Disusun oleh :
Bani Diara Krisman
030.14.026
Pembimbing :
dr. Heri Puryanto, MSc, Sp.THT-KL
dr. Fahmi Novel, Sp. THT-KL, MSi. Med
PRESENTASI KASUS
Oleh :
030.14.026
Pembimbing I Pembimbing II
dr. Heri Puryanto, MSc,Sp.THT-KL dr. Fahmi Novel, Sp.THT- KL, MSi. Med
i
DAFTAR ISI
BAB IV PEMBAHASAN.............................................................................. 49
ii
BAB I
PENDAHULUAN
ataupun kedua telinga. Sedangkan Tuli adalah penurunan fungsi pendengaran yang sangat berat
yang bisa disebabkan oleh suatu masalah mekanis didalam saluran telinga atau didalam telinga
Selain itu disebabkan oleh kerusakan pada telinga dalam, saraf pendengaran atau jalur saraf
Gangguan pendengaran merupakan defisit sensorik yang paling sering pada populasi
manusia, mempengaruhi lebih dari 250 juta orang di dunia. Di dunia, menurut perkiraan WHO
pada tahun 2005 terdapat 278 juta orang menderita gangguan pendengaran, 75 – 140 juta
diantaranya terdapat di Asia Tenggara. Sedangkan pada bayi, terdapat 0,1 – 0,2% menderita tuli
sejak lahir atau setiap 1.000 kelahiran hidup terdapat 1 – 2 bayi yang menderita tuli.
Dari hasil "WHO Multi Center Study" pada tahun 1998, Indonesia termasuk 4 (empat)
negara di Asia Tenggara dengan prevalensi ketulian yang cukup tinggi (4,6%) yang dapat
menimbulkan masalah sosial di tengah masyarakat. Dari semua gangguan pendengaran yang
terjadi, sekitar 90% diantaranya disebabkan oleh SNHL. SNHL ditemukan sekitar 23% pada
populasi diatas usia 65 tahun. Insiden SNHL tiap tahunnya sekitar 5 sampai 20 kasus per
100.000 orang.
Ketulian dibagi menjadi tiga, pertama tuli konduksi (conduction hearing loss) dimana
kelainan terletak antara meatus akustikus eksterna sampai dengan tulang pendengaran stapes,
tuli konduksi ini biasanya dapat ditolong baik dengan pengobatan atau dengan suatu tindakan
misalnya pembedahan. Kedua tuli persepsi (sensori neural hearing-loss) dimana letak kelainan
1
mulai dari organ korti dikoklea sampai dengan pusat pendengaran di otak. Tuli persepsi ini
biasanya sulit dalam pengobatannya. Dan yang ketiga adalah tuli campuran (mix hearing loss)
dimana kelainan merupakan gabungan antara tuli konduksi dengan tuli persepsi.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi
Telinga adalah alat indra yang memiliki fungsi untuk mendengar suara yang ada di
sekitar kita sehingga kita dapat mengetahui / mengidentifikasi apa yang terjadi di sekitar kita
tanpa harus melihatnya dengan mata kepala kita sendiri. Orang yang tidak bisa mendengar
disebut tuli. Telinga kita terdiri atas tiga bagian yaitu bagian luar, bagian tengah dan bagian
dalam.1,2
1. Telinga Luar
Telinga luar terdiri atas auricula dan meatus akustikus eksternus. Auricula mempunyai
bentuk yang khas dan berfungsi mengumpulkan getaran udara, auricula terdiri atas lempeng
tulang rawan elastis tipis yang ditutupi kulit. Auricula juga mempunyai otot intrinsic dan
3
Gambar 2. Bagian-bagian dari auricula telinga luar.
Yang kedua adalah meatus akustikus eksternus atau dikenal juga dengan liang telinga
luar. Meatus akustikus eksternus merupakan sebuah tabung berkelok berbentuk huruf S yang
menghubungkan auricula dengan membran timpani. Pada orang dewasa panjangnya lebih
kurang 1 inchi atau kurang lebih 2,5 – 3 cm. Rancangan yang begitu kompleks pada telinga luar
berfungsi untuk menangkap suara dan bagian terpenting adalah liang telinga. Saluran ini
merupakan hasil susunan tulang dan rawan yang dilapisi kulit tipis.1,4,5
Pada sepertiga bagian luar merupakan kartilago elastis dan kulit liang telinga terdapat
banyak kelenjar sebasea dan glandula seruminosa. Glandula seruminosa ini adalah modifikasi
kelenjar keringat yang menghasilkan sekret lilin berwarna coklat kekuningan. Rambut dan lilin
ini merupakan barier yang lengket, untuk mencegah masuknya benda asing. Kelenjer keringat
terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagaian dalamnya adalah tulang yang
dibentuk oleh lempeng timpani dan hanya sedikit dijumpai kelenjer serumen.1,2,4
4
Pada pemeriksaan fisik pada liang telinga dapat diluruskan untuk memasukkan otoskop
dengan cara menarik auricula ke atas dan belakang. Pada anak kecil auricula ditarik lurus ke
belakang, atau ke bawah dan belakang. Bagian meatus yang paling sempit adalah kira-kira 5
2. Telinga Tengah
Telinga tengah adalah ruang berisi udara di dalam pars petrosa ossis temporalis yang
dilapisi oleh membrana mukosa. Ruang ini berisi tulang-tulang pendengaran yang berfungsi
meneruskan getaran membran timpani (gendang telinga) ke perilympha telinga dalam. Kavum
timpani berbentuk celah sempit yang miring, dengan sumbu panjang terletak lebih kurang
sejajar dengan bidang membran timpani. Di depan, ruang ini berhubungan dengan nasopharing
Membran timpani adalah membrana fibrosa tipis yang berwarna kelabu mutiara.
