Fazilla Maulidia *
dr. Angga Pramuja, Sp. T.H.T.K.L **
REFERAT
Disusun Oleh:
Fazilla Maulidia, S.Ked
G1A219104
Pembimbing
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“Otitis Media Akut” sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian THT di RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Angga Pramuja, Sp.
T.H.T.K.L yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk
membimbing penulis selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian
THT RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................3
2.1 Anatomi dan Fisiologi.................................................................................3
2.2 Otitis Media...................................................................................................9
2.3 Otitis Media Akut
2.3.1 Definisi.............................................................................................10
2.3.2 Epidemiologi....................................................................................10
2.3.3 Etiologi.............................................................................................11
2.3.4 Faktor Risiko....................................................................................11
2.3.5 Patofisiologi......................................................................................12
2.3.6 Gejala Klinis.....................................................................................13
2.3.7 Diagnosis..........................................................................................13
2.3.8 Tatalaksana.......................................................................................17
2.3.9 Komplikasi........................................................................................19
2.3.10 Prognosis........................................................................................19
BAB III KESIMPULAN ..................................................................................20
3.1 Kesimpulan.................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................21
iii
BAB I
PENDAHULUAN
iv
oleh karena system imunitas anak yang belum berkembang secara
sempurna.1
v
vi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula) dan liang telinga
sampai membran timpani.1,3
Aurikula mempunyai bentuk yang khas dan berfungsi
mengumpulkan getaran udara. Aurikula terdiri atas lempeng tulang
rawan elastik tipis yang ditutupi kulit. Aurikula mempunyai ototintrinsik
dan ekstrinsik, keduanya disarafi oleh N.Facialis.3
3
Gambar 2 : Anatomi Telinga Luar
b. Telinga Tengah
Kavum timpani adalah ruang berisi udara dalam pars petrosa ossis
temporalis yang dilapisi membran mukosa. Di dalamnya didapatkan
tulang-tulang pendengaran yang berfungsi meneruskan getaran membran
timpani (gendangan) ke perilimf telinga dalam. Merupakan suatu ruang
mirip celah sempit yang miring, dengan sumbu panjang terletak sejajar
dengan bidang membrantimpani.3
Telinga tengah berbentuk kubus dengan:
Batas luar : Membran timpani
Batas depan : Tuba eustachius
Batas bawah : Vena Jugularis
Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis facialis
parsvertikalis
Batas dalam : Kanalis semisirkularis horizontal,
kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval
window), tingkap bundar (round
window) dan promontorium.
Membran timpani adalah membran fibrosa tipis yang berbentuk
bundar yang berwarna putih mutiara. Membran ini terletak miring,
5
menghadap ke bawah, depan, dan lateral. Permukaannya konkaf ke
lateral. Pada dasar cekungannya terdapat lekukan kecil, yaitu umbo, yang
terbentuk oleh ujung manubrium mallei. Bila membran terkena cahaya
otoskop, bagian cekung ini menghasilkan “kerucut cahaya”, yang
memancar ke anterior dan inferior dari umbo.3
Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan.
Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat
pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada jendela
oval yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antara tulang- tulang
pendengaran merupakan persendian.
Tuba auditiva terbentang dari dinding anterior kavum timpani ke
bawah, depan, dan medial sampai ke nasofaring. Sepertiga bagian
posteriornya adalah tulang dan dua pertiga bagian anteriornya adalah
kartilago. Tuba berhubungan dengan nasofaring dengan berjalan melalui
pinggir atas m. konstriktor faringes superior. Tuba berfungsi
menyeimbangkan tekanan udara di dalam kavum timpani dengan
nasofaring.
6
Gambar 3 : Anatomi telinga tengah
7
c. Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua
setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis
semisirkularis yaitu:
- Kanalis semisirkularis superior
- Kanalis semisirkularis posterior
- Kanalis semisirkularis lateral
Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli disebelah
atas, skala timpani disebelah bawah dan skala media (duktus koklearis)
diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa,
sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut
sebagai membran vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar
skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ
korti. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang
disebut membran tektoria dan pada membrane basalis melekat sel rambut
yang terdiri dari sel rambut dalam, luas dan kanalis korti, yang
membentuk organ korti.
