Anda di halaman 1dari 148

ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG DAN SINUS PARANASAL

Anatomi hidung biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang


Hidung luar berbentuk pyramid dengan bagian- tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin
bagiannya dari atas ke bawah: etmoid. Diantara konka-konka dan dinding lateral
Pangkal hidung (bridge), batang hidung (dorsum hidung terdapat rongga sempit yang disebut maetus.
nasi), puncak hidung (hip), ala nasi, kolumela, dan Tergantung dari letaknya ada tiga maetus yaitu maetus
lubang hidung (nares anterior). Hidung luar dibentuk inferior, medius dan superior. Pada maetus inferior
oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi terdapat muara duktus nasolakrimalis, pada maetus
kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang media terletak muara sinus maksilaris, sinus frontal,
berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang dan sinus etmoid anterior, pada maetus superior terdapat
hidung. Kerangka tulang terdiri dari tulang hidung (os muara sinus etmoid posterior dan sinus sphenoid.6
nasal), prosesus frontalis os maksila dan prosesus Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung
nasalis os frontal, sedangkan kerangka tulang rawan dan dibentuk oleh os maksila dan os palatum. Dinding
terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk
di bagian bawah hidung yaitu sepasang kartilagi nasalis oleh lamina kribriformis, yang memisahkan rongga
lateralis superior, sepasang kartilago nasalis lateralis tengkorak dari rongga hidung. Lamina kribriformis
inferior dan disebut juga sebagai kartilago alar mayor merupakan lempeng tulang berasal dari os etmoid,
dan tepi kartilago septum.1,2,3,4 tulang ini berlubang-lubang (kribrosa) tempat
masuknya serabut saraf olfaktorius. Di bagian posterior,
atap rongga hidung dibentuk oleh os sphenoid.3,4,6

Rangka Hidung 5

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk


terowongan dari depan ke belakang dipisahkan oleh Dinding Lateral Rongga Hidung 5
septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi
kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi Vaskularisasi Rongga hidung
bagian depan disebut nares anterior dan lubang Perdarahan rongga hidung bagian atas didapatkan
belakang disebut nares posterior (koana) yang dari a.etmoid anterior dan posterior yang merupakan
menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.3,4 cabang dari a. oftalmika cabang dari a. karotis interna.
Bagian kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala Bagian bawah rongga hidung mendapat perdarahan dari
nasi, tepat di belakang nares anterior, disebut cabang a. maksilaris interna, diantaranya a. palatina
vestibulum. Vestibulum ini dilapisi kulit yang mayor. Bagian depan hidung mendapat perdarahab dari
mempunyai banyak kelenjar sabasea dan rambut yang cabang-cabang arteri fasialis. Pada bagian depan septum
disebut vibrise. Setiap kavum nasi mempunyai 4 buah terdapat anastomosis dari cabang a. sfenopalatina, a.
dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan etmoid anterior, a. labialis superior dan a. palatine
superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. mayor yang disebut pleksus Kiesselbach yang letaknya
Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Bagian superficial dan mudah cedera oleh trauma.3,4
tulang adalah: lamina perpedinkularis os etmoid, vomer, Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama
Krista nasalis os maksila dan Krista nasalis os palatina. dan berjalan berdampingan dengan arterinya. Vena di
Bagian tulang rawan adalah kartilago septum (lamina vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v.
kuadrangularis) dan kolumela. Septum dilapisi oleh oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernosus.4
perikondrium pada bagian tulang rawan dan periosteum
pada bagian tulang, sedangkan di luarnya dilapisi oleh
mukosa hidung.4
Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka, yang
terbesar dan letaknya palinga bawah adalah konka
inferior, kemudian yang lebih kecil adalah konka media,
konka superior dan konka suprema yang

1 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
- Fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara,
membantu proses bicara dan mencegah hantaran
suara sendiri melalui konduksi tulang.
- Fungsi refleks nasal, mukosa rongga hidung
merupakan reseptor yang berhubungan dengan
saluran pencernaan, kardiovaskuler dan pernafasan
melalui refleks bersin, sekresi kelenjar liur, lambung
dan pankreas.

Anatomi Sinus Paranasal


Sinus paranasalis berkembang sebagai suatu
rongga berisi udara disekitar rongga hidung yang
dibatasi oleh tulang wajah dan cranial. Memiliki
Arteri yang Memperdarahi Rongga Hidung 5
struktur tidak teratur, dan seperti halnya lapisan epitel
pada hidung, tuba eustachius, telinga tengah dan region
respiratorius dan faring, sinus paranasalis dilapisi
Persarafan Rongga Hidung membrana mukosa dengan lapisan epitel
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat pseudostratified kolumnar bersilia (respiratory
persarafan sensoris dari n. etmoidalis anterior yang epithelium), namun dengan karakteristik lebih tipis dan
merupakan cabang dari n. nasosiliaris yang berasal dari kurang vaskularisasi bila dibandingkan dengan
n. oftalmikus (N. V-1). Rongga hidung lain sebagian membrana mukosa hidung. 3
besar mendapat persarafan sensoris dari n. maksila Sinus paranalis pada keadaan normal berada dalam
melalui ganglion sfenopalatina. Ganglion sfenopalatina keadaan steril, dimana proses sekresi dan eliminasi
selain memberikan persarafan sensoris juga berbagai kontaminan tergantung pada aktivitas silia dan
memberikan persarafan vasomotor/ otonom untuk drainase mucus. Peradangan atau kondisi alergi pada
mukosa rongga hidung. Ganglion ini menerima serabut rongga hidung yang menyebabkan kongesti vena atau
saraf sensoris dari n. Maksilaris (N. V-2), serabut limfatik, dapat mengakibatkan kongesti sinus dan
parasimpatis dari n. Petrosus superfisialis mayor dan berpotensi untuk terjadinya kegagalan drainase mucus.
serabut saraf simpatis dari n. Petrosus profundus. Secara klasik, sinus paranasalis dikelompokkan dalam 4
Ganglion sfesnopalatina terletak di belakang dan sedikit pasang sinus, yaitu: sinus frontalis, sinus etmoidalis,
di atas ujung posterior konka media. Fungsi penghidu sinus maksilaris, sinus sfenoidalis. Berdasarkan
berasal dari n. Olfaktorius yang merupakan serabut kepentingan klinis, sinus paranasalis dibagi dalam dua
saraf yang turun melalui laninankribrosa dari kelompok, yaitu: kelompok depan meliputi sinus
permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian frontalis, sinus maksilaris dan sinus etmoidalis anterior
berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa yang bermuara di bawah konka media, serta kelompok
olfaktorius di sepertiga atas hidung.4,6 belakang meliputi sinus etmoidalis posterior dan sinus
sfenoidalis yang bermuara pada beberapa lokasi di atas
konka media.3,4

Perkembangan Sinus Paranasalis


Sinus maksilaris dan sinus etmoidalis mulai
berkembang pada kehidupan 13-4 bulan dan mulai
dapat dikenali secara anatomis pada usia 6-12 bulan
kehidupan ekstra uterin. Sinus maksilaris mengawali
pneumatisasi pertama kali IMB kelahiran hingga 12
bulan, mulai membesar ke arah lateral sepanjang dasar
Persarafan pada Rongga Hidung 3 orbita pada usia 3 tahun. Dasar dari sinus maksilaris
akan mencapai ukuran dewasa pada usia pubertas.
Sinus etmoidalis juga telah terbentuk pada saat
Fisiologi Hidung kelahiran, tetapi tidak membesar hingga usia mencapai
Berdasarkan teori struktural, teori evolusioner dan 3-7 tahun. Ukuran dewasa dan sinus etmoid dicapai
teori fungsional fungsi fisiologis hidung adalah:4,6 pada usia 12 hingga 14 tahun.3
- Fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara,
penyaring udara, humidifikasi, penyeimbang dalam
pertukaran tekanan dan mekanisme imunologis
lokal.
- Fungsi penghidu karena terdapatnya mukosa
olfaktorius dan reserfoir udara untuk menampung
stimulus penghidu.

2 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
perpendicular os.etmoid dan merupakan bagian
dari septum nasi. Lempeng horizontal terdiri dari
lempeng tipis berlubang-lubang disebut lamina
kribriformis. Dinding luar dari sinus etmoidalis
Perkembangan Sinus Paranasalis3 adalah lamina papirasea os etmoid dan os
lakrimalis, yang merupakan lapisan tulang yang
Sinus sfenoid yang dimulai dan nasal cupola belum tipis. Sinus etmoid dipisahkan dari orbita oleh
mencapai ukuran lengkap sampai usia 4-5 tahun, lapisan tulang tipis ini (lamina papirasea), dimana
pembentukan sfenoid baru sempurna pada masa keadaan tersebut menyebabkan suatu infeksi yang
pubertas, dan memiliki derajat pneumatisasi yang mengenai tulang tersebut dapat dengan segera
sangat bervariasi dan besar atau kecilnya sayap sfenoid mengenai rongga orbita dan menimbulkan berbagai
dan proses pterigoid. Sinus frontalis dibentuk paling komplikasi.4
akhir, dan merupakan tipe sinus yang belum terbentuk Sangat penting untuk mengetahui
pada saat lahir. Sinus ini berkembang dari mukosa nasal bahwa sel-sel etmoid tidak selalu berkembang
ke dalam resesus frontalis dan meatus media, dan secara terbatas dalam tulang etmoid, oleh karena
mencapai ukuran sempurna setelah usia pubertas. pada perkembangannya dapat menginvasi meatus
Seperti juga sinus sfenoid, sinus frontalis juga memiliki media membentuk concha bullosa, dimana pada
derajat penumatisasi yang bervariasi. Perbedaan pada beberapa keadaan sel-sel bulla etmoid membesar ke
pembentukan sinus frontalis kiri dan kanan sering dalam perlekatan anterior meatus media,
ditemukan dan bersifat sangan individual.3,4 menyebabkan variasi derajat pneumatisasi meatus
(konka bullosa). Pembesaran meatus
mengakibatkan obstruksi ventilasi dari meatus
media dan sering menyebabkan lateralisasi
prosesus unsinatus mendekati infundibulum
etmoidalis. Dengan prinsip yang hampir sama, sel
dapat menginvasi dasar orbita bagian medial dan
dikenal sebagai ekstramural. Sel-sel tersebut
menempati bagian medial orbita inferior dan
biasanya membentuk dinding medial infundibulum
etmoid, dimana hubungan tersebut menyebabkan
obstruksi sinus maksilaris dan sinus etmoidalis
anterior. Keberadaan sel Haller ini seringkali
berhubungan dengan penyakit sinus.6
Gambar Skematis Letak Sinus Paranasalis 3.
Sinus Etmoidalis Posterior
1. Sinus Frontalis Sinus etmoidalis posterior adalah kumpulan
Sinus frontalis bervariasi dalam bentuk dan dari satu sampai lima sel-sel etmoid yang
ukuran dan terkadang berkembang tidak sempurna drainasenya ke meatus superior dan suprema.
dan asimteris tergantung derajat pneumatisasi dari Terbentuk dari primary furrow kedua dan ketiga.
sinus frontalis. Ukuran rata-rata sinus ini adalah Sinus etmoidalis posterior di batasi anterior oleh
tinggi 3 cm, lebar 2-2,5 cm, dalam 1,5-2 cm lamella basalis konka media dinding anterior sinus
sedangkan kapsitas rata-rata 6-7 ml. Pada 10-12 % sfenoid di posterior, lamina papirasea di lateral, di
orang dewasa menunjukkan sinus rudimenter. medial oleh bagian vertikal konka superior dan
Sinus frontalis berhubungan dengan meatus media suprema beserta meatusnya, dan di superior di
melalui saluran duktus nasofrontalis yang berjalan batasi oleh atap etmoid. Pengetahuan anatomis
menuju muara frontoetmoidalis. 3,4,6 mengenai batas-batas sinus etmoidalis posterior
sangat penting bagi seorang ahli bedah untuk
2. Sinus Etmoidalis menghindari komplikasi selama operasi. Sinus
Sinus etmoidalis memilki bentuk dan ukuran etmoidalis posterior mempunyai kepentingan
dan jumlah yang bervariasi terdiri dari suatu dalam pembedahan karena kedekatannya dengan
kompleks „ honey comb“ dengan jumlah sel antara basis cranii dan nervus optikus.4
4 sampai 17, dan rata-rata berjumlah 9, terletak Variasi anatomis sinus etmoidalis posterior
lateral bagian atas rongga hidung pada dinding sangat penting untuk dipahami. Onodi meneliti
medial tulang orbita. Sinus etmoidalis biasanya variabilitas anatomi sinus etmoidalis posterior, dan
terbagi menjadi 2 grup yaitu sel anterior dan sel ia menekankan hubungan sel paling posterior dari
posterior. Tulang etmoid memiliki bagian-bagian etmoidalis posterior dengan nervus optikus. Ondi
vertikal dan horizontal yang membentuk sudut mengemukakan ada 38 variasi pada hubungan sinus
siku-siku dengan yang lainnya. Lempeng vertikasl etmoidalis posterior dengan nervus optikus, dan
mempunyai bagian yang tebal di superior disebut dibagi menjadi 12 kelompok utama. Ia menemukan
krista galli, di bagian bawahnya disebut bahwa sel paling posterior dari sinus etmoidalis

3 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
posterior pneumatisasinya sangat baik ( luas ), dan ostium sinus maksilaris. Sel Haller ini
sehingga meluas ke posterior sepanjang lamina dikatakan berasal dari etmoidalis anterior (88%)
anterior sinus sfenoid. Diseksi sinus etmoidalis dan etmoidalis posterior (12%). Nama-nama lain
posterior dapat menyebabkan trauma pada nervus untuk sel Haller ini antara lain adalah sel maxillo-
optikus dan menyebabkan kebutaan, terutama jika orbital, sel maxillo-etmoidal, dan sel
kurang mengetahui variasi anatomisnya. Ahli orbitoetmoidal. Tapi penamaan sel Haller untuk
bedah endoskopi yang modern mulai menyebut sekarang dipakai sel etmoidalis infraorbital .
variasi anatomis ini sebagai Onodi Cell, tapi dapat Istilah ini lebih tepat, berdasarkan lokasi dan asal
juga dengan istilah Sphenoetmoidal cell daris sel ini dan membedakannya dari sel
dipergunakan, dimana nama ini lebih tepat untuk supraorbital dari resesus frontalis atau resesus
penamaan anatomisnya. Jika sel sphenoetmoidal suprabullar.3,4
ini besar, kanalis karotikus dapat menonjol Variasi anatomis lainnya adalah hipoplasia
(bulging) ke sinus etmoidalis posterior.3,4 atau atelektasis sinus maksilaris. Pada variasi ini,
Onodi telah mencoba berkali-kali untuk sinus maksilaris lebih kecil dan dikelilingi oleh
meyakinkan para ahli THT pada zamannya bahan tulang maksila yang lebih tebal, prosesus unsinatus
sinus sfenoid tidak selalu berada di belakang sinus juga mengalami hipoplasia dan terletak pada bagian
etmoidalis posterior. Ia menginginkan para ahli inferomedial orbita; jadi infundibulum juga
bedah bahwa untuk mencapai sinus sfenoid, hanya mengalami atelektasis. Uncinektomi menjadi sulit
diperlukan diseksi sampai batas belakang sinus pada pasien-pasien ini karena lateral displacement
etmoidalis posterior. Diseksi sinus etmoidalis dari struktur tersbut darn risiko masuk orbita.4,6
posterior arahnya harus inferomedial, bukan
superolateral, untuk menghindari trauma kranial 4. Sinus Sfenoidalis
atau orbita.3,4 Terletak di tengah di dalam tengkorak, sinus
sfenoid di batasi oleh beberapa struktur penting.
3. Sinus Maksilaris Lateral dari sinus terletak arteri karotis, nervus
Sinus maksilaris atau antrum highmore optikus, sinus kavernosus, N II, IV, V, VI. Sinus
terbesar diantara sinus paranasalis lainnya. ini sebelum bayi berusia 3 bulan, ukurannya kecil
Menurut Schiffer, ukuran rata-rata untuk bayi dan pertumbuhannya maksimal terjadi pada usia 12
adalah 7-8 x 4-6 x 3-4 mm, pada umur 18 tahun – 15 tahun, pada usia 1 tahun bberukuran 2,5 x 2,5
adalah 31-32 x 18-20 x 19-20 mm, dan kapasitas x 1,5 mm dan pada usia 9 tahun berukuran 15 x 12
sinus ini hampir 15 ml. Antrum berhubungan x 10,5 mm. Sinus sfenoidalis memiliki bentuk yang
dengan meatus media melalui ostium maksilaris dal bervariasi, letaknya pada badan tulang sfenoid dan
lokasinya pada bagian atas depan dinding medial berhubungan dengan tulang hidung pada meatus
sinus maksilaris premolar 2, molar 1, dan molar 2.3 superior dan sinus ini di bagi menjadi beberapa
Sinus maksilaris biasanya hanya merupakan bagian oleh septum intra sinus.
satu ruang yang batas-batasannya antara lain orbita
di superior, bagian dental dan alveolar maksila di
inferior, prosesus zigomatikus di lateral, dan
sebuah dinding tulang tipis yang memisahkan
rongga tersebut dengan fossa infratemporal dan
pterygopalatina di posterior, serta prosesus
unsinatus, fontanel dan konka inferior di medial.
Ostium sinus maksilaris terletak di dalam 1/3
bagian paling posteroinferior infundibulum
(71,8%). 4,6
Pada atap sinus ini dijumpai atap dari nervus
infraorbital yang terletak pada alur tulang, nervus
ini dibatasi oleh membran mukosa atau oleh tulang
yang tipis dan akan terpotong waktu kuretase dari
operas sinus.3 Potongan koronal dari Sinus Maksilaris 5
Variasi anatomis tersering dari sinus
maksilaris adalah sel-sel etmoidalis infraorbital
atau disebut “ Haller’s Cell”. Haller, seorang ahli Nervus optikus terletak di atas permukaan lateral
anatomi pada abad 18, pertama kali menyatakan superior sinus sfenoid dan arteri carotis dalam
“sel etmoidal yang excavates os planum dan os kavernosus sinus terletak lateral, serta nervus maksilaris
maksila, diluar berhubungan dengan kapsula (bagian dari N.V) pada bagian anterior terletak
labirin etmoid. Selulae ini adalah selulae etmoid inferolateral. Diseksi sinus sfenoid dapat menyebabkan
yang mengalami pneumatisasi ke lantai orbita sinus kerusakan dari arteri karotis dan nervus optikus.3
maksilaris, letaknya inferlateral dai bulla etmoid, Sinus sfenoid kiri dan kanan dipisahkan oleh
dan berhubungan erat dengan infundibulum etmoid septum internus. Struktur ini sangat bervariasi,

4 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
bentuknya dapat oblik dan bukan sagital. Septum yang gerakan silia merupakan arah dari drainase normal dan
inkomplit juga sering terjadi. Manipulasi septum dari dalam sinus menuju ke ostium.3,4
sfenoid harus dilakukan dengan sangat hati-hati, dimana
septum intersinus diketahui menempel pada midline,
dekat atau pada kanalis karotikus. 3,4

Fisiologi Sinus Paranasal


Sinus paranasalis merupakan rongga berisi
udara yang dilapisi mukosa epitelium pseudostratified
bersilia diselingi sel-sel goblet. Silia tersebut menyapu
cairan mukus kearah ostia. Penyumbatan ostia sinus
akan mengakibatkan penimbunan mukus sehingga
terjadi penurunan oksigenasi rongga sinus dan tekanan
udara sinus. Penurunan oksigenasi sinus akan
menyuburkan pertumbuhan bakteri anaerob. Tekanan
pada rongga sinus yang menurun pada gilirannya akan
menimbulkan rasa nyeri daerah sinus terutama sinus Epithelium Sinus Paranasal 3
frontal dan sinus maksilaris. 3
Fisiologi dan fungsi sinus paranasal belum jelas Mucociliary blanket
diketahui dan sampai sekarang masih tetap Silia dan mukus merupakan selimut yang aktif dan
diperdebatkan (Knops.dkk 1993), antara lain untuk:3,4 mantel ruang sinus dan nasal, juga merupakan
❖ Menghasilkan dan membuang mukus perangkat unsur yang baik. Tidak semua silia
❖ Mengatur tekanan intranasal „memukul“ dengan rate yang sama, tetapi bervariasi
❖ Resonansi suara dalam seluruh sinus, tiap segmen berbeda dalam
❖ Memanaskan danmelembabkan udara inspirasi kecepatan memukulnya.3
❖ Bertindak sebagai shock absorben kepala untuk
melindungi organ-organ yang sensori.
❖ Sebagai terminal insulator, menurut Proetz untuk Faktor Imunologis
melindungi orrgan-organ yang sensitif seperti Dalam mukus sinus nasal terdapat mekanisme
mata, hipofise otak dan medula dan perubahan- pertahanan imunologi yang penting:3,4
perubahan. ➢ Ig A
❖ Suhu dalam rongga hidung Berperan dalam pertahanan pertama melawan
❖ Membantu pertumbuhan dan bentuk muka infeksi, disekresi dari plasma sel yang terdapat di
❖ Mempertahankan keseimbangan kepala lamina propria yang kemudian di transport aktif ke
Yang paling penting pada proses fisiologi ini adalah epitel glandular dan di simpan dalam mukus
hubungannya dengan peradangan mukosa sinus ialah blanket. Bekerja menghambat mikroorganisme di
adanya : Silia, mukus, dan ventilasi hidung.3 permukaan sel. Jadi mencegah pemasukan
kedalam jaringan tubuh.
Silia ➢ Ig G
Sel epitel dan sinus disukung oleh 50-300 silia Bekerja mengatur pertahan tubuh bersama-sama
dengan ukuran panjang 6-8 microns dan diameter 2-3 dengan Ig A. Jumlahnya lebih kecil ari Ig.
microns. Berfungsi mendorong mukus kearah hidung ➢ Lisosim
dengan efektif dan cepat, sedangkan pengembalian silia Enzim ini terdapat dalam sel dan sekresi sinus.
gerakannya lambat. Selama pukulan efektif ujung silia Dapat membunuh secara spesifik terhadap
kontak dengan pinggir bawah lapisan gel. polisakharida dan mukopeptida yang ditemukan
Pengembaliannya menembus lapisan air (Watery sol dalam dinding sel organisme grampositif.
layer) dengan akibat debu dan partikel lain tertangkap ➢ Lactoferin
lapisan gel dan diangkut keluar sinus kearah nasofaring, Diproduksi lokal, menghambat pertumbuhan
rata-rata frekuensi pukulan pada silia 14,5 Hz „ bakteri.
pukulan“ detik dan mucociliary clearance untuk orang ➢ Nonspesifik immune faktor
dewasa kira-kira 10 menit.3,4 Neutrofil, eosinofil, dan makrofag. 1,2,3
Mukus
Merupakan hasil dari sekresi kelenjar di tunika
propria dan sel goblet, yang membentuk lapisan mukus DAFTAR PUSTAKA
pada permukaan mukosa. Mukus terdiri dari 96% air,
1-2% garam organik dan 2,5 - 3% mucin. Fungsi mukus 1. Zimmer LA, Carrau RL. Neoplasms of the Nose
sebagai pertahanan tubuh, bersifat bakteriostatik karena and Paranasal Sinuses dalam Bailey B.J. 2006.
mukuis mengandung lisosim yang dapat Maxillary, Ethmoid and Sphenoid Sinises in: Atlas of
menghancurkan bakteri. Arah dari aliran mukus oleh Head and Neck Surgery Otolaryngology. Lippincott

5 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Raven Publisher. Philadelphia. New York. Page
1480-1499

2. Lee KJ.Essential Otolaryngology Head and Neck


Surgery: McGraw Hill ; 2003. h.596-608.

3. Andrew, J.M., Ronald, G.A 2001. Sinus Anatomy


and Function. In: Head and Neck Surgery-
Otolaryngology. Third Edition. Edited by: Bailey B.J.
Lippincott-Raven Publisher. Washington Square,
Philadelphia. USA. 2001. page: 4313-421

4. Ballenger, J.J, Aplikasi Klinis Anatomi dan


Fisiologi Hidung dan Sinus Paranasalis Dalam
Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala dan
Leher. Edisi 13. Alih Bahasa: Staf Ahli Bagian THT-
RSCM-FKUI. Binarupa Aksara, Jakarta. Indonesia.
1994. Hal: 1-27

5. Netter, Cinical Anatomy, 2005.

6.Graney, D.O., Baker, S.R. Anatomy. In: Head and


Neck Surgery Otolaryngology. Second Edition.
Edited by Cummings C.w. Mosby Year Book, Inc. St
Louis, Misouri. USA. 1993. page 627-639.

6 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
RINOSINUSITIS

Latar Belakang hipertrofi, mukosa polipoid dan atau terbentuknya polip


Sejak pertengahan tahun 1990-an, istilah atau kista maka dibutuhkan tindakan operasi.7
“sinusitis” diganti menjadi “rinosinusitis”. Menurut
American Academy of Otolaryngology – Head & Neck Definisi
Surgery 1996 istilah sinusitis diganti dengan Rinosinusitis adalah semua peradangan mukosa
rinosinusitis (RS) karena dianggap lebih akurat dengan sinus paranasal. Rinosinusitis adalah semua keradangan
alasan:1,2 yang terjadi secara bersamaan pada rongga hidung dan
1). Secara embriologis mukosa sinus merupakan sinus paranasal.1,2,8,9,10
lanjutan mukosa hidung Rinosinusitis (termasuk polip hidung) didefinisikan
2). Sinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis sebagai inflamasi hidung dan sinus paranasal yang
3). Gejala-gejala obstruksi nasi, rinore dan hiposmia ditandai dengan adanya dua atau lebih gejala, salah
dijumpai pada rinitis ataupun sinusitis. satunya termasuk hidung tersumbat/obstruksi/kongesti
Perkembangan penelitian mengenai patofisiologi, atau pilek (sekret hidung anterior/posterior):11
penegakan diagnosis, dan penatalaksanaan kelainan ± nyeri wajah/rasa tertekan di wajah
pada sinus secara singkat dapat dilihat dalam dua ± penurunan/hilangnya penghidu
rekomendasi para ahli yang dilakukan di Amerika Dan salah satu dari temuan nasoendoskopi; polip
Serikat dan Eropa. Para ahli di Amerika Serikat, melalui dan/atau sekret mukopurulen dari meatus medius dan
rekomendasi Rhinosinusitis Task Force (RSTF) pada atau edema/obstruksi mukosa di meatus medius
tahun 1996, merekomendasikan bahwa rinosinusistis dan/atau gambaran tomografi komputer; perubahan
didiagnosis berdasarkan gejala klinis, durasi gejala, mukosa di kompleks ostiomeatal dan/atau sinus.
pemeriksaan fisis, nasoendoskopi dan tomografi
komputer.3 Klasifikasi
Namun demikian, gejala dan tanda klinis pada Menurut The Rhinosinusitis Task Force (RSTF):1,2
semua penderita inflamasi kronik pada sinus tampak 1. RS akut : 4 minggu
tumpang tindih, baik pada penderita yang disertai polip 2. RS subakut : > 4-12 minggu
hidung atau tanpa polip hidung. Para ahli di Eropa, 3. RS kronik : > 12 minggu
melalui rekomendasi European Position Paper on 4. RS akut rekuren : ≥ 4 episode per tahun; tiap
Rhinosinusitis and Nasal Polyps (EP3OS) menegaskan episode ≥ 7-10 hari resolusi komplit di antara
bahwa perbedaan antara penderita polip hidung dan episode
rinosinusitis kronik harus berdasarkan pemeriksaan 5. RS kronik eksaserbasi akut : perburukan gejala
nasoendoskopi. Selain itu, rekomendasi ini menegaskan tiba-tiba dari RS kronik dengan kekambuhan
bahwa polip hidung merupakan subkelainan dari berulang setelah pengobatan
rinosinusitis kronik.4 American Academy of Allergy, Asthma and
Bila mengenai beberapa sinus disebut Immunology; American Academy of Otolaryngic
multisinusitis dan bila mengenai seluruh sinus Allergy; American Academy of Otolaryngology-Head
paranasal, disebut pansinusitis. Sinus maksila sering and Neck Surgery; American College of Allergy,
terkena, kemudian sinus etmoid, sinus frontal dan sinus Asthma and Immunology; and American Rhinologic
sfenoid. Penyakit ini berasal dari perluasan infeksi Society mengusulkan subklasifikasi lebih lanjut dari RS
hidung, gigi, faring, tonsil atau adenoid. Tetapi dapat kronik adalah:1,2,12
juga terjadi akibat trauma langsung, barotrauma, 1. RS kronik dengan polip, ditandai dengan mukosa
berenang atau menyelam. Ikut berperan pula beberapa polipoid dengan edema, infiltrasi eosinofil.
faktor predisposisi yang menyebabkan obstruksi muara Limfosit T dan B, serta kerusakan pada epitel yang
sinus maksila, sehingga mempermudah terjadinya disebabkan oleh produk-produk aktivasi sel
sinusitis seperti deviasi septum,hipertropi konka, massa eosinofil. Tipe ini berhubungan dengan
di dalam rongga hidung dan alergi.5,6 meningkatnya prevalensi polip hidung dan juga
Rinosinusitis dapat mengakibatkan gangguan berhubungan dengan lebih luasnya gambaran
kualitas hidup yang berat, sehingga penting bagi dokter patologis kelainan sinus pada tomografi
umum atau dokter spesialis lain untuk memiliki komputer.
pengetahuan yang baik mengenai definisi, gejala dan 2. RS kronik tanpa polip, yaitu bentuk RS kronik
metode diagnosis dari penyakit rinosinusitis ini. Yang yang tidak disertai oleh tanda-tanda tersebut di
berbahaya dari sinusitis adalah komplikasinya ke orbita atas, namun ditandai oleh hiperplasia kelenjar
dan intrakranial. Komplikasi ini terjadi akibat seromukosa submukosa yang jelas.
tatalaksana yang inadekuat atau faktor predisposisi yang Klasifikasi sinusitis yang disebabkan oleh jamur
tak dapat dihindari. Tatalaksana dan pengenalan dini dikategorikan ke dalam 4 grup:1,2
terhadap rinosinusitis ini sangat penting. Awalnya 1. Fungus ball
diberikan terapi antibiotik dan jika telah begitu 2. Allergic fungal rhinosinusitis
3. Acute invasive fungal rhinosinusitis

7 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
4. Chronic granulomatous fungal rhinosinusitis dan dikeluarkan ke kavum nasi. Beberapa
faktor dapat menyebabkan stasis sekresi sinus,
yaitu:
✓ Tampon hidung
Sinusitis paranasal diklasifikasikan berdasarkan lima ✓ Deviasi septum
hal, yaitu: 8 ✓ Hipertrofi konka
- Gambaran klinis : akut, sub akut, kronis ✓ Edema ostium sinus karena rinitis
- Lokasi : sinus etmoid, sinus alergi atau vasomotor
maksila, sinus frontal, sinus sfenoid ✓ Polip nasi
- Organisme penyebab : virus, bakteri, jamur. ✓ Struktur abnormal pada rongga
- Komplikasi : tanpa komplikasi, dengan etmoid
komplikasi. ✓ Neoplasma
- Faktor pemberat : atopi, imunosupresi, • Stasis sekresi dalam kavum nasi. Normalnya,
obstruksi ostiomeatal. sekresi hidung mungkin tidak masuk ke
nasofaring karena kekentalannya (fibrosis
Epidemiologi kistik) dan obstruksi (hipertrofi adenoid dan
Insiden rinosinusistis akut dan kronis terus atresia koanal.
meningkat, diperkirakan sekitar 10 - 15 % terjadi pada • Serangan sinusitis sebelumnya. Pertahanan
populasi di Eropa Tengah setiap tahunnya. Di Amerika local mukosa sinus mengalami kerusakan.
Serikat terdapat 30 juta kasus rinosinusitis akut bakterial • Lingkungan. Udara dingin dan kering,
setiap tahunnya, di negara ini jumlah penderita sinusitis lingkungan berpolusi, dan kebiasaan merokok.
akut yang berobat ke dokter adalah 0,5 – 2,0 % pada • Daya tahan tubuh menurun. Adanya defisiensi
dewasa dan 5 – 10 % pada anak dari semua penyakit nutrisi dan kelainan sistemik (diabetes,
infeksi saluran napas atas.13 sindrom defisiensi imun), serta perubahan
Data dari Divisi Rinologi Departemen THT RSCM hormonal (kehamilan).
Januari-Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien • Bakteriologi. RS bakterial akut secara tipikal
rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien, berawal dari infeksi viral pada saluran napas
69%nya adalah sinusitis.10 atas yang berlanjut lebih dari 10 hari. Dalam
Survei pendahuluan di bagian Rinologi-alergi Ilmu beberapa kasus, RS bakterial sekunder bisa
Kesehatan Telinga Hidung dan Tenggorok (THT) jadi akibat sumbatan ostium karena edema
Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) didapatkan angka mukosa dan kerusakan silia. Akhirnya, terjadi
kunjungan penderita rinosinusitis akut periode Januari- stasis mukus dan menjadi media pertumbuhan
Desember 2009 tercatat 260 kasus, terdiri dari 121 laki- kuman. Bakteri yang paling banyak
laki dan 139 perempuan.14 menyebabkan RS akut di antaranya
Streptococcus pneumonia, Haemophilus
Etiologi dan Predisposisi influenza, dan Moraxella catarrhalis.
A. Etiologi 1,2,9,10 Genetik/psikologik Lingkungan Struktural
• Infeksi hidung. Mukosa sinus adalah lanjutan
dari mukosa hidung, sehingga infeksi dari
hidung dapat menjalar secara langsung Hiperaktif jalan Alergi Deviasi
maupun melalui limfatik submukosa. napas septum
Penyebab terbanyak adalah rhinitis viral,
diikuti invasi bakteri. Imunodefisiensi Merokok Chonca
• Berenang dan menyelam. Air yang terinfeksi bullosa
dapat masuk ke sinus melalui ostium. Gas
Sensitif aspirin Polusi Paradoxic
klorin berkadar tinggi dalam kolam renang
middle
juga dapat memicu inflamasi oleh zat kimia.
turbinate
• Trauma. Fraktur atau luka tusuk pada sinus
frontal, maksila dan etmoid dapat menjadi Disfungsi silia Virus Haller cells
infeksi pada mukosa. Sama seperti
barotraumas yang diikuti oleh infeksi. Fibrosis kistik Bakteri Frontal cells
• Infeksi gigi. Penyebab utama sinsusitis
Penyakit autoimun Jamur Skar
maksilaris. Infeksi dari gigi molar atau
premolar. Kelainan Stres Inflamasi
B. Predisposisi1,2,9,10 granulomatosa tulang
• Obstruksi ventilasi dan drenase sinus. Secara Anomali
normal, sinus memiliki ventilasi yang baik kraniofasial
dengan jumlah sekret mukus yang sedikit yang Benda asing
mengikuti gerakan silia, menuju ostium sinus Infeksi gigi

8 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Trauma
mekanik
Barotrauma

Etiologi rinosinusitis16

Patofisiologi1,11,12
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-
ostiumnya dan lancarnya klirens mukosiliar di dalam
KOM. Mukus mengandung substansi antimikrobial
yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh
terhadap kuman yang masuk saat inspirasi. Gambaran endoskopi sinusitis jamur15
Organ-organ yang membentuk KOM letaknya
berdekatan sehingga bila terjadi edema, mukosa yang 3. Allergic fungal rhinosinusitis (AFRS)
berhadapan saling bertemu sehingga silia tidak dapat • Jamur dapat menstimulasi respon imun mukosa
bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi sinonasal, menyebabkan sinusitis alergi jamur.
tekanan negatif dalam sinus, menyebabkan terjadinya • Secara tipikal, mukosa polipoid terlihat di
transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini dianggap bagian anterior membentuk suatu “massa” yang
sebagai rinosinusitis non-bakterial, biasanya sembuh terdiri dari musin, materi jamur, kristal
dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Bila kondisi ini Charcot-Leyden dan eosinofil.
menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan • Penebalan mukosa dan bony remodeling adalah
media baik pertumbuhan kuman. Sekret menjadi tanda khas dari proses ini.
purulen. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut
bakterial dan memerlukan terapi antibiotik. Jika terapi
tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predisposisi), Diagnosis
inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan tumbuh bakteri Anamnesis
anaerob. Mukosa makin membengkak dan merupakan
rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya Gejala Mayor Gejala Minor
perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi,
• Nyeri/rasa tertekan di wajah • Nyeri kepala
polipoid atau pembentukan polip. Pada keadaan ini
• Rasa penuh di wajah • Demam (pada
mungkin diperlukan tidakan operasi.
• Hidung tersumbat RS kronik)
• Hidung • Bau mulut
Sinusitis Jamur1,2,10,16
berair/bernanah/perubahan • Mudah lelah
1. Sinusitis jamur invasif
warna ingus • Sakit gigi
• Terjadi pada pasien diabetes dan pasien • Penurunan/berkurangnya • Batuk
imunosupresi. penghidu • Nyeri/rasa
• Jamur patogen: Aspergillus, Mucor dan • Nanah dalam rongga hidung tertekan/rasa
Rhizopus • Demam (hanya RS akut) penuh di
• Pada pemeriksaan patologi terlihat invasi jamur telinga
ke jaringan dan pembuluh darah.
• Mukosa kavum nasi berwarna biru-kehitaman Gejala rinosinusitis.1,2
disertai septum yang nekrotik.
• Bersifat kronis progresif, dapat menginvasi Kriteria diagnosis:1
sampai ke orbita atau intrakranial. • Dua gejala mayor atau kombinasi satu gejala mayor
2. Fungus ball dan dua gejala minor (sangat mendukung riwayat
• Merupakan kumpulan jamur di dalam rongga rinosinusitis)
sinus membentuk suatu massa, tanpa invasi ke • Adanya nyeri wajah saja tapi tidak disertai gejala
dalam mukosa dan tidak mendestruksi tulang, mayor hidung atau lainnya (tidak mendukung
sering mengenai sinus maksila. riwayat rinosinusitis)
• Jamur patogen: Aspergillus • Adanya demam saja tapi tidak disertai gejala mayor
• Gejala klinis menyerupai sinusitis kronik hidung atau lainnya (tidak mendukung riwayat
(rinore purulen, post nasal drip, halitosis) rinosinusitis).
• Pada operasi ditemukan materi jamur berwarna
Beratnya penyakit11
coklat kehitaman dan kotor dengan/tanpa pus.
Penyakit ini dibagi menjadi ringan, sedang, dan
berat berdasarkan skor total Visual Analog Scale (VAS)
0-10 cm; ringan = 0-3 cm, sedang = >3-7 cm, berat =
>7-10 cm.

9 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Untuk evaluasi nilai total pasien, diminta untuk menilai lebih sering terinfeksi bakteri dan membaik setelah
pada suatu VAS jawaban dari pertanyaan: berapa besar diobati.2
dari gejala rinosinusitis saudara? Gejala lebih dari 12 minggu11
Dua atau lebih gejala, salah satu termasuk
hidung tersumbat/obstruksi/kongesti atau pilek
(sekret hidung anterior/posterior):
± nyeri wajah/rasa tertekan di wajah
± penurunan/hilangnya penghidu
Dengan validasi per-telepon atau anamnesis
tentang gejala alergi, seperti bersin, ingus encer
seperti air, hidung gatal dan mata gatal serta berair.
Visual analog pain scale3
Pada anak-anak harus ditanyakan faktor
predisposisi lain seperti defisiensi imun dan GERD.
Nilai VAS >5 mempengaruhi kualitas hidup pasien.
Sino-Nasal Outcome Test (SNOT-20) merupakan
Pemeriksaan Fisik11
kuisioner untuk menilai derajat beratnya gejala RS
kronik yang diisi oleh penderita, yang terdiri atas 20 • Pemeriksaan hidung (edema, hiperemis, pus)
pertanyaan gejala RS. Setiap pertanyaan diberi nilai.17 • Pemeriksaan mulut (post nasal drip)
• Skor 1 bila tidak didapatkan gangguan • Singkirkan infeksi gigi
• Skor 2 bila didapatkan gangguan ringan
Evaluasi Endoskpoik11
• Skor 3 bila keluhan dirasakan cukup mengganggu
Pemeriksaan THT termasuk nasoendoskopi:
• Skor 4 bila keluhan dirasakan sangat mengganggu
❖ RS kronik tanpa polip. Tidak terlihat adanya
• Skor 5 bila keluhan dirasakan mengganggu sangat polip di meatus medius, jika diperlukan setelah
ekstrim pemberian dekongestan (definisi ini menerima
Tingkat skor SNOT secara keseluruhan dinilai bahwa terdapat spektrum dari RS kronik
berdasarkan dari total skor. termasuk perubahan polipoid pada sinus/dan atau
meatus medius tetapi menyingkirkan penyakit
Lamanya penyakit11 polipoid yang terdapat pada rongga hidung untuk
• Akut : < 12 minggu, resolusi komplit menghindari tumpang tindih).
gejala ❖ RS kronik dengan polip. Polip bilateral yang
• Kronik : > 12 minggu, tanpa resolusi gejala terlihat dari meatus medius.
komplit, termasuk kronik eksaserbasi akut. ✓ Melakukan evaluasi diagnosis dan
penatalaksanaan dari pelayanan kesehatan
1. Rinosinusitis Akut primer
Diagnosis RS bakterial akut dibuat bila infeksi ✓ Mengisi kuisioner untuk alergi, jika positif
virus pada saluran napas atas tidak teratasi dalam 10 dilakukan tes alergi bila belum dilakukan
hari atau memburuk setelah 5-7 hari. Gejala berat
secara tidak langsung menimbulkan komplikasi di
kemudian hari, dan pasien tentunya tidak menunggu
5-7 hari sebelum mendapat pengobatan.1,2
Gejala kurang dari 12 minggu11
Onset tiba-tiba dari dua atau lebih gejala, salah
satu termasuk hidung tersumbat/obstruksi/kongesti
atau pilek (sekret hidung anterior/posterior):
± nyeri wajah/rasa tertekan di wajah
± penurunan/hilangnya penghidu
Dengan interval bebas gejala bila terjadi
rekurensi
Dengan validasi per-telepon atau anamnesis Polip kecil yang terlihat pada meatus medius
tentang gejala alergi, seperti bersin, ingus encer kiri16
seperti air, hidung gatal dan mata gatal serta berair.

2. Rinosinusitis Kronik dengan/tanpa polip


Gejala tersering dari RS kronik adalah hidung
berair, hidung tersumbat, rasa penuh di wajah, dan
nyeri/rasa tertekan di wajah. Pasien RS dengan polip
lebih sering mengeluh hiposmia dan sedikit
nyeri/rasa tertekan di wajah daripada pasien RS
tanpa kronik. Pasien RS kronik tanpa polip juga

10 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
• Neoplasma Sinus.
Ditanyakan apakah ada sumbatan hidung
unilateral, epistaksis, gangguan visus, dan defisit
neurologis. Perlu dilakukan endoskopi nasal dan
pencitraan CT scan.

Medikamentosa
A. Rinosinusitis Akut
Tujuan terapi adalah eradikasi bakteri
patoetiologi sehingga klirens mukosiliar menjadi
normal kembali, meredakan gejala lebih cepat dan
mencegah komplikasi sekunder.1
Sekret purulen pada meatus medius kiri17 Terapi empirik antibiotik harus berdasarkan
kuman patogen (S. pneumoniae, H. influenzae dan
Pencitraan11 M. catarrhalis) dan juga pola resisten dari
Foto polos sinus paranasal tidak pathogen yang dicurigai. Kira-kira 25% S.
direkomendasikan. Tomografi komputer juga pneumoniae tidak sensitif penisilin disebabkan
tidak direkomendasikan, kecuali terdapat: perubahan penicillin-binding proteins, dan resisten
• Penyakit sangat berat makrolid dan trimetofin/sulfametoksazol
• Pasien dengan penurunan imunitas (TMP/SMX). Hampir semua kuman M. catarrhalis
• Tanda komplikasi (90%) dan H. influenza menghasilkan beta-
lactamase yang diinaktifkan oleh antibiotik beta-
Pemeriksaan Laboratorium lactamase.1,2
Pemeriksaan mikrobiologik dan kultur Pemilihan AB tergantung beratnya penyakit
resistensi dilakukan dengan mengambil sekret dan riwayat pemakaian AB dalam 4-6 minggu:1,2
dari meatus media/superior, untuk mendapat • Ringan dan tidak ada riwayat pemakaian AB.
antibiotik yang tepat. Lebih baik lagi bila diambil Direkomendasikan amoksisilin klavulanat
sekret dari sinus maksila.10 (1,75-4 gr/250 mg/hari atau 45-90 mg/6,4
Jika curiga adanya sinusistis jamur, dapat mg/kg/hari untuk anak), amoksisilin (1,5-4
dilakukan kultur aspirasi secara endoskopi g/hari atau 45-90 mg/kg/hari untuk anak), atau
dengan pewarnaan jamur. Jika hasilnya negatif cefpodoksim, cefurosim, atau cefdinir.
dan gejala klinik mendukung ke arah sinusitis Untuk dewasa yang alergi beta-lactamase
jamur, dapat dilakukan biopsi dengan potong diberikan TMP/SMX, doksisiklin atau
beku.18 makrolid, sedangkan anak yang alergi beta-
lactamase diberikan TMP/SMX atau makrolid
Diagnosis Banding2 (azitromisin, klaritromisin dan eritromisin).
• Rinitis Viral (Common Cold). • Sedang dan ada riwayat pemakaian AB.
Common cold/RS viral akut didefinisikan Direkomendasikan respiratory quinolone
sebagai lamanya gejala < 10 hari. RS non-viral (gatifloksasin, levofloksasin atau
akut didefinisikan sebagai perburukan gejala moksifloksasin), amoksisilin/klavulanat,
setelah 5 hari atau gejala menetap setelah 10 hari ceftriakson dan terapi kombinasi.
dengan lama sakit < 12 minggu. Dewasa yang alergi beta-lactamase diberikan
• Nyeri Temporomandibular Joint respiratory quinolone atau klindamisin dan
(TMJ). rifampin, sedangkan untuk anak diberikan
Sering pasien menunjukkan mimik seperti TMP/SMX, makrolid atau klindamisin.
gejala sinusitis. Nyeri TMJ sering ditemukan dan Bila dalam 72 jam tidak ada perbaikan dan
kualitas nyerinya juga berbeda-beda. Penting terjadi perburukan gejala, pasien harus direvaluasi.
pada palpasi TMJ ditemukan nyeri tekan dan Terapi tambahan meliputi cuci hidung hidung dan
“klik”.2 irigasi, analgesik (ibuprofen,
• Nyeri Kepala dan Migrain. asetaminofen),mukolitik (guaifenesin) dan
Migrain ditandai dengan nyeri kepala dekongestan oral (pseudoefedrin).1,8
berdenyut, unilateral, sekitar 4-72 jam. Migrain
dapat terjadi dengan atau tanpa gejala neurologis, B. Rinosinusitis Kronik
seperti gangguan visus atau kelumpuhan. Pemberian AB pada RS kronik adalah
Adanya aura, gejala singkat, dan respon terhadap kontroversi bila penyebab dasarnya belum
pemberian obat seperti alkaloid ergot. diketahui.1
• Nyeri trigeminal. Pilihan terapi meliputi:1,2
Neuralgia trigeminal jarang terjadi, tapi • Antimikroba. Idealnya pilihan AB berdasarkan
menyebabkan serangan hebat di sepanjang kultur secara endoskopik, tetapi bila ini tidak
nervus trigeminal. dapat dilakukan, dapat diberikan AB empirik

11 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
(paling sedikit 3-6 minggu), misalnya ❖ Debridemen (bila perlu termasuk kavum
amoksisilin/klavulanat, respiratory quinolone, orbita)
klaritromisin, sefalosporin generasi kedua ❖ Terapi antifungal secara intavena
(sefuroksim, sefpodoksim, sefdinir) dan ❖ Stabilisasi penyakit
doksisiklin. immunocompromised
• Kortikosteroid. Steroid nasal topikal adalah ❖ Stabilasi penyakit diabetes
yang paling sering diberikan. Steroid sistemik 2. Fungal ball. Dilakukan ekstirpasi komplit dari
juga dapat diberikan, khususnya untuk pasien massa jamur.
RS kronik dengan polip. 3. Allergic fungal rhinosinusitis (AFRS)
• Terapi tambahan. Irigasi nasal dan mukolitik ❖ Pembedahan primer diikuti pemberian
(guaifenesin). steroid nasal topikal pasca operasi
• Penatalaksanaan alergi. Dilakukan pada pasien ❖ Imunoterapi dan steroid sistemik (bila
dengan riwayat alergi, dengan cara kontrol perlu) untuk mengurangi rekurensi
lingkungan, steroid topikal dan imunoterapi, ❖ Antifungal topikal juga dapat diberikan
sehingga dapat mencegah rinitis eksaserbasi
serta progesifitas dari sinusitis. Pembedahan
Maksimal terapi medikamentosa adalah 4-6
AB RS RS minggu (AB, steroid nasal dan steroid sistemik),
oral aku kro selanjutnya dapat dipertimbangkan untuk pembedahan.
t nik Pembedahan dilakukan bila ada kelainan mukosa dan
S. H. M. S. An Enteric
pneu infl catarr aur aer sumbatan KOM, dengan panduan CT scan atau
monia uen halis eus obe endoskopik. Pasien dengan kelainan anatomi atau polip
e zae s sinonasal lebih respon terhadap terapi pembedahan.2
Penisi + 0 0 0 ± 0
lin/am
oksisil
A. Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS)
in FESS adalah tindakan pembedahan pada
Sefalo rongga hidung dan atau sekitarnya dengan bantuan
sporin ± 0 0 + 0 0 endoskop fiber optik.8
Gen. I + + + + 0 ±
Gen. ± + + ± 0 +
Indikasi pendekatan endoskopi sama dengan
II pendekatan intranasal dan eksternal yang lain dan
Gen. secara umum meliputi :2,8
III • Sinusitis akut rekuren
Amok + + + + + +
sisilin/ • Sinusitis kronis
klavul • Sinusitis karena jamur alergi
anat • Rinosinusitis hipertrofi kronis (polip)
Makro ± ± ± + 0 0
lid
• Polip antrokoanal
Klind + 0 0 + + 0 • Mukokel di dalam sinus
amisin Keberhasilan FESS sangat bergantung pada
Imipe + + + + + + perawatan pasca operasi, yaitu endoskopi nasal
nem*/
Merop
serial(dengan debridement), kultur dan resistensi
enem* kuman (pemilihan AB) dan terapi lain (steroid
TMP/ - + + ± 0 + nasal topikal dan steroid sistemik. Perbaikan gejala
SMX setelah terapi FESS adalah lebih dari 90%.1,2
Quino ± + + ± 0 +
lon
(lama) Komplikasinya meliputi:2
atau ❖ Trauma pada dinding medial orbita
amino ❖ Hematom dan perdarahan yang dapat menekan
glikos nervus optikus dan menyebabkan kebutaan
id
Quino + + + + ± + ❖ Kerusakan lapisan kribifrom sehingga
lon menyebabkan kebocoran cairan serebrospinal
(terbar ❖ Herniasi komponen otak
u) ❖ Meningitis
Aktivi ± 30- +>
tas 0 80% 90
❖ Perdarahan intrakranial
<30% %
Tingkat efisiensi antibiotik oral2

Penatalaksanaan sinusitis jamur meliputi:1,2,10


1. Sinusitis jamur invasif
12 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
❖ Apabila tidak ada indikasi antrostomi
ulang, pasien dikontrol di klinik satu
minggu setelah tindakan, untuk
menilai keberhasilan terapi.

2. Antrotomi Caldwell-Luc8
Antrotomi Caldwell-Luc adalah tindakan
pembedahan membuka dinding depan sinus
maksilaris, mengeluarkan pus maupun jaringan
patologis.
Indikasi operasi:
• Tumor jinak
• Empiema kronis yang resisten dengan
Pengukuran jarak dari nares anterior ke berbagai pengobatan konservatif
area di sekitar hidung16 • Fraktur komplikata maksila
• Eksplorasi
Komplikasi
• Kerusakan saraf infraorbita
Perawatan pasca bedah:8
• Kerusakan akar gigi
1. Penderita apabila perlu di rawat inap, misalnya
• Kerusakan dasar orbita
operasi dengan anestesi umum.
2. Antibiotik • Hipestesi atau parestesi pipi
3. Penatalaksanaan komplikasi. • Kerusakan bola mata
4. Follow-up • Emfisema subkutan
• Pengangkatan tampon. • Kerusakan saraf alveol superior dan soket
• Penilaian keberhasilan pengobatan. gigi
• Edem berkepanjangan
B. Prosedur Terbuka • Infeksi
1. Antrostomi2,8 • Perdarahan
Antrostomi adalah tindakan pembedahan • Pembengkakan wajah
membuat lubang ke sinus maksilaris dengan • Fistula oroantral
menembus dinding medialnya pada meatus Perawatan pasca bedah
inferior untuk mengeluarkan pus dan 1. Penderita di rawat inap.
memperbaiki drainase. 2. Antibiotik
Indikasi operasi adalah sinusitis maksilaris 3. Penatalaksanaan komplikasi
sebagai upaya memfasilitasi pengeluaran pus 4. Follow-up
dan atau memperbaiki drainase. ❖ Pengangkatan tampon
Komplikasi ❖ Penilaian keberhasilan pengobatan
• Cedera orbita : hematom orbita, diplopia,
kebutaan
• Emboli udara
• Insersi trokar lebih didepan dari dinding
depan antrum dan selanjutnya ke jaringan
lunak yang dapat mengakibatkan emfisema
subkutan
• Perdarahan
• Perlukaan saluran dan kantong nasolakrimal
• Mati rasa
• Parestesi
• Trauma gigi
Perawatan pasca bedah, meliputi:
1. Penderita apabila perlu di rawat inap,
misalnya antrostomi dengan anestesi
umum.
2. Antibiotik
3. Penatalaksanaan komplikasi
4. Follow-up
❖ Dilakukan pengulangan antrostomi
apabila diperlukan.

13 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Onset tiba-tiba dari dua atau lebih gejala, salah satunya termasuk hidung berat, (sering),
tersumbat/obstruksi/kongesti atau pilek (sekret hidung anterior/posterior):
± nyeri/rasa tertekan di wajah
gannguan visus drainase abses
± penhidu terganggu/hilang Tromboflebitis Nyeri orbita Medikamentosa,
Pemeriksaan: rinoskopi anterior
sinus bilateral, drainase sinus
Foto polos SPN/tomografi komputer tidak direkomendasikan
kavernosus kemosis, (sering),
proptosis, antikoagulan
Gejala
Gejala < 5 menetap atau oftalmoplegia
hari atau memburuk >
membaik 5 hari Tindakan drainase sinus mungkin terbatas pada
setelahnya
aspirasi sinus maksila atau endoskopik atau operasi
Keadaan yang harus
segera dirujuk/dirawat: sinus terbuka, tergantung keparahan gejala,
Sedang Berat*
Common
Edema periorbita pemeriksaan fisik, lamanya pengobatan, dibutuhkan
Pendorongan letak bola
cold mata kultur untuk terapi AB.
Penglihatan ganda
Steroid AB + steroid Oftalmoplegi
topikal topikal
Penurunan visus
Komplikasi orbita dari sinusitis16
Pengobatan
Nyeri frontal unilateral
simtomatik
Tidak ada atau bilateral
Perbaikan
perbaikan Bengkak daerah frontal
Asal Proses penyakit
dalam 48
dalam 48 dan
jam Tanda meningitis atau
jam tanda fokal neurologis
Tidak ada penatalaksanaan
perbaikan >
14 hari Teruskan Rujuk ke Meningitis Sinus etmoid, Komplikasi
terapi untuk dokter
7-14 hari spesialis THT sinus sfenoid paling sering,
Rujuk ke medikamentosa
dokter
spesialis Abses epidural Sinus frontal Medikamentosa,
drainase sinus
Skema penatalaksanaan RS akut pada dewasa dan abses
untuk pelayanan kesehatan primer11 (kadang-kadang)
Abses Sinus frontal Morbiditas dan
subdural mortalitas tinggi
neurologik,
Komplikasi medikamentosa
Disebut komplikasi bila infeksi sudah menembus agresif (steroid
dinding sinus ke organ sekitar, meliputi:11 dan
a. Lokal : mukokel, kista retensi mukus, antikonvulsan),
osteomielitis (tulang frontal dan maksila) drainase sinus
b. Orbital dan abses
c. Intrakranial (kadang-kadang)
d. Descending infection: otitis media akut atau kronik, Abses Sinus frontal Morbiditas dan
faringitis dan tonsillitis, laryngitis persisten dan intraserebral (jarang; sinus mortalitas tinggi
trakeobronkitis etmoid dan neurologik,
e. Fokal infeksi. sinus sfenoid biasanya gejala
tidak tampak,
Temuan klinis Penatalaksanaan medikamentosa
Selulitis Bengkak Medikamentosa agresif (steroid
preseptal kelopak mata, (jarang, dan
otot drainase abses antikonvulsan),
ekstraokular sekunder) drainase sinus
intak, visus dan abses
normal (sering)
Selulitis Edema orbita Medikamentosa Tromboflebitis Sinus frontal Morbiditas dan
orbital lebih difus, (drainase sinus) vena mortalitas tinggi
kerusakan otot neurologik,
ekstraokular, medikamentosa
biasanya visus agresif (steroid
normal dan
antikonvulsan),
Abses Proptosis, Medikamentosa,
antikoagulan
subperiosteal kerusakan otot drainase sinus,
(kontroversi),
ekstraokular drainase abses
drainase sinus
Abses orbital Exoftalmos Medikamentosa,
dan abses
berat, kemosis, drainase sinus
(sering)
oftalmoplegi

14 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Paling banyak pasien dengan komplikasi 8. Kolegium Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
intrakranial memiliki pansinusitis unilateral atau Tenggorok Bedah Kepala Leher. Buku Acuan
bilateral Modul Sinus Paranasal. 2008.

Komplikasi intrakranial dari sinusitis16 9. Dhingra PL, Disease of Ear, nose and Throat.
Fourth Edition. New Delhi; 2009; p. 178-191.

Prognosis2
Prognosis RS akut adalah sangat baik, kira-kira 10. Arsyad Efiaty, Iskandar Nurbaiti, Buku Ajar
70% pasien sembuh tanpa pengobatan. Antibiotik hanya Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
diperlukan bila ada gejala. RS kronik memiliki masalah Kepala dan Leher. Edisi keenam. FKUI. Jakarta;
yang lebih rumit, jika penyebabnya adalah struktur 2010.
anatomi yang perlu dikoreksi, maka prognosis menjadi
lebih baik. Lebih dari 90% pasien mengalami perbaikan 11. Fokkens W, Buku Saku European Position Paper
dengan intervensi bedah. Bagaimana pun, penyakit ini on Rhinosinusitis and Nasal Polyp 2007.
sering kambuh, sehingga tindakan preventif adalah hal
yang sangat penting. 12. Berger G, Kattan A, Bernheim J, Ophir D.
polipoid Mucosa with Eosinophilia and glandular
hyperplasia in Chronic Sinusitis. Laryngoscope;
2002; p 112.

13. King HC, Antimicrobial treatment guidelines for


acute bacterial rhinosinusitis. Sinus and allergy
Health partnership. Otolaryngology Head-Neck
Surgery. 2000; 123: 5 – 31.
DAFTAR PUSTAKA
14. Bagja P, Pengaruh Larutan Pencuci Hidung Air
1. Lee K.J. Essensial Otolaryngology Head & Neck Laut Fisiologis Terhadap Transpor Mukosiliar
Surgery. Ninth Edition. Mc Graw Hill Medical. Hidung pada Penderita Rinosinusitis Akut. Tesis.
New York; 2008; p. 383-392. Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah
Kepala Leher. Fakultas Kedokteran Universitas
2. Lalwani K Anil. Current Diagnosis & Treatment Padjajaran. Bandung; 2010.
Otolaryngology Head and Neck Surgery. Second
Edition. Mc Graw Hill Lange. New York; 2008; p. 15. Dhillon RS, An Illustrated Color Text Ear, Nose,
273-281. Throat, Head and Neck Surgery. Second Edition.
London; 2000.
3. Benninger M, Ferguson B, Hadley J. Adult
Chronic Rhinosinusitis Head and Neck Surgery; 16. Pinheiro AD, Facer GW, Kern EB. Sinusitis
2003; p. 129. Current Concept and Management. In : Bailey ed.
Otolaryngology- Head and Neck Surgery. Second
4. Sukgi S, Choi, Kenneth M, Grundfast. Edition. Philadelphia. Lippincot-Raven
Complication in sinus diseases. Diseases of Publisher;2006; p. 441-445.
sinuses diagnosis and management; 2001;169-
176. 17. Piccirillo JF, Merrit MG, Richards ML.
Psycometric and Clinimetric Validity of the 20-
5. Ballenger JJ. The Clinical Anatomy and item Sino-nasal Outcome Test (SNOT-20).
Phisiology of The Nose and Accessory Sinuses in Otolaryngology Head and Neck Surgery. 2002.
Diseases of the Nose, Throat, Ear,Head and Neck.
13th ed. Philadelphia; 2003; p. 1 – 25.

6. Blumenthal MN. Alergic Conditions in


Otolaryngology Patients. Adam GL, Boies LR Jr.
Hilger P. (Eds). Boies Fundametal of
Otolaryngology, 6th ed. Philadelphia; 2004; p.195
– 205.

7. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Buku


Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala dan Leher. FKUI. Jakarta; 2007.

15 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
16 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
3.3 RINITIS ALERGI

Upaya menghindari alergen penyebab bukan sesuatu


Rinitis alergi (RA) adalah suatu proses inflamasi yang mudah dilaksanakan, mengingat alergen hirup
yang diperantarai oleh IgE setelah pajanan allergen pada utama rhinitis alergi ialah debu rumah dan tungau debu
mukosa hidung yang menyebabkan adanya gejala rumah yang setiap saat tetap ada di sekitar penderita.
hidung tersumbat, beringus dan bersin.1-2 Walaupun Penatalaksanaan rinitis alergi atas rekomendasi ARIA-
penyakit ini tidak bersifat fatal dan sering dianggap WHO 2001 ini merupakan strategi yang
tidak serius, namun pada keadaan tertentu dapat mengkombinasikan pengobatan penyakit saluran nafas
menyebabkan masalah dalam gangguan kualitas hidup atas dan bawah dari sudut manfaat dan keamanan yaitu
berupa gangguan belajar disekolah, bekerja, gangguan penghindaran allergen, pengobatan medikamentosa,
prestasi kerja, gannguan saat tidur dan bersantai. Akibat imunoterapi spesifik, edukasi, dan tindakan bedah
tidur yang terganggu penderita sering merasa letih dan dilakukan sebagai tindakan tambahan beberapa
lesu di siang hari, sulit berkonsentrasi, sakit kepala penderita yang sangat selektif.3
bahkan harus membawa saputangan atau tissue kemana-
mana untuk membersihkan hidung sehingga terbatas
dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang akibatnya Definisi
dapat menyebabkan rasa frustasi, lekas marah, rasa Rinitis alergi (RA) adalah suatu gangguan fungsi
rendah diri dan depresi.1 hidung yang terjadi setelah pajanan alergen melalui
Rinitis alergi mempunyai komorbiditas dan inflamasi mukosa hidung dengan diperantai IgE. Gejala
komplikasi seperti asma, sinusitis, otitis media, polip utamanya adalah hidung tersumbat, beringus, bersin-
hidung, infeksi saluran nafas bawah yang dapat saling bersin, yang dapat sembuh spontan dengan atau tanpa
memperburuk gejala dgn akibat pengobatan menjadi pengobatan.1-2
lama dan mahal.1 Gejala lainnya dapat berupa rasa gatal di palatum,
Prevalensi rinitis Alergi cukup tinggi (10-25%) kulit, mata dan paru-paru sebagai akibat reaksi
maka rinitis alergi merupakan masalah kesehatan dunia hipersensitiv pada organ tersebut. Sebagai akibatnya
yang harus mendapat perhatian. Apalagi prevalensi rinitis alergi dapat menyebabkan gangguan kualitas
rinitis meningkat pada dekade terakhir ini.1 Berdasarkan hidup melalui timbulnya rasa lelah, sakit kepala dan
penelitian pada penduduk amerika tahun 1997 kasus kelemahan kognitif. Akibat lebih lanjut dapat
rinitis terbanyak pada kelompok usia 18-34 tahun menyebabkan gangguan kualitas hidup berupa
(40,1%), selanjutnya pada usia 35-49 tahun (43,4%).3 gangguan belajar di sekolah, bekerja, gangguan
Sedangkan di Indonesia belum ada angka yang pasti bersantai dan gangguan tidur.1
walaupun di Jakarta dilaporkan disatu desa sekitar
Jakarta pada kelompok usia kurang dari 14 thn rinitis Klasifikasi
alergi sebanyak 10,2%. 4 Sedangkan di Bandung Berdasarkan konsensus ARIA-WHO 2001
prevalensi rinitis Alergi perennial pada usia 10 tahun (Allergic Rhinitis and Its impact on Asthma- World
ditemukan cukup tinggi (5,8%).4 Data tersebut Health Organization), rinitis alergika diklasifikasikan
menunjukan tingginya angka insiden rinitis alergi pada menurut adanya gangguan kualitas hidup menjadi
usia sekolah dan produktif. ringan (mild), dan sedang-berat (moderate-severe),
Mengingat penyakit ini mudah terjadi sedangkan berdasar waktu dibagi menjadi sewaktu-
kekambuhan menimpa penduduk dan mahalnya biaya waktu (intermitten) dan menetap (persisten).5
pengobatan, maka perlu diupayakan sedini mungkin
penanganannya sebelum terjadi komplikasi. Untuk itu Klasifikasi rinitis alergi ARIA-WHO 20075
diperlukan pengetahuan untuk mengenali penyakit Sewaktu-waktu Menetap
rhinitis alergika, bagaimana patogenesisnya, Gejala: Gejala:
menegakkan diagnosis dan pemeriksaan penunjang apa • < 4 hari per • 4 hari per
saja yang harus dilakukan serta manajemen minggu minggu
penatalaksanaan selanjutnya. • Atau < 4 • Dan > 4 minggu
Pada saat ini kelompok kerja Allergic Rhinitis and minggu
Its Impact on Asthma (ARIA-WHO 2001) membuat
klasifikasi rhinitis alergi menjadi intermiten atau Ringan Sedang-Berat
persisten. Berat ringannya tingkat gejala dapat Satu atau lebih gejala
diklasifikasikan menjadi ringan (mild) atau sedang- • Tidur normal • Tidur terganggu
berat (moderate-severe). • Aktifitas sehari-hari • Aktifitas sehari-hari,
Klasifikasi baru rinitis alergi, yaitu dengan saat olahraga dan saat saat olahraga dan
menggunakan parameter gejala dan kualitas hidup serta santai normal saat santai terganggu
berdasarkan atas lamanya, dan dibagi dalam penyakit • Bekerja dan sekolah • Saat bekerja dan
“intermiten” atau “persisten” dan berdasarkan derajat
normal sekolah terganggu
berat penyakit dibagi dalam “ringan” atau sedang berat”
• Tidak ada keluhan • Ada keluhan yang
tergantung dari gejala dan kualitas hidup.
yang mengganggu mengganggu

17 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Berdasarkan ARIA-WHO dikenal klasifikasi asing tapi juga disertai dengan adanya sinyal tanda
rinitis alergi sebagai berikut: bahaya (danger signal).
1. Rinitis alergi ringan sewaktu-waktu (mild Jika antigen asing berupa virus, bakteri, atau
intermittent) parasit; danger signal diduga karena rusaknya
2. Rinitis alergi sedang berat sewaktu-waktu (moderate jaringan oleh organisme-organisme tersebut, maka
severe intermittent) pada alergen yang berupa protein asing, diduga
3. Rinitis alergi ringan menetap (mild persistent) danger signal terjadi karena aktivitas enzim
4. Rinitis alergi sedang berat menetap (moderate proteolitik yang dimiliki oleh alergen tersebut
severe persistent) (ditemukan bahwa banyak alergen memiliki
aktivitas enzim proteolitik). Sebagai tambahan,
Alergen dan Sumber Alergen aeroalergen yang terinhalasi sebagai partikel
Alergen adalah antigen yang menginduksi dan (pollen grains, mold spores, house dust mite fecal
bereaksi dengan antibodi IgE spesifik. Alergen dapat particles, animal dander, dll), yang berinteraksi
berasal dari binatang, serangga, tumbuhan, jamur dan dengan jaringan saluran nafas akan menimbulkan
molekul kimia dengan berat molekul rendah seperti inflamasi jaringan yang nonspesifik, yang dapat
protein atau glikoprotein dan alergen hirup dan juga berfungsi sebagai danger signal. Jika protein
makanan. Alergen hirup ini sangat berperan terhadap antigen terpapar pada sistem imun tanpa adanya
terjadinya rinitis alergi. Peningkatan prevalensi rinitis danger signal, yang terjadi adalah toleransi
alergi juga akibat peningkatan allergen tersebut. imunologis. Beberapa peneliti mempercayai bahwa
Terdapat 2 asal allergen yaitu dari dalam rumah dan luar mungkin terdapat efek ko-patogeni pada infeksi
rumah. Alergen yang berada di dalam kamar tidur virus, yaitu pada fase sensitasi dan dalam
terutama tungau debu rumah menjadi sumber allergen menimbulkan reaksi alergi. Paparan terhadap
utama. Badan tungau dan butiran fesesnya meupakan berbagai virus (misal RSV, dll) pada umur muda
sumber utama allergen ini. Alergen luar rumah dapat dapat merupakan predisposisi terjadinya sensitasi
berupa serbuk bunga dan jamur.2,6 alergi.
Di Amerika prevalensi tungau debu rumah yang
terbanyak adalah tungau debu rumah b. Proses Sensitasi
Dermatophagoides pteronyssinus (Dpt) dan Terjadinya reaksi alergi diawali dengan
Dermatophagoides farina (Df) sedangkan didaerah pengenalan antigen/alergen oleh sel makrofag,
subtropis dan tropis tungau debu terbanyak adalah monosit dan atau sel dendritik, yang ketiganya
Blomia tropicalis (Bt). Keberadaan tungau debu rumah berperan sebagai sel penyaji (APC, antigen
itu jua dipengaruhi dengan kelembaban udara dan suhu. presenting cells) dan berada di mukosa saluran
Suhu berkisar 15-33oC dan kelembaban 55-75% nafas (antara lain dalam mukosa hidung).
merupakan kondisi yang ideal untuk hidup tungau. Bila Antigen/alergen yang menempel pada permukaan
kelembaban kurang dari 50% tungau akan mengering mukosa tersebut ditangkap oleh sel-sel APC.
dan mati. Alergen lain yang banyak dilaporkan adalah Kemudian terjadi proses internalisasi ke dalam sel
kecoa yang hidup disekitar air, kamar mandi, dan APC, kemudian antigen/alergen tersebut
tempat makanan. terfragmentasi, yang disebut fragmen pendek
Jamur merupakan allergen yang berasal dari dari peptida imunogenik. Fragmen pendek peptida ini
dalam dan luar rumah. Alergen ini menyukai tempat kemudian bergabung dengan molekul MHC kelas II
yang kurang ventilasinya, gelap, lembab sebagai tempat (major histocompatibility complex class II) di
tumbuh. dalam retikulum endoplasma sel APC. Kompleks
Fakta epidemiologi menunjukkan bahwa polutan peptida-MHC kelas II ini kemudian akan
dapat memperberat rinitis. Polutan yang termasuk dipresentasikan di permukaan sel APC. Jika APC
allergen domestic dan polutan gas diantaranya asap juga terpapar oleh danger signal, maka APC akan
rokok sebagai sumber utama, gas buang kendaraan mengekspresikan molekul pada permukaan selnya
bermotor dan polutan atmosfir termasuk ozon, oksida yang disebut B7. Molekul tersebut merupakan
dari nitrogen dan sulfur dioksida.2,6 aktivator poten untuk sel T-antigen spesifik.
Kompleks peptida-MHC kelas II yang
Patogenesis dipresentasikan kepada sel limfosit T (T- CD4+, sel
Th0). Apabila sel Th0 ini memiliki molekul reseptor
spesifik terhadap molekul kompleks peptida-MHC
Menurut Peter S. Creticos, MD pada tahun 1988.7
II, maka akan terjadi penggabungan kedua molekul
Tahap Sensitasi
tersebut. Selanjutnya sel APC akan melepaskan
a. Paparan Antigen Pertama
sitokin, yaitu interleukin-1 (IL-1). IL-1 ini akan
Penyakit alergi terjadi karena paparan antigen,
mempengaruhi Th0, yang apabila sinyal-
yang tergantung pada faktor-faktor seperti umur
kostimulator (pro-inflamatory second signals)
saat paparan pertama, banyaknya zat paparan
induksinya cukup memadai, maka akan terjadi
(contoh: jumlah antigen), tipe paparan (oral atau
aktivasi dan proliferasi sel Th0 menjadi sel Th1 dan
inhalasi), asal alergen, dan lain-lain. Aktivasi sistem
Th2.
imun tidak hanya membutuhkan paparan protein
18 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Skema peradangan alergi.8,9

Mediator yang telah terbentuk sebelumnya


(preformed), yang terlepas (histamin), mula-mula akan
menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet
mengalami hipersekresi, sehingga hidung beringus
(rhinorrhea). Efek lainnya adalah pada saraf vidianus
yaitu rasa gatal pada hidung, bersin-bersin, dan juga
hipersekresi ketenjar (Sumarman, 2002). Selain itu
Skema peradangan alergi.8,9 yang terjadi adalah vasodilatasi dan penurunan
permeabilitas pembuluh darah dengan akibat
Sel Th1 dan Th2 akan memproduksi berbagai pembengkakan mukosa sehingga terjadi gejala
macam imunoregulator (sitokin) antara lain sumbatan hidung. Selama RAFD mastosit juga
interleukin-3 (IL-3), IL-4, IL-5 dan 1L-13. Sitokin IL- melepas molekul-molekul kemotaktik yang terdiri dari
4 dan IL-13 akan ditangkap reseptornya pada ECFA (eosinophil chemotactic factor of anaphylactic)
permukaan limfosit B-istirahat (resting B-cells), dan NCFA (neutrophil chemotactic factor of
sehingga terjadi aktivasi limfosit B. Limfosit B yang anaphylactic). Kedua molekul tersebut menyebabkan
menjadi aktif ini akan memproduksi IgE. Selain itu, IL- akumulasi sel eosinofil dan netrofil di organ sasaran.
13 dapat berperan sendiri dalam keadaan dimana kadar Mastosit juga melepas berbagai newly-formed
IL-4 rendah, sehingga molekul IgE akan berlimpah dan mediators antara lain prostaglandin-D2 (PGD2),
berada di mukosa atau di peredaran darah. (Sumarman, leukotrien C4 (LTC4), bradikinin, platelet activating
2001 yang dikutip dari Naclerio dkk, 1985 dan Geha, factor (PAF) dan berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5, IL-
1988). 6, GM-CSF, TGF, dll).
Molekul-molekul mediator dan sitokin tersebut akan
Reaksi Alergi Fase Cepat Dini (RAFD) masuk ke dalam jaringan sekitarnya dan berperan
Molekul IgE yang beredar dalam sirkulasi darah kemudian dalam meningkatkan serta memperpanjang
akan memasuki jaringan dan akan ditangkap oleh reaksi alergi selanjutnya.
reseptor IgE yang berada pada permukaan sel
metakromatik (mastosit atau basofil). Mastosit dan atau Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL)
basofil tersebut menjadi aktif. Apabila dua light chain Reaksi alergi fase cepat bila berlanjut terus akan
1gE berkontak dengan alergen spesifiknya, maka akan menjadi reaksi a1ergi fase lambat, yang berlangsung
terjadi degranulasi mastosit/basofil dengan akibat sampai 24-48 jam kemudian (Sumarman, 2002; yang
terlepasnya mediator-mediator alergis. Reaksi alergi dikutip dari Kaliner, 1987; Lichienstein, 1988). RAFL
yang terjadi akibat histamin tersebut dinamakan reaksi ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel-sel
alergi fase dini (RAFD), yang mencapai puncaknya radang yang berakumulasi di jaringan sasaran, dimana
pada 15-20 menit setelah paparan alergen dan berakhir puncak akumulasi pada 4 jam setelah paparan alergen.
sekitar 60 menit kemudian. Akumulasi sel-sel radang ini merupakan tanda khas
RAFL. Sel-sel yang mudah terlihat selama RAFL
adalah eosinofil dan limfosit, selain itu dapat pula
dijumpai mastosit dan basofil (Bascom dkk, 1988;
Bentley dkk, 1989; Sumarman, 1996).7
Setelah provokasi alergen, sel-sel inflamasi dalam
mukosa hidung yang jumlahnya paling konsisten
menunjukkan hubungan dengan tingkat beratnya gejala
adalah eosinofil.7 Sedangkan di permukaan mukosa
hidung hanya jumlah eosinofil aktif (EOS-aktif) yang

19 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
menunjukkan korelasi dengan tingkat beratnya gejala
pasca provokasi alergen. Walaupun ditemukan juga
penambahan jumlah akumulasi sel-sel radang lainnya
(mastosit, basofil, dan netrofil) tidak selalu
menunjukkan hubungan konsisten dengan tingkat
gejala. Produk protein sel-sel tersebut lebih berperan
daripada jumlahnya. Misalnya basofil akan melepas
histamin, leukotrien dan berbagai sitokin; sedangkan
sel-sel mononuklear akan melepaskan histamin
releasing factors (HRFs) yang akan memacu mastosit
dan basofil melepas histamin lebih banyak lagi.
Selama RAFL sel EOS-aktif akan melepas
berbagai mediator antara lain basic protein (MBP,
ECP, EPO, dll), leukotrien, dan berbagai sitokin.