Membran ini terletak miring, menghadap ke bawah, depan, dan lateral. Permukaannya konkaf
ke lateral. Pada dasar cekungannya terdapat lekukan kecil, yaitu umbo, yang terbentuk oleh
ujung manubrium mallei. Bila membran terkena cahaya otoskop, bagian cekung ini
menghasilkan "refleks cahaya", yang memancar ke anterior dan inferior dari umbo.4,5
5
Gambar 3. Membran Timpani
Di bagian dalam rongga ini terdapat 3 jenis tulang pendengaran yaitu tulang maleus,
inkus dan stapes. Ketiga tulang ini merupakan tulang kompak tanpa rongga sumsum tulang.5
Ada 2 otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran. Otot tensor
timpani terletak dalam saluran di atas tuba auditiva, tendonya berjalan mula-mula ke arah
posterior kemudian mengait sekeliling sebuah tonjol tulang kecil untuk melintasi rongga timpani
dari dinding medial ke lateral untuk berinsersi ke dalam gagang maleus. Tendo otot stapedius
berjalan dari tonjolan tulang berbentuk piramid dalam dinding posterior dan berjalan anterior
untuk berinsersi ke dalam leher stapes. Otot-otot ini berfungsi protektif dengan cara meredam
Tuba eustachius terbentang dart dinding anterior kavum timpani ke bawah, depan, dan
medial sampai ke nasopharynx. Sepertiga bagian posteriornya adalah tulang dan dua pertiga
bagian anteriornya adalah cartilago. Tuba berhubungan dengan nasopharynx dengan berjalan
melalui pinggir atas m. constrictor pharynges superior. Tuba berfungsi menyeimbangkan tekanan
6
3. Telinga Dalam
Telinga dalam terletak di dalam pars petrosa ossis temporalis, medial terhadap telinga
tengah dan terdiri atas (1) telinga dalam osseus, tersusun dari sejumlah rongga di dalam tulang;
dan (2) telinga dalam membranaceus, tersusun dari sejumlah saccus dan ductus membranosa di
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibule yang terdiri dari 3 kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut
Bentuk telinga dalam sedemikian kompleksnya sehingga disebut labirin. Derivat vesikel
otika membentuk suatu rongga tertutup yaitu labirin membran yang terisi endolimfe, satu –
satunya cairan ekstraseluler dalam tubuh yang tinggi kalium dan rendah natrium. Labirin
membran dikelilingi oleh cairan perilimfe ( tinggi natrium dan rendah kalium) yang terdapat
dalam kapsula otika bertulang. Labirin membran dikelilimgi oleh cairan perilimfe ( tinggi
7
Rongga koklea bertulang dibagi menjadi tiga bagian :2,3
Skala vestibuli (bagian atas), Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran timpani
Skala media (duktus koklearis) yang panjangnya 35 mm dan berisi endolimfe. Pada skala
media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria.Membran
tektoria disekresi dan disokong oleh suatu panggung yang terletak di media; disebut
sebagai limbus
Skala timpani ( bagian bawah ) juga mengandung cairan perilimfe dan dipisahkan oleh
lamina spiralis oseus dan membrana basilaris. Pada membrana basilaris terletak organ
corti yang terdapat 4 lapisan sel rambut yang penting untuk mekanisme pendengaran, di
mana 1 lapisan sel rambut terletak pada sisi dalam dari terowong Corti (Tunnel of Corti)
dan dikenal sebagai sel rambut dalam sedangkan 3 lapisan sel rambut luar terletak pada
8
Vestibulum, merupakan bagian tengah telinga dalam osseus, terletak posterior terhadap
cochlea dan anterior terhadap canalis semicircularis. Pada dinding lateralnya terdapat fenestra
vestibuli yang ditutupi oleh basis stapedis dan ligamentum annularenya, dan fenestra cochleae
yang ditutupi oleh membran timpani sekunder. Didalam vestibulum terdapat sacculus dan
Ketiga canalis semicircularis, yaitu canalis semicircularis superior, posterior, dan lateral
ujungnya disebut ampulla. Canalis bermuara ke dalam vestibulum melalui lima lubang, salah
satunya dipergunakan bersama oleh dua canalis. Di dalam canalis terdapat ductus
semicircularis.4,6
Cochlea berbentuk seperti rumah siput, dan bermuara ke dalam bagian anterior
vestibulum. Umumnya terdiri atas satu pilar sentral, modiolus cochleae, dan modiolus ini
dikelilingi tabung tulang yang sempit sebanyak dua setengah putaran. Setiap putaran berikutnya
mempunyai radius yang lebih kecil sehingga bangunan keseluruhannya berbentuk kerucut.
Apex menghadap anterolateral dan basisnya ke posteromedial. Putaran basal pertama dari
cochlea inilah yang tampak sebagai promontorium pada dinding medial telinga tengah.4,5,6
Telinga dalam membranaceus terletak di dalam telinga dalam osseus, dan berisi
endolympha dan dikelilingi oleh perilympha. Telinga dalam membranaceus terdiri atas
utriculus dan sacculus, yang terdapat di dalam vestibulum osseus; tiga ductus semicircularis,
yang terletak di dalam canalis semicircularis osseus; dan ductus cochlearis yang terletak di
Utriculus adalah yang terbesar dari dua buah saccus vestibuli yang ada, dan
dihubungkan tidak langsung dengan sacculus dan ductus endolymphaticus oleh ductus
9
utriculosaccularis.5 Sacculus berbentuk bulat dan berhubungan dengan utriculus, seperti sudah
akan berakhir di dalam kantung buntu kecil, yaitu saccus endolymphaticus. Saccus ini terletak
B. Fisiologi Pendengaran
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Reseptor – reseptor khusus
untuk suara terletak ditelinga dalam yang berisi cairan. Dengan demikian, gelombang suara
hantaran udara harus disalurkan ke arah dan dipindahkan ke telinga dalam, dan dalam
prosesnya melakukan kompensasi terhadap berkurangnya energi suara yang terjadi secara
alamiah sewaktu gelombang suara berpindah dari udara ke air. Fungsi ini dilakukan oleh
luar. Banyak spesies (anjing, contohnya) dapat memiringkan daun telinga mereka ke arah
sumber suara untuk mengumpulkan lebih banyak gelombang suara, tetapi daun telinga manusia
relatif tidak bergerak. Karena bentuknya, daun telinga secara parsial menahan gelombang suara
yang mendekati telinga dari arah belakang dan, dengan demikian, membantu seseorang
Lokalisasi suara untuk menentukan apakah suara datang dari kanan atau kiri ditentukan
berdasarkan dua petunjuk. Pertama, gelombang suara mencapai telinga yang terletak lebih
dekat ke sumber suara sedikit lebih cepat daripada gelombang tersebut mencapai telinga
satunya. Kedua, suara terdengar kurang kuat sewaktu mencapai telinga yang terletak lebih jauh,
karena kepala berfungsi sebagai sawar suara yang secara parsial mengganggu perambatan
10
gelombang suara. Korteks pendengaran mengintegrasikan semua petunjuk tersebut untuk