7
Gambar 4 : Anatomi Telinga Dalam
Fisiologi Pendengaran
Proses pendengaran diawali oleh dengan ditangkapnya energi
bunyi (gelombang suara) oleh daun telinga dan melalui liang telinga
diteruskan ke membran timpani. Getaran tersebut menggetarkan
membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang
pendengaran yang akan mengaplikasikan getaran melalui daya ungkit
tulang pendengaran dan perkalian luas membran timpani dan tingkap
lonjong (oval window).1
8
Energi getar yang telah di amplifikasi ini akan diteruskan ke
stapes yang menggetarkan oval window sehingga perilimfa pada skala
vestibuli bergerak.1
Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong
endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran
basilaris dan membran tektoria.
Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan
terjadinya defleksi steresilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka
dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel.1
Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut,
sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke
nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) dilobus
temporalis.1
9
Masing-masing golongan mempunyai bentuk akut dan kronis, yaitu
otitis media supuratif akut (otitis media akut=OMA) dan otitis media
supuratif kronik (OMSK/OMP). Begitu pula otitis media serosa terbagi
menjadi otitis media serosa akut (barotrauma=aerotitis) dan otitis media
serosa kronis. Selain itu terdapat juga otitis media spesifik, seperti media
tuberkulosa atau otitis media sifilitika. Otitis media yang lain ialah otitis
media adhesiva.1
2.3.1 Definisi
2.3.2 Epidemiologi
10
merupakan infeksi yang umum pada usia dini dan merupakan
alasan umum untuk berobat. Prevalensi otitis media akut di setiap
negara berbeda-beda, namun biasanya berada pada kisaran 2,3 % –
20 %.4,5
Otitis media sangat sering terjadi pada anak-anak. Di
Amerika Serikat di perkirakan sekitar 70% anak mengalami otitis
media minimal satu kali atau bahkan lebih saat menjelang usia tiga
tahun. Anak-anak yang rentan terkena otitis media akut biasanya
berkisar dari umur 6-11 bulan. Insiden penyakit ini sedikit lebih
ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan perempuan. Angka
kejadian otitis media akut bervariasi ditiap negara.6
2.3.3 Etiologi
11
Faktor risiko dari otitis media pada populasi anak-anak dibagi menjadi faktor
inang dan faktor lingkungan. Faktorrisikotersebut yaitubayi yang lahir secara
prematur dan berat badan saat lahirnya rendah, umur,sertavariasi musim jugadapat
mempengaruhi. Dimana otitis media lebih sering terjadi pada musim gugur dan
musim dingin. Faktor lainnyayang berpengaruhsepertipredisposisi genetik,
pemberian ASI, kondisi imunodefisiensi,alergi, gangguan anatomi, sosial
ekonomi, lingkungan yang kumuh/padat, dan posisi tidur. Usia merupakan salah
satu faktor risiko yang sering berkaitan dengan kejadian otitis media akut. Dimana
umumnya kejadian OMA ini terjadi pada anak-anak dibandingkan dengan
kelompok usia lainnya. Faktor anatomi juga memperngaruhi dimana pada saat
anak-anak, saluran eustachiusposisinya lebih horizontal dibandingkan dengan usia
dewasa. Hal tersebut menyebabkan kecenderungan terjadinya OMA pada anak-
anak dibandingkan orang dewasa. Anak-anak pada usia 6-11 bulan lebih rentan
terkena otitis media akut.Kejadian otitis media inimenurun drastissetelah
munculnya gigi permanen, meski pada beberapa orang masih dapat terkena otitis
media akut bahkan hingga memasuki usia dewasa. Otitis media tidak hanya
menyebabkan sakit yangparah, tetapi juga dapat menyebabkan komplikasi yang
serius jika tidak mendapatkan penanganan.7,8
2.3.5 Patogenesis
12
telinga. Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran
dapat terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil
penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga
dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang
dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan
yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran
hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga
juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu
banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena
tekanannya. OMA dapat berkembang menjadi otitis media
supuratif kronis apabila gejala berlangsung lebih dari 2 bulan, hal
ini berkaitan dengan beberapa faktor antara lain higiene, terapi
yang terlambat, pengobatan yang tidak adekuat, dan daya tahan
tubuh yang kurang baik.1
13
ditemui pada penelitian ini, dibandingkan dengan pasien tanpa
riwayat Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA).11
2.3.7 Stadium
14
mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar
terlihat. diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan analgesik.