Skema peradangan alergi.7

Meningkatnya serta berkelanjutannya gejala rinitis


alergi selama RAFL terutama merupakan akibat
langsung akumulasi sel eosinofil, mastosit/basofil, dan
limfosit dibantu oleh berbagai mediator dan sitokin
produk sel-sel radang tersebut. Sebagai indikator
sederhana untuk mengukur beratnya reaksi alergi
adalah jumlah sel eosinofil-aktif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bosquet J, van Cauwenberge, Khaltev N, Gruber-Tapsoba


T, Annesi I, Bacher C dkk. WHO Initiative Allergic Rhinitis
and its impact on asthma (ARIA). Supplm J Allergy Clin
Immunology. 2001. h108-47, 270

2. Li JT, Lockey RF, Bernstein IL, Portnoy JM, Nicklas RA.


Allergen Immunotherapy: a practice parameter. An Allegy
Asthma Immunology. 2003. h1-40

3. Sudiro, M. Kesesuaian Antara Jumlah Eosinofil Kerokan


Mukosa Hidung dan Tes Kulit Tusuk Dalam Menegakkan
Diagnosis Rinitis Alergi. Tesis. Bagian THT-KL Fakultas
Kedokteran Unpad. Bandung.2005.

4. Harianto. Sumarman, I. Madiadipoera, T. Prevalensi dan


Tingkat Gejala Rinitis Alergi Perenial Serta Sumber Alergen
Mite Dalam Kamar Tidur Penderita Pada Penduduk Usia
Diatas 10 tahun Didaerah Bandung Tahun 1998. Tesis. Bagian
THT-KL Fakultas Kedokteran Unpad. Bandung.2000.

5. Madiadipoera, T. Rinitis Alergi Dan Penatalaksanaannya


dalam: Pedoman Penatalaksanaan Alergi & Imunologi.
Perhimpunan Alergi Imunologi Indonesia Cabang Bandung.
2006. h220-37

6. Naclerio, Robert. Clinical manifestations of the release of


histamine and other inflammatory mediators. J Allergy Clin
Immunol, 1999.h 103: S382-5.

7. Creticos PS. The consideration of immunotherapy in the


treatment of allergic asthma. J Allergy Clin Immunol 1998. h
105,559-74.

8. Sumarman, I. Patofisiologi dan Prosedur Diagnostik Rinitis


Alergi. Dalam Simposium Current and Future Aproach in The
Treatment of Allergic Rhinitis. Perhati Jaya THT
FKUI/RSCM-Aventis Pharma. Jakarta, 2001. h1-20

20 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA

e. Tulang-tulang pendengaran mulai berkembang


EMBRIOLOGI TELINGA1,2 pada 4-6 minggu pertama kehamilan.
1. Telinga Luar f. Tulang-tulang pendengaran berasal dari :
Perkembangan Prenatal • Kepala malleus, short process dan badan
a. Perkembangan daun telinga dari lengkung incus berasal dari kartilago arkus pertama
brachial pertama dan kedua, dimulai umur 6 (mandibular).
minggu kehamilan • Manubrium malleus, long process incus,
b. Lobulus adalah bagian terakhir pembentukan suprastruktur dari stapes berasal dari
daun telinga kartilago arkus kedua (hyoid).
c. Cavum concha timbul dari lengkung branchial g. Tulang pendengaran mencapai ukuran orang
pertama, mengalami invaginasi pada usia 8 dewasa pada usia kehamilan 6 bulan
minggu kehamilan untuk membentuk bagian
kartilago canalis auditorius externus. Perkembangan Postnatal
d. Meatus akustikus externus mengalami a. Tuba eustachius mengalami penggandaan
invaginasi menjadi inti epitel yang dalam ukuran panjang disaat antara sejak lahir
padat/sumbat meatal. Pada usia kehamilan 6 smpai dewasa.
bulan, sel epitel dari sumbat meatal ini b. Ujung mastoid kurang berkembang saat lahir.
mengalami degenerasi dan mengakibatkan c. Sel udara mastoid berkembang secara
kanalisasi bagian tulang dari kanalis auditorius signifikan di usia 2-3 tahun pertama
externus pars medial. kehidupannya.
e. Membran timpani berasal dari membrane yang d. Foramen stylomastoid menjadi lebih medial
berada diantara lengkung brachial pertama dan posisinya dengan berkembangnya ujung
kantung faringeal pertama membrane timpani mastoid.
terbentuk dari ectoderm dari sumbat meatal,
endoderm dari tonjolan tubotimpani, dan 3. Telinga Dalam
mesenkim dari arkus brachial pertama dan Perkembangan Prenatal
kedua. a. Plakoda otic timbul di usia kehamilan 4
minggu.
Perkembangan Postnatal b. Plakoda otic membentuk otic pit yang akan
a. Bagian medial dari kanalis auditorius externus membentuk vesikula otic.
mengalami ossifikasi sekitar 2 tahun pertama c. Vesikuls otic merupakan precursor labirin
kehidupannya. membranoseus.
b. Kanalis auditorius externus mencapai ukuran d. Ductus endolimfstikus dan saccus emanate
orang dewasa sekitar usia 9 tahun. berasal dari vesikula otic.
c. Sejak lahir membrane timpani hamper sama e. Vesikuls otic terdiri atas 2 bagian :
ukurannya dengan oraang dewasa tapi masih • Dorsal (utricular) –utriculus, ductus
horizontal posisinya, semakin berkembangnya semisrkularis dan ductus endilimfatikus
kanalis auditorius externus maka posisi • Ventral (saccular)-sacculus dan ductus
membrane timpani menjadi lebih vertical. cochlearis.
d. Kartilago pinna berkembang sampai usia 10- f. Organon corti terbentuk di dinding dari ductus
12 tahun, mencapai sekitar 80% ukuran orang cochlearis.
dewasa saat berusia 8 tahun, meskipun g. Kapsula otic terbentuk dari mesenkim di
demikian bagian lobulus masih terus sekitar vesikula otic.
berkembang. h. Ruang perilimfatikus terbentuk disekitar
ductus cochlearis, memberi kontribusi untuk
2. Telinga Tengah scala timpani dan vestibule.
Perkembangan Prenatal i. Bagian dalam telinga matang dalam ukuran
a. Bagian distal resesus tubotimpani dari kantung dan fungsinya saat lahir.
faringeal pertama menjadi cavum timpani
b. Bagian proximal dari resesus tubitimpani Perkembangan Postnatal
menjadi tuba auditorius dan tuba eustachius. Saccus dan ductus endolimfatikus berkembang
c. Sel udara mastoid terbentuk dari ekspansi dari setelah lahir.
cavum timpani pada perkembangan janin lebih
lanjut.
d. Landasan kaki stapes dan ligamentum annulare
timbul dari kaapsula otic.
ANATOMI TELINGA
Anatomi Telinga Luar3,4,5

21 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Telinga bagian luar memiliki 2 bagian utama, yaitu daun
telinga (auricle) dan liang telinga (CAE). Daun telinga
yang berlekuk terdiri dari beberapa bagian yaitu heliks,
antiheliks, tragus, antitragus, konka, lobulus, fossa
triangularis, fossa skafoid. Yang berfungsi untuk
mengumpulkan sumber bunyi dan membantu
menentukan lokalisasi suara. Daun telinga terdiri dari
jaringan otot, kulit, dan tulang rawan. Liang telinga
mempunyai panjang sekitar 25 mm pada bagian
posterosuperior dan karena membran timpani yang
berbentuk oblik pada bagian anteroinferior mempunyai
panjang sekitar 30 mm. Liang telinga ini berhubungan
Anatomi telinga tengah
dengan membran timpani pada bagian medial dan
1. Membran timpani
berbentuk seperti huruf S. Liang telinga terbagi atas 2
Membran timpani memisahkan kavum timpani dari
bagian, yaitu 1/3 luar merupakan tulang rawan dengan
kanalis akustikus eksternus pada daerah lateral dari
lapisan epitel kulit dan submukosanya mengandung
telinga tengah. Berbentuk ellips, sumbu
kelenjar apokrin, sebasea, pembuluh darah, dan sel-sel
panjangnya 9-10 mm dan sumbu pendeknya 8-9
rambut yang berfungsi untuk menghasilkan serumen,
mm, dengan radius sekitar 4-5 mm. dengan
sedangkan 2/3 bagian dalam merupakan bagian tulang
ketebalan 0.1 mm dan pada anak letak membran
dilapisi oleh kulit tipis yang melekat pada periosteum.
timpani hampir vertical, sedangkan pada orang
Bagian dalam ini tidak mengandung sel rambut maupun
dewasa membentuk sudut 55o dengan dasar kanalis
lapisan kelenjar. Lapisan epitel kulit pada liang telinga
akustikus eksternus. Bagian pinggir membran
merupakan kelanjutan dari lapisan epidermal
timpani lebih tebal dan disebut annulus timpanikus
(skuamosa) yang melapisi membran timpani bagian
yang melekat ke sulkus timpani dari os temporal
luar.
oleh cincin fibrokartilago, kecuali bagian yang
tidak bersulkus sepanjang 5 mm yang disebut
tympanic notch of Rivinus. Membran timpani
melekat pada manubrium malleus pada daerah
short (lateral) processus sampai dengan umbo.
Umbo merupakan bagian ujung medial dari
membran timpani.7,8,10

Bagian utama dan terbesar dari membran timpani


adalah pars tensa, sedang bagian atas dari membran
timpani adalah pars flaksida (membran Shrapnell)
yang melekat langsung pada daerah prosessus
lateralis malleus antara kedua daerah ujung
tympanic notch of Rivinus, sampai daerah annular
rim sehingga membentuk segitiga kecil yang
Anatomi telinga luar5 ditutupi oleh membran tipis dan longgar.
Anatomi Telinga Tengah Membran timpani terdiri dari 3 lapisan:7,8,10
1. Lapisan lateral (luar), merupakan lapisan epitel
Telinga tengah merupakan suatu ruangan yang berisi skuamousa, yang merupakan kelanjutan dari
udara yang dibayangkan sebagai suatu kotak dengan lapisan epitel kulit kanalis akustikus eksternus.
enam sisi, dengan dinding posterior yang lebih luas dari 2. Lapisan tengah, yang terdiri dari lapisan
dinding anteriornya sehingga membentuk kotak seperti serabut serat fibrosa kolagen dalam jumlah
baji.6
yang banyak, dan terdiri dari serabut yang
Ada beberapa bangunan yang turut menyusun telinga berjalan radier dari arah manubium mallei
tengah : perifer, di mana pada lapisan pars flaksida
1. Membran timpani mengandung jumlah yang sedikit, serta serabut
2. Tulang pendengaran, dan yang berjalan sirkuler yang terletak di sebelah
3. Kavum timpani dalam dari serabut radier. Serabut sirkuler pada
Di samping itu, terdapat pula beberapa struktur yang daerah perifer membran timpani akan
terdapat dalam telinga tengah, diantaranya: saraf mengalami penebalan fibrous annulus
fasialis, tuba eustakhius, m. tensor timpani dan m.
tympanikus. Kedua struktur ini bertanggung
stapedius.7,8,9 jawab terhadap ketebalan dari pars tensa dan
kualitas dari penutupan pars flaksida pada
daerah prosessus leteralis malleus.
22 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
3. Lapisan dalam, merupakan lapisan mukosa Tulang pendengaran yang berbentuk seperti
yang merupakan kelanjutan dari lapisan kampak (hammer), merupakan tulang
mukosa kavum timpani.1,9,10 pendengaran terbesar dengan panjang sekitar
8-9mm dan berat sekitar 23 mg yang terdiri
Bagian medial dari pars flaksida sampai medial dari dari kepala, leher dan 3 buah prosessus:
leher malleus disebut dengan ruang Prussak, di 1. Manubrium, yang akan berjalan sepanjang
mana ruangan ini merupakan tempat utama membran timpani sampai ke umbo
terjadinya ekstensi kolesteatom. Di daerah lateral 2. Prosessus anterior
inkus sampai dengan bagian lateral dari attic 3. Prosessus lateral (pendek)
terdapat ruangan yang meupakan tempat sering Bagian kepala dari malleus merupakan bagian
terdapatnya kolesteatom kedua setelah ruang utama dari epitimpanum (atik) yang didukung
Prussak. Pars tensa normalnya translucent, oleh banyak ligament yang melekat.
sehingga kita dapat prosussus longus dari inkus
dan sendi incudistapedial pada kuadran posterior 2.2 Inkus7,13
dari membran timpani.7,8,9 Inkus mempunyai bentuk seperti anvil. Tulang
pendengan ke 2 dan terbesar mempunyai berat
Bagian atap dari membran timpani adalah tegmen sekitar 27 mg. Terdiri dari badan dengan 2
timpani, yamg merupakan lapisan tulang tipis yang prosessus, yaitu prossesus panjang dan
memisahkan rongga telinga tengah dengan rongga pendek. Badan dari malleus berhubungan
cranial. Di bagian depannya akan terdapat saluran dengan kepala dari inkus melalui
kanal untuk keluarnya m. tensor timpani. Pada incudomalleal joint. Prosessus yang pendek
anak, di manna sutura petroskuamosanya tidak terproyeksi pada daerah posteroinferior dari
mengeras di daerah tegmen timpani ini akan resessus epitimpani. Posisi ini menjadi tanda
menyebabkan terjadinya penyebaran infeksi secara penting (landmark) pada operasi
langsung dari kavum timpani ke lapisan meningen mastoidektomi. Sedangkan prosessus panjang
middle cranial fossa. Pada orang dewasa, perforasi akan berjalan ke bawah sejalan dengan
pada daerah ini akan mengakibatkan infeksi pada manubrium mallei dan pada bagian akhirnya
daerah middle cranial fossa secara langsung. Pada akan berputar ke arah medial membentuk
bagian posterior dari tegmen timpani tersebut akan peosessus lentikularis, yang akan berhubungan
berlanjut menjadi tegmen mastoid.9,10,11 dengan kepala (capitulum) dari stapes melalui
incudostapedeal joint.

2.3 Stapes7,13
Mempunyai bentuk seperti sanggurdi. Tulang
pendengaran ke-3 dan merupakan tulang
terkecil dari tubuh yang mempunyai berat
sekitar 2,5 mg. terdiri dari: kepala (capitulum),
leher, dan 2 buah kaki dan sebuah alas
(footplate). Bagian arkus yang anterior
mempunyai ukuran yang lebih pendek dari
postior. Ke-3 bagian bagian pertama akan
membentuk sebuah arkus stapedeus yang akan
melekat pada footplate. Pada bagian leher
merupakan tempat perlekatan dari m.
Membran timpani 11 stapedeus. Ossicles

2. Tulang pendengaran
Pada daerah telinga tengah terdapat 3 buah tulang
pendengaran yang berfungsi sebagai penghantar
pada transmisi energi suara dengan proses vibrasi
dan memperkuat energi suara tersebut selama
proses di telinga tengah sebelum dilanjutkan ke
telinga bagian dalam melalui foramen
ovale.7,8,9,12,13
Tulang-tulang pendengaran tersebut adalah:
1. Malleus
2. Inkus 2-6-08 EV/LR 37

3. Stapes Tulang-tulang pendengaran11


3. Kavum timpani
2.1 Malleus7,13

23 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Merupakan suatu ruangan di telinga tengah yang flaksida dan tepi posterosuperior dari liang telinga
terletak di dalam tulang temporalis, berbentuk (scutum). Pada bagian depan dari kepala malleus
irregular yang berisi udara, yang berasal dari ruang terdapat the anterior epitympanic recess
nasofaring melalui tuba eustakhius untuk (supratubal recess). Di mana resessus ini sangat
selanjutnya ke nasofaring dan pada bagian penting untuk dilihat pada saat operasi, terutama
posteriornya akan berhubungan dengan system sel untuk mengangkat penyakit secara utuh.7
udara dari rongga mastoid dan bagian petrosus dari
tulang temporal. Pada bagian lateral akan Pada daerah epitimpanum terdapat suatu ruangan
berbatasan dengan membran timpani.7,8,9,13 yang disebut Prussak’s space. Ruangan ini
merupakan daerah yang sangat penting karena
Kavum timpani terbagi atas 2 ruangan yaitu: 7,8,9,13 merupakan daerah yang paling sering timbulnya
1. Rongga timpani, yang berbeda di sebelah kolesteatom. Rongga Prussak merupakan daerah
membran timpani berupa kantong yang dangkal yang berada di
2. Epitimpani recess yang berada di atas rongga bagian posterior dari pars flaksida. Kolesteatom
timpani yang tumbuh dalam Prussak’s space akan
Kavum timpani dilapisi oleh suatu membran menyebar ke daerah posterior sepanjang sisi dari
mukosa yang merupakan lanjutan dari saluran badan inkus, yang kemudian masuk ke daerah
pernafasan. Mukosanya pucat, tipis dan kaya akan antrum dan rongga mastoid.14
vaskularisasi. Selnya mempunyai beberapa tipe,
diantaranya sel bersilia, sel nonsilia dengan atau Kolesteatom yang berada dalam rongga Prussak
tanpa kelenjar sekretorius, dan sel goblet. Epitel akan menyebar melalui 3 jalan:14
yang terbentuk epitel kolumnar silindris bertingkat 1. Rute posterior, merupakan rute yang paling
bersilia terutama umumnya terdapat pada daerah sering, perluasan akan melalui ruang inkudal
mukosa kavum timpani, sedangkan yang superior, yang berada di luar bagian
berbatasan dengan orifisium tuba, yang merupakan posterolateral dari atik, ruang ini berada di atas
kelanjutan dari epitel mukosa saluran nafas bagian bagian lateral llipatan inkudal dan tubuh inkus.
atas, yaitu sel jenis kolumnar pseudostratified 2. Rute inferior merupakan rute ke-2 yang sering
bersilia. Terutama terdapat pada daerah atap, dilalui oleh kolesteatom untuk penyebarannya
anterior, sebagian promontorium dan setelah rute pertama. Rongga Prussak
hipotimpanum. Lapisan sel tersebut mengandung mendapat pneumatisasi melalui rongga
sel dan kelenjar yang mengsekresi mukus. Lapisan inkudal inferior (sakus superior). Jika
mukus yang terdapat di antara silia dihasilkan oleh kolesteatom keluar melalui ruang ini, maka
sel-sel goblet. Semakin ke belakang lapisan akan mudah dilihat di daerah belakang
mukosa tersebut akan berubah menjadi sel kuboid membran timpani dalam rongga inkudal
dan epitel strarified yang tidak mengandung inferior.
kelenjar untuk sekresi. Silia berfungsi untuk 3. Rute anterior, merupakan rute yang paling
menyapu lender atau benda asing ke arah jarang. Partama kali kkolesteatom akan masuk
nasofaring dan gerakannya melawan gravitasi. melalui kantong anterior dari von Troltsch dan
Aktivitasi silia ini berlangsung dengan baik pada selanjutnya masuk ke protimpanum dan
pH 7,5 dengan suhu terendah 13oC dan suhu mesotimpanum.
maksimal 40oC. 7,8,9,13

Kavum timpani berdasarkan bentuk topografinya


dibagi atas 3 ruangan: 7,8,9,13
1. Epitimpanum (atik): di daerah batas atas
membran timpani
2. Mesotimpanum: di antara membran timpani
dan promontorium
3. Hipotimpanum: di bawah batas bawah
membran timpani.

Epitimpanum berisi beberapa organ seperti: kepala


malleus, incudostapedeal joint, badan inkus dengan
berbagai macam ligament yang melekat padanya.
Pada bagian anterior akan berhubungan langsung
dengan sistem sel udara dari mastoid. Pada bagian
medial akan berhubungan dengan bagian anterior Dinding lateral kavum timpani14
dari kanalis semisirkularis superior dan lateral dan
bagian segmen horizontal dari kanalis fasialis. Pada
bagian lateral akan berhubungan dengan pars

24 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
6. Lateral : membran timpani. Rongga mastoid
berisi sel-sel udara mastoid mempunyai jumlah,
bentuk, dan ukuran yang bermacam-macam.
Lapisan mukosa yang melapisinya merupakan
kelanjutan dari antrum mastoid dan rongga timpani.
Sel-sel udara tersebut mengisi seluruh rongga yang
ada dalam prosesus mastoid, sampai ke ujung
mastoid (tip mastoid). Rongga mastoid terpisah
dengan sinus sigmoid dan fossa kranialis posterior
hanya oleh tulang yang tipis.

Dinding medial kavum timpani 14

Mesotimpanum, merupakan bagian terbesar dari


ruangan pada telinga tengah. Pada bagian lateral akan
berbatasan dengan pars tensa. Pada bagian
superomedial terdapat segmen horizontal dari kanalis
fasialis. Pada bagian medial terdapat promontorium dari
koklea, yang memisahkan foramen ovale dari the round
window niche. Pada bagian inferior terdapat bagian
inferior dari mesotimpanum. Bagian anterior dari
mesotimpanum akan bergabung dengan bagian anterior Batas-batas kavum timpani 15
dari epitimpanum untuk membentuk protimpanum (
bagian tulang tuba eustakhius yang terbuka). Sepanjang
bagian posterior dari mesotimpanum merupakan sinus
timpani, yang merupakan suatu resessus yang pada
bagian lateralnya dibatasi oleh segmen mastoid dari
kanalis fasialis. Resessus ini mempunyai ukuran yang
bermacam-macam dan merupakan bagian yang
mempunyai fungsi klinis yang penting pada
pembedahan untuk mengatasi OMSK dan kolesteatom,
karena jika penyakit melekat pada bagian ini akan sulit
untuk dibersihkan. Di bagaian lateral dari segmen
mastoid juga mempunyai resessus lain yaitu facial
resess, bagian ini penting dalam operasi mastoidektomi,
sebagai jalan masuk ke daerah mesotimpanum dari
mastoid. Facial recess ini juga pada bagian lateralnya
dibatasi oleh N. korda timpani dan pada bagian superior
oleh fossa incudis. Mesotimpanum berisi bagian leher Hubungan Aditus dan Antrum 13
dan manubrium mallei, prosessus longus dari inkus,
stapes dan foramen ovale dan the round window niche.7 Pada fase awal dari proses infeksi akan terjadi
vasodilatasi dari lapisan submukosa, sehingga kelenjar
Hipotimpanum, merupakan bagian terendah dari mukosa akan terpicu untuk menghasilkan sekret mukoid
ruangan telinga tengah dan mempunyai dasar berupa yang kental, beberapa sel epitel akan mati dan bakteri
atap dari bulbus jugularis.7 yang normalnya terdapat dalam ruang tersebut akan
Kavum timpani terdiri dari 4 dinding, atap dan lantai:13 memperburuk keadaan. Selanjutnya akan terbentuk
1. Superior : tegmen timpani PMN dalam darah dan secret mukopurulent yang
2. Inferior : bulbus jugularis stagnan dalam telinga tengah dan mastoid akan
3. Posterior : facial recess, sinus timpani, terbentuk sebagai akibat dari kehilangan pergerakan
pyramidal eminence. silia dari telinga tengah dan tuba eustakhius. Jika
4. Anterior : sebagai landmark utama adalah keadaan membaik, maka keadaan tersebut akan pulih
semikanal untuk m. tensor timpani, dinding untuk kembali. Tetapi jika keadaan terus memburuk, maka
a. karotis interna dan orifisium tuba. dalam jangka waktu yang cukup lama, hal ini akan
5. Medial : promontorium, foramen ovale dan mengakibatkan penumpukan cairan dalam ruang
window, kanalis fasialis untuk segmen horizontal tersebut, penambahan dari jumlah sel kelenjar dan sel
dan perlekatan untuk tendon otot tensor timpani. goblet yang akan menutupi sel epitel kuboid, sedangkan
sel kuboid itu sendiri akan mengalami perubahan

25 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
menjadi sel goblet atau kelenjar dan ada sebagian yang
berubah menjadi sel skuamousa terutama tipe non- Gambar 2.8 Perjalanan n. fasialis 12
keratinizing. Pada akhirnya akan terbentuk jaringan
granulasi sebagai akhir dari proses peradangan tersebut.
Lokasi dari mukosa yang mengalami kelainan
selanjutnya akan berubah menjadi hiperplastik dengan
disertai invasi dari fibroblast dan sel kronis lainnya
seperti makrofag, plasma sel dan limfosit.9

Struktur yang terdapat pada telinga tengah

Saraf fasialis Gambar 2.9 Bagian saraf fasialis melalui CPA 13


Berasal dari arkus brakhialis kedua, yang berisi serabut
saraf eferen yang mempersarafi m. fasialis, m.
stylohioid, m. venter posterior, m. digastrikus dan m. Segmen timpanik n. Fasialis15
stapedeus. Serabut saraf preganglionik parasimpatis
akan mempersarafi kelenjar lakrimalis, kelenjar M. tensor timpani dan m. stapedius
seromucous di daerah rongga hidung, kelenjar Pada daerah mesotimpanum terdapat dua otot, yang
submandibular dan sublingual. Sedangkan serabut pertama adalah m. tensor timpani, yang mempunyai
afferent akan mempersarafi duapertiga bagian depan panjang sekitar 2 cm dan berasal dari kartilago
dari lidah. Saraf fasialis keluar melalui pons melintang pharyngotympanic tube dan berjalan secara paralel
melalui cerebellopontine angle, dan masuk ke dalam dengan tuba eustakhius dan selanjutnya akan melekat
kanalis auditorius internus bersama- sama dengan saraf pada dasar dari manubrium mallei, otot ini dipersarafi
vestibulokoklearis. Segmen labirin dari saraf fasialis oleh cabang mandibular dari segmen saraf trigeminus.
terletak antara bagian lateral dari kanalis akustikus Kontraksi dari otot ini akan mengakibatkan pergerakan
internus sampai ganglion genikulatum. Pada bagian ke medial dari manubrium, sehingga akan
ganglion genikulatum inilah saraf akan memutar kearah menyebabkan terjadinya penebalan membran timpani.
posterior dan masuk ke ruangan mesotimpanum bagian
atas. Segmen horizontal atau segmen timpani terletak di M. stapedius berasal dari penonjolan pyramidal yang
bagian superior dari foramen ovale yang kemudian akan berlokasi di daerah inferior dari lateral genu dari saraf
berbelok ke arah inferior di dekat kanalis semisirkularis fasialis. Otot ini akan melekat pada daerah leher dari
horizontal. Untuk selanjutnya saraf fasialis akan masuk stapes dan otot ini akan dipersarafi oleh saraf fasialis.
ke dalam sistem mastoid dan disebut segmen vertical Kontraksi dari otot ini akan mengakibatkan terbatasnya
atau segmen mastoid. Pada akhirnya saraf ini akan pergerakan dari stapes dan hal ini menjadi dasar untuk
keluar ke daerah parotis setelah melalui foramen tes refleks akustik. Kedua otot ini akan berkontraksi
stilomastoid.7,8,13 bersamaan yang merupakan respon terhadap suara yang
mempunyai intensitas tinggi yang dikenalkan oleh
Panjang hallpike, 1935 sebagai protective damping effect before
Segmen Letak
(mm) vibration reach the internal ear. M. tensor timpani akan
Supranuklear Korteks serebri pendek menarik membran timpani ke dalam dan mendorong
Nukleus motorik n. stapes untuk lebih merapat ke fenestra vestibule. M.
fasialis, slivatorius stapedius bergerak berlawanan dengan m.tensor
Batang otak pendek timpani. Paralysis dari m. stapedius akan menyebabkan
superior dari traktus
solitarius terjadinya hiperakusis.7,8,13
Segmen Batang otak ke kanalis
13-15 Tuba eustakhius
maetal akustikus internus
Fundus dari maetus Tuba eustakhius mempunyai panjang sekitar 3,5 cm,
Segmen yang terdiri dari sepertiga lateral adalah tulang
akustikus internus ke 3-4
labirin sedangkan dua pertiga bagian medialnya adalah tulang
hiatus fasialis
Segmen Ganglion genikulatum rawan. Tuba menghubungkan daerah nasofaring dengan
8-11 telinga tengah. Bagian tulang dari tuba tersebut
timpani ke eminentia piramidalis
Segmen Prossesus piramidalis ke mempunyai bentuk seperti kerucut, dengan puncak pada
10-14 daerah istmus (daerah paling sempit dari tuba
mastoid foramen stilomastoideus
Segmen eustakhius yang terletak pada pertemuan antara
Foramen stilomastoid sepertiga lapisan tulang di bagian lateral dengan
ekstra 15-20
ke pes anserinus duapertiga bagian tulang rawan di medial). Di sisi
temporal
medial akan membuka kea rah lateral dari nasofaring
Segmen n. fasialis 12 pada daerah resessus faringealis (fossa of rossenfuller).
Di mana pada bagian superomedialnya dikelilingi oleh
tulang rawan yang berbentuk seperti huruf C, yang

26 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
menjadi perlekatan 2 buah otot yaitu m. tensor velli interna adalah a. petrosus superfisisalis dan a.
palatine (lateral) dan m. levator velli palatine (medial). karotikotimpani.
Tidak seperti bagian tualng di sisi lateral yang selalu
terbuka, pada bagian medial ini biasanya akan selalu Vena
dalam keadaan tertutup karena cincin kartilago yang Sistem vena dari telinga tengah akan berjalan paralel
tidak lengkap mengelilinginya. Pada saat tuba sisi dengan system arterinya dan mempunyai system
medial tersebut akan terbuka, karena kontraksi m. drainase ke dalam pleksus pterigoid dan sinus petrosus.
levator velli palatine. Mukosa pada daerah tuba
eustakhius merupakan kelanjutan dari mukosa kavum Persarafan telinga tengah7,8,13
timpani, dan sangat kaya akan silia. Sel-sel goblet Secara umum persarafan sensoris dari telinga tengah
terdapat di semua bagian tuba eustakhius, hanya adalah melalui saraf kranialis V, VII, IX, X, servikalis
distribusinya saja yang tidak merata.7,10,13 ke 2 dan ke 3. persarafan spesifikm, termasuk di
dalamnya cabang aurikulotemporalis dari saraf
trigeminal, cabang timpani dari saraf glossofaringeus
(saraf Jacobson). Cabang aurikuler dari saraf vagus
(saraf Arnold), lesser cervical nerve dari cervical 2 dan
greater auricular nerve dari cervical 2 dan 3. permukaan
medial dari membran timpani seperti halnya juga
persarafan darimukosa kavum timpani akan dipersarafi
oleh pleksus timpanikus. Bagian sensoris dari pleksus
timpanikus ini merupakan cabang timpani dan serabut
perasimpatis preganglionik dari saraf glossofaringeal.

Korda timpani tidak melakukan persarafan sepanjang


telinga tengah, hanya melintas di rongga telinga tengah.
Korda timpani berisi serabut sensoris (untuk rasa) dan
serabut preganglionik parasimpatis. Korda tompani
berasal dari segmen mastoid saraf fasiallis, sekitar 5mm
Tuba eustakhius terbuka dan tertutup15 proksimal dari foramen stilomastoid, yang kemudian
akan masuk ke rongga telinga tengah melalui dinding
posterior dan berjalan ke anterior melalui sisi lateral dari
prosessus longus inkus dan medial dari manubrium
malleus, dan akan bergabung dengan saraf lingualis
untuk mempersarafi dua pertiga anterior lidah dan
ganglion submandibularis.

Jacobson’s nerve (cabang timpani dari saraf


glossofaringeus) berisi cabang sensoris untuk mukosa
telinga tengah, termasuk di dalamnya tuba eustakhius
dan serabut preganglion parasimpatik untuk kelenjar
parotis melaui ganglion otik. Jacobson’s nerve berasal
dari bagian ganglion inferior (petrosal) dari saraf
glossofaringeus, setelah saraf tersebut masuk ke daerah
dasar tengkorak. Saraf tersebut selanjutnya akan
Tuba eustakhius pada anak dan dewasa16 bergerak ke atas untuk masuik ke daerah hipotimpanum
melalui kanalikulus timpanik inferior dan akan
Perdarahan di telinga tengah7,8,13
bergabung dengan saraf karotikotimpanikum (dari
pleksus simpatik a. karotis interna) untuk membentuk
Arteri pleksus timpani. Berdekatan dengan prosessus
Daerah telinga tengah diperdarahi oleh cabang a. karotis
cocleoformis, pleksus timpani akan membentuk the
eksterna melalui a. maksilaris interna yang akan lesser superficial petrosal nerve yang akan menembus m
memberikan suplai darah ke membran timpani bagian tensor timpani dan masuk ke dalam fossa kranialis
eksternal melalui cabang aurikuler dan ke membran bagian tengah.
timpani bagian medial melalui cabang timpani anterior.
Kavum timpani, termasuk di dalamnya tulang-tulang
pendengaran, diperdarahi oleh sejumlah arteri yang
berasal dari a. maksilaris interna, a. meningea media, a.
faringeal ascenden, a. aurikularis posterior dan a. karotis
interna. Pembuluh darah tersebut adalah a. timpani
anterior, posterior, inferior, dan superior, arteri
stilomastoid, dan yang merupakan cabang dari a. karotis
27 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Perdarahan dan persarafan telinga tengah17

Anatomi telinga dalam


Telinga dalam terdiri dari labirin tulang dan labirin
membranosa. Labirin tulang meliputi: vestibulum,
kanalis semisirkularis, dan kohlea. Yang termasuk
labirin membranosa adalah utrikulus, sakulus, duktus
semisirkularis, dan duktus kohlearis.18 Duktus Kohlearis19

Kohlea adalah bagian dari labirin tulang yang berbentuk Reseptor alat pendengaran terdapat dalam kohlea
rumah siput dengan setengah lingkaran. Sumbu axis disebut organ korti yang melekat pada zona arkuata
disebut mediolus adalah suatu bidang khayal berbentuk membran basilaris. Komponen utama organ korti terdiri
kerucut yang terdapat dibagian dalam kohlea. Bagian dari sel rambut luar dan dalam, sel penyangga (Deiters,
dalam kohlea yang disebut mediolus ini berlubang, Hensen, Claudius), membran tektorial, dan lamina
merupakan tempat keluar masuknya pembuluh darah retikularis. Di bagian tengah organ korti terdapat
dan saraf untuk daerah kohlea. Ruangan bagian dalam bangunan seperti terowongan yang dibentuk oleh satu
kohlea dibagi dua oleh lamina spiralis osea yang lapis sel pilar di bagian dalam, tiga lapis sel pilar di
merupakan lapisan periosteum menjadi skala vestibuli bagian luar dan membran basilaris dibagian dasar,
dan skala timpani. Puncak kohlea bersatu diantara sehingga penampangnya berbentuk huruf V. Di dalam
kedua skala ini di bagian helikotrema. Membran terowongan korti terdapat cairan yang disebut
reissner adalah lapisan sel endotel berbentuk membran kortilimfe yang mempunyai komposisi mirip dengan
yang memisahkan skala vestibuli dengan skala media cairan perilimfe. Seluruh permukaan atas organ korti
(duktus kohlearis).19 ditutupi oleh sejenis lapisan gelatin yang disebut
Foramen ovale (vestibulum fenestra) merupakan bagian membran tektoria.20-22
dari kohlea. Foramen ovale ini terdapat dalam skala
vestibuli dimana sekelilingnya terdapat ligamentum Sel rambut dibedakan atas dua jenis, yaitu sel rambut
anularis tempat melekatnya foot plate of stapes. Selain dalam dan sel rambut luar. Sel rambut dalam terletak
itu terdapat juga foramen rotundum (fenestra kohlea). sebelah medial dari terowongan korti, dekat
Foramen ini terdapat pada skala timpani dan tertutup perlekatannya pada lamina spiralis terdiri dari sederetan
membran gelatinosa sehingga disebut juga membran sel saja sedangkan sel rambut luar yang terletak lateral
timpani sekunder. Di bagian basal kohlea terdapat terhadap terowongan korti terdiri dari tiga sampai lima
lubang yang lebih kecil dari kedua foramen tadi, lubang deretan sel dan mempunyai ukuran sel yang lebih kecil
tersebut adalah tempat bermuaranya akuaduktus dibandingkan dengan sel rambut dalam. Ujung bebas
kohlearis yang berisi duktus perilimfatikus yang silia sel rambut luar ini menempel pada permukaan
selanjutnya akan berjalan ke rongga subarahnoid di bawah membran tektoria.20-22
dasar otak.19
Sel penyangga terdiri dari sel Hansen, Deiter, dan
Duktus kohlearis disebut juga skala media yang Claudius, bentuknya panjang pada bagian yang dekat ke
merupakan bagian labirin membranosa kohlea, sel rambut dan menjadi pendek bila menjauhi sel
sedangkan bagian labirin tulang kohlea disebut skala rambut, sehingga organ korti berbentuk landai.21
vestibuli dan skala timpani. Dinding lateral duktus
kohlearis terbagi menjadi dua daerah, stria vaskularis Organ korti mengandung 3.500 sel rambut dalam dan
dibagian atas, penonjolan spiralis dibagian bawah dan 1.200 sel rambut luar. Dekat basis ada tiga deretan sel
daerah transisi diantaranya. Sel pada stria vaskularis rambut luar kemudian akan bertambah pada putaran
terdiri dari tiga lapisan dan lapisan paling permukaan tengah dan biasanya menjadi lima deretan sel pada
(sel marginal) sangat kaya dengan mitokondria, alat bagian apeks. Seluruh ujung saraf eferen untuk
golgi, dan retikulum endoplasma. Sepanjang duktus pendengaran berhubungan dengan sel rambut dalam dan
kohlearis di atas membran basilaris terdapat organ luar.20-22
reseptor untuk pendengaran yang disebut organ korti.19
Persarafan Telinga Dalam

28 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Nervus vestibulokohlearis (n. akustikus) dibentuk oleh
bagian kohlear dan vestibulir, di dalam meatus
akustikus internus pada sisi lateral akar n. fasialis dan
masuk batang otak antara pons dan medula. Sel sensoris
vestibularis dipersarafi oleh ganglion vestibularis
(Scarpa) terletak di dasar meatus akustikus internus. Sel
sensoris pendengaran dipersarafi n. kohlearis yang
terletak pada ganglion spiralis di dalam modiolus dan
lamina spiralis oseus. Pada manusia terdapat 30.000
neuron yang mempersarafi kohlea, 90-95% neuron
tersebut langsung bersinap dengan sel rambut dalam dan
disebut neuron tipe I. Setiap sel rambut dalam
dipersarafi oleh 15 sampai 20 neuron tipe I. Hanya 5-
10% dari 30.000 neuron yang mempersarafi sel rambut
luar dan disebut neuron tipe II. Setiap neuron tipe II
bercabang untuk mempersarafi sekitar 10 sel rambut
luar. Selain itu terdapat sekitar 1.800 serabut eferen
yang berasal dari superior olivari kompleks ipsilateral
dan kontralateral.18

Sistem Pendengaran Sentral


Sistem pendengaran sentral menerima impuls dari
kohlea melalui serabut saraf akustikus. Serabut saraf
akustikus menuju inti kohlearis dorsalis dan ventralis.
Sebagian besar serabut dari inti melintasi garis tengah
Skema Alur Eferen Sistem Pendengaran Sentral
dan berjalan naik menuju superior olivari kompleks
dari Kohlea Kanan ke Korteks Pendengaran19
kontralateral, namun sebagian serabut tetap berjalan
ipsilateral. Penyilangan selajutnya terjadi pada inti
lemniskus lateralis dan kolikulus inferior. Dari
Telinga tengah dengan tulang pendengarannya
kolikulus inferior, jaras pendengaran berlanjut ke
membentuk sistem pengungkit untuk menghantarkan
korpus genikulatum dan kemudian ke korteks
suara dari membran timpani ke fenestra ovale.38
pendengaran pada lobus temporalis. Karena seringnya
Transmisi energi suara melalui telinga tengah ke telinga
penyilangan serabut saraf tersebut, maka lesi sentral
dalam diawali dengan membran timpani yang
jaras pendengaran hampir tidak pernah menyebabkan
menggerakkan maleus. Lengan maleus dan prosesus
ketulian unilateral.19,21
longus inkus bergerak bersama-sama karena sensi
maleoinkus terfiksasi, sebaliknya sensi inkus stapes
Serabut saraf vestibularis berjalan menuju salah satu
sangat fleksibel. Selanjunya gerakan membran timpani
dari keempat inti vestibularis dan dari sana disebarkan
akan menyebabkan stapes bergerak seperti piston di
secara luas menuju medula spinalis, serebelum, dan
dalam fenestra ovale dan perubahan tekanan yang
bagian susunan saraf pusat lainnya.19,21
diakibatkannya akan dihantarkan melalui perilimfe ke
sekat kohlea kemudian keluar melalui fenestra
Fisiologi Pendengaran
rotundum. Transmisi tekanan akan mengakibatkan
Sistem pendengaran dapat dibagi dalam empat bagian
sekat kohlea menggelembung ke atas dan ke bawah,
yaitu telinga luar, telinga tengah, telinga dalam, dan
serta akan mengakibatkan sel rambut di dalam organ
sistem saraf pendengaran disertai pusat pendengaran di
korti merangsang saraf auditorius.21
otak.20,21
Kohlea terdiri dari skala vestibuli, skala media, dan
Telinga luar berperan pasif tetapi sangat penting dalam skala timpani. Skala vestibuli dan skala timpani berisi
proses pendengaran. Aurikula berfungsi perilimfe, suatu media yang mirip dengan cairan
mengumpulkan suara dan untuk mengetahui lokasi ekstraselular, mempunyai konsentrasi K+ 4 mEq/L dan
datangnya suara, sedangkan kanalis akustikus eksternus konsentrasi Na+ 139 mEq/L. Skala media berisi
karena bentuk dan dimensinya bersifat resonator dapat endolimfe, suatu media yang mirip dengan cairan
menambah intensitas bunyi dalam rentang frekuensi 2- intraselular, mempunyai konsentrasi K+ 144 mEq/L
4 kHz sebesar 10-15 dB.23 konsentrasi Na+ 13 mEq/L. Skala media mempunyai
potensial istirahat positif arus searah (DC) sekitar 80
mV dan sedikit menurun dari basis ke apeks. Potensial
endokohlea tersebut dihasilkan oleh stria vaskularis
yang mempunyai banyak vaskular dan pompa Na +/K+-
ATP ase pada sejumlah sel stria vaskularis.23

29 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Sel rambut luar dan dalam mempunyai peranan utama transmiter kimia ke ruang sinaps dan menghasilkan
dalam proses transduksi energi mekanik (akustik) ke potensial aksi yang akan diteruskan ke serabut n. VIII
dalam energi listrik (neural). Proses transduksi diawali menuju nukleus kohlearis.23
dengan pergeseran (naik turun) membran basilaris
sebagai responss pada gerakan piston kaki stapes dalam Terdapat 4 potensial ekstraselular yang dapat dicatat di
fenestra ovale akibat energi akustik yang kemudian kohlea, yaitu potensial endolimfatik (endokohlea),
menggerakkan perilimfe di sekitar sekat kohlea. Bila mikrofonik kohlea, potensial sumasi, dan potensial aksi
stapes bergerak ke dalam dan keluar dengan cepat, gabungan. Tidak seperti potensial kohlea yang lain
cairan tidak semuanya melalui helikotrema, kemudian potensial endolimfatik tidak digerakan oleh stimulus
ke foramen rotundum dan kembali ke foramen ovale akustik, merupakan potensial DC 80-100 mV yang
diantara dua getaran yang berurutan. Sebagai gantinya dicatat di skala media. Potensial endokohlea berasal dari
gelombang cairan mengambil cara pintas melalui stria vaskularis pada dinding lateral kohlea. Stria
membran basilaris menonjol bolak balik pada setiap vaskularis merupakan sumber energi atau baterai pada
getaran suara. Pola pergeseran membran basilaris kohlea, yang sangat penting untuk proses transduksi.
membentuk gelombang berjalan (traveling wave). Sifat sebagai sumber bunyi memungkinkan karena stria
Karena membran basilaris lebih kaku di daerah basis vaskularis mempunyai banyak vaskular dan
daripada di apeks dan kekakuan tersebut didistribusikan Na+,K+ATP-ase. Na+,K+ATP-ase merupakan salah satu
secara terus menerus, maka traveling wave selalu pengangkut enzim yang sangat penting dalam kohlea.23
bergerak dari basis ke apeks. Amplitudo maksimum
membran basilaris bervariasi tergantung stimulus Mikrofonik kohlea merupakan voltase AC yang dapat
frekuensi. Gerak gelombang membran basilaris yang dicatat di dekat foramen rotundum. Mikrofonik kohlea
dihasilkan oleh suara dengan frekuensi tinggi amplitude menggambarkan aliran arus K+ terutama melalui sel
maksimumnya jatuh di dekat basal kohlea, sedangkan rambut luar, merupakan hantaran listrik pada sel rambut
gelombang akibat suara dengan frekuensi rendah luar yang diubah oleh gerakan membran basilaris. Bila
amplitude maksimumnya jatuh di daerah apeks. stereosilia membengkok menjauhi modiolus hambatan
Gelombang akibat suara frekuensi tinggi tidak dapat sel rambut berkurang, menimbulkan peningkatan aliran
mencapai apeks kohlea, tetapi gelombang akibat suara ion K+ ke korpus sel rambut dan sedikit mengurangi
frekuensi rendah dapat bergerak di sepanjang membran endolimfatik potensial. Bila stereosilia membengkok ke
basilaris. Jadi setiap frekuensi suara menyebabkan arah modiolus, hambatan meningkat dan aliran ion K+
corak gerakan yang tidak sama pada membran basilaris menurun serta meningkatkan endolimfatik potensial.
dan ini merupakan cara untuk membedakan frekuensi.23 Bentuk gelombang mikrofonik kohlea mencerminkan
gerakan membran basilaris.23
Mekanisme amplitudo maksimal pada gerakan
gelombang mekanik membran basilaris melibatkan sel Sumasi potensial adalah potensial DC yang dapat
rambut luar yang dapat meningkatkan gerakan direkam di dalam kohlea sebagai responss pada suara.
membran basilaris. Peningkatkan gerakan ini disebut Pencatatan potensial DC dapat dibuat di skala timpani,
cochlear amplifier yang memberi kemampuan sangat skala media atau vestibuli, dan di liang telinga.
baik pada telinga untuk menyeleksi frekuensi, telinga Potensial dapat positif atau negatif tergantung lokasi
menjadi sensitif dan mampu mendeteksi suara yang elektroda atau frekuensi dan tingkat rangsangan.
lemah. Adanya proses cochlear amplifier tersebut Potensial sumasi mungkin mempunyai beberapa
didukung oleh fenomena emisi otoakustik yaitu bila sumber, tetapi sebagian besar menggambarkan
telinga diberi rangsangan akustik yang dapat perubahan DC yang disebabkan oleh perjalanan
memberikan pantulan energi yang lebih besar dari stimulus potensial intraselular sel rambut dan sebagian
rangsangan yang diberikan. Faktor yang memberi kecil sel rambut dalam.23
kontribusi pada cochlear amplifier gerakan sel rambut
luar, sifat mekanik stereosilia, dan membran tektorial.23 Potensial aksi gabungan berasal dari pelaksanaan all or
none pada serabut saraf auditorius. Potensial aksi
Stereosilia sel rambut sangat penting untuk proses gabungan lebih efektif dicatat dengan elektoda yang
transduksi. Stereosilia adalah berkas serabut aktin yang ditempatkan dekat foramen rotundum atau saraf
membentuk pipa dan masuk ke dalam lapisan kutikular. auditorius dan dengan menggunakan sinyal frekuensi
Membengkoknya stereosilia akibat gerakan gelombang tinggi dengan onset yang cepat.23
membran basilaris akan membuka dan menutup saluran
ion nonspesifik pada ujung stereosilia, menimbulkan
aliran arus (K+) ke dalam sel sensoris. Aliran kalium
timbul karena potensial endokohlea +80 mV dan Fisiologi Sistem Saraf dan Pusat Pendengaran23
potensial intraselular negatif pada sel rambut, sel Impuls pendengaran yang merupakan hasil proses
rambut dalam 45 mV dan sel rambut luar 70 mV. Hal transduksi dari energi mekanik (akustik) ke energi
tersebut menghasilkan depolarisasi intraselular yang listrik (neural) diteruskan melalui n. VIII menuju
menyebabkan enzim mengalir termasuk kalsium ke nukleus kohlearis. Serabut saraf yang mempunyai
dalam sel rambut, kemudian terjadi pelepasan aktifitas tinggi mempunyai dendrit yang tebal, serabut

30 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
saraf dengan aktifitas rendah mempunyai terminal yang 4. Bull TR. Tinnitus. Dalam: Bull TR. Color Atlas of
berbeda pada sistem saraf pusat pendengaran (nukleus ENT Diagnosis. Edisi ke-4. New York. Thieme.
kohlearis). Unit serabut saraf dengan karakteristik 2003. H.28
frekuensi rendah mempersarafi sel rambut dalam di
daerah apeks kohlea, sedangkan serabut saraf dengan 5. Mils JH, Hanwalla SS, Webber PC. Anatomy and
karakteristik frekuensi tinggi mempersarafi sel rambut Physiology of Hearing. Dalam: Bailey BJ, Johnson
dalam di daerah basal kohlea. Kurva nada (tuning curve) JT. Head and Neck Surgery Otolaryngology Edisi
dari satu serabut saraf auditori merupakan dasar untuk ke-4. Philladelphia. Lippincott. 2006. H.1883-1903
mengukur fungsi saraf pendengaran. Serabut saraf
dengan karakteristik frekuensi dibawah 11 kHz 6. Hashisaki GT., Complications of Chronic Otitis
mempunyai bentuk kurva seperti huruf V. Serabut saraf Media. Dalam The Ear Comprehensive Otology.,
dengan karakteristik frekuensi tinggi mempunyai Edited by Canalis RF., Lambert PR., Lippincott
bentuk kurva yang jelas atau runcing. Kerusakan pada Williams & Wilkins., Philadelphia. 2000: 26: 433-
sel sensoris, termasuk stereosilia dapat merubah bentuk 45.
kurva nada secara dramatis. Bila sel rambut luar dirusak
kurva nada serabut saraf pendengaran yang berasal dari 7. Ballenger JJ., Complications of Ear Disease.,
sel rambut dalam yang normal akan mengalami Dalam Disease of the Nose, Throat, Ear, Head, and
perubahan di beberapa tempat. Aktivitas saraf normal Neck., 13th edition., Lea & Febiger. Philadelphia.
meliputi deteksi suara rendah dan perubahan frekuensi 1985: 57: 1170-96.
tergantung pada keutuhan sel rambut luar dan stereosilia
yang normal. 8. Ludman H., Complications of suppurative otitis
Semua serabut n. VIII berakhir di nukleus media., Dalam Scott-Brown’s Otolaryngology., 5th
kohlearis. Terdapat 5 tipe sel utama di dalam nukleus edition., Edited by Kerr AG., Butterworth & Co.
kohlearis, setiap sel mempunyai morfologi dan fungsi London. 1987: 12: 264-291.
yang berbeda, yaitu responss terhadap permulaan
stimulus, perubahan stimulus, dan modulasi frekuensi. 9. Lambert PR., Canalis RF., Anatomy and
Dari nukleus kohlea sebagian besar serabut saraf embryology of the Auditory and Vestibular
menyilang batang otak menuju ke nukleus kompleks Systems. Dalam The Ear Comprehensive Otology.,
olivarius superior kontralateral dan sebagian kecil Edited by Canalis RF., Lambert PR., Lippincott
berjalan ke nucleus kompleks olivarius superior Williams & Wilkins., Philadelphia. 2000: 2: 17-66.
ipsilateral. Informasi dari kedua telinga pertama kali
akan berkonversigensi pada kompleks olivarius 10. Paparella MM., Adams GL., Levine SC., Disease
superior. Dari kompleks olivarius superior impuls akan of the Middle Ear and Mastoid., Dalam Boeis
berjalan ke kolikulus inferior. Sedikitnya ada 18 tipe sel Fundamental of Otolaryngology., 6 th edition. WB
utama dan 5 area khusus pada nukleus kolikulus Saunders Company. Philadelphia. 1989: 6: 88-118.
inferior, hal ini berhubungan dengan seluruh perilaku
pendengaran, meliputi sensitivitas yang berbeda untuk 11. Paparella MM., Adams GL., Levine SC., Disease
frekuensi, intensitas, kekerasan suara, dan pendengaran of the Middle Ear and Mastoid., Dalam Boeis
untuk kedua telinga. Kemudian impuls diteruskan ke Fundamental of Otolaryngology., 6 th edition. WB
korteks auditorius melalui medial geniculatum body. Saunders Company. Philadelphia. 1989: 6: 88-118.
Pada tingkat yang lebih tinggi sebagian neuron
memberikan respons terhadap impuls dari kedua sisi. 12. Hollinshead WH., The Ear., Dalam Anatomy for
Surgeons: Volume 1: The Head & Neck., A
DAFTAR PUSTAKA Hoeber-Harper International Edition. London.
1966: 166-228.
1. Nguyen Q, Viirre ES. Tinitus. Dalam:Weisman
MH, Harris JP. Head and Neck Manifestation of 13. Browning GG., Pathology of inflammatory
Systemic Disease. New York. Informa. 2007. conditions of the external and middle ear., Dalam
H.379-84 Scott-Brown’s Otolaryngology., 5 th edition., Edited
by Kerr AG., Butterworth & Co. London. 1987: 3:
2. Bull, P.D, P.D. Disease of The Ear, Nose and 53-87
Throat. Idaho. Blackwell Science. 2002. H.59-60
14. Austin DF., Anatomy and embryology., Dalam
Disease of the Nose, Throat, Ear, Head, and Neck.,
3. Schleuning, AJ. Martin, WH. Shi Y. Tinnitus. 13th edition., Lea & Febiger. Philadelphia. 1985:
Dalam: Bailey BJ, Johnson JT. Head and Neck 46: 877-923.
Surgery Otolaryngology Edisi ke-4. Philladelphia.
Lippincott. 2006. H.2237-45 15. Gray H., The Auditory and Vestibular Apparatus.,
Dalam Gray’s Anatomy., 37th edition . Edited by

31 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Williams PL., Warwick R., Dyson M., et all.
ELBS-TePress. London. 1992: 1219-43.

16. Proctor B., Chronic otitis media and mastoiditis.,


dalam Otolaryngology. 2nd edition. Volume II.,
edited by Paparella, Shrumrick., WB Saunders
company., Philadelphia., 1980: 18: 1455-89.

17. Wiet RJ., Harvey SA., Bauer GP., Management


of Complications of Chronic Otitis Media. Dalam
Otologic Surgery. 2nd Edition., Edited by
Brackmann DE., WB Saunders Company.
Philadelphia. 2001: 19: 197-215.

18. Lambert PR, Canalis RF. The ear comprehensive


otology. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins; 2000.

19. Mills JH, Weber PC. Anatomy and physiology of


hearing. Dalam: Bailey BJ, penyunting. Head and
neck surgery-otolaryngology. Edisi ke-3
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2001. h. 1621-40.

20. Austin DF. The ear. Dalam: Ballenger JJ,


penyunting. Diseases of the nose, throat, ear, head,
and neck. Edisi ke-13. Philadelphia: Lea and
Febinger. 1991. h. 877-1035.
21. Wright A. Anatomy and ultrasucture of the human
ear. Dalam: Kerr AG, penyunting. Scott-brown’s
otolaryngology basic science. Edisi ke-6. London:
Butterworth; 1997. h. 1-150.

22. Adam G, Boies LR, Paparella MR. Anatomy of


the ear. Dalam: Boies, penyunting. Fundamental of
otolaryngology. Edisi ke-5. Philadelphia: WB
Saunders Co; 1976. h. 228-64.

23. Durrant JD, Ferraro JA. Physiologic acoustics-


the auditory periphery. Dalam: Canalis RF,
Lambert PR, penyunting. The ear comprehensive
otology. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins; 2000. h. 89-112.

32 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
ANATOMI DAN FISIOLOGI ORGAN VESTIBULER
Setiap makula ditutupi oleh lapisan gelatinosa yang
dilekati oleh banyak kristal kalsium karbonat kecil-
Aparatus vestibuler merupakan organ yang dapat kecil yang disebut statokonia (atau otolit). Dalam ma-
dipakai untuk mendeteksi sensasi yang berhubungan kula juga didapati beribu-ribu sel rambut.1.3
dengan keseimbangan. Alat ini terdiri atas suatu sistem
tabung tulang dan ruangan-ruangan yang terletak dalam
bagian petrosus (bagian seperti batu, bagian keras) dan
tulang temporal yang disebut labirin tulang (bony
labyrinth) dan dalam labirin tulang ada tabung membran
dan ruangan yang disebut membran labirin, yang
merupakan bagian fungsional dari aparatus ini.1,2,3

Anatomi vestibuler3 Membran di dalam canalis semicircularis saculus


dan urticulus 3
Labirin membran, terutama terdiri atas duktus
koklearis, tiga kanalis semisirkularis, dan dua ruangan Sel rambut ini akan memprojeksikan silia ke dalam
besar yang dikenal sebagai utrikulus dan sakulus. lapisan gelatinosa tadi. Pangkal dan sisi-sisi sel-sel
Duktus koklearis merupakan area sensorik luas dari rambut bersinaps dengan akson-akson sensorik saraf
pendengaran dan sama sekali tak berhubungan dengan vestibuler. Bahkan dalam keadaan istirahat, sebagian
keseimbangan. Biarpun begitu, utrikulus, kanalis besar serat saraf di depan sel-sel rambut terus-menerus
semisirkularis dan mungkin sakulus, semuanya ini menjalarkan rangkaian impuls saraf, rata-rata berkisar
merupakan bagian integral (suatu kesatuan) dari 200 impuls per detiknya. Tertekuknya silia sel rambut
mekanisme keseimbangan. Makula merupakan organ ke salah satu sisinya akan menyebabkan penjalaran
sensorik utrikulus dan sakulus untuk mendeteksi impuls pada serat saraf meningkat secara nyata;
orientasi kepala sehubungan dengan gravitasi. Di sedangkan bila silia tertekuk ke sisi yang berlawanan
bagian permukaan dalam dari setiap utrikulus dan akan menurunkan penjalaran impuls, seringkali dapat
sakulus ada daerah sensorik kecil yang diameternya menghentikan penjalaran secara total. Oleh karena itu,
lebih sedikit dari dua mm dan disebut sebagai oleh karena ada perubahan orientasi kepala pada
makula.1.3 ruangan dan oleh karena beratnya otokonia (di mana
gravitasinya kurang lebih tiga kali gravitasi jaringan
Makula dari utrikulus terletak pada bidang horizontal sekitarnya) akan menekuk silia, maka sinyal-sinyal
permukaan inferior utrikulus dan memegang peran yang sesuai akan dijalarkan ke otak untuk mengatur
penting dalam menentukan orientasi yang normal dari keseimbangan.1.3.4
kepala sesuai dengan arah gaya gravitasi atau gaya
percepatan. Sebaliknya, makula yang dari sakulus
terletak dalam bidang vertikal dinding medial sakulus.
Dari beberapa penelitian diduga kerja makula dari
sakulus erat hubungannya dengan duktus koklearis yang
dipakai untuk mendeteksi tipe suara tertentu dan oleh
karena mungkin tak begitu berperan sebagai alat
keseimbangan. Biarpun begitu, mungkin tapi tak pasti
sakulus juga bekerja sebagai alat keseimbangan,
khususnya sewaktu kepala tak dalam posisi vertikal.1,3

33 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
kanalis horisontalis pada kedua sisi kepala kira-kira
terletak pada bidang yang sama.1.3.4,5

Pada ujung akhir setiap kanalis semisirkularis ada


pembesaran yang disebut ampula, dan kanalis ini terisi
dengan cairan kental yang disebut endolimfe. Adanya
aliran atau pengaliran cairan dalam kanalis akan
merangsang organ sensorik yang terdapat dalam
ampula. Dalam setiap ampula ada kuncung kecil (small
crest) yang disebut krista ampularis, dan pada puncak
krista ada massa gelatinosa seperti yang terdapat pada
utrikulus dan dikenal sebagai kupula.1

Sel rambut

Dalam setiap makula, bermacam-macam sel rambut


ditempatkan dalam arah yang berbeda-beda sehingga
beberapa di antaranya dapat terstimulasi sewaktu kepala
tertekuk ke depan, beberapa sewaktu kepala tertekuk ke
belakang, lainnya sewaktu kepala tertekuk ke salah
satu sisi, dan sebagainya. Karena itu, untuk setiap posisi
kepala dalam makula dapat timbul pola eksitasi yang
berbeda-beda. Pola inilah yang nantinya akan
memberitahukan pada otak perihal orientasi kepala.1.3.4

Cupula 5

Ke dalam kupula ada projeksi silia dari sel-sel rambut


yang terletak di sepanjang krista ampularis, dan
sebaliknya sel-sel rambut ini berhubungan dengan serat-
serat saraf sensorik yang berjalan ke nervus vestibularis.
Pembengkokan kupula ke salah satu sisi akan
menyebabkan timbulnya aliran cairan dalam kanalis,
merangsang sel-sel rambut, sedangkan pembengkokan
ke arah yang berlawanan akan menghambat sel-sel
rambut. Jadi, sinyal yang sesuai akan dikirimkan
melewati nervus vestibularis untuk memberitahukan
sistem saraf pusat tentang adanya gerakan cairan dalam
kanalis yang sesuai. 1

Arah Kepekaaan Sel-sel Rambut Kinosilium.


pada setiap sel rambut, baik dalam makula atau dalam
Posisi sel rambut 1 kupula, mempunyai kira-kira 50 silia kecil, yang
disebut sebagai stereosilia, serta ada satu silia yang
Kanalis Semisirkularis. Dalam setiap aparatus sangat besar yang disebut kinosilium. Kinosilium ini
vestibuler terdapat tiga buah kanalis semisirkularis, terletak pada salah satu sisi sel rambut, jadi selalu
yang dikenal sebagai kanalis semisirkularis anterior, terletak pada sisi yang sama dari sel yang sesuai dengan
posterior, dan horizontal, yang satu sama lain saling orientasinya pada krista ampularis. Keadaan ini
tegak lurus, sehingga ketiga kanalis ini terdapat dalam merupakan penyebab timbulnya sensitivitas langsung
tiga bidang. Bila kepala tunduk kira-kira 30 derajat ke sel-sel rambut itu: yaitu, perangsangan bila silia
depan, maka kedua kanalis semisirkularis horisontalis membengkok ke arah sisi kinosilium dan
akan terletak kira-kira pada bidang horisontal sesuai penghambatan bila ada pembengkokan ke sisi yang
dengan permukaan bumi. Maka kemudian kanalis berlawanan.1
anterior akan terletak pada bidang vertikal yang arah
proyeksinya akan ke depan dan 45 derajat keluar dan
kanalis posterior juga akan terletak pada bidang vertikal
tapi projeksinya ke belakang dan 45 derajat keluar.
Jadi, kanalis anterior pada setiap sisi kepala akan
terletak pada bidang yang sejajar dengan kanalis
posterior sisi kepala yang berlawanan, sedangkan kedua
34 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Hubungan saraf vestibuler4

Perhatikan secara khusus adanya hubungan yang sangat


erat antara aparatus vestibuler, nuklei vestibuler, dan
serebelum. Lintasan primer refleks-refleks
keseimbangan dimulai dalam saraf vestibuler dan
selanjutnya akan berjalan menuju ke nuklei vestibuler
dan serebe1um. Selanjutnya, bersama-sama dengan
penjalaran dua arah dari kedua impuls, sinyal-sinyal
juga dikirim ke nuklei retikuler batang otak maupun ke
Kepekaaan sel rambut-kinosilium dan aliran bawah melalui traktus vestibulospinal dan traktus
endolymph5 retikulospinal menuju ke medula spinalis. Sebaliknya,
sinyal-sinyal ke medula dipakai untuk mengatur
fasilitasi dan inhibisi otot-otot antigravitasi yang saling
mengatur satu sama lain, jadi secara otomatis mengatur
keseimbangan.1,3.4

Tampaknya lobus flokulonoduler khusus berhubungan


dengan fungsi keseimbangan dari kanalis
semisirkularis sebab bila ada kerusakan lobus ini
maka gejala-gejala klinik yang timbul hampir sama
dengan gejala-gejala akibat kerusakan kanalis
semisirkularis sendiri. yaitu, bila ada cedera berat
pada salah satu struktur ini maka keseimbangan akan
hilang selama ada perubahan arah gerak yang cepat,
namun pada keadaan statik gangguan keseimbangan ini
tak begitu serius, seperti yang akan dibicarakan dalam
Kinocilium dan stereocilia 1 bagian bab ini selanjutnya. Juga ada anggapan bahwa
bagian uvula serebelum juga mempunyai peran yang
Hubungan Neuronal antara Aparatus Vestibuler sama pentingnya dalam keseimbangan statik. 1,3.4
dengan Sistem Saraf Pusat. Sebagian besar serat-
serat saraf vestibuler ini berakhir di dalam nuklei Sinyal-sinyal dari nuklei vestibuler dan serebelum
vestibuler, yang terletak dekat dengan tempat gabungan melalui fasikulus longitudinalis medial akan dijalarkan
antara medula dan pons, namun beberapa serat saraf ini ke atas menuju ke batang otak dan akan menyebabkan
lewat tanpa bersinaps ke nuklei fastigial, uvula, dan perbaikan dari gerakan mata setiap kali kepala berputar,
lobus flokulonoduler serebeli. Serat-serat yang berakhir agar mata tetap terfiksasi pada suatu objek penglihatan
di nuklei vestibuler akan bersinaps dengan neuron yang spesifik. Sinyal-sinyal juga akan dijalarkan ke
urutan kedua yang juga akan mengirimkan serat-serat atas (baik melalui traktus yang sama atau melalui
menuju ke area serebelum maupun ke korteks bagian traktus retikularis) menuju ke korteks serebri, mungkin
lain dari serebelum, ke dalam traktus vestibulospinal, akan berakhir di pusat korteks primer untuk
ke dalam fasikulus longitudinalis medialis, dan keseimbangan, yang terletak di bagian dalam fisura
bagian-bagian lain batang otak, khususnya formasio Sylvian lobus parietalis, yakni di sisi lain fisura dari
retikularis.1,3 area auditorik girus temporalis superior. Sinyal-sinyal
iru akan mengabarkan tentang keadaan jiwa akibat dari
keadaan keseimbangan tubuh.1,3.4

Nuklei vestibuler pada kedua sisi batang otak terbagi


dalam empat bagian yang terpisah. Yakni:
(1 dan 2) Nuklei vestibuler medial dan nuklei vestibular
superior yang terutama menerima sinyal-sinyal dari
kanalis semisirkularis dan nuklei-nuklei ini sebaliknya

35 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
akan mengirimkan banyak sekali sinyal saraf ke Deteksi Percepatan Linear oleh Makula. Bila tubuh
jasikrdus longitudinalis medial guna menimbulkan ge- tiba-tiba didorong dengan kasar ke depan-yakni,
rakan koreksi dari mata seperti halnya sinyal-sinyal sewaktu tubuh mengalami percepatan-maka
yang melalui traktus vestibulospinal medial guna statokonia, yang mempunyai kelembaman (inersia)
menimbulkan gerakan yang sesuai dari leher dan yang lebih besar dari cairan sekelilingnya, akan jatuh
kepala. ke belakang yakni ke silia sel-sel rambut, dan informasi
(3) Nukleus vestibuler lateral yang menerima mengenai ketidakseimbangan akan dikabarkan ke
persarafan terutama dari utrikulus dan mungkin dari pusat-pusat saraf, sehingga orang akan merasakan
sakulus, dan nuklei ini sebaliknya akan mengeluarkan sepertinya ia akan jatuh ke belakang. Keadaan ini akan
sinyal yang melalui traktus vestibulospinal lateral menyebabkan orang secara automatis menyondongkan
menuju ke medula spinalis guna mengatur gerakan badannya ke arah depan sampai pergeseran ke anterior
tubuh. dari statokonia akibat gerakan condong tadi sama dengan
(4) Nukleus vestibuler inferior yang menetima sinyal- kecenderungan statokonia untuk jatuh ke belakang. Pada
sinyal dari kanalis semisirkularis dan utrikulus dan titik ini, sistem saraf akan dapat mendeteksi keadaan
sebaliknya nuklei ini akan mengirimkan sinyal menuju sebenarnya dari keseimbangan sehingga gerakan
ke serebelum dan formasio retikularis batang otak. condong ke depan dari tubuh tak akan berlanjut. Jadi,
makula bertugas untuk menjaga agar keadaan
. keseimbangan selama ada penambahan kecepatan
secara linear dengan pola yang tepat sama seperti
sewaktu makula bekerja pada keseimbangan statik. 1,3.

Makula tak bekerja untuk mendeteksi kecepatan linear.


Bila seorang pelari mau mulai lari, pelari harus
mencondongkan diri jauh ke depan dulu agar tak sampai
jatuh ke belakang oleh karena mengalami percepatan,
namun begitu ia dapat mencapai kecepatan lari yang
maksimum, bila pelari lari dalam ruang yang hampa,
pelari itu tak usah lagi menyondongkan badannya
terlalu ke depan. Bila pelari lari dalam udara (ruang ada
Nuklei Vestibuler 3 udaranya), pelari akan menyondongkan dirinya ke
depan untuk menjaga agar keseimbangannya tetap dan
kcadaan ini tercapai hanya oleh karena adanya tahanan
udara terhadap badan pelari, dan pada contoh ini, bukan
makula yang menyebabkan condongnya badan ke depan
Fungsi Utrikulus dan Sakulus dalam Keseimbangan tapi tekanan udara yang bekerja pada reseptor tekanan
Statik3,4 yang terdapat pada kulit, yang akan memulai
terjadinya penyetelan keseimbangan yang sesuai
Kiranya penting diingatkan bahwa bermacam- agar tak sampai jatuh.1,3.4
macam sel rambut ditempatkan dengan bermacam-
macam arah dalam makula dari utrikulus dan sakulus
sehingga pada berbagai posisi kepala yang terangsang
juga bermacam-macam sel rambut. Pola perangsangan
bermacam-macam sel rambut akan mengabarkan pada
sistem saraf tentang posisi kepala sehubungan dengan
daya tarik dari gravitasi. Sebaliknya, sistem motorik
vestibuler, sistem motorik serebelar dan sistem motorik
retikuler secara refleks akan merangsang otot-otot yang
menjaga keseimbangan yang tepat. Makula di dalam
utrikulus berfungsi secara ekstrem efektif dalam
menjaga keseimbangan sewaktu kepala pada posisi
hampir vertikal. Memang, seseorang akan dapat
menentukan ketidakseimbangan sebesar setengah
derajat bila kepala dimiringkan dari posisi tegak.
Sebaliknya, bila kepala semakin miring dari posisi
tegaknya, maka penentuan orientasi kepala oleh indera
vestibuler akan semakin berkurang. Jadi jelasnya,
sensitivitas yang ekstrem dari posisi tegak mempunyai
peran yang penting untuk menjaga keseimbangan statik
dalam bidang vertikal yang tepat, yang merupakan
fungsi utama aparatus vestibuler.1,3.4

36 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Respons sel rambut terhadap perputaran4

Deteksi Percepatan Linear oleh Makula 5


DAFTAR PUSTAKA
Fungsi Kanalis Semisirkularis
Bila kepala tiba-tiba mulai berputar kearah setiap arah 1. Wright CG, Schwade ND. Anatomy and
(ini disebut sebagai percepatan angular/bersiku-siku), physiology of the vestibular system. Dalam:
maka endolimfe yang terdapat dalam kanalis Roeser RJ, penyunting Audiology diagnosis.
semisirkularis membranosa, oleh karena adanya inersia, New York: Thieme; 2000. h. 73-84.
cenderung untuk menetap, sedangkan kanalis semi-
sirkularis akan berbelok/berputar. Keadaan ini akan 2. Desmon Alan, Au.D.Vestibular Function
menimbulkan aliran cairan kanalis relatif dengan arah Evaluation and Treatment. New York, Thieme
yang berlawanan dengan arah perputaran kepala.1,3.4 2004, h 85-110.
Penyebab timbulnya adaptasi pada reseptor yang timbul
sewaktu diputar selama satu detik atau lebih adalah 3. Barin K, Duran JD. Applied physiology of
adanya gesekan di dalam kanalis semisirkularis yang the vestibular system. Dalam: Lambert PR,
akan menyebabkan endolimfe berputar dengan penyunting: The ear comprehensive otology.
kecepatan yang sama cepatnya dengan kecepatan Philadelphia: Lippincott-Williams & Wilkins;
kanalis semisirkularis itu sendiri, dan selanjutnya 2000. h. 113-39.
selama 15 sampai 20 detik berikutnya kupula secara
perlahan kembali ke posisi istirahat, yakni di bagian 4. Lysakowski A, McCrea RA, Tomlinson RD.
tengah ampula sebab sifat rekoil elastiknya. Bila Anatomy of vestibular end organs and neural
putaran dengan tiba-tiba dihentikan, maka jelas akan pathways. Dalam: Cummings CW, penyunting
timbul akibat yang sebaliknya: cairan endolimfe tetap Otolaryngology-head and neck surgery. Edisi
terus bergerak sedangkan kanalis semisirkularisnya ke-2. St. Loius: Mosby; 1993. h. 2525-47.
berhenti. Pada saat ini, kupulanya akan berbelok
ke arah yang berlawanan, sehingga sel-sel rambut tak 5. Hamid M. Dizziness, vertigo, and imbalance.
akan mengeluarkan rabas samasekali. Sesudah Available from:
beberapa detik kemudian, cairan endolimfe akan berhenti http://www/emedicinespecialties/neurology/n
bergerak dan dalam waktu kira-kira 20 detik kupula euro-otology.
secara bertahap akan kembali ke posisi istirahat, jadi
pengeluaran rabas dari sel-sel rambut akan kembali ke
nilai normal yang tonik.1,3.4

Jadi bila kepala mulai berputar, kanalis semisirkularis


akan menjalarkan sinyal-sinyal positif dan bila kepala
berhenti berputar ,maka kanalis semisirkularis akan
menjalarkan sinyal-sinyal negatif. Selanjutnya paling
sedikitnya ada beberapa sel rambut yang selalu
mengeluarkan respon terhadap perputaran yang terjadi
dalam setiap bidang-bidang horizontal, sagital atau
koronal. 1,3.4

37 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK
telinga tengah juga terjadi pada daerah mastoid.3 Otitis

Otitis Media Supuratif Kronik

Otitis media supuratif kronis terbagi atas 2 bagian,


berdasarkan ada tidaknya kolesteatom:10-11

1. OMSK Benigna
Proses peradangan OMSK benigna terbatas pada
mukosa saja, tidak mengenai tulang. Perforasi
terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe benigna
jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya.
media supuratif kronik juga disertai dengan terjadiny
Pada OMSK tipe benigna tidak terdapat kolesteatom

Gambaran Klinik OMSK Maligna10

proses infeksi kronis dan pengeluaran cairan (Otorrhea)


melalui perforasi membran timpani yang disertai
dengan adanya keterlibatan dari mukosa telinga tengah
dan rongga pneumatisasi pada daerah tulang temporal.3

Komplikasi Otitis media kronik adalah penyebaran


infeksi diluar daerah rongga pneumatisasi dari tulang
temporal dan mukosanya.3

Etiologi Otitis Media Supuratif Kronik


Gambaran Klinik OMSK Benigna11 Meskipun sumber penyakit dari OMSK ini masih
menjadi perdebatan, tetapi sebagian besar ahli percaya
2. OMSK Maligna bahwa penyakit ini timbul karena proses efusi pada
OMSK disertai kolesteatom, perforasi biasanya
telinga tengah yang telah berlangsung lama, baik efusi
terletak di marginal atau atik. Sebagian besar
yang bersifat purulen, serous, maupun mukoid. Dasar
komplikasi yang berbahaya dapat timbul pada tipe
dari hipotesis ini adalah penelitian Jhon dkk, pada 2
ini.
dekade silam, yang melakukan penelitian pada serologi
Definisi Otitis Media Supuratif Kronik pada contoh tulang temporal pasien dan digabungkan
dengan berbagai disiplin ilmu, didapatkan bahwa proses
Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah proses inflamasi yang terjadi pada telinga tengah dalam jangka
peradangan akibat infeksi mukoperiosteum rongga waktu yang lama akan menyebabkan terjadinya
telinga tengah yang ditandai oleh perforasi membran produksi cairan efusi dari telinga tengah yang menetap
timpani, keluar sekret yang terus-menerus atau hilang sehingga terjadi perubahan mukosa yang menetap. 2,6,7
timbul, dan dapat menyebabkan perubahan patologik
yang permanen.1 Proctor (1980) memberikan batas
waktu 6 minggu untuk terjadinya awal proses kronis
pada OMSK, sedangkan Paparella (1983) mengatakan
bahwa kronisitas cenderung berdasarkan atas kelainan
patologis yang telah terjadi, dan pada umumnya
peradangan setelah peradangan berlangsung 12
minggu.3

Di kepustakaan lain disebutkan bahwa pada otitis


media kronik selain terjadinya proses peradangan pada

38 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
golongan anaerob adalah Bacteroides, terutama dari
golongan B. melaninogenicus dan B. fragilis (grup basil
gram negative). Bakteri aerob gram positif grup kokus
adalah peptostreptococcus. Dari golongan jamur,
terkadang juga didapatkan pada sekret biakan OMK.