menentukan lokasi sumber suara. Kita sulit menentukan sumber suara hanya dengan satu
telinga.6,7
Membran timpani, yang teregang menutupi pintu masuk ke telinga tengah, bergetar sewaktu
terkena gelombang suara. Daerah – daerah gelombang suara yang bertekanan tinggi dan rendah
berselang – seling menyebabkan gendang telinga yang sangat peka tersebut menekuk keluar masuk
dalam. Pemindahan ini dipermudah oleh adanya rantai yang terdiri dari tiga tulang yang dapat
bergerak atau osikula (maleus, inkus, dan stapes) yang berjalan melintasi telinga tengah. Tulang
pertama, maleus, melekat ke membran timpani, dan tulang terakhir, stapes, melekat ke jendela
oval, pintu masuk ke koklea yang berisi cairan. Ketika membrana timpani bergetar sebagai
respons terhadap gelombang suara, rantai tulang – tulang tersebut juga bergerak dengan
frekuensi sama, memindahkan frekuensi gerakan tersebut dan membran timpani ke jendela
oval. Tekanan di jendela oval akibat setiap getaran yang dihasilkan menimbulkan gerakan
seperti gelombang pada cairan telinga dalam dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi
gelombang suara semula. Namun, seperti dinyatakan sebelumnya, diperlukan tekanan yang
lebih besar untuk menggerakkan cairan. Terdapat dua mekanisme yang berkaitan dengan sistem
osikuler yang memperkuat tekanan gelombang suara dan udara untuk menggetarkan cairan di
koklea. Pertama, karena luas permukaan membran timpani jauh lebih besar daripada luas
permukaan jendela oval, terjadi peningkatan tekanan ketika gaya yang bekerja di membrana
timpani disalurkan ke jendela oval (tekanan gaya/satuan luas). Kedua, efek pengungkit tulang-
bersama-sama meningkatkan gaya yang timbul pada jendela oval sebesar dua puluh kali lipat
11
dari gelombang suara yang langsung mengenai jendela oval. Tekanan tambahan ini cukup
Bagian koklearis telinga dalam yang berbentuk seperti siput adalah suatu sistem tubulus
bergelung yang terletak di dalam tulang temporalis. Akan lebih mudah untuk memahami
komponen fungsional koklea, jika organ tersebut "dibuka gulungannya", seperti diperlihatkan
dalam. Di seluruh panjangnya, koklea dibagi menjadi tiga kompartemen longitudinal yang
berisi cairan. Duktus koklearis yang buntu, yang juga dikenal sebagai skala media, membentuk
kompartemen tengah. Saluran ini berjalan di sepanjang bagian tengah koklea, hampir mencapai
ujungnya. Kompartemen atas, yakni skala vestibuli, mengikuti kontur bagian dalam spiral, dan
skala timpani, kompartemen bawah, mengikuti kontur luar spiral. Cairan di dalam duktus
koklearis disebut endolimfe. Skala vestibuli dan skala timpani keduanya mengandung cairan
yang sedikit berbeda, yaitu perilimfe. Daerah di luar ujung duktus koklearis tempat cairan di
kompartemen atas dan bawah berhubungan disebut helikotrema. Skala vestibuli disekat dari
rongga telinga tengah oleh jendela oval, tempat melekatnya stapes. Lubang kecil berlapis
membran lainnya, yakni jendela bundar, menyekat skala timpani dari telinga tengah. Membrana
vestibularis yang tipis memisahkan duktus koklearis dari skala vestibuli. Membrana basilaris
membentuk lantai duktus koklearis, memisahkannya dari skala timpani. Membrana basilaris
sangat penting karena mengandung organ Corti, organ untuk indera pendengaran.6,7
Transmisi Gelombang Suara (a) Gerakan cairan di dalam perilimfe ditimbulkan oleh
getaran jendela oval mengikuti dua jalur: (1) melalui skala vestibuli, mengitari helikotrema, dan
melalui skala timpani, menyebabkan jendela bundar bergetar; dan (2) "jalan pintas" dan skala
vestibuli melalui membrana basilaris ke skala timpani. Jalur pertama hanya menyebabkan
penghamburan energi suara, tetapi jalur kedua mencetuskan pengaktifan reseptor untuk suara
12
dengan membengkokkan rambut di sel-sel rambut sewaktu organ Corti pada bagian atas
membrana basilaris yang bergetar, mengalami perubahan posisi terhadap membrana tektorial di
atasnya. (b) Berbagai bagian dari membrana basilaris bergetar secara maksimal pada frekuensi
yang berbeda-beda. (c) Ujung membrana basilaris yang pendek dan kaku, yang terletak paling
dekat dengan jendela oval, bergetar maksimum pada nada berfrekuensi tinggi. Membrana
basilaris yang lebar dan lentur dekat helikotrema bergetar maksimum pada nada-nada
berfrekuensi rendah.6,7
mengandung sel – sel rambut, yang merupakan reseptor untuk suara. Sel – sel rambut
menghasilkan sinyal saraf jika rambut di permukaannya secara mekanis mengalami perubahan
bentuk berkaitan dengan gerakan cairan di telinga dalam. Rambut – rambut ini secara mekanis
terbenam di dalam membrana tektorial, suatu tonjolan mirip tenda rumah yang menggantung di
Gerakan stapes yang menyerupai piston terhadap jendela oval menyebabkan timbulnya
gelombang tekanan di kompartemen atas. Karena cairan tidak dapat ditekan, tekanan
dihamburkan melalui dua cara sewaktu stapes menyebabkan jendela oval menonjol ke dalam:
(1) perubahan posisi jendela bundar dan (2) defleksi membrana basilaris. Pada jalur pertama,
menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar ke dalam rcngga telinga tengah untuk
mengkompensasi peningkatan tekanan. Ketika stapes bergerak mundur dan menarik jendela
oval ke luar ke arah telinga tengah, perilimfe mengalir dalam arah berlawanan, mengubah
posisi jendela bundar ke arah dalam. Jalur ini tidak menyebabkan timbulnya persepsi suara;
13
tetapi hanya menghamburkan tekanan.6,7
vestibularis yang tipis, ke dalam duktus koklearis, dan kemudian melalui membrana basilaris ke
luar-masuk bergantian. Perbedaan utama pada jalur ini adalah bahwa transmisi gelombang
tekanan melalui membrana basilaris menyebabkan membran ini bergerak ke atas dan ke bawah,
atau bergetar, secara sinkron dengan gelombang tekanan. Karena organ Corti menumpang pada
membrana basilaris, sel – sel rambut juga bergerak naik turun sewaktu membrana basilaris
bergetar. Karena rambut-rambut dari sel reseptor terbenam di dalam membrana tektorial yang
kaku dan stasioner, rambut – rambut tersebut akan membengkok ke depan dan belakang
bentuk mekanis rambut yang maju – mundur ini menyebabkan saluran – saluran ion gerbang-
mekanis di sel – sel rambut terbuka dan tertutup secara bergantian. Hal ini menyebabkan
perubahan potensial depolarisasi dan hiperpolarisasi yang bergantian potensial reseptor dengan
Sel – sel rambut adalah sel reseptor khusus yang berkomunikasi melalui sinaps kimiawi
dengan ujung-ujung serat saraf aferen yang membentuk saraf auditorius (koklearis).
