan
mempengaruhi perkembangan bicara dan intelektual. Perubahan
yang terjadi pada telinga tengah dapat mengakibatkan penyakit
berlanjut menjadi atelektasis dan otitis media adesif.21

20
Atelektasis dan otitis media adesif biasanya terjadi bersamaan
dengan OME, meski OME dapat mengalami resolusi sehingga
memungkinkan aerasi atik dan mastoid, namun tidak semua pasien
dengan OME kronik berkembang menjadi atelektasis. Kerusakan
yang menetap akibat OME dapat menyebabkan kehilangan
pendengaran parsial ataupun total.21
Perubahan jangka panjang pada telinga tengah dan membran
timpani dapat terjadi dengan OME yang persisten, yang
mengakibatkan gangguan pendengaran permanen. Tabung
ventilasi digunakan untuk mencoba dan mencegah komplikasi
jangka panjang ini. Namun, bahkan pada pasien yang dirawat,
komplikasi seperti timpanosklerosis dapat terjadi.
Tympanosclerosis adalah kondisi abnormal telinga tengah celah di
mana ada endapan berkapur di timpani membran, rongga timpani,
rantai tulang pendengaran dan dalam mastoid. Tympanosclerosis
merupakan kliniko-anatomi entitas yang juga dapat didefinisikan
sebagai hasil akhir yang tidak dapat diubah, meskipun tidak
berubah, setiap proses inflamasi yang belum selesai akan
mengakibatkan cedera anatomis dan hampir selalu menyebabkan
gangguan fungsional di telinga. Tympanosclerosis mempengaruhi
membran timpani, dalam hal ini disebut sebagai myringosclerosis.26

J. Prognosis Otitis Media Efusi


Unilateral OME memiliki prognosis yang baik dan dapat
membaik selama 3 bulan. Karena pendengaran tidak terganggu,
pendekatan konservatif dapat dilakukan pada kasus-kasus ini.
Adanya deteksi udara di telinga tengah (bubble dan air fluid level)
juga dianggap sebagai tanda prognostik yang baik, karena dapat
memastikan fungsi parsial tuba eustachius. Membran timpani yang
sangat menebal dan durasi gejala yang lebih dari 3 bulan
mengindikasikan perjalanan penyakit yang berlarut-larut pada
sebagian besar kasus. Penyembuhan yang cepat tidak mungkin
21
terjadi, dan umumnya kasus-kasus ini harus ditangani dengan
pembedahan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Otitis Media Efusi (OME) adalah suatu kondisi di mana
terdapat cairan di telinga tengah, tetapi tidak ada tanda-tanda
infeksi akut yang sering terjadi pada anak- anak antara usia 1
sampai 6 tahun. Cairan yang berada di membran timpani akan
menyebabkan penurunan pendengaran, sehingga pasien yang
datang biasanya mengeluhkan pendengarannya menurun yang
bisa disertai dengan adanya terasasumbatan pada telinga, suara
terdengarlebih nyaring, dan bisa juga terjadi speech delay apabila
terjadi pada anak dan berlangsung lama. Otitis media efusi bisa
disebabkan karena disfungsi tuba eustachius, adanya sindrom
yang memengaruhi bentuk wajah dan pangkal tenggorok, gejala

22
sisa otitis media akut, bisa juga karena infeksi bakteri, dan juga
berhubungan dengan penyakit gastroesophageal reflux.
Untuk mendiagnosis OME pada pemeriksaan fisik perlu
dilakukan pemeriksaan otoskopi, timpanometri, audiometri dan
kadang diperlukan tindakan miringotomi untuk memastikan adanya
cairan dalam telinga tengah. Pemeriksaan otoskopi dilakukan untuk
menilai kondisi, warna dan translusensi membran tempani. Untuk
mengetahui kondisi dari sistem telinga tengah dapat dilakukan
pemeriksaan dengan suatu alat timpanometer. Dari pemeriksaan
audiometrik nada murni didapatkan nilai ambang tulang dan
hantaran udara. Gangguan pendengaran lebih sering ditemukan
pada pasien OME dengan cairan yang kental (glue ear).