Tingkat insidensi (golongan aerob dan anaerob) dari


bakteri yang memproduksi β-laktamase sekitar 70%.7,14

Patologi Otitis Media Supuratif Kronik

Perubahan tulang temporal pada OMSK pada


telinga dengan atau tanpa perforasi membran timpani
Peradangan pada Telinga Tengah12 adalah sama. Selama fase aktif, mukosa telinga tengah
memperlihatkan proses infiltrasi yang ektensif dari sel-
sel akut maupun kronis. Sel-sel limfosit dan plasma
paling menonjol dalm fase ini, dan terkadang juga
Dari bukti penelitian lain didapatkan bukti bahwa, ditemukan infeksi bakteri intraepithelial. Proses infeksi
pada cairan otitis media kronik terdapat enzim yang akan mengakibatkan terjadinya proses udema yang
kronis pada mukosa yang pada akhirnya akan
dapat mengubah mukosa pada telinga tengah, termasuk
menyebabkan terjadinya perubahan mukosa tersebut
didalamnya enzim tersebut dapat mengakibatkan menjadi polipoid, yang mana hal ini ditandai dengan
terjadinya perubahan pada permukaan lateral dan adanya pembentukan mukosa kapiler baru yang rapuh
tengah membran timpani sehingga akan mengakibatkan yang diikuti dengan terbentuknya jaringan granulasi.7,14
terjadinya kelemahan pada membran timapani dan Gambaran histopatologi jaringan granulasi pada
akhirnya akan menyebabkan terjadinya kolaps dan telinga tengah dapat dilihat pada gambar berikut
Dari penelitian Sade didapatkan bahwa pada
perforasi kronis membran timpani. 2,6,7
penyakit yang dengan proses peradangan kronis pada
Perubahan struktur pada mukosa telinga tengah juga telinga tengah ditandai dengan adanya yang epitel
dapat diakibatkan oleh akibat langsung dari infeksi sekretori yang banyak, perubahan ini bersifat
bakteri patogen ke telinga tengah dan mastoid yang irreversible dan menyebar keseluruh permukaan
mengakibatkan terjadinya proses infeksi dan mukosa dan bertanggung jawab terhadap keluarnya
peradangan kronis pada telinga tengah dan mastoid. cairan sekret yang bersifat mukoid dan mukopurulen.
Perubahan mukosa tersebut akan mengakibatkan Dalam hal ini juga ditandai dengan adanya kerusakan
terjadinya udema dan degenerasi polipoid pada mukosa pada mukosa yang ditandai dengan adanya proses
telinga tengah, yang akan mengakibatkan terjadinya ulserasi yang jika berlangsung lama dapat
obliterasi sebagian atau total dari antrum mastoid mengakibatkan tereksposnya lapisan kapsul tulang. Dan
(aditus block), sehingga drainase dari sel mastoid akan hal ini dapat mengakibatkan terjadinya osteitis kronis
terganggu dan mengakibatkan terjadinya proses dan periosteitis.7,14
peradangan pada mastoid yang lama kelamaan akan
mengakibatkan terjadinya perubahan dari sel-sel udara Membran timpani juga dapat mengalami perubahan
pada rongga mastoid tersebut secara persisten. 6,13 yang beragam, yang pada akhirnya akan mengakibatkan
terjadinya perubahan proses perforasi kronis dan
kehilangan lapisan kolagen yang difus.

Bakteriologi Otitis Media Supuratif Kronik Perubahan erosi pada tulang pendengaran sering
terjadi pada pasien yang disebabkan oleh proses infeksi
Jenis bakteri yang aktif pada penyakit OMSK kronis dan kemudian diikuti dengan proses nekrosis
berbeda dengan pada OMA, sebagian besar penelitian pada tulang tersebut yang kemudian diikuti dengan
memperlihatkan bakteri Pseudomonas aeruginosa, trombosis vaskular. Hal ini biasanya berpengaruh
dengan tingkat prevalensi 40%-65%, kemudian terhadap prosessus lentikularis yang ada pada daerah
Staphylococcus aerius, dengan tingkat prevalensi 10% - inkus dan kepala stapes, dimana daerah tersebut akan
20%. Sedangkan bakteri lain dari golongan aerob adalah digantikan oleh jaringan fibrous. Tulang yang
Escherichia colli, proteus dan S. epidermidis. Bakteri mengalami proses periostitis dan osteotis akan diikuti
39 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
dengan perubahan osteoklas, dekalsifikasi dan Karakter dari otorrhea sendiri harus diperhatikan.
kehilangan matriks tulang. Perubahan tersebut terutama Cairan otorrhea mukoid yang tidak berbau merupakan
terjadi pada daerah mastoid yang ditandai dengan proses indikasi adanya suatu penyakit pada mukosa telinga
destruksi dan perbaikan, tetapi yang paling menonjol tengah dan gangguan fungsi tuba eustachius. Cairan
adalah proses perusakan tulang tersebut yang pada otorrhea yang purulen menandakan adanya suatu proses
akhirnya ditandai terbentuknya proses sklerotik pada infeksi, biasanya lapisan mukosa yang terinfeksi oleh
tulang tersebut.6,7,13 bakteri yang opurtunistik dan bisa mengalami
penyembuhan dengan baik dengan menggunakan
Ossifikasi pada daerah labirin (labyrinthitis antibiotika lokal maupun sistemik yang tepat. Jika tidak
ossificans) merupakan proses yang jarang terjadi, memberikan respon yang baik, kemungkinan telah
dimana hal ini terbentuknya proses pembentukan terjadi resistensi bakteri,
formasi tulang didaerah membranaseus labirin dan hal
ini dapat mengakibatkan gangguan pendengaran. Proses perubahan jaringan mukosa yang irreversible, ataupun
ossifikasi Labirintitis biasanya sebagai akibat dari kolesteatom. Sedangkan jika cairan otorrhea purulen
proses supuratif meningitis. Bakteri masuk ke telinga yang berbau menandakan adanya suatu nekrosis
dalam melalui kanalis auditorius internus dan jaringan yang biasanya berhubungan dengan suatu
akuaduktus kokhlea, sehingga mengakibatkan destruksi kolesteatoma ataupun keganasan (seperti karsinoma sel
daerah membranasesus yang luas. Proses ossifikasi ini skuamosa maupun glomus tumor).7,8,14,17
terjadi pada minggu ke 2 dan 3 setelah proses akut
purulen. 6,7,13 - Mikroskop operasi, sangat direkomendasikan
untuk pemeriksaan manipulasi yang atraumatik dan
membutuhkan ketepatan yang tinggi.

Gejala Otitis Media Supuratif Kronik - Riwayat penyakit infeksi saluran nafas atas yang
berulang.7
Gejala yang paling utama adalah otorrhea yang
sangat bau dan penurunan pendengaran. Sedangkan Pemeriksaan Penunjang Otitis Media Supuratif
gejala berupa otalgia jarang ditemukan, kecuali pada Kronik
eksaserbasi akut. Otalgia yang menetap, khususnya
yang sering berhubungan dengan sakit kepala biasanya
Pemeriksaan audiologi
telah terjadi proses penyebaran penyakit ke susunan
saraf pusat. Vertigo, jarang dijumpai. Jika keluhan ini Pada pemeriksaan audiometri akan dijumpai hasil
muncul, maka dicurigai kemungkinan keterlibatan berupa tuli konduktif atau campur, dimana derajat
labirintitis atau fistula labirin, vertigo muncul terutama gangguannya tergantung kepada berat ringannya
pada saat kita akan melakukan pembersihan sekret, OMSK tersebut. Pemeriksaanya dengan melakukan tes
aspirasi sekret. Sedangkan nistagmus yang spontan garputala, audiometri nada murni, speech reception test
yang muncul pada saat tersebut juga dicurigai (SRT), Word Diskrimination Score (WDS). Terjadinya
kemungkinan telah terjadi fistula labirin.7,8,14 tuli saraf menandakan adanya proses penyakit tersebut
sudah dalam tahap lanjut.
Pemeriksaan Fisik Otitis Media Supuratif
Kronik7,8,14 Pemeriksaan dengan menggunakan timpanometri
bisa digunakan untuk menilai keadaan membran
- Pemeriksaan kanalis akustikus eksternus akan
timpani, tulang pendengaran, dan memberikan
dijumpai suatu proses peradangan, dan terkadang
informasi tentang keadaan telinga tengah. Pemeriksaan
krusta.
ini dapat dilakukan jika membran timpani dalam
- Otoskopi, akan dijumpai otorrhea yang berbau, keadaan utuh atau sklerotik.7,17
membran timpani yang perforasi, jaringan granulasi,
polip, ataupun kolesteatom.
Evaluasi vestibular
Otoskop pneumatik diperlukan untuk evaluasi dari
membran timpani dan malleus dan untuk Pemeriksaan fungsi vestibular bukan merupakan
menyingkirkan kemungkinan terjadinya otitis media pemeriksaan rutin pada sebagian besar pasien OMSK.
serosa. Pemeriksaan ini dilakukan jika ada gejala vertigo,

40 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
meliputi tes rotasi sinusoidal, nistagmus spontan dan bahwa pada posisi ini, kita dapat melakukan
posisional, dan fistula tes, baik dalam keadaan mata penilaian terbaik untuk keadaan udara pada telinga
terbuka maupun mata tertutup.7,17 tengah, dengan menilai tranlusenya dan tulang-
tulang pendengaran, terutama malleus dan inkus.
Disamping itu, kita dapat pula menilai kokhlea.
1.e. Town’s view

Dilakukan jika keadaan memang sangat


Pemeriksaan Radiologi 7,17 membutuhkan pemeriksaan ini, hal ini disebabkan
adanya efek radiasi yang besar pada daerah mata.
Pemeriksaan radiologi dibutuhkan jika terdapat Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui
otorrhea yang berlebihan, dan terjadinya kemungkinan keadaan meatus akustikus internus, labirin dan
komplikasi, seperti disfungsi saraf, gangguan labirin telinga tengah.
dan susunan saraf pusat.

1. Rontgen

Beberapa jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk


menunjang diagnosis dan prognosis penyakit tersebut
adalah :

1.a.Lateral view

Pemeriksaan dari lateral untuk melihat atik


(resessus epitimpanum), antrum, pneumatisasi
dari rongga mastoid, hubungan sinus sigmoid
terhadap tegmen timpani, dan massa tulang yang Towne’s view 7
mengelilingi daerah labirin. Foto ini terkadang
mengalami kendala superimposisi dengan telinga
sisi yang sebelahnya, untuk mengatasi hal ini,
dilakukan modifikasi dengan membentuk sudut 2. Computerized Tomography Scan (CT Scan)
pemeriksaan (menempatkan alatnya) dalam posisi
CT Scan terutama digunakan untuk menilai sejauh
15° terhadap garis horizontal.
mana proses perluasan dari penyakit tersebut dan
1.b. Stenver’s view pengaruhnya terhadap jaringan sekitarnya. Pada
keadaan untuk menilai komplikasi OMSK ke daerah
Dari pemeriksaan ini kita berharap dapat intrakranial, seperti abses otak, pemeriksaan ini
mengetahui keadaan tulang petrosus, meatus mempunyai nilai yang sangat penting. CT Scan dapat
akustikus internus, kanalis semisirkularis lateral menilai keadaan tulang – tulang petromastoid dengan
dan superior, kavum timpani, antrum mastoid, dan baik dan jika terdapat kecurigaan terdapat massa dapat
prosessus mastoid.
digunakan kontras, untuk membedakan massa dengan
1. c. Schuller view
jaringan sekitarnya. Sebaiknya digunakan CT Scan
Dilakukan untuk melihat keadaan dari tegmen yang mempunyai nilai resolusi yang tinggi (potongan 1
mastoid, sinus sigmoid, ukuran mastoid secara mm, baik aksial maupun koronal).
keseluruhan, visualisasi atik (epitimpanum).
Komplikasi intrakranial dari OMSK (terutama
1.d. Submentovertical view abses) dapat dinilai dengan adanya daerah terlokalisasi
dengan penguatan yang rendah dan setelah dilakukan
Mempunyai peranan yang penting pada pemasukan kontras, akan memperlihatkan adanya
pemeriksaan telinga, sehingga ada istilah bahwa daerah dengan penguatan yang tinggi mengelilingi
tidak lengkap melakukan pemeriksaan radiologi daerah yang penguatanya rendah (hipodens) tersebut.
telinga tanpa melakukan pemeriksaan pada posisi
Jika lesi pada otak cukup besar, maka akan didapatkan
ini. Ini merupakan posisi klasik. Dari pemeriksaan
ini kita mendapatkan gambaran tentang Telinga adanya penekanan pada daerah ventrikel, dan dalam hal
tengah, meatus akustikus internus-eksternus dan ini pemeriksaan serial CT Scan dibutuhkan untuk
bagian tulang dari tuba eustachius. Dikatakan menilai perkembangan dari lesi tersebut dan

41 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
memberikan peringatan sedini mungkin terhadap
kemungkinan terjadinya ruptur lesi kedalam ventrikel
tersebut, disamping itu pemeriksaan serial ini berguna Terjadinya kantung retraksi ini (bisa pada pars
untuk menilai keadaan setelah operasi, baik penilaian flaccida atau pars tensa) dapat mempresipitasi
terhadap rongga telinga tengah-mastoid maupun lesi terjadinya kolesteatom.
didaerah otaknya.

Tynpanosclerosis7,8
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Otitis media dapat juga menyebabkan
Pemeriksaan ini pada daerah telinga kurang begitu tympanosklerosis, dimana hyalin aselular dan deposit
memegang peranan yang penting, kepentinganya hanya calcium terakumulasi di membran timpani.
pada beberapa kasus tertentu. Pada pemeriksaan ini Tympanosklerosis plak di membran timpani tampak
daerah tulang petromastoid dan udara pada daerah sebagai gambaran semisirkular atau horseshoe shaped
kavum timpani dan mastoid akan memperlihatkan plak berwarna putih. Patogenesis terjadinya
adanya daerah hitam. Hanya jaringan lunak pada daerah tympanosklerosis dapat dilihat pada diagram berikut
yang berada dalam tulang petrosus temporal yang dapat
dengan jelas ditampilkan dan salah satu keuntungan
lainya adalah dengan pemeriksaan ini dapat
diperlihatkan saraf kranialis yang melalui dasar
tengkorak dengan jelas dan beberapa saat terakhir juga
sedang dikembangkan untuk melihat permukaan dari
kokhlea dan sebagai pemeriksaan penunjang yang
mempunyai peranan cukup penting pada pasien dengan
neuroma akustik.

KOMPLIKASI OTITIS MEDIA

Secara umum otitis media baik yang akut maupun


kronis dapat menyebabkan komplikasi. Komplikasi
yang infeksius maupun yang noninfeksius
menunjukkan angka morbiditas yang nyata. Komplikasi
Tympanosklerosis 16
yang infeksius termasuk akut dan kronik mastoiditis,
petrositis dan infeksi intrakranial. Sedangkan
komplikasi yang tidak infeksius termasuk di dalamnya
perforasi akut atau kronik membran timpani, atelektasis
telinga tengah, dan tympanosklerosis.7,8 Connective tissue degeneration
Komplikasi non infeksius yang mungkin terjadi
Various pathogenic factors
pada otitis media adalah : (such as inflamation, autoimunity, trauma

Fibrocyte degeneration
1. Perforasi membran timpani Fibrolysis

2. Atelektasis telinga tengah7,8 Hyalinization Extracellular matrix vesicles with Ca-PO4


Sade dan Berco menjelaskan 4 tahap terjadinya
Change in pH Supersaturation
retraksi membran timpani.(Gambar 25 )
Ca-phosphate precipitates Ca phosphate precipitates

Tahap I : retraksi membran timpani Dystrophic calcification Matrix vesicle calcification

Tahap II : retraksi sampai kontak dengan inkus Calcified tympanosclerotic plaques

Tahap III : atelektasis telinga tengah Skema Terjadinya Timpanosklerosis7


Tahap IV : adhesive otitis media

Komplikasi lain yang infeksius dapat terlihat pada


skema berikut, baik pada otitis
Tahapan Retraksi Membran Timpani 7
42 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
media akut maupun kronis . c. Pada proses operasi ditemukan lapisan tulang
yang rusak diantara fokus supurasi dengan
Pembahasan komplikasi pada bab V berikut ini akan jaringan sekitarnya.
terbagi menjadi komplikasi intratemporal dan 2. Penyebaran melalui darah yang terinfeksi melalui
intrakranial. vena melewati tulang dan dura ke sinus venosus –
petrosus lateral dan superior – struktur intrakranial.
Ternyata tulang yang intak memungkinkan
terjadinya tromboflebitis di dalam sistem vascular
Havers. Penyebaran tromboflebitis dari sinus
Otitis media akut Otitis media kronis lateralis ke serebelum dan dari sinus petrosus
superior ke lobus temporalis menjelaskan
Fasial paralisis Mastoiditis/petrositis Serous labirintitis
Meningitis
akut komplikasi yang sering terjadi.
Mastoiditis/petrositis Labirintitis kronik
Abses subdural kronis
Secara umum penyebaran dengan cara ini terjadi
Subperiosteal abses Supuratif labirintitis dalam waktu 10 hari setelah masa infeksi pertama.
3. Melalui jalur anatomi yang normal - oval window
Ekstradural abses
atau round window ke meatus
Sigmoid sinus tromboflebitis Auditori internus, koklea dan aquaduktus vestibular,
Otitic hydrocephalus
dehiscence dari tulang tipis pada bulbus jugularis,
Abses otak dehiscence garis sutur pada tulang temporal

Komplikasi dari Otitis Media7 Dapat diketahui bila:

a. Komplikasi terjadi pada awal dari penyakit


b. Serangan labirintis atau meningitis berulang
c. Pada saat operasi ditemukan penjalaran melalui
KOMPLIKASI INTRATEMPORAL &
tulang yang bukan disebabkan oleh proses
INTRAKRANIAL PADA OTITIS MEDIA erosi.9,11,18
4. Melalui defek tulang yang non anatomis, yang
disebabkan trauma, operasi, atau erosi karena
keganasan.
Suatu otitis media terutama OMSK akan 5. Melalui defek karena pembedahan, misalnya
mempunyai potensi untuk menjadi serius karena fenestrasi ke semisirkular kanal lateral pada operasi
sejumlah komplikasinya yang dapat mengancam stapedektomi.
kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. 6. Ke dalam jaringan otak sepanjang ruang
Komplikasi tersebut timbul jika pasien tidak mendapat periarteriolar Virchow-Robin. Penyebaran ini tidak
penanganan yang tepat terhadap penyakitnya dan mempengaruhi arteri di kortikal, sehingga
menjelaskan pembentukan abses hanya di white area
adanya keterlambatan dalam penanganannya.
tanpa terlihat infeksi di permukaan otak
Komplikasi dari otitis media dengan atau tanpa
kolesteatom dapat terjadi apabila pertahanan telinga
tengah yang normal terlewati, sehingga memungkinkan Diagram yang menggambarkan rute penyebaran
untuk penjalaran infeksi ke struktur sekitarnya.6,7-9,13 infeksi dari telinga tengah, dapat dilihat pada gambar
berikut.
Cara Penyebaran Infeksi

Ada beberapa jalan yang dapat menyebabkan terjadinya


proses penyebaran infeksi tersebut, diantaranya:13

1. Ekstensi melalui tulang yang telah mengalami


demineralisasi selama infeksi akut atau karena
terjadi resorpsi oleh kolestetatom atau osteitis pada
penyakit kronis yang destruktif
Dapat diketahui bila:

a. Komplikasi terjadi beberapa minggu atau lebih


setelah awal penyakit.
b. Gejala infeksi lokal mendahului gejala infeksi
sistemik
43 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Rute Penyebaran Infeksi dari Telinga Tengah13 a. Abses epidural
b. Trombosis sinus lateralis
Selain dari beberapa faktor diatas, ada faktor lain c. Otitic hydrocephalus
yang dapat menimbulkan terjadinya komplikasi dari d. Meningitis
penyakit tersebut, Nelly menggolongkannya dalam 5 e. Abses otak
f. Abses subdural
kategori :

1. Bakteriologi
3. Ekstratemporal dan kranial
2. Terapi antibiotika
3. Resistensi tubuh penderita
Diantaranya :
4. Pertahanan anatomi
5. Drainase
Dua faktor pertama berhubungan dengan a. Abses Bezold
b. Abses subperiosteal
mikrobiologi, dan tiga faktor terakhir berhubungan
dengan tubuh pasien.13
Sedangkan Adams, dkk mengemukakan klasifikasi
Dari data yang diperoleh, terdapat kecenderungan sebagai berikut:10
untuk timbulnya komplikasi dari pasien OMSK adalah A. Komplikasi di telinga tengah :
sekitar 76%, dan sebagian besar berhubungan dengan 1. Perforasi persisten
kolesteatom. Dimana kolesteatom ini sulit untuk 2. Erosi tulang pendengaran
diketahui sejak dini dan penanganan juga sulit, 3. Paralisis saraf fasialis
B. Komplikasi di telinga dalam :
sedangkan jika mengalami keterlambatan dalam
1. Fistel labirin
penanganan atau ketidaktepatan dalam penanganan, 2. Labirintitis supuratif
maka dapat mengakibatkan komplikasi yang cepat dan 3. Tuli saraf (sensorineural)
serius.6-9,13 C. Komplikasi di ekstradural :
1. Abses ekstradural
Seiring dengan berkembangnya penyakit yang 2. Trombosis sinus lateralis
menurunkan daya tahan dan kekebalan tubuh yaitu HIV 3. Petrositis
dan AIDS pada abad terakhir ini, sebaiknya perlu D. Komplikasi ke susunan saraf pusat :
dilakukan penelitian lebih mendalam pengaruhnya 1. Meningitis
2. Abses otak
kelainan ini terhadap OMSK. Karena sampai saat ini 3. Hidrosefalus otitis
belum pernah dilakukan penelitian keduanya.6-9,13

Paparella dan Shumrick (1980) membaginya dalam:10


A. Komplikasi otologik :
Klasifikasi Komplikasi OMSK 1. Mastoiditis koalesen
2. Petrositis
Nelly, membagi komplikasi OMSK berdasarkan 3. Paresis fasial
anatominya dapat dibagi menjadi 3:13 4. Labirintitis
B. Komplikasi intrakranial :
1. Intratemporal 1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
Diantaranya : 3. Abses subdural
4. Meningitis
a. Mastoiditis 5. Abses otak
b. Labirintitis 6. Hidrosefalus otitis
c. Sensorineural Hearing Loss
d. Petrositis Shambaugh (1980) membaginya atas komplikasi
e. Paralisis fasialis meningeal dan nonmeningeal :
f. Kolesteatoma A. Komplikasi meningeal :
g. Fistula labirinti 1. Abses ekstradural dan abses perisinus
2. Meningitis
3. Tromboflebitis sinus lateral
2. Intrakranial 4. Hidrosefalus otitis
5. Otore likuor serebrospinal
Diantaranya : B. Komplikasi nonmeningeal :
1. Abses otak

44 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
2. Labirintitis Patofisiologi
3. Petrositis
4. Paresis fasial Mastoiditis yang disebabkan oleh OMK dapat
digolongkan dalam 2 jenis yaitu mastoiditis koalesens
Skema tempat terjadinya infeksi pada komplikasi otitis akut dan mastoiditis kronis.
media dapat dilihat pada gambar berikut.
Penyebab terjadinya komplikasi mastoiditis ini
disebabkan oleh proses infeksi pada rongga telinga
tengah dan rongga mastoid yang kemudian diikuti
dengan adanya perubahan pada mukosa telinga tengah,
dimana hal ini dapat mengakibatkan terjadinya
sumbatan baik secara parsial maupun total pada antrum
mastoid sehingga sistim drainase dari rongga mastoid
terganggu dan pada akhirnya proses infeksi pada rongga
mastoid menjadi berlanjut dan menjadi kronis.6-9,13
Mastoiditis Koalensen akut lebih sering berhubungan
dengan dengan otitis media akut, tetapi juga dapat
berhubungan otitis media kronis. Koalensen mastoiditis
akut terjadi pada proses pneumatisasi sebagian atau
Tempat Terjadinya Infeksi pada Komplikasi Otitis keseluruhan dari sel-sel udara yang berada dalam
Media13 rongga mastoid. Biasanya hal ini terjadi dalam waktu 2
Komplikasi intrakranial yang sering terjadi adalah minggu setelah proses akut supuratif otitis media.6-9,13
meningitis (34%), abses otak (25%) lobus temporalis
(15%), serebelum (10%), labyrintitis (12%), otitic
hydrocephalus (12%), thrombosis sinus duramater Diagnosa
(10%), abses ekstradural (3%), petrositis (3%), abses
ekstradural (3%), dan subdural abses (1%). Terjadinya Mastoiditis ditandai dengan gejala sbb:
komplikasi intrakranial sudah jauh berkurang seiring
dengan adanya penggunaan antibiotik, dari 35% 1. Demam
2. Nyeri
menjadi 5%.6
3. Gangguan pendengaran
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan :
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan
didapatkan data dalam periode penelitian selama 8 1. Membran timpani yang menonjol
tahun di Thailand didapatkan data bahwa sekitar 17.144 2. Dinding kanalis posterior yang menggantung
pasien datang dengan keluhan OMSK dengan 3. Pembengkakan daerah telinga bagian belakang,
prevalensi terjadinya komplikasi pada daerah sehingga mendorong pinna keluar dan ke depan.
intrakranial adalah sekitar 0.24% dan 0.45% komplikasi 4. Nyeri tekan daerah mastoid, terutama pada posterior
dan sedikit diatas liang telinga (segitiga Mc Ewen)
pada daerah ekstrakranial. Dari jumlah komplikasi 28%
5. Dari pemeriksaan radiologis dan CT Scan
dari OMSK di Sudan, dua pertiga dari komplikasi didapatkan gambaran : destruksi secara hebat dari
tersebut adalah komplikasi intrakranial. Sedangkan dari sel-sel udara mastoid, opasifikasi sel-sel udara
penelitian yang dilakukan di India didapatkan data mastoid oleh cairan dan hilangnya trabekulasi
bahwa angka kematian yang diakibatkan oleh normal dari se-sel tersebut.4,5,7,14,19
komplikasi intrakranial berupa abses otak adalah 57 Mastoiditis kronis ditandai dengan adanya proses
%.6-9,13 nekrosis dan erosi (osteolisis) dari septa sel-sel udara
mastoid sehingga pada ruangan mastoid tersebut akan
terkumpul materi yang purulen. Erosi tulang yang terus
Berikut ini akan dibahas patofisiologi dan terapi dari menerus akan menyebabkan terjadinya penyebaran
masing-masing komplikasi infeksi, yang jika ke medial dapat menyebabkan infeksi
intrakranial, ke lateral atau superfisial akan
Komplikasi Intratemporal6-9,13 menyebabkan terjadinya proses abses bezold atau abses
subperiosteal.
Mastoiditis

45 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Sedangkan mastoiditis kronis ditandai dengan Proses labirintitis supuratif terjadi setelah bakteri
adanya cairan purulen kronis yang berbau busuk dari OMK menginfiltrasi cairan yang berada dalam
berwarna kuning kehijauan atau keabu-abuan yang rongga labirin, sehingga timbul pus. Beberapa keadaan
menandakan adanya kesan kolesteatom dan produk yang mengakibatkan masuknya bakteri dalam rongga
degenerasinya, nyeri pada daerah belakang telinga yang labirin adalah erosi dari tulang labirin, tulang temporal
telah berlangsung lama. Nyeri merupakan suatu hal yang patah, dan labirin fistula. Kerusakan labirin dapat
yang patut diwaspadai, karena nyeri ini dapat mengakibatkan terjadinya vertigo dan penurunan
menimbulkan suatu kesan adanya proses terkenanya pendengaran. Pada fase peradangan, vertigo merupakan
duramater, sinus lateralis, ataupun pembentukan abses hasil dari perangsangan organ vestibular, sedangkan
otak. Disertai pula dengan adanya gangguan fungsi jika telah berlangsung lama, vertigo merupakan hasil
pendengaran yang bersifat konduktif maupun dari kerusakan organ vestibular yang permanen.
campuran.6-9,13 Sedangkan gangguan pendengaran yang biasanya
bersifat permanen. Hal ini disebabkan karena adanya
Dari pemeriksaan radiologi didapatkan gambaran kerusakan organ korti.
adanya gambaran lesi yang irregular didaerah mastoid
dan daerah sinus sigmoid dikelilingi oleh daerah Serous labirintitis lebih sering terjadi karena proses
hyperostotic. Pada pamariksaan dengan CT Scan peradangan dari labirin tanpa disertai dengan
seringkali tidak didaptkan gambaran yang signifikan pembentukan pus, peradangan merupakan respon
dan seringkali yang dipakai adalah yang sesuai dengan terhadap racun bakteri ataupun sel-sel mediator
gambaran klinis. MRI didapatkan gambaran peradangan. Reaksi peradangan juga menghasilkan
nonspesifik, dengan gambaran peradangan yang gejala timbulnya vertigo dan gangguan pendengaran.
persisten.6-9,13 Daerah yang paling sering sebagai pintu masuk reaksi
tersebut adalah foramen rotundum maupun foramen
ovale. 7,9,18

Pemeriksaan dapat kita lakukan dengan melakukan


tes fistel.

Diagnosis

Diagnosis pasti dari kedua hal ini sulit dibedakan,


hal ini disebabkan munculnya gejala yang hampir sama,
tidak ada satu tes pun yang dapat membedakan kedua
kelainan tersebut. Diagnosis serous labirintitis dapat
MRI pada Kasus Mastoiditis7 dibuat retrospektif, yang ditandai dengan adanya
pemulihan gejala vertigo dan gangguan pendengaran.
Penatalaksanaan Sedangkan jika terkena supuratif labirintitis biasanya
kedua gejala tersebut akan menetap walaupun telah
Tindakan mastoidektomi
diambil tindakan operasi.6-9,13
Labyrintitis

Patofisiologi6-9,13
Penatalaksanaan
Terjadinya penyebaran pada labirin diakibatkan oleh
Penanganan dari labirintitis yang diakibatkan oleh
adanya pnyebaran secara langsung dari infeksi telinga
OMK adalah dengan tindakan kultur dan dilakukan
tengah kronis, yang dapat mengakibatkan terjadinya
tindakan drainase. Pada infeksi akut cukup kita lakukan
gangguan pada fungsi keseimbangan maupun
tindakan miringotomi dan pemakaian timpanostomi
pendengaran. Labirintitis yang disebabkan oleh virus
tube, disamping pemberian antibiotika. Sedangkan pada
jarang sekali berakibat fatal. Ada 2 jenis labirintitis yang
kasus yang kronis, diperlukan tindakan masteidektomi.
terjadi, yaitu labitintitis purulen dan serous labirintitis.
Beberapa ahli merekomendasikan untuk dilakukan
tindakan ini pada masa akut untuk menghindari

46 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
terjadinya komplikasi yang lebih luas. Pasien sebaiknya daerah telinga tengah maupun mastoid dapat
bedrest total ditempat tidur dengan pergerakan kepala mempengaruhi se-sel udara yang terdapat pada apex
yang seminimal mungkin. Pemberian antibiotika selama petrosus melalui daerah celah sempit tersebut.
masih dalam perawatan di RS dilakukan intravena.6-9,13
Tindakan operasi labirintektomi dilakukann jika Jadi karakteristik di daerah tulang petrosus ini :
terdapat gangguan total dari fungsi labirin tersebut atau
• Drainase lebih terbatas
meningitis setelah pasien mendapatkan terapi yang
• Proksimal dari apical air cels sampai diploic spaces
adekuat dengan antibiotik. Jika ditemukan proses merupakan predisposisi terjadinya osteomyelitis
ossifikasi pada labirin sebaiknya dilakukan tindakan • Proksimal dari struktur intrakranial dan drainase
pemasangan kokhlear implant.6-9,13 yang kurang memperedisposisi terjadinya ekstensi
ke intrakranial
Kelainan petrositis timbul jika sistim drainase dari
mastoid daerah apex petrosus terganggu sehingga akan
Sensorineural Hearing Loss terjadi peradangan pada daerah tersebut dan selanjutnya
akan menyebar ke daerah sekitarnya. Apex petrosus ini
Sebenarnya hubungan antara OMK dengan SNHL
posisinya berdekatan dengan fossa kranial medial dan
masih kontroversial, walaupun secara klinis terlihat
seperti berhubungan. Beberapa faktor yang diduga turut posterior, sehingga jika sampai infeksi tersebut
berperan adalah endotoksin, patogenesis bakteri, factor menyebabkan terjadinya petrositis dapat menyebabkan
timbulnya infeksi ke daerah intrakranial.
sirkulasi dan faktor mekanik. Teori lain mengatakan
bahwa seringkali terjadinya gangguan pada aliran darah
foramen ovale dan diikuti dengan berkurangnya
pasokan oksigen ke telinga bagian dalam, sehingga akan Diagnosa
menyebabkan kerusakan pada telinga bagian dalam.6-9,13
Petrositis sendiri berhubungan dengan timbulnya
Paparella menunjukkan bahwa otitis media kronik Sindrom Gradenigo, yang terdiri dari trias klasik:6,7,13
dapat menyebabkan permanen SNHL karena pasase
substansi toksik melalui membran round window. 1) Nyeri di belakang mata atau telinga yang hebat
2) Keluarnya cairan dari telinga
SNHL yang terjadi merupakan pengaruh sekunder 3) Kelumpuhan dari saraf kranialis ke-6 (N. Abducens)
dari kelainan primernya, diantaranya serous dan yang terletak pada Dorello’s canal, pada sisi
ipsilateral sehingga timbul keluhan diplopia.
supuratif labirintitis, fistula labirintitis, dan kolesteatom
yang telah masuk ke labirin.6-9,13
Di samping timbulnya sindrom gradenigo tersebut,
Untuk mengetahui derajat penurunanya dapat
ada beberapa hal yang patut untuk diperhatikan
dilakukan dengan pemeriksaan serial audiometri.
berkaitan dengan timbulnya petrositis ini yaitu nanah
yang keluar terus menerus dan rasa nyeri yang menetap
Petrositis pascamastoidektomi.

Patofisiologi Diagnosis dari penyakit ini dapat dilihat dari adanya


gejala yang penting, berupa nyeri yang hebat sepanjang
Merupakan proses peradangan bagian petrosus dari perjalanan saraf trigeminus pada saat OMK terjadi.
tulang temporal yang ditandai dengan timbulnya Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah
sindrom Gradenigo.6-9,13 Apex petrosus terdapat pada dengan pemeriksaan CT Scan setinggi tulang temporal,
bagian medial – anterior dari tulang temporal, dengan didaerah apex petrosus akan ditemukan tulang yang
posisi tepatnya adalah di depan otic capsule. Pada mengalami destruksi dan jika dicurigai adanya
daerah ini terdapat penonjolan yang dibentuk dari a. kemungkinan penyebaran kedaerah intrakranial, dapat
karotis interna. Tulang temporal mempunyai sel-sel dilakukan pemeriksaan lumbal pungsi ataupun MRI
udara sampai daerah apex petrosus sekitar 30% dari otak.6-9,13
tulang temporal, timbulnya pneumatisasi ini setelah
anak berusia lebih dari 3 tahun. Dimana sel-sel ini akan
berhubungan dengan telinga tengah maupun rongga
mastoid melalui jalur sempit yang letaknya
bersebelahan dengan otic capsule. Sehingga infeksi
47 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Asumsi bahwa paralisis fasialis in timbul sekunder
karena proses inflamasi , harus memenuhi kriteria
diagnostik:

- Proses inflamasi harus berada pada sisi yang sama


dengan paralisis fasialis yang terjadi

- Onset dari infeksi akut atau eksaserbasi dari infeksi


kronikharus berhubungan dengan onset paralisis

Karena sangat sedikit spesimen untuk studi


histologi, patogenesis terjadinya paralisis fasialis
berdasarkan asumsi. Infeksi bisa terjadi di berbagai titik
saraf fasialis. Yang paling sering terkena adalah segmen
tympani dari canal fallopian, proksimal dari piramidal
genu, karena segman ini sering tererosi oleh
kolestetatom dan penutupan inkomplit pada kanal ini
CT scan pada Kasus Petrositis16
ditemukan pada 57 % tulang temporal.
Penatalaksanaan
Telah diketahui pula bahwa kongesti vena,
Penanganan kasus petrositis yang akut adalah edema jaringan, direct neural toxicity adalah faktor
dengan menggunakan intravena antibiotika yang tepat utama yang berhubungan dengan paralisis, keadaan
dan tindakan masteidektomi. Pada pasien petrositis subakut dan kronik lebih kepada erosi tulanag dan
yang disebabkan oleh OMK seringkali diikuti dengan menyebabkan kerusakan saraf
adanya osteomielitis pada tulang petrosus yang menjadi
Pada pemeriksaan fisik, kita dapat melakukan tes
resisten terhadap tindakan terapi konservatif antibiotika.
topografi untuk mengetahui posisi dari kerusakan saraf
Sehingga diperlukan tindakan eksplorasi dari tulang
fasialis tersebut. Apakah terdapat kelainan dari segmen
apex petrosus disamping tindakan masteidektomi.6-9,13
intratemporal ataukah segmen mastoid.
Paralisis Fasialis
Tes topografi dapat terlihat pada skema di halaman
Posisi kanalis fasialis yang cukup panjang sepanjang berikut .
tulang temporal, menyebabkan saraf fasialis ini mudah
mengalami infeksi atau gangguan lainya jika terdapat
penyakit yang mengenai tulang temporal. Pada OMK,
terjadinya infeksi dan peradangan dapat mengenai saraf
fasialis setelah terlebih dahulu mengerosi tulang yang
membentuk kanalis fasialis, sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya paresis dan paralysis. Pada
dewasa, komplikasi ini dapat terjadi pada OMK sendiri
ataupun OMK dengan disertai kolesteatom (80%) dan
jaringan granulasi. Jika murni OMK, maka kelainan ini
pada kanalis fasialis ditandai dengan osteitis pada tulang
temporal yang melindungi kanalis fasialis tersebut.
Sedangkan jika disertai dengan kolesteatom ditandai
dengan adanya erosi pada tulang temporal. Karena hal
tersebut dapat mengakibatkan terjadi udema dan
kompresi pada saraf fasialis sehingga dapat
menimbulkan terjadinya paresis yang diikuti dengan Tes Topografi Nervus Fasialis7
paralisis saraf fasialis.6-9,13
Penanganan yang perlu dilakukan jika kita
Pada anak, paralisis fasialis yang terjadi sering mendapatkan adanya paralisis saraf fasialis yang
merupakan akibat dari otitits media akut dan mastoiditis diakibatkan oleh adanya OMK adalah dengan
dengan efusi supuratif.
48 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
melakukan eksplorasi segera daerah telinga tengah sangat penting untuk terjadinya proses osteolitik
dengan melakukan tindakan masteidektomi untuk tersebut.6-9,13
menghilangkan semua jaringan patologik, baik tulang
yang terinfeksi maupun kolesteatom, jika saraf fasialis
telah terkena, maka sebaiknya kita bersihkan
semaksimal mungkin jaringan patologiknya dengan
tetap meninggalkan jaringan granulasi yang telah
menempel pada saraf fasialis seminimal mungkin, hal
ini kita lakukan untuk menghindari terjadinya trauma
pada saraf tersebut yang akhirnya berakibat lebih parah.
Beberapa penulis, mengemukakan bahwa sebaiknya
dilakukan tindakan eksplorasi kanalis fasialis dari
ganglion genikulatum sampai foramen
stilomastoideum, jika ada daerah sepanjang epineurium
saraf fasialis yang telah terkena, maka sebaiknya
dilakukan tindakan pembukaan dari selubung sarafnya Skema Kolesteatom di Telinga Tengah20
kemudian dibersihkan dan selanjutnya dilakukan
tindakan pencangkokan terhadap daerah yang terkena. Ada 4 teori dasar mengenai patogenesis
Selama proses operasi sebaiknya dilakukan juga terjadinya acquired kolesteatom : 7
tindakan pengambilan contoh jaringan untuk dilakukan
1. Invaginasi membran timpani (Witmaack,1933)
tes kultur dan setelah operasi diberikan antibiotik yang
Merupakan proses primer tejadinya kolesteatom di atik.
adekuat.6-9,13
Retraksi pocket di pars flaccida semakin dalam
Kolesteatoma karena tekanan negatif telinga tengah dan inflamasi
yang berulang. Hal ini menyebabkan keratin yang
Kolesteatoma menyerupai kista, merupakan lesi berdeskuamasi tidak dapat dibersihkan dari kantung
yang berkembang didaerah tulang temporal, dibatasi tersebut, berakumulasi dan membentuk
oleh epitel stratified skuamosa dan berisi keratin yang kolesteatom. Kolesteatom di retraction pocket ini
terdeskuamasi dan purulen. Kolesteatom terjadi karena disfungsi tuba eustachius dengan
mempengaruhi telinga tengah dan mastoid, tetapi pada resultan tekanan negatif telinga tengah (teori ”ex
prinsipnya kolesteatom dapat timbul dimanapun daerah vacuo”)
tulang temporal yang mengalami pneumatisasi atau
yang berisi sel-sel udara. Kolesteatom dapat berasal dari 2. Hiperplasia sel basal (Lange, 1925)
Sel epitel (prickle cells) pada pars flaccida dapat
kongenital ataupun didapat.
menginvasi jaringan subepitel dengan cara
Pada kolesteatom yang didapat, teori terbentuknya berproliferasinya lapisan pada sel epitel. Jadi lamina
masih merupakan hal yang kontraversial. diduga basalis bisa ditembus oleh lapisan epitel ini sehingga
kolesteatom merupakan hasil dari komplikasi OMK, terbentuk mikrokolestetatom. Hal ini menjelaskan
dimana OMK dapat mengakibatkan terjadinya mengapa dapt terjadi kolestetatom pada membran
transformasi mukosa dan epitel. Proses yang terjadi timpani yang intak. Menurut teori ini
adalah metaplasia dari epitel kolumnar pseudostratified mikrokolesteatom dapat membesar dan
bersilia menjadi epitel skuamosa berlapis, yang menyebabkan perforasi sekunder pada membran
memegang peranan penting untuk terbentuknya timpani
kolesteatom. Para ahli masih belum sependapat sama
3. Epithelial ingrowth melalui perforasi (Habermann,
seluruhnya tentang teori terjadinya proses resopsi dari
1889)
tulang oleh kolesteatom. Dikatakan bahwa resopsi dari Epitel skuamosa yang berkeratinisasi dari membran
tulang merupakan hasil proses sekunder dari reaksi timpani bermigrasi ke telinga tengah melalui
ensimatik dan reaksi yang diperantai sel. Supreinfeksi perforasi (contact guidance) dan bila menemukan
dan peningkatan tekanan dari kolesteatom disebabkan permukaan epitel lain akan berhenti bermigrasi
oleh terperangkapnya kolesteatom dalam ruangan (contact inhibition). Jadi pada perforasi membran
sempit sehingga akan mempercepat proses osteolitik timpani, proses inflamasi akan menghancurkan
dari tulang. Reaksi enzimatik memegang peranan yang inner mucosal lining dari membran timpani, akan

49 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
memudahkan epitel berkeratinisasi dari luar untuk Kerusakan tulang temporal pada kasus OMSK dapat
bermigrasi ke dalam dan membentuk kolesteatom. atau tanpa disertai dengan kolesteatom. Ada 3 hal yang
mempengaruhinya :
4. Metaplasia epitel telinga tengah (Wendt, 1873)
Simple squamous atau cuboidal epithelium dari 1. Mekanik, berhubungan dengan tekanan yang
celah di telinga tengah akan mengalami diakibatkan oleh ekspansi dari kolesteatom sebagai
transpormasi metaplatik menjadi epitel yang akumulasi dari sejumlah keratin dan debris purulen.
berkeratinisasi. Didukung oleh Sade (1971) bahwa 2. Biokemikal, disebabkan oleh bakteri (endotoksin),
produk dari jaringan granulasi (kolagen, asam
sel epitel sangat pluripoten dan dapat distimulasi
hidrolase), dan subtansi yang berhubungan dengan
proses inflamasi untuk berkeratinisasi. Sehingga kolesteatom itu sendiri (faktor pertumbuhan dan
daerah epitel yang berkeratinisasi di telinga tengah sitokin).
dapat membesar karena akumulasi debris dan 3. Sellular, oleh karena aktivitas osteoklas.
kontak dengan membran timpani. Dengan adanya Kolesteatom biasanya tumbuh pertama kali pada
infeksi dan inflamasi maka kolestetaom akan baberapa bagian telinga tengah tertentu yang kemudian
menyebakan lisis dari memberan timpani dan menyebar ke ruangan lain dari telinga tengah. Bagian-
perforasi (kolesteatom atik) bagian tersebut adalah daerah sekitar atik, pars flaksida,
dan posterior dari mesotimpanum. Daerah epitimpanum
yang paling sering untuk timbulnya kolesteatom adalah
Prussak’s space (paling sering) atau resessus epitimpani
anterior. Prussak’s space merupakan daerah berupa
kantong yang dangkal yang berada dibagian posterior
dari pars flaksida. Kolesteatom yang tumbuh dalam
Prussak’s space akan menyebar ke daerah posterior
sepanjang sisi dari badan inkus, yang kemudian masuk
ke daerah antrum dan rongga mastoid.6-9,13

Sedangkan kolesteatom yang berasal dari daerah


epitimpani anterior akan tumbuh ke daerah anterior
sepanjang prosessus kokhleoformis dan kemudian
Teori Terjadinya Kolesteatom 7 masuk ke resessus supratubal, yang kemudian akan
masuk ke daerah mesotimpanum melalui kantong
Kolesteatom yang mengadung debris keratin yang anterior dari Von Troltsch.
terperangkap di ruang antar jaringan, merupakan subyek
untuk terjadinya infeksi rekuren. Bakteri yang terdapat
pada kolesteatom adalah :

Skema Terbentuknya Kolesteatom pada Pars


Flaccida20

Pasien OMK dengan kolesteatom akan


mengeluhkan seringkali terjadi pengeluaran cairan dari
telinga yang sangat berbau dan adanya penurunan
pendengaran yang progresif. Kolesteatom dapat
mengakibatkan terjadinya erosi pada tulang
pendengaran daerah kanalis akustikus eksternus.
Bakteri pada Kolesteatom7
Kolesteatom pada anak mempunyai gejala klinis
yang sama dengan dewasa, usia paling sering terjadinya
adalah pada usia 10 tahun, lebih sering terjadi pada anak
laki-laki. Sebagian besar kolesteatom terjadi pada
50 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
daerah epitimpanum (70%-80%) dan gejala yang ruangan yang berisi cairan perilimph di telinga bagian
muncul adalah pengeluaran cairan dari telinga yang dalam. Ada 2 teori terjadinya erosi pada tulang telinga
sangat berbau dan adanya penurunan pendengaran yang bagian dalam:
1) Osteolysis, dimana tulang akan diresopsi yang
progresif. Dan didapatkan kantong retraksi didaerah
ditandai dengan adanya peningkatan tekanan dari
posterosuperior membran timpani. Penanganannya kolesteatom atau aktivasi dari mediator matriks
seringkali mengalami kesulitan dikarenakan pasien kolesteatom.
yang kurang koperatif. 2) Osteitis, terjadi pada penghubung antara jaringan
granulasi yang timbul dengan lapisan tulang.
Salah satu komplikasi intratemporal yang sering dari
OMK dan kolesteatom adalah fistula labirin. Prevalensi
terjadinya fistula labirin pada pasien OMK dengan
kolesteatom adalah 5% - 10%, dengan lokasi yang
paling sering adalah kanalis semesirkularis lateralis
(90%) dan kokhlea pun dapat terkena melalui foramen
ovale atau promontorium (16%-20%).6-9,13

Gejala yang muncul tergantung kepada berat-


ringannya fistula yang terjadi. Apabila hanya terjadi
erosi tulang kanalis semisirkularis “blue-line” , maka
masih belum ada gejala signifikan yang muncul
(asimtomatik), yang paling mungkin hanya gejala
vertigo yang disebabkan oleh perubahan tekanan dan
suhu. Sedangkan jika terjadi ekspos dari lapisan
membranaseus maka gejala yang muncul adalah vertigo
dan gangguan pendengaran, jika sampai terjadi
Kolesteatom pada Telinga Tengah16 gangguan pada cairan perilimph, maka dapat terjadi
gangguan sensorineural dan vertigo yang sangat berat.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan bahwa pada Gangguan pendengaran bersifat menetap.
keadaan membran timpani yang utuh, didapatkan Pemeriksaan dapat kita lakukan dengan melakukan
tes fistel, yaitu dengan memberikan tekanan udara yang
gambaran massa putih dibelakang membran timpani
positif maupun negatif keliang telinga, bisa dengan
yang sulit dibedakan dari plak karena timpanosklerotik. menggunakan otoskop Siegel, bila fistel tersebut masih
Yang mana hal ini dapat dibuktikan dengan dalam keadaan paten, maka akan terjadi ekspansi dan
pemeriksaan pneumatoskopi. Dari pemeriksaan kompresi membran labirin. Bila terdapat fistula (positif)
garputala didapatkan kesan adanya gangguan tuli maka akan terjadi nistagmus atau vertigo. Tes fistula
konduktif pada sebagian besar pasien. Pada tes Weber bisa bernilai negatif apabila fistulanya tertutup oleh
lateralisasi pada telinga yang mengalami kelainan, jaringan granulasi, oleh sebab lain atau labirin tersebut
sudah mati.
sedangkan dari tes Rinne fungsi dari hantaran tulang
Pemeriksaan CT Scan yang beresolusi tinggi,
lebih baik dari pada hantaran udara. Pemeriksaan
potongan 1 mm, akan memberikan informasi mengenai
timpanometri tidak memberikan informasi yang
adanya fistel labirin tersebut, yang biasanya terdapat
signifikan terhadap evaluasi dari kolesteatom.
pada daerah kanalis semisirkularis horisontalis.6-9,13
Dari pemeriksaan radiologis didapatkan adanya
gambaran erosi pada tulang dan daerah radiolusen yang
menyerupai perluasan antrum, dimana sel-sel udara Komplikasi Intrakranial 6-9,13
antrum dan mastoid telah mengalami destruksi. CT scan
diperlukan untuk mengetahui sejauh mana lokasi dan Pada masa sekarang ini, insidensi terjadinya
perluasan dari kolesteatom tersebut.6-9,13 komplikasi intrakranial dari OMSK sudah jauh
berkurang, seiring dengan membaiknya kesadaran
masyarakan akan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan
pengobatan yang tepat. Pemakaian antibiotik yang tepat
Fistula labirin
dan cepat, juga mempengaruhi OMK sehingga dapat
Fistula labirin merupakan suatu keadaan dari erosi mempengaruhi insidensi komplikasi intrakranial.
tulang dan tereksposnya membran endosteal dari telinga Dalam masa preantibiotik disebutkan bahwa, tingkat
bagian dalam, seperti halnya terjadi fistula kedalam insidensi terjadinya metastase intrakranial pada pasien

51 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
OMK adalah 2%-6%, yang kemudian berdasarkan kekakuan daerah leher, dan sampai koma, merupakan
penelitian tahun 1962, insidensi tersebut menjadi jauh gejala yang timbul lambat, sesudah proses komplikasi
berkurang menjadi sekitar 0,15%. 7,9 Berdasarkan hasil berlangsung cukup lama dan meluas.5,7
penelitian yang dikemukakan oleh McGuirt, 1983,
bahwa komplikasi intrakranial yang diakibatkan ole Secara umum CT Scan dan MRI merupakan
OMSK mencapai 0,5%, dan angka kematian yang pemeriksaan penunjang yang penting untuk mengetahui
terjadinya proses komplikasi tersebut. CT Scan akan
terjadi sekitar 10%. Sedangkan berdasarkan hasil memberikan gambaran yang jelas tentang terjadinya
penelitian oleh Prellner dan Rydell, tingkat terjadinya proses kerusakan dari struktur tulang, dan dengan
insidensi komplikasi intrakranial berkurang setelah menggunakan kontras, CT Scan dapat memberikan
pemakaian antibiotik yang tepat, dari 2% menjadi gambaran terjadinya abses, perangsangan daerah
0,02%. 6-9,13 selaput otak, dan pengumpulan cairan. MRI digunakan
lebih sensitif untuk mengetahui adanya cairan intra dan
Proses patofisiologi terjadinya komplikasi ekstrakranial. Sensitif untuk membedakan kelainan
intrakranial dari OMSK merupakan hal yang kompleks didaerah ekstradura dan subdura dan secara sensitif
antara faktor mikrobiologi dengan tubuh manusia. Pada mengetahui kelainan daerah parenkim.
saat terjadi OMSK, pertahanan tubuh manusia secara Pemeriksaan dengan menggunakan MR angiografi
anatomi maupun immunologi akan mengalami akan memberikan evaluasi tambahan terhadap aliran
gangguan bahkan jika infeksinya berlangsung hebat darah di daerah sinus duramater, bulbus jugularis, vena
sampai dapat merusak sistim pertahanan tubuh kita baik didaerah korteks dan vene-vena kecil lainya.7
yang lokal maupun yang sistemik.
Terjadinya proses penyebaran penyakit ke Abses Epidural
intrakranial melalui 3 tahapan :
Abses ini terjadi dekat dengan daerah tulang
1. Dari telinga tengah ke lapisan meningen temporal. Proses peradangan yang berlangsung kronis
2. Melintasi meningen pada daerah telinga tengah dan tulang temporal akan
3. Masuk kedalam lapisan otak.
menyebabkan penyebaran kedarah epidural melalui
Penyebaran komplikasi terjadi melalui proses
hematogenous juga dapat terjadi, walaupun jarang. vena yang berada dalam tulang tersebut ataupun melalui
Sebagian besar proses komplikasi intrakranial terjadi erosi tulang . Timbulnya osteitis yang dihasilkan dari
erosi tulang, biasanya hal ini tidak dijumpai jika tidak
melalui infeksi langsung dari telinga tengah ataupun
disertai dengan adanya kolesteatom. Tempat yang
mastoid.
paling sering dari terjadinya erosi tulang tersabut adalah
Karena perluasan infeksi langsung dari ke struktur melalui daerah tulang yang tipis yang berada di fossa
intrakranial oleh bakteri, maka fase bakteriemia kranial media atau melalui tulang di dekatnya melalui
mungkin saja tidak terjadi. Sehingga salah satu fossa cranial posterior atau sinus sigmoid. Daerah
pertahanan tubuh, berupa sirkulasi, menjadi tidak rongga epidural merupakan daerah yang potensial,
teraktivasi untuk membentuk pertahanan humoral tubuh terjadi ketika lapisan periosteum atau lapisan duramater
terhadap invasi bakteri tersebut. Sekalinya bakteri terluar terpisahkan dari lapisan dalam yang melapisi
masuk kedalam struktur intrakranial, maka bakteri tulang kranial. Duramater sendiri resistensi yang cukup
tersebut akan mengalami proses replikasi yang tidak tinggi untuk menahan perluasan penyakit.6-9,13
dapat dihalangi oleh sampai terbentuknya reaksi
immunologi yang diperantarai oleh sel. Sitokin
Eksogenus seperti interleukin 1β, interleukin 6, dan
tumor nekrosis faktor (TNFα) akan menyebabkan
terjadinya reaksi peradangan yang kompleks. Proses
penyakit yang luas akan sangat dipengaruhi oleh
virulensi bakteri, respon peradangan dari tubuh,
pertahanan anatomi, dan pengobatan dari tubuh.6-9,13

Dalam penanganan OMSK, kemungkinan untuk


terjadinya proses komplikasi intrakranial harus selalu Abses Epidural 13
dipikirkan. Adanya otalgia otorrhea yang berbau busuk,
Terkadang pada proses tersebut disertai
demam yang tinggi, dan nyeri kepala, merupakan gejala
pembentukan jaringan granulasi disamping
awal dari timbulnya komplikasi intrakranial. Perubahan
pembentukan pus. Jika selama proses infeksi disertai
keadaan status mental, lemah anggota badan, aphasia,
52 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
dengan pemberian terapi antibiotika yang tepat, maka abses perisinus dapat berekstensi melalui foramen
akan terbentuk abses yang purulen. Terkadang jugular ke leher.6-9,13
bersamaan dengan terjadinya penyebaran ini juga
disertai dengan penyebaran kedaerah intrakranial
lainya. 9
Diagnosis

Adanya nyeri lokal yang dalam atau nyeri


kepala dengan demam low-grade dapat disebabkan
karena infeksi epidural ini. Tetapi dapat pula
asimptomatik.

Penggunaan kontras pada pemeriksaan CT Scan


ataupun MRI akan membantu sekali untuk menegakan
diagnosis abses epidural ini. Dikatakan bahwa
pemeriksaan dengan MRI mempunyai nilai sensitifitas
yang lebih baik daripada CT Scan, hal ini dikarenakan
Abses Epidural dan Abses Subperiosteal 13 abses tersebut mengenai jaringan lunak. MRI dengan
kontras gadolinium dapat mendeteksi adanya penebalan
Abses epidural ini dapat meningkatkan tekanan lapisan duramater dan peradangan. Bukti bahwa
intrakranial sehingga kita dapat menemukan adanya terdapatnya proses erosi pada daerah tulang dapat
defisit neurologis dan papil edema. Erosi dari kranium dilihat dengan menggunakan CT Scan, dengan
ke luar sehingga membentuk abses subperiosteal, menggunakan potongan axial maupun koronal. Daerah
misalnya pada tumor Potts puffy.6-9,13 tegmen timpani paling baik dievaluasi dengan
menggunakan potongan koronal dan daerah fossa
Abses epidural dapat pula berkembang ke arah kranialis posterior paling baik dengan menggunakan
medial, di atas apeks petrosus, sehingga dapat potongan aksial.7,8
mengiritasi Gasserian ganglion dari nervus trigeminal,
dan nervus abducens, sehingga timbul Gradenigo’s
syndrome (nyeri daerah wajah, diplopia, dan ottorrhea).

MRI pada Kasus Abses Epidural 7


13
Abses Epidural yang Meluas ke Apeks Petrosus
Penatalaksanaan

Bila ditemukan jaringan granulasi epidural, tulang


Ekstensi ke posterior sekitar sinus sigmoid akan dan sekitarnya diangkat, jaringan granulasi dilepaskan
menyebabkan sigmoid sinus-perisinus abses. Hal ini dengan diseksi tumpul dari duramater. Mungkin saja
berhubungan thromboflebitis yang terjadi pada sinus terjadi perforasi pada dura, dan dapat menyebabkan
sigmoid san sinus tranversus. Meskipun jarang terjadi meningitis. Pada kasus tertentu bisa dilakukan
pengangkatan dari plate fossa posterior. 6-9,13

53 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Trombosis sinus lateralis 6-9,13 dapat terbentuk abses ekstradural, otitic hydrocephalus
dan abses otak.6-9,13

Patofisiologi Queckenstedt-Stookey dan Tobey-Ayer test dengan


Menduduki peringkat kedua dalam hal komplikasi cara pungsi lumbal adalah cara untuk mengetahui
intrakranial OMK yang dapat menyebabkan kematian. trombosis sinus lateralis, tapi test ini berbahaya dan
Terdapat 3 sinus dura yang berhubungan sangat tidak bisa diandalkan. Tes ini mengukur tekanan CSF
dekat dengan tulang temporal yaitu sinus sigmoid, sinus dan melihat perubahannya pada penekanan satu atau
petrosal superior, dan sinus petrosal inferior. Ketiga kedua vena jugularis interna, penekanan dilakukan
sinus ini adalah struktur intradural dengan satu dengan jari. Pada orang normal, penekanan pada
bagiannya melekan ke lapisan archnoid dan bagian lain masing-masing vena jugularis interna akan
melekat pada sulkus di tulang temporal. menyebabkan peningkatan tekanan secara cepat pada
Daerah lateral dan sinus sigmoid merupakan daerah tekanan CSF 50-100 mmhg di atas level normal. Dan
yang relatif tidak terlindungi terhadap proses pada saat jari dilepaskan akan terjadi penurunan yang
peradangan didaerah dekatnya sebagai akibat dari cepat pula.
OMK. Penyebaran secara langsung terjadi melalui Pada kasus sinus lateralis trombosis , penekanan
mastoid karena erosi dari tulang temporal yang vena tidak akan menyebabkan peningkatan tekanan
diakibatkan oleh osteitis ataupun nekrosis. Sedangkan CSF atau peningkatan secara perlahan 10-20 mmhg saja.
penyebaran secara tidak langsung terjadi melalui 13

thromboflebitis yang retrograde yang melibatkan vena-


vana kecil daerah mastoid. Infeksi daerah perisinus akan
menyebabkan terbentuknya thrombus mural dalam
lumen sinus. Thrombus mural dapat membesar
intralumen dan dapat menyumbat lumen kemudian
terinfeksi atau mengalami proses inflamasi. Bila tidak
mengalami infeksi, trhombus akan bertumpuk. Bila
mengalami infeksi, thrombus akan menjadi nekrotik
dan melepaskan septic emboli, menyebabkan
septikemia dan high spiking fevers satu atau dua kali
sehari. Obstruksi dari sistim drainase sinus dapat
mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan
intrakranial dan sakit kepala yang tidak jelas
penyebabnya. Hidrocephalus otitis merupakan
komplikasi yang serius dari trombosis sinus lateralis,
yang dapat menyebabkan terjadinya proses perubahan Skema Tobey-Ayer Test13
pandangan dan kelemahan saraf abducens.
Pemeriksaan penunjang dengan menggunakan CT
Scan dan MRI akan didapatkan gambaran trombosis
sinus duramater. Dengan menggunakan kontras pada
pemeriksaan CT Scan, maka dapat dilihat daerah
trombosis sinus duramater yang mengalami kelainan.
Perkembangan Venous Sinus Thrombophlebitis 14 Potongan aksial memperlihatkan adanya “delta sign”.13

Diagnosa Sedangkan dengan pemeriksaan MRI kita akan


Tanda dan gejala yang timbul berhubungan dengan menjumpai adanya peningkatan sinyal intraluminal
thrombophlebits sinus sigmoid sebagai akibat inflamasi dalam sinus yang terlibat.13
dan hidrodinamik intrkranial yang terganggu. Pemeriksaan gold standarnya adalah dengan
Gejala klinis klasik yang terjadi adalah : nyeri menggunakan angiografi serebral, dimana kita akan
kepala, malaise, spiking fever, mengigil, peningkatan mendapatkan gambaran anatomi dari sisitim vena
tekanan intrakranial, dan Griesinger’s sign. Griesinger’s serebral, sehingga kita akan mendapatkan gambaran
sign adalah adanya edema postauriculer sekunder
oklusi dari sistim vena tersebut.7,13
karena trombosis pada vena emissary mastoid.
Griesinger’s sign digambarkan sebagai edema diatas
processus mastoideus, tapi harus dibedakan dengan
subperiosteal edema atau abses pada akut koalesen
mastoiditis.11.
Nyeri kepala, iritabilitas, letargi, dan papil edema
dapat terlihat sebagai akibat dari peninggian tekanan
intrakranial. Pada kasus sinus sigmoid thromboflebitis,
54 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Angiografi pada Kasus Obstruksi Sinus Tranversus
Dekstra7

Penatalaksanaan MRV pada Kasus Lateral Sinus Thrombosis 7


Penanganan modern dari trombosis sinus lateralis
adalah dengan berdasarkan atas kontrol terhadap infeksi Hidrocephalus otitis
dengan tehnik bedah yang seminimal mungkin dan
antibiotika yang seefektif mungkin. Ketika diduga Patofisiologi
terdapat trombosis daerah sinus sigmoid, maka
Dikenal juga sebagai serebri pseudotumor
penggunaan antibiotika yang efektif dapat dilakukan
(Symonds, 1931) dan dihasilkan dari proses otitis
untuk mencegah terjadinya penyebaran secara
media. (Quincke, 1893). Merupakan suatu syndrome
hematogen. Antibiotik spektrum luas digunakan sampai
dengan keadaan peningkatan tekanan intrakranial
kita mendapatkan kuman yang spesifik dari hasil kultur.
dengan keadaan CSF yang normal dan tanpa adanya
Kuman yang biasanya menyerang adalah dari golongan
abses otak berkaitan dan berhubungan dengan kelainan
aerob-anaerob saluran nafas atas (staphylococcus dan
penyakit telinga yang supuratif .Timbulnya kelainan ini
streptococcus). Pada umumnya digunakan kombinasi
setelah beberapa minggu terjadinya proses OMA. OMK
obat yang mempunyai penetrasi yang baik terhadap
merupakan suatu keadaan yang potensial untuk
sawar darah otak, yaitu dari golongan penicillin dan
terjadinya hal ini. Trombosis sinus lateralis nonseptik
kloramphenikol. Yang kemudian dikombinasikan
berhubungan dengan adanya kelainan ini. Paling sering
dengan obat intravena dari penicillin, nafcillin,
timbul pada anak-anak atau dewasa muda.6-9,13
ceftriakson, atau metronidazole.6-9,13
Patofisiologi terjadinya kelainan ini masih belum
Tindakan masteidektomi ditujukan untuk
diketahui secara jelas. Kelainan ini bukan merupakan
menampilkan ekspos yang luas dari sinus sigmoid. hidrocephalus yang sebenarnya, karena keadaan
Tulang dibuang sampai terekspos duramater, semua ventrikel otak yang tidak mengalami pembesaran, tetapi
jaringan granulasi dibuang dan dinding dari sinus tekanan CSF mengalami peningkatan tekanan. Secara
diperiksa. Daerah dinding sinus jika tampak normal, teoritis, terjadinya peningkatan tekanan intrakranial ini
maka tidak memerlukan tindakan lanjutan, tetapi jika disebabkan oleh adanya produksi CSF yang berlebihan
disertai dengan pengurangan resopsi dari CSF tersebut,
dinding sinus tampak merah, saat palpasi tampak tidak
hal ini diduga disebabkan oleh adanya obstruksi aliran
bergerak, maka sebaiknya kita lakukan tindakan aspirasi vena daerah duramater karena produksi thrombus atau
dari sinus tersebut dengan menggunakan jarum yang adanya proses meningitis sehingga mengakibatkan
ukurannya kecil. Jika hasil aspirasi tersebut adalah obstruksi. Dari penelitian Lenz dan McDonald
darah, maka kita tidak perlu untuk intervensi lagi, tetapi didapatkan kesimpulan bahwa sekitar 78% dari 54
jika jasil aspirasinya tidak didapatkan darah, maka dapat pasien dengan otitis hidrocephalus mempunyai kelainan
diduga adanya trombosis atau jika kita dapatkan adanya trombosis sinus lateralis, trombosis sinus sigmoid, abses
epidural, atau jaringan granulasi perisinus.
pus, maka hal ini menandakan adanya thrombus yang
terinfeksi. Yang selanjutnya dilakukan tindakan aspirasi Diagnosis
lanjutan dan drainase dari pus dan jaringan trombosis Gejala yang timbul pada kelainan ini berkaitan
tersebut.6-9,13 dengan adanya peningkatan tekanan CSF. Sakit kepala
merupakan gejala yang paling sering, dan penurunan

55 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
kesadaran (letargi) dapat disertai pula dengan paralysis melalui erosi tulang yang kemudian disertai dengan
saraf abdusen ipsilateral, adanya papiledema bilateral, abses epidural, ataupun trombosis sinus lateralis.
diplopia, dan muntah. Dengan adanya peningkatan Setelah lapisan duramater terkena, pada tempat yang
tekanan CSF yang persisten hal ini akan menyebabkan bersamaan lapisan blood-brain barrier (jalan untuk
timbulnya penekanan pada daerah saraf optikus penyebaran hematogen) juga terkena sehingga
didaerah kribriform, yang akan mengakibatkan atropi didapatkan akses dari bakteri untuk masuk ke ruang
dari saraf optikus dan kehilangan penglihatan.. Demam subarakhnoid.
dan muntah merupakan gejala terkadang jumpai.4,7,11,18
Gejala yang timbul dari hal ini dalah timbulnya
Pemeriksaan radiologi dengan CT Scan membantu demam yang sering disertai dengan kekakuan daerah
untuk menemukan adanya tempat massa.6-9,13 leher (kaku kuduk), kenaikan suhu tubuh, mual, muntah
proyektil, tanda Kernig dan Brudzinski positif dan
perubahan status mental. Dengan menggunakan CT
Penatalaksanaan Scan atau MRI yang diberi kontras maka kita dapat
Ditujukan untuk meneradikasi penyakit
melihat adanya penguatan daerah meningen secara luas.
supuratif pada telinga dengan antimikroba yang sesuai
Jika kita tidak menjumpai adanya massa, maka tindakan
dan terapi pembedahan dan mengurangi peningkatan
untuk melakukan pemeriksaan pungsi lumbal dan CSF
tekanan intrakranial secara agresif untuk mencegah
adalah suatu keharusan. CSF yang bersifat leukositosis,
sekuele yang timbul akibat tekanan intrakranial yang
disertai dengan kadar glukosa yang rendah, peningkatan
sangat berat .Hal ini dapat mengakibatkan atropi saraf
kadar protein dan laktat. Selain itu, pada saat melakukan
optikus sehingga mengakibatkan papil edema bilateral,
pemeriksaan CSF sebaiknya kita juga melakukan
sehingga papil edema bilateral yang persisten dapat
pemeriksaan gram stain, kultur dan antigen
dihindari. Biasanya lapang pandang (visual field) lebih
bakteri.4,7,9,18
terganggu bila dibadingkan dengan ketajaman
penglihatan (visual acuity). Jadi penting untuk Penanganan utamanya adalah dengan menggunakan
memonitor lapang pandang, ketajaman penglihatan dan antibiotik dosis tinggi yang dapat yang dapat menembus
derajat papil edema. Juga dapat dilakukan serial lumbal CSF. Pada pasien OMK, seringkali didapatkan adanya
pungsi atau pemasangan drain daerah lumbal selama bakteri gram negatif. Sebagai first lined therapy adalah
beberapa minggu. Jika kelainan berlangsung dalam dengan menggunakan ceftriaxone atau cefotaxime yang
jangka waktu yang lama, pemasangan ventrikular dikombinasikan dengan ampicillin atau penicillin G.
shunting atau dekompresi subtemporal dapat dilakukan. Kloramfenicol juga sering digunakan, tetapi mengingat
Penggunaan obat-obatan diuretik, steroid, dan agen beratnya efek samping yang ditimbulkan maka sekarang
dehidrasi hiperosmolar dapat digunakan. jarang digunakan kembali. Pemantauan efektifitas
Mastoidektomi dapat dilakukan setelah kondisi stabil teraoi dapat dilakukan dengan menggunakan serial
untuk mengatasi sumber infeksi kronis di telinga.6-9,13 kultur CSF, lama terapi yang dilakukan sepanjang 7-21
hari dengan kombinasi antibiotik untuk gram negatif
dan bakteri anaerob. Kultur CSF menjadi negatif
4.4.4. Meningitis terhadap kuman setelah 2-3 hari terapi.

Meningitis merupakan komplikasi intrakranial yang Jika terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan
paling sering terjadi. Insidensinya sekitar 50%. intrakranial, dapat dilakukan tindakan dekompresi dan
Meningitis merupakan masalah infeksi yang sering pencegahan gejala sisa neurologis dengan melakukan
terjadi. Sebagian besar kejadian dari meningitis terjadi lumbal pungsi dan pemberian deksametason.
melalui proses penyebaran infeksi secara hematogenous Deksametason terbukti dapat mengurangi kemungkinan
kedaerah subarakhnoid dan selaput otak (meningen). terjadinya kematian dan gangguan saraf pendengaran.
Otogenik daerah infeksi daerah disus merupakan Setelah pasien stabil, dapat dilakukan tindakan
sumber yang sering menyebabkan hal ini. OMA, mastoidektomi untuk mengatasi sumber infeksinya.6-9,13
terutama pada anak, lebih sering menyebabkan
meningitis dari pada OMK.

Patifisiologi terjadinya meningitis yang berasal dari


OMK mesih belum jelas sepenuhnya. Pada kasus OMK,
terjadinya meningitis diduga dari kontaminasi bakteri

56 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
menyebabkan infeksi dapat menyebar ke ventrikel,
bahkan ke korteks, sampai akhirnya dapat ruptur ke
ventrikel dan ruang subarachnoid.

Bakteri yang dapat ditemukan pada abses otak dapat


dilihat pada tabel berikut.

Mikroorganisme pada Abses Otak 7

Tingginya insiden streptococi dan staphylococci dan


Bacteroides sesuai dengan baketri sering kita temukan
MRI pada Kasus Meningitis dan Efusi Subdural7 pada OMSK eksaserbasi akut. Adanya sekret telinga
yang mengadung bakteri tersebut menunjukkan adanya
Abses otak6-9,13 aerasi yang buruk, penyumbatan dan destruksi tulang.

Patofisiologi Abses otak menempati peringkat pertama dalam hal


komplikasi yang disebabkan oleh OMK ke intrakranial
Abses otak adalah akumulasi dari pus, yang yang akan menyebabkan kematian. Komplikasi abses
dikelilingi oleh daerah yang mengalami ensefalitis di otak ini mempunyai tingkat mortalitas dan morbiditas
yang tinggi, sehingga merupakan salah satu komplikasi
dalam cerecrum atau cerebellum.
yang paling ditakutkan. Penelitian di Skotlandia, 1990,
didapatkan angka kejadian komplikasi abses otak dari
Abses otak sering terjadi pada pria terutama pada
OMK adalah 1 dari 12.467 pasien, sedangkan dari
usia dekade ke tiga, tetapi abses otak ini dapat terjadi penelitian di Thailand, 1993, didapatkan angka 1 dari
pada usia berapapun. Etiologi dari abses otak ini banyak 11.905.
ditemukan berasal dari otogenik. Pada anak 35 % abses Abses otak terjadi karena proses penyebaran melalui
otak berasal dari infeksi telinga, hidung dan tenggorok. proses hematogen dari bakteri. Pada kasus OMK, abses
otak terjadi karena ektensi langsung sepanjang jalan
Abses otak otogenik terutama berasal dari yang sudah ada ataupun melalui jalan perivaskular yang
venous thrombophlebitis dan bukan ekstensi langsung sudah ada. Sekitar 62% proses berlangsung didaerah
dari duramater. Lobus temporal sering terkena, lobus temporalis dan 34% didaerah serebellum.
Sedangkan penyebaran kedaerah frontal dan parietal
berikutnya cerebellum.
terjadi sekitar 4%. Tulang yang tipis pada daerah
tegmen timpani akan mempermudah penyebaran
Duramater sangat resisten terhadap infeksi, tetapi
penyakit ini kedaerah fossa posteriorcranial. Pada saat
infeksi persisten dapat menyebebkan inflamasi lokal duramater telah terekspos, maka penyebaran secara
pada dura, dimana thrombophlebitis dapat timbul pada tromboflebitis dapat terjadi dan menyebar ke daerah
pembuluh darah serebral. Thrombophlebitis retrograd bagian temporal dari serebrum, serebellum ataupun
pada vena serebral meupun serebellar dengan cepat epidural.
masuk ke vena terminal di white matter, dimana Angka mortalitas dari abses otak ini mempunyai
pertahanan terhadap infeksi sangat minimal, dan nilai yang tinggi, sekitar 6% - 42%.4,7
penyebaran dengan cepat dari liquification necrosis
Berdasarkan otoposi yang dilakukan oleh Evans,
menyebabkan pembentukan abses.
1933, pada pasien yang meninggal dunia disebabkan
Kemudian daerah sekitar abses yang mengalami oleh abses otak, didapatkan data sekitar 56% abses otak
ensefalitis membentuk semacam kapsul yang berasal tersebut berhubungan dengan OMK. Sedangkan dari
dari fibroblast otak dan sel glia. Pelunakan jaringan penelitian yang dilakukan oleh Courville, terhadap hal
sekitar abses dan kapsel yang tidak sempurna yang sama, didapatkan data sekitar 43%.11

57 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Diagnosis menggunakan kontras. Pada pemeriksaan CT Scan akan
didapatkan gambaran hipodens yang dikelilingi
Gejala klasik dari abses otak adalah: demam, semacam cincin, daerah abses tersebut merupakan
kesadaran terganggu, nyeri kepala, vomiting, kaku material yang bersifat piogenik. CT Scan juga
kuduk, focal motor seizures dan papil edema (Hirsch, membantu untuk mengetahui adanya suatu kerusakan
tulang daerah temporal yang menyokong untuk
1983)
diagnosis abses otak ini.
Tetapi tidak selalu semua gejala ini muncul pada
penderita abses otak (Harrison, 1982)

Abses otak berkembang melalui 4 fase selama


periode mingguan atau bulanan.

Tahap perkembangan dari penyakit ini menurut


Kornblut terbagi menjadi 4 fase:

• Fase awal, dikenal sebagai fase invasi (initial


encephalitis), dengan terjadinya encephalitis dan CT scan pada Kasus Abses Otak 20
terbentuknya mikrofokus yang terlokalisir didaerah
serebri dan terjadi peradangan daerah vaskular. MRI lebih sensitif untuk mengetahui kelainan ini
Gejala yang timbul : lemah, nyeri kepala, demam, bila dibandingkan dengan CT scan . MRI dapat
menggigil, mual dan muntah. mengetahui penyebaran ke extraparenchymal ke ruang
• Fase kedua, dikenal sebagai fase lokalisasi abses subarachnoid atau ventrikel.
atau fase laten, ditandai dengan terjadinya fibrosis
pada daerah yang mengalami peradangan dengan
dikelilingi oleh jaringan nekrosis. Gejala yang
timbul biasanya menghilang.
• Fase ketiga, dikenal sebagai fase perluasan
(cerebritis). Ditandai dengan ekspansi dan gambaran
abses lebih jelas. Gejala yang muncul adalah adanya
tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial yang
disertai adanya tanda-tanda iritasi dan kompresi
daerah yang terkena. Sakit kepala yang hebat dan
papil edema merupakan gejala yang menonjol pada
sekitar 70-90 % pasien. Diikuti dengan mual,
muntah proyektil, perubahan penglihatan. MRI pada Kasus Abses Otak 7
• Fase keempat, adanya usaha untuk perbaikan dari
abses dengan meninggalkan adanya jaringan sikatrik Penatalaksanaan
fibroglial atau ruptur dari abses tersebut. Ruptur dari Terapi harus dilakukan dengan segera. Pasien
abses akan menyebabkan material dari abses dirawat di rumah sakit, diberika antibiotik yang dapat
tersebut akan masuk ke dalam rongga ventrikel atau menembus sawar darah otak, pemberian kortikosteroid.
ruangan subarakhnoid. Ruptur dari abses merupakan Telinga diberikan antibiotik topikal.
keadaan yang dapat menyebabkan kematian. Pemberian antibiotika segera setelah diketahui
infeksi daerah otak. Beberapa penulis mengemukakan
bahwa pemakaian obat golongan nafcillin atau oxacillin
Elektroencephalography positif pada 96 % kasus dan kloramfenikol dosis tinggi sambil menunggu hasil
(adanya gelombang delta) kultur resistensi terbukti cukup efektif. Jika pasien
tersebut telah lama menderita OMK, maka pemakaian
cephalosporin generasi ketiga, anti pseudomanal
Gejala yang muncul adalah sesuai dengan fase dari
penisillin, atau aminoglikosida disamping kombinasi
penyakit tersebut. Tanda spesifik lainya berhubungan
dengan metronidazole patut dipertimbangkan.9
dengan lokalisasi dari abses tersebut.
Pasien segera dilakukan operasi, sebelumnya
Pemeriksaan neurologi diperlukan untuk
diberikan infus manitol.
mengetahui lokalisasi dari abses tersebut. Pemeriksaan Pada saat operasi, perlu dilakukan aspirasi abses
laboratorium rutin hanya sedikit membantu dalam untuk kepentingan kultur dan resistensi, pada rongga
penegakan diagnosisnya.11 abses dilakukan irigasi dengan saline dan antibiotik.
Penanganan abses otak secara tradisional dan masih
Diagnosis standar pada saat sekarang ini adalah menjadi pilihan utama adalah dengan tindakan operasi,
dengan menggunakan CT Scan dan MRI dengan biasanya dilakukan tindakan aspirasi dan eksisi dari lesi.