kecepatan pengeluaran zat perantara mereka, yang menaikkan kecepatan potensial aksi di serat-
serat aferen. Sebaliknya, kecepatan pembentukan potensial aksi berkurang ketika sel – sel
14
Dengan demikian, telinga mengubah gelombang suara di udara menjadi gerakan –
menyebabkan pembukaan dan penutupan (secara bergantian) saluran di sel, reseptor, yang
kecepatan pembentukan potensial aksi yang merambat ke otak. Dengan cara ini, gelombang
suara diterjemahkan menjadi sinyal saraf yang dapat dipersepsikan oleh otak sebagai sensasi
suara.6,7
15
C. Definisi
Sensori-neural hearing loss (SNHL) adalah gangguan pendengaran yang dapat bersifat
total maupun parsial yang dapat mempengaruhi salah satu telinga ataupun kedua – duanya.
Keadaan ini ditandai oleh hilangnya kemampuan mendengar yang dapat disebabkan oleh
gangguan di telinga dalam, gangguan pada jaras saraf dari telinga dalam ke otak serta gangguan
di otak.
Tuli sensorineural adalah tuli yang terjadi karena terdapatnya gangguan jalur hantaran
suara pada sel rambut koklea (telinga tengah), nervus VIII (vestibulokoklearis), atau pada
Tuli sensorineural disebut juga dengan tuli saraf atau tuli perseptif. Tuli sensorineural
Tuli koklea, yaitu apabila gangguan terdapat pada reseptor atau mekanisme penghantar
pada koklea. Biasanya disebabkan labirinitis, intoksikasi obat ototoksik atau alkohol.
Pada tuli koklea ini terjadi suatu fenomena rekrutmen dimana terjadi peningkatan
sensitifitas pendengaran yang berlebihan di atas ambang dengar. Pada kelainan koklea
pasien dapat membedakan bunyi 1 dB, sedangkan orang normal baru dapat
Tuli retrokoklea, yaitu apabila terdapat gangguan pada nervus vestibulokoklearis atau
satu dari area pendengaran di lobus temporalis otak. Pada tuli retrokoklea terjadi
kelelahan (fatigue) yang merupakan adaptasi abnormal, dimana saraf pendengaran cepat
lelah bila dirangsang terus menerus. Bila diberi istirahat, maka akan pulih kembali.
16
Untuk membedakan tuli koklea dan tuli retrokoklea diperlukan pemeriksaan audiologi
khusus.8
D. Etiologi
1. Koklea
Merupakan suatu proses radang yang melibatkan telinga dalam, paling sering
disebabkan oleh otitis media kronik dan berat. Penyebab lainnya bisa disebabkan oleh
meningitis dan infeksi virus. Pada otitis media maligna, kolesteatom paling sering
menyebabkan labirinitis, yang mengakibatkan kehilangan pendengaran mulai dari yang ringan
Pada labirintitis virus, terjadi kerusakan pada organ Corti, membrana tektoria dan
selubung myelin saraf akustik. Labirinitis serosa terjadi ketika toksin bakteri dan mediator
inflamasi host misalnya sitokin, enzim dan komplemen melewati membran tingkap bundar
dan menyebabkan inflamasi labirin. Kondisi ini dihubungkan dengan penyakit telinga tengah
akut atau kronis. Toksin, enzim dan produk inflamasi lainnya menginfiltrasi skala timpani dan
membentuk suatu presipitat halus di bagian medial dari membran tingkap bundar. Penetrasi
agen inflamasi ke endolimfe pada membran basilaris koklea mengakibatkan tuli sensorineural
frekuensi sedang-tinggi.9
17
1.2. Obat ototoksik
Obat ototoksik merupakan obat yang dapat menimbulkan gangguan fungsi dan
degenerasi seluler telinga dalam dan saraf vestibuler. Gejala utama yang dapat timbul akibat
ototoksisitas ini adalah tinnitus, vertigo, dan gangguan pendengaran yang bersifat
a. Antibiotik
1. Degenerasi stria vaskularis. Kelainan patologi ini terjadi pada penggunaan semua jenis obat
ototoksik
2. Degenerasi sel epitel sensori. Kelainan patologi ini terjadi pada organ korti dan labirin
vestibular, akibat penggunaan antibiotika aminoglikosida sel rambut luar lebih terpengaruh
daripada sel rambut dalam, dan perubahan degeneratif ini terjadi dimulai dari basal koklea
18
3. Degenerasi sel ganglion. Kelainan ini terjadi sekunder akibat adanya degenerasi dari sel
epitel sensori
Umumnya efek yang ditimbulkan bersifat irreversible, kendatipun bila dideteksi cukup
1.3. Presbikusis
Merupakan tuli sensorineural frekuensi tinggi yang terjadi pada orang tua, akibat
mekanisme penuaan pada telinga dalam. Umumnya terjadi mulai usia 65 tahun, simetris pada
kedua telinga, dan bersifat progresif.5,12 Pada presbikusis terjadi beberapa keadaan patologik
yaitu hilangnya sel-sel rambut dan gangguan pada neuron-neuron koklea. Secara kilnis
ditandai dengan terjadinya kesulitan untuk memahami pembicaraan terutama pada tempat
Presbikusis ini terjadi akibat dari proses degenerasi yang terjadi secara bertahap oleh
karena efek kumulatif terhadap pajanan yang berulang. Presbikusis dipengaruhi oleh banyak
faktor, terutama faktor lingkungan, dan diperburuk oleh penyakit yang menyertainya.14
- lalu lintas,
- diabetes,
- hipertensi,
19
- obat ototoksik
Proses degenerasi yang terjadi secara bertahap ini akan menyebabkan perubahan
struktur koklea dan n.VIII. Pada koklea perubahan yang mencolok ialah atrofi dan degenerasi
sel-sel rambut penunjang pada organ Corti. Proses atrofi disertai dengan perubahan vascular
juga terjadi pada stria vaskularis, pada dinding lateral koklea. Selain itu terdapat pula
perubahan, berupa berkurangnya jumlah dan ukuran sel-sel ganglion dan saraf. Hal yang sama
koklea, yaitu:14
a. Presbikusis sensorik
Pada tipe ini terjadi atrofi epitel yang disertai dengan hilangnya sel rambut sensoris pada
organ korti. Proses ini dimulai dari basal koklea dan secara perlahan berlanjut sampai ke
bagian apeks lapisan epitel koklea. Perubahan pada epitel ini menyababkan ketulian pada
nada tinggi.