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Galic MZ, Klancnik M. Adenoid Size In Children With Otitis Media With
Effusion. Acta Clin Croat. 2021; 60 (3): 532-539.
2. Casselbrant ML, Mandel EM. Otitis Media with Effusion. Dalam: Bailey’s
Head & Neck Surgery–Otolaryngololy. Edisi ke-5. Lippincott Williams &
Wilkins, New York; 2014. h. 1482-501.
3. Bull PD. Otitis Media with Effusion. Dalam: Diseases of the Ear, Nose and
Throat. 9th ed. Blackwell, UK; 2002. h. 51-53.
4. Dewi, dkk. Otitis Media Efusi: Etiologi, Patofisiologi, Patogenesis,
Epidemiologi, Diagnosis, Tatalaksana, Komplikasi. Medula. 2023; 13
(4.1): 87-93.
5. Sherwood, LZ. 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8.
Jakarta: EGC.
6. Moore KL, Dalley AF, Agur AMR. Moore clinically oriented anatomy. Edisi
ke7. Crystal Taylor, penyunting. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins,
2014. h. 966-70.
7. Standring S. Gray’s Anatomy. Edisi ke-41. London: Elsevier, 2016. h.
631,6
8. Drake RL, Vogl AW, Mitchell AWM, Tibbitts RM, Richardson PE. Gray’s
Atlas of Anatomy. Edisi ke-1. Elsevier, 2008. h. 474.
9. Liston SL, Duvall AJ. Embriologi, anatomi dan fisiologi telinga. Dalam:
Boeis eds. Boeis buku ajar penyakit THT. Alih bahasa: Caroline W. 6th
ed. Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 1997:30-8
10. Ballenger JJ. Penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Alih
bahasa: Staf pengajar FKUIRSCM. 13rd ed. Jakarta: Binarupa Aksara,
1997:105-9.
11. Encyclopedia Britanica Article. Human ear the physiology of hearing.
2007. Citation available from : www.britanica.com
12. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Alih bahasa: Setiawan
I, Tengadi KA, Santoso A. 1 st ed. Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 1997:
827-34.
13. Probst R, Grevers G, Iro H. Otitis Media with Effusion. Dalam: Basic
Otorhinolaryngology. Thieme, Stuttgart; 2006. h-240-241.
14. Karyanta M, Satrowiyoto S, Wulandari DP. Rasio Prevalensi Otitis Media
dengan Efusi di Refluks Laringofaringeal. International Journal of
Otolaryngology. 2019; 1-3.
15. Dhingra PL. Anatomy of Ear. Dalam: Dhinghra PL, editor. Diseases of
Ear, Nose and Throat. 4th Ed. New Delhi: Elsevier; 2007. h. 3-11.
16. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit Telinga Tengah dan
Mastoid. Dalam: Boies, Buku Ajar Penyakit THT (Boies Fundamentals of
Otolaryngology). Edisi ke-6. EGC, Jakarta; 1997. h. 97-9.
17. Kamaludin D, Boesoirie TS, Soeseno B, Bambang P. Pengaruh
Pemakaiaqn PipaNasogastrik pada Kejadian Otitis MediaEfusi. MKB.
2011; 43 (1): 42-48.
18. Searight FT, Singh R, Peterson DC. Otitis Media With Effusion. StatPearls
[Internet]. 2023 January.
19. Healy GB, Rosbe KW. Otitis media and middle ear effusions. Dalam:
Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. Edisi ke-16. BC
Decker Inc. Hamilton, Ontario; 2003. h. 249-60.
20. Inglis AF. Gates GA. Acute Otitis Media With Effusion. Dalam: Cummings,
Otolaryngology Head and Neck Surgery. Edisi ke-4. Philadelphia: Elsevier
Mosby; 2005. h. 200-1.
21. Simbolon RP. Distribusi Penderita Otitis Media Efusi Pada Siswa Dasar di
Kabupaten Karangasem. Laporan Penelitian. PPDS I Bagian Ilmu
Kesehatan THT-KL FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. 2018;1-28.
22. Yusuf M, dkk (editor). Pedoman Praktik Klinis: Telinga Hidung
Tenggorokan Bedah Kepala dan Leher. Dept-SMF Ilmu Kesehatan THT-
KL RSUD Dr. Soetomo FK UNAIR. 2016.
23. Lieberthal AS, Carroll AE, Chonmaitree T. The diagnosis and
management of acute otitis media. Pediatrics. 2018;131:964-99.
24. Berkman ND, Wallace IF, Steiner MJ, Harrison M, Greenblatt AM, Lohr
KN, dkk. Otitis media with effusion: Comparative effectiveness of
treatments. Agency for Healthcare Research and Quality. Rockville:
AHRQ Publication; 2013. h. 2-11.
25. Fachir FS, Qamariah N, Marisa D. Hubungan Tonsilitis Kronis dan Otitis
Media Efusi di Bagian Tht Rsud Ulin Banjarmasin Tahun 2014. Berkala
Kedokteran. 2018; 12 (1): 27-32.
26. Barry, J. Y., Reghunathan, S., & Jacob, A. (2016). Tympa-nosclerosis
Presenting as Mass: Workup and Differential. Case reports in
otolaryngology, 2016, 9821493.
27. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD.2012.BukuAjar
Telinga, Hidung, dan Tenggorok FK UI. 7th ed, THT UI. Jakarta: Badan
Penerbit FK UI;. 199-200 p.

Anda mungkin juga menyukai