58 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Tindakan pembedahan ini mengurangi lama masa terapi
dengan pengobatan dan lama tinggal di RS. Tindakan
aspirasi dilakukan dengan memasang jarum yang besar
dan panjang melalui tehnik burr hole, yang kemudian
dapat dilanjutkan dengan tindakan irigasi. Sedangkan
tindakan eksisi ditujukan untuk menghilangkan semua
jaringan infeksius dan nekrotik.4,7

Abses Otak13
Setelah dilakukan operasi, 2 bulan kemudian masih
ada gambaran lesi hiperdens pada CT scan yang
merupakan inflamatory granuloma. Dalam 1 tahun
biasanya gambaran tersebut hilang. 73 % pasien yang
hidup memiliki sekuele neurologis atau tanpa sekuele
neurologis, hidup normal, dapat bekerja atau
bersekolah. Faktor utama yang menyebabkan mortalitas Abses Subdural13
adalah keadaan saat pasien masuk rumah sakit, semakin
dini diagnosa dan terapi diberikan, semakin tinggi Lobus frontalis dan lobus temporalis sangat dekat
kemungkinan hidupnya.6-9,13 dengan dura tapi jarang berhubungan dengan
penumpukkan cairan di subdural. Tetapi ruang subdural
diatas convexity dari hemisphere cerebri adalah ruang
yang nyata tanpa ada sekat anatomis lain.
Abses subdural 6-9,13
Patofisiologinya adalah melalui penyebaran secara
Patofisiologi
langsung ataupun tidak langsung dari tulang temporal.
Penyebaran secara langsung, adalah melaui erosi dari
Penumpukkan cairan di subdural dapat berupa
tulang temporal, yang diikuti dengan tereksposnya
abses, empyema dan atau efusi. duramater dan kemudian terjadi penetrasi kedaerah
duramater.
Abses subdural penumpukkan pus yang dibatasi Sedangkan penyebaran secara tidak langsung
oleh satu dinding yang membatasinya dengan ruang melalui thromboflebitis setelah melalui pembuluh darah
subdural secara keseluruhan. Dikatakan empyema yang melalui tulang dan duramater. Terkadang kita
subdural bila pus sudah menyebar ke area yang lebih menjumpai adanya pus yang terperangkap oleh jaringan
luas, biasanya mengikuti convexity dari serebrum. granulasi dan adanya jaringan fibrotik yang
mengelilinginya sebagai suatu respon terhadap infeksi
Sedangkan efusi subdural adalah penumpukkan cairan
tersebut.
secara lokal atau difus yang tidak tampak purulen pada Organisma penyebab abese subdural berbeda pada
inspeksi secara makroskopis. infant dan pada anak/dewasa. Pada infant etiologinya
adalah H. Influanzae, S. Penumoniae, dan Paracolon
Duramater yang utuh menyediakan perlindungan escherichia, terjadi sekunder dari meningitis.
yang efektif terhadap penyebaran infeksi. Sedangkan pada anak dan dewaa infeksi kebanyakan
berasal dari infeksi sinus frontal, biasanya didapatkan
Ruang subdural adalah ruang potensial yang dibatasi Stretococci dan Staphylococcus aureus.
oleh selapis sel mesothelial antara bagian terdalam dari
duramater dan bagian terluar dari arachnoid. Sebelah Diagnosa
dalam arachoid adalah CSF compartement. Gejala yang ditimbulkan berhubungan dengan
penyebaran dari pus, gejala yang muncul adalah
Abses ini sering terjadi pada anak-anak. stupor/koma, hemiparesis, kejang, nyeri kepala, mual,

59 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
demam, meningismus/kaku kuduk yang terjadi karena Setelah keadaan pasien membaik dan stabil, maka
peradangan daerah serebrum dan edema pada daerah tindakan mastoidektomi dari bagian THT dapat
yang berhubungan dengan abses dan seringkali dilakukan, untuk mengatasi sumber infeksi daerah
dijumpai adanya suatu tanda focal cortical, yang telinganya.4,7,21
ditandai dengan hemiplegi dan aphasia.

Pemeriksaan penunjang dengan menggunakan CT


Scan dan MRI dengan kontras, potongan aksial akan
memperlihatkan adanya hipodens didaerah sekitar lesi.
MRI lebih sensitif dan dapat mengetahui terjadinya
abses pada masa awal dan dapat secara tepat
membedakanya dengan epidural, subdural, dan abses
otak.7,21

MRI pada Kasus Abses Epidural dan Subdural7

Komplikasi ekstrakranial dan ekstratemporal

Subperiosteal abses

Subperisosteal abses terjadi karena penumpukan pus


yang berhubungan dengan mastoid, yang disebabkan
akut atu kronik otitis media dengan mastoiditis dan
destruksi tulang. Biasanya sering terjadi pada korteks
mastoid pada Macewen’s triangle tapi dapat juga timbul
di root of zygoma atau leher bagian atas (Bezold’s
abscess) yang telah berpenetrasi ke periosteum mastoid
CT scan pada Kasus Abses Subdural22 tip bagian medial.

Subperiosteal abses tampak seperti massa


fluktuatif yang menunjukkan tanda inflamasi, biasanya
disertai ottorhea. Tanda klasik dapat berupa massa di
belakang telinga, aurikel tampak terdorong ke depan.
Penatalaksanaan
Bila terletak di mestoid, subperiosteal abses ini
Penangannanya merupakan suatu tindakan menyerupai postaurikular supuratif adenitis pada otitis
gabungan dengan bagian bedah saraf, dilakukan eksterna, tapi pada Towne’s radiograf kasus adenitis ini
tindakan burr hole untuk diagnosis, dan dilanjutkan tidak menunjukkan destruksi tulang dan tidak ada
dengan drainase dan irigasi jika diperlukan. Irigasi opasifikasi
intraoperatif dengan bacitracin, neomycin, dan
Penatalaksanaan
polimyxin serta irigasi lewat drain pada saat post op
dapat dilakukan. Penggunaan antibiotika juga ditujukan Dilakukan insisi drainase, untuk mengevakuasi pus.
untuk mengatasi infeksi pada daerah telinga dan Jaringan sekitar yang berbentuk nekrotik memerlukan
diberikan sesuai dengan hasil kultur. Pada infant terapi juga debridement
dapat dilakukan dengan beberapa kali subdural tap dan
penggunaan antibiotik

60 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Lokasi Terjadinya Abses Bezold21

Diagnosis

Dengan adanya infeksi telinga, ditemukan pula


massa di daerah leher, biasanya disertai dengan demam,
leher terasa kaku. Pada CT scan terlihat di mastoid
region, akan ditemukan bone dehiscence dekat massa
abses, jaringan lunak leher edema.

Abses Subperiosteal14 Penatalaksanaan

Dengan cara drainase abses

CT scan pada Kasus Abses Bezold20

CT scan pada Kasus Abses Subperiosteal20

Abses Bezold ALGORITMA PENATALAKSANAAN

Abses Bezold timbul karena adanya mastoiditid OTITIS MEDIA


purulen yang mengerosi tip mastoid dan menginfeksi
jaringan lunak pada leher, ke dalam musculus
sternocleidomastoideus.

Gejala klinik menunjukkan benjolan di leher,


musculus sternocleidomastoideus terdorong. Bila tidak
segera dilakukan tindakan akan berekstensi ke inferior
ke carotid sheath. Bila infeksi berada di tulang occipital
dan menyebabkan osteomyelitis di calvarium disebut
abses Citelli .

61 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
DAFTAR PUSTAKA

1. Paparella MM., Adams GL., Levine SC., Disease of the


Middle Ear and Mastoid., Dalam Boeis Fundamental of
Otolaryngology., 6th edition. WB Saunders Company.
Philadelphia. 1989: 6: 88-118.

2. Boesoirie MTS., Miringoplasti Pascaradang Telinga Tengah.,


Bagian I.K Telinga, Hidung, Tenggogorok – Bedah Kepala
dan Leher. Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran.
Bandung. 2000.

62 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
3. Hashisaki GT., Complications of Chronic Otitis Media. Dalam MJ., Lippincott Williams & Wilkins., Philadelphia. 2005: 18:
The Ear Comprehensive Otology., Edited by Canalis RF., 219-40.
Lambert PR., Lippincott Williams & Wilkins., Philadelphia.
2000: 26: 433-45.
16. Nadol JB., Chronic Otitis Media., Dalam Surgery of the Ear
and Temporal Bone., 2 nd edition., Edited by Nadol JB.,
4. Lambert PR., Canalis RF., Chronic Otitis Media and McKenna MJ., Lippincott Williams & Wilkins.,
Cholesteatoma. Dalam The Ear Comprehensive Otology., Philadelphia. 2005: 17: 199-218.
Edited by Canalis RF., Lambert PR., Lippincott Williams &
Wilkins., Philadelphia. 2000: 25: 409-32.
17. Hollinshead WH., The Ear., Dalam Anatomy for Surgeons:
Volume 1: The Head & Neck., A Hoeber-Harper
5. Hashisaki GT., Complications of Chronic Otitis Media. Dalam International Edition. London. 1966: 166-228.
The Ear Comprehensive Otology., Edited by Canalis RF.,
Lambert PR., Lippincott Williams & Wilkins., Philadelphia.
2000: 26: 433-45. 18. Wiet RJ., Harvey SA., Bauer GP., Management of
Complications of Chronic Otitis Media. Dalam Otologic
Surgery. 2 nd Edition., Edited by Brackmann DE., WB
6. Neely JG., Arts HA., Intratemporal & Intracranial Saunders Company. Philadelphia. 2001: 19: 197-215.
Complications of Otitis Media., Dalam Head & Neck
Surgery – Otolaryngology. 4 th edition., Edited by Bailey BJ.,
Lippincott Williams & Wilkins., Philadelphia. 2006: 138: 19. Austin DF., Anatomy and embryology., Dalam Disease of the
2041-56. Nose, Throat, Ear, Head, and Neck., 13th edition., Lea &
Febiger. Philadelphia. 1985: 46: 877-923.

7. Ballenger JJ., Complications of Ear Disease., Dalam Disease


of the Nose, Throat, Ear, Head, and Neck., 13 th edition., Lea 20. Ludman H., Complications of suppurative otitis media.,
& Febiger. Philadelphia. 1985: 57: 1170-96. Dalam Scott-Brown’s Otolaryngology., 5 th edition., Edited
by Kerr AG., Butterworth & Co. London. 1987: 12: 264-291.

8. Lambert PR., Canalis RF., Anatomy and embryology of the


Auditory and Vestibular Systems. Dalam The Ear 21. Browning GG., Pathology of inflammatory conditions of the
Comprehensive Otology., Edited by Canalis RF., Lambert external and middle ear., Dalam Scott-Brown’s
PR., Lippincott Williams & Wilkins., Philadelphia. 2000: 2: Otolaryngology., 5th edition., Edited by Kerr AG.,
17-66. Butterworth & Co. London. 1987: 3: 53-87

9. Lee KJ., Infections of the Ear., Dalam Essential 22. Paparella MM., Adams GL., Levine SC., Disease of the
Otolaryngology – Head & Neck Surgery., 8th edition. Middle Ear and Mastoid., Dalam Boeis Fundamental of
Appleton & Lange. Connecticut. 2003: 23: 462-511. Otolaryngology., 6th edition. WB Saunders Company.
Philadelphia. 1989: 6: 88-118.

10. Phelps PD., Radiology of the ear., Dalam Scott-Brown’s


Otolaryngology., 5th edition., Edited by Kerr AG.,
Butterworth & Co. London. 1987: 2: 15-52.

11. Djaafar ZA., Kelainan Telinga Tengah., Dalam Buku Ajar I.


P Telinga Hidung Tenggorok., Edisi 5., editor Soepardi HA.,
Iskandar N., Balai Penerbitan FK UI. Jakarta. 2006: II: 49-
62.

12. Proctor B., Chronic otitis media and mastoiditis., dalam


Otolaryngology. 2nd edition. Volume II., edited by Paparella, BPPV (BENIGN PAROXYSMAL POS
Shrumrick., WB Saunders company., Philadelphia., 1980:
18: 1455-89.

Vertigo, suatu istilah yang bersumber dari bahasa latin,


13. Susilawati S., Chronic Ear Infection., Dalam Hearing vertere yang artinya memutar. Derajat yang lebih ringan
Impairment-An Invisible Disability., Springer-Verlag.
Tokyo. 2004: IV: 278-81. dari vertigo disebut dizziness, yang lebih ringan lagi
disebut giddiness dan unsteadiness.1,2

14. Ballenger JJ., Chronic Ear Disease., Dalam Disease of the Vertigo dapat merupakan gejala sendiri tanpa ada gejala
Nose, Throat, Ear, Head, and Neck., 13th edition., Lea & lain tetapi dapat juga merupakan kumpulan gejala
Febiger. Philadelphia. 1985: 55: 1135-1145.
(sindroma). Sindroma vertigo biasanya terdiri dari
gejala vertigo, mual, muntah, nistagmus, dan
15. Harris JP., Kim DW., Darrow DH., Complications of unsteadiness.1,2,3
Chronic Otitis Media., Dalam Surgery of the Ear and
Temporal Bone., 2 nd edition., Edited by Nadol JB., McKenna

63 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Sebagai gejala tersendiri, vertigo merupakan keluhan kegiatan yang berlebihan dari susunan saraf pusat
subjektif dalam bentuk rasa berputar dati tubuh/kepala otonom. Namun bilamana gerakan berlangsung
atau lingkungan disekitarnya. Ada yang mengatakan terus maka pola gerakan yang baru akan merevisi
giddiness adalah vertigo yang berlangsung dalam waktu pola gerakan yang sudah ada dan selanjutnya
sangat singkat. Dizziness adalah rasa pusing yang tidak terbentuk pola baru yang lebih sesuai dengan pola
spesifik, misalnya rasa goyah (unstable, unsteadiness), gerakan yang sedang dihadapi. Pada saat inilah
rasa disorientasi ruangan yang dapat dirasakan gejalanya menghilang dan orang tersebut dalam
berbalikan atau berputar.1,2 keadaan teradaptasi.
4. Teori otonomik
Gejala vertigo dapat ditimbulkan oleh berbagai macam Teori ini menduga bahwa sindrom vertigo timbul
etiologi, antara lain akibat mabuk gerakan/perjalanan. oleh karena terjadinya ketidakseimbangan saraf
Pada keadaan ini gejala vertigo muncul pada awal otonom akibat rangsangan gerakan. Bila
berlangsungnya paparan gerakan dan cepat terabaikan ketidaksesuaian mengarah pada dominasi saraf
oleh penderita manakala paparan berlanjut dan gejala simpatik, maka terjadilah sindroma vertigo.
yang lebih hebat muncul sehingga vertigo bukan Sebaliknya bila mengarah ke dominasi saraf
merupakan gejala yang menonjol.1,2,3 parasimpatis maka sindroma menghilang.
5. Teori neurohumoral
Teori terjadinya vertigo sangatlah banyak, yaitu:1,2,3 Beberapa teori humoral yang cukup terkenal antara
1. Teori rangsangan berlebihan lain teori histamin dari Takeda, teori dopamin dari
Dasar teori ini adalah suatu asumsi bahwa makin Kohl, teori serotonin dari Lucat. Masing-masing
banyak dan makin cepat rangsangan, semakin bahan humoral tersebut meningkat kadarnya dalam
berpeluang menimbulkan sindroma vertigo akibat cairan tubuh saat terjadi rangsangan dan memicu
gangguan fungsi alat keseimbangan tubuh. Jenis timbulnya gejala vertigo.
rangsangan pada kesimbangan ini antara lain kursi 6. Teori sinap
putar Barany, irigasi telinga, kapal laut, dan mobil. Menurut teori ini, rangsangan gerakan dapat
Menurut teori ini sindroma vertigo (vertigo, meningkatkan stres fisik dan atau psikis yang akan
nistagmus, mual, dan muntah) timbul akibat memicu pelepasan CRF (corticotropin releasing
rangsangan berlebihan terhadap kanalis factor). CRF dapat mengubah keseimbangan ke
semisirkularis. arah dominasi saraf simpatik terhadap saraf
2. Teori konflik sensorik parasimpatik sehingga muncul gejala vertigo.
Menurut teori ini sindroma vertigo muncul ketika Selanjutnya ketika keseimbangan berubah ke arah
terjadi disharmoni (discordance) masukan sensoris parasimpatik sebagai akibat hubungan reciprocal
yang berasal dari ketiga reseptor tersebut baik dari inhibition antar kedua saraf tersebut maka gejala
sisi kanan maupun sisi kiri akibat rangsangan mual dan muntah akan muncul. Bila rangsangan
gerakan. Masukan sensorik yang tidak sinkron diulang maka jumlah ion Ca dalam sel saraf pra
tersebut menimbulkan kelainan pada pusat sinap akan kian berkurang bersamaam dengan
keseimbangan dan membangkitkan respons dari menyempitnya kanal kalsium yang mempersulit
saraf otonom, otot penggerak mata (nistagmus), masuknya ion Ca. Dengan demikian rangsangan
dan penyangga tubuh (ataksia, unsteadiness), serta berulang menimbulkan progressive Ca channel
korteks (vertigo). Kemajuan yang penting dari teori closure yang diduga merupakan dasar mekanisme
ini dibandingkan teori sebelumnya ialah perubahan proses adaptasi selanjutnya menurunkan
lokasi kelainannya tidak pada kanalis kemampuan pengeluaran neurotransmiter dengan
semisirkularis (perifer) melainkan pada pusat alat akibat respons jaringan berkurang dan kemudian
kesimbangan tubuh (sentral). menghilang. Munculnya sindroma vertigo berawal
dari pelepasan corticotropin releasing factor (CRF)
dari hipotalamus akibat rangsangan gerakan. CRF
selanjutnya merangsang kegiatan susunan saraf
simpatik di locus caeruleus, hipokampus, korteks
serebri, dan sebagainya. CRF membangkitkan
3. Teori neural mismatch respons susunan saraf terhadap stres fisik maupun
Garis besar teori ini ini hampir sama dengan teori psikis yang dapat dihambat oleh pemberian obat
konflik sensorik, namun dikembangkan lebih jauh anticemas, benzodiazepin. Dalam hal ini
sehingga dapat dijelaskan terjadinya fenomena mekanisme kerja CRF diduga lewat peningkatan
adaptasi. Menurut teori ini, timbulnya gejala influks kalsium oleh karena dapat dihambat dengan
disebabkan karena ketidaksesuaian antara pemberian obat golongan calcium entry blocker.
pengalaman gerakan yang sudah disimpan dalam CRF meningkatkan sekresi stres hormon lewat jalur
otak dengan gerakan yang sedang hipotalamo-hipofisa-adrenalis. Rangsangan
berlangsung/dihadapi. Rangsangan gerakan yang terhadap korteks limbik hipokampus menimbulkan
sedang berlangsung tersebut dirasakan asing atau gejala ansietas dan atau depresi. Peningkatan
tidak sesuai dengan harapan dan merangsang kegiatan di locus coeroleus oleh CRF

64 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
menyebabkan keseimbangan saraf otonom keseluruhan. Serangan sementara ini dapat terjadi
mengarah ke dominasi saraf simpatik dan timbul karena kelainan perifer atau sentral. Seringkali dimulai
sindroma: pucat dan dingin pada kulit, serta dengan perubahan posisi.4
keringat dingin, dan vertigo. Bila dominasi berubah
ke arah saraf parasimpatis, sebagai akibat Berdasarkan lokasi patologis yang terjadi, vertigo dapat
mekanisme reciprocal inhibition, maka muncul dibagi menjadi vertigo perifer dan sentral. Vertigo
gejala mual, hipersalivasi, dan muntah. Bila perifer terjadi bila penyebab vertigo berlokasi mulai dari
sindroma tersebut berulang akibat rangsangan, organ vestibuler sampai saraf kedelapan. Sedangkan
maka siklus perubahan dominasi saraf simpatik dan vertigo sentral dari nukleus vestibularis, batang otak,
parasimpatik juga berulang sampai suatu saat dan seterusnya sampai ke susunan saraf pusat.4,5
terjadi perubahan sensitifitas reseptor dan jumlah
reseptor serta perubahan terhadap influks kalsium. Secara umum kedua tipe gangguan keseimbangan ini
Dalam keadaan ini sindroma vertigo akan dapat dibedakan sebagai berikut:1,4
menghilang dan disebut dalam kondisi teradaptasi.
Tipe Gangguan Keseimbangan
Tingkat beratnya serangan vertigo bervariasi. Pada Perifer Sentral
vertigo berat, pasien hanya berbaring di tempat tidur, Perasaan
takut jika gerakannya akan menimbulkan serangan. Jika Jelas Kurang jelas
berputar
pasien cenderung untuk jatuh dan tidak dapat berdiri Jarang
tanpa penyokong menandakan vertigo berat.4 Serangan Paroksismal
paroksismal
Biasanya tidak
Rasa takut yang dikeluhkan pasien pada saat serangan Intensitas Sering berat
berat
vertigo yang hebat adalah:4 Kurang dari 1
Saya takut muntah menit sampai
Saya khawatir selama serangan akan meninggal Lamanya Lebih lama
beberapa
Saya menyangka saya punya tumor di otak minggu
Saya takut akan terjatuh dan mencederai diri saya Hubungan
Saya khawatir akan jatuh pingsan dengan posisi Sering Jarang
Saya khawatir hilang kontrol kepala
Saya takut terkena serangan jantung Gejala sistem
Saya khawatir tidak dapat berjalan lagi otonom Jelas Jarang
(mual/muntah)
Jumlah serangan vertigo ditentukan dengan satu kali Gangguan Biasanya tidak
serangan atau lebih misalnya akibat lesi vaskuler atau Sering ada
dengar ada
labirintitis toksin akut. Penyakit Meniere ditandai Gangguan Biasanya tidak
dengan serangan vertigo yang berulang kali. Penentuan Sering ada
kesadaran ada
serangan vertigo apakah mendadak atau gradual penting Gejala Biasanya tidak
ditentukan untuk prognosis. Serangan vertigo yang Sering ada
neurologis lain ada
berat dan hanya satu kali akan diikuti dengan
penyembuhan yang lambat dan gradual. Penyembuhan
Berdasarkan proses terjadinya, vertigo dapat dibedakan
dapat sempurna atau ada gejala sisa. Pada lesi kanalis
sebagai vertigo spontan dan vertigo posisi. Vertigo
semisirkularis, sebagian gejala datang tiba-tiba dan
spontan timbul secara tiba-tiba tanpa penyebab yang
akan sembuh dalam beberapa jam. Gejala gradual
jelas, sedangkan vertigo posisi muncul pada saat
biasanya pada lesi organ akhir (end organ) vestibuler
pergerakan tertentu khususnya pergerakan atau
atau saraf.4
perubahan posisi kepala.4
Perasaan akan jatuh menunjukkan adanya lesi di labirin.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
Pasien akan jatuh ke sisi labirin yang rusak. Jatuh yang
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah
tiba-tiba disebabkan adanya rangsangan utrikulus. Jatuh
salah satu jenis vertigo vestibular tipe perifer yang
dapat juga disebabkan oleh lesi rombenselafon. Pada
paling sering dijumpai dalam praktek sehari-hari
insufiensi arteri basilaris, pasien biasanya jatuh ke satu
ditandai dengan serangan yang dapat menghilang secara
sisi.4
spontan. BPPV bukan suatu penyakit, melainkan suatu
sindroma sebagai gejala sisa dari kelainan pada telinga
Lama serangan menurut Alpers terbagi menjadi
dalam.1,2
serangan sampai beberapa saat, serangan paroksismal
yang berlangsung dalam beberapa jam atau hari, serta
BPPV adalah vertigo yang terjadi pada posisi kepala
serangan yang berlangsung beberapa minggu. Serangan
tertentu disebabkan oleh keadaan patologis berupa
sementara biasanya berlangsung beberapa detik sampai
degenerasi debris (otokonia) pada kupula semisirkularis
menit. Setelah serangan, pasien mungkin membutuhkan
posterior atau pada cairan endolimf disekitarnya yang
istirahat beberapa menit sebelum ia sembuh secara

65 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
ditandai dengan serangan vertigo yang berat, singkat, mendapatkan 26% dari 100 pasien otitis media
serta dapat disertai mual dan muntah.1,2 mempunyai gejala nistagmus posisi.
7. Penyebab lain seperti insufisiensi vertebrobasilaris,
Epidemiologi ototoksisitas (alkohol, fenitoin, diuretik, salisilat,
Insidensi terjadinya BPPV di US sekitar 64 kasus per quinidine, quinine, barbiturat), neuroma akustik,
100.000 populasi per tahun. Pada salah satu penelitian kelainan kongenital (telinga dalam).
di Jepang, ditemukan insidensi BPPV adalah 11 kasus
per 100.000 populasi per tahun.2,3
Patofisiologi
BPPV dapat terjadi pada semua usia, tetapi kebanyakan Terdapat dua teori yang menerangkan patofisiologi
terjadi pada usia lebih dari 40 tahun. Penelitian Baloh BPPV, yaitu:3,4
mendapatkan usia rata-rata penderita BPPV adalah 54 1. Teori kupulolitiasis
tahun dengan rentang usia antara 11 sampai dengan 84 Adanya debris yang berisi kalsium karbonat berasal
tahun. Vertigo yang terjadi pada usia muda lebih dari fragmen otokonia yang terlepas dari makula
disebabkan karena labirintitis (berhubungan dengan utrikulus yang berdegenerasi, menempel pada
gangguan dengar) atau neuronitis vestibuler permukaan kupula kanalis semisirkularis posterior
(pendengaran normal). Perbandingan antara wanita dan yang letaknya langsung di bawah makula utrikulus.
laki-laki adalah 1,6 : 1,0, sedangkan pada yang idiopatik Debris tersebut lebih berat daripada endolimf
2 : 1.1,2 sekitarnya, sehingga lebih sensitif terhadap
perubahan arah gravitasi. Bilamana pasien berubah
Etiologi posisi dari duduk ke berbaring dengan kepala
Sampai saat ini masih sulit untuk menentukan etiologi tergantung seperti pada tes Dix Hallpike, kanalis
yang pasti. Ada beberapa teori yang dikemukakan, posterior berubah posisi dari inferior ke superior,
antara lain: 2,5 kupula bergerak secara utrikulofugal, dengan
1. Idiopatik demikian timbul nistagmus dan keluhan vertigo.
Yang paling sering terjadi yaitu sekitar 50%-70%. Pergeseran massa otokonia tersebut membutuhkan
Harrison dan Ozsahinoglu (1975) mendapatkan waktu, hal ini yang menyebabkan adanya masa
60% dari 365 pasien yang diteliti. Kasus ini lebih laten sebelum timbul nistagmus dan keluhan
sering terjadi pada dekade ke 5,6, dan 7. vertigo.Gerakan posisi kepala yang berulang akan
Schuknecht (1974) menduga bahwa BPPV dapat menyebabkan otokonia terlepas dan masuk ke
terjadi karena degenerasi spontan dari otokonia dalam endolimf sehingga menyebabkan timbulnya
pada makula utrikulus. fatique, yaitu berkurangnya atau menghilangnya
2. Trauma kepala nistagmus/vertigo disamping adanya mekanisme
Merupakan penyebab kedua terbanyak. Barbes kompensasi sentral. Nistagmus tersebut timbul
(1964) mendapatkan 47% pasien dengan fraktur secara paroksismal pada bidang kanalis posterior
tulang temporal longitudinal mempunyai gejala telinga yang berada pada posisi di bawah dengan
BPPV. Pada pasien trauma kepala tanpa fraktur arah komponen cepat ke atas.
didapatkan angka sebanyak 20%. Harrison 2. Teori kanalitiasis
mendapatkan 24% pasien BPPV mempunyai Menurut teori ini, debris otokonia tidak melekat
riwayat trauma kepala. Trauma kepala pada kupula melainkan bergerak bebas di dalam
menyebabkan pelepasan sejumlah otokonia ke endolimf kanalis semisirkularis posterior. Pada
dalam endolimf, hal ini menjelaskan bahwa pada perubahan posisi kepala, debris tersebut akan
penderita ini terjadi BPPV yang bilateral. bergerak ke posisi paling bawah, endolimf bergerak
3. Neurolabirintitis viral atau disebut juga neuronitis menjauhi ampula dan merangsang nervus
vestibularis terjadi sekitar 15% pada kasus BPPV. ampularis. Bila kepala digerakkan maka debris
4. Penyakit meniere dengan insidensinya sekitar 0,5% akan keluar dari kanalis posterior ke dalam krus
sampai 31% pada kasus BPPV. Mekanisme komunis lalu masuk ke dalam vestibulum
kelainan ini belum dapat dijelaskan tetapi diduga kemudian vertigo/nistagmus akan menghilang.
karena hasil dari hydropically menyebabkan Teori kanalitiasis inilah yang mendasari prosedur
kerusakan pada makula dari utrikulus atau karena pengobatan dari Epley.
terjadinya obstruksi parsial pada labirin
membranosa. Semont dkk (1988) menganggap bahwa kedua teori ini
5. Pembedahan telinga dalam yang menyebabkan saling mendukung sehingga ia tidak membedakannya di
kerusakan labirin. Hal ini terjadi karena kerusakan dalam penentuan prosedur pergerakan dari terapinya.4
utrikulus selama prosedur pembedahan yang
menyebabkan pelepasan otokonia.
6. Otitis media
Dix dan Hallpike (1952) menemukan hubungan
antara otitis media supuratif dengan BPPV. Mereka

66 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
dari tidurnya dengan perasaan berputar yang hebat saat
ia berbalik. Serangan juga dapat terjadi saat
menengadahkan kepala ketika mencuci rambut, saat
membungkuk, dan menegakkan kepala. Walaupun
masa serangan vertigo pada pasien BPPV kurang dari
satu menit, tetapi pasien dapat merasakan perasaaan
gangguan orientasi ruangan yang tidak spesifik lebih
lama. Seperti perasaan ringan di kepala dan perasaan
melayang yang dapat berlangsung beberapa jam sampai
hari. Pada kebanyakan kasus, serangan akan berkurang
secara perlahan baik frekuensinya maupun
intensitasnya dalam beberapa minggu, bulan, atau
tahun. Pada BPPV yang idiopatik, kemungkinan gejala
akan muncul kembali setelah beberapa bulan atau tahun.
Kebanyakan pasien tidak mempunyai keluhan kohlea,
Mekanisme Teori Kupulolitiasis dan Kanalitiasis 6 kecuali gejala yang terjadi berhubungan dengan
penyakit telinga dan bedah otologi.4
Utrikulus berhubungan dengan duktus semisirkularis.
Otolit dapat berpindah dari utrikulus karena Diagnosis
bertambahnya umur, trauma kepala, atau kelainan Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis yang
labirin. Ketika hal ini terjadi, otolit selalu masuk ke cermat, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
dalam duktus semisirkularis posterior.2 Pemeriksaan neurologi juga normal. Pendengaran
biasanya tidak terganggu, kecuali pada infeksi telinga,
Perubahan posisi kepala karena gravitasi menyebabkan presbiakusis, bekas operasi telinga atau trauma kepala.
otolit secara bebas bergerak longitudinal melalui Pada keadaan ini gangguan dengar dan vertigo
kanalis. Aliran endolimf yang terjadi bersama ini kemungkinan secara bersama-sama terjadi sebagai
menstimulasi sel rambut pada kanalis semisirkularis akibat dari faktor pencetus tersebut.4
yang terkena sehingga menyebabkan vertigo. Ketika
otokonia mencapai batas serangannya, hidrodinamik Anamnesis
terhenti menyebabkan nistagmus berhenti. Manuver Adanya vertigo yang terasa berputar, timbul mendadak
kepala yang dilakukan menyebabkan partikel bergerak pada perubahan posisi kepala atau badan, lamanya
kearah yang berlawanan, menimbulkan nistagmus pada kurang dari 30 detik, bisa disertai oleh rasa mual
sisi yang sama tetapi terjadi kebalikannya pada arah dari ataupun muntah. Karakteristik pasien dengan BPPV
rotasi. Ketika dilakukan pengulangan pada manuver merasakan bahwa ruangan terasa berputar, ataupun bisa
kepala, partikel menjadi tersebar dan secara progresif mengeluhkan bahwa pasien merasa bergoyang, miring,
menyebabkan kurang efektif untuk menimbulkan berbalik.1,4
nistagmus.2
Semua keluhan itu terjadi karena ilusi dari pergerakan
Gejala Klinis yang disebabkan salah persepsi terhadap stimulus
Vertigo timbul mendadak pada perubahan posisi, (otolit).4
misalnya miring ke satu sisi pada waktu berbaring,
bangkit dari tidur, membungkuk, menegakkan kembali Episodik vertigo dapat terjadi diikuti dengan pergerakan
badan, menunduk atau menengadah. Serangan dari kepala ketika bergerak di tempat tidur, duduk,
berlangsung dalam waktu singkat, biasanya kurang dari berdiri, cenderung berdiri ke depan, menggerakkan
30 detik.5,7 kepala pada arah horisontal. 1,4

Vertigo pada BPPV dirasakan berputar, bisa disertai Pemeriksaan fisik


rasa mual kadang muntah. Setelah rasa berputar Biasanya didapatkan gejala nistagmus (pergelakan
menghilang, pasien bisa merasa melayang. Umumnya involunter dari mata). Nistagmus klasik terjadi ketika
BPPV dapat mengilang sendiri dalam beberapa hari kepala pasien bergerak ke arah sisi yang sakit.
sampai minggu dan kadang bisa kambuh lagi.6 Nistagmus torsional (atau rotasi) menyebabkan
pergerakan mata cepat ke sisi telinga yang sakit
Pasien BPPV biasanya mengeluh dengan seringnya sedangkan pergerakan lambat ke arah yang berlawanan.
serangan vertigo berulang oleh karena perubahan posisi. Nistagmus biasanya terjadi sekitar 10 sampai 40 detik
Biasanya serangan berlangsung singkat, diikuti dengan setelah perubahan posisi.4
perasaan berputar yang hebat, terkadang disertai mual
atau muntah. Serangan akan berakhir biasanya dalam Tes Dix Hallpike
waktu 30 sampai 60 detik.29-31 Gejala dirasakan pada Perasat ini sering dijadikan pegangan dalam
saat berbaring dan bangun dari tempat tidur atau ketika menentukan diagnosis BPPV.8,9
berbalik ke satu sisi. Kadang-kadang pasien terbangun Tes ini dilakukan sebagai berikut:1,10

67 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
a. Sebelumnya pasien diberi penjelasan dulu Penatalaksanaan
mengenai prosedur pemeriksaan supaya tidak Pengobatan terhadap BPPV terutama bersifat suportif.
tegang dan vertigo dapat terjadi pada saat Komunikasi dan informasi harus diberikan kepada
pemeriksaan dilakukan. penderita BPPV. Oleh karena BPPV menimbulkan
b. Pasien duduk dekat bagian ujung meja periksa, vertigo yang hebat, pasien menjadi cemas dan khawatir
sehingga pada saat pasien telentang, kepala dapat akan adanya penyakit berat seperti stroke atau tumor
ekstensi membentuk sudut 45 derajat. Tepi bahu di otak. Maka perlu diberikan penjelasan bahwa BPPV
ujung tempat tidur dan kepala diletakkan lebih bukan sesuatu yang berbahaya dan prognosisnya baik,
rendah. dapat hilang spontan setelah beberapa waktu walaupun
c. Dengan mata terbuka dan berkedip sedikit mungkin kadang berlangsung lama dan sewaktu-waktu bisa
selama pemeriksaan, pada posisi duduk kepala kambuh lagi.1
menengok ke kiri atau kanan, lalu dengan cepat
badan pasien dibaringkan sehingga kepala Medikamentosa
tergantung pada ujung meja periksa, lalu dilihat Pengobatan medikamentosa memberikan hasil yang
adanya nistagmus dan keluhan vertigo dengan masa kurang memuaskan. Obat anti vertigo seringkali tidak
laten lebih kurang dua sampai sepuluh detik, dibutuhkan oleh karena vertigonya berlangsung
pertahankan posisi tersebut selama 10 sampai 15 sebentar saja. Serangan akut vertigo tidak dapat
detik. Jika posisi ini dipertahankan, nistagmus dan sepenuhnya ditekan dengan obat antivertigo. Beberapa
vertigo akan berkurang dan hilang dalam 10 sampai obat-obatan hanya bersifat simptomatik saja.1,9,10
30 detik. Setelah itu pasien didudukkan kembali,
nistagmus akan timbul kembali tapi dengan arah Contoh obat untuk vertigo adalah:15,16
yang berlawanan dan intensitas yang lebih rendah. • Supresi vestibuler, misalnya meclizine, lorazepam,
Berikutnya manuver diulang dengan kepala clonazepam, dimenhidrinat, diazepam,
menengok ke sisi yang lain. Untuk melihat adanya amitriptiline, dan sebagainya. Obat-obatan tersebut
fatigue, manuver dapat diulang dua sampai tiga kali dapat menurunkan nistagmus yang dikarenakan
dan keluhan nistagmus serta vertigo yang terjadi keseimbangan vestibuler.
akan menjadi semakin berkurang. • Antikolinergik yang memberikan efek kepada
reseptor muskarinik, misalnya skopolamin. Obat-
Interpestasi tes Dix Hallpike:1,10 obatan memberikan efek sentral.
- Normal: tidak timbul vertigo dan nistagmus dengan • Antihistamin. Mekanisme obat ini pada vestibuler
mata terbuka. Kadang dengan mata tertutup bisa sentral masih belum jelas.
terekam dengan menggunakan • Antiemetik, contohnya droperidol, granisetron,
elektronistagmografi adanya beberapa detak meclizine, metoclopramide, ondansetron,
nistagmus. perphenazine, ptochlorperazine, promethazine,
- Abnormal: timbulnya nistagmus posisional yang trimethobenzamine, dan lain-lain. Pada pasien
pada BPPV mempunyai 4 ciri yaitu adanya masa dengan vertigo yang berat dapat diberikan
laten, lamanya kurang dari 30 detik, disertai vertigo antiemetik 30 menit sebelum dilakukannya
yang lamanya sama dengan nistagmus, dan adanya manuver. Pilihan utamanya adalah prometazine.
fatigue, yaitu nistagmus dan vertigo yang makin
berkurang setiap kali manuver diulang. Selain obat-obatan diatas, terdapat beberapa golongan
obat yang dapat dipakai untuk mengobati vertigo,
diantaranya adalah:15,16,17,18
• Calcium channel blockers. Merupakan obat yang
paling sering digunakan dan sangat menjanjikan
untuk pengobatan vertigo, contohnya flunarizin
dan cinnarizine. Obat golongan ini juga
mempunyai efek antikolinergik dan atau
antihistamin.
Cinnarizine
Merupakan salah satu golongan obat ini tetapi
kurang poten. Dosis yang biasa digunakan adalah
30 mg per oral dua jam sebelum adanya rangsangan
mabuk perjalanan. Pada saat terjadi paparan
terhadap stimulus, obat ini dapat dilanjutkan 15 mg
tiga kali sehari. Anak-anak usia 5 sampai 12 tahun
dapat diberikan setengah dari dosis dewasa. Pada
salah satu penelitian dengan menggunakan rotasi
Tes Dix Hallpike6 lambat, cinnarizine terlihat meningkatkan jumlah
rotasi yang dapat ditoleransi sebelum timbulnya
mabuk perjalanan. Cinnarizine juga terbukti efektif
68 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
dibandingkan plasebo pada salah satu penelitian otot lurik beberapa kali lebih tinggi daripada kadar
pada mabuk laut. plasma.
Flunarizin Flunarizin dalam keadaan terikat sebanyak 99,1%;
Flunarizin adalah salah satu calcium channel 90% terikat dengan protein plasma dan 9%
blockers merupakan derivate cinnarizine dengan terdistribusi dengan sel-sel darah, serta kurang dari
efek yang lebih kuat dan mempunyai waktu paruh 1% berbentuk bebas dalam cairan plasma.
yang lebih lama.yang merupakan supresan labirin Metabolisme flunarizin terutama melalui oksidasi
perifer yang sangat kuat. Dosis 10 mg terbukti lebih N dan hidrokliasi aromatik. Selama periode 48 jam
efektif menekan respon kalori daripada 5 mg. setelah pemberian dosis tunggal 10 mg, eksrersi
Flunarizine juga mengurangi refleks flunarizin dan atau metaboltnya ditemukan
vestibulookular yang ditimbulkan dalam tes minimal pada urine (<0,2%) dan feses (<6%). Hal
akselerasi harmonik dan secara klinis berguna ini menandakan bahwa obat ini dan metabolitnya
dalam mencegah vertigo. dieksresi secara sangat lambat dalam jangka waktu
Pada salah satu penelitian mengenai saccadic eye yang panjang. Flunarizin mempunyai waktu paruh
movement setelah diberikan flunarizin dan eliminasi yang panjang sekitar 19 hari. Ell dan
cinnarizine pada 10 pasien, Supac dkk menemukan Gresty (1983) menemukan efek flunarizin untuk
bahwa puncak kecepatan sakadik lebih rendah menurunkan atau menghilangkan nistagmus
secara bermakna pada kelompok flunarizin khususnya pada fase sekunder. Obat ini tidak
(kecepatan sakadik berhubungan dengan pancaran memberikan efek pada sakade yang volunter tetapi
neuron pada batang otak). Subjek yang dapat menurunkan efek dari sakade vestibuler. Lee
menggunakan cinnarizine hanya memperlihatkan dkk (1986) melaporkan bahwa flunarizin
kecenderungan sedikit penurunan kecepatan pada merupakan obat untuk menekan efek pada labirin.
puncak sakadik. Penurunan efek supresi vestibuler oleh flunarizin
Flunarizin dan cinnarizine digunakan di Eropa berdasarkan karena dihambatnya ion kalsium untuk
tetapi tidak secara luas diseluruh dunia. Flunarizin masuk ke dalam sel krista ampularis. Puncak dari
mempunyai waktu paruh yang panjang dan kecepatan VOR pada fase lambat dapat diturunkan
kadarnya dalam plasma tidak sampai 2 bulan. sampai 70% setelah dua jam. Flunarizin diabsorpsi
Konsentrasi residu dapat terdeteksi samapi dengan dengan baik, mencapai puncaknya setelah dua
4 bulan setelah terapi dihentikan. sampai empat jam per oral. Konsentrasi pada
Flunarizin mencegah efek buruk dari kelebihan plasma meningkat secara bertahap selama
kalsium selular dengan mengurangi aliran kalsium menggunakan dosis 10 mg per hari. Oosterveldt
transmembran yang berlebihan. Flunarizin tidak (1974) melaporkan adanya efek penurunan pada
menganggu kalsium hemostasis seluler yang rotatory nystagmus. Tolu dan Mameli (1984)
normal dan memiliki kemampuan antihistamin. menduga bahwa flunarizin bekerja pada korteks
Efek dari flunarizin sebagai pencegahan vertigo serebral.
telah banyak dikemukakan berdasarkan Efek samping
berkurangnya frekuensi serangan. Tingkat beratnya Efek samping potensial termasuk rasa mengantuk
serangan vertigo juga berkurang. Flunarizin atau lelah dan peningkatan berat badan (dan atau
diabsorpsi secara baik, kadar puncak plasma meningkatnya nafsu makan) terjadi pada 20 dan
dicapai dalam 2 sampai 4 jam setelah pemberian 15%. Efek samping yang paling serius adalah
oral. Konsentrasi plasma meningkat secara depresi sebanyak 1,3%. Efek samping yang lain
bertahap selama pemberian jangka panjang 10 mg antara lain gastrointestinal: rasa terbakar di dada,
per hari, yang mencapai kadar tetap setelah 5 mual, muntah, nyeri lambung. Sistem saraf pusat:
sampai 6 mg. Kadar tetap plasma tetap konstan insomia dan perubahan pola tidur, cemas. Lain-
selama terapi diperpanjang walaupun terdapat lain: mulut kering, astenia, nyeri otot, dan ruam
variasi antar individu. Kadar plasma berkisar antara kulit.
39 dan 115 ng/ml. • Sodium channel blocker, contohnya adalah fenitoin
Pada 50 pasien tua rata-rata umur 61 tahun dengan (dilantin), neurontin, tegretol. Tetapi para peneliti
intermittent claudication, pemberian flunarizin mengatakan bahwa obat-obatan ini memberikan
jangka panjang (median 6 bulan) 10 mg per hari, hasil yang kurang memuaskan sebagai pengobatan
mencapai kadar tetap plasma yang konstan terhadap vertigo.
walalupun terdapat perbedaan antar individu. • Obat-obatan lain yang dapat digunakan untuk
Kadar flunarizin plasma berkisar antara 50 dan 100 pengobatan vertigo tetapi memberikan hasil yang
ng/ml pada 46% pasien, nilai individual berkisar kurang memuaskan adalah obat golongan
antara kurang dari 20 ng sampai 580 ng/ml. histamine agonist, steroid, simpatomimetik, acetyl-
Flunarizin tidak terlihat memiliki efek kumulatif leucine, gingkobiloba, selective ACH antagonist.
yang terlihat pada pengukuran yang berulang.
Flunarizin terdistribusi luas ke jaringan, konsentrai Manuver
obat dalam jaringan, terutama jaringan lemak dan Pengobatan vertigo yang terbaik adalah pasien
menerima pengobatan berdasarkan patofisiologi

69 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
penyakit, yaitu bahwa vertigo dan nistagmus pada
BPPV disebabkan oleh adanya debris yang melekat Manuver Semont
pada kupula kanalis semisirkularis posterior Pada tahun 1985, Toupet dan Semont menerangkan
(kupulolitiasis) atau debris yang mengapung bebas pada suatu pendekatan yang lebih agresif yang dinamakan
labirin membranosa dari kanalis semisirkularis liberatory maneuver. Cara ini didasarkan pada teori
posterior (kanalitiasis).9 kupulolitiasis dengan tujuan mencegah debris
menempel pada kupula. Pada cara ini pasien
Dengan berusaha melepaskan debris yang melekat pada didudukkan di atas tempat tidur dengan posisi kepala
kupula dan menggerakkan debris ini keluar dari kanalis 45 menoleh menjauhi telinga sakit dan kemudian
posterior akan dapat menghilangkan keluhan pasien. digerakkan dengan cepat ke posisi yang menimbulkan
Hal ini dapat dicapai dengan terapi fisik yang dilakukan vertigo dan dipertahankan selama 4 menit. Selanjutnya
terhadap pasien. Prinsip terapi adalah memberikan digerakkan dengan cepat melalui posisi duduk ke posisi
tantangan pada pasien untuk melakukan posisi kepala yang berlawanan. Telinga di bawah dan tetap pada
tertentu dalam waktu yang berulang-ulang. Ada dua posisi kedua selama 4 menit dan posisi kepala seperti
jenis terapi fisik, pertama terapi habituasi vestibuler semula. Bila selama menit pertama pada posisi ini
seperti yang dijelaskan oleh Norre dkk (1987). Terapi pasien tidak merasa vertigo, kepala pasien digoyang
ini didasarkan pada konsep kompensasi susunan saraf beberapa kali untuk melepas debris. Setelah 4 menit
pusat terhadap gerakan yang merangsang terjadinya terakhir, pasien dengan lambat digerakkan ke posisi
vertigo. Jenis kedua seperti yang dijelaskan oleh Brandt duduk. Perasat Semont terutama efektif untuk pasien
dan Daroff (1980), mendasarkan teorinya pada usaha dengan debris yang melekat pada kupula kanalis
menghilangkan atau memecah debris pada cairan semisirkularis posterior.20
endolimf yang disebutkan sebagai penyebab vertigo.3
Herdman melaporkan dari 30 pasien BPPV yang
Metode Brandt Daroff dilakukan terapi dengan perasat ini, 70% mengalami
Cara Brandt dan Daroff berupa perubahan posisi kepala kesembuhan, 20% perbaikan. Dan 10% tanpa
yang dilakukan beberapa kali dalam sehari selama dua perbaikan. Walaupun cara ini kelihatan berhasil, tetapi
sampai tiga minggu. Pasien duduk tegak ditepi tempat menyebabkan pasien terlalu banyak melakukan gerakan
tidur dengan kedua tungkai tergantung. Dengan posisi memutar leher dan badan secara cepat yang
kepala diputar 45° ke satu sisi dan kedua mata tertutup memungkinkan akan menyulitkan bagi pasien yang
baringkan tubuh dengan cepat ke salah satu sisi, sudah tua.14,20
pertahankan selama 30 detik, setelah itu duduk tegak
kembali. Setelah 30 detik baringkan dengan cepat ke sisi
lain, pertahankan selama 30 detik lalu duduk tegak
kembali. Manuver ini dilakukan tiga kali pada pagi hari
sebelum bangun tidur dan tiga kali pada malam hari
sebelum tidur sampai dua kali berturut-turut tidak
timbul vertigo lagi. Terapi ini dapat mengurangi
keluhan vertigo pada banyak pasien tetapi sulit
dilakukan pada pasien berusia lanjut karena harus
melakukan perubahan posisi secara berulang-
ulang.1,10,19

Semont Manuver6

Manuver Epley
Metode ini diperkenalkan oleh Epley (1979) dan disebut
canalith repositioning procedure (CRP) menggunakan
vibrator dan dilakukan sedasi pada pasien. Ia
mendapatkan hasil yang memuaskan sebanyak 97,7%
dari 30 pasien, sedangkan 2,3% kurang memuaskan.
Dengan menggunakan metode yang sama, Weider
mendapatkan angka keberhasilan 87,7% dari 44 pasien
BPPV. Dia menyebutkan cara ini telah dilakukan
selama 4 tahun dan menemukan bahwa cara ini mudah
dilakukan pada semua usia. Pada saat ini para ahli lebih
Manuver Brandt Daroff12

70 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
memilih modifikasi manuver Epley yang tidak Modifikasi manuver Epley6
menggunakan sedasi dan vibrator.1,6,10,21
Pembedahan
Tujuan dari manuver ini adalah mengeluarkan debris Dapat dilakukan pembedahan pada penderita
(otolit) dari kanalis semisirkularis posterior dan BPPV yang berkepanjangan dan tidak sembuh dengan
memasukkannya ke dalam utrikulus. Prinsip manuver terapi konservatif serta menganggu aktifitas sehari-hari
ini adalah:1,10,21 dengan keluhan yang berlangsung satu tahun atau
• Kanalis posterior diputar kearah belakang lebih.3
mendekati orientasi planar. Arah ini menyebabkan
debris keluar dai kanalis dan masuk ke dalam Singular Neurectomy
utrikulus. Pembedahan ini dilakukan dengan pemotongan nervus
• Merubah posisi angular kepala sekitar 90° pada ampularis posterior yang terletak dekat dengan round
setiap perubahan posisi. window untuk menghilangkan gejala vertigo. Angka
• Pertahankan setiap posisi sampai nistagmus keberhasilan operasi ini mencapai 94%. Meyerhoff
menghilang, menandakan terhentinya aliran melaporkan 16 pasien yang dilakukan singular
endolinf. neurectomy mendapatkan 15 pasien mengalami
• Perubahan posisi kepala dari belakang serta kesembuhan total dan satu pasien mengalami perbaikan.
lakukan perubahan posisi setiap 1 detik, Tindakan operatif ini bisa menimbulkan komplikasi
pertahankan setiap posisi sekitar 30 detik. berupa tuli sensorineural.6,13
• Jika didapatkan gejala vertigo yang berat,
berikanlah obat premedikasi sedatif vestibuler Oklusi Kanalis Semisirkularis Posterior
seperti proklorperazine atau dimenhidrinate 30-60 Parnes dan McClure melakukan operasi oklusi kanalis
menit sebelum dilakukannya manuver. semisirkularis posterior dengan membuat penetrasi dan
memasukkan serpihan tulang serta fibrin kedalamnya.
Cara ini akan menekan labirin membranosa dan
Langkah modifikasi manuver Epley adalah:6 menghentikan aliran endolimf dari dan ke arah kupula
• Penderita berada pada posisi duduk. yang akan mengurangi gerakan kupula dan
menghilangkan vertigo.6,7
• Penderita ditidurkan dengan posisi kepala
menggantung seperti posisi Dix-Hallpike dengan
kepala dirotasikan 45.
• Perhatikan adanya nistagmus.
• Pertahankan posisi ini selama satu sampai dua DAFTAR PUSTAKA

menit (posisi B). 6. Timothy CH. Drug treatment of vertigo. Available from:
• Kepala diputar 90 kearah yang berlawanan, leher http://www/tchain.com/otoneurology/practise/drugrx.html.
tetap diekstensikan (posisi C).
7. Hamid M. Dizziness, vertigo, and imbalance. Available from:
• Kemudian tubuh penderita diputar 90 dengan http://www/emedicinespecialties/neurology/neuro-otology.
kepala diputar berlawanan arah secara diagonal
(posisi D). 8. Timothy CH. Benign paroxysmal positional vertigo. Available
• Perhatikan adanya nistagmus. from:
http://www/tchain.com/otoneurology/causes/diagnosis/treatme
• Posisi ini dilakukan selama 30 sampai 60 detik nt.html.
kemudian penderita duduk kembali.
• Jika vertigo tidak muncul, maka tindakan selesai. 9. Barin K, Duran JD. Applied physiology of the vestibular
system. Dalam: Lambert PR, penyunting: The ear
Bila vertigo masih muncul, maka prosedur comprehensive otology. Philadelphia: Lippincott-Williams &
direncanakan untuk diulang kembali tiga sampai Wilkins; 2000. h. 113-39.
tujuh hari kemudian. Pasien dianjurkan untuk tidur
dengan kepala ditinggikan selama dua malam 10. Lysakowski A, McCrea RA, Tomlinson RD. Anatomy of
vestibular end organs and neural pathways. Dalam: Cummings
berturut-turut. CW, penyunting Otolaryngology-head and neck surgery. Edisi
ke-2. St. Loius: Mosby; 1993. h. 2525-47.

11. Desmon Alan, Au.D.Vestibular Function Evaluation and


Treatment. New York, Thieme 2004, h 85-110.

12. Wright CG, Schwade ND. Anatomy and physiology of the


vestibular system. Dalam: Roeser RJ, penyunting Audiology
diagnosis. New York: Thieme; 2000. h. 73-84.

71 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
2.4 GANGGUAN DENGAR

Gangguan Dengar Konduktif - Infeksi : otitis eksterna, OMA, OMSK, perforasi


Ada beberapa karakteristik yang ditemukan pada tuli membran tympani, tympanosclerosis, otosklerosis
konduktif, yang paling utama adalah pasien dapat - Trauma : Hemotympanum
mendengar lebih baik dengan hantaran tulang
dibandingkan dengan hantaran udara, dan biasanya - Tumor di nasofaring
hantaran tulang mendekati normal. Pada tuli konduktif - alergi
murni hantaran tulang normal atau mendekati normal
karena tidak ada kerusakan di telinga dalam atau jaras Dari semua penyebab tuli konduktif, sebagian besar
pendengaran. memiliki prognosis yang baik. Cukup dengan
pemberian medikamentosa dan tindakan pembedahan
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik bisa didapatkan apabila diperlukan, hampir semua keadaan tersebut bisa
beberapa karakteristik dari tuli konduktif, yaitu : diperbaiki.
1. Anamnesis menunjukkan adanya riwayat keluar Hasil pemeriksaan pada tuli konduktif dapat ditemukan:
cairan dari telinga, atau pernah mengalami infeksi Audiometri : BC normal, AC menurun
telinga, bisa disertai dengan gangguan ATAU
pendengaran, atau tuli mendadak sesaat setelah GANGGUAN DENGAR CAMPURAN
mencoba membersihkan telinga dengan jari. Audiometri : terdapat gap antara AC & BC > 10 dB, AC
2. Tinitus, digambarkan sebagai dengungan nada & BC menurun
rendah Tympanometer untuk memastikan ada tidaknya
3. Apabila tuli bilateral, penderita biasanya berbicara patologi telinga tengah.
dengan suara pelan, terutama pada tuli yang Apabila pada penderita ditemukan gambaran tuli
disebabkan oleh otosklerosis. konduktif dan tuli sensorineural, dikatakan penderita
4. Mendengar lebih baik pada tempat yang ramai mengalami tuli campur. Penurunan pendengaran
(paracusis of willis). biasanya diawali dengan tuli konduktif seperti
5. Pada saat mengunyah, pendengaran menjadi lebih otosklerosis lalu diikuti dengan penurunan komponen
terganggu. sensorineural.
6. Treshold hantaran tulang normal atau mendekati
normal Gangguan Dengar Sensorineural
7. Ditemukan Air bone gap (ABG) Tuli sensorineural menjadi masalah yang cukup
8. Pada pemeriksaan otologis ditemukan adanya menyulitkan bagi para dokter. Berjuta-juta pekerja
kelainan di canalis acusticus externus, gendang industri dan usia tua menderita jenis gangguan dengar
telinga, atau telinga tengah. Kadang ditemukan ini. Secara umum tuli ini bersifat irreversibel dan sangat
gambaran gelembung dan ‘fluid level’ di belakang menganggu komunikasi sehari-hari.
gendang telinga.
9. Tidak ada kesulitan dalam komunikasi terutama Kerusakan jaras pendengaran dapat terjadi, baik di
bila suara cukup keras. telinga dalam (sensory loss) ataupun di syaraf
10. Tuli konduktif murni, maksimum sampai 70 dB pendengaran (neural loss). Ditekankan bahwa
kerusakan biasanya terjadi pada keduanya (sesuai
Apabila pada pemeriksaan aodiologis ditemukan namanya sensorineural). Tetapi ada juga yang membuat
adanya tuli konduktif, dan di temukan obstruksi pada diagnosis lebih spesifik tipe sensori atau tipe neural,
CAE, kemungkinan penyebab hal itu adalah: tergantung dimana ditemukan kerusakannya.
- Aplasia congenital, tidak terbentuknya CAE pada
saat lahir, akibat defek pada pertumbuhan janin Ciri-ciri utama dari tuli sensori, kerusakan pada telinga
- Traecher collins syndrome, tidak terbentuk daun tengah terutama pada cairan labyrin dan sel rambut:
telinga, CAE, gendang telinga, dan tulang2 - adanya riwayat serangan vertigo yang berulang
pendengaran dengan rasa penuh ditelinga, bunyi tinitus seperti
- Stenosis CAE suara ombak, dan intermitten hearing loss . Sangat
- Exostosis CAE, adanya penonjolan tulang yang mungkin hal ini disebabkan oleh beberapa macam
menimbulkan obstruksi CAE syndrom yang di sebut : menierre disease,
- Serumen hipertensi kohlear, atau hydrops labyrynth.
- Karsinoma CAE - Pada menierre disease biasanya tuli unilateral
- Kolaps CAE saat pemeriksaan audiometri - Pemeriksaan otologis biasanya normal
- Penurunan hantaran tulang dan udara, tanpa ada
Apabila tidak ditemukan adanya obstruksi dari CAE, ABG
dan masih di temukan adanya penurunan hantaran - Apabila terdapat tuli sedang atau tuli pada
udara, segera di curigai keadaan dibawah ini : frekwensi percakapan, kemampuan berbicara
menjadi sangat berkurang, terutama suara yang
keras

72 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
- Ditemukan ‘recruitment’ • Penyebab lain yang tidak diketahui
- Normal tone decay dan stapedius reflex decay,
bakesy audiometri type II Walaupun sangat sulit dalam menentukan penyebab
- Dengan pengecualian, tes garpu tala lateralisasi ke spesifik dari tuli sensori neural, klasifikasi diatas
telinga yang lebih sehat memberikan informasi yang sangat penting dalam
menentukan tindakan yang akan kita pilih. Klasifikasi
diatas juga bisa untuk menentukan prognosis dari
Ciri-ciri tuli neural, disebabkan oleh kerusakan serabut kelainan tersebut
syaraf pendengaran:
- riwayatnya bermacam-macam, ketulian bisa
mendadak terjadi unilateral oleh karena fraktur Jadi hasil pemeriksaan pada tuli sensorineural dapat
yang melibatkan meatus auditori interna, atau bisa ditemukan :
juga bertahap dan bilateral karena tuli progresive - Audiometri : AC dan BC menurun
herediter. Usia pasien tidak begitu membantu - Tympanogram : normal
menegakkan diagnosis karena kelainan ini bisa - BERA
terjadi pada usia kapan saja. Dilakukan apabila pemeriksaan biasa tidak dapat
- Hantaran tulang dan udara menurun, tanpa ABG dipercaya atau tidak mungkin dilaksanakan, seperti
- Tidak ditemukan ‘rekruitment’, bila ada biasanya pada tuna grahita berat atau kasus pura-pura tuli
minimal. (malingering)
- Bakesy audiometri type III atau IV
Tuli Campur
Klasifikasi Tuli sensorineural Apabila pada penderita ditemukan gambaran tuli
Penyebab Tuli sensorineural dengan onset gradual: konduktif dan tuli sensorineural, dikatakan penderita
• presbikusis mengalami tuli campur. Penurunan pendengaran
• occupasional hearing loss biasanya diawali dengan tuli konduktif seperti
• otosklerosis dan OMSK aspek sensorineural otosklerosis lalu diikuti dengan penurunan komponen
• paget’s dan Van der Hoeve’s disease aspek sensorineural.
sensorineural
• pengaruh dari penguatan alat bantu dengar Central Auditory Processing Disorder
• neritis syaraf auditori dan penyakit systemik (DM) Suatu kelainan yang ditandai dengan adanya defisit
dalam memproses informasi yang berhubungan dengan
Penyebab Sudden bilateral sensoryneural hearing loss: modalitas pendengaran.
• Infeksi : meningitis
Central Auditory Processing (CAP) adalah suatu system
• Tuli fungsional
yang aktif, kompleks yang dilakukan susunan saraf
• Obat-obatan ototoksik
pusat terhadap input auditori. Sistem ini melibatkan
• Multiple sklerosis sinyal auditori, telinga luar samapi kohlea, N VIII dan
• Syphillis susunan saraf pusat.
• Penyakit otoimun
Gejala CAPD, diantaranya:
Penyebab Sudden unilateral sensoryneural hearing - salah pengertian atau salah interpretasi
loss: - sulit berkonsentrasi
• Mumps - sulit membedakan kata
• Trauma kepala dan taruma akustik - sulit mengeja
• Infeksi virus - gangguan berbahasa, baik reseptif meupun ekspresif
• Ruptur membran foramen rotundum atau - reduksi auditory memory
membran telinga tengah
• Kelainan pembuluh darah Pasien dengan CAPD sering gejalanya overlapping
• Komplikasi setelah tindakan pembedahan telinga dengan gangguan dengar perifer, karena itu kita harus
• Fistula di foramen ovale menyingkirkan kemungkinan adanya gangguan dengar
• Komplikasi tindakan anestesi perifer dengan melakukan permeriksaan audiometric,
• Syphillis speech audiometry, akustik refleks, BERA.

Penyebab Congenital sensoryneural hearing loss: Auditory Neuropathy


• Herediter Kriteria Diagnostik
• Kern 1. Terbukti adanya fungsi auditori (pendengaran)
terganggu
• ikterus
2. Terbukti adanya fungsi saraf auditori terganggu
• Anoksia
3. Terbukti fungsi sel rambut normal
• Virus

73 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Faktor risiko yang menyebabkan auditory neuropathy: 3. Cochlear implant
- Anoksia 4. Terapi bicara & mendengar (pada anak)
- Hiperbilirubinemia
- Proses infeksi (mis. Mumps)
- Kelainan imunologi (mis. Guillain Barre syndrome)
- Genetik dan beberapa sindroma:
1. Hereditary sensory motor neuropathy
2. Mitochondrial enzymatic deficit
3. Olivo-pontine- cerebellar degeneration
4. Freidrichs’s ataxia
5. Steven Johnson syndrome
6. Ehlers-Danlos syndrome
7. Charcot-Marie-Tooth syndrome
Hal tersebut di atas dapat menyebabkan auditory
neuropathy yang permanent, sedangkan yang Alat bantu mendengar
transient bisa disebabkan anoksia dan
hiperbilirubinemia, yang intermitten bisa disebabkan
oleh anoksia

Hasil pemeriksaan pendengaran pada beberapa jenis


gangguan dengar, tercantum pada tabel di bawah ini:

Pemeriksa CHL Tuli T.Ret CAP A.N


an Coch ro- D
lear Cocle
ar
Pure Tone BC>A BC= BC= Norm ~SN
Cochlear Implant
Audiometr C AC AC al HL
i menu menu ringa
run run n –
berat
OAE Abnor Abno Abno Norm Norm
mal rmal rmal al al
BERA Abnor Abno Abno No No
mal rmal rmal respo respo
ns ns
Tympano Reduce Norm Norm Norm Norm
metri d al al al al
compli
ance
Acoustic Negatif Positi Negat Positi Negat
Reflex f if f if
Recruitme Positi Negat
nt f if
Speech baik Buru Sanga Buru Buru
Discrimina k t k k
tion Buru
k
Tone negati positi
Decay f f Deteksi dini gangguan bicara dan dengar pada
anak
Penatalaksanaan Gangguan Dengar
Pasien dengan gangguan dengar, biasanya datang
dengan keluhan utama hearing loss/ketulian atau tinitus.

Sesuai tipe dan derajat gangguan dengar,


penatalaksanaan gangguan dengar adalah penggunaan:
1. Hearing Aid
2. Assistive device (FM system) DAFTAR PUSTAKA

74 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
1. Canalis.F Rinaldo. The Ear Comprehensive
Otology. Lippincott Williams & Wilkins.
Philadelphia. 2000;559-570.

2. Katz, J. The Acoustic Reflex. Handbook of


Clinical Audiology. Fifth edition. Lippincott
Williams & Wilkins. Philadelphia. 2000; 205- 232.

3. Cummings,W Charles. Auditory Function Test.


Otolaryngology Head and Neck Surgery. Second
edition. Mosby Year Book. St Louis. 1993;2698-
2715

4. Lee.KJ. Audiology. Essential Otolaryngology.


Eight edition. Mc Graw Hill Companies. United
States. 2003;24-64.

5. Sininger, Yvonne. Auditory Neuropathy A New


Perspective on Hearing Disorders. Singular
Thomson Learning. Canada. 2001;1-50.

6. Lassman,FM. Audiology. Adam GL. BOIES


Fundamentals of Otolaryngology. Sixth edition.
W.B. Saunders Company. Philadelphia. 1989; 46 –
66.

7. Hendarmin,H. Gangguan Pendengaran Pada


Bayi dan Anak. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorokan. Edisi ke 5. FKUI. Jakarta.
2001; 28-30.

8. Skurr,B. Pemeriksaan Otology. Kumpulan Kuliah.


Pada Kursus Audiologi Praktis. Bandung. 13-14
Mei 1991; 12-63.

75 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
2.3 PEMERIKSAAN GANGGUAN DENGAR

Audiologi adalah ilmu pengetahuan mengenai sederhana supaya dapat dimengerti oleh semua pasien.
pendengaran dan keseimbangan, yang mempelajari Rangsang yang cocok terdiri dari kombinasi tiga angka
pengukuran pendengaran maupun keseimbangan (misainya 6-1-4). Pasien diminta untuk mengulangi
manusia dan pengelolaan maupun rehabilitasi penderita suara yang didengar. Tes dikatakan positif bila pasien
dengan gangguan pendengaran maupun gangguan dapat mengulangi lebih dari 50% dari rangsang yang
keseimbangan.1 diberikan. Tes ini biasanya dilakukan pada jarak 60 cm
dan 15 cm dari telinga pasien. 60 cm menggambarkan
Audiometri adalah pengukuran pendengaran yang jarak sepanjang lengan dari telinga yang tidak dites, hal
meliputi besar gangguan pendengaran (derajat ini penting untuk masking telinga yang tidak diuji
gangguan dengar) dan lokalisasi gangguan dengar yaitu selama tes dilakukan. Pendengaran dapat dinilai dengan
membedakan antara kelainan di telinga tengah, kohlea forced whisper pada jarak yang lebih jauh. Orang
atau retrokohlear.1 normal dapat mendengar bisikan dengan mudah pada
jarak 10 m.
Terdapat tiga tujuan dalam penilaian klinis
pendengaran yaitu: perkiraan ambang dengar, Suara penulis direkam pada setiap intensitas untuk 10
diferensiasi gangguan pendengaran konduktif bahan tes setiap 4 hari untuk menilai konsistensi suara
dengan gangguan pendengaran sensorineural, dan yang direkam. Intensitas suara yang digunakan dalam
identifikasi gangguan pendengaran non organik.1 tiga kategori oleh pemeriksa yang berbeda juga. akan
berbeda pula, namun seorang pemeriksa harus dapat
Pemeriksaan Pendengaran Subjektif 1,2,3 mempertahankan konsistensi suaranya sendiri.
Pemeriksaan pendengaran subjektif adalah menilai Pemeriksa harus mengingat kecenderungan untuk
pendengaran berdasarkan respons subjektif terhadap meningkatkan volume suaranya saat jarak antara pasien
berbagai rangsang suara. Ada berbagai macam tes yang dan pemeriksa semakin jauh (misalnya, suara yang
dapat dilihat pembagiannya dibawah ini: digunakan pada jarak 60 em cenderung lebih keras dari
- Tes klinis sederhana: suara yang digunakan pada jarak 15 em kecuali
◼ Tes suara pemeriksa mengerti untuk menghindari kejadian ini).
◼ Tes Garpu Tala
- Audiometri Subjektif: Tes bisik pada jarak 60 em dapat mendeteksi gangguan
◼ Dewasa: Tes Bisik, Garputala, Audiometri pendengaran pada frekuensi tutur dengan intensitas
Nada Murni, Audiometri tutur diatas 30 dB dengan sensitivitas 96% dan spesifitas 91%
◼ Anak: Behavioral Observation Audiometry (Browning, Swan, dan Chew, 1989). Data - data ini
(BOA), Visual Reinforcement Audiometry memberikan gambaran kasar mengenai interpretasi tes
(VRA), Play Audiometry, Speech Audiometry suara, namun pengalaman pemeriksa dalarn
◼ Khusus: Short Increment Sensitivity Index membandingkan tes suara mereka sendiri dengan
(SISI), Alternate Binaural Loudness Balance ambang audiometri nada murni tetap tidak tergantikan.
Test (ABLB), Tone decay, Audiometri tutur,
Audiometri Bakessy Berbicara pada jarak 30 inci Kehilangan
Pendengaran
Tes Klinis Sederhana1,2,3,4 Mengerti bisikan perlahan < 30 dB
Mengerti bisikan keras < 45 dB
Tes Suara Mengerti suara sedang < 60 dB
Suara manusia memiliki rentang intensitas yang Mengerti suara keras < 70 dB
berbeda, namun hanya tiga intensitas yang digunakan
secara klinis untuk menetapkan standarisasi: suara Keterbatasan tes suara
bisikan, suara percakapan, dan suara keras. Tes suara klinik bukanlah pengganti bagi audiometri
nada murni, namun merupakan alat yang penting bagi
Suara bisik umumnya diartikan sebagai forced whisper, otolog untuk memeriksa audiometri yang tidak reliabel
yakni suara bisik terkeras yang dapat dikeluarkan (Browning, Swan dan Chew. 1989) dan pasien - pasien
pemeriksa. Umumnya pemeriksa harus ekshalasi nafas yang tidak reliabel secara khusus (lihat bagian gangguan
secara norinal sebelum berbicara dengan intensitas pendengaran non-organik). Tes suara klinik juga sering
forced whisper, Suara percakapan diartikan sebagai dugunakan untuk menguji pasien yang tidak dapat
suara dengan intensitas yang digunakan pemeriksa mengikuti audiometri nada murni, misalnya pada anak
ketika berbicara di ruangan yang tenang. Suara keras miak, penderita cacat mental, dan orang tua.
adalah sekeras teriakan yang masih dapat dibuat
pemeriksa dengan nyaman. Tes Garpu Tala
Perkembangan tehnologi elektronik dibidang
Pemeriksa harus berdiri pada sisi pasien dimana diagnostik- audiologi, menyebabkan penggunaan
petunjuk visual tidak dapat terlihat. Rangsang harus ga rpu ta la ya ng tela h dikemuka kan s eja k sa tu
76 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
a ba d ya ng la lu kura ng dirnina ti oleh Browning dan Swan.1988). Arah gelombang suara
audiologist. Dalam kondisi keterbatas an garpu tala harus sesuai dengan aksis kanalis aurikularis
pengadaa n sarana a lat dia gnos tik elektronik eksternus ( sejajar dengan bidang frontal ). Garpu
seperti elektroakustik imitans, garpu tala apabila tala tidak boleh diketukkan pada permukaan yang keras
dilakukan dengan tehnik yang benar dan cara karena hal ini dapat menghasilkan overtone yang
interpretasi yang tepat sangat membantu memberikan hasil false positif selain kemungkinan
diagnostik audiologi disamping pemeriksaan merusak garpu tala (Samuel and Eitelberg. 1989). Garpu
audiometri rutin tala sebaiknya diketukkan perlahan pada lutut, siku, atau
bantalan karet keras. Mengetukkan garpu tala juga
Prinsip pemeriksaan dengan garpu tala adalah sebaiknya dilakukan pada jarak 2/3 dari percabangan
membandingkan antara hantaran udara (AC = air untuk meminimalisir distorsi suara yang dihasilkan.
conduction) dan hantaran tulang (BC = bone
conduction). Pada hantaran udara menggunakan telinga
luar dan tengah untuk menghantarkan bunyi ke koklea
dan seterusnya. Hantaran ini dianggap jalan yang lazim
untuk transmisi bunyi.

Pada hantaran tulang (BC), tulang tengkorak dibuat


bergetar dengan jalan menempelkan benda yang
bergetar secara periodik, misalnya garpu tala. Rangsang Garpu Tala
yang dihantarkan tulang diduga menggetarkan cairan
koklearis tanpa melewati telinga luar dan tengah. Tes Rinne
Bekesy (1932) memperlihatkan bahwa pola getaran Tes Rinne pertama kali dilakukan oleh Adolf Rinne dari
koklearis adalah sama tanpa memandang apakah bunyi Gottingen pada tahun 1855. Sekalipun HuIzing (1985)
dihantarkan melalui tulang atau udara. menemukan bahwa Polansky (1842) telah terlebih
dahulu, menjabarkan prinsip tes yang digunakan. Hasil
Uji hantaran tulang telah dianggap sebagai suatu alat tes garpu tala yang dikenal sebagai Rinne positif dan
untuk mengukur integritas koklearis dan struktur di negatif untuk penma kalinya dikemukakan oleh Lucae
atasnya. Pendengaran hantaran tulang yang normal jelas dalam suatu pertemuan ahli otologi di London pada
mengisyaratkan fungsi koklearis, saraf dan batang otak tahun 1882. Terdapat dua variasi dari tes ini yaitu:
yang normal pula. Jika kornponen sensorineural (BC) metode perbandingan kerasnya suara dan metode
normal, sedangkan seluruh sistem (AC) terganggu perbandingan ambang.
(BC>AC), maka gangguan diduga maupakan akibat
kerusakan bagian sistem lainnya, yaitu telinga tengah Metode perbandingan keras suara mcrupakan metode
dan atau telinga luar yang fidak terukur dengan ternuan yang lebih sering digunakan. Garpu tala dibunyikan dan
hantaran tulang yang normal. Sebaliknya bila hantaran dipegang dengan ujung sejajar maupun tegak lurus
tulang tidak lebih peka dari hantaran udara (BC≤AC), dengan sumbu CAE (Swnuel dan Eitelberg.1989)
maka gangguan total diduga sebagai akibat kerusakan dengan jarak sekitar 2,5 cm dari CAE. Selama
atau perubahan pada mekanisme koklearis atau melakukan tes Rinne dianjurkan untuk melepas
retrokoklearis. Akan tetapi sejumlah peneliti, dipelopori kacamata, giwang atau anting yang dapat mengganggu
oleh Tonndorf telah menantang kebenaran interpretasi penempatan garpu tala di mastoid . kurangnya tekanan
tidak adanya perbedaan udara atau tulang ini. Mereka garpu validitas hasil interpretasi. di tulang mastoid
mendemonstrasikan adanya peningkatan arnbang dapat menyebabkan suara akan terdengar lebih keras
hantaran tulang yang timbul sekunder dari gangguan- melalui butaran udara sehingga dapat mengganggu
gangguan telinga tengah. validitas hasil interpretasi. Pemeriksa harus melakukan
konfirmasi bahwa pasien dapat mendengar bunyi garpu
Tes garpu tala sebaiknya dilakukan dalarn ruangan yang tala 'di depan telinga'. Garpu tala kemudian diletakkan
sepi karena bunyi penyerta (ambient noise) dapat sedemikian rupa sehingga pangkaInya menekan
mempengaruhi hasil secara signifikan. Garpu tala os.mastoid. Tempat yang baik untuk meletakkan garpu
umumnya terbuat dari besi, magnesium, atau tala dengan posisi ini adalah area yang datar dan tidak
alumunium. Terdiri dari dua buah kaki seperti U dengan berwribut di posterosuperior CAE. Penempatan garpu
batang untuk memegang garpu tala yang tipenya tala diatas proc.mutoideus akan memberikan hasil yang
bervariasi. Jenis garpu tala yang paling sering salah (false results) karena kurang luasnya daerah
digunakan adalah jenis 512 hingga 256 Hz. Meskipun kontak antara pangkal garpu tala dan tulang. Pinna tidak
garpu tala 256 menghasilkan lebih banyak overtone dari boleh bersentuhan dengan garpu garpu tala. Tekanan
garpu tala 512 Hz (Samuel & Eitelberg), penggunaan berlawanan diberikan pada sisi kepala yang berlawanan
klinisnya telah menunjukkan bahwa jenis ini lebih dengan tangan peineriksa yang bebas. Perneriksa harus
smitif dalam mendeteksi gap udara - tulang mengkonfirmasi bahwa pasien mendengar suara 'di
dibandingkan dengan garpu tala 512 Hz (Srankiewicz belakang telinga' dan menanyakan pasien apakah suara
dan Mowry, 1979; Doyle, Anderson dan PiJI. 1984; terdengar lebih keras di depan atau di belakang telinga.