b. Presbikusis neural
Terjadi atrofi pada sel-sel saraf di koklea dan pada jalur hantaran suara ke saraf pusat. Jadi
gangguan primer terdapat pada sel-sel saraf, sementara sel-sel rambut di koklea masih
dipertahankan. Pada tipe ini, diskriminasi kata-kata relatif lebih terganggu dengan hanya
20
c. Presbikusis metabolik (strial presbikusis)
Terjadinya atrofi pada stria vaskularis, dimana stria vaskularis tampak menciut akan tetapi
masih memberi skor diskriminasi yang bagus terhadap suara walaupun proses degenerasi
Tuli mendadak merupakan tuli sensorineural berat yang terjadi tiba-tiba tanpa diketahui
sensorineural 30 dB atau lebih paling sedikit tiga frekuensi berturut-turut pada pemeriksaan
audiometri dan berlangsung dalam waktu kurang dari tiga hari. Iskemia koklea merupakan
penyebab utama tuli mendadak, keadaan ini dapt disebabkan oleh karena spasme, trombosis
atau perdarahan arteri auditiva interna. Pembuluh darah ini merupakan suatu end artery
sehingga bila terjadi gangguan pada pembuluh darah ini koklea sangat mudah mengalami
kerusakan. Iskemia mengakibatkan degenerasi luas pada sel-sel ganglion stria vaskularis dan
ligamen spiralis, kemudian diikuti dengan pembentukan jaringan ikat dan penulangan.
Kerusakan sel-sel rambut tidak luas dan membrana basilaris jarang terkena.8,15
1.5. Kongenital
Menurut Konigsmark, pada tuli kongenital atau onset-awal yang disebabkan oleh faktor
keturunan, ditemukan bahwa 60-70 % bersifat otosom resesif, 20-30% bersifat otosom
dominan sedangkan 2% bersifat X-linked. Tuli sensorineural kongenital dapat berdiri sendiri
21
atau sebagai salah satu gejala dari suatu sindrom, antara lain Sindrom Usher (retinitis
kongenital dan canthus medial yang bergeser ke lateral, pangkal hidung yang melebar, rambut
putih bagian depan kepala dan heterokromia iridis) dan Sindrom Alport (tuli sensorineural
1.6. Trauma
Trauma pada telinga dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu trauma akustik dan trauma
mekanis. Trauma tertutup ataupun langsung pada tulang temporal bisa mengakibatkan
terjadinya tuli sensorineural. Diantara semua trauma, trauma akustik merupakan trauma
Fraktur tulang temporal dapat menyebabkan tuli sensorineural unilateral dan tuli
konduksi. Tuli sensorineural terjadi jika fraktur tersebut melibatkan labirin. Trauma dapat
menimbulkan perpecahan pada foramen ovale sehingga perilymph bocor ke telinga. Pasien
Bising adalah suara atau bunyi yang mengganggu dan tidak dikehendaki. Hal ini
menunjukkan bahwa sebenarnya bising itu sangat subyektif, tergantung dari masing-masing
individu, waktu dan tempat terjadinya bising. Sedangkan secara audiologi, bising adalah
pendengaran corti pada telinga dalam. Hilangnya pendengaran sementara akibat pemaparan
bising biasanya sembuh setelah istirahat beberapa jam ( 1 – 2 jam ). Bising dengan intensitas
22
tinggi dalam waktu yang cukup lama ( 10 – 15 tahun ) akan menyebabkan robeknya sel-sel
rambut organ Corti sampai terjadi destruksi total organ Corti. Hal yang mempermudah
seseorang menjadi tuli akibat terpapar bising antara lain intensitas bising yang lebih tinggi,
berfrekwensi tinggi, lebih lama terpapar bising, kepekaan individu dan faktor lain yang dapat
menimbulkan ketulian.8
Tuli akibat bising mempengaruhi organ Corti di koklea terutama sel-sel rambut. Daerah
yang pertama terkena adalah sel-sel rambut luar yang menunjukkan adanya degenerasi yang
meningkat sesuai dengan intensitas dan lama paparan. Stereosilia pada sel-sel rambut luar
menjadi kurang kaku sehingga mengurangi respon terhadap stimulasi. Dengan bertambahnya
intensitas dan durasi paparan akan dijumpai lebih banyak kerusakan seperti hilangnya
stereosilia. Daerah yang pertama kali terkena adalah daerah basal. Dengan hilangnya
stereosilia, sel-sel rambut mati dan digantikan oleh jaringan parut. Semakin tinggi intensitas
paparan bunyi, sel-sel rambut dalam dan sel-sel penunjang juga rusak. Dengan semakin
luasnya kerusakan pada sel-sel rambut, dapat timbul degenerasi pada saraf yang juga dapat
23
2 Retrokoklea
Penyakit Meniere merupakan penyakit yang terdiri dari trias atau sindrom Meniere yaitu
vertigo, tinnitus dan tuli sensorineural. Penyebab pasti dari penyakit meniere belum diketahui,
tapi dipercaya penyebab dari penyakit ini berhubungan dengan hidrops endolimfe atau
kelebihan cairan di telinga dalam. Ini disebabkan cairan endolimfe keluar dari saluran yang
Gejala klinis penyakit ini disebabkan adanya hidrops endolimfe pada koklea dan
vestibulum. Hidrops yang terjadi mendadak dan hilang timbul diduga disebabkan oleh:
endolimfe
Hal-hal di atas pada awalnya menyebabkan pelebaran skala media dimulai dari daerah
apeks koklea kemudian dapat meluas mengenai bagian tengah dan basal koklea. Hal inilah
24
2.2. Neuroma Akustik
Neuroma akustik adalah tumor intrakrania yang berasal dari selubung sel Schwann
nervus vestibuler atau nervus koklearis. Lokasi tersering berada di cerebellopontin angel.
berkapsul, konsistensi keras, bewarna kuning kadang putih atau translusen dan bisa disertai
komponen kistik maupun perdarahan. Neuroma akustik ini diduga berasal dari titik dimana
glia (central) nerve sheats bertransisi menjadi sel Schwann dan fibroblast. Lokasi transisi ini
biasanya terletak di dalam kanalis auditoris internus. Tumor akan tumbuh dalam kanalis
auditoris internus dan menyebabkan pelebaran diameter dan kerusakan dari bibir bawah
porus. Selanjutnya akan tumbuh dan masuk ke cerebellopontin angel mendorong batang otak
dan cerebellum.
progresif lambat sedangkan pada gangguan suplai darah koklea ditemukan tuli sensorineural
25
E. Diagnosis
1.1. Anamnesis
mendadak maupun yang terjadi secara progresif.Gejala klinis sesuai dengan etiologi masing-
masing penyakit.