Antibiotik yang diberikan ialah penisilin atau eritromisin. Jika
terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam
klavunalat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin
IM agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak
terjadi mastoiditis yang terselubung, gangguan pendengaran
sebagai gejala sisa, dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal
selama 7 hari. Bila alergi terhadap penisilin maka diberikan
eritromisin. Pada anak diberikan ampisilin 4x50-100 mg/KgBB,
amoksisilin 4x40 mg/KgBB/hari, atau eritromisin 4x40
mg/kgBB/hari.1
15
itu, analgesik juga perlu diberikan agar nyeri dapat berkurang.
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran
timpani, agar terjadi drenase sekret dari telinga tengah ke liang
telinga luar.1
16
OMA stadium perforasi
2.3.8 Diagnosis
2.3.8.1 Anamnesis
17
Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa
nyeri terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di
telinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala
khas OMA ialah suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,5 oC (pada
stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak
menjerit waktu tidur, diare, kejang dan terkadang anak memegang
telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka
sekret mengalir ke liang telinga luar, suhu tubuh turun dan anak
mulai tertidur dengan tenang.1
18
tertinggi untuk kehadiran OMA. Penonjolan (bulging) juga
merupakan prediktor terbaik dari OMA.
Kekeruhan juga merupakan temuan yang konsisten dan
disebabkan oleh edema dari membran timpani. Kemerahan dari
membran timpani yang disebabkan oleh peradangan mungkin hadir
dan harus dibedakan dari eritematosa ditimbulkan oleh demam
tinggi. Ketika kehadiran cairan telinga bagian tengah sulit untuk
menentukan, penggunaan timpanometri dapat membantu dalam
membangun diagnosis.
2.3.9 Penatalaksanaan
19
dewasa. Sumber infeksi harus diobati antibiotik diberikan jika
penyebabnya kuman, bukan oleh virus atau alergi
20
mukosa teling tengah. Pada keadaan demikian, antibiotika dapat
dilajutkan sampai 3 minggu. Bila 3 minggu setrelah pengobatan
sekret masih tetap banyak, kemungkinan telah terjadi mastoiditis.
2.3.10 Komplikasi
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
21
dan aktivitas normal. Visualisasi dari membran timpani dengan
identifikasi dari perubahan dan inflamasi diperlukan, temuan pada
otoskopi menunjukkan adanya peradangan yang terkait dengan
OMA, penonjolan (bulging) juga merupakan prediktor terbaik dari
OMA.
DAFTAR PUSTAKA
1. Efiaty AS, Nurbaiti, Jenny B, Ratna DR. Buku Ajar Ilmu Kesehatan :
Telinga, Hidung, Tenggorokan Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta
FKUI, 2007: 10-14, 65-74.
2. Picture of ear anatomy. Available at :
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/002077.htm
3. Snell Richard S. Anatomi Telinga in Anatomi Klinik, Ed 6, EGC
2006, hal:782 – 792
22
4. Mamoto Nd. Pola Bakteri Aerob Pada Pasien Dengan Diagnosis Otitis
Media Supuratif Akut Di Poliklinik Tht-Kl Rsup. Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado.2015. Jurnal E-Biomedik (Ebm), Volume 3, Nomor 1
5. Deshmukh C. Acute otitis media in children-treatment options. Pediatrics.
2014. 44(3) : 81-4.
6. Cheong K. H. And Hussain, S. S. M. Management of reccurent acute
otitis media in children : systematic review of the effect of different
interventions on otitis media recurrence time. The journal of laryngology
& otology, 2012;126:874-885
23