77 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
masking berlebih yang akan mengarah ke over masking
telinga yang diuji (Swan. 1989). Sebagai tarnbahan,
penggunaan kedua bentuk masking ini mungkin akan
mempengaruhi tekanan berlawanan yang dilakukan
perneriksa peda sisi kepala yang berlawanan. kerasnya
suara yang terdengar pada hantaran tulang dipengaruhi
oleh tekanan garpu tala pada tulang.

Tes Rinne memberikan petunjuk adanya kornponen


Tes Rinne konduktif pada gangguan pendengaran. Jika digunakan
untuk mendeteksi gangguan pendengaran konduktif tes
Pada telinga dengan mekanisme hantaran normal Rinne memiliki spesifitas yang tinggi, namun
(telinga normal atau pada gangguan pendengaran sensitivitasnya rendah (Crowley dan Ka~1966;Wilson
sensorineural), suara hantaran udara akan terdengar dan Woods. 1 975;Stanklewiez dan
lebih keras dari hantaran tulang. Hal ini disebut hasil Mowry.1979;Capper, Slack dan Maw.1987; Browning
tes positif, sekalipun terdapat kesalahan pengertian dan Swan. 1988). Para penyusun ini menunjukkan
apabila hasil digambarkan sebagai hantaran udara lebih bahwa sensitivitas, tes Rinne tidak mencapai 90%
baik dari hantaran tulang. Apabila hantaran tulang hingga gap udara-tulang mencapai 30dB, sekalipun
terdengar lebih keras dari hantaran udara, hasil disebut spesifisitas tes ini melebihi 95% , tes ini sangat jarang
Rinne negatif dan hal ini menandakan komponen menunjukkan hantaran tulang lebih baik dari hantaran
konduktif yang signifikan pada gangguan pendengaran. udara tanpa adanya gap udara-tulang diatas IOdB. Maka
Jika hantaran udara sama dengan hantaran tulang, gap udara tulang yang kecil (hingga 30dB) seringkali
sekalipun hal ini juga dapat mengindikisikan adanya tidak dapat dideteksi oleh tes Rinne, walaupun tes ini
gangguan pendengaran konduktif, sekalipun hal ini merupakan indikator yang reliabel adanya gangguan
disebabkan olch pasien yang tidak dapat menentukan pendengaran konduktif. Titik dimana tes Rinne
suara mana yang terdengar lebih keras. cenderung negatif adalah pada gap udara-tulang sekitar
18dB (Sheehy, Gardner dan Hambley, 197 1; Golabek
Perneriksa harus, rnewaspadai 'Rinne false negatif yang dan Stephens. 1979; Capper, Slack dan Maw. 1987).
dapat terjadi pada gangguan pendengaran sensorineural Hal ini mengindikasikan titik dimana tes Rinne akan
yang parah pada telinga uji. Pada kasus ini, rangsang memberikan 50% hasil negatif; respon pasien bervariasi
hantaran tulang akan terdengar pada telinga yang tidak pada gap udara-tulang di sekitar titik ini.
diuji, sehingga hantaran tulang terdengar lebih keras
dari hantaran udara. Keadaan ini umumnya dapat Semakin tinggi frekuensi garpu tala semakin berkurang
diidentifikasi menggunakan tes Weber. Apabila tes kepekaan tes Rinne untuk identifikasi gangguan
suara klinis mengindikasikan adanya gangguan konduktif. Penelitian menunjukkan hasil yang cukup
pendengaran unilateral, tes Weber harus dilakukan signiflkan bahwa hasil tes garpu tala frekuensi 128-256
sebelurn tes Rinne. Hz cenderung lebih mudah menghasilkan tes Rinne
negatif daripada positif. Frekunsi lebih besar dari 256
Pada metode perbandingan arnbang, garpu tala Hz menunjukkan hasil tes Rinne yang kurang reliabel
diletakkan pada tulang di atas mastoid. Pasien dirninta dan frekuensi 2048 Hz tidak banyak membantu
untuk mengangkat tangan apabila ia mendengar suara diagnostik gangguan konduktif.
hingga suara fidak terdengar lagi. Ketika pasien
menurunkan tangan sebagai tanda ia tidak dapat Nilai ketepatan tes Rinne cukup tinggi pada anak-anak,
mendengar suara uji lagi, garpu tala segera dipindahkan apabila besar A-B gap mencapai 35 dB atau lebih.
ke depan CAE. Jika tidak ada komponen konduktif pada Hilyard dkk melakukan skrining pendengaran pada 920
gangguan pendengaran, pasien dapat mendengar suara anak dengan memakai garpu tala frekuensi 1000 Hz,
lagi, hal ini disebut hasil positif. didapati hasil tes Rinne negatif pada 207 anak akan
tetapi tes garpu tala dilakukan tanpa menggunakan
Metode ini lebih jarang digunakan karena memakan masking.
waktu lebih lama dan lebih rentan terhadap pengaruh Prinsip : membandingkan AC dan BC pada pasien
suara penyerta ambient sound. Metode ini juga kurang
sensitif daripada metode perbandingan keras suara
(Browning dan Swan. 1989). Tes Weber
Tes ini dinamakan sesuai Ernest Heinrich Weber
Masking pada telinga yang tidak diuji terkadang (1834), seorang profesor di anatomi dan fisiologi dari
dilakukan. Namun hal ini tidak dianjurkan karena Leipzig. Sebenarnya Weber tidak mengernukakan
menambah sumber kesalahan pada tes. Apabila usap metode yang selama ini dipakai dalarn klinik dengan
tragal digunakan, pemeriksa tidak dapat yakin apakah memakai namanya. Fenomena yang dikemukakannya
masking yang adekuat telah dicapai. Jika kotak suara adalah mengenai lateralisasi hantaran tulang kearah
Barany digunakan, maka hampir dipastikan ada telinga yang disumbat. Menurut Weber apabila kita

78 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
sedang berbicara atau menyanyi, kemudian telinga
dengan jari tangan maka suara akan terdengar lebih
keras di telinga tersebut. Tes Weber

Menurut Hulzing (1973), Schmalz (1846) adalah Fenomena yang dikemukakannya adalah mengenai
orang pertama yang menjelaskan aplikasi klinis tes lateralisasi hantaran tulang kearah telinga yang
ini. Tujuan tes Weber adalah untuk mendeteksi disumbat. Menurut Weber apabila kita sedang berbicara
koklea dengan fungsi yang lebih balk. Sebuah garpu atau menyanyi, kemudian telinga dengan jari tangan
tala (biasanya 512 atau 256 Hz) digetarkan dan maka suara akan terdengar lebih keras di telinga
ditempatkan pada garis tengah kepala pasien. tersebut.
Tempat yang umum digunakan adalah dahi,
batang hidung, vertex, dan incisor atas. Dari semua Tes Schwabach
tempat ini, batang hidung merupakan tempat yang Tes yang diperkenalkan pertama kalinya oleh Dagabard
dianjurkan karena kulit antara tulang dan garpu schawabach, seorang ahli bedah telinga dari Jerman
tala paling tipis;vertex hanya dapat digunakan pada pada tahun 1890, digunakan untuk menilai kemampuan
pasien dengan kebotakan. Pasien ditanya apakah persepsi mendengar melalui hantaran tulang
suara terdengar lebih balk pada satu telinga atau subyek yang diperiksa dibandingkan dengan
sama pada kedua telinga (umumnya disebut pemeriksa. Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan
terdengar di tengah kepala). Pada pasien dengan pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi.
pendengaran normal, suara terdengar di tengah, Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada
selain normal, suara akan terdengar pada koklea prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang
dengan fungsi lebih balk, kecuali bila ada pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat
komponen konduktif gangguan pendengaran pada mendengar disebut Schwabach memendek, bila
pasien. Pada kasus ini, jika fungsi koklea simetris, pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang
suara akan terdengar lebih keras pada telinga dengan dengan cara sebaliknya yaitu penala diletakkan pada
gangguan konduktif, atau apabila ada gangguan prosesus mastoideus pemeriksa lebib dulu. Bila pasien
konduktif bilateral, suara akan terdengar lebih masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach
keras pada telinga dengan komponen konduktif memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira
yang lebih besar. Alasan yang mendasari pernyataan ini sama-sama mendengarnya disebut dengan Schwabach
kompleks. sama dengan pemeriksa

Menurut Tonndorf (1964), kasus – kasus Prinsipnya untuk menilai kemampuan persepsi
diskontinuitas osikuler dan fiksasi Osikuler bunyi mendengar melalui hantaran tulang subyek yang
akan terdengar lebih keras pada telinga. Kami diperiksa dibandingkan dengan pemeriksa.
membuat hipotesis bahwa pada kasus diskontinuitas
osikuler, telinga tengah terisi massa sehingga terjadi T es B ing
penurunan resonansi frekuensi. Pada kasus – kasus Tes Bing yang dikemukakan oleh Alfred Bing
dengan sumbatan CAE, efek oklusi dapat pada tahun 1891, didasarkan pada prinsip bahwa
terjadi,sehingga mengakibatkan bunyi terdengar lebih oklusi CAE akan membuat suara hantaran tulang
keras pada telinga yang tersumbat. Sayangnya, hasil tes terdengar lebih keras pada c, linga dengan
Weber tidak selalu sesuai dengan hasil audiometri nada mekanisme konduksi normal. Fenomena ini
murni (Stankiewicz dan pertama kali dijelaskan oleh 'A- heatstone (1827).
Mowry.I979;Capper,Slack dan Maw.1987) dan
hasil yang 'salah' didapatkan pada 25% pasien Prinsip: oklusi CAE akan membuat suara hantaran
dengan gangguan pendengaran unilateral, sehingga tulang terdengar lebih keras pada telinga dengan
sulit untuk secara teoritis memprediksi pada telinga mekanisme konduksi normal.
mana pasien akan mendengar suara lebih keras. Cara pemeriksaan: sebuah garpu tala yang
Keterbatasan tes Weber lainnya adalah sulit digetarkan diletakkan pada os.mastoid seperti pada
dinilai pada kasus dengan tuli campur. tes Rinne. Seperti juga tes Rinne, terdapat dua metode:
interpretasi pada praktek adalah tidak mungkin, dan tes perbandingan ambang dan perbandingan keras
Weber sebaiknya hanya dilakukan pada kasus suara. Pada metode perbandingan ambang,
gangguan pendengaran unilateral. pasien diminta untuk me n g a n g k a t t a n g a n
selama ia masih dapat m end enga r sua ra.
K e t i k a p a s i e n m engindikasikan bahwa suara
sudah tidak terdengar lagi, pemeriksa menutup CAE
dengan t e ka na n ja r i pa da t ra gus . J ika pa s i e n
da pa t m e nd en ga r s ua ra k e mba li , ha l in i
mengindikasikan mekanisme konduksi berfungsi
(Bing positif) dan apabila pasien tidak dapat
mendengar suara kembali disebut Bing negatif. Pada

79 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
metode perbandingan keras sua ra, Bila liang pada saat pemberian tekanan di kanalis aurikularis
telinga ditutup dan dibuka berga ntian saa t ekstemus
pena la ya ng bergeta r ditempelkan pada mastoid,
maka telinga normal akan menangkap bunyi yang Prinsip: fenomena berupa penurunan persepsi
mengeras dan (Bing p os iti f) . Ha s i l s e rupa a ka n kekerasan suara yang dihantarkan melalui
dida pa t pa da ga ngg ua n p end enga ra n hantaran tulang apabila tekanan di kanalis
sensorineural, namun pada pasien dengan perubahan aurikularis ekstemus ditingkatkan . Efek tersebut
mekanisme konduktif seperti penderita otitis media didapati pada kondisi fungsi konduktif normal,
atau otosklerosis, tidak menyadari adanya perubahan tetapi tidak ada beda persepsi suara pada kasus
kekerasan bunyi tersebut (Bing negatif). ankilosis stapes. Tes ini banyak dipakai untuk
menilai gangguan konduktif pada kasus otosklerosis.

Cara pemeriksaan:
Garpu tala yang sudah digetarkan diletakkan di
mastoid. Tekanan di kanalis aurikularis ekstemus
diubah-ubah dan dinilai ada atau tidaknya perubahan
persepsi suara yang terdengar melalui hantaran
tulang. Dipakai 'Pulitzer hag' atau otoskop
Tes Bing pneumatik untuk menaikkan tekanan di depan
membrana timpani. Selain itu dapat juga dipakai
metode menutup Hang telinga dengan jari seperti tes
Tes Gelle Bing, tetapi tes Bing dilakukan hanya sekedar menutup
Prinsip tes Gelle berdasarkan pada fenomena liang telinga, sedangkan tes Gelle dengan
yang pertama kalinya ditemukan oleh Wheatstone meningkatkan tekanan ke arah membrana timpani
pada tahun 1827 , kemudian dikembangkan melalui liang telinga.
penggunaannya dalam klinik oleh Gelled seorang ahli Interpretasi: kenaikan tekanan di kanalis aurikularis
bedah otologi dari Paris . Fenomena tersebut berupa ekstemus akan menurunkan persepsi mendengar
penurunan persepsi kekerasan suara yang melalui hantaran tulang apabila kondisi membrana
dihantarkan melalui hantaran tulang apabila timpani utuh dan mobilitas osikula auditiva
tekanan di kanalis aurikularis ekstemus normal. Pada telinga normal, perubahan tekanan
ditingkatkan . Efek tersebut didapati pada kondisi di kanalis aurikularis eksternus akan mengakibatkan
fungsi konduktif normal, tetapi tidak ada beda fluktuasi persepsi suara. Pada kondisi fiksasi atau
persepsi suara pada kasus ankilosis stapes. Tes ini diskontinuitas tulang pendengaran, perubahan
banyak dipakai untuk inenilat gangguan konduktif tekanan kearah membrana timpani tidak
pada kasus otosklerosis. Tehnik:Garpu tala yang menyebabkan fluktuasi persepsi suara. Penting
sudah digetarkan diletakkan di mastoid. Tekanan diperhatikan dalam melakukan tes Gelle untuk fiksasi
di kanalis aurikularis ekstemus diubah-ubah dan kepala dengan 'headrest' agar kepala tidak bergeser
dinilai ada atau tidaknya perubahan persepsi suara pada saat pemberian tekanan di kanalis aurikularis
yang terdengar melalui hantaran tulang. Dipakai ekstemus.
'Pulitzer hag' atau otoskop pneumatik untuk
menaikkan tekanan di depan membrana timpani. Tes Lewis
Selain itu dapat juga dipakai metode menutup Tes Lewis sangat berharga pada kasus tuli campur
Hang telinga dengan jari seperti tes Bing, tetapi tes dengan komponen konduktif yang minimal dan
Bing dilakukan hanya sekedar menutup liang telinga, membrana timpani utuh. Interpretasi hasil tes
sedangkan tes Gelled dengan meningkatkan tekanan ke Lewis sebaiknya dilakukan dengan kombinasi hasil
arah membrana timpani melalui liang telinga. tes Gelled dan Bing.

Interpretasi : kenaikan tekanan di kanalis aurikularis Tehnik: Garpu tala diletakkan di prosesus mastoid sampai
ekstemus akan menurunkan persepsi mendengar suara tidak terdengar lagi kemudian dipindahkan di tragus
melalui hantaran tulang apabila kondisi membrana dengan cara menekan tragus sehingga kanalis aurikularis
timpani utuh dan mobilitas osikula auditiva eksternus tertutup.
normal. Pada telinga normal, perubahan tekanan Penilaian tes Lewis: apakah subyek mendengar
di kanalis aurikularis eksternus akan mengakibatkan kembali suara garpu tala.
fluktuasi persepsi suara. Pada kondisi fiksasi atau Interpetasi: Tes Lewis hanya untuk menilai apakah
diskontinuitas tulang pendengaran, perubahan suara akan terdengar kembali dengan penempatan
tekanan kearah membrana timpani tidak garpu tala di tragus apabila pada saat penempatan garpu
menyebabkan fluktuasi persepsi suara. Penting tala di prosesus mastoid tidak terdengar lagi. Dalam
diperhatikan dalam melakukan tes Gelled untuk fiksasi kondisi membrana timpani utuh dan ada fiksasi osikula
kepala dengan 'headrest' agar kepala tidak bergeser auditiva, pemindahan garpu tala ke tragus tidak akan

80 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
membuat suara terdengar kembali. Kondisi kelainan Prins ip: s ua ra na da murni denga n intens ita s
telinga tengah selain fiksasi tulang pendengaran akan ya ng sama diberikan secara bilateral melalui
membuat suara terdengar lagi pada saat garpu tala di earphone maka akan terjadi penyatuan (fusi)
letakkan di tragus. pers eps i mendenga r di pusa t pendenga ra n
s entra l s ehingga ha nya a ka n terdenga r
s eba ga i s a t u s u a r a d i t e n g a h - t e n g a h
k epa la.
Cara Pemeriksaan:
Tes Stenger menggunakan dua ga rpu
ta la denga n intens itas ya ng b e r b e d a . K e d u a
garpu tala t ersebut dig etarkan dan masing -
m a s i n g d i l e t a k k a n d i d e p a n lia ng t elinga .
Be rda s a rka n fen omena Ta r cha n ow , ma ka
s ua ra da ri kedua ga rpu ta la t ers ebut h a n ya
a k a n t e r d e n g a r s e b a ga i s a t u s u a ra , ya i t u
Tes Lewis s u a ra d e n ga n i n t e n s i ta s ya n g l e b i h k e r a s .
A p a b i l a d i d e p a n t e l i n g a s u b ye k ya n g
meng eluh p e n d e n g a r a n n ya kurang
diberikan suara g a rp u t a la d e n ga n
i n t e ns i ta s ya n g l e b i h k e r a s , ma ka pa da
k a s us tu h or g a n i k s ub ye k a ka n mela p orka n
men d eng a r di s is i t e linga ya ng n or ma l
s eka l ipun int ens i ta s n ya l eb ih l e ma h
P a d a t u l i n o n or g a n i k , s u b ye k ya n g
s e b e n a r n ya m e n d e n g a r s u a r a d i s i s i t e l i n g a
den gan i n t e n s i t a s y a n g l e b i h t i n g g i
a ka n m en ya n gk al m en d enga r sua ra d i
s i s i t e l i n g a ters ebut (s is i telinga ya ng
dikeluhka n pend enga ra nn ya kura ng).

Rangkuman beberapa tes garpu tala Reabilitas dan Validitas1,2,3,4


Denga n berulang -ula ng melakuka n uji pena la
Tes Garpu tala pada Tuli Nonorganik 1,2,3,4 seca ra cerma t, pemeriksa dapa t menjadi ahli
Tes Teal dalam pemakaiannya. Masalah rcliabilitas (atau
S u b ye k ya n g m e n g a t a k a n m e n d e n g a r s u a r a dapat diulang) timbul dari penilaia n ya ng salah
melalui hantaran tulang akan tetapi baik oleh pas ien mana pun pemeriksa mengena i
men yangkal mendenga r mela lui hantaran udara "saa t tida k la gi terdengar" di mana bunyi
dapat dilakukan metode Tea l. perlahan-lahan menghilang. Uji-uji ini makin
sulit dilaksanakan pada anak dan pasien dengan
Cara pemeriksaan: perhatian yang terbatas.
Dipakai dua buah garpu tala dengan frekuensi
yang sama akan tetapi han ya satu yang Klinisi harus menghindari penggunaan penala
digetarkan. Ga rpu tala yang digetarkan frekuensi rendah (128 dan 256 Hz) karena
diletakkan di depan telinga yang dikeluhk an memerlukan pengendalian kebisingan
tidak mendengar dan garpu t a la ya n g ti da k lingkungan, misalnya dalam ruangan kedap suara
d i g e ta r ka n d i l e ta kk a n d i p r os e s us ma s t oi d yang biasanya tidak ditemukan pada praktek dokter
t e l i n ga s is i ya n g s a ma . Te s dilakukan dengan biasa. Untuk alasan fisik, Basil uji Bing yang
mata tertutup, sehingga subyek yang di tes tidak bermanfaat biasanya akan lebih ba ik bila
mengetahui ada dua buah ga rp u ta la ya ng s a la h menggunaka n penala 500 Hz dan bukannya 1000
s a tun ya d il eta k ka n d id epa n t el inga . Su b ye k atau 2000 Hz.
ha n ya m e ra s a ka n a da garpu tala ya ng
menempel di mas toid. Ta npa men yada ri ba hwa Kesalahan yang lazim terjadi pada uji Rinne dan
sebena rn ya bun yi yang a da b e r a s a l d a r i Schwabach disebabkan oleh sifat - sifat hantaran
g a r p u t a l a ya n g d i g e t a r k a n d i d e p a n t e l i n g a tulang. Getaran penala yang ditempelkan pada
ya n g d i k e l u h k a n t i d a k d a p a t mendenga r, mastoid kanan tidak hanya menggetarkan tulang
subyek akan mela porkan mendengar sua ra temporal kanan, tapi juga seluruh kepala; dengan
(sub yek menduga suara berasa l da ri garpu tala demikian telinga kiri juga terangsang pada saat
yang menempel di mastoid yang tidak digetarkan). yang sama. Peredaman melintasi kepala adalah
minimal. Pada uji Rinne, jawaban terhadap
Tes Stenger stimulus hantaran tulang akan merefleksikan

81 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
telinga dengan hantaran tulang yang lebih baik, yang memungkinkan berbagai intensitas bunyi
tanpa memperhatikan telinga mana yang mungkin. (umumnya dengan meningkatan 5dB), dan suatu
Karena itu dimungkinkan untuk memperoleh transduser (earphone atau penggetar tulang dan kadang-
respons hantaran tulang dari telinga kiri saat kadang pengeras suara) untuk mengubah energi listrik
mengqji telinga kanan. Dan bila hantaran tulang menjadi energi akustik.
lebih baik dari hantaran udara, maka hasilnya
adalah Rinne negatif palsu. Dengan mekanisme Terdapat beberapa istilah yang sering ditemukan
serupa, suatu uji Schwabach yang meningkat atau seperti berikut:
memanjang untuk telinga kanan sebenamya dapat • Nada murni (pure tone)
saja merupakan respons telinga kiri dengan Merupakan bunyi yang hanya mempunyai satu
hantaran tulang lebih baik dan telinga kanan. frekuensi, dinyatakan dalam jumlah getaran per
Insidens Rinne negatif palsu dan Schwabach detik.
memanjang palsu dapat dikuran gi dengan
• Bising
meminta pasien memberitahu letak gangguan
Merupakan bunyi yang mempunyai banyak
pendengarannya. Juga dapat dikendalikan
frekuensi, terdiri dari (narrow band), spektrum
dengan memasang bising penyamar (masking
terbatas dan (white noise) spektrum luas.
noise) pada telinga yang tidak diperiksa,
misalnya dengan alat penyamar seperti "Barany • Frekuensi
buzzer". Hal in] perlu dilakukan dengan hat]-hati Ialah nada murni yang dihasilkan oleh getaran
karena bising penyamar yang berintensitas tinggi suatu benda yang sifatnya harmonis sederhana
tersebut dapat saja d'lateralisasi melintasi tulang (simple harmonic motion). Jumlah getaran per
tengkorak dan sampai ke telinga. Karena masalah- detik dinyatakan dalam Hertz. Bunyi (suara) yang
masalah validitas dan reliabilitas ini, maka dapat didengar oleh telinga manusia mempunyai
sebalknya gunakan serangkaian uji penala yang frekuensi antara 20-18.000 Hertz. Bunyi yang
memberi kesempatan untuk membandingkan mempunyai frekuensi di bawah 20 Hertz disebut
indikasi pengujian, daripada hanya bergantug infrasonik, sedangkan bunyi yang frekuensinya di
pada suatu uji saja. Hal Ini juga sebagian atas 18.000 Hertz disebut suprasonik (ultra
merupakan penyebab perkembangan audiometri sonik).
elektris
• Intesitas bunyi
Audiometri Nada Murni1,5,6,7 Dinyatakan dalam dB (decibell). Dikenal :
Audiometer nada murni adalah suatu alat elektronik dB HL (hearing level), dB SL (sensation
yang menghasilkan bunyi yang relatif bebas bising level), dB SPL (sound pressure level). dB HL
ataupun energi suara pada kelebihan nada, karenanya dan dB SL dasarnya adalah subyektif, dan inilah
disebut nada "murni". Dengan audiometri kita dapat yang biasanya digunakan pada audiometer,
membandingkan ambang pendengaran antara hantaran sedangkan dB SPL digunakan apabila ingin
udara dengan menggunakan headphone (air mengetahui intensitas bunyi yang sesungguhnya
conduction /ac) dan hantaran tulang dengan secara fisika (ilmu alam).
menempelkan alat vibrator pada tulang mastoid (bone Contoh : pada 0 dB HL atau 0 dB SL ada bunyi,
conduction /bc). Hasil pemeriksaaan ini berupa sedangkan pada 0 dB SPL tidak ada bunyi,
audiogram. sehingga untuk nilai dB yang sama intensitas
dalam HL/SL lebih besar daripada SPL.
Pada hantaran tulang (ac) langsung menggetarkan
tulang-tulang tengkorak dan cairan didalamnya, Intensitas audiometer berkisar antara -I0dB
sehingga langsung menggetarkan perilimf, endolimf hingga 110 dB. Jika seorang pasien
dan membrana basalis sehingga terjadi perangsangan memerlukan intensitas sebesar 45 dB di atas
sel rambut organon Corti. Hal ini membutuhkan intensitas normal untuk menangkap bunyi
keutuhan fungsi telinga dalam dan syaraf VIII. tertentu, maka tingkat ambang
Sedangkan hantaran udara (bc) getaran bunyi masuk pendengarannya adalah 45 dB, jika kepekaan
melalui liang telinga, menggetarkan m.timpani, tulang pasien lebih dekat ke normal dan hanya
– tulang pendengaran dan seterusnya membutuhkan memerlukan peningkatan sebesar 20 dB di atas
keutuhan fungsi telinga bagian luar, tengah, dalam dan normal, maka ambang tingkat pendengarannya
syaraf VIII. adalah 20 dB. Jika pendengaran pasien 10 dB
lebih peka dari pendengaran rata-rata, maka
Terdapat beberapa pilihan nada terutama dari oktaf tingkat ambang pendengarannya ditulis dalam
skala C: 125, 250, 500, 1000, 2000, 4000 dan 8000 Hz. dalam negatif atau – I0dB.
Tersedia pula nada-nada dengan interval setengah oktaf
(750, 1500, 3000 dan 6000 Hz). Audiometer memiliki • Nilai nol audiometrik (audiometric zero)
tiga bagian penting: suatu osilator dengan berbagai Dalam dB HL dan dB SL, yaitu intensitas nada
frekuensi untuk menghasilkan bunyi, suatu peredam murni yang terkecil pada suatu frekuensi tertentu

82 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
yang masih dapat didengar oleh telinga rata-rata (pulsed) dalam rentang 125 hingga 8000 Hz.
orang dewasa muda yang normal (18-30 tahun). Intensitas suara dinyatakan dalam decibel
Pada tiap frekuensi intensitas nol audiometrik hearing level (dB HI,), dimana 0 dB HL adalah
tidak sama. Telinga manusia paling s ens itif intensitas di mana orang dengan pendengaran
terha dap bunyi dengan frekuens i 1000 normal menangkap suara. 50% setiap kalinya.
Hz ya ng bes a r nila i nol audiometriknya kira- Tingkat pendenga ran minimum dimana
kira 0,0002 dyne/cm2. Jadi pada frekuensi 2000 dida pa tkan res pons berulang da ri s ubjek
Hz lebih besar dari 0,0002 dyne/cm 2 . dis ebut ambang dengar. Subjek dikatakan
Ditambah 2 standar yang dipakai yaitu Standar mengalami gangguan pendengaran jika
ISO dan ASA. ISO = International Standard ambang dengarnya di bawah 20 dBHL.
Organization dan ASA = American Standard
Association. Subjek ditempatkan di dalam ruangan kedap
0 dB ISO = 10 dB ASA atau suara dengan menggunakan earphone
10 dB ISO = 0 dB ASA d eng an bantalan s irkumaura l dan
m e n e k a n s e b u a h t o m b o l ya n g niengaktllkan
Pada audiogram angka -angka intensitas nyala lampu pada audiometer setiap kali
dalam dB bukan menyatakan kenaikan mendengar suara. Seperti yang telah dijelaskan
tinier, tetapi merupakan kenaikan logaritmik jelaskan diatas, tujuan tes ini adalah untuk
secara perbandingan. menentukan tingkat nada terendah dengan tinggi nada
Contoh 20 dB bukan 2 kali lebih keras dari berbeda – beda yang dapat didengar subjek.
pada 10 dB. tetapi : 20/10 = 2, jadi 10 kuadrat
100 kali lebih keras. Tes Hantaran Tulang
Ketika sinyal suara dihantarkan pada tulang di belakang
• Notasi pada Audiogram telinga, atau pada dahi dengan menggunakan
Untuk pemeriksaan audiogram, dipakai penggetar tulang, gelombang suara mencapai
grafik AC, yaitu dibuat dengan garis lurus koklea setelah melintasi sistem konduksi telinga
penuh (intensitas yang diperiksa antara 125 – tengah. Karena itu, pendengaran melalui hantaran
8000 Hz) dan grafik BC yaitu dibuat dengan tulang mencenninkan fungsi da ri koklea dan
garis terputus -putus (intensitas yang saluran pendenga ran luhur yang menghantarkan
diperiksa : 250-4000 Hz). Untuk telinga suara ke otak. Ambang dengar hantaran tulang
kiri dipakai wa rna biru, s edangka n untuk dibandingkan dengan ambang hantaran udara untuk
telinga kanan dipakai warna merah. menentukan apakah subjek mengalami lesi telinga
luar dan/atau tengah, maupun lesi koklear dan atau lesi
• Ambang Dengar retrokoklear.
lalah bunyi nada murni yang terlemah pada
frekuensi tertentu yang masih dapat didengar Pengukuran kuantitatif dari perbedaan antara
oleh telinga seseorang. Terdapat ambang dengar ambang hantaran udara dan hantaran tulang (gap)
menurut konduksi udara (AC) dan menurut memungkinkan penilaian besaran gangguan
konduksi tulang (BC). Bila ambang dengan pendengaran konduktif, yang berkontribusi pada
ini dihubunghubungkan dengan garis, baik AC diagnosis akurat akan penyakit yang
maupun BC, maka akan didapatkan audiogram. menyebabkan gangguan pendengaran.
Dari audiogram dapat diketahui jenis dan derajat
ketulian. penilaian: G e ta ra n da ri tul a ng t en gk or a k akan
m en ca pa i k ok l ea k ed ua s is i da n menimbulkan
AMBANG GANGGUAN DENGAR sensasi suara pada kedua telinga. Bagaimanapun,
0 - 20 Dalam batas normal umumnya kita hendak mengevaluasi hantaran tulang
>20 - 40 Ringan setiap telinga secara terpisah. Ambang
>40 - 60 Sedang terdengarnya sebuah suara akan meningkat ketika
>60 - 90 Berat suara lain terdengar, yang disebut masking sound.
>110 Berat Sekali Karenanya, ketika kita memeriksa pendengaran
hantaran tulang pada satu telinga, masking sound
Tes hantaran udara diperdengarkan pada telinga lainnya sehingga membuat
Dari seluruh audiometri Subjektif, tes yang suara tes tidak terdengar oleh telinga ini. Prosedur
paling dasar dan terpenting adalah audiometri masking ini diperlukan bahkan ketika kita
nada murni, yang membandingkan kepekaan memeriksa ambang hantaran udara, tergantung dari
sensitivitas pendengaran subjek terhadap derajat dan asal dari gangguan pendengaran yang
orang dengan pendengaran normal pada terdapat pada masing – masing telinga. Subjek yang
berbagai frekuensi. Sebuah audiometer menjalani audiometri harus diberikan penjelasan bahwa
menyediakan rangsang suara terkalibrasi mereka diharuskan untuk memberikan respons terhadap
dengan frekuensi tetap maupun terpulsasi nada tes, dan bukan pada suara masking.

83 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
pada level yang sama. Bila ada responss, maka tes dapat
Audiometer memiliki tiga bagian penting: suatu osilator dimulai pada intensitas tersebut.
dengan berbagai frekuensi untuk menghasilkan bunyi, Turunkan intensitas secara bertahap, 10 dB setiap kali sampai
suatu peredam yang memungkinkan berbagai intensitas responss, menghilang, kemudian naikkan 10 dB untuk
bunyi (umumnya dengan meningkatan 5dB), dan suatu mendapatkan responss, dan turunkan 5 dB untuk
transduser (earphone atau penggetar tulang dan kadang- memperoleh ambang terendah. dimana sinyal terdengar 2
kadang pengeras suara) untuk mengubah energi listrik kali dari 3 kali perangsangan. Nada harus diberikan selama 0,5
menjadi energi akustik. detik secara irregular.

Teknik Pemeriksaan Ambang pendengaran biasanya direkam, kedalam suatu grafik


Untuk memperoleh gambaran mengenai tingkat yang disebut audiogram, walaupun kadang-kadang ada
pendengaran dibutuhkan kerja sama yang baik antara yang menggunakan tabel. Serangkaian hasil audiotes
pemeriksa dan pasien. yang direkam kedalam, sebuah progress audiogram dapat
pemeriksaan liang telinga pula digunakan.
Untuk memastikan bahwa liang telinga tidak
tersumbat. Apabila banyak serumen sebaiknya Simbol-simbol internasional untuk audiometer telah
dibersihkan dahulu. digunakan sejak 1964. Tetapi simbol ini tidak berlaku di
Amerika yang menggunakan simbol masking yang
Memberikan Instruksi berlainan untuk air dan bone conduction. Simbol hantaran
Saat akan memulai tes pasien dijelaskan terlebih dahulu udara non masking yang umum digunakan adalah X untuk kiri
bahwa saat tes nanti akan terdengar serangkaian bunyi dan 0 untuk kanan. Sedangkan simbol masking adalah X+ untuk
yang akan terdengar pada sebelah telinga. Pasien harus kiri dan 0 untuk kanan. Data dari telinga kiri ditulis dengan
memberikan tanda dengan mengangkat tangannya setiap warna biru dan untuk kanan dengan warna merah, tetapi tidak
terdengar bunyi bagamanapun lemahnya. Segera setelah mutlak. Apabila tidak diperoleh respons, pada batas output pada
suara hilang, ia harus menurunkan tangannya kembali. audiometer, maka tuliskan simbol yang sesuai dengan
Ulangi instruksi ini sampai pasien benar – benar tambahan tanda panah kebawah. Derajat ketulian dihitung
mengerti. dengan menggunakan indeks Fletcher yaitu :
Ambang dengar (AD) =
M ema s a ng H ea dph on e
Benda-benda yang dapat mengganggu pemasangan AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz
earphone dan mempengaruhi hasil pemeriksaan 3
harus disingkirkan. Bila pasien memakai kacamata atau Menurut kepustakaan terbaru frekuensi 4000
giwang sebaiknya dilepaskan.. Regangkan headband lebar- Hz berperan penting untuk pendengaran,
lebar, pasanglah dikepala pasien dengan benar, earphone sehingga perlu turut diperhitungkan, sehingga
kanan di telinga kanan, kemudian kencangkan sehingga derajat ketulian dihitung dengan menambahkan
terasa nyaman di telinga. Denting diperhatikan agar ambang dengar 4000 Hz dengan ketiga ambang
membran earphone tepat didepan liang telinga di kedua dengar diatas, kemudian dibagi 4.
sisi. Ambang dengan (AD) =

Seleksi telinga AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000


Pemeriksaan dimulai dari telinga yang lebih baik dulu. Hz
4
U ruta n frekuens i
Dimulai pada 1000 Hz, dimana pendengaran paling dapat dihitung ambang dengan hantaran udara (AC)
stabil, kemudian meningkat ke oktaf yang lebih tinggi dan atau hantaran tulang (13). Pada interprestasi
akhirnya 500 dan 250 Hz. Ulangi tes pads 1000 Hz untuk audiogram hares ditulis (a) telinga yang mana, (b) apa
meyakinkan sebelum beralih kepada telinga yang lain. jenis ketuliannya, misalnya : telinga kiri tuli camper
Perubahan diatas 20 dB atau lebih diantara dua oktaf, sedang.
memerlukan pemeriksaan setengah oktaf yaitu 1500 Hz, 3000
Hz atau 6000 Hz. Dalam menentukan derajat ketulian, yang dihitung
hanya ambang dengar hantaran udaranya (AC) saja.
Posisi pemeriksaan
Pasien duduk di kursi dan menghadap kearah 300 dari posisi Derajat ketulian (PERHATI)
pemeriksa, sehingga pasien tidak dapat melihat gerakan tangan, • Normal : 0 - 25 dB
tetapi pemeriksa dapat mengamati pasien dengan bebas.
• Gangguan dengar ringan : 26 - 40 dB
Pemberian sinyal • Gangguan dengar sedang : 41 - 60 dB
Cara yang paling cepat untuk memperoleh intensitas awal adalah • Gangguan dengar sedang berat : 61 - 90 dB
dengan menyusurnya mulai dari 0 dB sampai diperoleh • Gangguan dengar sangat berat : > 90 dB
responss. Matikan sinyal satu-dua detik, kemudian berikan lagi

84 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Berikut adalah contoh hasil audiogram
1. Normal
Ambang AB dan BC sama atau kurang dari 25 dB
AC dan BC berimpit tidak ada gap

Audiogram pd tuli campur

Audiogram Normal 4. Presbikusis

2. Gangguan dengar konduktif ( Conductive hearing loss =


CHL )
Ambang BC dalam batas normal ( 0-20dB)
Ambang AC meningkat, Jarak antara BC-AC > 10 dB

Audiogram pada presbikusis

Peredaman antar telinga dan pendengaran


silang
Peredam antar telinga adalah berkurangnya
Audiogram pada tuli konduktif intensitas suatu sinyal saat ditransmisi dari satu
telinga ke telinga lainnya. Misalnya, nada 1000
3. Gangguan dengar sensorineural Hz dengan intensitas 65 dB yang diperdengarkan
Ambang BC meningkat ,Ambang AC meningkat , Jarak pada satu telinga (re audiometrik nol) akan
BC-AC < atau = 10 mengalami peredaman antar telinga sebesar 55 dB
sebelum akhirnya mencapai telinga satunya sebagai
sinyal 10 dB, yang hanya akan ditangkap bila
koklea telinga tersebut peka terhadap sinyal 10 dB.
Istilah pendengaran silang (cross hearing) atau
lengkung bayangan (shadow curve) seringkali
dipakai bila pendengar berespons terhadap uji
sinyal melalui telinga yang tidak diuji.
p
endengaran silang seringkali terjadi lewat tulang
tengkorak melalui hantaran tulang sekalipun sinyal
diberikan melalui penerima hantaran udara.

Audiogram pada tuli sensorineural Tampaknya 45 dB merupakan perkiraan yang logis


sebagai peredaman minimal antar telinga,
4. Gangguan dengar campuran sebelum terjadinya pendengaran silang untuk
Ambang BC meningkat lebih dari 25 dB ,AC > BC dan rentang frekuensi 250 sampai 8000 Hz. Oleh
terdapat gap sebab itu bilamana ada perbedaan ambang
hantaran udara, antar telinga sebesar 45 dB atau
lebih, hares dipertanyakan validitas dari hasil-
hasil pemeriksaan telinga yang lebih buruk.
p
eredaman antar telinga untuk sinyal yang

85 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
diberikan melalui hantaran tulang dapat respon yaitu false positif dan false negative. False
diabaikan. Menempatkan vibrator tulang pada positif terjadi ketika pasien menyatakan
mastoid atau pada dahi akan menimbulkan mendengar nada padahal sebenarnya tidak ada
getaran seluruh tulang tengkorak. Keadaan ini bunyi yang diperdengaarkan. False negative
menghasilkan stimulasi yang sama pada kedua terjadi ketika pasien mengindikasikan tidak
koklear. Tidak adanya peredaman antar telinga mendengar bunyi padahal sebenarnya ada bunyi
yang cukup bermakna pada sinyal hantara n yang diperdengarkan pada level yang audible bagi
tulang s eringkali menimbulka n masala h pasien. Bila false positif muncul hal berikut dapat
dalam mengenali hubungan hantaran tulang dan dilakukan untuk menurunkan angka dari false
udara yang benar pada telinga yang diuji. positif:
Misalnya, bila terdapat perbedaan ambang - Pemeriksa harus menginstruksikan ulang
hantaran udara antar telinga, maka secara teoretik kepada pasien dan membertahukan kepada
ambang hantaran tulang setidaknya sama baiknya mereka bahwa mereka bereaksi ketika tidak
dengan ambang hantaran udara dari telinga ada bunyi
yang lebih baik. Apakah beda udara -tulang - Interval antara stimulus harus bervariasi
pada telinga yang diperiksa merupakan beda sejati secara lebih signifikan
atau apakah perbedaan itu disebabkan pendengaran
silang oleh telinga yang tidak diuji? Bila terjadi false negative, pasien harus diberikan
instruksi ulang dan diperingatkan akan tanda
Untuk mensahihkan hasil-hasil pengukuran, maka tersebut. Pasien seringkali perlu diperingatkan
telinga yang tidak diuji perlu disingkirkan dengan untuk meningkatkan perhatian terhadap tugas
menggunakan penyamar yang efektif sehingga tersebut.
jawaban yang didapat dari pasien dapat 2. Kolaps dari CAE Pada pasien orang tua ketika
dihubungkan dengan telinga yang diuji. Data earphone diletakkan dikepala tekana dari earphone
peredaman antar telinga dapat digunakan tersebut menyebabkan kolaps CAE karena
untuk membuat "aturan" kapan harus menurunnya elastisitas kulit pada bagian kartilago
melakukan penyamaran (masking). p ada dari CAE. Hal ini dapat diatasi dengan
pengujian hantaran udara bilamana tingkat menggunakan insert phone, canal retaining
sinyal pengujian melampaui ambang hantaran earphone, ataupun menarik daun telinga ke atas
tulang telinga yang tidak diuji sebesar 45 dB atau dan mengembalikan posisinya ke penempatan
lebih, maka harus dilakukan penyamaran. Pada, earphone.
pengujian hantaran tulang, telinga yang tidak diuji
harus disamarkan bilamana terdapat beda udara- Faktor alat
tulang pada telinga yang diuji. Kalibrasi dari alat diperlukan bila didapatkan
berklurangnya akurasi ambang nada murni. Menurut
Hal – hal yang mempengaruhi pengukuran nada murni the proffssional service board of the American speech-
hantaran udara dan hantaran tulang. Ada 3 hal yang language –Hearing Assosiation, Kaliberasi
mempengaruhi yaitu pemeriksa, yang diperiksa elektroakustik dari tingkat tekanan suara untuk nada,
(pasien) dan faktor alat. masking noise, dan tutur pada earphone dan lapang
suara dan tingkat kekuatan penggetar tulang harus
Pengaruh dari pemeriksa dilakukan setiap 3 bulan.
1. Saat pemasangan earphone. Pemeriksa harus
yakin bahwa diafragma earphone dipasang Audiometri Khusus
berlawanan dengan CAE. Ukuran earphone harus Untuk membedakan tuli kohlea dan tuli retrokohlea
disesuaikan dengan telinga subjek untuk diperlukan pemeriksaan khusus.
mencegah terjadinya kebocoran frekuensi rendah Diperlukan pemahaman mengenai istilah recruitment
disekitar earphone. dan kelelahan (decay/fatigue)
2. Pemasangan penggetar tulang harus dipasang pada
prosessus mastoideus tidak lebih dari selebar Recruitment adalah fenomena yang khas untuk
ibujari untuk mencegah radiasi suara ketulian kohlear, dimana di atas ambang dengar telinga
3. Petunjuk visual, missalnya melihat kebawah atau yang terganggu akan lebih sensitif daripada telinga
membuat gerakan tubuh tertentu setiap nada yang normal. Peninggian intensitas sedikit saja di
diperdengarkan tidak diperkenankan telinga yang sakit akan dirasakan lebih keras dari
4. Hubungan dengan pasien yang bersahabat dapat normal. Dapat diperiksa dengan tes ABLB dan SISI
meningkatkan motivasi dari pasien
5. Instruksi yang diberikan harus jelas dan bias Adaptasi abnormal merupakan keadaan dimana
dimengerti oleh pasien terdapat kelainan rerokohlea, bila diberikan nada yang
kontinu akan tak terdengar lagi dalam waktu yang lebih
Pengaruh dari pasien pendek dari normal. Disebut juga tone decay yang
1. Terjadinya false respon dimana ada 2 tipe false disebabkan kelelahan saraf (fatigue)

86 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Alternate Binaural Loudness Balance Test (ABLB)
Prinsip: membandingkan persepsi intensitas antara
kedua telinga pada frekwensi yang konstan

Short Increment Sensitivity Index (SISI)


Prinsip: adanya fenomena recruitment dimana kohlea
dapat mengadaptasi secara berlebihan peninggian
intensitas yang kecil, sehingga pasien dapat
membedakan selisih intensitas yang kecil tersebut
(1dB)

Tone Decay
Prinsip: terjadinya kelelahan saraf karena
perangsangan terus menerus. Bila telinga yang
diperiksa dirangsang terus menerus, telinga tersebut
tidak akan mendengar stimulus/rangsangan
Ada 2 cara: Threshold Tone Decay (TTD) dan
Suprathreshold Adaptation Test (STAT)

Speech Audiometry (Audiometri Tutur)


Berbeda dengan audiometri nada murni yang
meberikan gambaran mengenai jenis dan derajat
ketullian, audiometri tutur memeriksa kemampuan
komunikasi seseorang. Pemeriksaan ini pada
dasarnnya terdiri dari Speech Reception Threshold
(SRT) yaitu pemeriksaan sensitifitas/ambang dan
Speech Discrimination Score (pengertian)

Audiometry Bekessy
Audiometri ini otomatis dapat menilai
ambang pendengaran seseorang.
Prinsip pemeriksaan: nada yang terputus (interrrupted Behavioral Observational Audiometry
sound) dan nada yang terus menerus (continue sound).
Visual Reinforcement Audiometry6,8
Pemeriksaan Pendengaran pada Anak Dilakukan pada anak usia 6-24 bulan.
Ada empat reflex dasar yaitu: Cara pemeriksaan:
- Terbangun dari tidur Dalam suatu free field test, anak ditempatkan diantara
- Respon terkejut 2 speaker sebagai stumulus suara. Setiap anak
- Mengedipkan mata merespons dengan melokalisasi suara dengan benar,
- Menoleh diberikan stimulus cahaya berupa mainan yang dapat
Peralatan yang sering digunakan boneka pijat, bel dan bercahaya (reinforcing respons).
kerincingan yang frekuensi dan intensitasnya diketahui. Pertahanan respons (respons reinforcement) ini
Selain peralatan dibutuhkan juga ruangan yang sunyi memungkinkan anak untuk berpartisipasi dalam tes
terutama pada bayi berusia 4 bulan. cukup lama untuk menentukan tingkat ambang
berbagai frekwensi.
Behavioral Observational Audiometry (BOA)6,8
Pada usia empat bulan pertama, pendengaran dinilai Interpretasi:
dengan pengamatan perilaku dan respons refleks Dengan tes ini dapat ditentukan tingkat ambang dengar
terhadap rangsangan yang kuat pada pendengaran. Bayi berbagai frekwensi, dan anak dengan gangguan
berkedip atau mengatupkan kelopak mata yang sudah pendengaran bilateral yang berat tidak dapat
tertutup (reflek auropalpebral) sebagai respons terhadap melokalisasi sumber suara.
suara keras. Kegagalan merespons suara keras yang
menetap dapat menunjukkan bayi mengalami gangguan
pendengaran yang parah.
Interpretasi:
Bila terdapat kegagalan merespons yang menetap,
menunjukkan bayi mengalami gangguan pendengaran.

87 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
0
Behavioral Observation Refleks Moro
Audiometry (BOA) Refleks auropalpebral
6
Prosedur Unconditioned
Audiometri Response Procedures 12
Behavioral Tes Ewing
Tes BOEL
(subyektif) Conditioned Response
18
Procedures

Visual Reinforcement 24
Audiometry (VRA)

Umur (bulan)
30
Conditioned Play Audiometry (CPA)
36
Diskriminasi Kata (WIPI, Kendal toy test )
42
Auditory Brainstem Response (ABR)
Prosedur 48
Audiometri Elektroakustik impedans
Visual Reinforcement Audiometry Non 54
Behavioral Otoacoustic emissions ( OAE)
(obyektif) 60
Play Audiometry6,8 Tes Pendengaran Pada Anak
Dilakukan pada anak usia 2-5 tahun, atau pada pasien
dengan retardasi mental. Diagram pemeriksaan audiometri anak sesuai
Cara pemeriksaan: usia
Merupakan permainan audiometri untuk memeriksa
pendengaran. Anak diminta untuk menggunakan
earphone. Diminta agar anak menekan tombol, Pemeriksaan Pendengaran Objektif
memindahkan mainan atau hal lain yang menarik, Emisi otoakustik (Otoacoustic Emission/OAE)
apabila dia mendengar suara pada earphone. Dengan OAE adalah alat elektrofisiologis yang digunakan untuk
cara ini kita dapat menentukan ambang dengarnya. mengetahui keadaan dan fungsi sel rambut luar kohlea
secara cepat dan objektif.Pemeriksaan OAE
dipengaruhi oleh: keadaan telinga luar, telinga tengah,
telinga dalam, bising lingkungan, dan aktivitas tubuh.

Gelombang OAE yang dihasilkan oleh sel rambut luar


akan dihantarkan melalui tulang pendengaran, membran
timpani, dan masuk ke CAE yang akan ditangkap oleh
mikrofon. Sehingga jika terdapat gangguan pada telinga
luar maupun tengah sdapat mengakibatkan emisi
otoakustik tersebut tidak dapat diukur dengan baik.

Emisi ini merupakan mekanisme fisiologis yang terjadi


selama proses transduksi mekanis-elektris dari suara.
Play Audiometry Emisi otakustik tetap dapat diukur meskipun saraf
kohlearis (N VIII) mengalami kerusakan berat atupun
Speech Perception Test aktivitas listriknya dihambat oleh zat kimia.
Pada anak dilakukan dengan cara khusus yaitu
dengan picture pointing test Emisi otoakustik ini mudah mengalami kerusakan yang
Cara pemeriksaan: diakibatkan oleh berbagai macam penyebab: trauma
Anak diminta untuk menunjuk gambar, akustik, hipoksia dan obat ototoksisk.
setelah mendengar suatu kata, misalnya : “kucing” OAE terdiri dari 3 transducer yang berbeda dalam satu
kemudian anak menunjuk gambar kucing probe yaitu :
Beberapa test yang termasuk di dalamnya adalah : 1. Loudspeaker, untuk memberikan stimulus terhadap
WIPI test (Word Intelligibility by Picture Identification sel rambut kohlea
Test) dan NU-CHIPS tes (Northwestern University 2. Microphone, untuk menerima semua suara yang
Children’s Speech Perception Test). ada di CAE
Diagram pemeriksaan pada anak sesuai usia dan 3. Signal separating process, untuk membedakan
klasifikasi (pemeriksaan subjektif dan objektif) dapat suara yang berasal dari kohlea dan sumber lainnya.
dilihat pada gambar berikut.
Ketiga transducer menyatu dalam satu probe tersebut
dilapisi oleh busa atau karet yang bersifat lentur yang
akan menutup seluruh CAE, sehingga pada saat
pemeriksaan emisi otoakustik, emisi yang dihasilkan
akan ditangkap secara maksimal oleh mikrofon.

88 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
OAE saat ini ada 2 jenis: banyak digunakan untuk mengetahui kelainan yanng
1. SOAE (Spontaneous Otoacoustic Emission) lebuh spesifik pada rentang frekwensi yang lebih tinggi,
2. EOAE (Evoked Otoacoustoc Emission) yang tdd : yaitu 4 – 8 kHz (pada jenis skrining) dan mencapai
1. SFOAE (Stimulus-Frequency Otoacoustic 20kHz pada jenis clinical. Dengan batas pemeriksaan 40
Emission) – 45 dB.
2. TEOAE (Transient-Evoked Otoacoustic
Emission) TEOAE dan DPOAE akurat untuk mendeteksi
3. DPOAE (Distortion Product Otoacoustic gangguan dengar pada frekwensi sedang dan tinggi.
Emission) Keuntungan menggunakan OAE adalah :
Ketiganya memiliki karakteristik yang berbeda dan 1. Obyektif
saling membantu untuk menegakkan diagnosis 2. Noninvasif
gangguan dengar. 3. Waktu yang digunakan relatif singkat
4. Dapat digunakan semua usia, terutama skrining
Jenis TEOAE maupun DPOAE digunakan untuk pada neonatus, pediatrik, dewasa yang mempunya
menilai keadaan kohlea dengan teknik dan daerah resiko tinggi terhadap terjadinya gangguan
tujuan berbeda, jika digunakan secara bersamaan akan pendengaran
saling melengkapi. 5. Secara teknis, mudah dilakukan
6. Dapat digunakan untuk skrining maupun
diagnostik
7. Dapat dilakukan oleh personal yang telah dilatih
secara khusus
OTOACUSTIC EMISSIONS
8. Tidak diperlukan biaya yang mahal

Spontaneous Evoked
Persiapan Pemeriksaan OAE
OAE dilakukan dalam ruangan yang tenang, tapi tidak
perlu soundproof, dan bebas medan listrik
Transient/TEOAE Pasien yang akan diperiksa telinga tengah dalam
keadaan sehat, juga tidak dalam keadaan batuk pilek,
Distortion (timpanometri yang normal). Probe yang digunakan
Product/DPOAE harus sesuai dengan telinga.
Bayi dengan usia < 3 bulan tidak perlu diberikan sedatif,
bayi usia > 3 bulan dapat diberikan sedatif berupa
Stimulus frequency/ chloral hydrat
SFOAE
BERA (Brain Evoked Responsse Audiometry)
Skema Jenis Otoacoustic Emission Istilah lain yang sering digunakan untuk BERA:
- ABR (Auditory Brainstem Responsse)
Kegunaan Klinis OAE - BAER (Brainstem Auditory Evoked Responsse)
OAE digunakan untuk mengetahui fungsi kohlea dan - BSEP (Brainstem Evoked Potensial)
membedakan kerusakan pada kohlea dan retrokohlea - BAEP (Brainstem Auditory Evoked Potensial)
secara tepat. OAE digunakan untuk deteksi awal - ERA (Evoked Responsse Audiometry)
gangguan pendengaran SNHL karena pemeriksaan
cepat dan objektif Prinsip Dasar BERA
AEP merupakan respons listrik N VIII dan sebagian
Pada skrining pendengaran kita cukup untuk batang otak yang timbul dalam 10 – 12mdetik setelah
mengetahui adanya emisi sel rambut kohlea. Untuk suatu rangsang pendengaran ditangkap oleh telinga
tujuan deteksi awal gangguan dengar, TEOAE sering dalam. Dengan menghadirkan sejumlah bunyi click
digunakan karena menggunakan metode click ataupun pada telinga, dibangkitkan letupan-letupan sinkron dari
toneburst, yang mempunyai sifat sebagai wideband. serabut-serabut auditorik frekwensi tinggi. Respons
TEOAE memberikan hasil mendekati 100% terhadap listrik tunggal sulit dibaca, supaya pola terlihat jelas,
stimulus yang diberikan pada orang dewasa dengan digunakan skema untuk membuat rata-rata agar
ambang pendengaran < 30dB. gelombang menjadi nyata. Click dibuat pada 75 atau 80
dB di atas ambang dengar. Click diulangi dengan
TEOAE menggunakan frekuensi 1 – 4 kHz. Dengan kecepatan pengulangan pasti, mis. 11/detik atau
batas pemeriksaan 30 – 35 dBHL. TEOAE paling baik 33/detik hingga responss click 1500 atau 2000 kali.
dugunakan untuk mengidentifikasi gangguan Setiap 2000 click yang dirata-ratakan akan digambarkan
pendengaran pada intensiatas 2 – 4 kHz. satu garis baru. Elektroda yang dipasang pada mastoid
dibandingkan denngan elektroda di tengah dahi,
Sedangkan DPOAE menggunakan stimulus puretone menciptakan suatu EEG. Dengan mengambil angka
yang mempunyai sifat narrowband. DPOAE lebih rata-rata gelombang EEG ini, terbentuk suatu pola.

89 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Bentuk gelombang ini dikemukakan oleh Jewett tahun normal dan tuli konduktif. Gambaran lereng yanng
1971 dan diberi label I sampai VII. Yang dinilai terjal disebut sebagai sebagai fungsi penguatan
gelombang I-V. (Recruting Function) dan keadaan ini biasanya sangat
Gelombang I : berasal dari kohlea jelas pada tuli kohlea denga penurunan pada frekwensi
Gelombang II : berasal dari nucleus kohlearis tinggi yang khas.
Gelombang III : berasal dari nucleus olivari superior
Gelombang IV : berasal dari lemniskus lateralis Apabila sensitifitas kohlea berkurang secara tajam,
Gelombang V : berasal dari folikulus inferior masa laten gelombang V biasanya lebig panjang
daripada normal pada tingkat sensasi rendah, akan tetapi
Semua garis ini dapat dihasilkan kembali. Makin hampir sama atau bahkan sama dengan keadaan normal
dekatnya tingkat bunyi dengan ambang pendengaran, pada tingkat sensasi tinggi.
gelombang V bergerak makin ke kanan dan gelombang
lain semakin kurang jelas. Lesi perifer N VIII
Pemeriksaan BERA pada penderita dengan lesi N VIII
Instrumentasi BERA akan memperlihatkan berbagai variasi. Puncak I
Alat ’Evoked Potential’ bekerja berdasarkan pada mungkin terlihat tanpa diikuti puncak-puncak
sistem komputer yang meliputi komponen : berikutnya yang jelas, masa laten antar puncak dari
1. Generator stimulus puncak I sampai V bisa memanjang, atau sama sekali
2. Elektroda tidak dijumpai puncak yang dapat diidentifikasi. Dapat
3. Amplifier dikatakan penderita dengan lesi perifer N VIII
4. Filter memperlihatkan BERA dengan kelainan baik pada
5. Signal averager dengan artefact refraction bentuk gelombang, maupun pada masa laten absolut dan
6. Responsse display relatif
7. Responsse processing
8. Printer Contoh gelombang BERA pada berbagai kondisi dapat
dilihat pada gambar berikut
Interpretasi Hasil BERA
Tugas utama klinikus adalah menentukan apabila hasil WAVES IN BERA
Normal
BERA ada penyimpangan dari nilai normal, apakah Normal Latency phase
Good Morphology
karena patologi neural, gangguan pendengaran, atau
Conductive Hearing Loss
karena faktor yang nonpatologik Late Latency phase Wave I
Interwafe latensi N
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
Amplitude in V

Good Morphology
melakukan interpretasi hasil BERA: Sensory Hearing Loss
- Maturitas susunan saraf pusat Late Latency Wave I sdt
terlambat
Wave I kecil/-
kecil/-
- Neuropatia saraf pendengaran Interwave latency N
Bad Morphology
- Kondisi susunan saraf pusat
Neural Loss
- Kondisi pendengaran perifer Wave I N
Late Latency Wave I-I-III
- Faktor nonpatologik Late Interwave latency
Bad Morphology
Latency in msec

Tuli Konduktif
Pada tuli konduktif, bentuk gelombang bertahan pada Gelombang BERA pada berbagai kondisi
tingkat sensasi pertengahan sampai tinggi. Namun masa
laten absolut seluruh gelombang akan bergeser ke kanan BERA pada Anak
(masa laten memanjang). Besarnya pergeseran Prosedur BERA pada anak atau bayi, mungkin perlu
berbanding langsung dengan beratnya tuli konduktif. ditidurkan denganmenggunakan sedatif (chloral hydrat)
Apabila masa laten gelombang V ditetapkan sebagai guna mencegah terjadinya artefak yang berhubungan
fungsi tingkat sensasi rangsang dari ambang yang dengan gerakan, yang dapat mengganggu respons
normal, maka untuk sejumlah intensitas, penderita tuli elektrofisiologi sistem auditori.
konduktif akan memperlihatkan fungsi intensitas masa Interpretasi BERA pada anak usia 18 bulan sama
laten yang normal, tetapi bergeser pada koordinat dengan pada orang dewasa. Namun dibawah batas usia
intensitas sesuai dengan beratnya ketulian. tersebut, perbedaan kematangan neurologik
menghasilkan perbedaan yang berarti pada masa laten
Tuli sensorineural puncak dan keadaan ini harus diperhitungkan sebelum
Penderita tuli kohlea akan menghasilkan gelombang dinyatakan sebagai suatu abnormalitas.
BERA yang bentuknya sama dengan orang normal pada
tingkat supra ambang rangsang. AUDITORY STEADY STATE RESPONSE (ASSR)
Akhir-akhir ini dikembangkan tipe evoked potensial
Masa laten absolut gelombang I dan V hampir normal. denngan menggunakan frequency modulated dan
Namun lereng fungsi intensitas masa laten gelombang amplitude modulated berupa Steady State Response
V lebih terjal dibandingkan dengan gelombang orang

90 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
(SSRs), merupakan pengukuran ambang dengar yang Tipe ini memiliki kurva yang lebih landai dari tipe
frequency specific. A, peak pressure normal. Merupakan indikasi
adanya fiksasi osikular atau tipe tertentu dari efusi
Berbeda dengan BERA, ASSR stimulus diberikan telinga tengah
berturut-turut dalam waktu pendek/modulasi teratur & 3. Tipe Ad
nada yang diberikan juga terus menerus. Direkam Memiliki Peak pressure normal tetapi
dengan kecepatan stimulus 30-50 Hz dan respons 40 Hz, amplitudonya tinggi, menandakan adanya anomali
respons ASSR dianalisa berdasarkan jumlah gelombang membran timpani atau kemungkinan disartikulasi
yang terulang dalam time window tertentu (sesuai osikular
frekwensi) dan tidak menilai masa laten masing-masing 4. Tipe B
gelombang. ASSR dapat memberikan informasi Kurvanya flat dan merupakan indikasi adanya efusi
audiometric yang memuaskan pada anak dan dewasa. telinga tengah, kolesteatom, serumen, perforasi
membran timpani atau penempatan probe yang
kurang tepat
5. Tipe C
Acoustic Immitance Ditandai dengan adanya peak pressure yang
1. Timpanometri negatif, menandakan adanya disfungsi tuba
2. Acoustic Reflex Threshold eustachius
3. Acoustic Reflex Decay 6. Tipe D
Dilakukan dengan probe yang low frequency.
Pemeriksaan acoustic immitance dapat memberikan Menandakan adanya anomali membrane tympani
informasi mengenai fungsi telinga tengah. Pemeriksaan atau disartikulasi osikular
ini mudah, cepat, murah dan objektif.

Prinsip Acoustic Immitance


Sistem telinga tengah bukan suatu transducer energi
yang sempurna, dan tentunya memiliki tahanan yang
dikenal dengan acoustic impedance . Aliran energi yang
melalui telinga tengah adalah acoustic admittance.
Acoustic immitance adalah istilah untuk
menggambarkan transfer energi akustik melalui telinga Tipe A Tipe B Tipe C
tengah meskipun ada pengaruh acoustic immitance dan
acoustic admittance.

Pada pemeriksaan ini digunakan probe tip dengan cuff


yang dimasukkan ke CAE. Pada probe tip ini terdapat
beberapa saluran yang berfungsi untuk : memberikan
suara (loudspeaker), sistem pemompaan udara yang Tipe As Tipe Ad Tipe Ad
berhubungan dengan manometer, dan sistem analisis
(mirophone) Tipe Tympanogram
Tipe timpanogram
Pada saat pemerikksaan dilakukan, diberikan acoustic
signal pada telinga dan Sound Presure Level pada CAE Timpanometri pada anak usia 6-7 bulan biasanya
diukur pada berbagai kondisi. memiliki ’high false negative rate’, karena itu harus
digabungkan dengan gambaran klinik secara umum.
Timpanometri
Tympanometri adalah suatu alat untuk mengetahui Teknik pemeriksaan
immittance dari telinga tengah yang dipengaruhi oleh 1. Sebelum dilakukan tympanometri, lakukan
tekanan udara di CAE. pemeriksaan telinga dulu dengan otoskop. Jangan
Tympanometri memberikan informasi mengenai dilakukan pada keadaan infeksi telinga tengah atau
tekanan di telinga tengah, baik yang low impedance telinga luar, post trauma, post operasi , kecuali bila
(disartikulasi tulang pendengaran) atau yang high ada permintaan khusus
impedance (otosclerosis, otitis media) 2. Pilihlah ukuran probe yang ssuai dan masukan ke
Tympanogram menurut Liden (1969) dan Jerger (1970), dalam CAE dengan benarsehingga terjadi penutupan
terdapat 6 jenis tipe tympanogram: sempurna (air tight seal)
1. Tipe A 3. Set alat pada tulisan TYMP
Merupakan tipe tympanogram yang normal, 4. Baca volume CAE pada penunjuk compliance dan
dengan peak pressure pada 0 daPa pasang jarum pada tekanan udara + 200 da Pa pada
2. Tipe As tombol pengatur, kemudian setelah yakin tidak ada
kebocoran, putar ke tanda automatic

91 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
5. Lakukan pada telinga sebelahnya Kehilangan 50 % selama 5 detik menunjukkan adanya
6. Hasil pemeriksaan dicetak kelainan retrokohlea.

Interpretasi Hasil Tympanometri Tes Fungsi Tuba


Bila dari hasil timpanogram diperoleh : Tes ini dilakukan untuk memperkirakan outcome
- tekanan negatif > 50 daPa → abnormal untuk orang apabila dilakukan timpanoplasti pada seorang pasien.
dewasa Cara dan prinsip pemeriksaan :
- tekanan negatif > 150 daPa → abnormal untuk anak Probe tip dipasang pada CAE dan diberi tekanan positif
Dilihat pula tipe timpanogramnya untuk melihat secra berangsur. Pada tekan 200-300 mmH2O akan
kemungkinan kelainan yang terjadi. terjadi penurunan mendadak kembali ke 0 mmH2O
yang terjadi karena ada peneyimbangan tekan ke ronnga
Acoustic Reflex hidung melaui tuba eustachius
Prinsip pemeriksaaan Untuk melihat fungsi pembukaan aktif tua eustachius,
Otot stapedius akan berkontraksi bila distimulasi tekanan diturunkan sampai -200 mmH2O dan penderita
dengan suara keras. Kontraksi dari otot stapedius ini melakukan : menelan, manuver Toynbee (menelan
akan mengubah aksis dari rotasi stapes footplate, dan dengan penutupan lubang hidung) dan manuver Valsava
mengurangi transfer energi akustik ke telinga tengah. ( ekspirasi maksimal dengan hidung dan mulut tertutup)
Perubahan konduktifitas ini dapat diukur dengan disebut juga SSTV Test (Springing Swallow Toynbee
acoustic imittance Valsava Test)
Hasil Normal
Selama stimulasi akustik yang kuat, impuls saraf dari - Springing tuba terjadi pada < +300 mmH2O
cochlea berjalan di N VIII, menuju nukleus kohlearis - Perubahan tekanan dari -200 mmH2O kembali ke 0
ventral ipsilateral, dan melalui badan trapezoid ke pusat mmH2O dengan 3 kali test Toynbee serta satu kali
motorik N Facialis, kemudian impuls tersebut turun ke test valsava
N VII ke m stapedius ipsilateral.
Beberapa serabut saraf juga disalurkan dari badan
trapezoid ke compleks oliva superior dan dilanjutkan ke
nukleus motorik N VII yaitu 3-4 neuron.

Lengkung reflex kontralateral selalu terdiri dari 4


neuron. Dari N VIII dan nukleus cockhlearis ventral
impuls berjalan melaui trapezoid ke arah oliva medial
superior dan melewati nukleus motoris N VII
kontralateral ke arah m.stapedius

Terjadinya refleks akustik tergantung kepada fungsi-


fungsi normal dari seluruh lengkung refleks yang terdiri
atas:
1. Kohlea
2. N. VIII
3. Batang otak
4. N. VII
5. M.stapedius

Acoustic Reflex Threshold


Ambang akustik refleks biasanya berkisar 70-100 dB,
tetapi bervariasi menurut frekwensi, waktu dan nada
Ambang refleks harus diukur keduanya, baik ipsilateral
maupun kontralateral pada 1000 Hz dan frekwensi
lainnya jika diperlukan.
Penurunan refleks diukur selama 10 detik, 10 dB di atas
ambang pada 500 Hz dan 1000 Hz.

Refleks Decay
Cara Pemeriksaan:
Ambang refleks pada 500 dan 1000 Hz direkam lau
dibuat nada pada 10 dB diatas ambang selama 10 detik.
Kehilangan 50 % selama 5 detik dianggap abnormal.
Interpretasi:

92 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
DAFTAR PUSTAKA

1. Lassman,.FM. Audiolog . Dalam Adam GL. BOIES


Fundamentals of Otolaryngology. Sixth edition . W.B
Saunders Company. Philadelpia . 1989 ; 46 - 66

2. Swan, I.R.C. Clinical tests of Hearing and Balance.D a l a m


A l a n G . K e r r . Scott- Brown's Otolaryngology. Sixth
edition. Butterwerth – Heinemann. Oxford 1997; 1 –6

3. Lutman, M.E .Diagnostic Audiometry. Dalam G. Kerr. S


cott-Brown ' s Otolaryngology Sixth edition. Butterwerth –
Heinemann. Oxford 1997 ; 3-1 1

4. Abiratno, F . Tes Garpu tala :Metode Pemeriksaan dan


Peranannya Di Era Modem. Unit Neuro-otologi Departemen
THT RSPAD Gatot Soebroto. Jakarta..

5. Sutirto,I dkk .Gangguan Pendengaran . Dalam Buku Ajar Ilmu


Kes. Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi ke- 5. FKUI Jakarta.
2001 ; 9-19

6. Skurr, B. Pemeriksaan Otology. Kumpulan kuliah. Pada


Kur sus Audiologi Praktis. Bandung. 13-14 mei 1991: 12-
39

7. Roeser, R J Pure Tone Tests. Dalam Roeser R.J.


Audiology Diagnosis. Thieme Medical Publishers. New
York . 2000.

8. Hendarmin, H. Gangguan Pendengaran Pada Bayi Dan


Anak. Dalam Buku Ajar Ilmu Kes. Telinga Hidung
Tenggorokan. Edisi ke- 5. FKUI .Jakarta. 2001; 28-30.

93 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
ANATOMI DAN FISIOLOGI FARING

Anatomi Faring
Faring merupakan bagian tubuh berupa suatu
saluran aerodigestivus dengan struktur tubular ireguler
mulai dari dasar tengkorak sampai batas inferior
setinggi kartilago krikoid di anterior dan setinggi
vertebra servikal ke-6 di posterior. Dimana faring
merupakan jalan untuk udara dan makanan1-3. Faring
dibungkus oleh sistem otot yang akan dilanjutkan oleh
otot yang menutupi dinding esofagus. Bagian superior
faring pada orang dewasa lebih lebar. Panjang faring
berkisar antara 12 – 14 cm dan memiliki lebar maksimal
di daerah hyoid, yaitu sebesar ± 5 cm dan lebar faring
tersempit berada di daerah batas inferiornya, yaitu
sebesar ± 1,5 cm pada daerah yang berbatasan dengan
Dinding Posterior Faring
esofagus. Bagian dinding faring posterior merupakan
bidang datar yang berada memanjang di depan lapisan
prevertebra dari fasia servikal yang dalam.4-7 Bagian
1. Nasofaring
anterior faring berlanjut menjadi trakea dan bagian
Nasofaring memiliki fungsi respirasi. Organ
posteriornya menjadi esofagus.2,8,9
ini berada superior dari palatum molle dan merupakan
Batas-batas faring adalah sebagai berikut:
ekstensi ke arah posterior dari kavum nasi. Kavum nasi
Superior: oksipital dan sinus sphenoid
berhubungan dengan nasofaring melalui sepasang
Inferior : berhubungan dengan esofagus setinggi M.
koana. Dinding atap dan dinding posteriornya
krikofaringeus
membentuk permukaan yang berada inferior dari os
Anterior: kavum nasi, kavum oris dan laring
sphenoid dan merupakan dasar dari os occipital. 7
Posterior: kolumna vertebra servikal
Batas-batas nasofaring adalah sebagai berikut:
Faring dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:7
Superior : basis cranii
1. Nasofaring (epifaring), yang berada di posterior
Inferior : bidang datar yang melalui palatum
kavum nasi dan superior dari palatum molle.
molle
2. Orofaring (mesofaring), yang berada posterior dari
Anterior : berhubungan dengan cavum nasi
mulut.
melalui choana
3. Laringofaring (hipofaring), berada posterior dari
Posterior : vertebra servikalis
laring.
Lateral : otot-otot konstriktor faring
Mukosa nasofaring sama seperti mukosa
hidung dan sinus paranasalis, yaitu terdiri dari epitel
pernafasan yang bersilia dan mengandung beberapa
kelenjar mukus di bawah selaput (membran) mukosa
dan terdapat jaringan fibrosa faring sebagai tempat
melekatnya mukosa.
Ruang nasofaring yang relatif kecil memiliki
beberapa struktur penting, yaitu:
- Jaringan adenoid, suatu jaringan limfoid yang
kadang disebut tonsila faringea atau tonsil
nasofaringeal, yang terletak di garis tengah dinding
anterior basis sphenoid.
- Torus tubarius atau tuba faringotimpanik,
merupakan tonjolan berbentuk seperti koma di
dinding lateral nasofaring, tepat di atas perlekatan
Anatomi Faring7 palatum molle dan 1 cm di belakang tepi posterior
konka inferior.
- Resesus faringeus, terletak posterosuperior torus
tubarius, dikenal sebagai fossa Rosenmuller, yang
merupakan tempat predileksi karsinoma faring.
- Muara tuba eustachius atau orificium tuba, terletak
di diniding lateral nasofaring dan inferior torus
tubarius setinggi palatum molle.
- Koana atau nares posterior.
94 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
lateralnya dibentuk oleh otot konstriktor media dan
inferior. Di dalamnya, dinding laringofaring dibentuk
oleh otot palatofaringeus dan stilofaringeus.
Laringofaring berhubungan dengan laring melalui inlet
laringeal pada dinding anteriornya.7
Laringofaring terletak di belakang dan sisi kiri
dan kanan laring yang disebut sinus atau fossa
piriformis. Dimulai dari segitiga valekula yang
merupakan batas orofaring dengan laringofaring, sampi
setinggi tepi bawah kartilago krikoid, tempat masuknya
sphingter krikofaringeus.
Batas-batas lainnya:
Superior : bidang datar melewati tepi atas
epiglotis atau setinggi valekula
Inferior : tepi bawah kartilago krikoid
Anterior : aditus laring
Posterior : vertebra servikalis 3 sampai 6
Valekula sendiri merupakan suatu cekungan
yang dangkal dengan batas-batas:
Anterior : basis lidah
Posterior : fasies epiglotis anterior
Lateral : plika faringoepiglotika
Medial : plika glossoepiglotika
Fossa piriformis memiliki batas-batas:
Medial : plika ariepiglotika
Lateral : kartilago tiroid dan membran
tirohioid

Dinding Lateral Faring 7

2. Orofaring
Berbeda dengan nasofaring, orofaring
memiliki fungsi digestif. Organ ini dikelilingi oleh
palatum molle di superior, dasar lidah di inferior dan
sudut palatoglossal dan palatopharyngeal di lateralnya.
Orofaring berada memanjang dari palatum molle ke
batas superior epiglotis. 7
Batas-batasnya adalah sebagai berikut:
Superior : palatum molle Basis lidah dan valekula 3
Inferior : bidang datar yang melalui tepi atas
epiglotis Jaringan Limfoid Faring
Anterior : berhubungan dengan kavum oris Sekelompok jaringan limfoid pada faring
melalui isthmus membentuk komposisi menyerupai cincin yang tidak
Posterior : vertebra servikalis 2 dan 3 bersama sempurna, yang dinamakan cincin Waldeyer.
dengan otot-otot prevertebra
Dinamakan cincin Waldeyer (the Waldeyer ring) adalah
Isthmus faucius dibatasi oleh arkus faringeus sesuai dengan ahli anatomi Jerman, yaitu Heinrich von
kanan dan kiri. Arkus faringeus sendiri dibentuk oleh Waldeyer, yang mendeskripsikan jaringan limfoid di
pilar tonsilaris yang pada bagian anterior terdapat M. nasofaring dan orofaring tersebut.12 Jaringan limfoid
Palatoglosus dan bagian posterior terdapat M. berkumpul di tempat tertentu untuk membentuk massa
Palatofaringeus. Di antara kedua pilar tersebut terdapat yang dinamakan tonsil.7 Cincin Waldeyer dapat
fossa/ruang tonsilaris, yang berisi jaringan limfoid yang ditemukan pada jalan masuk dari traktus aerodigestivus
disebut tonsila palatina. atas.1
Cincin Waldeyer terdiri dari: 12
3. Laringofaring - Tonsila palatina (faucial)
Laringofaring berada memanjang mulai dari - Tonsila faringeal (adenoid)
batas superior epiglotis dan plika faringoepiglotika - Tonsila lingualis
sampai batas inferior kartilago krikoid. Di sana
- Tonsila tubal (eustachian)
laringofaring menyempit dan berlanjut menjadi - Lateral pharyngeal bands
esofagus. Di posterior organ ini berbatasan dengan
- Pharyngeal granulations
vertebra C4 – C6. Dinding posterior dan dinding - Jaringan limfoid di ventrikel laringeal
95 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Ketiga tonsil yang disebutkan pertama (tonsila Adenoid mendapat darah dari A. karotis
lingualis, tonsila faringeal atau adenoid dan tonsila interna dan sebagian kecil cabang palatina A.
palatina) merupakan komponen terbesar. Sedangkan maksilaris. Darah vena dialirkan sepanjang pleksus
empat yang lain merupakan jaringan-jaringan limfoid faringeus ke dalam vena jugularis interna.1
yang kecil.10-12

Adenoid14

Drainase limfatik eferen berjalan dari kelenjar


limfe retrofaringeal ke kelenjar limfe servikal superior
dalam, terutama kelenjar di segitiga posterior.
Persarafan sensoris melalui N. Nasofaringeal, cabang
N. IX, serta N. Vagus.