Penderita tuli sensorineural cenderung berbicara lebih keras dan mengalami gangguan
pemahaman kata sehingga pemeriksa sudah dapat menduga adanya suatu gangguan
pendengaran sebelum dilakukan pemeriksaan yang lebih lanjut. Pada pemeriksaan otoskop,
A. Tes Penala
Pemeriksaan ini merupakan tes kualitatif dengan menggunakan garpu tala 512 Hz.
Terdapat beberapa macam tes penala, seperti tes Rinne, tes Weber dan tes Schwabach.
26
Tes Rinne
Tujuan : membandingkan hantaran melalui udara dengan hantaran melalui tulang pada satu
telinga penderita.
Cara kerja : garpu tala digetarkan, letakkan tangkainya tegak lurus pada prosesus mastoid
penderita sampai penderita tidak mendengar, kemudian cepat pindahkan ke depan liang
Tes Weber
27
Gambar 8. Tes Weber
Cara kerja : Garpu tala digetarkan, letakkan di garis tengah kepala (verteks, dahi, pangkal
Interpretasi : * Apabila bunyi garpu tala terdengar keras pada salah satu telinga disebut weber
* Bila tidak dapat dibedakan, kearah mana bunyi terdengar lebih keras disebut
Tes Schwabach
normal.
Cara kerja : Garpu tala digetarkan, letakkan garpu tala pada prosesus mastoideus penderita
sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosesus
mastoideus pemeriksa.
Interpretasi :
* Bila pemeriksa masih mendengar getaran garpu tala, disebut schwabach memendek. Ini
* Bila pemeriksa tidak mendengar getaran garpu tala, maka pemeriksaan diulangi dengan garpu
tala diletakkan terlebih dahulu di prosesus mastoideus pemeriksa. Jika penderita masih dapat
mendengar disebut schwabach memanjang (tuli konduktif) dan jika penderita tidak
28
B. Audiometri
pendengaran penderita lewat hantaran tulang (bone conduction = BC) dan hantaran udara (air
condation = AC) dan pemeriksaan audiometri ini bersifat kuantitatif dengan frekuensi suara
Selain dapat menentukan jenis tuli yang diderita, dengan audiogram kita juga
menentukan derajat ketulian, yang dihitung hanya dengan ambang dengar (AD) hantaran
0 – 25 dB : normal
29
C. Brainstem Evoked Respone Audiometry (BERA)
BERA merupakan suatu pemeriksaaan untuk menilai fungsi pendengaran dan fungsi
N.VIII. Cara pemeriksaan ini bersifat objektif, tidak invasif. Pemeriksaan ini bermanfaat
biasa, misalnya pada bayi, anak dengan gangguan sifat dan tingkah laku, intelegensi
rendahdan kesadaran menurun. Pada orang dewasa juga bisa digunakan pada orang yang
Prinsip pemeriksaan BERA adalah menilai perubahan potensial listrik di otak setelah
pemberian rangsang sensoris berupa bunyi. Rangsang bunyi yang diberikan melalui
headphone akan menempuh perjalanan melalui N.VIII di koklea (gelombang I), nucleus
koklearis (gelombang II), nucleus olivarius superior (gelombang III), lemnikus lateralis
lobus temporal otak. Perubahan potensial listrik di otak akan diterima oleh elektroda di kulit
kepala, dari gelombang yang timbul di setiap nucleus saraf sepanjang jalur saraf pendengaran
tersebut dapt dinilai bentuk gelombang dan waktu yang diperlukan dari saat pemberian
30
rangsang suara sampai mencapai nucleus-nukleus saraf tersebut. Dengan demikian setiap
keterlambatan waktu untuk mencapai masing-masing nucleus saraf dapat memberi arti klinis
Penilaian BERA :
- Beda masa laten absolute telinga kanan dan kiri (interneural latency)
- Beda masa laten pada penurunan intensitas bunyi (latency intensity function)
- Rasio amplitudo gelombang V/I yaitu rasio antara nilai puncak gelombang V ke puncak
Emisi otoakustik merupakan respon koklea yang dihasilkan oleh sel-sel rambut luar
yang dipancarkan dalam bentuk energi akustik. Sel-sel rambut luar dipersarafi oleh serabut
menginduksi depolarisasi sel. Pergerakan mekanik yang besar diinduksi menjadi besar,
akibatnya suara yang kecil diubah menjadi lebih besar. Hal inilah yang menunjukkan bahwa
emisi otoakustik adalah gerakan sel rambut luar dan merefleksikan fungsi koklea. Sedangkan
sel rambut dalam dipersarafi serabut aferan yang berfungsi mengubah suara menjadi
bangkitan listrik dan tidak ada gerakan dari sel rambut sendiri.3
31
Gambar 10. Pemeriksaan Otoakustik Emition
SOAE merupakan emisi otoakustik yang dihasilkan koklea tanpa stimulus dari luar,
didapatkan pada 60% telinga sehat, bernada rendah dan mempunyai nilai klinis rendah.
EOAE merupakan respon koklea yang timbul dengan adanya stimulus suara, ada tiga
jenis :
oleh nada murni secara terus-menerus, jenis ini tidak mempunyai arti klinis dan
jarang digunakan.
dengan waktu cepat yang timbul 2 – 2,5 ms setelah pemberian stimulus, TEOAE
32
3. Distortion-product Otoacustic Emission (DPAOE), terjadi karena stimulus dua nada
murni dengan frekuansi tertentu. Nada murni yang diberikan akan merangsang
F. Penatalaksanaan
33
Gambar 11. Alat Bantu Dengar
Alat bantu dengar merupakan miniatur dari sistem pengeras untuk suara umum. Alat
ini memiliki mikrofon, suatu amplifier, pengeras suara dan baterei sebagai sumber tenaga.
Selanjutnya dilengkapi kontrol penerimaan, kontrol nada dan tenaga maksimum. Akhir-
akhir ini dilengkapi pula dengan alat pemproses sinyal otomatis dalam rangka
memperbaiki rasio sinyal bising pada latar belakang.2,5
Komponen-komponen ini dikemas agar dapat dipakai dalam telinga (DT), atau
dibelakang telinga (BT) dan pada tubuh. ABD dibedakan menjadi beberapa jenis :
- Jenis saku (pocket type, body worrn type)
- Jenis belakang telinga (BTE = behind the ear)
- Jenis ITE (In The Ear)
- Jenis ITC (In The Canal)
- Jenis CIC (Completely In the Canal)
Tipe dalam telinga yang terkecil adalah alat bantu dengar ’kanalis’ dengan beberapa
komponen dipasang lebih jauh didalam kanalis dan lebih dekat dengan membrana timpani.