1.2 Tonsil Tuba/Gerlach’s Tonsil


Tonsil tuba dibentuk terutama oleh perluasan
Cincin Waldeyer 7 nodulus limfatikus faringeal tonsil ke arah anterior
mukosa dinding lateral nasofaring. Nodulus-nodulus
1. Jaringan Limfoid Nasofaring tersebut terutama ditemukan pada submukosa faring,
1.1 Adenoid dekat orifisium faringeal dari tuba faringotimpanik atau
Tonsila faringeal (biasa disebut adenoid bila pada mukosa tuba eustachius dan fossa Rosenmuller. 4
membesar) yang berbentuk triangular, berada pada Jaringan limfoid ini disebut juga Gerlach’s Tonsil.
membrana mukosa dinding posterior.1 Pertumbuhan limfoid nasofaring dipengaruhi
Adenoid terbentuk pada bulan ketiga sampai umur, seperti pertumbuhan limfoid pada faring, dimana
ketujuh masa embriogenesis, sehingga pada saat lahir mencapai puncak saat umur 10 – 12 tahun dan
adenoid sudah tampak dan berkolonisasi dengan bakteri mengalami regresi pada saat dewasa.8
pada beberapa minggu awal kehidupan.1 Ukurannya
mencapai puncak pada usia 6 hingga 7 tahun dan 2. Jaringan Limfoid Orofaring12
mengalami atrofi saat pubertas. Pada bayi dan anak, 2.1 Tonsila Lingualis
dapat mengalami hipertrofi dan mengisi rongga Merupakan kumpulan jaringan limfoid yang
nasofaring, sehingga akan menyebabkan obstruksi tidak berkapsel, terdapat pada basis lidah. Tonsil ini
saluran nafas dan tuba eustachius, serta menyebabkan berkembang paling akhir dibandingkan tonsil oronasal
timbulnya suara sengau.12 lain, namun menetap hingga dewasa. Makin ke lateral
Organ ini bertindak sebagai kelenjar limfe jaringan limfoid lebih kecil dan makin jarang. Folikel
yang terletak di perifer, yang duktus eferennya menuju limfoid ini jumlahnya bervariasi antara 30 – 100 buah.
kelenjar limfe leher yang terdekat. Hubungan anatomi Permukaannya dilapisi epitel skuamosa bertingkat dan
adenoid dengan nasofaring berimplikasi penyakit- terdapat kripta yang dangkal. Sel-sel limfoid sering
penyakit pada tuba eustachius dan telinga tengah di mengalami degenerasi dengan deskuamasi sel epitel dan
lateralnya, hidung, sinus paranasalis, maksila dan bakteri membentuk masa detritus.
mandibula di anteriornya.1 Tonsila lingualis mendapat perdarahan dari A.
Adenoid memiliki tiga tipe epitel permukaan, Lingualis cabang A. Karotis eksterna. Darah vena
yaitu epitel kolumnar berlapis bersilia, epitel skuamosa dialirkan sepanjang V. Lingualis ke V. Jugularis interna.
berlapis dan epitel transisional. Barisan epitel pada Aliran getah bening menuju ke kelenjar servikalis
adenoid tidak begitu rapat, sehingga memungkinan sel- profunda. Persarafan melalui cabang lingual dari N. IX.
sel dan antigen melewati lapisan tersebut. Infeksi kronis
atau pembengkakan adenoid ditandai oleh 2.2 Tonsila Palatina
meningkatnya proporsi epitel skuamosa yang aktif Embriologi
dalam memroses antigen dan menurunnya proporsi Tonsil merupakan derivat dari kedua lapisan
epitel respirasi (aktif dalam fungsi pembersihan germinal entoderm dan mesoderm, dimana entoderm
mukosilier) dan meningkatnya fibrosis jaringan ikat akan membentuk bagian epitel, sedangkan mesoderm
interfolikel.1 akan tumbuh menjadi jaringan mesenkim tonsil.

96 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Pada masa perkembangan janin, faring akan
tumbuh dan meluas ke arah lateral, dimana kantung
kedua akan tumbuh ke arah dalam dinding faring yang
selanjutnya akan menjadi fossa tonsilar primitif yang
terletak antara arkus brakialis kedua dan ketiga. Fossa Tonsila Palatina4
tonsilaris ini akan terlihat jelas secara makroskopis pada
minggu keenam belas. Tonsila palatina adalah suatu massa jaringan
limfoid yang terletak di dalam fossa tonsilaris pada
kedua sudut orofaring dan dibatasi oleh pilar anterior
(otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot
palatofaringeus). Tonsila palatina lebih padat
dibandingkan jaringan limfoid lain. Secara mikroskopik
tonsil terdiri dari 3 komponen yaitu jaringan ikat, folikel
germinativum (merupakan sel limfoid) dan jaringan
interfolikel (terdiri dari jaringan limfoid).13

Keterangan:
1, Epitel skuamosa
2. Epitel reticular
3. Nodus sekunder dengan zona
terang dan zona gelap yang berisi
limfosit kecil
Tonsil Lingualis11 4. Jaringan limfoid dasar
5. Arteriola dan venula
6. Vena postkapiler

Jaringan limfoepitelial 14

Tonsil palatina berbentuk. Pada saat lahir,


ukurannya sekitar 5 mm pada diameter anteroposterior
dan 3,5 mm pada diameter vertikal, dengan berat sekitar
0,75 gr. 12 Pada masa anak-anak, tonsila palatina seakan-
akan turun bersama fossanya karena panjang diameter
vertikal lebih cepat bertambah daripada diameter
Embriologi Tonsil11 anteroposteriornya. Berbeda dengan jaringan limfoid
orofaring yang lain, tonsila palatina dilapisi kapsula
Pilar tonsil dibentuk oleh arkus brakialis kedua faringobasilar. Kapsula tersebut dipisahkan dari
dan ketiga melalui pertumbuhan ke arah dorsal atau jaringan di sekitarnya oleh jaringan ikat yang longgar.
palatum molle. Kripta-kripta tonsil akan tumbuh secara Sehingga daerah tersebut dapat menjadi tempat
progresif saat usia janin tiga sampai enam bulan, berkumpulnya pus dan menyebabkan abses peritonsilar.
sebagai massa yang solid yang tumbuh ke arah dalam Masing-masing tonsil memiliki 10 – 30 kripta yang
permukaan epitel dan selanjutnya tumbuh bercabang- meluas ke dalam jaringan tonsil. Kripta tersebut
cabang dan berongga. Sedangkan limfosit-limfosit berbentuk celah kecil yang dilapisi oleh epitel berlapis
muncul dekat susunan epitel kripta pada bulan ketiga, gepeng. Kripta yang paling besar terletak di kutub atas,
lalu tumbuh terorganisir sebagai nodul-nodul setelah serting menjadi tempat pertumbuhan kuman karena
janin berusia enam bulan. kelembaban dan suhunya sesuai untuk pertumbuhan
Pertumbuhan jaringan limfoid tonsil kuman, serta karena tersedianya substansi makanan di
memperlihatkan karakteristik yang dipengaruhi oleh daerah tersebut. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh
usia. Pada awal kehidupan sampai masa pubertas fossa tonsilaris, daerah yang kosong di atasnya dikenal
ukurannya akan terus meningkat atau bertambah besar dengan fosa supratonsilar.5,6
dan akan mengalami penurunan pada usia dewasa, serta
akan menghilang pada usia lanjut.8

Anatomi Tonsila Palatina

97 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
abses pada daerah ini akan menimbulkan gejala utama
trismos disertai sakit yang amat sangat, sehingga sulit
dibedakan dengan abses peritonsilar.
• Ruang parafaring (ruang faringomaksilar; ruang
pterigomandibula)
Merupakan ruang yang lebih besar dan luas, serta
(a) Diagram adenoid banyak terdapat pembuluh darah besar, sehingga bila
(b) Diagram tonsila palatina. 1, Lakuna; 2, Kripta; terjadi abses berbahaya sekali.
3, Abses pada kripta 13 Adapun batas-batas ruang ini:
Superior : basis cranii dekat foramen jugulare
Fossa tonsilar terletak di lateral orofaring, yang Inferior : os hyoid
dibatasi oleh: Medial : M. konstriktor faringeus superior
Lateral : M. Konstriktor faring superior Lateral : ramus asendens mandibula, tempat
Anterior : M. Platoglosus → plika anterior M. pterigoideus interna dan bagian
Posterior : M. Palatofaringeus → plika posterior
posterior kelenjar parotis
Superior : palatum molle Posterior : otot-otot prevertebra
Inferior : tonsil lingual
Bagian permukaan lateral tonsil ditutupi oleh Ruang parafaring ini terbagi 2 tidak sama besar
suatu membran jaringan ikat yang disebut kapsul. oleh prosesus styloideus dan otot-otot yang melekat
Walaupun para pakar anatomi menyangkal adanya pada prosesus styloideus tersebut.
kapsul ini, tetapi para klinisi menyatakan bahwa kapsul - Ruang prestyloid: lebih besar, abses dapat timbul
adalah jaringan ikat putih yang menutupi 4/5 bagian oleh karena radang tonsil, mastoiditis, parotitis,
tonsil.5,6 karies gigi atau tindakan operatif.
Di antara pangkal lidah dan bagian anterior - Ruang poststyloid: lebih kecil, di dalamnya terdapat
kutub bawah tonsil terdapat plika triangularis yang A. karotis interna, V. jugularis, N. vagus dan saraf-
merupakan suatu struktur normal yang telah ada sejak saraf simpatis.
masa embrio. Serabut ini dapat menjadi penyebab
kesukaran saat pengangkatan tonsil dengan jerat. Vaskularisasi
Komplikasi yang sering terjadi adalah terdapatnya sisa Tonsil diperdarahi oleh beberapa cabang pembuluh
tonsil atau terpotongnya pangkal lidah.5 Plika ini darah sebagai berikut:
penting karena sikatriks yang terbentuk setelah proses - A. palatina asendens, cabang A. fasialis
tonsilektomi dapat menarik folikel tersebut ke dalam memperdarahi bagian posterointerior
fossa tonsilaris, sehingga dapat dikelirukan sebagai sisa - A. tonsilaris, cabang A. fasialis memperdarahi
tonsil. daerah anteroinferior
Kutub atas terletak pada cekungan yang - A. lingualis dorsalis, cabang A. maksilaris interna
berbentuk bulan sabit, desebut sebagai plika memperdarahi daerah anteromedia
semilunaris. Pada plika ini terdapat massa kecil lunak, - A. faringeal asendens, cabang A. karotis eksterna
letaknya dekat dengan ruang supratonsil dan disebut memperdarahi daerah posterosuperior
glandula salivaris mukosa dari Weber, yang penting - A. palatina desendens dan cabangnya, A. palatina
paranannya dalam pembentukan abses peritonsil. 5,6 mayor dan minor memperdarahi daerah
Di sekitar tonsil terdapat tiga ruang potensial anterosuperior.
yang secara klinik sering menjadi tempat penyebaran Darah vena dialirkan melalui pleksus venosus
infeksi tonsil, yaitu: perikapsular ke V. lingualis dan pleksus venosus
• Ruang Peritonsilar (ruang supratonsil) faringeal, yang kemudian bermuara ke V. jugularis
Berbentuk hampir berbentuk segitiga dengan batas- interna. Pembuluh vena tonsil berjalan dari palatum,
batas: menyilang bagian lateral kapsula dan selanjutnya
Anterior : M. Palatoglosus menembus dinding faring.
Lateral dan posterior : M. Palatofaringeus
Dasar segitiga : kutub atas tonsil
Dalam ruang ini terdapat kelanjar salivary Weber, yang
bila terinfeksi dapat menyebar ke ruang peritonsilar
menjadi abses peritonsilar.
• Ruang Retromolar
Terdapat tepat di belakang gigi molar tiga,
berbentuk oval, merupakan sudut yang dibentuk oleh
ramus dan korpus mandibula. Di medial terdapat M.
buccinator, sementara pada bagian posteromedialnya
terdapat M. pterigoideus internus dan bagian atas
terdapat fasikulus longus M. temporalis. Bila terjadi

98 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Perbedaan anatomi dan fisiologi adenoid dan tonsil
normal1:
Adenoid Tonsil
Vaskularisasi Tonsil11 Anatomi Dinding Dinding lateral
Lokasi belakang orofaring
Aliran Getah Bening Tonsil nasofaring
Aliran getah bening dari daerah tonsil akan Gross Bentuk Umumnya
menuju rangkaian getah bening servikal profunda (deep triangular, berbentuk
jugular node) bagian superior di bawah M. invaginasi dari bulat, kadang-
sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks lipatan dalam kadang
dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya dengan beberapa berlobus,
mempunyai pembuluh getah bening eferen, sedangkan kripta terdiri dari 10 –
pembuluh getah bening aferen tidak ada.5 30 kripta
Mikroskopik 3 jenis sel epitel: Antigen
Persarafan - Pseudoepitel spesial (Ag)
Terutama melalui N. palatina mayor dan minor kolumnar bersilia Epitel
yang merupakan cabang dari N. V2 dan N. lingualis - Epitel squamosa squamosa
cabang N. IX. Nyeri pada tonsilitis sering menjalar ke (Ag) Tidak ada
telinga. Hal ini terjadi karena N. IX juga mempersarafi - Epitel limfatik aferen
membran timpani dan mukosa telinga tengah melalui transisional
Jacobson’s Nerve. Tidak ada
limfatik aferen
Fisiologi Mukosilier, Antigen,
antigen, imunitas imunitas

Perbedaan anatomi dan fisiologi


Adenoid dan Tonsil Normal1

3. Jaringan Limfoid Hipofaring


Dari beberapa literatur menyebutkan tidak ada
jaringan limfoid yang spesifik di daerah
hipofaring/laring faring ini, seperti halnya di nasofaring
dan orofaring. Hanya disebutkan bahwa jaringan
limfoid tersebut banyak tersebar pada seluruh
permukaan mukosa hipofaring sebagai kumpulan massa
yang kecil-kecil (folikel limfoid).
Aliran Limfe Tonsil13 Mengenai jaringan limfoid daerah laring,
disebutkan memegang peranan penting di dalam klinik,
terutama hubungannya dengan proses keganasan.
Daerah glotis terdiri dari serabut-serabut
elastis, sehingga tidak memiliki jaringan limfoid.
Daerah supraglotis sebaliknya, memiliki jaringan
limfoid yang banyak, terutama pada plika ventrikularis.
Aliran limfatiknya berawal dari insersi anterior plika
ariepiglotika dan berakhir sebagai pembuluh yang lebih
kecil sebagai bundle neurovaskular laring. Jaringan
limfoid ini bertanggung jawab terhadap metastase
karsinoma bilateral dan kontralateral.
Jaringan infraglotis, tidak sebanyak di
supraglotis, tetapi dapat terjadi invasi karsinoma
bilateral dan kontralateral melalui jaringan pre dan
Persarafan Tonsil13 paratrakeal.
Seluruh jarignan limfoid daerah laring
Nodul-nodul Limfatik Soliter bermuara ke jaringan limfoid servikal superior dan
Tersebar pada dinding posterior faring, inferior dalam.
dibawah adenoid, melengkapi terbentuknya cincin
Waldeyer. Nodul-nodul ini bila meradang akan Fungsi Tonsil dalam Proses Pertahanan Tubuh
membengkak dengan hebat, sementara tonsil akan Imunologi Tonsil 5, 8, 11
tenang saja, padahal jarak keduanya hanya 3 – 4 mm.

99 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Tonsil dan juga adenoid merupakan jaringan ke dalam fagosom atau berdifusi di sekitarnya,
limfoid yang mengandung sel-sel limfosit 0,1-0,2% dari kemudian membunuh bakteri dengan proses oksidasi.
keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi Di dalam sel fagosit terdapat granula lisosom.
limfosit B dan T pada tonsil adalah 50% : 50%, Bila fagosit kontak dengan bakteri, maka membran
sedangkan di darah 55 – 75% : 15 – 30%. Pada tonsil lisosom akan mengalami ruptur dan enzim hidrolitiknya
terdapat sistem imun kompleks yang terdiri atas sel M mengalir dalam fagosom membentuk rongga digestif,
(sel membran), makrofag, sel dendrit dan APCs yang selanjutnya akan menghancurkan bakteri dengan
(Antigen Presenting Cells) yang berperan dalam proses proses digestif.
transportasi antigen ke sel limfosit, sehingga terjadi
sintesis imunoglobulin spesifik. Juga terdapat sel 2. Mekanisme Pertahanan Spesifik
limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa IgG. Merupakan mekanisme pertahanan yang
Tonsil merupakan organ limfatik sekunder terpenting dalam pertahanan tubuh terhadap udara
yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi pernafasan sebelum masuk ke dalam saluran nafas
limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil memiliki 2 bawah. Tonsil dapat memproduksi IgA yang akan
fungsi utama, yaitu: menyebabkan resistensi jaringan lokal terhadap
1. Menangkap dan mengumpulkan bahan asing organisme patogen. Disamping itu tonsil dan adenoid
dengan efektif; juga dapat menghasilkan IgE yang berfungsi untuk
2. Sebagai organ utama produksi antibodi dan mengikat sel basofil dan sel mastosit, dimana sel-sel
sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik. tersebut mengandung granula yang bersifat mediator
vasoaktif, yaitu histamin.
Fisiologi Tonsil Lokasi tonsil sangat memungkinkan terpapar
Berdasarkan penelitian, ternyata tonsil benda asing dan patogen, selanjutnya membawanya ke
mempunyai peranan penting dalam fase-fase awal sel limfoid. Aktivitas imunologi terbesar tonsil
kehidupan, terhadap infeksi mukosa nasofaring dari ditemukan pada usia 3 – 10 tahun. Pada usia lebih dari
udara pernafasan sebelum masuk ke dalam saluran nafas 60 tahun Ig-positif sel B dan sel T sangat berkurang di
bagian bawah. Hasil penelitian juga menunjukkan semua kompartemen tonsil.
bahwa parenkim tonsil mampu menghasilkan antibodi.
Tonsil memegang peranan dalam menghasilkan IgA,
yang menyebabkan jaringan lokal resisten terhadap
organisme patogen. Pemeriksaan Fisik Pada Tonsil
Sewaktu baru lahir, tonsil secara histologis Pemeriksaan tonsil dapat dilakukan dengan
tidak mempunyai sentrum germinativum dan biasanya membuka mulut pasien tanpa mengeluarkan lidah, lalu
ukurannya kecil. Setelah antibodi dari ibu habis, barulah pertengahan lidah ditekan dengan menggunakan tongue
mulai terjadi pembesaran tonsil dan adenoid, yang pada blade pada 2/3 depan lidah di depan papila sirkumvalata
permulaan kehidupan masa anak-anak dianggap normal untuk mencegah reflek muntah. Ukuran dan posisi lidah
dan dapat dipakai sebagai indeks aktivitas sistem imun. bisa menjadi faktor dalam menilai derajat sumbatan
Terdapat 2 mekanisme pertahanan, yaitu jalan nafas.
pertahanan non spesifik dan spesifik.

1. Mekanisme Pertahanan Non Spesifik


Mekanisme pertahanan non spesifik berupa
lapisan mukosa tonsil dan kemampuan limfoid untuk
menghancurkan mikroorganisme. Pada beberapa
tempat lapisan mukosa ini sangat tipis, sehingga
menjadi tempat yang lemah dalam pertahanan dari
masuknya kuman ke dalam jaringan tonsil. Jika kuman
dapat masuk ke dalam lapisan mukosa, maka kuman ini
dapat ditangkap oleh sel fagosit. Sebelumnya kuman
akan mengalami opsonisasi sehingga menimbulkan
kepekaan bakteri terhadap fagosit.
Setelah terjadi proses opsonisasi, maka sel
fagosit akan bergerak mengelilingi bakteri dan
memakannya dengan cara memasukkannya dalam suatu Pemeriksaan Tonsil
kantung yang disebut fagosom. Proses selanjutnya
adalah digesti dan mematikan bakteri. Mekanismenya
belum diketahui pasti, tetapi diduga terjadi peningkatan Klasifikasi Pembesaran Tonsil Palatina
konsumsi oksigen yang diperlukan untuk pembentukan Klasifikasi tingkat pembesaran tonsil yang
superoksidase yang akan membentuk H2O2 yang sudah dibakukan adalah dengan membandingkan besar
bersifat bakterisidal. H2O2 yang terbentuk akan masuk tonsil dengan orofaring pada bidang medial ke lateral
yang diukur diantara pillar anterior.1

100 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
- 0 : Tonsil berada di dalam fossa tonsillaris 7. Probst, R et al. Basic Otorrhinolaryngology A
- 1 : Besar tonsil mengisi < 25% orofaring step-by-step Learning Guide, Thieme, 2005.p 98-
- 2 : Besar tonsil mengisi 25 – 50% orofaring 105.
- 3 : Besar tonsil mengisi 50 – 75% orofaring
- 4 : Besar tonsil mengisi >75% orofaring 8. Paparella, MM, Shumrick, DA.Otolaryngology
2nd ed Volume III Head and Neck WB Saunders
Company, 1991. P 2263-99.

9. Becker,W. Naumann, HH. Pfalttz, RC.Ear, Nose


and Throart Diseases A Pocket Reference. 2nd ed
Thieme, 1994.p 312-24, 344-61.

10. Garrna, H. Nataprawira, HM. Rahayuningsih,


SE.Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan
Anak Edisi 3. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK
UNPAD/RSHS Bandung,2005. P 205-08,484-87.

11. Helal, Z. 6-Endoscopic Powered Adenoidectomy.


Melalui <http//www.geogle
search/image/endoscopic adenoidectomy>.

12. Nave H, Gebert A, Pabst R. Morphology and


immunology of the human palatine tonsil. Anat
Embryol. 2001; 204: 367-73.

Klasifikasi Pembesaran Tonsil.1 13. Brandtzaeg P. Immunology of tonsils and


adenoids: everything the ENT surgeon needs to
know. International Congress Series. 2003; 1253:
89-99.
DAFTAR PUSTAKA
14. Bernstein JM, Yamanaka N, Nadal D.
1. Brodsky, L Poje, C. Tonsillitis, Tonssilectomy, Imunobiology of the tonsil and adenoid. In
and Adenoidectomy. In Head and Neck Surgery- Hanbook of mucosal Immunology. Academic Press
Otolaryngology. 5th ed. Bailey B.J. & Johnson T.J Inc. 1994:625-640.
Volume one. Lippincot Williams &
WilkinsPhiladelphia, 2006. p. 1184-99. 15. Alexander M.; Baker F.; Blem L.. Respiratory
System in: Van De Graaff: Human Anatomy, Sixth
2. Balenger, J.J. Disease of the Nose, Throat,Ear, Edition The McGraw−Hill Companies. 2001: 277-
Head, and Neck, 13th ed. Lou & Febiger, 280.
Philadelphia, 1994.p. 347-57.

3. Adams, L.G. Penyakit- penyakit Nasofaring dan


Orofaring. Buku Ajar Penyakit THT. Ed. Editor:
Adams, LG. Boeis, RL. Higler, AP. EGC Penerbit
Buku Kedokteran, 1997.h. 320-45.

4. Bull, RT. Color Atlas of ENT Diagnosis. 4th ed.


Thieme. Newyork 2003.p.196-210.

5. Alamsyah,S. Kesesuaian antara gejala klinis


dengan HistopatologiTonsil Pasca Bedah Pada
Tonsilitis Kronik. Tesis. Bagian THT-KL Unpad,
2004.

6. Cowan, DL. Hibbert, J. Tonsils and Adenoids. In


Scott-Brown’s Otolaryngology 6th ed Pediatric
Otolaryngology. Editor : Adams, AD. Cinnamond,
JM Butterworth 1997. P.6/16/1-14.

101 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
5.3 TONSILITIS

Definisi Bakteri
Tonsilitis akut adalah infeksi pada tonsil yang Aerobik Group A Beta Hemolytic
disebabkan oleh virus dan bakteri.1 Tonsilektomi Streptococcus (GABHS)
merupakan tindakan pembedahan tertua. Tonsilektomi Group B, C, G Streptococcus
merupakan tindakan pengangkatan seluruh jaringan Hemophyllus influenza (Tipe B dan
tonsila palatina dari fossa tonsilaris.1,2 non tipe)
Tonsiloadenoidektomi adalah pengangkatan tonsil Streptococcus pneumonia
palatina dan jaringan limfoid di nasofaring yang dikenal Moraxella catarrhalis
sebagai adenoid atau tonsil faringeal.1,2,3,4 Staphylococcus aureus
Hemophyllus parainfluenza
Epidemiologi Neisseria sp.
Masalah kesehatan yang ditimbulkan akibat Micobacteria sp.
penyakit pada tonsil dan adenoid sampai saat ini masih Anaerob Bacterioides sp.
banyak timbul dan mengenai sebagian besar populasi Peptococcus sp.
masyarakat dunia. Keluhan nyeri tenggorok, infeksi Actinomycosis sp.
saluran pernafasan atas dan penyakit telinga banyak Virus Epstein Barr
dikeluhkan oleh sebagian besar pasien, terutama anak- Adenovirus
anak. Infeksi kronisi, berulang, dan hiperplasia Influenza A, B
obstruktif merupakan penyakit yang paling sering Bakteri dan Virus pada tonsil dan adenoid1
mengenai tonsil dan adenoid.1
Penyakit infeksi pada tonsil ini merupakan Klasifikasi Klinis Penyakit Tonsil dan Adenoid
kondisi yang sering ditemui di klinik, terbanyak Klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut:1
frekuensinya diderita oleh anak-anak dengan rentang Infeksi/Inflamasi
usia antara 5-10 tahun dan dewasa muda dengan rentang
usia antara 15-25 tahun.5,7,8,9 Tonsil
Di Poliklinik THT-KL RS. Hasan Sadikin Tonsilitis akut
Bandung, sampai bulan Juni 2010 didapatkan sebanyak Tonsilitis akut rekuren
158 kasus tonsilitis (1,8 %) dan 63 orang (39%) Tonsilitis kronis/persisten
dilakukan tindakan tonsilektomi atau Tonsilolithiasis
tonsiloadenoidektomi. Adenoid
Tonsil dan adenoid merupakan salah satu Adenoiditis akut (Nasofaringitis)
organ penting dalam mekanisme pertahanan tubuh.1,2 Adenoiditis rekuren
Akan tetapi ada kalanya tonsil tidak cukup kuat untuk Adenoiditis kronis/persisten
melawan infeksi, sehingga tonsil itu sendiri terinfeksi
Obstruksi
atau dikenal dengan istilah tonsilitis. Infeksi pada tonsil
Nasofaringeal
merupakan proses peradangan tonsil yang dapat
Orofaringeal
disebabkan oleh bakteri dan virus, yang kadang dapat
Kombinasi
menimbulkan komplikasi ringan sampai berat, yang
Neoplasma
memerlukan pengobatan medikamentosa, bahkan
Jinak
sampai tindakan bedah.2,3,4
Kelainan Limfoproliferatif
Hiperplasia papilifer limfoid
Patogenesis Penyakit Adenotonsiler
Ganas
Beberapa mikroorganisme yang sering
dijumpai dari hasil kultur pada beberapa penyakit pada
Penyakit pada Tonsil
tonsil dan adenoid adalah sebagai berikut:
1. Inflamasi Akut pada Tonsil
1.1 Tonsilitis Akut 3,13
Etiologi
Tonsilitis bakteri supuratif akut paling sering
disebabkan oleh grup A Streptococcus beta
hemolyticus. Meskipun Pneumococcus, Staphylococcus
dan Haemophylus influenzae, serta virus patogen juga
dapat terlibat. Kadang-kadang Streptococcus non
haemolyticus atau Streptococcus viridans ditemukan
pada biakan, biasanya hanya ada pada kasus-kasus yang
berat.

Patofisiologi
102 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Infeksi bakteri pada lapisan epitel jaringan Efektivitas obat kumur masih dipertanyakan,
tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa terutama apakah cairan dapat kontak dengan dinding
keluarnya leukosit polimorfonuklear, sehingga faring. Oleh karena dalam bebreapa hal cairan tersebut
terbentuk detritus. Detritus ini merupakan kumpulan tidak dapat mengenai lebih dari tonsila palatina. Akan
leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas. tetapi pengalaman klinis menunjukkan bahwa dengan
Secara klinis detritus ini mengisi kripta tonsil dan berkumur yang dilakukan secara rutin, akan menambah
tampak sebagai bercak kuning. rasa nyaman pada penderita dan mungkin akan
Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang memengaruhi beberapa tingkat perjalanan penyakit.
jelas disebut tonsillitis follikularis. Bila bercak-bercak
detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur, maka 1.1.1 Tonsilitis Difteri 3,4
akan terjadi tonsillitis lacunaris. Bercak detritus ini Biasanya terjadi di negara berkembang.
dapat melebar, sehingga terbentuk membran semu Frekuensi penyakit ini sudah menurun berkat
(pseudomembrane) yang menutupi tonsil. keberhasilan imunisasi pada bayi dan anak. Penyebab
tonsilitis difteri adalah Corynebacterium diphteriae,
yaitu kuman yang termasuk gram positif dan hidup di
saluran nafas bagian atas, yaitu hidung, faring dan
laring.
Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak
berusia kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi
pada usia 2 – 5 tahun, walaupun penyakit ini masih
mungkin terjadi pada orang dewasa.

Tonsilitis Akut1 Gambaran Klinik dan Gejala


Gambaran klinik dibagi dalam 3 golongan,
Gejala dan Tanda yaitu gejala umum, gejala lokal dan gejala akitbat
Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah eksotoksin.
nyeri tenggorokan, nyeri sewaktu menelan dan pada Gejala umum seperti juga gejala infeksi lain,
kasus berat, penderita menolak makan dan minum yaitu berupa kenaikan suhu tubuh, biasanya subfebris
melaui mulut. Biasanya disertai demam dengan suhu pada 38oC, tidak lebih dari 39oC, nyeri kepala, tidak
tubuh yang tinggi, rasa nyeri pada sendi-sendi, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat, serta keluhan
nafsu makan dan nyeri pada telinga. Rasa nyeri di nyeri menelan.
telinga ini karena nyeri alih melalui N. Glossofaringeus. Gejala lokal yang tampak berupa tonsil
Seringkali disertai adenopati servikalis disertai nyeri membengkak, ditutupi bercak putih kotor yang makin
tekan. lama makin meluas dan bersatu membentuk membran
Pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak, semu (pseudomembran). Membran ini dapat meluas ke
hiperemis dan terdapat detritus berbentuk folikel, palatum molle, uvula, nasofaring, laring, trakea dan
lakuna atau tertutup oleh membran semu. Kelenjar bronkus yang dapat menyumbat saluran nafas.
submandibula membengkak dan nyeri tekan. Membran semu ini melekat erat pada dasarnya,
Pada beberapa kasus, infeksi ini dapat kambuh serhingga bila diangkat akan mudah berdarah. Pada
dan berulang. Bila hal ini terjadi dinamakan tonsilitis perkembangan penyakit ini bila infeksinya berjalan
akut rekuren, yaitu dimana kekambuhan terjadi 4 terus, kelenjar limfe lehaer akan membengkak
sampai 7 kali dalam setahun atau 2 kali kambuh dalam sedemikian besarnya, sehingga leher menyerupai leher
2 tahun berturut-turut, atau tiga kali kambuh dalam sapi (bull neck) atau disebut juga Burgermeesters hals.
setahun selama 3 tahun berturut-turut.1 Gejala akibat eksotoksin yang dikeluarkan
Pengelolaan oleh kuman difteri ini akan menimbulkan keursakan
Pada umumnya penderita dengan tonsilitis jaringan tubuh, yaitu pada jantung dapat terjadi
akut serta demam sebaiknya tirah baring, pemberian miokarditis sampai decompensatio cordis, mengenai
cairan adekuat, serta diet ringan. Analgetik oral efektif saraf kranial dapat menyebabkan kelumpuhan otot
untuk mengurangi nyeri. Terapi antibiotik dikaitkan palatum dan otot-otot pernafasan/diafragma dan otot-
dengan biakan dan sensitivitas yang tepat. Penisilin otot mata. Pada ginjal dapat menimbulkan albuminuria.
masih merupakan obat pilihan, kecuali jika terdapat
resistensi atau penderita sensitif terhadap penisilin.
Pada kasus tersebut, eritromisin atau antibiotik spesifik
yang efektif melawan organisme sebaiknya digunakan. Diagnosis
Pengobatan sebaiknya diberikan selama 5 sampai 10 Diagnosis tonsilitis difteri ditegakkan
hari. Jika hasil biakan didapatkan Streptococcus beta berdasarkan gambaran klinik dan pemeriksaan preparat
haemolyticus, terapi yang adekuat dipertahankan langsung kuman yang diambil dari permukaan bawah
selama 10 hari untuk menurunkan kemungkinan membran semu dan akan didapatkan kuman
komplikasi non supuratif, seperti nefritis dan jantung Corynebacterium diphteriae. Meskipun dengan
rematik. perawatan semua gejala klinis telah hilang, tetapi

103 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
kuman difteri masih dapat tinggal di dalam tonsil dan
faring. Bahkan kadang-kadang didapat karier difteri
yang tidak pernah timbul gejala penyakitnya.
Pada karier yang ditemukan sebaiknya diterapi
secepatnya. Disusul tindakan tonsilektomi maupun
adenoidektomi.

Terapi 13
Terapi berupa ADS (Anti Diphteri Serum)
untuk menetralisir toksin bebas. Dosis untuk difteri Mononukleosis Infeksiosa 1
faring ringan 40.000 U, difteri faring sedang 60.000 –
80.000 U dan difteri faring berat dengan bullneck Gambaran Klinik dan Diagnosis
100.000 – 120.000 U. Penderita mengeluh demam dengan suhu
berkisar antara 38o –39oC. Pada pemeriksaan klinis
Cara Pemberian ADS didapat tonsilofaringitis membranosa, hiperemis dan
Diberikan dengan dosis tunggal yang terdapat eksudat dengan lifadenopati servikalis, serta
dilarutkan dalam 100 – 200 ml dekstrosa iv dalam waktu bercak-bercak urtikaria pada rongga mulut. Kadang-
1 – 2 jam, sebelumnya dilakukan uji kepekaan. kadang ditemukan hepatomegali atau splenomegali.
Uji kepekaan dilakukan dengan pemberian 1 Setelah minggu pertama hitung jenis leukosit
tetes antitoksin, dengan pengenceran 1 : 10 pada mencapai 20.000 – 30.000/mm3 dengan 80 – 90% di
konjungtiva atau 0,02 ml. Penyuntikan intradermal antaranya adalah mononuklear limfosit atipikal.12
dengan pengenceran 1 : 100. Bila ada riwayat alergi,
dilakukan pengenceran 1 : 1000. Uji kepekaan (+) bila Terapi
ditemukan indurasi > 3 mm pada tempat suntikan Terapi dengan mengobati gejala dan
sesudah 20 menit atau timbul konjungtivitis atau mata penghentian pemberian antibiotik ampisilin, serta
berair. Bila uji kepekaan (+) maka ADS disensitisasi perbaikan kesehatan mulut. Tonsilektomi dilakukan
masing-masing dengan interval 20 menit sebagai pada kasus berat dengan gejala lokal seperti obstruksi
berikut: jalan nafas, disfagia dan demam yang menetap.
0,05 ml larutan 1 : 20 s.k
0,10 ml larutan 1 : 20 s.k Komplikasi
0,10 ml larutan 1 : 10 s.k Komplikasi yang terjadi dapat berupa paralisis
0,10 ml tanpa pengenceran s.k N. VII dan N. IX, meningitis serosa, ensefalitis,
0,30 ml tanpa pengenceran i.m miokarditis, anemia hemolitik, perdarahan pada saluran
0,50 ml tanpa pengenceran i.m cerna. Bercak-bercak perdarahan pada kulit, hematuri
0,10 ml tanpa pengenceran i.v sampai obstruksi jalan nafas.
Bila tidak ada reaksi alergi, sisa diberikan i.v lambat.
Eradikasi Kuman 1.1.3 Candidiasis/Moniliasis/Thrush
Penisilin prokain 25.000 – 50.000 U/kg BB/hr Merupakan penyakit yang disebabkan oleh
i.m tiap 12 jam selama 14 hari, atau bila hasil biakan jamur Candida albicans. Biasanya timbul pada pasien
medium Loeffler dan medium Tellurite 3 hari berturut- dengan penurunan daya tahan tubuh. Gejala berupa
turut (-). Eritromisin 40 – 50 mg/kg BB/hr dibagi dalam nyeri menelan. Pada tonsil, palatum, dinding posterior
4 dosis maksimal 2 gr/hr p.o atau i.v tiap 6 jam selama faring, mukosa pipi akan tertutup oleh eksudat mukoid
14 hari. atau punctata dengan ulkus eritematous. Pengobatan
Diet makanan lunak yang mudah dicerna dengan pemberian antimikosis.12
dengan kalori tinggi.
Prednison 1,0 – 1,5 mg/kg BB/hr/p.o tiap 6 – 8
jam pada kasus berat selama 14 hari.

1.1.2 Mononukleosis Infeksiosa


Merupakan infeksi yang disebabkan oleh virus Candidiasis Infeksiosa 4
Epstein Barr yang penyebarannya terjadi melalui
droplet dengan masa inkubasi 7 – 9 hari. Hal tersebut 1.1.4 Vincent’s Angina/ Angina
dibuktikan dengan ditemukannya antibodi VEB melalui Ulceromembranocea/Trench Mouth
tes diagnostik Paul Bunnell, yang merupakan bukti Merupakan penyakit yang disebabkan oleh
bahwa terdapat hubungan antara virus Epstein Barr Spirochaeta, Bacillus fusiform. Penderita mengeluh
dengan mononukleosis infeksiosa.4 nyeri menelan unilateral, disertai pembengkakan
kelenjar getah bening jugulodigastrik ipsilateral.11
Keluhan disertai bau mulut, ulserasi yang dalam dan

104 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
mengenai satu tonsil, disertai membran berwarna abu- Tonsilitis Kronis Hipertrofikan4
abu kekuningan yang mudah dilepas dan tidak berdarah.
Keluhan tidak disertai dengan demam. Pengelolaan
Pengobatan dengan pemberian penisilin Antibiotika spektrum luas, antipiretik dan obat
selama 3 – 6 hari. Dapat diberikan juga obat kumur. kumur yang mengandung desinfektan. Pada keadaan
dimana tonsilitis sangat sering timbul dan pasien merasa
1.2 Tonsilitis Kronis 2,3 sangat terganggu, maka terapi pilihan adalah
Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang pengangkatan tonsil (tonsilektomi).
paling sering terjadi dari semua penyakit tenggorok
yang berulang. Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis Komplikasi
kronis adalah rangsangan yang menahun dari rokok, Radang kronis tonsil dapat menimbulkan
beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, komplikasi ke daerah sekitarnya berupa rhinitis kronis,
pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum.
tonsilitis akut yang tidak adekuat. Radang pada tonsil Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau
dapat disebabkan oleh kuman Group A Streptococcus limfogen dapat timbul. Pada jantung dapat berupa
beta haemolyticus, Pneumococcus, Streptococcus endokarditis, pada sendi dan otot berupa arthritis,
viridans dan Streptococcus pyogenes. Gambaran klinis miositis, pada ginjal berupa nefritis, pada berupa
bervariasi dan diagnosis sebagian besar tergantung pada uveitis, iridosiklitis, pada kulit dapat berupa dermatitis,
derajat infeksi. pruritus, urtikaria dan furunkulosis.

Gambaran Klinis 1.2.3 Tonsilitis TBC 12


Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah Dapat terjadi sebagai penyakit primer atau
nyeri tenggorok, rasa mengganjal pada tenggorok, sekunder setelah penyakit aktif dalam paru-paru.
tenggorok terasa kering, nyeri pada waktu menelan, bau Disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Keluhan
mulut, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, berupa nyeri saat menelan, otalgi disertai
rasa nyeri pada sendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa pembengkakan kelenjar getah bening servikal.
nyeri di telinga (otalgia). Rasa nyeri di telinga ini Pada mukosa faring dan tonsil ditemukan
dikarenakan nyeri alih (referred pain) melalui N. ulserasi yang mengandung tuberkel bakteri tahan asam.
Glossopharingeus (N. IX). Pada pemeriksaan apus tenggorok ataupun biopsi pada
Gambaran klinis pada tonsilitis kronis tonsil ditemukan bakteri tahan asam.
bervariasi. Diagnosis pada umumnya bergantung pada Pengobatan dengan tonsilektomi dan
inspeksi. Pada dasarnya terdapat 2 gambaran yang pemberian OAT (obat antituberkulosis).
termasuk dalam kategori tonsilitis kronis, yaitu:
1.2.4 Tonsilitis Sifilitik 2,10,12
1.2.1 Tonsilitis Kronis Atrofikan/Fibrotik Disebabkan oleh Treponema pallidum. Masa
Ditandai dengan tonsil yang kecil (atrofi). Di inkubasi rata-rata 3,5 minggu. Tekak dan faring
sekelilingnya hiperemis dan pada kriptanya dapat keluar merupakan tempat kedua setelah kulit, terutama dalam
sejumlah kecil sekret purulen yang tipis. stadium kedua. Hal ini dapat dijelaskan dengan
terdapatnya sejumlah besar kelenjar limfoid, gesekan
1.2.2 Tonsilitis Kronis Hipertrofikan berlebihan dan gabungan jaringan embriologis yang
Ditandai pembesaran tonsil dengan hipertrofi komplek di daerah ini. Sifilis kongenital lebih sering
dan pembentukan jaringan parut. Kripta mengalami terdapat dalam faring.
stenosis, dapat disertai dengan eksudat yang sering kali Terdapat beberapa tahap gejala yang timbul:
purulen, yang keluar dari kripta tersebut. Sifilis primer adanya syanker/lesi/ulkus pada bibir,
Hasil biakan dari tonsil pada tonsilitis kronis tonsil, anterior lidah dan mukosa pipi. Setelah beberapa
ini didapatkan bakteri dengan virulensi rendah dan hari ulukus menjadi tidak nyeri dan keras (ulkus
jarang ditemukan Streptococcus beta haemolyticus. durum). Biasanya lesi menghilang dan sembuh spontan
setelah 3 – 6 minggu.
Pada sifilis sekunder gejala dimulai pada 8
sampai 10 minggu setelah infeksi. Papula mukosa
merah gelap kehitaman pada tonsil, pillar faucial dan
palatum.
Sifilis tersier ditandai adanya gumma.
Biasanya terjadi pada 3 – 25 tahun setelah infeksi
primer. Adanya nodus infiltrat pada mulut, bibir, lidah,
palatum dan tonsil. Lesi tersebut bersifat destruktif
terhadap jaringan lunak ataupun tulang.
Diagnosis ditegakkan dengan biakan kultur
iluminasi dan tes serologi positif setelah 4 minggu pada
sifilis primer dan sekunder. Treponema immobilization

105 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
test (Nelson’s test) positif setelah 9 minggu. Pada
stadium tersier reaksi serologis akan positif. Komplikasi Tonsilogenik 13
Pengobatan dengan penisilin cukup efektif,
murah dan aman. Dosis 0,03 U/ml selama 10 – 20 hari. 1. Abses Peritonsiler (Quincy)1
Dapat juga diberikan tetrasiklin atau eritromisin 4 x 500 Merupakan pus yang tertampung di antara
mg/hari. kapsul tonsil. Dapat timbul sebagai komplikasi tonsilitis
kronis atau berulang. Tapi dapat timbul juga tanpa
didahului oleh tonsilitis akut. Pasien mengeluhkan
adanya nyeri faring unilateral, odinofagia, disfagia,
drooling, trismus, nafas berbau dan demam. Pasien juga
sulit bicara, kadang bicara seperti hot potato voice.
Trismus karena peradangan otot mastikator dan otot
pterygoid.
Dari pemeriksaan fisik didapat adanya
dehidrasi, trismus, deviasi uvula, pembengkakan tonsil
Tonsilitis Sifilis Sekunder 4 dan palatum. Secara bakteriologis, abses peritonsiler
ditandai dengan infeksi bakteri campuran yang
1.2.5 Tonsil Hiperplasia Obstruktif melibatkan bekteri aerob, seperti Streptococcus
Pembesaran tonsil yang menyebabkan suara pyogenes dan Staphylococcus aureus maupun bakteri
mendengkur dengan gangguan obstruksi, baik pada saat anaerob seperti Bacteroidaceae.
tidur ataupun terbangun. Keluhan disertai dengan tidak Bila tidak cepat ditangani abses peritonsiler
dapat menelan, perubahan pada bentuk wajah dan dapat menyebar menjadi abses parafaringeal yang
perubahan pada saat bersuara menjadi suara hidung nantinya dapat menyebar jauh ke mediastinum dan
(muffling atau hypernasality). menyebabkan mediastinitis. Jika telah terbentuk abses
Biasanya disebabkan oleh infeksi mikrobakteri memerlukan tindakan drainase, baik dengan teknik
atipikal dan aktinomikosis. aspirasi jarum atau dengan teknik insisi drainase.

Tonsil Hiperplasia Obstruktif4

Keterangan:

1. Skalpel
2. A. karotis interna
3. V. jugularis interna

Hipertrofi Tonsil4

Komplikasi Tonsilitis2
Komplikasi yang dapat terjadi akibat tonsilitis
di antaranya adalah abses peritonsiler, abses parafaring
dan abses retrofaring.

Keterangan:

1. V. jugularis interna
2. N. Vagus
3. A. karotis interna Abses Peritonsilar4

2. Abses Parafaring 1
Abses ini terjadi bila pus mengalir dari tonsil atau
abses peritonsilar melalui M. konstriktor superior.
106 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Terbanyak berasal dari infeksi tonsil, gigi, faring dan
adenoid. Gejala klinik berupa nyeri tenggorok, demam,
kaku pada leher, pembengkakan kelenjar getah bening Keterangan:
dan parotis. Infeksi dapat terjadi pada
1. Penyebaran melalui vena
anterior/prestyloid dan posterior/poststyloid. 2. Penyebaran melalui kelenjar limfe
Pengobatan yang dapat diberikan adalah 3. V. jugularis interna
4. Kel limfe di sekitar V. jugularis interna
pemberian antibiotik berdasarkan hasil kultur dan 5. Penyebaran perkontinuitatum
resistensi kuman selama 10 hari. Dilakukan insisi dan 6. Tonsila palatina

drainase terhadap abses.

3. Abses Retrofaring 1
Penyebab tersering abses retrofaring adalah
proses infeksi di hidung, adenoid, nasofaring dan sinus Patogenesis sepsis tonsilogenis 14
paranasalis yang mengalir ke kelenjar getah bening
retrofaringeal. Biasanya mengenai anak-anak. Gejala
klinik berupa demam, pembengkakan leher disertai
nyeri, odinofagia dan disfagia, sesak sampai sepsis. Penyakit Lain yang Menyerupai Tonsilitis
Pengobatan diberikan dengan pemberian 1. Agranulositosis
antibiotik, insisi drainase dan trakeostomi bila terjadi Merupakan penyakit leukopoietik yang jarang
gangguan pada jalan nafas. terjadi, yang disebabkan karena keracunan obat
golongan amidopirin, sulfa dan arsen. Gejala yang
4. Sepsis 13 timbul berupa demam tinggi, sakit kepala dan sakit
Komplikasi ini ditandai oleh demam, tegang di menelan. Pada pemeriksaan tonsil tampak ulserasi dan
sepanjang V. jugularis interna yang dapat diraba di nekrosis dengan warna membran eksudat kehitaman.
bawah sudut anterior M. sternocleidomastoideus, atau Pada pemeriksaan laboratorium darah tampak
tegang pada kelenjar limfe jugulodigastrikus. Kadang gambaran leukopeni dengan granulosit yang sangat
timbul kemerahan pada daerah tonsil. sedikit.
Gambaran apus darah tepi menunjukkan Pengobatan berupa eliminasi obat yang
pergeseran ke kiri (leukositosis), splenomegali dan menjadi penyebab leukotoksik, menghindari terjadinya
adanya kemungkinan penyebaran ke paru, kulit atau trauma, mencegah timbulnya infeksi sekunder dengan
hati, dengan lidah kering dan nadi teraba cepat dan pemberian antibiotika golongan penisilin dosis tinggi,
lemah. transfusi darah dan menjaga kebersihan rongga mulut.
Bakteri dari infeksi pada tonsil dapat
memasuki aliran darah dari tonsil atau melalui pus yang 2. Tonsilolith
menyebar. Terdapat 3 cara kemunkinan terjadinya Merupakan sumbatan berupa butiran partikel
sepsis: seperti pasir berwarna kuning yang mengisi kripta
1. Hematogen, melalui vena tonsil dan fasial ke V. tonsil. Biasanya lebih sering terjadi pada dewasa.
jugularis interna. Terjadi troboplebitis pada vena Terjadi karena serangan tonsilitis berulang. Keluhan
dan menyebabkan terjadinya trombus yang berupa pembengkakan di sekitar kripta dan sensasi
terinfeksi memasuki sirkulasi paru dan tubuh. benda asing. Pengobatan berupa tonsilektomi.
2. Limfogen, melalui kelenjar limfatik eferen tonsil ke
kelenjar limfe regional dan sepanjang V. jugularis 3. AIDS/Sindroma HIV
interna. Vena tersebut mengalami infeksi dan Penyakit ini disebabkan oleh infeksi
penyebaran selanjutnya seperti jalur hematogen. Retrovirus HIV yang dapat dideteksi dengan antibodi
3. Penyebaran langsung dari abses di dalam atau di HIV dalam serum melalui tes penapisan (ELISA).
sekitar tonsil dengan terjadinya ruptur abses tersebut Gejala yang timbul 35 – 40% bermanifestasi di
ke rongga parafaringeal atau ke jaringan lunak telinga, hidung dan tenggorok. Berupa sarkoma kaposi
servikal dengan keterlibatan V. jugularis interna. disertai hairy leukoplakia pada lidah. Biasanya disertai
Diagnosis ditegakkan dari pemeriksaan fisik dengan limfadenopati servikal, kandidiasis, herpes
yang menyokong terjadinya septikemia, adanya riwayat simplex dan herpes zooster, sinusitis, tonsilitis,
dan gejala tonsilitis kronis. LED meningkat dan terdapat gingivitis, faringitis, esofagitis, disertai penurunan
leukositosis. pendengaran. Gejala umum yang menyertai adalah
Bila sepsis terjadi harus diberikan segera demam, anoreksia, sakit kepala, diare dan penurunan
penisilin dosis tinggi atau antibiotika spektrum luas berat badan.
untuk mencegah perjalanan infeksi lebih lanjut. Pengobatan spesifik untuk virus penyebab
Tonsilektomi perlu dilakukan untuk menghilangkan belum ditemukan.
fokus infeksi, pengikatan V. jugularis interna di inferior
trombus dan dilakukan pemotongan bila perlu, serta
insisi dan drainase abses di jaringan lunak.

107 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Terdapat 3 gejala hidung tersumbat kronis
disertai mendengkur dan bernafas lewat mulut,
rhinorrhoe dan suara hidung.

AIDS dengan Candidiasis4

Hairy Leukoplakia4 Gejala adenoid hiperplasia

4. Leukemia Limfoblastik Akut13 Penderita juga memiliki wajah adenoid yang


Merupakan penyakit keganasan pada alat khas, yaitu mulut yang selalu terbuka, bagian tengah
pembuat sel darah berupa proliferasi patologis sel-sel wajah datar, tampak hidung kecil, gigi insisivus ke
hematopoietik muda seri limfoblas yang ditandai depan (prominen), arkus faring tinggi yang
dengan adanya kegagalan sumsum tulang pembentuk menyebabkan kesan wajah pasien tampak bodoh dan
sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh sering disertai gangguan ventilasi dan drainase sinus
lainnya. Penyebabnya tidak diketahui pasti. Diduga paranasalis, sehingga menimbulkan sinusitis kronis. Di
berhubungan dengan faktor genetik, lingkungan, infeksi bawah bola mata pasien juga akan tampak lingkaran
virus dan defisiensi imunologis. hitam.1,2
Pada pemeriksaan didapatkan penderita pucat, Akibat dari hiperplasi ini akan timbul
lemah, lesu disertai demam atau infeksi berulang atau sumbatan koana dan sumbatan tuba eustachius yang
menetap dan adanya perdarahan.11 Pada pemeriksaan dapat menyebabkan terjadinya otitis media akut
fisik didapatkan tonsil membesar disertai ulserasi dan berulang, otitis media kronis dan akhirnya menjadi otitis
nyeri hebat. Keluhan disertai juga dengan membran media supuratif kronis. Selain itu pasien juga akan
kotor pada gusi, rongga mulut dan faring. Didapatkan mengalami gangguan tidur, tidur mendengkur, retardasi
juga limfadenopati dan hepatosplenomegali.2,10 mental dan pertumbuhan fisik terhambat.
Dari hasil laboratorium sel darah tepi
ditemukan anemia, granulositopenia dan limfoblas >
3%. Pada sumsum tulang terlihat selularitas meningkat,
didominasi oleh limfoblas > 25%.2

5. Fibroma Tonsil 2
Fibroma tonsil pada pria dan wanita ditemukan
sama banyaknya. Lebih banyak ditemukan pada anak
daripada dewasa. Merupakan tumor jinak yang jarang
menjadi ganas, biasanya unilateral dengan pertumbuhan
lambat.
Fibroma dapat bertangkai atau tidak Hiperplasia Adenoid1
bertangkai. Makin luas fibroma, semakin besar
tangkainya. Lebih sering tunggal daripada multipel. Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan
Karena berasal dari jaringan ikat, maka sering gejala klinis, pemeriksaan rhinoskopi anterior dengan
mengalami degenerasi kistik, keras dan mengandung melihat tertahannya gerakan velum palatum molle pada
sedikit pembuluh darah. Tumor ini kadang melekat di waktu fonasi.
tonsil atau jaringan ikat sekitar tonsil akibat peradangan Terapi berupa bedah adenoidektomi dengan
tonsil berulang. Gangguan jarang terasa kecuali jika cara kuretase memakai adenotom.
bertangkai dan besar, sehingga menimbulkan gangguan
mekanik. Tidak terdapat sekret. Gejala hampir serupa
dengan tonsilitis hipertrofikan. Terapi berupa
pembedahan untuk membuang tumor.

Penyakit Adenoid
1. Adenoid Hiperplasi Obstruktif 1 ,2, 11

108 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
a. Episode tonsilitis akut berulang lebih dari 3 kali
dalam 1 tahun
b. Tonsilitis kronis walaupun tanpa eksaserbasi akut,
tapi merupakan fokal infeksi
c. Pasca abses peritonsiler
d. Karier difteri
e. Tonsilitis yang menyebabkan kejang demam
f. Pembesaran tonsil yang dapat menyebabkan
obstruksi pernafasan/Obstructive Sleep Apneu
Syndrome (OSAS)1 atau gangguan menelan
Wajah Klasik Adenoid11 (abnormal swallowing)1
g. Dicurigai adanya keganasan pada tonsil
2. Adenoiditis Akut (Tonsilitis Faringeal) 10
Adenoid sering terinfeksi apabila terjadi Indikasi absolut untuk adenoidektomi:10
infeksi pada tonsil, jaringan limfoid sepanjang dinding a. Penyakit telinga tengah sekunder akibat obstruksi
lateral faring. Mikroorganisme yang menginfeksi tuba eustachius
biasanya sama dengan yang ditemukan pada infeksi b. Adenoid hipertrofi yang menyebabkan obstruksi
tonsil. pernafasan
Pada pasien dengan adenoiditis primer keluhan c. Sinusitis oleh karena obstruksi ostium sinus akibat
berupa nyeri tenggorok mulai dari yang ringan sampai kelainan adenoid
tidak dapat menelan. Keluhan disertai demam, malaise, d. Nasofaringitis menetap dengan gejala paa hidung,
nyeri kepala dan sinusitis karena obstruksi pada koana seperti rhinorrhea, suara sengau atau nafas
posterior. Dapat juga dikeluhkan pendengaran berbunyi
berkurang dan otalgia karena obstruksi tuba eustachius.
Pada pemeriksaan tenggorok tampak merah,
edema pada jaringan limfoid faring dengan pustula dan
mukopus. Gejala sering disertai dengan adenopati Indikasi relatif untuk tonsiloadenoidektomi:10
servikal. a. Nyeri tenggorok berulang
Pengobatan sama dengan pada tonsilitis akut. b. Otalgia berulang
Pemberian cairan yang adekuat, istirahat, menjaga c. Rhinitis kronis
kebersihan mulut dan pemberian analgetik. d. Infeksi saluran nafas berulang
Dekongestan dan antihistamin dapat diberikan sesuai e. Tonsil yang besar atau dengan debris
kultur dan resitensi atau diberikan antibiotik spektrum f. Limfadenopati servikal
luas. Pengobatan adenoiditis yang tidak selesai dapat g. Tonsilitis TBC atau adenitis TBC
menyebabkan kekambuhan. h. Penyakit sistemik akibat infeksi Streptococcus
beta haemolyticus (rheumatic fever, rheumatic
3. Adenoiditis Kronis heart disease)
Biasanya karena pengobatan adenoiditis akut
yang tidak selesai atau gagal. Kondisi ini disertai Kontraindikasi10
rhinosinusitis purulen atau bersama dengan tonsilitis Absolut:
kronis. Inflamasi bisa disebabkan bekteri atau virus. a. Penyakit darah: leukemia, anemia aplastik,
Gejala dapat disertai dengan rhinorrhea, sinusitis, serta hemofilia dan purpura
keluhan pada telinga tengah. b. Penyakit sistemik yang tidak terkontrol: diabetes
Pemeriksaan pada nasofaring ditemukan mellitus, penyakit jantung, dll.
hiperplasia pada jaringan limfoid nasofaring, disertai Relatif:
inflamasi kronis dan sekret mukopurulen. a. Palatoschizis
b. Anemia (Hb < 10 gr% atau HCT < 30%)
c. Infeksi akut saluran nafas atau tonsil (tidak
Tonsilektomi dan Adenoidektomi termasuk abses peritonsiler)
Tonsilektomi adalah tindakan mengangkat d. Poliomielitis epidemik
tonsil palatina seutuhnya bersama jaringan patologis e. Usia di bawah 3 tahun
lainnya, sehingga fossa tonsilaris bersih tanpa
meninggalkan trauma yang berarti pada jaringan Persiapan operasi10
sekitarnya, seperti uvula dan pilar tonsil.1,2 Terutama keadaan organ-organ vital, seperti jantung,
Adenoidektomi adalah tindakan operasi untuk paru-paru dan ginjal.
mengangkat adenoid (tonsila faringeal) di daerah - Pemeriksaan darah: hemoglobin, jumlah leukosit,
nasofaring tanpa melukai otot faring dan torus trombosit, PT, aPTT, ureum, kreatinin, kadar gula
tubarius.1,4 darah, natrium dan kalium
Indikasi absolut tonsilektomi:10 - Pemeriksaan urine rutin
- Pemeriksaan radiologis: foto toraks

109 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
- Pemeriksaan EKG, khususnya untuk usia > 40 teknik yang dapat melakukan tindakan memotong
tahun dan hemostasis dalam satu prosedur.
d. Radiofrekuensi1
Perawatan Preoperatif:10 Pada teknik radiofrekuensi, elektroda disisipkan
Untuk penderita yang akan dioperasi dengan langsung ke jaringan. Densitas baru di sekitar
narkosa umum, disarankan dirawat dan dipuasakan ujung elektroda cukup tinggi untuk membuat
sedikitnya 6 jam sebelum operasi untuk orang dewasa, kerusakan bagian jaringan melalui pembentukan
sedangkan untuk anak-anak cukup 4 jam. Pemberian panas. Selama periode 4 – 6 minggu, daerah
sedatif sebelum tidur mungkin dapat memberikan jaringan yang rusak mengecil dan total volume
ketenangan dan menghilangkan perasaan takut atau jaringan berkurang. Pengurangan jaringan juga
stres operasi, membantu mencegah terjadianya cardiac dapat terjadi bila energi radiofrekuensi dapat
inhition dan menekan aktivitas sekresi dari kelenjar diberikan pada medium penghantar, seperti larutan
mukus traktus respiratorius bagian atas dan bawah. salin. Partikel yang terionisasi pada daerah ini
Biasanya digunakan 2 macam obat, yaitu sedatif dan dapat menerima cukup energi untuk memecah
drying agent. Untuk operasi dengan anestesi lokal tidak ikatan kimia di jaringan. Oleh karena proses ini
ada persiapan khusus. terjadi pada suhu rendah (40o – 70o C), mungkin
Dikenal 2 macam anestesi dalam operasi lebih sedikit jaringan sekitar yang rusak.
tonsil, yaitu anestesi lokal dan anestesi umum.10 e. Coblation1
1. Anestesi Lokal Teknik coblation dikenal juga dengan nama
- Biasanya dilakukan pada orang dewasa atau plasma-mediated tonsillar ablation; ionised field
pasien yang kooperatif tonsillar ablation; radiofrequency tonsillar
- Penderita duduk tegak saling berhadapan ablation; bipolar radiofrequency ablation; cold
dengan operator. Dilakukan tahapan: rongga tonsillar ablation.
mulut disemprot dengan anestesi topikal, Teknik ini menggunakan bipolar electrical probe
xylocain 2%. Kemudian dilakukan untuk menghasilkan listrik radiofrekuensi
penyuntikan lidocain 2% sebanyak 10 cc (radiofrequency electrical) baru melalui larutan
dengan pembagian 3 cc di kutub atas tonsil, 3 natrium klorida. Keadaan ini akan menghasilkan
cc di daerah tengah tonsil dan 4 cc di kutub aliran ion sodium yang dapat merusak jaringan
bawah tonsil. sekitar.
- Keuntungan: mudah, murah dan praktis. f. Skalpel Harmonik
- Kerugian: rasa kurang nyaman bagi penderita Skalpel harmonik menggunakan teknologi
dan operator, adanya bahaya aspirasi oleh ultrasonik untuk memotong dan mengoagulasikan
karena posisi penderita duduk. jaringan dengan kerusakan jaringan minimal.
2. Anestesi Umum Teknik ini menggunakan suhu yang lebih rendah
- Dilakukan pada semua pasien anak dan orang dibandingkan elektrokauter dan laser. Dengan
dewasa yang tidak kooperatif elektrokauter atau laser, pemotongan dan
- Menggunakan eter, nitrous oxyde atau vinyl koagulasi terjadi bila temperatur sel cukup tinggi
ether. agar tekanan gas dapat memecah sel tersebut
(biasanya 150o – 400o C). Sedangkan dengan
Beberapa metode tonsilektomi: skalpel harmonik, temperatur yang ditimbulkan
a. Metode Guillotine Sluder-Ballenger oleh friksi jauh lebih rendah (biasanya 50o – 100o
Metode ini terutama digunakan pada anak-anak C).
oleh karena fossa tonsilaris pada anak-anak masih g. Intracapsular Partial Tonsillectomy1
kecil, serta perlekatan antara kapsul tonsil ke M. Intracapsular tonsillectomy merupakan
konstriktor faringeus masih longgar. Posisi tonsilektomi parsial yang dilakukan dengan
penderita sama seperti pada metode diseksi, tetapi menggunakan microdebrider endoscopy.
jenis anestesi yang biasanya diguanakan adalah Meskipun microdebrider endoscopy bukan
open drops. merupakan peralatan ideal untuk tindakan
b. Metode Diseksi10 tonsilektomi, namun tidak ada alat lain yang dapat
Metode Dissection-Snare. Cara ini adalah yang menyamai ketepatan dan ketelitian alat ini dalam
paling sering digunakan untuk tonsilektomi. Dapat membersihkan jaringan tonsil tanpa melukai
dilakukan dengan anestesi umum atau lokal. kapsulnya.
c.
Electrosurgery (Bedah Listrik)1 Keuntungan teknik ini adalah angka kejadian nyeri
Teknik bedah listrik yang paling umum adalah dan perdarahan pascaoperasi lebih rendah
monopolar blade, monopolar suction, bipolar dan dibandingkan dengan tindakan tonsilektomi
prosedur dengan bantuan mikroskop. Tenaga standar.
listrik dipasang pada kisaran 10 sampai 40 W h. Laser (CO2-KTP)
untuk memotong, menyatukan atau untuk Laser Tonsil Ablation (LTA) menggunakan CO2
koagulasi. Bedah listrik merupakan satu-satunya atau KTP (Potassium Titanyl Phospate) untuk
menguapkan dan mengangkat jaringan tonsil.

110 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Teknik ini mengurangi volume tonsil dan Dapat juga terjadi elongated styloid processus,
menghilangkan ’recesses’ pada tonsil yang dimana ujung prosessus styloid masuk ke fossa
menyebabkan infeksi kronik dan rekuren. LTA tonsilaris, hingga timbul rasa nyeri sewaktu
dilakukan selama 15 – 20 menit dan dapat mengunyah, yang dikenal dengan Eagle
dilakukan di poliklinik dengan anestesi lokal. Syndrome. Apabila A. karotis terkena, dapat
Dengan teknik ini nyeri pascaoperasi minimal, menyebabkan rasa tidak nyaman di daerah parietal
morbiditas menurun dan kebutuhan analgesia dan mata. Pengobatan berupa injeksi
pascaoperasi berkurang. Teknik ini kortikosteroid pada daerah yang tertusuk dan
direkomendasikan untuk tonsilitis kronis dan pembedahan untuk memperpendek ujung styloid
rekuren, sore throat kronis, halitosis berat atau tersebut.
obstruksi jalan nafas yang disebabkan pembesaran 4. Trauma Jaringan Sekitar Tonsil
tonsil. Manipulasi terlalu banyak saat opersi dapat
menimbulkan kerusakan yang mengenai pilar
Adenoidektomi dapat dilakukan bersamaan tonsil, palatum molle, uvula, lidah, saraf dan
dengan pengangkatan tonsil. Dalam hal ini diperlukan pembuluh darah. Edema palatum molle dan uvula
anestesi yang sempurna agar terjadi relaksasi palatum adalah komplikasi yang paling sering terjadi.
dan M. konstriktor faringeus superior, sehingga 5. Perubahan Suara
memudahkan dilakukannya operasi. Otot palatofaringeus berinsersi pada dinding atas
Teknik adenoidektomi dapat dilakukan dengan esofagus, tetapi bagian medial serabut otot ini
kuretase dan dengan endoskopi dengan menggunakan behubungan dengan ujung epiglotis. Kerusakan
microdebrider. otot ini dengan sendirinya akan menimbulkan
gangguan fungsi laring, yaitu perubahan suara
Komplikasi yang dapat terjadi adalah:1 yang bersifat temporer dan dapat kembali lagi
1. Perdarahan dalam tempo 3 – 4 minggu.
Komplikasi perdarahan dapat terjadi selama 6. Komplikasi Lain
operasi berlangsung atau segera setelah penderita Biasanya sebagai akibat trauma saat operasi, yaitu
meninggalkan kamar operasi (24 jam pertama patah atau copotnya gigi, luka bakar di mukosa
pascaoperasi). Bahkan meskipun jarang terjadi, mulut karena kauter dan laserasi pada lidah karena
pada hari ke-5 – 7 pascaoperasi dapat terjadi mouth gag. Pernah dilaporkan terjadinya fraktur
perdarahan disebabkan oleh terlepasnya membran kondilus mandibula karena pemasangan mouth
jaringan granulasi yang terbentuk pada permukaan gag yang terlalu kuat, malposisi tube endotrakeal
luka operasi, karena infeksi di fossa tonsilaris atau dan stenosis nasofaring.
trauma makanan keras.
Untuk mengatasi perdarahan dapat dilakukan
ligasi ulang, kompresi dengan gaas ke dalam fossa,
kauterisasi atau penjahitan ke pilar dengan anestesi DAFTAR PUSTAKA
lokal atau umum.
2. Infeksi 1. Brodsky, L Poje, C. Tonsillitis, Tonssilectomy,
Luka opersi pada fossa tonsilaris merupakan port and Adenoidectomy. In Head and Neck Surgery-
d’entre bagi kuman, sehingga merupakan sumber Otolaryngology. 5 th ed. Bailey B.J. & Johnson T.J
infeksi. Dapat terjadi faringitis, servikal adenitis, Volume one. Lippincot Williams &
trombosis vena jugularis interna, otitis media, pada WilkinsPhiladelphia, 2006. p. 1184-99.
kasus sistemik dapat terjadi endokarditis, nefritis
dan poliarthritis. Bahkan pernah dilaporkan 2. Balenger, J.J. Disease of the Nose, Throat,Ear,
adanya meningitis, abses otak dan trombosis sinus Head, and Neck, 13th ed. Lou & Febiger,
kavernosus. Philadelphia, 1994.p. 347-57
Komplikasi pada paru-paru, seperti pneumonia,
bronkitis dan abses paru terjadi karena aspirasi 3. Adams, L.G. Penyakit- penyakit Nasofaring dan
sewaktu operasi. Abses parafaring dapat timbul Orofaring. Buku Ajar Penyakit THT. Ed. Editor:
akibat suntikan pada waktu anestesi lokal. Adams, LG. Boeis, RL. Higler, AP. EGC Penerbit
Pengobatan komplikasi infeksi adalah dengan Buku Kedokteran, 1997.h. 320-45
pemberian antibiotik yang sesuai dan pada abses
parafaring dilakukan insisi drainase. 4. Bull, RT. Color Atlas of ENT Diagnosis. 4th ed.
3. Nyeri Pascaoperasi Thieme. Newyork 2003.p.196-210
Dapat terjadi nyeri tenggorok yang dapat
menyebar ke telinga akibat iritasi ujung saraf 5. Alamsyah,S. Kesesuaian antara gejala klinis
sensoris dan dapat pula menyebabkan spasme dengan HistopatologiTonsil Pasca Bedah Pada
faring. Sementara dapat diberikan analgetik dan Tonsilitis Kronik. Tesis. Bagian THT-KL Unpad,
selanjutnya penderita segera dibiasakan 2004
mengunyah untuk mengurangi spasme faring.

111 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
6. Cowan, DL. Hibbert, J. Tonsils and Adenoids. In
Scott-Brown’s Otolaryngology 6th ed Pediatric
Otolaryngology. Editor : Adams, AD. Cinnamond,
JM Butterworth 1997. P.6/16/1-14

7. Probst, R et al. Basic Otorrhinolaryngology A


step-by-step Learning Guide, Thieme, 2005.p 98-
105

8. Paparella, MM, Shumrick, DA.Otolaryngology


2nd ed Volume III Head and Neck WB Saunders
Company, 1991. P 2263-99

9. Becker,W. Naumann, HH. Pfalttz, RC.Ear, Nose


and Throart Diseases A Pocket Reference. 2nd ed
Thieme, 1994.p 312-24, 344-61

10. Garrna, H. Nataprawira, HM. Rahayuningsih,


SE.Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan
Anak Edisi 3. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK
UNPAD/RSHS Bandung,2005. P 205-08,484-87.

11. Helal, Z. 6-Endoscopic Powered Adenoidectomy.


Melalui <http//www.geogle
search/image/endoscopic adenoidectomy

12. Nave H, Gebert A, Pabst R. Morphology and


immunology of the human palatine tonsil. Anat
Embryol. 2001; 204: 367-73.

13. Brandtzaeg P. Immunology of tonsils and


adenoids: everything the ENT surgeon needs to
know. International Congress Series. 2003; 1253:
89-99.

14. Bernstein JM, Yamanaka N, Nadal D.


Imunobiology of the tonsil and adenoid. In
Hanbook of mucosal Immunology. Academic Press
Inc. 1994:625-640.

15. Alexander M.; Baker F.; Blem L.. Respiratory


System in: Van De Graaff: Human Anatomy, Sixth
Edition The McGraw−Hill Companies. 2001: 277-
280.