Alat bantu tipe kanalis ini sangat populer karena daya tarik kosmetiknya. Alat ini dapat
membantu pada gangguan pendengaran ringan sampai sedang. Akan tetapi alat ini kurang
fleksibel dalam respon frekuansi dan penerimaannya dibanding alat bantu DT dan BT.
Kanalis juga tidak cocok untuk telinga yang kecil karena ventilasi menjadi sulit.2,3
34
2. Implan Koklea
- Tuli sensorineural berat bilateral atau tuli total bilateral (anak maupun dewasa) yang tidak
/ sedikit mendapat manfaat dari ABD.
- Usia 12 bulan – 17 tahun
- Tidak ada kontra indikasi medis
- Calon pengguna mempunyai perkembangan kognitif yang baik
35
menuju elektrode-elektrode yang sesuai di dalam koklea sehingga menimbulkan stimulasi
serabut-serabut saraf. Pada speech processor terdapat sirkuit khusus yang berfungsi untuk
meredam bising lingkungan.
G. Pencegahan
obatn ototoksik, hidup sehat dan bersih, menghindari diri untuk terkena infeksi terutama infeksi
36
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2. Anamnesis
Keluhan Utama
Kurang dengar memberat sejak 1 minggu SMRS
Keluhan Tambahan
Terdengar suara seperti angin , telinga berdengung sejak 1 bulan SMRS
.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli THT RSUD Kardinah dengan keluhan telinga kurang dengar
memberat sejak 1 minggu SMRS , kurang dengar dirasakan sejak ± 1 bulan yang lalu
namun semakin parah sehingga lawan bicara perlu keras berbicaranya sejak 1 minggu
yang lalu, pasien juga sering mengeluh mendengar seperti suara angin dan telinga
berdengung , telinga berdengung muncul hilang timbul namun memberat dan jadi lebih
sering muncul sejak 1 minggu SMRS, pasien merupakan seorang nelayan dan bekerja di
37
bagian mesin, lingkungan kerja pasien sangat bising dengan suara mesin dan bising
gemuruh ombak . Pasien juga mengaku pernah terjatuh 5 tahun yang lalu di kapal dan
mengenai kepala sebelah kiri dan telinganya kemasukan air. Pasien tidak mengeluhkan
adanya pusing berputar, demam disangkal, mual muntah disangkal.
Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi.
Riwayat Kebiasaan
Pekerjaan pasien adalah nelayan, berlayar biasanya 3 bulan di laut, bekerja di
kapal bagian mesin dan telinganya sering kemasukan air
38
b. Pemeriksaan Fisik
Kepala : Normosefali, tidak ada bekas trauma
Rambut : Rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut, tidak alopesia
Mata : Tidak ada kelainan palpebra, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,
pupil isokor diameter 3 mm/3mm, reflex cahaya langsung +/+, refleks
cahaya tidak langsung +/+
Telinga : Normotia, sekret (-/-), darah (-/-), pus (-/-), tanda peradangan (-/-)
Hidung : Bentuk normal. deviasi septum (-), sekret (-/-), penyumbatan (-/-)
Mulut : bibir sianosis (-), lidah tidak kotor, gigi lengkap, oral higenis baik
Tenggorokan : T1/T1, faring tidak hiperemis
Leher :
- Tekanan Vena Jugularis (JVP) : tidak dilakukan
- Kelenjar tiroid : tidak membesar
- Kelenjar getah bening : tidak membesar
Thorax :
- Paru-paru
Depan dan belakang
Inspeksi : Bentuk thorax normal, simetris kiri dan kanan saat statis
dan dinamis, tidak ada bagian dada yang tertinggal, tidak tampak retraksi
sela iga.
Palpasi : vocal fremitus kanan kiri teraba sama kuat, nyeri tekan(-),
benjolan (-)
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
- Cor
Inspeksi: ictus cordis tak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicularis sinistra
Perkusi
Batas kanan : ICS IV linea sternalis dextra
Batas atas : ICS II linea sternalis sinistra
Batas kiri : ICS V 1/3 lateral dari linea midclavicularis sinistra
39
Batas bawah : ICS VI linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : BJ I-II reguler, tidak ada murmur dan gallop
Abdomen :
Inspeksi : Bentuk perut datar, tidak membuncit, warna kulit sawo matang,
pelebaran pembuluh darah (-), tidak ada tanda bekas luka operasi
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : supel, defense muscular (-), nyeri tekan (-), tidak teraba hepar,
lien dan ginjal
Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen, ascites (-)
c. Status Lokalis
Telinga
Dextra Sinistra
Normotia, benjolan (-), nyeri Daun telinga Normotia, benjolan (-), nyeri tarik
tarik (-), nyeri tekan tragus (-) (-), nyeri tekan tragus (-)
Hiperemis (-), fistula (-), Preaurikuler Hiperemis (-), fistula (-), oedem(-),
oedem(-), sikatriks(-) sikatriks(-)
Hiperemis (-), fistula (-), Retroaurikuler Hiperemis (-), fistula (-), oedem(-),
oedem(-), sikatriks(-), nyeri sikatriks(-), nyeri tekan mastoid (-)
tekan mastoid (-)
Lapang, Hiperemis (-), Kanalis akustikus Lapang, Hiperemis (-), oedem(-),
oedem(-), discharge(-) eksternus discharge(-)
Hiperemis (-), warna putih Membran timpani Hiperemis (-), warna putih
mengkilat, Refleks cahaya (+) mengkilat, Refleks cahaya (+)
40
Hidung
Dextra Sinistra
Bulu hidung (+), hiperemis(- Vestibulum Bulu hidung (+), hiperemis(-),
), benjolan (-), nyeri (-), benjolan (-), nyeri (-), sekret(-)
sekret(-)
Tidak terlihat Konka Superior Tidak terlihat
Livid (-), hipertrofi(-), Konka media Livid (-), hipertrofi(-), hiperemis(-),
hiperemis(-), discharge discharge purulen(-)
purulen(-)
Livid (-), hipertrofi(-), Konka inferior Livid (-), hipertrofi(-), hiperemis(-),
hiperemis(-), discharge(-) discharge(-)
Sekret purulen (-) Meatus nasi Sekret purulen (-)
medius
Tidak dapat dinilai Meatus nasi Tidak dapat dinilai
inferior
Lapang Cavum nasi Lapang
Deviasi (-) Septum nasi Deviasi (-)
Orofaring
Mulut Trismus(-)
Palatum Simetris, deformitas (-)
Arkus faring Simetris, hiperemis (-)
Mukosa faring Hiperemis(-), granulasi(-), sekret(-)
Dinding faring posterior Hiperemis(-), post nasal drip (-)
Uvula Simetris ditengah, hiperemis (-)
Tonsila Palatina Ukuran : T1-T1
Warna : Hiperemis (-)
Kripta : -
Detritus: -/-
Perlekatan : -
41
Massa : -
Kemampuan menelan Makanan padat (+), makanan lunak (+), air (+)
42
3.5. Diagnosis
a. Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada pasien ini :
Meniere disease
Tuli akibat trauma mekanis
b. Diagnosis Kerja
Diagnosis kerja pada pasien ini adalah sensorineural hearing loss
3.6. Penatalaksanaan
Edukasi :
• Gunakan alat pelindung telinga terhadap bising (ear plug)
• Latihan pendengaran agar dapat menggunakan sisa pendengaran dengan ABD secara
efisien
• Hindari pajanan bising
3.7. Prognosis
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Malam
Ad sanationam : Malam
43
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pemeriksaan fisik pada pasien tidak ditemukan tanda-tanda fisik yang khas pada
pemeriksaan generalis, pada pemeriksaan lokalis telinga juga tidak di dapatkan kelainan.