112 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
KARSINOMA NASOFARING
Latar Belakang
Tumor kepala leher meliputi tumor yang 749 penderita KNF baru, dan angka ini menempati
tumbuh pada bagian atas klavikula kecuali otak dan peringkat kedua setelah kanker leher rahim.10
medula spinalis. Tumor di daerah kepala dan leher Sedangkan penelitian yang dilakukan di RSCM Jakarta
digabungkan menjadi satu kategori tumor kepala leher selama periode 1988-1992 didapatkan kasus KNF
karena mempunyai satu kesamaan etiologi, cara sebanyak 71,77% di antara 712 tumor ganas tubuh, dan
penyebarannya, metode pemeriksaan diagnostik, kebanyakan penderita KNF tersebut datang pada
pengobatan, dan rehabilitasi. Dibandingkan stadium lanjut.11 Di RSUP Dr. Hasan Sadikin
pertumbuhan tumor ganas di tempat lain, tumor kepala Bandung, KNF menempati urutan pertama dari seluruh
leher tidak banyak dijumpai.1,2 tumor ganas di daerah kepala dan leher.12
Insidensi tumor kepala leher sangat bervariasi. KNF berasal dari epitel nasofaring. Penyebab
Di dunia ditemukan lebih dari 500.000 kasus dengan utamanya adalah virus Epstein-Barr. Biasanya tumor
tingkat mortalitas sebanyak 270.000 kasus per tahun, ganas ini tumbuh dari fossa Rossenmuller dan dapat
dan umumnya terjadi di negara berkembang.1,2 Di meluas ke hidung, tenggorok, serta dasar tengkorak.
Eropa dan Amerika Serikat, tumor kepala leher Gejala utama biasanya terjadi pada leher, hidung, dan
merupakan salah satu keganasan yang jarang terjadi, telinga.3,6,13
dengan prevalensi 5-10% dari seluruh tumor, Sebagian besar penderita KNF berumur di atas
sedangkan di negara lain seperti India, prevalensinya 20 tahun, dengan umur paling banyak antara 50–70
mencapai 45%.3,4 tahun. Insidensinya meningkat setelah umur 20 tahun
Bagian Patologi Badan Registrasi Kanker dan tidak ada lagi peningkatan setelah umur 60 tahun.
Indonesia di bawah pengawasan Dirjen Kesehatan RI, Sedangkan berdasaran jenis kelamin, ditemukan
mendapatkan tumor kepala leher di urutan ke empat kecenderungan penderita KNF lebih banyak pada laki-
dari sepuluh besar keganasan serta urutan ke dua dari laki. Dari beberapa penelitian, ditemukan
sepuluh keganasan pada laki-laki.1 perbandingan penderita laki-laki dan perempuan
Hampir 60% tumor ganas kepala leher adalah 2 sampai 4 : 1.6
merupakan karsinoma nasofaring (KNF), diikuti oleh Gejala yang timbul pada KNF biasanya
karsinoma sinonasal (18%), laring (16%), dan tumor berhubungan dengan letak tumor, penyebaran, dan
ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam stadiumnya. Karena nasofaring terletak di daerah yang
prosentase rendah. KNF menduduki urutan keempat sulit dilihat dari luar, gejala dini sering tidak dikenali
dari seluruh keganasan setelah kanker mulut rahim, sehingga penderita kebanyakan datang pada stadium
payudara, dan kulit.5 lanjut. Kadang-kadang penderita datang dengan gejala
Penemuan kasus baru KNF setiap tahun di KNF stadium dini, tetapi gejala yang dikeluhkan sangat
berbagai penjuru dunia cukup bervariasi. Penelitian di umum seperti flu, rinitis atau sinusitis sehingga tidak
17 negara Eropa, ditemukan rata-rata 187 kasus baru terpikir oleh pemeriksa. Hal ini sangat disayangkan,
setiap tahun, di Rio de Janeiro 16 kasus baru, di karena “kesalahan” ini akan sangat merugikan. Oleh
Nigeria 12 kasus baru, sedangkan di Israel hanya karena itu harus dilakukan berbagai upaya agar dapat
ditemukan 3 kasus baru setiap tahun. Kasus baru yang menemukan penderita KNF sedini mungkin agar
sangat banyak, ditemukan di Hongkong, yaitu 1146 prognosis lebih baik.14,15
kasus setiap tahun.6 Kasus kanker di Indonesia termasuk karsinoma
Insidensi KNF yang paling tinggi adalah pada nasofaring dari tahun ke tahun semakin menunjukkan
ras Mongoloid di Asia dan China Selatan, dengan peningkatan. Hal ini berkaitan dengan meningkatnya
frekuensi 100 kali dibanding frekuensi KNF pada ras usia harapan hidup dan perubahan pola hidup
Kaukasia. Prevalensi KNF di Provinsi Guangdong masyarakat kita, seperti kebiasaan menggunakan rokok
China Selatan adalah 39,84/100.000 penduduk.6,7,8 dan alkohol yang merupakan salah satu faktor risiko
Prevalensi KNF di Indonesia adalah 3,9 per terjadinya tumor maupun kanker.16 Selain faktor risiko,
100.000 penduduk setiap tahun. Di Rumah Sakit H. informasi lain seperti faktor usia, riwayat pekerjaan,
Adam Malik Medan, Sumatera Utara, penderita KNF stadium tumor, dan jenis terapi juga perlu diketahui
paling banyak ditemukan pada suku Batak yaitu 46,7% untuk pencegahan secara dini, pengenalan, dan
dari 30 kasus.6 Di RSUP H. Adam Malik Medan, penanggulangan kasus kanker pada masyarakat secara
ditemukan 113 penderita KNF pada tahun 2009.9 Dari luas untuk peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
seluruh penderita yang menjalani radioterapi di
Poliklinik Radioterapi RSUD Dr. Soetomo selama
periode tahun 1991-1997 tercatat Anatomi Nasofaring
Nasofaring merupakan organ berbentuk kuboid
yang terletak di belakang rongga hidung, superior dari
soft palate dengan diameter anteroposterior 2-4 cm dan
tinggi 4 cm. Nasofaring dibagi dalam beberapa regio,

113 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
yaitu dinding anterior, posterosuperior, dan lateral. Pada
bagian anterior, nasofaring berhubungan dengan rongga
hidung melalui bagian posterior dari koana dan di Suplai darah nasofaring berasal dari cabang arteri
dinding lateral berisi muara tuba Eustachius dan fossa karotis eksternal, sedangkan drainase vena adalah
Rosenmuller (resesus faringeal) yang berbatasan melalui pleksus faring ke vena jugular internal.
dengan dinding posterolateral. Dinding posterolateral Persarafan nasofaring berasal dari cabang saraf kranial
berisi jaringan adenoid yang di belakangnya berbatasan V2, IX, dan X, serta saraf simpatik.4
dengan fasia prevertebralis.4,17

Anatomi Nasofaring4 Vaskularisasi dan Inervasi Kepala


dan Leher18
Fossa Rosenmuller merupakan area yang
menjadi asal dari sebagian besar sel karsinoma Nasofaring memiliki banyak jaringan limfatik dan
nasofaring. Area ini berhubungan secara anatomis saluran getah bening sehingga dapat mempermudah dan
dengan beberapa organ penting yang menjadi tempat mempercepat terjadinya metastasis. Kelenjar getah
penyebaran tumor dan menentukan presentasi klinis bening eselon pertama berada di ruang parafaring dan
serta prognosis. Area-area tersebut adalah17 : retrofaring, dimana terdapat kelenjar getah bening yang
Anterior : tuba Eustachius berpasangan, yang dinamakan Rouviere node. Drainase
Antero-lateral : otot levator veli palatini ke daerah jugular dapat melalui kelenjar getah bening
Posterior : retropharyngeal space parafaring atau melalui saluran langsung. Sedangkan di
Superior : foramen laserum di bagian bagian segitiga posterior terdapat jalur langsung
medial, apeks petrosus dan terpisah yang mengarah ke kelenjar getah bening di
kanalis karotikus di bagian tulang belakang. Drainase lebih lanjut dapat terjadi ke
posterior, serta foramen leher bagian kontralateral, ke bagian servikal, kemudian
ovale dan spinosum di ke kelenjar getah bening di supraklavikula.4
bagian anterolateral
Lateral : otot tensor veli palatini dan
pharyngeal space
Inferior : otot konstriktor superior

Potongan horizontal nasofaring pada tingkat sinus


morgagni17 (A:Pharyngobasilar Fascia,
B:Buccopharyngeal Fascia, C:Alar Fascia,
D:Prevertebral Fascia, S:Kanalis Karotikus; 1.Otot
Pterigoid Lateral, 2.Otot Pterigoid Medial, 3.Otot
Tensor Veli Palatini, 4.Otot Levator Veli Palatini,
5.Parapharyngeal Space, 6.Fossa Rossenmuller, Kelenjar Getah Bening Kepala dan Leher18
7.Stiloid Prosesus, 8.Rouviere Node,
9.Retropharyngeal Space) Histologi Nasofaring
114 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Mukosa nasofaring pada saat lahir dilapisi oleh 40–49 tahun. Insidensi KNF meningkat setelah
pseudostatified kolumnar epitelium, pada usia sekitar umur 20 tahun dan tidak ada lagi peningkatan
10 tahun berubah menjadi stratified squamous setelah umur 60 tahun. Sedangkan berdasaran
epitelium. Pada dinding lateral nasofaring terdapat jenis kelamin, ditemukan kecenderungan penderita
daerah yang merupakan tempat transisi pertemuan KNF lebih banyak pada laki-laki daripada
kedua jenis epitel ini, yaitu berisi epitel berbentuk perempuan. Dari beberapa penelitian, ditemukan
kuboid atau globular yang nantinya berpotensi ke arah perbandingan penderita laki-laki dan perempuan
keganasan. Membran mukosa nasofaring juga berisi adalah 2-4 : 1.6
jaringan limfoid dan kelenjar air liur minor yang bisa
menjadi asal dari sel keganasan di nasofaring.17 B. Etiologi
Penyebab pasti KNF masih belum diketahui,
Karsinoma Nasofaring namun gabungan dari beberapa faktor intrinsik dan
A. Insidensi ektrinsik diyakini sebagai penyebab, yaitu faktor
Penemuan kasus baru KNF setiap tahun di genetik, lingkungan, dan virus Epstein Barr (EBV).
berbagai penjuru dunia cukup bervariasi.
Penelitian di 17 negara Eropa, ditemukan rata-rata Faktor Genetik
187 kasus baru setiap tahun. Di Rio de Janeiro Kerentanan genetik sebagai faktor
ditemukan 16 kasus baru dan di Nigeria 12 kasus predisposisi KNF didasarkan atas fakta banyaknya
baru setiap tahun, sedangkan di Israel hanya penderita dari bangsa atau ras China. Selain itu KNF
ditemukan 3 kasus baru setiap tahun. Kasus baru juga banyak dijumpai pada ras mongoloid, termasuk
yang sangat banyak, ditemukan di Hongkong, bangsa-bangsa di Asia terutama Asia Tenggara yang
yaitu 1146 kasus setiap tahun.6 masih tergolong rumpun Melayu. Insiden KNF di China
Insidensi KNF yang paling tinggi maupun negara di Asia Tenggara lebih besar 10-50 kali
ditemukan di daerah Cina Selatan, dengan dibandingkan negara lainnya. Adanya riwayat tumor
frekuensi 100 kali dibanding frekuensi karsinoma ganas dalam keluarga merupakan salah satu faktor
nasofaring pada ras Kaukasia. Prevalensi resiko KNF. Secara umum didapatkan sekitar 10% dari
karsinoma nasofaring di Provinsi Guangdong penderita KNF mempunyai keluarga yang menderita
China Selatan adalah 39,84/100.000 penduduk. keganasan nasofaring atau organ lain, dan 5%
Ras Mongoloid merupakan faktor dominan diantaranya sama-sama menderita KNF dalam
timbulnya karsinoma nasofaring, sehingga sering keluarganya.14,19
terjadi pada penduduk Cina bagian selatan, Hilangnya alel HLA kelas I atau kelas II
Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, (alelle HLA loss) pada gen HLA tertentu diperkirakan
Singapura, dan Indonesia. Ditemukan cukup menyebabkan kegagalan interaksi HLA- peptide
banyak pula di Yunani, Afrika bagian utara seperti complex dengan limfosit T c/s (CD8+) atau limfosit T
Aljazair dan Tunisia, pada orang Eskimo di helper (CD4+). Hal ini disebabkan karena tidak
Alaska, diduga penyebabnya adalah karena dimunculkannya antigen virus/tumor pada epitop
mereka memakan makanan yang diawetkan dalam (antigenic determinant) sehingga keberadaan virus EB
musim dingin yang menggunakan bahan pengawet didalam sel inang (limfosit B dan sel epitel faring) atau
nitrosamin.6,7,8 sel kanker tidak dapat dikenali oleh sel imunokompeten.
Prevalensi KNF di Indonesia hampir merata Adanya kelainan genetik ini akan sangat merugikan
di seluruh daerah yaitu 3,9 per 100.000 penduduk karena sel yang terinfeksi virus maupun sel kanker
setiap tahun. Di Rumah Sakit H. Adam Malik dapat terhindar dari penghancuran melalui mekanisme
Medan, Sumatera Utara, penderita KNF paling imunologik, berakibat pertumbuhan kanker yang terus
banyak ditemukan pada suku Batak yaitu 46,7% berlangsung.14,19
dari 30 kasus.6 Di RSUP H. Adam Malik Medan,
ditemukan 113 penderita KNF pada tahun 2009.9 Faktor Lingkungan
Dari seluruh penderita yang menjalani radioterapi Insidensi KNF yang tinggi di lokasi geografi
di Poliklinik Radioterapi RSUD Dr. Soetomo tertentu mengindikasikan adanya faktor atau bahan
selama periode tahun 1991-1997 tercatat 749 kimia tertentu di lingkungan yang dapat menginduksi
penderita KNF baru, dan angka ini menempati terjadinya KNF (environmental carcinogens) antara
peringkat kedua setelah kanker leher rahim.10 lain adat kebiasaan atau gaya hidup (life style related
Sedangkan penelitian yang dilakukan di RSCM cancer), termasuk kebiasaan makan (diet habits).
Jakarta selama periode 1988-1992 didapatkan Karsinogen lingkungan bertindak sebagai kofaktor atau
kasus KNF sebanyak 71,77% di antara 712 tumor promotor timbulnya KNF.19
ganas tubuh, dan kebanyakan penderita KNF Penelitian in vitro membuktikan bahwa
tersebut datang pada stadium lanjut.11 aktivasi virus Epstein-Barr dapat menyebabkan
Sebagian besar penderita KNF berumur di perubahan sel normal menjadi sel kanker. Penelitian
atas 20 tahun yaitu antara 50–70 tahun, dan epidemiologi menunjukkan hubungan yang kuat antara
ditemukan paling banyak pada usia produktif yaitu meningkatnya kejadian KNF dengan konsumsi bahan
antara 30-59 tahun (80%), dengan puncak antara makanan berupa ikan atau udang yang diawetkan

115 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
dengan garam (diasinkan), seperti ikan asin (dry salted Dilaporkan juga bahwa risiko terkena KNF
fish), pindang asin dan udang asin, atau yang pada perokok yang merokok lebih dari 20 batang
dikeringkan dengan pengasapan. Penelitian pada sehari ternyata dua kali lipat lebih besar dari pada yang
penduduk ras Cina di Hongkong dan Malaysia bukan perokok.22 Bahan karsinogenik di asap rokok
ditemukan ikan asin terbukti sebagai faktor risiko yang yang diperkirakan berperan sebagai promotor
sangat kuat terhadap kejadian KNF. Bubur ikan asin terjadinya KNF yaitu 3,4- benzypyrene dan polycyclic
yang banyak di konsumsi penduduk di daerah Cina aromatic hydrocarbon. Namun demikian, Roezin
Selatan sejak kecil, dikenal sebagai “Cantonese salted mengatakan bahwa meskipun kebiasaan merokok
fish” terbukti mengandung nitrosamin. Nitrosamin lebih sering dijumpai pada kelompok penderita KNF
merupakan pro karsinogen dan promotor aktivasi EBV (49,38%) dibandingkan non KNF (32,10%) ternyata
diketemukan dalam kadar yang tinggi pada ikan asin. tidak menunjukkan kemaknaan secara statistik. Bahan
Pro karsinogen merupakan karsinogen yang lainnya yang diduga dapat mengaktifkan virus EB
memerlukan perubahan metabolis agar menjadi antara lain debu yang mengandung kromium, nikel,
karsinogen aktif (ultimate carcinogen), sehingga dapat arsen, asap dari pembakaran dupa, rumput, tembakau,
menimbulkan perubahan DNA, RNA, atau protein sel candu, kemenyan, kayu atau minyak tanah serta obat
tubuh.14,17,20,21 nyamuk. Beberapa bumbu masak tertentu, makanan
Hubungan yang konsisten dan kuat antara yang terlalu panas dan pedas juga dapat meningkatkan
kejadian KNF dengan konsumsi ikan asin dalam waktu kejadian KNF. Bahan-bahan ini mungkin berperan
yang panjang dan dimulai sejak usia dini di Hongkong dalam mempercepat timbulnya KNF bersama faktor
pada sekitar 90 % kasus KNF. Pada proses pengasinan predisposisi lainnya. Bahan karsinogen dapat
atau pengeringan ikan (protein) dengan pemanasan mencapai nasofaring melalui inhalasi, per-oral,
sinar matahari terjadi reaksi biokimiawi berupa subkutan dan intra vena. Kelembaban tinggi yang
nitrosasi. Gugus nitrit dan nitrat yang terbentuk akan disertai adanya asap (polusi udara) dalam jangka waktu
bereaksi dengan ekstrak ikan asin menjadi nitrosamin yang lama akan memperbesar kemungkinan terjadinya
dan beberapa volatile nitrosamines antara lain senyawa KNF. Hal ini terutama didasarkan atas kenyataan
N-nitrosodimethylamine (NDMA), N- bahwa sebagian besar penderita KNF berasal dari
nitrosodiethylamine (NDEA), N-nitrosodi-n- golongan status ekonomi yang lebih rendah. Selain
propylamine (NDPA), N-nitrosodi-butylamine kondisi lingkungan yang buruk, terdapat beberapa
(NDBA) dan N-nitrosomorpholine (NMOR). bukti bahwa KNF berkaitan dengan kurangnya makan
Disamping sebagai pemicu aktifnya virus EB buah atau sayuran segar. Defisiensi nutrisi khususnya
(promotor, EBV inducer), beberapa senyawa ini hipovitaminose-A berhubungan erat dengan kejadian
terutama NDMA dan NDEA bersifat karsinogenik KNF. Hal ini mungkin disebabkan karena difisiensi
aktif (epigenetic carcinogen). Selain ikan asin, vitamin A, B, dan C menyebabkan terganggunya
nitrosamin juga ditemukan pada ikan atau makanan pertumbuhan epitel. Konsumsi vitamin C dan E dapat
yang diawetkan dengan nitrit atau nitrat sebagai bahan mencegah pembentukan nitrosamin dalam tubuh.14
aditif, sayuran yang diawetkan dengan cara fermentasi
atau diasinkan dan taoco di Cina Kadar NDMA Virus Epstein-Barr
diketemukan dalam jumlah yang lebih tinggi setelah Virus Epstein-Barr (EBV) termasuk famili virus
ikan asin bereaksi dengan asam lambung dan nitrit. Hal herpes yang merupakan penyebab mononukleosis akut
ini menunjukkan bahwa nitrosamin dapat dibuat secara dan salah satu faktor etiologi pada KNF, karsinoma
endogen pada proses pencernaan ikan asin di lambung. gaster serta limfoma akut.6
Selain nitrosamin, diduga ada substrat atau bahan Bukti kuat adanya peran EBV sebagai
kimiawi lain yang terdapat di ikan asin yang dapat penyebab KNF didasarkan atas laporan hasil
menyebabkan replikasi dan aktivasi virus EB yang penelitian epidemiologi maupun laboratorik terutama
secara laten berada dalam epitel nasofaring dan serologi, virologi, patologi, dan biologi molekuler
limfosit B.14,21 dengan ditemukannya23 :
Kebiasaan makan termasuk minum jamu, 1. Antibodi dengan titer yang tinggi terhadap antigen
merokok, dan minum alkohol serta kebersihan EBV dalam serum
lingkungan yang buruk diduga dapat meningkatkan 2. Antigen inti EBV (EBNA) di dalam sel tumor
risiko terkena KNF. Sejumlah makanan dan tanaman nasofaring
obat, baik yang tradisional (jamu) ataupun yang 3. Genom EBV dalam bentuk plasmid di jaringan
berasal dari Cina (Chinese herbal medicine) dan tumor nasofaring dan isolasi virus
minyak untuk hidung ternyata mengandung ester 4. DNA EBV pada jaringan kanker nasofaring
forbol dan N-butyric acid yang selain dapat bertindak 5. mRNA-EBV (EBERs) di sel kanker nasofaring
sebagai EBV inducer, juga mutagenik. Semacam teh Keganasan yang disertai meningkatnya titer
dari Cina dan Tunisia dapat merupakan bahan antibodi terhadap virus EB hanya diketemukan pada
karsinogenik. Selain menyebabkan iritasi menahun KNF, dan tidak didapatkan pada keganasan di daerah
pada tenggorok (nasofaringitis kronik), makanan panas kepala dan leher lainnya. Peningkatan titer antibodi
atau pedas dan asap pembakaran hio diduga dapat terhadap virus EB hanya dijumpai pada KNF dengan
mengaktifkan virus EB.14,22 jenis WHO tipe 3 dan 2, sedangkan pada jenis WHO

116 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
tipe 1 tidak diketemukan peningkatan titer atau menyebabkan transformasi sel epitel nasofaring masih
meningkat dalam titer yang sangat rendah.6 belum diketahui dengan jelas.14
Penularan EBV lewat orofaring terjadi karena Virus EB akan mengekspresikan berbagai
kontak oral yang intim, atau melalui saliva yang macam antigen spesifik tergantung pada siklus
tertinggal pada peralatan makan. Kebiasaan makan hidupnya dalam sel inang. Pada fase infeksi laten,
secara tradisional dengan menggunakan sumpit untuk dibentuk protein inti (Epstein Barr nuclear antigen /
mengambil hidangan makanan diduga berkaitan EBNA) dan protein membran (latent membrane protein
dengan tingginya infeksi virus EB pada ras Cina. / LMP). Kedua antigen ini mempunyai pengaruh
Karena mudah dan cepatnya terjadi penularan maka terhadap proliferasi dan replikasi virus, menyebabkan
hampir semua individu dibawah 25 tahun sudah sel yang terinfeksi menjadi imortal. Antigen pada fase
terinfeksi virus EB.14 replikasi dini disebut early antigen (EA) yang dibentuk
Infeksi primer alamiah dimulai pada masa anak- sebelum sintesa DNA virus. Pada fase lanjut dibentuk
anak, biasanya gejala klinik ringan atau bahkan tanpa antigen kapsul (viral capsid antigen / VCA) yang di-
gejala. Di negara berkembang, hampir semua (99,9 %) ekspresikan pada saat infeksi aktif.23
anak umur 3 tahun telah terinfeksi virus EB. Infeksi Masuknya virus EB dalam tubuh menyebabkan
virus EB diperkirakan mengenai 80-90% populasi di dibentuknya beberapa antibodi antara lain antibodi
negara maju. Survei di Hongkong menunjukkan bahwa terhadap antigen kapsul (anti VCA) yang dapat
semua anak ras Cina sebelum umur 15 tahun telah digunakan sebagai petunjuk (petanda) infeksi virus EB.
mempunyai antibodi terhadap virus EB. Keadaan ini Selanjutnya genom EBV yang berada dalam sel inang
menunjukkan bahwa meskipun hanya memberikan yaitu limfosit B dan / atau sel epitel faring akan
gejala klinik ringan, virus EB yang memasuki tubuh mengalami fusi (terminal repeat EBV genome) sehingga
manusia akan menetap seumur hidup (persisten). Hal terbentuk episom berbentuk lingkaran, atau integrasi
ini mendukung pendapat bahwa EBV infected DNA EBV pada genom (kromosom) sel inang. Nukleus
lymphocytes and pharyngeal epithelium banyak sel inang yang mengandung DNA virus EB (integrated
diketemukan pada orang normal.14 EBV genome) akan memberi sinyal terbentuknya
protein baru. Perubahan fase laten ke bentuk litik
Patogenesis infeksi EBV dimulai dengan masuknya dimulai dengan adanya aktivasi protein ZEBRA yang di
virus EB pada epitel faring yang kemudian di ikuti sandi oleh gen BZLF-1. Ekspresi protein ini mengawali
dengan replikasi virus. Proliferasi limfosit B yang pasif sintesis berbagai protein lainnya. Sebanyak sekitar 85
akibat provokasi virus EB diduga mendorong terjadinya gen EBV di transkripsi selama fase litik. Fase litik
translokasi gen c-myc dengan menghasilkan suatu klon ditandai dengan berbagai ekspresi gen EBV antara lain
sel-sel limfosit B yang neoplastik. Gangguan ekspresi protein transkripsi (BZLF-1), 6 protein inti (EBV
protoonkogen karena terjadinya translokasi gen c-myc associated nuclear antigen/EBNA 1-6) dan beberapa
mengakibatkan turunnya ekspresi gen-gen MHC protein membran (latent membrane protein/LMP).
(mayor histocompatibility complex) kelas I yang EBNA dan LMP yang di ekspresikan dipermukaan
diperlukan untuk mengenali antigen asing oleh limfosit limfosit B, disebut sebagai LYDMA (lymphocyte
T sitotoksik (CD8). Menurunnya kemampuan sT CD8 detected membrane antigen) merupakan kompleks
dalam mengenal dan menghancurkan sel kanker antigen yang dapat dikenali oleh sel NK dan limfosit T
berakibat perkembangan sel kanker yang seakan tanpa cytotoxic / suppressor melalui HLA (MHC). Sel
hambatan. EBV dalam siklus litik menghasilkan protein limfosit B yang terinfeksi virus EB dapat dihancurkan
yang disebut BZLF1 yang dapat menghilangkan fungsi (lisis) oleh sel NK dan limfosit T c/s melalui ikatan
protein p53. Inaktivasi dari oncoprotein yang HLA - antigen restricted limfosit T c/s. Adanya EBNA
merupakan produk dari tumor suppressor gene (p53) menimbulkan reaksi tubuh dengan membentuk anti
menyebabkan hilangnya hambatan proliferasi sel yang EBNA.23
berakibat proliferasi yang tak terkendali.14 Salah satu protein produk onkogen virus EB yang
Mekanisme karsinogenesis lainnya yaitu secara in vitro terbukti menyebabkan transformasi sel
melalui insersi sebagian atau seluruh DNA virus EB epitel faring maupun limfosit B menjadi bentuk yang
pada kromosom sel inang (hospes). Penggabungan imortal adalah EBV-nuclear antigen 1 (EBNA-1) dan
DNA ini dalam waktu yang lama menimbulkan mutasi latent membrane protein 1 dan 2 (EBV-LMP 1, 2).
gen p53 sehingga sel bebas mengadakan replikasi Beberapa bukti penelitian menunjukkan bahwa untuk
DNA.14 dapat menimbulkan terjadinya perubahan keganasan
Infeksi virus EB secara tersendiri tidak akan dan replikasi tanpa kontrol pada sel “host” (in vivo),
menimbulkan KNF. Virus EB baru akan menimbulkan virus EB harus mengalami aktivasi terlebih dahulu.
perubahan pada sel inang (hospes) apabila di aktifkan Berdasarkan penelitian pada hewan, beberapa bahan
oleh promotor. Walaupun untaian ganda DNA (double diduga dapat bertindak sebagai mediator yang dapat
stranded DNA) dari virus EB pada penelitian in vitro mengaktifkan virus EB antara lain yaitu nitrosamine,
terbukti dapat menyebabkan proliferasi dan benzopyrene, bensoanthracene dan beberapa
transformasi morfologik dari limfosit B maupun epitel hydrocarbon. Zat-zat ini terutama nitrosamin, banyak
nasofaring, namun mekanisme virus EB dalam dijumpai pada bahan makanan yang di awetkan dengan
cara di asinkan (misalnya ikan asin, sayur asin, soy

117 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
beans salted) maupun dengan pengasapan misalnya invasif. Selain itu, mutasi gen p53 dan perubahan
smoked salmon. Beberapa pengobatan dengan genetik lainnya juga berperan dalam proses
menggunakan bahan dari tumbuh-tumbuhan (herbal) metastasis.17
pada pengobatan tradisional yang berasal dari Cina
(Chinese traditional medicine) diduga mengandung N -
butyric acid yang juga dapat bertindak sebagai ko-faktor
atau promotor terjadinya KNF melalui aktivasi virus
EB. Bahan yang di produksi oleh bakteri yang hidup di
mukosa nasofaring juga berpengaruh terhadap replikasi
dan reaktivasi virus EB.14,23
Keganasan di nasofaring yang dihubungkan
dengan virus EB ini terutama jenis karsinoma anaplastik
atau undifferentiated (WHO tipe 3) dan sebagian jenis
karsinoma sel skuamosa non keratinisasi (WHO tipe 2).
Karena tidak diketemukan DNA virus EB pada jaringan Patogenesis Karsinoma Nasofaring17
tumor, maka jenis karsinoma sel skuamosa (WHO tipe
1) diperkirakan tidak berkaitan dengan infeksi virus EB. Histopatologi
Tidak adanya peningkatan titer antibodi atau Sejak tahun 1991, WHO membagi KNF ke dalam
peningkatan titer antibodi terhadap virus EB yang tiga tipe, yaitu24 :
sangat sedikit, maka KNF jenis WHO tipe 1 diduga 1. Karsinoma sel skuamosa berkeratin (keratinized
disebabkan karena mutasi genetik yang terjadi spontan squamous cell carcinoma). Tipe ini mempunyai
atau karena induksi bahan kimiawi karsinogenik.14 sifat pertumbuhan yang jelas pada permukaan
Meskipun hubungan EBV dengan kejadian mukosa nasofaring. Sel-sel kanker dapat
KNF sangat kuat, namun pada kenyataannya tidak berdiferensiasi baik sampai sedang, dan
semua individu yang terinfeksi EBV akan berkembang menghasilkan relatif cukup banyak bahan keratin
menjadi KNF. Keadaan ini menunjukkan bahwa EBV didalam maupun diluar sel.
secara tersendiri masih belum dapat menginduksi 2. Karsinoma sel skuamosa tanpa keratin
transformasi maligna dari sel mukosa nasofaring (nonkeratinized squamous cell carcinoma). Tipe
normal. Transformasi sel baru terjadi bila EBV ini paling banyak variasinya, sebagian tumor
mengalami aktivasi terlebih dahulu, baru kemudian dengan diferensiasi sedang dan sebagian lainnya
dapat mempengaruhi sel inang (host cell) sehingga dengan sel-sel yang lebih kearah diferensiasi baik.
menjadi maligna dan mengadakan replikasi tanpa Seringkali menyerupai gambaran pada karsinoma
kontrol. Aktivasi EBV terjadi oleh karena faktor sel transisional.
pendukung lain.14 3. Karsinoma tidak berdiferensiasi (undifferentiated
carcinoma). Kelompok disini mempunyai
Patogenesis gambaran patologi yang sangat heterogen.
KNF terjadi akibat perubahan genetik yang Termasuk disini karsinoma anaplastik,
dipengaruhi oleh faktor lingkungan, baik virus maupun limfoepitelioma, clear cell carcinoma dan varian
faktor kimiawi. Keterlibatan faktor kerentanan genetik sel spindel.
dan delesi pada kromosom 3p/9p berperan pada tahap
awal perkembangan kanker. Hal ini menunjukkan
bahwa perubahan genetik dapat dirangsang oleh
karsinogen kimia di lingkungan yang menyebabkan
transformasi epitel normal ke lesi pra-kanker tingkat
rendah, seperti NPIN I dan II. Penemuan berikutnya
menunjukkan bahwa infeksi laten virus EB berperan
dalam progresi lesi pra-kanker tingkat rendah ke tingkat
tinggi yaitu NPIN III. Infeksi laten virus EB juga
berperan penting dalam proses seleksi klonal dan
perkembangan lebih lanjut.17
Ekspresi bcl-2 yang terdapat di dalam sel Karsinoma Sel Skuamosa Berkeratin25
displastik dari lesi pra-kanker tingkat tinggi (NPIN III)
berperan dalam menghambat proses apoptosis.
Kemudian faktor lingkungan, perubahan genetik seperti
aktivasi telomerase, inaktivasi gen p16/p15, delesi
kromosom 11q dan 14q juga berperan dalam tahap awal
perkembangan KNF.17
Peran LOH (Loss of Heterozygosity) pada
kromosom 14q dan overekspresi dari gen c-myc, protein
ras dan p53 berperan dalam progresi karsinoma yang

118 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
petrosfenoid). Biasanya tumor masuk rongga
tengkorak melalui foramen laserum, menimbulkan
kerusakan atau lesi pada grup anterior saraf otak
yaitu N. III, IV, V dan N VI. Paling sering terjadi
Karsinoma Sel Skuamosa Tidak Berkeratin25 gangguan N.VI (keluhan diplopia) yang disusul
N.V (keluhan neuralgi trigeminal dan parestesi
wajah). Peneliti luar negeri melaporkan saraf
kranial yang tersering mengalami gangguan adalah
N. V, kemudian disusul N. VI. Bila semua saraf
grup anterior terkena gangguan maka timbul
kumpulan gejala yang disebut sebagai sindroma
petrosfenoid yaitu neuralgia trigeminal dan
oftalmoplegia unilateral, amaurosis dan nyeri
kepala hebat karena penekanan tumor pada dura
mater. Terkenanya N. III menimbulkan gejala
ptosis dan klinis didapatkan fiksasi bolamata
(oftalmoplegi) kecuali untuk pergerakan ke lateral
Karsinoma tidak berdiferensiasi25 karena kelumpuhan muskulus rektus internus
superior dan inferior serta muskulus palpebrae
Di Amerika Utara, ditemukan pasien KNF inferior dan obliqus. Gangguan N.IV menimbulkan
dengan jenis histopatologi WHO tipe 1 sekitar 25%, kelumpuhan muskulus obliqus inferior bolamata.
WHO tipe 2 12%, dan WHO tipe 3 63%. Sedangkan di Lesi saraf ini jarang merupakan kelainan yang
Cina Selatan ditemukan sekitar 3% WHO tipe 1, 2% berdiri sendiri tetapi lebih sering diikuti
WHO tipe 2, dan 95% WHO tipe 3.24 WHO tipe 3 kelumpuhan N.III. Biasanya penekanan saraf-saraf
pada karsinoma nasofaring merupakan tipe ini terjadi didalam atau pada dinding lateral sinus
histopatologi yang paling sering dan endemik, kavernosus. Gangguan N.VI mengakibatkan
terutama di Asia Tenggara.6 kelumpuhan m. rektus bulbi lateral sehingga timbul
keluhan penglihatan dobel dan mata tampak juling
(strabismus konvergen). Keluhan lain akibat
Diagnosis perluasan ke intra kranial berupa sakit kepala yang
sering kali hebat. Perluasan tumor kearah anterior
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala menuju rongga hidung, sinus paranasal, fosa
klinis, pemeriksaan nasofaring, pemeriksaan radiologi, pterigopalatina dan dapat sampai apeks orbita.
pemeriksaan serologi, dan pemeriksaan patologi.4,14,26 Tumor besar dapat mendesak palatum mole,
menimbulkan gejala obstruksi jalan napas atas dan
a. Gejala Klinis jalan makanan. Perluasan tumor kearah postero-
Gejala yang timbul pada KNF biasanya lateral menuju ke ruang parafaring dan fosa
berhubungan dengan letak tumor, penyebaran, dan pterigopalatina yang kemudian masuk foramen
stadiumnya. Karena nasofaring terletak di daerah jugulare (penjalaran retroparotidian). Disini yang
yang sulit dilihat dari luar, gejala dini sering tidak terkena adalah grup posterior syaraf otak yaitu N.
dikenali sehingga penderita kebanyakan datang VII sampai dengan N. XII, serta nervus simpatikus
dengan keluhan benjolan di leher akibat servikalis yang berjalan menuju fasia orbitalis. Bila
penyebaran tumor ke kelenjar getah bening terjadi kelumpuhan N. IX, X, XI dan XII disebut
regional. Biasanya keluhan pertama yang muncul sebagai sindroma retroparotidean, atau sindroma
adalah keluhan pada telinga atau hidung yang Jackson.17 Manifestasi kelumpuhan saraf tersebut
bersifat unilateral. Keluhan di telinga dapat berupa adalah sebagai berikut17:
gejala oklusi tuba Eustachius sampai otitis media N. IX : kesulitan menelan karena hemiparesis otot
serosa dan perforasi membran timpani. Gejala pada konstriktor superior, dan gangguan pengecapan
hidung dapat berupa sumbatan hidung dengan atau pada sepertiga belakang lidah.
tanpa ingus yang bercampur darah atau berupa N. X : hiper/hipo/anestesi mukosa palatum mole, faring
epistaksis. Gangguan penciuman dan obstruksi dan laring (gejala regurgitasi, bindeng) disertai
biasanya menetap dan bertambah berat akibat gangguan menelan, respirasi dan salivasi.
massa tumor yang menutupi koana. Gejala lanjut N. XI : hemiparesis palatum mole dan sulit mengangkat
yang paling sering dijumpai dan mendorong pasien bahu karena kelumpuhan atau atrofi otot trapesius dan
untuk datang berobat adalah pembesaran kelenjar sternokleidomastoid.
getah bening leher unilateral atau bilateral.17 N. XII : gangguan menelan, hemiparalisis dan atrofi
Gejala lain yang dapat terjadi adalah kelumpuhan lidah unilateral.
saraf intrakranial. Tumor dapat meluas kearah Gejala penekanan saraf-saraf ini dapat disertai
superior menuju ke intra kranial dan menjalar gejala akibat kelumpuhan dari nervus simpatikus
sepanjang fosa kranii media (penjalaran servikalis berupa penyempitan fisura palpebralis,

119 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
enoftalmi dan miosis yang dikenal sebagai sindroma
Horner. Nervus VII dan N.VIII jarang terkena karena
letaknya tinggi dan berada dalam kanal tulang.
Kelainan neurologik pada KNF ini berkisar antara 29-
53%. Tumor di postero-lateral nasofaring dapat
menginfiltrasi otot-otot mengunyah, terutama otot
pterigoid internus yang berakibat trismus. Perluasan
tumor kearah inferior menuju rongga mulut atau regio
retrotonsil yang juga dapat berakibat sumbatan jalan
makan dan napas.14.17 Nasofaringoskopi tumor14
Gejala lain KNF adalah trismus yang
c. Pemeriksaan Radiologi
disebabkan oleh infiltrasi tumor pada muskulus
Pemeriksaan radiologi diperlukan untuk
pterigoideus yang menyebabkan gangguan membuka
mendapatkan informasi adanya tumor,
mulut. Apabila tumor telah menginvasi otot levator velli
perluasan, serta kekambuhan paska terapi.
palatini maka akan mengakibatkan paralisis palatum.
Pemeriksaan radiologi untuk karsinoma
Keadaan ini jarang terjadi, dan biasanya akibat gejala
nasofaring terdiri dari foto polos tengkorak,
sisa radioterapi berupa fibrosis otot tersebut.17
CT scan, dan MRI.17,26,28
Gejala metastasis jauh jarang terjadi, dan yang
1. Foto polos tengkorak dilakukan untuk
paling sering adalah metastasis ke paru-paru, tulang,
mengetahui adanya jaringan lunak di
dan hepar. Metastase ke otak terjadi melalui penjalaran
dinding posterior pada proyeksi lateral,
secara hematogen, sedangkan penyebaran ke hipofisis
melihat struktur tulang dan foramen pada
dapat terjadi akibat perluasan langsung dari tumor
proyeksi basis, serta mengetahui ekspansi
primer. Metastasis KNF ke epidural medula spinalis
tumor ke hidung dan sinus paranasal pada
dapat menyebabkan penekanan medula spinalis, dengan
proyeksi antero-posterior dan Waters.
gejala sisa paraplegia dan inkontinensia.6
2. Tomografi Komputer (CT scan)
mempunyai keuntungan dan nilai diagnosis
b. Pemeriksaan Nasofaring
tinggi yaitu kemampuan membedakan
Pemeriksaan tumor primer di nasofaring dapat
berbagai densitas di nasofaring dan dapat
dilakukan dengan cara rinoskopi posterior (tidak
menilai perluasan tumor, penyebaran ke
langsung) dengan menggunakan kaca laring yang
kelenjar limfa leher, destruksi tulang serta
kecil, dan cara nasofaringoskopi langsung dengan
penyebaran ke intrakranial.
alat endoskop/nasofaringoskop kaku (rigid
nasopharyngoscope). Alat ini terdiri dari berbagai
sudut pencahayaan, biasanya dihubungkan dengan
sumber cahaya dan monitor TV. Penggunaan alat
ini dapat melalui hidung (transnasal), atau mulut
(trans-oral). Alat-alat tersebut dapat digunakan
untuk melihat keadaan massa di nasofaring, berupa
massa yang eksofitik atau berupa penonjolan
submukosa.14
Dengan pemeriksaan rinoskopi posterior sering
ditemukan kesulitan karena yang dilihat hanya
berupa gambaran atau bayangan yang ada di kaca.
Pada kasus yang sulit, diperlukan pemeriksaan T Scan Karsinoma Nasofaring26
dengan teknik nasofaringoskopi, dan jika perlu
digunakan anestesi lokal. Flexible fibrescope atau 3. MRI (Magnetic Resonance Imaging) merupakan
endoskop Hopkins kaku 00 dan 300 cukup baik pemeriksaan tambahan dari CT scan karena dapat
dipakai untuk pemeriksaan nasofaring secara lebih membedakan antara jaringan lunak dan cairan
rinci. Dengan alat ini dapat dideteksi seluruh misalnya retensi cairan akibat invasi ke sinus
permukaan rongga hidung dan nasofaring.6 paranasal.

120 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
imunofluoresensi, IgG anti EBV-EA dapat
dibedakan menjadi 2 tipe yaitu tipe terbatas
MRI sagital menunjukkan tumor (EA-restricted) dan tipe menyebar (EA-
pada atap dan dinding posterior diffuse). Penurunan titer IgG anti EBV-EA (D)
nasofaring3 didapatkan pada semua penderita KNF yang
telah mendapatkan pengobatan dengan radiasi
dan tidak pada penderita dengan kanker kepala
d. Pemeriksaan Serologi dan leher lainnya. Bila titernya meningkat lagi
Pemeriksaan serologi sangat menunjang harus dicurigai adanya kekambuhan atau
diagnosis KNF. Virus Epstein-Barr yang metastasis. Dengan demikian pemeriksaan IgG
diketahui sebagai etiologi KNF mengandung anti EBV-EA lebih berguna untuk menentukan
antigen virus, antara lain EBV- VCA, EA, perjalanan penyakit dan prognosis KNF.14
LMA 1-6 dan EBNA 1-3. Pemeriksaan
serologi dilakukan untuk mendeteksi antibodi
yang terbentuk yaitu IgA anti EBV-VCA, IgA e. Pemeriksaan Patologi (Biopsi)
anti EBV-EA, antibodi terhadap antigen Diagnosis pasti KNF ditegakkan berdasarkan
membran, antibodi terhadap inti virus (Epstein hasil pemeriksaan jaringan tumor di nasofaring
Barr Nuclear Antigen/EBNA), antibodi (ditemukan sel-sel ganas) yang diperoleh dari
terhadap EBV-Dnase dan antibody dependent jaringan hasil biopsi. Apabila penderita yang
cellular cytotoxicity (ADCC). Titer antibodi menunjukkan hasil pemeriksaan serologi yang
spesifik ini dapat ditemukan dengan positif, tetapi hasil biopsi negatif tetap tidak
pemeriksaan imunofluoresensi (IF), enzyme dapat dianggap menderita KNF. Ada beberapa
linked immunosorbent assay (ELISA) dan cara melakukan biopsi, yaitu biopsi buta (blind
radio-immuno assay. Dapat juga biopsy), biopsi buta terpimpin (guided biposy),
menggunakan teknik PCR pada material yang biopsi dengan nasofaringoskopi direkta, dan
diperoleh dari aspirasi biopsi jarum halus pada biopsi dengan fibernasolaringoskop.14
metastase kelenjar getah bening leher. Virus
Epstein Barr biasanya ditemukan pada Stadium Tumor
undifferentiated carcinoma dan
nonkeratinizing squamous cell carcinoma.
Pada pasien KNF dapat dideteksi antibodi IgG Klasifikasi stadium karsinoma nasofaring menurut
yang ditemukan pada awal infeksi virus dan American Joint Comittee on Cancer (AJCC) tahun
antibodi IgA yang ditemukan pada kapsid 200229
antigen virus. Ig A anti VCA adalah antibodi yang
T : Tumor primer
paling spesifik untuk diagnosis dini KNF dan dapat
dipakai sebagai tumor marker. Antibodi ini dianggap Tx : Tumor primer tidak
positif bila titernya > 5. Kadang-kadang titernya dapat ditemukan
meninggi sebelum gejala KNF timbul. Antibodi T0 : Tidak ditemukan
IgA terhadap viral capsid antigen EBV adanya tumor primer
ternyata lebih spesifik dibandingkan dengan Tis : Karsinoma in situ
IgG. Pembentukan IgA anti EBV-VCA terjadi T1 : Tumor terbatas pada
setelah sintesis DNA virus, dengan demikian nasofaring
antibodi ini berkaitan dengan fase lanjut dari T2 : Tumor meluas sampai
infeksi virus EB. Imunoglobulin A anti VCA jaringan lunak pada
ini akan tetap ada seumur hidup, titernya akan
orofaring dan rongga
meningkat sesuai dengan stadium hidung
penyakitnya. Imunoglobulin A anti EBV-VCA T2a : Tumor tanpa
ini dapat merupakan pertanda tumor (tumor perluasan ke daerah
marker) yang spesifik untuk deteksi KNF parafaring
terutama pada stadium dini (nilai diagnostik), T2b : Dengan
memantau hasil pengobatan dan perluasan ke daerah
memperkirakan kekambuhan (nilai parafaring
prognostik).14 T3 : Tumor meluas ke struktur
tulang sekitarnya dan atau
IgG anti EBV-EA terbentuk sebelum sintesis
ke sinus paranasal
DNA virus yaitu pada fase dini siklus replikasi
T4 : Tumor meluas ke daerah
virus. Adanya kenaikan titer IgG anti EBV-EA
intrakranial atau
sudah ditemukan sebelum metastasis secara
terlibatnya saraf kranialis,
klinik terjadi. Titer IgG anti EBV-EA dianggap
fossa infratemporal,
positif bila  1/80. Berdasarkan pemeriksaan

121 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
hipofaring, orbita, atau Penatalaksanaan
ruang mastikator a. Radioterapi
Radioterapi merupakan pengobatan utama pada
N : Pembesaran kelenjar kKNF. Radioterapi juga efektif terhadap terapi
getah bening (KGB) paliatif pada kasus yang sudah metastasis jauh.
regional Radioterapi pada penderita KNF tanpa metastasis
merupakan terapi kuratif utama yang dapat diberikan
Nx : Pembesaran KGB dalam dua tipe yaitu radioterapi eksternal dan
regional tidak dapat brakhiterapi.6
ditentukan
N0 : Tidak ada pembesaran Radioterapi mematikan sel dengan cara merusak
KGB regional DNA dan mengakibatkan destruksi sel tumor.
N1 : Metastasis unilateral Disamping itu radioterapi memiliki kemampuan
KGB dengan ukuran ≤ 6 untuk mempercepat proses apoptosis sel tumor.
cm dalam ukuran Ionisasi yang ditimbulkan oleh radiasi dapat
terbesar, terletak di atas mematikan sel tumor. Radioterapi memiliki
fosa supraklavikular kemampuan mengurangi rasa sakit dengan
N2 : Metastasis bilateral KGB mengecilkan ukuran tumor sehingga mengurangi
dengan ukuran ≤ 6 cm pendesakan di area sekitarnya. Disamping itu juga
dalam ukuran terbesar, berguna sebagai terapi paliatif untuk pasien dengan
terletak di atas fosa perdarahan dari massa tumor.6
supraklavikular
N3 : Metastasis KGB dengan Dosis radiasi yang dibutuhkan untuk eradikasi tumor
ukuran > 6 cm atau tergantung dari besarnya tumor. Untuk KNF yang
terletak pada fosa masih dini (T1 dan T2) diberikan radiasi dengan
supraklavikular dosis sebesar 1,8-20 Gy per fraksi, 5 kali seminggu
N3a : Ukuran KGB > tanpa istirahat selama sekitar 6–7,5 minggu sampai
6 cm mencapai dosis total 60-70 Gy. Sedangkan untuk
N3b : menginvasi KNF dengan ukuran tumor yang lebih besar (T3 dan
KGB fosa T4) diberikan dosis total radiasi pada tumor primer
supraklavikular di nasofaring yang lebih tinggi yaitu 70–75 Gy. Bila
tidak didapatkan metastasis di KGB leher (N0) maka
M : Metastasis jauh diberikan radiasi profilaktik dengan dosis sekitar 40-
50 Gy dalam empat atau empat setengah minggu,
Mx : Adanya metastasis jauh sedangkan bila ada pembesaran KGB di leher
tidak dapat ditentukan (metastasis regional) diberikan radiasi yang
M0 : Tidak ada metastasis jauh dosisnya sama dengan tumor primernya. Bila masih
M1 : Terdapat metastasis jauh didapatkan residu tumor, diberikan radiasi tambahan
(booster) dengan area diperkecil hanya pada
Stadium tumornya saja sebesar 10-15 Gy sehingga mencapai
dosis total sebesar 75-80 Gy. Selain radiasi eksterna,
Stadium 0 : Tis – N0 – M0 radiasi tambahan dapat diberikan dengan cara radiasi
Stadium I : T1 – N0 – M0 interna (brakhitherapi).14,17
Stadium IIA : T2a – N0 – M0 Brakhiterapi adalah pemberian ion radiasi dosis
Stadium IIB : T1 – N1 – M0; tinggi terhadap jaringan dengan volume kecil.
T2a – N1 – M0; T2b – Pemberian brakhiterapi terhadap tumor primer
N0,N1 – M0 KNF dapat dibagi berdasarkan beberapa indikasi.
Stadium III : T1 – N2 – M0; Indikasi tersebut adalah tumor persisten lokal
T2a,T2b – N2 setelah 4 bulan pemberian radioterapi primer
– M0; T3 – sebagai terapi tambahan setelah radioterapi
N0,N1,N2 – eksternal dan untuk tumor persisten regional
M0 dimana brakhiterapi diberikan pada penderita yang
Stadium IVA : T4 – akan menjalani diseksi leher.6
N0,N1,N2 – Brakhiterapi dilakukan dengan menggunakan
M0 endotracheal tube. Pada awalnya brakhiterapi
Stadium IVB : Semua T – N3 hanya diberikan pada tumor primer T1 atau T2
– M0 yang rekuren setalah pemberian radioterapi
Stadium IVC : Semua T – eksternal. Biasanya diberikan pada tumor yang
semua N – M1 hanya melibatkan nasofaring, para-nasofaring, dan
atau fosa posterior nasal. Diberikan dosis 45–50

122 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Gy kemudian diikuti dengan tambahan dosis 20 Untuk menghindari, mengurangi, atau
Gy.6 menghilangkan faktor-faktor risiko tersebut perlu
diadakan penyuluhan kepada masyarakat, baik oleh
pemerintah maupun badan-badan swasta (LSM) yang
b. Kemoterapi bergerak dalam usaha penanggulangan kanker. Usaha
Kemoterapi biasanya digunakan pada kasus KNF yang tak kalah pentingnya yaitu upaya yang untuk
yang rekuren atau yang telah mengalami meningkatkan status sosial ekonomi penduduk
metastasis. Mekanisme kerja kemoterapi adalah terutama penduduk pedesaan.14
sebagai antimetabolit, mengganggu struktur dan Dengan ditemukan bukti-bukti yang kuat bahwa
fungsi DNA serta inhibitor mitosis. Antimetabolit virus EB memegang peranan yang penting dalam
bekerja dengan menghambat biosintesis purin atau patogenesis KNF maka saat ini telah mulai dilakukan
pirimidin, sehingga dapat mengubah struktur DNA berbagai penelitian untuk membuat vaksin terhadap
dan menahan replikasi sel.6, 17 virus EB. Apabila vaksin yang efektif telah
Obat kemoterapi dapat bekerja menghambat ditemukan, maka vaksinasi dapat segera diberikan
pembelahan sel pada semua siklus sel (Cell Cycle terutama pada golongan penduduk dengan risiko
non Specific) baik dalam siklus pertumbuhan sel tinggi terkena KNF.14
maupun dalam keadaan istirahat, yaitu cisplatin, Selain itu, mengingat letak nasofaring tidak
doxorubicin, dan bleomycin. Disamping itu ada mudah diperiksa, gejala dini sering tidak dikenali
juga obat kemoterapi yang hanya bekerja sehingga penderita kebanyakan datang pada stadium
menghambat pembelahan sel pada siklus lanjut, perlu dilakukan skrining KNF untuk deteksi
pertumbuhan tertentu (Cell Cycle phase specific), dini, sehingga dapat dilakukan penanganan lebih awal
yaitu metrotrexate dan 5-fluorouracil (5-FU).6, 17 dan menurunkan tingkat mortalitas.17 Untuk mencapai
Kemoterapi dapat diberikan secara tujuan ini perlu kerjasama dari berbagai sektor terkait
bersamaan dengan radioterapi (kemoradioterapi) seperti Dinas Kesehatan, Pemda, LSM, Institusi
yang dimaksudkan untuk mempertinggi manfaat Pendidikan Dokter/Perawat, IDI dan profesi (Perhati-
radioterapi. Kemoradioterapi dapat mengontrol KL, IAPI). Selain itu dokter atau tenaga kesehatan
tumor secara lokoregional dan meningkatkan pada lini pertama perlu meningkatkan pengetahuan
survival pasien dengan cara mengatasi sel kanker mengenai KNF.14,15
secara sistemik lewat mikrosirkulasi.
Kemoradioterapi juga dapat mengontrol metatasis
jauh dan mengontrol mikrometastasis. Dengan
cara ini diharapkan dapat membunuh sel kanker
yang sensitif terhadap kemoterapi dan mengubah
sel kanker yang radioresisten menjadi lebih
sensitif terhadap radiasi.6,17,30

Deteksi Dini

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya,


KNF disebabkan oleh multifaktor yaitu infeksi virus
EB, pengaruh faktor lingkungan, ras (genetik), dan
sebagainya. Pencegahan KNF harus ditujukan untuk
menghindarkan, mengurangi atau menghilangkan
faktor-faktor tersebut. Salah satu hambatan utama
dalam pencegahan adalah belum diketahuinya dengan
pasti bagaimana, dalam keadaan apa dan sejauh
mana faktor-faktor tersebut berpengaruh dalam
patogenesis KNF.14
Di Indonesia, beberapa faktor yang dapat Algoritma Skrining Karsinoma Nasofaring31
diidentifikasi terutama berhubungan dengan faktor
kebiasaan dan lingkungan terutama pada penduduk
golongan sosial ekonomi rendah. Faktor-faktor
tersebut misalnya makan ikan asin, pemakaian DAFTAR PUSTAKA
kecap, pemakaian kayu bakar, lampu minyak, dan
asap obat nyamuk. Faktor lingkungan yang buruk,
baik di rumah maupun di tempat kerja dengan 1. Wiliyanto O. Insidensi Kanker Kepala Leher
ventilasi yang kurang akan menambah besarnya Berdasarkan Diagnosis Patologi Anatomi di RS.
faktor risiko.14 Dr. Kariadi Semarang Periode 1 Januari 2001 –
31 Desember 2005. 2006.

123 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
14. Dewi YA. Karsinoma Nasofaring. Bandung:
2. Attar E, Dey S, Hablas A, Seifeldin IA, Ramadan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran,
M, Rozek LS, et al. Head and Neck Cancer in a THT-KL; 2010.
Developing Country: A Population-based
Perspective Across 8 Years. European Journal of 15. Fles R, Wildeman MA, Sulistiono B, Haryana
Cancer. 2010;46(8):591-6. SM, Tan IB. Knowledge of General Practitioners
About Nasopharyngeal Cancer at the Puskesmas
3. Evans PHR, Montgomery PQ, Gullane PJ. in Yogyakarta, Indonesia. BMC Medical
Principles and Practice of Head and Neck Education. 2010;10(1):1-6.
Oncology. London and New York: Martin
Dunitz; 2003. 16. Head and Neck Cancer : Question and Answer.
National Cancer Institute; 2005 [cited 2010 02
4. Shah JP. Atlas of Clinical Oncology Cancer of 12]; Available from:
the Head and Neck. Hamilton, London: BC http://www.cancer.gov/cancertopics/factsheet/Sit
Decker Inc; 2001. es-Types/head-and-neck.

5. Karsinoma Nasofaring. 2009 [cited 2010 01 12]; 17. Hasselt CAV, Gibb AG. Nasopharyngeal
Available from: Carcinoma. Hong Kong and London: The
http://medlinux.blogspot.com/2009/02/karsinoma Chinesse University Press, Greenwich Medical
-nasofaring.html. Media LTD.; 1999.

6. Munir D. Karsinoma Nasofaring. Medan: USU 18. Standring S. Gray's Anatomy - The Anatomical
press; 2009. Basis of Clinical Practice. London: Elsevier;
2008.
7. Cao S, Simons M, Qian C. The Prevalence and
Prevention of Nasopharyngeal Carcinoma in 19. Ren ZF, Liua WS, Qina HD, Xua YF, Yua DD,
China. Pubmed. 2011;30(2):114-9. Fenga QS, et al. Effect of Family History of
Cancers and Environmental Factors on Risk of
8. Wei KR, Yu YL, Yang YY, Ji MF, Yu BH, Liang Nasopharyngeal Carcinoma in Guangdong,
Z, et al. Epidemiological Trends of China. ScienceDirect - Cancer Epidemiology.
Nasopharyngeal Carcinoma in China. Asian 2010;34(4):419-24
Pacific Journal of Cancer. 2010;11:29-32.
20. Jia W, Luo X, Feng B, Ruan H, Bei J, Liu W, et
9. Dharishini P. Gambaran Karakteristik Penderita al. Traditional Cantonese Diet and
Karsinoma Nasofaring Di Rumah Sakit Umum Nasopharyngeal Carcinoma Risk: a Large-Scale
Haji Adam Malik Dari Januari Sampai Desember Case-Control Study in Guangdong, China.
2009. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2011. Pubmed. 2010;10:446.

10. Hadi W. Aspek Klinis dan Histopatologis 21. Wee J, Ha T, Loong S, Qian C. Is
Karsinoma Nasofaring di Lab/SMF THT FK Nasopharyngeal Cancer Really a "Cantonese
Unair/RSUD Dr. Soetomo Surabaya, tahun 1997. Cancer"? Pubmed. 2010;29(5):517-26.
Lab/SMF THT FK Unair/RSUD Dr. Soetomo
Surabaya, 1998. Referat 22. Friborg J, Yuan J, Wang R, Koh W, Lee H, Yu
M. A Prospective Study of Tobacco and Alcohol
11. Soetjipto D, Fachrudin D, Syafril A. Use as Risk Factors for Pharyngeal Carcinomas
Nasopharyngeal Carcinoma in in Singapore Chinese. Pubmed.
Ciptomangunkusumo General Hospital. In : 2007;109(6):1183-91.
Tjokronegoro A. et al. Eds. Cancer in Asia
Pacific. Vol 1. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas 23. Thompson MP, Kurzrock R. Epstein-Barr Virus
Kedokteran Universitas Indonesia 1988 : 499-513 and Cancer. American Association for Cancer
Research. 2004 February 1;10:803-21.
12. Data Pasien Onkologi di Bagian/SMF Ilmu
Kesehatan THT-KL RSUP Dr. Hasan Sadikin. 24. Bailey BJ, Johnson JT. Head and Neck Surgery
2005-2009. Bandung. - Otolaryngology. Texas, Pennsylvania:
Lippincott Williams and Wilkins; 2006.
13. Razak ARA, Siu LL, Liu FF, Ito E, O’Sullivan 25. Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical
B, Chan K. Nasopharyngeal Carcinoma: The Pathology. Philadelphia: Mosby; 2004.
Next Challenges. European Journal of Cancer.
2010;46(11):1967-78. 26. Surarso B. Tanda dan Gejala Klinis Karsinoma
Nasofaring. Surabaya: THT-KL Fakultas

124 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Kedokteran Universitas Airlangga RSUD Dr.
Soetomo2009.

27. Hawke M, Bingham B, Stammberger H,


Benjamin B. Diagnostic Handbook of
Otolaryngology: Martin Dunitz.

28. King AD, Bhatia KSS. Magnetic Resonance


Imaging Staging of Nasopharyngeal Carcinoma
in the Head and Neck. World Journal of
Radiology. 2010;2(5):159-65.

29. Lee KJ, editor. Essential Otolaryngology Head


and Neck Surgery. 9 ed. Connecticut: McGraw-
Hill; 2008.

30. Xu T, Hu C, Wang X, Shen C. Role of


Chemoradiotherapy in Intermediate Prognosis
Nasopharyngeal Carcinoma. European Journal of
Cancer. 2011;47(5):408-13.

31. Guidelines on Cancer Prevention, Early Detection


& Screening Nasopharyngeal carcinoma (NPC).
The Hong Kong Anti-Cancer Society. 2008.

125 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
SUMBATAN JALAN NAFAS BAGIAN ATAS

Sumbatan jalan napas bagian atas yang untuk setiap kasus insufisiensi respirasi karena
merupakan salah satu kegawatdaruratan di bidang THT hipoventilasi alveoli, untuk mengeluarkan sekret atau
dapat disebabkan oleh berbagai keadaan antara lain untuk keperluan pemasangan alat bantu pernafasan.
kelainan kongenital, benda asing, infeksi, trauma, Tindakan trakeostomi mempunyai sejarah yang
paralisis plika vokalis, dan tumor. Gejala klinis dari panjang dimaa Mc Clelland percaya terdapat 5 periode
sumbatan jalan nafas ini bervariasi tergantung berat dalam perkembangan dan penerimaan tindakan
ringannya sumbatan yang terjadi gejala klinisnya seperti trakeostomi. Periode I, Asclepiades yang lahir sekitar
dispnea, pernapasan cuping hidung, disagia, stridor tahun 124 SM merupakan orang yang pertama
inspiratoar, suara serak atau parau, retraksi otot melakukan trakeostomi ini. Keberhasilan tindakan ini
pernapasan (suprasternal, supraklavikula, interkostal, dicatat oleh Brasallova pada tahun 1546, pada kasus
epigastrik) dan takikardia disertai kelelahan. Bila gejala Ludwig Angina. Periode II, antara tahun 1546-1833,
menghebat penderita tampak gelisah kehilangan dimana pada masa ini tindakan trakeostomi sangat
orientasi, pucat, sianosis, dan akhirnya menjadi lemah. ditakuti karena tingginya angka kegagalan. Periode III,
Infeksi pada saluran napas atas termasuk dipopulerkan oleh Chevallier Jackson, 1921, yang
infeksi laring akut dan kronis dapat berlanjut menjadi mengemukakan teknik-teknik modern untuk
suatu obstruksi jalan nafas. Infeksi laring ini dapat trakeostomi dan menentang dilakukanya insisi pada
diderita oleh semua tingkatan usia. berdasarkan kondisi kartilago krikoid atau cincin trakea pertama untuk
anatominya, infeksi laring pada anak lebih mengurangi angka komplikasi yang tinggi akibat
menimbulkan masalah dibandingkan orang dewasa. stenosis subglotik latrogenik. Pada masa ini indikasi
Penyebab tersering untuk obstruksi jalan napas trakeostomi adalah sumbatan jalan nafas bagian atas.
karna infeksi pada laringo-trakeo-bronkitis akut. Periode IV, dimulai tahun 1932, saat Wilson dan
Kondisi ini timbul paling banyak pada anak anak. Galloway mengemukaan bahwa koreksi jalan nafas
Obstruksi disebabkan oleh edema mukosa laring, dapat dilakukan pada kasus-kasus seperti poliomielitis,
trakea, dan bronkus, dan juga oleh sekret yang kental. cedera kepala dan dada yang beat, intoksikasi barbiturat
Serak, batuk kering, stridor, dispne, kelelahan dan dan pasca operasi. Periode V, mulai tahun 1960, dimana
demam dapat timbul bila penyakit bertambah berat. indikasi trakeostomi berkenbang untuk mengatasi
Peningkatan frekuensi pernapasan dan retraksi akumulasi sekret dan kegagalan hipoventilasi. Saat ini
suprasternal selama inspirasi merupakan tanda yang trakeostomi lebih dipertimbangkan dibandingkan
harus diwaspadai oleh dokter untuk melakukan intubasi endotrakea untuk pemakaian jangka panjang
trakeostomi. yaitu lebih dari 72 jam hingga 96 jam untuk orang
Tindakan trakeostomi selain itu untuk dewasa dan 6 hari untuk anak-anak.
menyelamatkan nyawa pasien juga untuk memperbaiki
keadaan umum pasien. Dengan tindakan trakeotosmi Indikasi
diharapkan oksigeniasi ke jaringan lebih baik. Sehingga Tindakan trakeostomi terutama dilakukan
pasien menjadi lebih tenang dan dapat melanjutkan dalam usaha mencegah terjadinya asfiksia yang
pengobatan selanjutnya. Diharapkan para dokter disebabkan oleh adanya obstruksi laring dan sering
khususnya dibidang THT dapat melakukan trakeostomi berakhir dengan kematian. Tindakan ini merupakan
dengan terampil dan aman untuk menyelamatkan jiwa pembebasan jalan napas sehingga diharapkan aliran
pasien dan dapat menghindari berbagai komplikasi udara ke paru-paru dapat lancar kembali sehingga
semaksimal mungkin. keadaan asfiksia dapat dicegah. Obstruksi laring
merupakan gangguan tersering dari jalan nafas terutama
Definisi dan Sejarah keadaan yang menyebabkan penyempitan ritma glotis.
Trakeotomi dan trakeostomi merupakan istilah Gejala yang timbul tergantung dari tingkat penyempitna
yang sering digunakan untuk pembukaan dinding ritma glois, kausa dan lokasi obstruksinya.
anterior leher guna mencapai trakea yang bersifat Menurut Jackson gejala obstruksi saluran nafas atas
sementara. Trakeotomi adalah suatu insisi yang dibuat (laring) dapat dibagi menjadi 4 stadium yaitu :
pada trakea, sedangkan trakeostomi merupakan • Stadium I : adanya retraksi pada fosa suprasternal
tindakan membuat stoma yang selanjutnya diikuti yang ringan dan penderita dalam keadaan tenang
dengan pemasangan kanul trakea agar udara dapat • Stadium II : retraksi pada fosa suprasternal lebih
masuk ke paru-paru dengan memintas jalan nafas dalam disertai retraksi epigastrium dan penderita
bagian atas. Trakeostomi permanen merupakan mulai tampak gelisah
tindakan menjahit stoma permanen ke mukosa trakea • Stadium III : retraksi pada fosa suprasternal, supra
setelah laringektomi. Trakeostomi elektif dilakukan dan infra klavikula, interkostal dan penderita lebih
apabila diduga akan dilakukan timbul problem gelisah
pernapasan dalam periode pasca operasi leher, kepala • Stadium IV : seperti stadium III disertai pucat dan
dan thoraks atau pada pasien dengan insufisiensi paru- tampak cemas. Frekuensi pernafasan makin cepat
paru kronik. Trakeostomi terapeutik diindikasikan

126 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
yang kemudian makin melambat dan akhirnya 3. Perlindungan terhadap terjadinya aspirasi
berhenti 4. Memungkinkan penderita menelan tanpa terjadinya
Secara garis besar terdapat tiga kelompok dasar indikasi apneu
untuk melakukan trakeostomi, yaitu: 5. Memudahkan pembersihan trakea
6. Sebagai jalan untuk pemberian obat-obatan dan
Obstruksi saluran nafas bagian atas humidifikasi saluran trakeobronkial
a. Obstruksi oleh tumor di trakea bagian atas, 7. Menurunkan tekanna batuk, yang diperlukan pada
esofagus, laring, faring dan kelenjar tiroid, seperti beberapa kasus neurologi dan post operasi
pada tumor pada stadium lanjut dan edema setelah
radioterapi atau operasi Kontra Indikasi
b. Kelumpuhan (paralisis) pita suara bilateral Tindak ada kontra indikasi mutlak untuk
c. Lesi laring kongenital seperti pada stenosis tindakan trakeostomi. Untuk kasus-kasus tertentu yang
subglotis, laringeal web, hipoplasia atau displasia tidak emegensi misalnya tumor subglotis, tindakan
laring dan anomali trakeosofageal. trakeostomi bisa ditangguhkan. Dalam hal ini
d. Trauma yang menyebabkan fraktur atau luka pada trakeostomi sebaiknya dilakukan pada saat atau dekat
laring dan trakea, inhalasi panas dengan waktu laringektomi. Hal ini untuk menghindari
e. Trauma maksilofasial dengan kerusakan luas kemungkinan tumor mencapai stoma.
tulang dan jaringan lunak seperti pada Le Fort II-
III, fraktur multipel mandibula dan maksila disertai Keuntungan Trakeotomi
perdrahan. a. Membebaskan jalan nafas dari obstruksi yang ada
f. Benda asing pada saluran nafas bagian atas diatas lubang yang dibuat di trakea
g. Penyakit inflamasi pada laring, trakea, faring, dan b. Mengurangi dead space pada cabang
lidah seperti angina Ludwig, epiglotis akut, croup trakeobronkial, sehingga jumlah udara yang tidak
viral dan lain-lain diperlukan pada saat inspirasi dan ekspirasi pada
h. Sleep apneu syndrome (SAS) tiap kali berbafas akan berkurang
c. Usaha untuk mengatasi kesulitan bernafas
1. Insufisiensi ventilasi akibat penumpukan sekret berkurang, sehingga kerja otot pernapasan lebih
a. Batuk yang tidaka dekuat akibat operasi di perut ringan
dan dada d. Cabang bronkial akan lebih mudah diaspirasi
b. Bronkopneumonia e. Cabang bronkial terlindung dari penghisapan dari
c. Muntahan dan aspirasi isi lambung isi faring
d. Luka bakar wajah, leher dan cabang bronkus f. Penderita dapat lebih bebas untuk bernafas
e. Keadaan yang mengakibatkan koma seperti
pada DM, uremia, septikemia, hepatic failure Kerugian Trakeostomi
a. Filtrasi udara tidak sempurna, sehingga
2. Sindrom hipoventilasi aleveoli kemungkina terkena infeksi kuman lebih besar
1. Obstruksi paru-paru kronik (PPOM) yang b. Humidifikasi kurang sempurna
disertai hipoventilasi alveoli seperti pada c. Menimbulkan jaringan-jaringan parur di leher
bronkhitis kronis, emfisema, bronkiektasi dan d. Dapat timbul komplikasi yang tidak diinginkan,
asma seperti perdarahan, emfisema subkutan,
2. Depresi pernafasan sekunder karena keracunan pneumototaks dan sebagainya,
obat dan makanan
3. Tertekannya dinding dada akibat flail chest, patah Jenis-Jenis Trakeostomi
tulang iga dan emfisema akibat pembedahan 1. Menurut letak stoma :
4. Paralisis dinding dada ▪ Trakeostomi letak tinggi
5. Eklamsia Insisi dan pembuatan stoma dilakukan pada
6. Cedera kepala dan dada yang berat cincin trakea 1, di sebelah atas isthmus tiroid
7. Emboli udara dan lemak sebagai patokan. Cara ini mempunyai resiko
8. Koma pasca operasi bedah saraf seperti :
9. Penyakit-penyakit SSP seperti, stroke, ensefalitis, - Kemungkinan mengenai plika vialis lebih
Gullian Barre Syndrome, poliomielitis dan tetanus besar
Pada keadaan-keadana diatas, trakeostomi - Dapat terjadi stenosis laring
dilakukan dengan menilai beat ringanya gangguan - Insisi pada cincin trakea 1 dapat
pernapasan yang terjadi. Selain untuk membebaskan menyebabkan perikondritis trakea
jalan nafas, trakeostomi juga mempunyai beberapa
fungsi seperti: • Trakeostomi letak tengah
1. Menurunkan ‘anatomical dead space’pada saluran Insisi dan pembuatan stoma dilakukan pada
trakeobronkial bagian yang ditutupi isthmus tiroid, pada
2. Menurunkan resistensi aliran udara sehingga bisa cincin trakea III-IV. Merupakan cara yang
meningkatkan efektivitas ventilasi alveolar

127 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
paling banyak dipakai karena relatif paling tindakanyang akan dilakukan dengan segala resikonya
aman sehingga dalam hal ini perlu informed consent seperti
tindakan bedah lainya.
▪ Trakeostomi letak rendah
Insisi dan pembuatan stoma dilakukan pada Anestesi
bagian bawah isthmus tiroid. Jenis ini sangat Biasanya dilakukan anestesi lokal, yaitu dengan
jarang dilakukan karena : infiltrasi novokain (xylocain, lidokain) 2% atau prokain
- Merupakan daerah yang aling banyak 1% dengan atau tanpa epinerfin ke jaringan intra dan
mengandung pembuluh darah besar subkutan pada linea mediana leher setinggi batas
sehingga sangat berbahaya kartilagi tiroidea menelusur ke bawah sampai batas
- Letak trakea daerah ini terlalu dalam bawah isthmus tiroid. Pada anak kecil, anestesi lokal
- Bila kanul lepas, sulit untuk dilakukan kurang memuaskan, sebaiknya dilakukan narkose
reinsersi umum yang ringan atau bila ahli anestesinya telah
- Kemungkinan terjadinya emfisema berpenglaman dapat dilakukan pemasangan endotrakeal
mediastinum lebih besar tube sehingga palpasi trakea lebih mudah.
- Ujung kanul dapat melewati karina,
sehingga dapat menimbulkan laserasi Posisi Penderita
dinding bifurkasio Pasien berbaring terlentang dengan bagian kai lebih
- Jarak antara stoma dan kulit terlalu jauh rendah 30 derajat guna menurunkan tekanan vena
sehingga janul mudah tertarik keluar sentral pada vena-vena leher. Suatu selimut terlipat atau
bantal ditempatkan diantara skapula agar leher cukup
2. Menurut Saat Melakukannya terekstensi sehingga trakea lebih mudah dicapai. Agar
▪ Trakeostomi Emergensi ekstensi kepala dan kelurusan trakea terjaga selama
Merupakan tindakan trakeostomi untuk tindakan, dimana tangan kanan asisten memegang dahi
mengatasi keadaan gawat darurat dengan dan tangan kiri pada oksiput.
waktu yang sangat mendesak, karena bila tidak
segera dilakukan trakeostomi akan Metode Digby
membahayakan jiwa pasien. Dilakukan tanpa Metode ini dilakukan pada trakeostomi elektif dengan
harus dengan persiapan yang lengkap dan tak urutan:
harus di kamar opeasi. ▪ Dilakukan tindakan a dan antiseptik di daerah leher
depan dan sekitarnya
▪ Trakeostomi Elektif ▪ Dilakukan anestesi infiltrasi di daearh operasi
Merupakan tindakan trakeostomi yang ▪ Dilakukan insisi kulit sampai otot plastima secara
terencana, sehingga persiapan dapat dilakukan vertikal (di garis mediana, mulai dari batas atas
dengan lebih sempurna, termasuk persiapan kartilagi krikoid smpai 4-6 cm kebawah) atau
alat dan bila memungkinkan dilakukan di horisontal (2 cm di bawah kartilago krikoid
kamar operasi sepanjang 5 cm)
▪ Fascia dipisahkan dengan hemostat secara tumpul
Teknik Operasi vertikal
A. Persiapan Alat ▪ Fascia disisihkan ke lateral dengan retraktor kecil
▪ Trakea kanul dengan ukuran yang sesuai untuk ▪ Perdrahan diklem atau diligasi
pasien ▪ Dilakukan diseksi secara tjam atau tumpul sampai
▪ Skalpel, klem terlihat Fascia pretrakealis
▪ Bisturi lengkung ▪ Isthmus tiroid bila perlu dipotong atau diligasi
▪ Tenaklumum model Chevalier Jackson ▪ Dilakukan palpasi trakea berulang-ulang selam
▪ Retraktor kecil, dua buah adiseksi atau insisi untuk memastikan arah diseksi
▪ Trousseau dilator ▪ Memastikan trakea, dilakukan aspirasi udara trakea
▪ Klem hemstat, enam buah ▪ Dilakukan anestesi infiltrasi transtrakea untuk
▪ Gunting tajam, untuk diseksi mencegah spasme batuk hebat setelah insisi cincin
▪ Jarum kecil, untuk ligasi dan jahitan kulit trakea
▪ Needle holder ▪ Dengan skalpel yang dipegang seperti memegang
▪ Catgut untuk ligasi pinsil, dilakukan insisi vertikal melalui cincin
▪ Spuit hipodermik, untuk anestesi lokal trakea II dan III, bila perlu IV. Hindari cincin I,
▪ Pita linen, kasa pembalut, plester karena bisa menimbulkan stenosis
▪ Aspirator listrik, kateter karet ▪ Tepi luka cincin trakea III dijepit dengan hemostat
dan digunting melingkar sehingga terbentuk stoma
B. Metode dan Pelaksanaan ▪ Asisten melakukan penghisapan sekret via stoma
Pre Trakeostomi dan menjaga slang oksigen tetap terpasang di
Sebelum melakukan tindakan trakeostomi, operator hidung selama operasi dan memindahkan ke depan
harus menjelaskan kepada penderita tentang stoma bila trakea telah terbuka

128 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
▪ Kanul trakea dipasang, balon dikembangkan (kalau yang akhirnya membentuk krusta. Karena epitel
ada) mukosa tidak bisa melakukan proteksi terhadap kuman
▪ Dipasang gaas steril yang telah dibasahi antiseptik yang masuk, dapat terjadi trakeitis
antara sayap kanul dan kulit Humidifikasi dapat dilakukan dengan nebulizer
▪ Kanul difiksasi dengan pita dililitkan di leher atau alat yang berbentuk kancing yang diletakan di
Insisi horizontal mempunyai keuntungan kosmetik, deoan kanul. Bila sekret yang timbul menjadi keras atau
tetapi mempunyai beberapa kerugian, misalnya : kering sehingga terbentuk krusta dapat diteteskan NaCl
▪ Kulit dapat terlipat akibat terdorong kanul kearah 0,9% steril sampai 2 cc dengan atau tanap Na.
dalam Bikarbonat.
▪ Sering terjadi penumpukan sektret pada lipatan
insisi kulit bagian bawah Penghisapan Sekret
▪ Ujung kanul sering menekan dinding depan trakea Untuk menjaga kebersihan kanul, trakea dan bronkus
sehingga mudah terjadi granulasi, nekrosis, dari sekret yang timbul, maka diperlukan penghisapan
stenosis atau perdarahan dari sekret tersebut. Yang perlu diperhatikan dalam
▪ Lapang pandang operasi lebih sempit dibanding melakukan tindakan ini adalah :
insisi vertikal ▪ Mencuci tangan sebelum melakukan penghisapan
▪ Usahakan memisahkan kateter hidung dan kateter
Metode Chevalier Jackson trakea
Cata ini dilakukan pada trakeostomi emergensi ▪ Lakukan penghisapan dengan hati-hati
sehingga alat-alat yang disiapkan tidak harus lengkap. ▪ Gunakan konektor Y sehingga lebih nyaman bagi
Bila tak ada pisau bisa digunakan pisau biasa dan kanul penderita
pun dapat diganti dengan slang dari karet. Walaupun ▪ Lakukan penghisapan selama 15 detik atau kurang
tindakan trakeostomi ini dapat dilakukan dimana saja, setelah insersi kateter ke trakea bagian distal sambil
jangan lupa untuk melakukan tindakan a dan antiseptik diputar dan ditarik
semaksimal mungkin. Uritan-uturannya adalah sebagai
berikut : Penggantian Kanul
▪ Dilakukan tindakan a dan antiseptik di daerah lehr Pada kanul metal ada kalanya sekret atau krusta sulit
bagian depan dan sekitarnya dibersihkan, maka perlu dipertimbangkan untuk
▪ Ibu jari dan jari tengah tangan kiri menekan m. mengganti kanul dengan yang bersih. Sekarang banyak
Sternokleidomastoideus pada kedua sisinya untuk dipergunakan kanul dari bahan Polyvynil Chlorida dan
melindungi pembuluh darah dan sekaligus karet silikon, karena mempunyai keuntungan seperti :
menfiksir kartilago laring dan trakea ▪ Sedikit menimbulkan reaksi jaringan
▪ Dengan skalpel dibuat insisi di linea madiana, ▪ Sedikit menimbulkan ulserasi bila digunakan
vertikal mulai dari kartilago krikoid sampai isthmus bersama respirator
tiroid dan tampak trakea ▪ Monitoring lebih mudah karena tidak memakai
▪ Dengan telunjuk sebagai penuntun, cincin trakea II- kanul dalam
IV dipotong vertikal ▪ Panjang kanul dapat disesuaikan dengan keperluan
▪ Dibantu tangkai skalpel, celah insisi trakea Walaupun demikian, kanul non logam ini mempunyai
dilebarkan sehingga kanul dapat masuk kerugian yaitu tidak bisa disterilkan dengan “Ethilen
▪ Bila ada perdarahan, dilakukan ligasi Oxyde”, sebab zat yang dihasilkan akibat reaksinya
▪ Dipasang gaas steril antara sayap kanul dengan yaitu ethilen glikon dan ethilen chloride dpat
kulit dan kanul difiksasi dengan pita menyebabkan kerusakan mukosa yang berat. Jadi untuk
mendapatkan perawatan yang adekuat, perlu
C. Perawatan Pasca Trakeostomi diperhatikan hal-hal dibawah ini :
Walaupun tindakan trakeostomi berjalan lancar, hal ▪ Harus ada perawat khusus yang mendampingi
berikutnya yang perlu diperhatikan adalah perawatan pasien. Bila tidak memungkinkan sebaiknya
selanjutnya selama kanul masih terpasang. Perawatan penderita ditempatkan dekat kamar perawat jaga
yang kurang adekuat dapat menyebabkan kematian ▪ Karena tidak bisa berbicara atau suaranya tidak bisa
terutama pada bayi dan anak. keras, penderita dapat diberi alat bantu komunikasi
seperti bel atau alat tulis
Humidifikasi ▪ Bagian dalam kanul harus dibersihkan secara
Humidifikasi atau pengaturan kelembaban udara berkala. Ada penderita yang melakukannya setiap
penting untuk mencegah trakeitis atau krusta. Trakeitis 30 menit sekali, tetapi ada juga yang
atau krusta dapat terjadi karena udara inspirasi masuk membersihkannay bila dirasakan perlu saja. Sangat
kedalam saluran pernafasan tanpa filtrasi yang diharapkan pada pasien dengan trakeostomi jangka
sempurna, sehingga menyebabkan gangguan aktivitas panjang untuk mempunyai kanul cadangan,
dari silia mukosa bronkus serta gangguan irama silia sehingga saat dekanulasi untuk pembersihan, dapat
untuk mengeluarkan sekret/partikel dari saluran langsung diinsersi dengan kanul yang lain. Hal
pernafasan. Akibatnya sekresi mukus berkurang dan tersebut dilakukan untuk mencegah menutupnya
dapat terjadi metaplasia dari epitel skuamosa trakea stoma saat kanul dibersihkan.

129 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
mengalami humidifikasi yang sempurna. Bisa
D. Komplikasi dicegah dengan humidig=fikasi dan nebulizer
Sebagai akibat dari tindakan trakeostomi, dapat sehubungan dengan trakeal collar
terjadi komplikasi yang saat menurut terjadinya dibagi ▪ Fistula trakeo-esofageal, disebabkan diseksi yang
atas : terlalu dalam sehingga terjadi penetrasi pada otot
Komplikasi segera: terjadi dalam waktu 24 jam pertama bagian posterior trakea
setelah trakeostomi, yaitu: ▪ Paralise n. Laringeus rekuren, terjadi karena diseksi
▪ Apneu, terjadi akibat hilangnya stimulasi hipoksia terlalu ke lateral, dapat dicegah dengan diseksi di
dari respirasi. Pada pasien hipoksia berat yang di- median dan menfiksasi trakea di tengah atau
trakeostomi, mulanay pasien masih bernafas memasang endotrakeal tube
dengan benar untuk 1-2 kali, lalu terjadi apneu. Hal ▪ Aspirasi
tersebut terjadi akibat denervasi fisiologis dari ▪ Malposisi kanul, terjadi karena ikatan kanul kurang
kemoreseptor perifer karena peningkatan p CO2 tegang atau karena ukuran kanul kurang panjang,
tiba-tiba dari udara pernafasan sehingga bisa menggeser kanul terutama bila
▪ Perdarahan, terjadi bila hemostasis saat trakeostomi kepala fleksi. Kanul yang terlalu panjag dapat
tidak sempurna serta dipengaruhi naiknya tekanan menyebabkan cedera dinding anterior trakea atau
arteri secara mendadak setelah tindakan operasi dan karia, ulserasi dan obstruksi partial trakea, ruptur a.
peningkata tekanan vena karena batuk. Perdarahan inominata dana telektasis satu sisi paru-paru karena
yang terjadi biasanya tidak berbahaya, cukup kanul masuk ke bronkus sebelahnya. Komplikasi
diatasidg pembalutan gaas steril sekitar kanul. Bila ini sering terjadi dan bisa dicegah dengan
tidak berhasil harus dilakukan ligasi dengan meleps pemilihan ukuran kanul yang sesuai dan evaluasi
kanul rradiologis
▪ Trauma struktur sekitar luka operasi, dapat ▪ Aerophagia, komplikasi ini sering terjadi pada anak
disebabkan oleh diseksi yang terlalu dalam yang dan bayi, serta bisa menyebabkan dispneu menetap
dapat mengenai esofagus, n. Laringeus rekuren atau dan kematian. Diperlukan tindakan dekompresi
kupula pleura. Untuk mengatasi hal tersebut, dapat dengan pemasangan NGT
dipasang endotrakeal tube sebelum trakeostomi, ▪ Obstruksi kanul, biasanya oleh sumbatan sekret
terutama pada anak-anak. atau darah beku karena perawatan yang kurang
▪ Emfisema subkutan, biasanya terjadi sekitar stoma, adekuat. Bila penghisapan sekret tidak
tetapi bisa juga meluas ke daerah muka dan dada menghilangkan gejala obstruksi, maka merupakan
atas.hal ini terjadi karena terlalu rpatnya jahitan indikasi untuk penggantian kanul.
luka insisi sehingga udara yang terperangkap
didalamnya dapat masuk ke jaringan subkutan pada Komplikasi kemudian
saat batuk atau karena terlalu sempitnya lubang ▪ Perdarahan yang terhambat, timbul karena terjadi
pada fascia pretrakeal sekitar kanul. Untuk erosi pembuluh darah seperti a. inomita atau a.
mengatasinya dilakukan “multiple puncture” dan thyroidea superior dan inferior, akibat tekanan
longgarkan semua jahitan untuk mencegah ujung kanul pada trakea yang menyebabkan
komplikasi lebih lanjut seperti nekrosis. Bila hal ini terjadi, lakukan brknkoskopi
pneumomediastinum dan pneumotoraks untuk melihat penyebabnya dan erosi dijahit lewat
▪ Pneumomediastinum, timbul karena peresapan m,edian sternotomi. Untuk pencegahan, lakukan
udara melalui luka atau karena batuk, sehingga insisi yang adekuat, hindarkan melakukan
udara di jaringan servikal turun diantara lapisan- trakeostomi letak rendah, gunakan kanul palstik
lapisan mediastinum. Hal ini dapat dicegah dengan atau silikon. Perhatikan tindakan aseptik saat
membungkus luka yang terbuka. melakukan trakeostomi dan perawatan pasca
Pneumomediastinum dapat menyebabkan trakeostomi yang adekuat
robeknya pleura parietalis, sehingga timbul tension ▪ Stenosis trakea, menimbulkan gejala seperti stridor,
atau simplwe pnemothotax biasanya terlambat yaitu setelah stenosisnya hebat.
▪ Pneumotoraks, walaupun kasusnya jarang, tetapi Sering terjadi pada anak-anak, karena kartilagi
harus tetap diwaspadai khususnya pada anak. Pada krikoid terpotong pada saat melakukan trakeostomi
anak-anak, kupula pleura letaknya lebih tinggi letak tinggi. Hal ini menimbulkan jaringan
sehingga udara bisa merambat ke kavum pleura granulasi dan defek yang besar serta obstruksi
pada trakeostomi letak rendah. Hal ini dapat laring. Disamping penyebab diatas ada faktor
dicegah dengan endotrakeal tube. Terapinya predisposisi seperti ulserasi mukosa, kerusakan dan
dengan memasang “chest tube” secara “water seal absorbsi kartilago yang bisa menimbulkan
drainage” kontraktur sekitar cuff kanul serta pemakaian obat
▪ Cedera kartilago krikoid, terjadi karena trakeostomi steroid yang dpat menyebabkan infeksi. Untuk
letak tinggi, dicegah dengan melakukan mengatasi stenosis dpat dilakukan reseksi daerah
trakeostomi dibawah level isthmus tiroid. stenosis dilanjutkan anastomosis end to end
▪ Trakeitis dan trakeobronkitis, sering terjadi pada ▪ Fistul trakea-esofageal, disamping karena insisi
bayi karena asfiksia udara via kanul tidak yang terlau dalam bisa juga karena insisi ujung

130 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
kanul kearah posterior trakea dan dinding anterior dicabut dan luka operasi ditutup dengan gaas steril
esofagus. Hal ini bisa menyebakan aspirasi isi setelah sebelumnya dilakukan desinfeksi dengan atau
lambung sehingga bisa terjadi pneumonitis. tanpa penjahitan luka.
Penutupan fistel secara spontan sulit diharapkan
sehingga diperlukan tindakan operatif dengan Penyakit dekanulasi
membuat rotation flap dari otot untuk menutup ▪ Kondisi yang memerlukan trakeostomi yang
bagian yang terbuka. menetap
▪ Disphagia, diperkirakan terjadi karena adanya ▪ Dislokasi dinding trakea
hambatan langsung jugulo mandibular refleks pada ▪ Jaringan granulasi sekitar stoma
saat menelan, yang disebabkan oleh fiksasi trakea ▪ Edema mukosa laring
ke kulit dan strap muscle oleh kanul, yang ▪ Perasaan tergantung pada trakeostomi
dikelilingi oleh derah fibrosis, sehingga otot ▪ Tindak mampu menyesuaikan diri dengan bernfas
suprahloid terganggu. biasa
▪ Fistula trakeokutaneus, disebabkan adanya ▪ Stenosis subglotis
epitelialisasi, mengakibatkan gangguan penutupan ▪ Trakeomalasia
dari stoma, sehingga diperlukan tindakanoperasi ▪ Ganguan pertumbuhan laring
plastik
▪ Infeksi, biasanya merupakan infeksi sekunder dari Dekanulasi pada anak-anak memerlukan penanganan
perawatan yang kurang adekuat seperti yang berbeda dengan orang dewasa, yaitu dalam hal:
penghisapan dan humidifikasi ▪ Tempat dekanulasi harus di kamar operasi,
▪ Malposisi kanul, dapat menimbulkan obstruksi dilakukan oleh ahli THT yang didampingi oleh
total sehingga dapat menyebabkan kematian. perawat terlatih dan ahli anestesi
▪ Henti jantung, akibat sekunder dari efek hipoksia ▪ Peralatan reintubasi harus telah disiapkan
dan asidosis. ▪ Observasi pasca dekanulasi dilakukan sampai
▪ Jaringan parut, terjadi pada insisi vertikal dan beberapa jam dan bila perlu dilakuka pemeriksana
trakeostomi lama. Dapat berupa perlengketan kulit kadar gas darah
ke trakea, sehingga mengganggu gerakan trakea. ▪ Evaluasi diagnostik harus dilakukan bila ada
Diperlukan tindakan operatif untuk mengatasinya. kesulitan dekanulasi
▪ Trakeomalasia, biasanya terlokalisir, meliputi
daerah superior dari sayatan trakea. Dapat terjadi F. Perawatan Trakeostomi di Rumah
karena ukuran kanul yang terlalu besar serta Merawat pasien dengan trakeostomi dalam jangka
bersudut tjam, menyebabkan gesekan tekanan pada waktu lama di rumah sakit tidak hanya mahal tapi juga
cincin trakea diatasnya dan dinding posterior. Hal mubazir dan menjauhkan mereka dari lingkungan
ini menyebabkan hilangnya rigiditas trakea. keluarga. Pasien dengan trakeostomi, khususnya anak-
▪ Dekanulasi yang sulit, merupakan komplikasi yang anak seharusnya dirawat di rumah. Para orang tua dan
tersering pada anak-anak, biasanya sekunder dari keluarga yang lainnya dapat diajarkan merawat pasien
faktor psikis dan organis karena pemakaian kanul dengan trakeostomi. Merupakan tanggung jawab dokter
yang terlalu lama. Penyebab sulitnya dekanulasi dan perawat untuk mempersiapkan orang tua atau
karena: keluarga lainya, sehingga mereka menjadi percaya diri
a. Anak terbiasa dengan resistensi jalan nafas yang dalam merawat pasien dengan trakeostomi.
kurang karena trakeostomi menurunkan dead
space Nasehat bagi keluarga pasien dengan trakeostomi
b. Anak cenderung melupakan refleks apneu Reaksi orang tua au keluarga lainnya
selama deglutasi sehingga dapat menyebabkan sehubungan dengan trakeostomi ini bermacam-macam,
aspirasi dijelaskan pada mereka bahwa perasan-peasaan seperti
c. Terjadi kolaps trakea itu adalah wajar. Harus ada komunikasi dua arah mulai
d. Kesalahan prosedur dan perawatan pasca dari perasaan marah, tidak percaya diri, bersalah sampai
trakeostomi yang bisa menerima dan mengerti. Perlu arah antara
e. Pemakaian kanul yang tidak sesuai pasien dengan keluarga lainnya dan kesadaran akan
f. Paralise n. Laringeus rekuren kenyataan yang dihadapi, sehingga mereka menjadi
g. Pemakaian endotrakeal tube yang terlalu lama lebih percaya diri.

E. Dekanulasi Latihan Perawatan di Rumah


Sebelum dilakukan dekanulasi, harus dipastikan Latihan perawatan di rumah telah dapat dimulai
bahwa pasase udara melalui rima glotis berjalan lancar, sebelum tindakan trakeostomi dilakukan, seperti
untuk itu perlu dilakukan laringoskopi. Sebaiknya memberi penjelasan tentang anatomi dan fungsi laring.
dekanulasi dilakukan secepat mungkin dan secara Perlu diberi pengertian tentang :
berthap, yaitu lumen kanul ditutupi dengan gabus kecil ▪ Sebab-sebab mengapa dilakukan tindakan
yang setiap hari diperbesar sampai menutup seluruh trakeostomi
lumen. Bila yakin pasien tidak sesak, maka kanul dapat

131 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
▪ Bahwa trakeostomi dapat mengembalikan sebagian
dari fungsi laring
▪ Udara pernapasan melalui kanul tidak cukup DAFTAR PUSTAKA
hangat, lembab dan tidak tersaring dengan baik.
Supaya orang tua dapat dengan cepat mempelajari 1. Ballanger, J.J. : Diseases of the Nose, Throat, Ear,
perawatan trakeostomi, mereka harus menyediakan Head and Neck. 13th ed. Philadelphia, Lea & Febiger.
banyak waktu sg seluruh program pendidikan bisa 1985. page 424-434, 511-539.
mereka ikuti, mulanya mereka diajak untuk mengamati,
kemudian mengerjakan dibawah pengawasan, sampai 2. Boies : Fundamental of Otolaryngology a textbok of
akhirnya mereka dapat melakukanya sendiri. Para orang Ear, Nose and Throat Deseases. 6th ed. Philadelphia,
tua diberi pengetahuan tentang: W.B. Saunders Company. 1989. page 369-387, 473-
▪ Perawatan stoma dan kulit, karena epitelialisasi 484.
berlangsung dengan cepat, maka stoma dan kulit
harus dijaga tetap kering dan bersih, dengan garam 3. Brown Scott : Orolaryngology. 6th ed. Vol. 1.
fisiologis dan antiseptik ringan, sehingga bebas dari Butterworth, Butterworth & Co Ltd. 1997. page
iritasi dan infeksi. 1/12/1-1/12/18.
▪ Irigasi dan penghisapan, dapat dipermudah dengan
memasukkan 0,5 – 1 cc larutan garam Isotonis 4. Brown Scott : Orolaryngology. 6th ed. Vol. 5.
kedalam kanul trakea. Kateter penghisap Butterworth, Butterworth & Co Ltd. 1997. page5/5/1-
dimasukan sambil diputar dan ditarik kembali, 5/5/18.
tidak boleh lebih dari 20 detik setiap penghisapan.
▪ Mengganti verban trakeostomi, dapat dilakukan 5. Cumming C.W. : Otolaryngology-Head and Neck
setiap hari atau sewaktu-waktu kotor atau basah Surgery. 2nd ed. Vol. 3. St Louis. Mosby Year Book.
dan sebaiknya dilakukan oleh dua orang. Penting 193. page 1854-1862, 2389-2391.
untuk memeriksa ketegangan ikatan kanul, agar
kanul tetap pada psoisisinya ygtepat, yaitu dengan 6. Lee KJ : Essential Otolaryngology Head and Neck
cara pada posisi duduk, kepala anak difleksikan Surgery. 6th ed. Connecticut, Appleton & Lange.
sambil memasukan jari telunjuk diantara tali ikatan 1993. page 757-777, 805-810.
dan leher.
▪ Menganti kanul trakeostomi, pada umumnya cukup 7. Montgomery William : Surgery of the Upper
dilakukan satu kali sminggu, tetapi apabila krusta Respiratory System. 2nd ed. Vol. 2. Philadelphia, Lea
cepat terbentuk sehingga dapat menyebakan & Febiger. 1989. page 365-400.
obstruksi lumen kanul, diperlukan penggantian
yang lebih sering. Pada saat penggantian kanul,
perlu diperhatikan :
a. Harus dilakukan oleh dua orang dewasa
b. Pencahayaan yang cukup
c. Kanul cadangan dan alat penghisap harus sudah
disediakan
d. Stoma dibersihkan terlebih dahulu sebelum
kanul diganti
▪ Fisioterapi dada
▪ Deteksi dan penanganan komplikasi :
a. Infeksi saluran nafas
b. Resusitasi
▪ Membersihkan dan sterlisasi perlengkapan, untuk
alat yang terbuat dari bahan non metal cukup dicuci
dengan air sabun hangat, sementara yang terbuat
dari metal dapat disterilkan dengan “autoclav” atau
direbus.
▪ Masalah lain yang berhubungan dengan
trakeostomi:
a. Disiplin, kesiapan alat penghisap, pasien
jangan ditinggal sendirian
b. Belajar berbicara dan berbahasa
c. Gaas yang menutupi kanul
d. Makan, minum dan bermain, mandi serta
mencuci rambut.

132 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
7.1.2 INFEKSI RUANG LEHER

Kematian karena infeksi ruang leher sering


Infeksi Ruang Leher adalah suatu proses terjadi, biasanya disebabkan oleh septikemia, asfiksia,
infeksi yang terjadi di dalam ruang-ruang yang saling atau akibat perdarahan. Sebelum antibiotika dikenal,
berhubungan yang dibatasi oleh otot dan fasia yang septicemia merupakan penyebab kematian terbanyak,
terdapat didaerah leher. Untuk menegakkan diagnosis akan tetapi dengan adanya antibiotika dapat
dan melakukan tindakan pengobatan pada infeksi ruang menurunkan insidens dan angka kematian akibat infeksi
leher terutama secara pembedahan, maka diperlukan pada ruang leher dalam.2,6 Meskipun demikian pernah
pengetahuan mengenai anatomi ruang leher, komplikasi dilaporkan rata-rata angka kematian masih sampai
yang sering ditimbulkan seperti perdarahan, asfiksia, sebesar 40% pada era antibiotik modern pun.1
disfagia, dan mediastinisis. Infeksi ruang leher meliputi Ada beberapa masalah yang kita hadapi dalam
infeksi pada ruang submandibular, faringeal lateral, penatalaksanaan infeksi ruang leher:6
retrofaringeal, danger space, dan ruang prevertebral.1,2,3 ▪ Anatomi di leher yang bersifat kompleks sehingga
Kuman pada infeksi ruang leher masuk melalui mempersulit penetapan lokasi yang tepat dari lokasi
infeksi di gigi, infeksi tonsil, benda asing, dan melalui infeksi.
faring. Sumber infeksi lain adalah melalui kulit ▪ Lokasi ruang leher berada di dalam leher yang
misalnya akibat furunkel, karbunkel, trauma, tertutup oleh jaringan lunak superfisial yang belum
instrumentasi, aspirasi benda asing, limfadenitis tentu terpengaruh oleh proses infeksi. Hal ini
servikal, kista tiroglosus, tiroiditis, dan laserasi membuat diagnosis cukup sulit untuk ditegakkan
superficial yang terinfeksi. Sumber lain adalah infeksi karena infeksi ruang leher sulit untuk dipalpasi dan
pada kelenjar ludah, sinus paranasalis, esophagus, atau tidak mungkin divisualisasi.
saluran nafas. Sebanyak 20%-50% pasien dengan ▪ Akses menuju ruang leher harus dicapai dengan
infeksi ruang leher tidak teridentifikasi sumbernya.1,4,5 cara insisi. Hal ini dapat memungkinkan risiko
Faktor risiko lain yang berpengaruh adalah terjadinya kerusakan struktur neurovaskuler dan
pada pasien-pasien dengan immunocompromise karena jaringan lunak.
infeksi HIV, kemoterapi atau pada pengguna obat-obat ▪ Ruang leher dikelilingi oleh suatu struktur yang
imunosupresan.6 mungkin terlibat dalam proses infeksi. Sekuele
Ancaman jiwa akibat infeksi pada daerah potensial terjadi, misalnya disfungsi saraf, erosi
kepala dan leher sedikit lebih berkurang sejak vaskuler atau thrombosis dan osteomyelitis.
ditemukannya antibiotika dan angka kematiannya ▪ Ruang leher memiliki hubungan satu sama lain.
relatif rendah. Penggunaan antibiotika secara luas tidak Infeksi pada satu ruang dapat menyebar ke ruang
hanya menurunkan insidensi ancaman jiwa tetapi juga lain, dapat juga menyebar ke ruang di luar daerah
merubah tampilan klinisnya. Tanda-tanda sistemik kepala dan leher seperti ke arah mediastinum atau
seperti demam, menggigil, dan tanda-tanda klasik dari cocigeus.
infeksi akan berkurang pada pasien-pasien yang sudah Frans pada periode Februari–Agustus 2006
diobati dengan antibiotika. melakukan penelitian tentang abses ruang leher dalam
Infeksi ruang leher dalam berbahaya, karena di Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL RS Dr. Hasan
kecenderungan penyebaran bakterinya baik secara Sadikin Bandung dan Rumah Sakit Jejaring
hematogen ataupun langsung melalui fasia dapat mendapatkan hasil lokasi abses leher dalam yang
mengenai mediastinum anterior, ruang terbanyak yaitu ruang peritonsiler dan ruang
pleuropulmonary, ruang retrofaring, ruang prevertebra, submandibuler, kemudian diikuti ruang koli
danger space dan katup jantung. Untuk itu kita harus posterolateral, koli anterior dan m.
mengenali faktor risiko dari infeksi ruang leher dalam Strenokleidomastoideus, parafaring, parotis.9
termasuk abses dentoalveolar, trauma leher, intubasi Sumber infeksi dan gejala klinis berbeda pada
endotrakheal, trauma akibat tertelan benda asing, dan anak–anak dan dewasa. Pada era sebelum antibiotik,
pada penyalahgunaan obat secara intra vena. 2,7,8 sekitar 70% infeksi berasal dari tonsil dan faring dan
Keterlambatan atau kesalahan dalam diagnosis sering menyebabkab terjadinya komplikasi infeksi
dapat menyebabkan konsequensi yang sangat ruang parafaring terutama pada anak-anak karena
menakutkan termasuk mediastinitis bahkan kematian.1 infeksi tonsil dan faring lebih sering pada kelompok
Penatalaksanaan bisa diawali dengan dosis ini.1 Sedangkan pada kelompok umur dewasa sumber
antibiotik intravena, bila jalan nafas berada dalam infeksi lebih banyak berasal dari infeksi odontogenik
keadaan berbahaya diperlukan tindakan trakeostomi. dan sebagian kecil dari infeksi kelenjar ludah, trauma
Bila infeksi tersebut menyebabkan pembentukan abses, penetrasi, trauma saat pembedahan, benda asing dan
maka tindakan bedah perlu dilakukan.2 Tindakan secara penyebaran dari lapisan superficial serta dari sumber
aggressive baik secara medikamentosa maupun infeksi yang tidak diketahui penyebabnya.1
pembedahan bertujuan mencegah komplikasi yang
tidak diinginkan.1

133 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
• Infeksi ruang retrofaringeal
1. Sumber Infeksi dan Gejala Klinis • Infeksi ruang prevertebral
1.1 Infeksi Ruang Retrofaring • Infeksi ruang pharyngomaxillary
Abses retrofaring pada umumnya terbentuk Penyebaran secara limfatik dari hidung dan
akibat supurasi dari nodus rouviere. Sumber infeksi tenggorokan (jarang)
paling sering adalah proses infeksi di daerah hidung, Gejala klinis :
adenoid, nasofaring dan sinus parasinalis yang mengalir • Sama dengan infeksi pada ruang primer
ke kelenjar getah bening retrofaringeal. Karena kelenjar • Sepsis berat (pada keadaan lanjut)
getah bening retrofaring ini mengalami regresi pada usia
4-5 tahun dan pada usia yang lebih besar hanya 1.3 Infeksi Ruang Prevertebra
mempunyai beberapa kelenjar getah bening, sehingga Infeksi pada ruang ini jarang terjadi. Sumber infeksi:
kebanyakan abses retrofaring diderita oleh anak- • Infeksi pada corpus vertebra oleh kuman pyogenic
anak.2,3,6 atau tubercolusa
Infeksi dapat masuk secara langsung akibat • Luka penetrasi (iatrogenic)
dari trauma yang menyebabkan perforasi pada dinding Gejala:
posterior faring atau esofagus, atau secara tidak
• Nyeri pada punggung, bahu dan leher yang
langsung dari ruang parafaring. Lebih dari 60% abses
diperberat oleh gerakan menelan
retrofaring pada anak disebabkan oleh infeksi saluran
• Disfagia atau dispneu
pernapasan akut, sedangkan pada orang dewasa lebih
Penyebarannya:
banyak disebabkan oleh trauma dan benda asing.
Penyebab infeksi yang lain yang sering pada ruang • Langsung dari corpus vertebra atau ruang yang
retrofaring ini adalah hidung, adenoid, nasofaring dan berbatasan
sinus.2,3,6 • Tubercolusis vertebral (cervical Pott’s abses)
Gejala klinik :
• Demam
• Pembengkakan leher dengan disertai nyeri
• Bulging dinding posterior faring unilateral
(sesuai dengan lokasi KGB)
• Odinofagia dan disfagia
• Rigiditas nuchal, adenopati cervical dengan
leher miring pada posisi sehat
• Snoring
• Noisy breathing
• “Hot Potato Voice”
• Sepsis Hubungan antara infeksi preveertebra dan
paravertebra dengan fasial layer4

Inflamasi akut yang terjadi pada ruang


retrofaring, danger space dan ruang prevertebral dapat
mengakibatkan spame otot-otot prevertebral sehingga
menimbulkan kehilangan lordosis cervikalis yang
normal.1

1.4 Infeksi Ruang Vaskular Dalam (Carotid


Sheath)
Sumber:
• Ruang faringomaksilaris (paling sering)
• Ruang submandibular
Abses Retrofaring5 • Ruang visceral
• Trauma atau instrumentasi
Pemeriksaan Penunjang: Penyebaran: invasi lokal dari ruang yang berbatasan
Pada pemeriksaan radiografi Soft Tissue Lateral, Gejala klinis:
kecurigaan akan abses retrofaring bila didapatkan • Pitting edema di atas musculus sternocleidomastoid
penebalan jaringan lebih dari 7mm pada daerah C2 atau • Torticollis
lebih dari 14 mm pada anak-anak dan lebih dari 22 mm
pada orang dewasa pada C6.10
1.5 Infeksi Ruang Faringomaksila/Parafaring
Ruang parafaring berhubungan dengan setiap
1.2 Infeksi Danger Space ruang yang ada pada leher sehingga menempati posisi
Sumber infeksi:
134 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
kunci pada leher. Ruang parafaring ini ke inferior • Bulging di bagian medial pada posterior dinding
berhubungan dengan ruang submandibular melalui lateral faring
celah terbuka antara m. Kontriktor superior, medius dan
m. Mylohyoid.2,3,7 1.7 Infeksi Ruang Submandibular
Ke posterior ruang parafaring ini berhubungan Sumber infeksi:
dengan ruang retrofaring sehingga ada kalanya sulit • Infeksi gigi (>80%)
dibedakan secara klinis diantara keduanya, sedangkan ▪ PM1-M1: sublingual
ke lateral ruang parafaring berhubungan dengan ruang ▪ M1-2-3 : submandibular
mastikator dan parotis.2,3,7 • Infeksi kelenjar saliva
Sumber infeksi: • Infeksi basis lidah
• Paling sering infeksi dari tonsil (60%), gigi molar 3 • Infeksi lidah dan tonsil
bawah (30%), faring, dan adenoid. • Infeksi sinus paranasalis
• Kelenjar parotis lobus sebelah dalam (abses parotis) Penyebarannya: secara langsung dan limfatik
• Infeksi telingan tengah dengan destruksi mastoid tip Prevalensi: biasanya mengenai umur antara 20 dan 50
dapat mengalami ekstensi kedalam ruang ini (abses tahun (karena caries dentis dan pyorrhea)
bezold) dan petrositis Gejala klinis:
• Kelenjar getah bening (drainase dari hidung dan • Disfagi dan odinofagi
faring) • Dasar mulut bengkak dan sakit
• Sesudah tonsilektomi dengan lokal anestesi (melalui • Lidah terdorong ke atas dan ke belakang
jarum suntik) • Trismus
Gejala bervariasi tergantung pada sumber • Dispnea
infeksi dan lokasinya apakah anterior atau posterior • Segitiga submental bengkak
terhadap parafaringeal space. Pada umumnya infeksi di
ruang parafaring memberikan gejala:
• Demam menggigil
• Edema
• Nyeri, dysphagia, trismus
• Odinofagi
• Kaku pada leher
• Pembengkakan dan indurasi sepanjang angulus
mandibula
• Pembengkakan medial dinding lateral pharing
Infeksi pada bagian anterior (prestiloid) :
• Penggeseran dinding lateral faring ke daerah tonsil
(prolaps tonsil dan fossa tonsilaris)
• Trismus
• Pembengkakan daerah parotis
Infeksi bagian anterior ini dapat meluas sepanjang m.
Styloglossus sehingga dapat menimbulkan abses di Angina ludwig11
dasar mulut yang dikenal sebagai abses Brunner.
Infeksi pada bagian (posterior) poststyloid : 1.8 Infeksi Ruang Mastikator
• Pembengkakan pada daerah pilar posterior Sumber infeksi: infeksi gigi molar 2 dan 3
• Trismus yang minimal Gejala klinis:
• Infeksi dapat meluas ke atas sepanjang selubung • Sukar menelan
karotis, dapat menyebabkan infeksi intrakranial atau • Sakit hebat dan bengkak pada ramus mandibula
erosi arteri karotis interna • Trismus iritasi dan spasme otot-otot mastikator
Penyebarannya : • Lidah tidak mungkin ditekan karena pembengkakan
• Hubungan langsung dengan ruang parotis dan edema dasar mulut.
submandibula retrofaringeal, mastikator dan carotid
sheath 1.9 Infeksi Ruang Perintosilar2,7
• Dari peritonsilar abses melalui dinding faring, Sumber infeksi:
limfatik, perivaskuler atau septik trombosis • Peradangan tonsil
• Peritonsilitis akibat infeksi kripta pada fossa supra
1.6.1 Infeksi Ruang Parotis tonsiler yang meluas
Sumber infeksi: parotitis, sialolithiasis, sjorgen’s Etiologi dan patogenesa, bakteri penyebab sama dengan
syndrome bakteri pada tonsilitis lakunaris, yaitu:
Gejala: • Streptococcus ß hemolyticus
• Nyeri, trismus • Stapphylococcus aureus
• Streptococcus pneumonia
135 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Merupakan penyebab terbanyak dari infeksi Penyebarannya: terjadi secara langsung dari
ruang leher (deep neck space). Kemungkinan besar ruang parafaringeal dari prevertebral, faring esofagus,
disebabkan karena infeksi kripta pada bagian superior laring dan tiroid.
yang menembus kapsul tonsil dan meluas ke jaringan Gejala klinis:
ikat diantara kapsul dan dinding posterior fossa • Disfagia
tonsilaris. Peradangan dapat terlokalisir disini atau • Odinofagia
menembus m. Konstriktor superior, atau melalui vena • Serak
sehingga terjadi abses parafaring bahkan dapat meluas • Dyspnea
sampai mediastinum. • Obstruksi jalan nafas
• Emfisema
Pemeriksaan fisik:
• Laringoskopi: pembengkakan dan eritema dinding
hipofaring
• Palpasi leher: krepitasi dari emfisema jaringan
subkutan

2. Mikrobiologi
Pada abses leher ditemukan berbagai macam
organisme. Pada kebanyakan abses biasanya banyak
mengandung bakteri (ditunjukan pada tabel 9.1). pada
satu penelitian, rata-rata ditemukan lebih dari lima
spesies pada tiap kasus. Karena jalan masuk dan
organisme penyebab masing-masing ruang leher
berbeda, maka penemuan ini lebih memperlihatkan
Peritonsiler abses ruang-ruang leher yang terkena daripada menunjukan
kuman-kuman penyebab infeksi ruang leher.1
Gejala klinis: Diantara kuman-kuman aerob, streptococcus,
• Nyeri tenggorokan yang makin hebat dan biasanya terutama streptococcus viridians, streptococcus β-
satu sisi hemolitikus dan stafilokokus merupakan organisme
• Nyeri dan sukar menelan aerob penyebab utama pada korban penyalahgunaan
• Panas badan obat secara intravena (intravenous drug abuser).
• Sekresi ludah berlebihan (drooling) Kuman-kuman penyebab lainnya adalah difteroid,
• Trismus karena peradangan otot mastikator dan m. Neisseria, Klebsiella dan Haemophillus.1
Pterigoid Bakteri-bekteri anaerob sering terlewatkan
• Sukar bicara, karena bica seperti “hot potato voice” dalam penelitian bakteriologis karena sulitnya untuk
• Nafas berbau mengisolasi kuman tersebut. Kebanyakan abses-abses
• Tonsil bergeser ke tengah, keatas dan kebawah yang berasal dari infeksi odontogenik melibatkan
• Uvula bergeser ke sisi kontralateral bakteri-bekteri anaerob yang tersering adalah
Pada pemeriksaan klinis: didapatkan jaringan Bacteroides terutama B. Melaninogenicus dan
unilateral mengalami radang berat tanpa edema dan peptostreptococcus.1 Eikenella corrodens dan B.
hiperemis disertai pembengkakan pilar tonsil dan Fragilis lebih jarang ditemukan. Eikenella corrodens
posterolateral palatum molle, uvula terdorong ke sisi seringkali resisten terhadap klindamisin. Bau busuk
yang sehat. Pada pemeriksaan digital: Menunjukan pada pus biasanya menunjukan adanya keterlibatan
adanya fluktuasi sedangkan tonsil sendiri dapat tertutup bakteri anaerob, tapi tidak adanya bau busuk tidak
oleh edema jaringan sekitarnya. menepis kemungkinan adanya bakteri anaerob tersebut.
Pada kasus anak-anak kurang dari 9 bulan,
1.10 Infeksi Ruang Temporal Staphylococcus aureus merupakan kuman yang
Gejala klinis: dominan (80% dari hasil penelitian Brook) diikuti oleh
• Nyeri di daerah m. Temporalis organisme kedua ß-laktamase meningkat. Hal tersebut
• Trismus penting untuk kita dalam memilih antibiotik untuk
• Deviasi rahang ke sisi yang terkena melawan organisme penyebab.1

1.11 Infeksi Ruang Visceral Anterior


Sumber infeksi, kebanyakan infeksi ruang
pretrakheal disebabkan oleh perforasi dinding anterior
esofagus oleh instrumentasi, benda asing atau trauma
eksterna. Infeksi kadang-kadang menyebar dari kelenjar
tiroid atau ruang leher yang lainnya.
Bacteri isolated from neck abcess (66 patients)1

136 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
AEROBIC NO. OF ANAEROBIC NO.
PATIE OF
NTS PATIE
NTS
Streptococci 50 Bacteroides 23
Alpha not 23 Melaninogenicu 13
group D s
Group D 2 Oralis 3
Beta group A 11 Ruminicola 2
Not A, B or D 7 Bivius 1
Gamma not 3 Fragilis 1
group D Gambaran Abses retrofraning pada Soft Tissue
Microaeriphil 4 Other spesies 3 Leher
ic
Peptostreptococ 15 Modalitas yang lain adalah Ultrasonografi Resolusi
cus tinggi. Dengan
Staphylococc 11 Peptococcus 6 Keuntungan: terhindar dari bahaya radiasi serta
us bentuknya yang portabel.
S. aureus 7 Eubacterium 6 Kerugian: operator dependent, tidak jelas memberikan
S. epidermis 4 Fusobacterium 6 gambaran anatomi
Eikenella 5 Fungsi: untuk follow up dan guidens untuk aspirasi
corrodens Frans (2006) mendapatkan pemeriksaan
Dipthheroids 3 Veillonella 5 aspirasi abses ruang leher dalam dengan panduan
parvula ultrasonografi didapatkan hasil perhitungan sensitivitas
Neisseria 3 Lactobacilus 4 sebesar 81%, spesifisitas 100% dan akurasi 81,8%.9
Klebsiella 2 Pro 3
pneumoniae pionibacterium 3.2 CT Scan dengan Kontras
Haemophillus 1 Unidentified 5 Perbandingan keuntungan dan kerugian
infl. gram positive penggunaan CT Scan dengan kontras
Pseudomonas 1 Unidentified 4 NO. KEUNTUNGAN KERUGIAN
gram negative 1 Cepat, mudah Radiasi ionisasi
2 Membedakan abses Menimbulkan
Sebuah penelitian mikrobiologis oleh Asmar dan selulitis alergi
dari infeksi retrofaring, didapatkan bahwa hampir 90% 3 Secara anatomi Gambran detail
pasien menggambarkan hasil kultur polimikrobial. gambaran lebih detail dari jaringan lunak
Kuman aerob ditemukan pada seluruh kultur, dan 4 Merupakan pilihan
anaerob ditemukan lebih dari 50% pasien.1 utama

3. Pemeriksaan Radiologi
3.1 STL (Soft Tissue Lateral) 3.3 MRI
Foto Soft Tissue leher dapat mengkonfirmasi Perbandingan keuntungan dan kerugian
suatu infeksi retrofaring. Dimensi normal dari ruang penggunaan MRI
retrofaring dan ruang retrotrachea diperkenalkan oleh No. Keuntungan Kerugian
Wholley pada tahun 1958. Dimensi normal dari ruang 1 Nol radiasi Lebih mahal
retrofaring adalah 7 mm yang diukur dari bagian 2 Detail jaringan lunak Waktu pemeriksaan
terdepan dari C2 ke arah jaringan lunak di dinding lebih baik lebih lama
faring posterior. Sedangkan ruang retrotracheal diukur 3 Multiplan Tergantung dari
dari aspek anterior-inferior dari C6 ke arah jaringan
kerjasama dengan
lunak faring posterior tidak boleh melebihi 14 mm pada pasien
anak-anak dan 22 mm pada orang dewasa. Tanda
4 Tidak ada artefak Availabilitas lebih
radiologis lain yang bermanfaat dalam mendiagnosa
rendah
retrofaringeal abses adalah hilangnya lordosis servikal
yang normal dengan straightening vertebra servikal
seperti gambaran udara dalam jaringan lunak. Dalam 4 Penatalaksanaan
penelitian yang dilakukan oleh Nagy dkk dikatakan Infeksi ruang leher dapat mengancam jiwa.
bahwa foto STL 83% lebih sensitif dibanding CT Membebaskan jalan nafas adalah hal yang utama,
scan.12 pemasangan pipa Endotracheal mungkin dapat
dilakukan, tapi hati-hati pada pemasangan pipa
Endotracheal pada pasien yang masih sadar karena

137 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
prosedurnya yang rumit dan dapat membahayakan
pasien. Biasanya dilakukan pada pasien-pasien dengan
spasme laring atau abses yang besar dengan bahaya
ruptur dan aspirasi.2,3,6
Pada kasus tertentu, trakeostomi atau
krikotirotomi dapat dilakukan untuk mengatasi
sumbatan jalan nafas, dimana 24 jam setelah dilakukan
krikotirotomi, dilakukan persiapan untuk tindakan
trakeostomi untuk mencegah komplikasi lebih lanjut
pada daerah laryng. Pada saat jalan nafas telah
diamankan, kultur dan test resistensi dari abses harus
dilakukan. Terapi empirik harus diberikan untuk
eradikasi kuman patogen. Biasanya infeksi dari kuman
patogen polimikrobial (gram positif, gram negatif,
aerobik, anaerobik dan kuman yang memproduksi β- Insisi & drainase abses retrofaring7
laktamase). Untuk itu antbiotik dari golongan
ampicillin-sulbactam atau clindamycin dengan Pada abses retrofaring yang lebih lanjut
golongan ke III sefalosporin seperti contohnya dilakukan drainase dengan external approach. Sebuah
ceftazidin dapat diberikan sambil menunggu hasil insisi dibuat di sepanjang tepi anterior m.
kultur.2,8 Sternocleidomastoideus antara level os hyoid dan
Saat terjadi pembentukan abses, biasanya clavicula. Cara insisi yang lain dan sesuai dengan segi
terapi medikamentosa saja tidak cukup, apabila dengan kosmetika adalah dengan membuat insisi horizontal
terapi medikamentosa yang adequate selama 48 jam setinggi cricoid.1,2,7
tidak ada perubahan, diperlukan tindakan pembedahan
seperti insisi dandrainase abses. Pemberian cairan yang
adequant, monitor output-input, observasi status
sirkulasi dan pulmonologi dari pasien harus terus
dilakukan untuk mencegah komplikasi dari infeksi
ruang leher.2,7
Insisi dan drainase atau pembedahan harus
dilakukan, pada kasus-kasus infeksi ruang leher yang
telah terjadi komplikasi, atau antisipasi komplikasi yang
terjadi.

Teknik insisi dan drainase :


Pada abses retrofaring
Abses yang kecil dan terlokalisir dapat diinsisi Pembedahan pada abses retrofaringeal (external
dengan menggunakan approach perioral untuk approach)7
mencegah terbentuknya scar dan mencegah terjadinya Tarikan pada bagian posterior m.
kontaminasi jaringan leher. Sternocleidomastoideus dan carotid sheath
Jalan nafas dilindungi dari bahaya aspirasi memperlihatkan daerah antara faring dan vertebra,
dengan cara menempatkan pasien pada posisi Rose dengan menjaga N. Hypoglossus dan superior laringeal
dengan leher dalam posisi ekstensi. Kepala direndahkan neurovascular bundle.2,7
sehingga pengeluaran pus tidak akan teraspirasi, dan
dengan menggunakan skapel tajam yang kecil Pada Abses Peritonsiler
dilakukan insisi vertikal yang pendek pada titik dimana Sebaiknya menggunakan anestesi topikal yaitu
pembengkakan paling besar. lidokain 5% intranasal pada ganglion sfenopalatina
Untuk faktor keamanan, pisau sebaiknya ipsilateral, disini dapat mengurangi nyeri sehingga
diarahkan oleh jari telunjuk yang diletakan pada abses. dapat mengurangi trismus.
Jika pus tidak keluar, dimasukan hemostat tertutup yang Pada anak-anak atau penderita tidak
kecil pada luka, kemudian dengan lembut didorong kooperatif, dilakukan narkose umum. Insisi dilakukan
kearah yang lebih dalam dan meluas.2,7 pada daerah fluktuasi, biasanya pada daerah
supratonsiler sehingga pilar anterior terhindar dari
pembentukan jaringan parut. Pada abses peritonsiler
disini atau selulitis peritonsiler tidak akan terjadi
drainase pus, maka dilakukan punksi dulu dengan jarum
no. 12.
Untuk mencegah kekambuhan, tonsilektomi
dilakukan 5 minggu setelah peradangan teratasi.2,3,8

138 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Teknik Mosher yaitu dengan insisi bentuk
huruf T yang cukup lebar. Garis horizontal dari huruf T
sejajar dengan pinggir bawah mandibula dan garis
vertikal dibuat di sepanjang tepi anterior otot
sternocleidomastoideus sehingga kelenjar
submaksilaris terbuka, vena fasialis diikat dan dipotong,
kemudian pinggir bawah kelenjar disisihkan secara
tumpul terus kearah belakang dan keatas sampai
ligamentum Stylomandibula dibawah mandibula, jari
diteruskan ke atas sampai teraba prosesus stiloideus,
kemudian diseksi diteruskan secara tumpul sampai
Daerah untuk melakukan insisi pada abses
batas carnii fossa faringomaksilaris.2
peritonsiler. Insisi dilakukan pada pertengahan
garis yang menghubungkan molar terakhir dan
uvula4

Pada Abses Submandibular


Cara insisi dan drainase pada abses tergantung
lokasi dan penyebaran dari infeksinya yaitu: bila abses
masih terlokalisir maka dapat dilakukan insisi dan
drainase, penyembuhan dapat terjadi sempurna.
Bila abses meluas dan menembus m.
Mylohyoid maka infeksi dapat menjalar ke ruang
submaksilaris sehingga leher akan terkena, kalau
mengenai leher secara bilateral disebut Angina Ludwig,
proses ini biasanya akan berlangsung dengan cepat,
kira-kira 3-10 jam, sehingga perlu pengobatan yang Teknik Mosher5
segera. Ditandai oleh penyebaran selulitis gangrenosa
yang cepat dari daerah kelenjar submaksilaris, berbau
busuk dengan sedikit atau tidak jelas adanya pus dan Perawatan rumah sakit lebih dari 11 hari biasanya lebih
terjadi pembengkakan seperti papan yang nyeri di sering pada dewasa dibandingkan dengan anak-anak.
daerah submandibula dan dasar mulut, gusi serta lidah Bagan 3.1 menjelaskan mengenai algoritme
dan dapat jauh ke bawah sampai kedaerah klavikula. penanganan infeksi ruang leher.
Juga disertai adanya edema laring sehingga timbul efek
sesak nafas, suara serak, lidah sakit bila digerakan dan
imobilisasi rahang oleh karena adanya regangan dan
indurasi dari struktur di arkus mandibula.
Tindakan insisi horizontal dilakukan
submental, yaitu 1 cm diatas tulang hyoid dari sudut
mandibula yang satu ke sudut mandibula yang lain
kemudian fasia leher profunda dan mylohyoid diinsisi
secara vertikal dari simphisis mandibula ke tulang
hyoid. Drain ditempatkan disebelah dalam m.
Mylohyoid yaitu di dalam ruang sublingual.
Bila abses mengenai ruang submandibula yang
unilateral, insisi dilakukan sejajar dengan bagian
inferior mandibula ±2 cm dibawahnya dan dilakukan
dari angulus mandibula ke simphisis.2,6

Pada Abses Parafaring:


Insisi abses pada daerah ini ada 3 cara :
a. Intraoral, bila penonjolan yang timbul kearah
faring yaitu di dinding faring lateral
b. Ekstra oral, dimana insisi dari sebelah luar,
dibawah angulus mandibula dan diseksi secara
tumpul sepanjang batas medial dari m.
Pterigoid internus menuju prosesus styloideus
c. Melalui fossa submaksilaris secara Algoritme Penanganan Infeksi ruang leher 1
“MOSHER”, cara dipergunakan bila lokasi
pus tidak jelas dan terdapat tanda-tanda sepsis.
5. Komplikasi
139 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Komplikasi Infeksi ruang leher dapat terdapat gambaran pelebaran dari mediastinum,
berupai:1,2 pneumothorax dan pneumomediastinum atau edema
Komplikasi Infeksi : pulmoner sampai pada gambaran ARDS (Acute
• Erosi dan Perdarahan arteri Karotis Respiratory Distress Syndrome). Kasus kematian yang
• Trombosis V.Jugular Interna terjadi pada mediastinis dapat disebabkan oleh perforasi
• Trombosis sinus Cavernosus esofagus.2
• Defisit Neurologis: Horner Syndrome, Nervus
Kranisalis IX-XI 6. Prognosis
• Osteomielitis Mandibula Pasien dengan infeksi ruang leher mempunyai
• Osteomielitis Vertebra prognosis yang baik, apabila mendapatkan penanganan
yang cepat dan tepat. Apabila terjadi keterlambatan
• Mediastinitis
pada terapi, akan timbul penyulit, dan angka
• Edema Paru
kesembuhan yang rendah. Apabila murni kasus infeksi
• Perikarditis dan sumbernya telah dieliminir, kemungkinan infeksi
• Aspirasi (Ruptur Spontan) berulang sangatlah kecil.1
• sepsis
Kompliksi bedah:
• Kerusakan struktur neurovaskuler DAFTAR PUSTAKA
• Infeksi luka
• Septikemi 1. Byron J. Bailey, Head & Neck Surgery-
• Pembentukan skar Otilaryngology, 4th editon, Lippincot Williams &
• Aspirasi Wilkins, Philadephia, 2006.
Komplikasi ini biasanya terjadi pada
penanganan yang terlambat, dimana proses infeksinya 2. Ballenger, JJ, Disease of the Nose, Throat, Ear,
telah mempengaruhi ruang disekitarnya. Host faktor Head & Neck, 13th edition, Lea and Febringer,
juga sangat berpengaruh terhadap perjalanan infeksi Philadelphia, 1985, page 306-316.
pada ruang leher, seperti pada penyakit sistemik,
contohnya diabetes. 3. K. J. Lee, Essential Otolaryngology Head & Neck
Komplikasi yang terjadi juga erat kaitannya Surgery, 8th edition, The McGraw-Hill Companies,
dengan struktur anatomi yang berdekatan dari infeksi Inc, USA, 2003, page 422-438.
ruang leher itu sendiri. Organ yang sangat berisiko
apabila terjadi komplikasi karena letaknya yang saling 4. Hollingshead WH. Anatomy for Surgeons, Head
berhubungan adalah arteri karotis, vena jugularis, & Neck, 1982.
trunchus simfatikus, nervus kranial IX-X-XII.
Tromboflebitis pada vena jugularis interna dan 5. Lore & Medina, An Atlas of Head & Neck
septikemia sampai terjadinya septik emboli pada paru Surgery, 4th edition, Elsevier Saunder, Inc,
merupakan komplikasi yang mengancam jiwa. Sindrom Philadelphia, 2005, page 854-855.
Lemierre yang disebabkan oleh bakteri fusobacterium
necrophorum, dimana gejalanya terdapat “spiking 6. Brown, David F, MD & Ritchmeter, William J,
fever” (demam yang tiba-tiba tinggi, tiba-tiba normal), MD, PhD, Infection of the Deep Fasial Spaces of
nyeri pada daerah m. Sternokleidomastoideus, kaku the Head & Neck, 2nd edition, American Academy
uduk, arthritis septic, emboli paru. of Otolaryngology-Head and Neck Surgery
Diagnosis ditegakan berdasarkan pemeriksaan Foundation, Inc, Washington DC, 1987, page 5-47.
CT Scan adanya gambaran cincin yang mengelilingi
daerah radiolusen yang menandakan adanya fokal pus 7. Byrne, Maria N.Md & Lee, Kj, MD FACS, Neck
didalamnya. Terapi yang diberikan meliputi antibiotik, Spaces and Fascial Planes, in Essential
insisi drainase, ligasi dari vena jugularis interna, Otolaryngology Head & Neck Surgery, 6th edition,
antikoagulan. Appleton & Lange, Stamford, Connecticut, 1995,
Penyebaran infeksi juga dapat terjadi dari page 443-460.
sarung karotis yang terinfeksi, contohnya pada
sindroma Homer dan aneurisma myotic pada sistem 8. Joseph, Donal J & Templer, Jerry, Gerald,
arteri karotis, dengan terjadinya pembentukan formasi English M, Tonsilectomy and Adenoidectomy in
pseudoaneurisma sampai ruptur dari dinding pembuluh English Otolaryngology, Vol III, Revised Edition,
darah. Perdarahan hebat dari canal auditorius, yang JB. Lippincot-Co, Philadelphia, 1998, page 1-22.
memerlukan terapi segera melalui pembedahan ataupun
intervensi radiologis. Osteomyelitis pada tulang 9. Frans, R. Ketepatan Aspirasi Abses Ruang Leher
belakang dan os mandibula dapat merupakan sumber Dalam Dengan Atau Tanpa Panduan
terjadinya infeksi pada ruang leher. Ultrasonografi. Tesis. Unpad, 2006.
Komplikasi yang paling ditakuti dari infeksi
ruang leher adalah mediastinis. Pemeriksaan radiologi

140 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
10. Putz, R. Pabst, R. Atlas anatomi manusia, 20th
edition. EGC, 1995 : page: 141.

11. Bull, RT. Color Atlas of ENT Diagnosis. 4th


edition. Thieme, Stutgart. 2003.

12. Lalakea MC, Messner AH. Retropharyngeal


abscess management in children: current practice.
Otolaryngology. Head and Neck Surgery.
1999:121:398-405.

141 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
TRAUMA MAKSILOFASIAL

FRAKTUR HIDUNG sedangkan usia lebih dari 60 tahun pada wanita.


Penelitian yang dilakukan Fernandes pada tahun 2004,
Fraktur tulang hidung merupakan jenis fraktur dari 52 pasien fraktur tulang hidung, 38 orang pria dan
yang sering terjadi pada wajah. Fraktur tulang hidung 14 orang wanita dengan usia 14-52 tahun (rata-rata
menempati urutan ketiga setelah fraktur klavikula dan 24.6). Penelitian yang dilakukan di sebuah klinik
fraktur tulang hidung di Inggris bulan Juli-September
pergelangan tangan. 1 Illum dkk menyatakan bahwa
2001 melaporkan dari 91 pasien yang diteliti, 59 orang
sekitar 39% kasus trauma muka melibatkan hidung. adalah pria dengan usia terbanyak 11-30 tahun dan 32
Fraktur tulang hidung dapat terjadi akibat trauma orang wanita dengan kelompok usia bervariasi.
langsung maupun tidak langsung. Bentuk fraktur Umumnya fraktur tulang hidung terjadi karena
bervariasi tergantung dari arah mana dan kekuatan perkelahian (34%), kecelakaan (28%) dan olahraga
traumanya. (23%). Fernandes melaporkan dari 52 kasus yang
diteliti, sebanyak 22 (42%) kasus karena olahraga, 6
Fraktur tulang hidung sering terjadi kasus (11.5%) karena kecelakaan kerja, 2 kasus (3.8%)
karena terjatuh, dan 6 kasus (11.5%) karena trauma lain.
berhubungan dengan letak hidung yang berada di bagian
Penyebab tersering pada anak-anak adalah terjatuh dan
tengah wajah dan menonjol. Disusun oleh kartilago dan olahraga. Selain itu, sebanyak 30-50% anak-anak
kerangka tulang yang tidak fleksibel menyebabkan korban kekerasan menderita fraktur tulang hidung.
rentannya terjadi fraktur pada hidung. Selain tulang Wild dkk melakukan tindakan reduksi pada 37
yang tipis, hidung disusun juga oleh jaringan ikat yang pasien fraktur tulang hidung dan sebanyak 80 %
tipis dan tidak adanya otot yang kuat sehingga bila menyatakan puas dengan hasilnya. Staffle seperti yang
terjadi deviasi walaupun hanya beberapa millimeter dikutip oleh Reily MJ dkk mengemukakan bahwa
tingkat kepuasan pasien dengan prosedur ini bervariasi
dapat dengan mudah terlihat dengan mata ‘biasa’.
mulai dari 62% sampai 92%, sedangkan kepuasan
Selain fungsi estetika, hidung juga berperan sebagai pembedah lebih rendah (21%-65%).
pintu masuk jalan napas. Adanya gangguan akan
menyebabkan ketidaknyamanan dan gejala yang ANATOMI
berhubungan dengan sumbatan hidung dan bahkan Kerangka tulang hidung terdiri dari tulang dan
terganggunya penciuman. tulang rawan yang saling terikat. Nasion merupakan
daerah pertautan sepasang tulang hidung dengan
Diagnosis yang akurat dan pemilihan operasi prosesus nasalis os frontal. Sepasang tulang hidung ini
yang tepat adalah kunci dalam penatalaksanaan fraktur menunjang setengah bagian atas dari piramid hidung.
tulang hidung. Riwayat yang lengkap dan penilaian Sebelah lateral tulang hidung akan berartikulasi dengan
fisik yang menyeluruh cukup adekuat untuk prossesus frontalis maksila. Pada bagian superior tulang
mendiagnosis fraktur tulang hidung. Penatalaksanaan hidung, kulit dan jaringan lunak sangat tebal dan
fraktur tulang hidung dilakukan pertama kali oleh berartikulasi dengan tulang frontal, sedangkan pada
bangsa Mesir dan Yunani dengan cara reduksi. bagian inferior tulang hidung jaringan lunak dan
Meskipun trauma ini tidak mengancam nyawa, kulitnya lebih tipis dan berartikulasi dengan kartilago
penatalaksanaan yang salah atau kurang tepat dapat lateral atas. hidung, kartilago dan septum .
menyebabkan deformitas baik secara estetika maupun Sehingga sering fraktur hidung terjadi pada setengah
fungsional. bagian bawah dari tulang hidung. Bagian posterior
septum dibentuk oleh tulang vomer dan lamina
KEKERAPAN perpendikularis os etmoid, terletak di bagian tengah
Beberapa penelitian menunjukkan tingginya yang berada di bagian dalam tulang hidung. Akan tetapi
insiden fraktur tulang hidung baik pada anak-anak tulang-tulang tersebut tipis dan hanya sedikit
maupun dewasa. Pada kasus-kasus trauma menunjang setengah bagian atas hidung.
maksilofasial, ditemukan insiden fraktur tulang hidung
pada anak-anak mencapai 45% dan pada sebanyak 39% anatomi hidung, hubungan antara tulang
fraktur tulang hidung terjadi pada 1000 pasien dengan
trauma maksilofasial. Insiden fraktur tulang hidung di
Denmark dilaporkan mencapai 53 per 100.000.
Berdasarkan jenis kelamin dan kelompok
umur, fraktur tulang hidung terjadi 2 kali lebih banyak
pada pria dibandingkan wanita. Pada pria, insiden
fraktur tulang hidung tertinggi di usia 15-20 tahun

142 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Anatomi septum 1, Os frontal; 2, Os nasal; 3,
Lamina perpendicular os etmoid; 4, Vomer; 5,
Krista nasalis os platina; , Krista nasalis os Patofisiologi trauma
maksila; 7, Kartilago kuadrangularis

Trauma yang mengenai tulang hidung maupun


Setengah bagian bawah dari hidung ditunjang tulang rawan hidung dapat menyebabkan deformitas
oleh sepasang kartilago lataral atas, sepasang kartilago dan sumbatan hidung. Tipe dan seberapa parah fraktur
lateral bawah dan kartilago kuadrangularis (Gambar 1 tulang hidung yang terjadi tergantung dari kekuatan,
dan 2). Kartilago lateral atas mempunyai artikulasi arah dan mekanisme terjadinya trauma. Objek penyebab
berupa jaringan ikat dengan tulang hidung di bagian yang kecil dengan kecepatan tinggi dapat menyebabkan
superior yang menyatu dari periosteum dan kerusakan yang sama dengan objek penyebab yang
perikondrium, dengan kartilago kuadrangularis di besar dengan kecepatan lebih rendah. Trauma hidung
bagian medial dan dengan kartilago lateral bawah di dari arah lateral merupakan trauma yang paling sering
bagian inferior. Kerangka tulang rawan ini membentuk terjadi dan dapat mengakibatkan fraktur pada satu atau
huruf “T” yang menyatu di garis tengah septum. kedua tulang hidung yang sering disertai dengan
Kerangka tulang rawan yang berbentuk huruf “T” dislokasi pada septum hidung (Gambar 3, A dan B).
tersebut sangat penting untuk menunjang area katup, Dislokasi septum dapat menyebabkan dorsum nasi
dan memberi kekuatan yang cukup untuk menahan berbentuk S, puncak hidung tidak simetris dan
tekanan dari daerah tulang di sekitarnya. Kartilago sumbatan hidung. Trauma dari arah frontal pada hidung
lateral bawah terdiri dari krus medial dan lateral yang dapat mengakibatkan kedua tulang hidung tertekan
hampir menyerupai kerangka tulang rawan yang (depresi), dorsum nasi menjadi lebar dan sumbatan
berbentuk huruf “T” tadi (Gambar 1). Disini terdapat hidung yang berat (Gambar 3, C). Trauma yang lebih
perlekatan berupa jaringan ikat, yaitu dengan kertilago berat dapat mengakibatkan seluruh piramid hidung
lateral atas di bagian superior dan dengan kartilago patah berkeping-keping, biasanya disebabkan oleh
septum di bagian medial. Kartilago lateral bawah ini trauma hidung yang datang dari arah frontal (Gambar 3,
cukup tebal dan memberi bentuk pada lubang hidung D). Selain itu arah trauma yang jarang terjadi adalah ke
dan puncak hidung, sedangkan kartilago kuadrangularis arah superior (dari bawah). Trauma dari arah ini akan
berfungsi sebagai tiang penunjang daerah dorsum nasi menyebabkan fraktur septum yang parah dan dislokasi
dan juga puncak hidung. kartilago kuadringularis. Apabila trauma yang terjadi
tidak didiagnosis dan dikoreksi dengan tepat maka
pasien dengan keadaan tersebut akan mengalami
gangguan estetika dan fungsional.
PATOFISIOLOGI

Trauma yang terjadi pada hidung bervariasi,


dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain usia, KLASIFIKASI
besarnya kekuatan trauma, arah trauma dan objek
penyebab trauma. Berdasarkan waktu, fraktur hidung dibagi
menjadi fraktur hidung baru dan lama. Pembagian
menurut waktu ini berdasarkan atas pembentukan kalus

143 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
(callus). Bila kalus belum terbentuk sempurna maka deformitas pada hidung menunjukan bahwa telah terjadi
fraktur digolongkan dalam fraktur baru, sedangkan bila fraktur pada tulang hidung. Akan tetapi kadang-kadang
kalus sudah mengeras digolongkan dalam fraktur lama epiktaksis mungkin merupakan satu-satunya gejala
(biasanya pada akhir minggu kedua setelah trauma). klinis yang ditemukan tanpa disertai adanya deformitas
yang jelas pada hidung.
Fraktur tulang hidung berdasarkan keutuhan
kulit atau mukosa pada saat terjadinya trauma dibagi
menjadi; fraktur tulang hidung tertutup, fraktur tulang
hidung terbuka atau kombinasi keduanya. Pemeriksaan Fisik

Berdasarkan struktur tulang yang terlibat, Pemeriksaan fisik merupakan kunci dalam
maka fraktur pada tulang hidung dapat diklasifikasikan mendiagnosis fraktur pada tulang hidung dan akan lebih
menjadi 5 tipe, yaitu: (1) tipe I : setengah bagian bawah tepat apabila dilakukan segera setelah terjadinya trauma
tulang hidung: (2) tipe II : seluruh tulang hidung dan sebelum terdapatnya edema. Pemeriksaan lokal
terpisah dari sutura noso frontal; (3) tipe III : tulang yang meliputi hidung luar dan rongga hidung harus
hidung dan prosesus frontal maksila ; (4) tipe IV : tulang dilakukan. Inspeksi dan palpasi pada hidung harus
hidung, prosesus frontal maksila, spina tulang frontal dilakukan, baik eksternal maupun internal untuk
dan tulang etmoid; (5) tipe S/modifikasi : termasuk mengetahui adanya deformitas, deviasi ataupun bentuk
fraktur pada septum. Klasifikasi tersebut di atas sangat yang abnormal.
sederhana, berdasarkan anatomi dan dengan demikian
Pemeriksaan pada hidung bagian luar harus
dapat langsung ditentukan jenis operasi yang akan
dinilai dari semua sudut. Pada pemeriksaan dinilai
dilakukan.
adanya perubahan bentuk hidung tampak tidak simetris
Berdasarkan susunan tulang yang mengalami akibat pergeseran struktur tulang hidung ataupun
fraktur, maka fraktur pada tulang hidung dapat kerusakan pada kartilago, ukuran, pembengkakan,
diklasifikasikan menjadi 4 tipe, yaitu: (1) tipe I : fraktur laserasi pada kulit, ekimosis dan hematoma.
tulang hidung uniteral sederhana; (2) tipe II : fraktur
Pemeriksaan hidung bagian dalam dilakukan
tulang hidung bilateral sederhana; (3) tipe III : fraktur
dengan rinoskopi anterior. Bila terdapat bekuan darah
tulang hidung berkeping baik unilateral, bilateral atau
maka harus dibersihkan terlebih dahulu dan bila perlu
frontal; (4) tipe IV : fraktur tulang hidung yang
menggunakan nasal dekongestan dan anestesi topikal.
melibatkan septum, yang dapat dibagi lagi menjadi tipe
Pada pemeriksaan dinilai aliran udara hidung, adanya
IV a : terdapat hematoma septum; tipe IV b : terdapat
pembengkakan mukosa hidung, ada tidaknya robekan
robekan pada mukosa.
pada mukosa septum, epistaksis, deformitas dan
hematoma septum.

DIAGNOSIS Palpasi pada struktur hidung luar harus


dilakukan untuk menilai stabilitasnya. Pada kebanyakan
Anamnesis kasus adanya depresi atau pergeseran pada tulang
hidung merupakan tanda terdapatnya fraktur pada
Diagnosis yang tepat pada fraktur tulang hidung. Kartilago pada hidung dan septum harus
hidung ditegakkan berdasarkan riwayat trauma dan diperiksa untuk kemungkinan terdapatnya dislokasi.
pemerikasaan fisik secara menyeluruh. Riwayat trauma Puncak hidung harus didorong ke arah oksiput untuk
yang meliputi : (1) kekuatan, arah dan mekanisme memeriksa keutuhan kartilago penunjang septum.
terjadinya trauma; (2) adanya epistaksis atau kebocoran Adanya krepitasi dan nyeri tekan juga merupakan salah
cairan serebrospinalis; (3) riwayat trauma atau operasi satu tanda terdapatnya fraktur pada tulang hidung.
sebelum terjadi fraktur hidung; (4) adanya sumbatan
atau deformitas pada hidung setelah trauma.
Memahami mekanisme terjadinya trauma akan Pemeriksaan Radiologi
sangat membantu dalam menentukan perluasan dari
trauma. Hal tersebut berguna untuk mengetahui Kegunaan pemeriksaan radiologi berupa foto
penyebab trauma, arah datangnya trauma serta besarnya polos os nasal untuk mendiagnosis fraktur pada hidung
kekuatan trauma yang diterima oleh hidung. Setiap sampai saat ini masih diperdebatkan. Beberapa penulis
benturan keras yang mengenai hidung harus dicurigai menyatakan perlunya dokumentasi berupa foto polos os
terdapatnya fraktur pada tulang hidung. Adanya nasal untuk kepentingan medikolegal pada kasus-kasus

144 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
fraktur tulang hidung. Akan tetapi penelitian-penelitian pertama. Diharapkan dalam waktu tersebut edema serta
sebelumnya menunjukan pemeriksaan radiologi (foto hematoma akan hilang dan deformitas akan lebih jelas
polos os nasal) memiliki sensitivitas dan spesifisitas terlihat. Setelah itu reposisi dilakukan secara tertutup.
yang buruk dalam mendignosis fraktur tulang hidung. Akan tetapi apabila pada pemeriksaan fisik ditemukan
Mereka juga menyimpulkan pemeriksaan radiologi adanya hematoma pada septum maka aspirasi atau insisi
tidak bermanfaat dan tidak berpengaruh dalam dan drainase harus segera dilakukan agar tidak terjadi
penatalaksanaan fraktur tulang hidung. Pemeriksaan nekrosis pada kartilago septum. Reduksi dibutuhkan
radiologi dengan tomografi komputer dinilai lebih hanya untuk fraktur tulang hidung yang mnyebabkan
bermanfaat. Penelitian terbaru menemukan deformitas dan sumbatan hidung.
ultrasonografi dapat menjadi pemeriksaan radiologi
Pada fraktur lama yang lebih dari 2 minggu
alternatif untuk mengevaluasi fraktur pada tulang
dan sudah terbentuk kalus, reposisi secara tertutup tidak
hidung.
akan memberi hasil ynag memuaskan. Dengan
demikian perlu dilakukan tindakan reposisi secara
terbuka.
Dokumentasi
Pada kasus fraktur hidung terbuka dilakukan
Foto dokumentasi sebelum dan sesudah eksplorasi segera ditempat luka dan bila terdapat avulsi,
tindakan sangat diperlukan. Foto standar yang jaringan itu dijahitkan kembali kemudian fragmen
digunakan dalam menganalisa wajah adalah: tampak tulang direposisi.
frontal, kedua sisi lateral, kedua sisi oblik dan tampak
basal. Hal ini diperlukan selain untuk kepentingan
medikolegal juga untuk perbadingan sebelum dan PENATALAKSANAAN REDUKSI TERTUTUP
sesudah dilakukan tindakan serta merekam adanya
kemungkinan pasien telah mengalami deformitas pada Tujuan utama penatalaksanaan fraktur tulang
hidung sebelum terjadi trauma. hidung adalah untuk mengembalikan fungsi dan bentuk
hidung seperti sebelum terjadinya trauma.
Di antara fraktur tulang hidung yang sering
KOMPLIKASI dijumpai adalah fraktur tulang hidung uniteral yang
disertai dengan pergeseran piramid hidung kesisi
Komplikasi pada fraktur hidung terjadi segera
lainnya dan fraktur hidung yang disertai dislokasi atau
ataupun lambat. Yang termasuk komplikasi segera
deviasi septum nasi. Kebanyakan fraktur tulang hidung
adalah: edema, ekimosis, hematoma septum, epistaksis,
dapat ditangani secara adekuat dengan menggunakan
infeksi, adanya kebocoran cairan serebrospinalis dan
teknik reduksi tertutup. Teknik reduksi tertutup ini
juga pernah dilaporkan trigeminovagal reflek.
biasanya memberikan hasil yang memuaskan pada
Sedangkan yang termasuk komplikasi lambat antara
kebanyakan kasus fraktur tulang hidung, karena teknik
lain: obstruksi hidung, jaringan parut, deformitas
ini mudah dilakukan, memiliki angka kesakitan yang
sekunder, sinekia, hidung pelana dan perforasi septum.
rendah dan waktu penyembuhan cepat. Oleh karena itu
seorang dokter THT harus mengusai teknik reduksi
tertutup ini dengan baik karena trauma pada hidung
PENATALAKSANAAN akan sering ditemukan pada praktek sehari-hari, yaitu
berupa fraktur pada tulang hidung yang sederhana
Dalam penatalaksanaan fraktur tulang hidung
(simple fracture).
harus dipertimbangakn tiga aspek untuk mendapatkan
hasil yang baik, yaitu : waktu, jenis anestesi dan tehnik Teknik reduksi tertutup ini idealnya dilakukan
operasi. pada fraktur hidung baru yang sebelumnya terjadinya
trauma tidak terdapat deformitas, tidak ada keluhan
Pada prinsipnya apabila terjadi fraktur hidung
hidung tersumbat dan pada pasien-pasien yang
baru sederhana dan tertutup maka reposisi dilakukan
mengalami fraktur depresi tulang ipsilateral.
segera bila keadaan umum memungkinkan. Tetapi bila
terdapat edema atau hematoma yang luas maka akan
sulit untuk menegakkan diagnosis adanya fraktur dan Indikasi
sulit pula menentukan posisi fragmen fraktur, maka
sebaiknya reposisi ditunda sampai akhir minggu

145 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Indikasi melakukan teknik reduksi tertutup, (infiltrasi lokal) dengan lidocain 2% yang mengandung
pada prisipnya dilakukan pada pasien-pasien yang epinefrin konsentrasi 1:100.000 dilakukan disepanjang
mengalami fraktur hidung baru, yaitu : (1) fraktur tulang dorsum nasi, lateral sampai piramid hidung dan bagian
hidung uniteral atau bilateral; (2) fraktur tulang hidung bawah dari septum nasi anterior untuk memblok n.
dan septum (nasal-septal complex) yang disertai deviasi infratrokhlearis, n. infraorbitalls, n. alveolaris superior
piramid hidung (nasal framework) kurang dari setengah dan ganglion sfenopalatina. Kadang-kadang diperlukan
lebar nasal bridge. penambahan penyemprotan lidokain spray beberapa
kali untuk memperoleh efek vasokonstriksi yang baik.
Pemeriksa sebaiknya menunggu selama 10 sampai 20
Waktu menit agar obat anestesi yang telah diberikan bekerja
Sampai saat ini masih terdapat kontroversi efektif. Premedikasi dengan diazepam 5 sampai 10 mg
waktu yang paling tepat dilakukannya terapi pada dapat diberikan 30 menit sebelum tindakan reduksi
fraktur tulang hidung. Penelitian fraktur tulang hidung tertutup dimulai. Keuntungan dengan analgesia lokal
dilakukan segera setelah terjadinya trauma, sebelum ialah biayanya murah, risikonya lebih kecil dan waktu
terdapat edema, karena edema yang terjadi pada lebih fleksibel.
jaringan lunak biasanya akan menutupi fraktur tulang Akan tetapi pada anak-anak, orang dewasa
hidung yang ringan sampai sedang, sehingga tindakan muda atau pasien yang tidak begitu kooperatif, tindakan
reduksi tertutup sulit untuk dilakukan secepatnya. reduksi tertutup sebaiknya dilakukan dengan anestesi
Dengan demikian, pasien-pasien tersebut harus umum.
dilakukan evaluasi kembali dalam 3 sampai 4 hari lagi.
Apabila terdapat edema, maka pasien-pasien tersebut
akan dilakukan pemeriksaan kembali pada 3 sampai 4
hari yang akan datang, dan tindakan reduksi tertutup
sebaiknya dilakukan antara 3 dan 10 hari sesudah
trauma. Akan tetapi waktu terbaik untuk melakukan FRAKTUR MAKSILA
tindakan reduksi tertutup agar didapatkan hasil yang
memuaskan adalah 3 jam pertama setelah terjadinya
trauma. Staffel menekankan pentingnya menangani
Definisi fraktur maksila : Fraktur yang berhubungan
fraktur tulang hidung dalam 2 minggu setelah terjadinya
dengan sistem pilar vertikal dari sepertiga tengah wajah.
trauma, karena pada fraktur yang terjadi lebih dari 2
minggu dan sudah terbentuk kalus, sangat tidak
mungkin untuk melakukan teknik tersebut di atas,
sehingga memerlukan teknik reduksi terbuka. Apabila Klasifikasi :
terjadi deviasi septum bersamaan dengan deviasi
hidung, suatu tindakan untuk meluruskan septum dapat Le Fort I ( Prosesus alveolaris ) : Fraktur maksila rendah
dilakukan bersamaan dengan reduksi atau rinoplasti dan yang memisahkan maksila setinggi dasar hidung
tindakan ini dikenal sebagai septorinoplasti.
Le Fort II ( Fraktur Piramidal ) : Fraktur pada palatum
dan sepertiga tengah wajah yang berakibat terpisahnya
bagian sepertiga tengah wajah dari dasar kranium.
Anestesi
Reduksi tertutup pada fraktur tulang hidung Le fort III (Craniofacial disjunction) : Fraktur yang
dapat dilakukan dengan analgesia lokal atau anantesia mengakibatkan pemisahan lengkap kompleks
umum. zygomaticomaxillaris dari dasar kranium.

Anestesi lokal dapat dilakukan dengan


pemasangan tampon lidokain 1-2% atau kokain 4%
yang dicampur dengan epinefrin 1 : 100.000. tampon Kriteria diagnosis:
kapas ini ditempatkan pada meatus superior persis
dibawah tulang hidung, di antar konka media dan A. Anamnesis :
- Pembengkakan infra orbital
septum dan bagian distal dari kapas tipis tersebut
- Hipestesi cabang N.V2
terletak dekat foramen sfenopalatina, antara konka - Maloklusi (Le Fort I – II)
inferior dan septum nasi. Tambahan suntikan anestesi - Epistaksis (Le Fort II – III)

146 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
- LCS leak (Le Fort III) lab darah : Hb, Lekosit, Trombosit, BT, CT,
- mekanisme trauma : tentang kekuatan, lokasi bila perlu PT dan aPTT, SGOT,SGPT, Ureum,
dan arah benturan yang terjadi Kreatinin, Na, Kalium.
- cedera di bagian tubuh yang lain
- riwayat perubahan status mental dan penuruna Radiologik : foto Thoraks
kesadaran
- adanya defisiensi fungsional lainnya, misalnya Lain-lain : EKG bila perlu
berhubungan dengan jalan nafas, penglihatan,
syaraf otak ataupun pendengaran

Penatalaksanaan/terapi
B. Pemeriksaan Fisik :
- secara inspeksi wajah tampak tidak simetris atau - Perbaikan keadaan umum
tidak proporsional
- Medikamentosa kausal
- Inspeksi : kelainan lokal,luka, asimetri wajah,
adakah gangguan fungsi mata, gangguan - transfusi darah (bila perlu)
oklusi, trismus, paresis fascialis dan
sebagainya. - Operatif : Repair (atau Reduksi) fraktur maksila

- edema jaringan lunak dan ekimosis Dapat berupa :

- palpasi : daerah supraorbital, lateral orbital rim, • LeFort I :


zygoma, infra orbital, hidung, mandibula, Fiksasi interdental dan intermaksilar selama 4 – 6
sendi temporomandibular, palpasi bimanual minggu
(ekstra – intra oral).
• LeFort II :
- LeFort I Seperti LeFort I disertai fiksasi dari sutura
- Terdapat mobilitas atau pergeseran arkus zigomatikum atau rim orbita
dentalis, maksila dan palatum
- Maloklusi gigi • LeFort III :
Reduksi terbuka dengan fiksasi interdental dan
- LeFort II intermaksilar, suspensi dari sutura
- Palatum bergeser ke belakang zigometikum dan pemasangan kawat dari rim
- Maloklusi gigi orbita.

- LeFort III Dapat digunakan mini/microplate untuk mobilisasi


segmen fraktur sebagai pengganti kawat.
- Terdapat mobilitas dan pergeseran kompleks
zigomatikomaksilaris Bila dengan teknik diatas tidak didapatkan fiksasi
yang adekuat, digunakan alat fiksasi eksterna untuk
- komplikasi intrakranial misalnya : kebocoran membuat traksi lateral atau anterior.
cairan serebrospinal melalui sel atap
ethmoid dan lamina cribiformis. Pemasangan splint bila terdapat displacement gigi,
traktur alveolar atau maloklusi
Diagnosis banding : - Fraktur multiple wajah
Penyulit :
Pemeriksaan Penunjang
• Perdarahan
• Pemeriksaan radiologi baik berupa foto polos • Anemia
maupun CT Scan • Obstruksi jalan nafas
• Foto polos : posisi Waters, foto kepala lateral • Cedera saraf
maupun servikal lateral. • Kebocoran CSF
• CT Scan baik potongan axial maupun coronal. • Infeksi
• pemeriksaan untuk persiapan operasi : • Syok

147 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
148 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS

Anda mungkin juga menyukai