Tidak didapatkannya ciri khas pada pemriksaan fisik membuat diagnosis sensorineural
hearing loss menjadi sulit, oleh karena itu diperlukan pemeriksaan lanjutan untuk menegakan
diagnosisnya, salah satu pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis sensorineural
hearing loss adalah pemeriksaan audiometri. Pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan
audiometri dengan hasil interprestasi didapatkan tuli sensorineural derajat berat.
Diagnosa banding dari sensorineural hearing loss pada pasien ini adalah penyakit
meniere, dan tuli akibat trauma mekanis. Penyakit Meniere merupakan penyakit yang terdiri dari
trias atau sindrom Meniere yaitu vertigo, tinnitus dan tuli sensorineural, pada pasien ini tidak
didapatkan vertigo sehingga diagnosis banding penyakit meniere bisa disingkirkan. Pasien ini
juga mengaku pernah terjatuh di kapal 5 tahun yang lalu sehingga kami mendiagnosis banding
pasien ini dengan tuli akibat trauma mekanis. Terjatuh dan mengenai kepala dapat menyebabkan
terjadinya fraktur tulang temporal, fraktur tulang temporal dapat menimbulkan perpecahan
oramen ovale sehingga perilymph bocor ke telinga. Pasien tiba-tiba mengalami kehilangan
44
pendengaran, bersama dengan tinnitus dan vertigo , ciri khas dari tuli akibat trauma mekanis ini
yaitu tuli timbul tiba-tiba, sedangkan pada pasien ini tuli tidak timbul mendadak tapi cenderung
progresiv, pada pasien ini juga tidak didapatkan adanya fraktur tulang temporal sehingga
diagnosis banding ini dapat disingkirkan.
Berdasarkan pekerjaan pasien sebagai nelayan yang sering terpapar bunyi bising mesin
dan gemuruh suara ombak dilaut, sehingga pasien ini diduga menderita sensorineural hearing
loss akibat bising.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini adalah diberikan ABD oleh karena tuli
sensorineural yang bersifat menetap (irreversible) sehingga supaya bisa beromunikasi kembali
digunakan ABD. Pada pasien ini juga diberikan mecobalamin sebagai neurotropik.
Pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terjadi tuli sensorineural hearing loss adalah
dengan menghindari pemicu yang menjadi faktor predisposisi. Disarankan pasien hindari
pajanan bising, gunakan alat pelindung telinga terhadap bising (ear plug), latihan pendengaran
agar dapat menggunakan sisa pendengaran dengan ABD secara efisien.
45
BAB V
KESIMPULAN
Tuli sensorineural adalah tuli yang terjadi karena adanya gangguan pada telinga dalam
atau pada jalur saraf dari telinga dalam ke otak. Tuli sensorineural dibagi menjadi tuli koklea dan
tuli retrokoklea.
Etiologi tuli sensorineural yang berasal dari koklea yaitu presbikusis, labirintitis, tuli
mendadak, trauma dan bising. Sedangkan tyang berasal dari retrokoklea disebabkan karena
gangguan pada Nervus VIII, tumor pada pons dan cerebellum, neuroma akustik dan perdarahan
otak.
46
DAFTAR PUSTAKA
1. Ballantyne J and Govers J : Scott Brown’s Disease of the Ear, Nose, and Throat.
Publisher: Butthworth Co.Ltd. : 1987, vol. 5
2. Adam GL, Boies LR, Higler PA .Boies. Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. EGC. Jakarta
.1997
3. Soetirto, I, et al. Gangguan Pendengaran (Tuli). Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta. FKUI. 2007
4. Laughlin, ME. Sensorineural Hearing Loss. Diakses: www.hearing-loss –review.com
5. Moore,keith L. Anatomi Klinis Dasar.EGC. Jakarta .2002
6. Sherwood Laurale; Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Penerbit: EGC.
Jakarta 2006.
7. Hall, John E. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. Publisher: Saunders
2010.
8. Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran Akibat Bising (Noise Induced Hearing Loss).
Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6.
Jakarta. FKUI. 2007
9. Suzuki J, et al. Hearing Impairment An Invisible Disability. Springer, Tokyo. 2004
10. Sjafruddin, et al. Tuli Koklea dan Tuli Retrokoklea. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta. FKUI. 2007
11. Roland PS, et al. Ototoxicity. Hamilton. London. 2004
12. Cummings,W Charles. Auditory Function Test. Otolaryngology Head and Neck
Surgery. Second edition. Mosby Year Book. St Louis. 1993;2698-2715
13. Rambe, AY. Gangguan Pendengaran Akibat Bising. Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu
Penyakit THT. USU.
14. Suwento R, et al. Gangguan Pendengaran Pada Geriatri. Dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta. FKUI. 2007
15. Dobie, RA. Hearing Loss (Determining Eligibility for Social Security Benefits). The
National Academies Press. Washington, DC. 2005
16. Bhattacharyya, Neil,Auditory Brainstem Response Audiometry , dikutp darisitus:
http://emedicine.medscape.com, 2008
47
17. Isaacson JE, et al. Differential Diagnosis dan perlakuan Terhadap Hearing Loss.
American Family Physician. 2003
18. Hadjar. E,et al. Penyakit Meniere. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta. FKUI. 2007
48