ABSES RETROFARING
Oleh:
Deswan Capri Nugraha, S.Ked
Retno Anjar Sari, S.Ked
Pembimbing:
dr. Puspa Zuleika, Sp.THT-KL, M.Kes
Case
Disusunoleh :
Telah diterima sebagai salah satun syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian
Ilmu Kesehatan THT-KLFakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP dr.
Mohammad Hoesin Palembang periode 30 Januari 2017- 6 Maret 2017.
Pembimbing
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul Abses Retrofaring untuk memenuhi tugas laporan kasus yang merupakan
salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik senior di Bagian/Departemen THT-KL
RSUP DR. Moh. Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Puspa Zuleika, Sp.THT-KL, M.Kes
selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan
penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan kasus ini
disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa yang
akan datang. Mudah-mudahan laporan ini dapat memberi manfaat dan pelajaran bagi kita
semua.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...........................................................................................................i
KATA PENGANTAR........................................................................................................iii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iv
PENDAHULUAN..............................................................................................................1
KEKERAPAN....................................................................................................................3
ANATOMI.........................................................................................................................3
DEFINISI...........................................................................................................................7
ETIOLOGI.........................................................................................................................9
PATOGENESIS..................................................................................................................9
DIAGNOSIS 9
PEMERIKSAAN FISIK...................................................................................................11
PENATALAKSANAAN..................................................................................................12
DISKUSI 15
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................18
STATUS PASIEN.............................................................................................................20
PENDAHULUAN
KEKERAPAN
Abses retrofaring jarang ditemukan dan lebih sering terjadi pada anak di
bawah usia 5 tahun. Hal ini terjadi karena pada usia tersebut ruang retrofaring
masih berisi kelenjar limfe. Penelitian selama 35 tahun terhadap anak-anak yang
diterapi di Childrens Hospital, Los Angeles dijumpai sebanyak 50% kasus
berusia kurang dari 3 tahun dan 71% kasus berusia kurang dari 6 tahun.
Sedangkan di Sydney, Australia didapati sebanyak 55% kasus berusia kurang dari
1 tahun dimana 10% diantaranya dijumpai pada periode neonatus.9
Varqa dan Naipao tahun 2006 melakukan studi retrospektif pada 103 kasus
abses leher dalam. Kasus Ludwig Angina 37%, abses parafaring 11% kasus, abses
submandibula 27% kasus dan abses retrofaring 5% kasus.21
ANATOMI
Fasia servikalis terdiri dari lapisan jaringan ikat fibrous yang membungkus
organ, otot, saraf, dan pembuluh darah serta membagi leher menjadi beberapa
ruang potensial. Fasia servikalis terbagi menjadi 2 bagian yaitu fasia servikalis
superfisialis dan fasia servikalis profunda.7
1. Lapisan superfisial
Lapisan ini membungkus leher secara lengkap, dimulai dari dasar
tengkorak sampai daerah toraks dan aksila. Pada bagian anterior menyebar
ke daerah wajah dan melekat pada klavikula serta membungkus m.
sternokleidomastoideus, m. trapezius, m. maseter, kelenjar parotis dan
kelenjar submaksila. Lapisan ini disebut juga lapisan eksternal, investing
layer, lapisan pembungkus, dan lapisan anterior.7,8
2. Lapisan media
Lapisan ini dibagi atas 2 divisi yaitu divisi muskular dan visera. Divisi
muskular terletak dibawah lapisan superfisial fasia servikalis profunda dan
membungkus m. sternohioid, m. sternotiroid, m. tirohioid dan m.
omohioid. Di bagian superior melekat pada os hioid dan kartilago tiroid
serta dibagian inferior melekat pada sternum, klavikula dan scapula.7
3. Lapisan profunda
Lapisan ini dibagi menjadi 2 divisi yaitu divisi alar dan prevertebra. Divisi
alar terletak diantara lapisan media fasia servikalis profunda dan divisi
prevertebra, yang berjalan dari dasar tengkorak sampai vertebra torakal II
dan bersatu dengan divisi visera lapisan media fasia servikalis profunda.
Divisi alar melengkapi bagian posterolateral ruang retrofaring dan
merupakan dinding anterior dari danger space.7
Ruang retrofaring terdapat pada bagian posterior dari faring, yang dibatasi
oleh: 7,8
Selain itu juga dijumpai daerah potensial lainnya di leher yaitu: 7,8
1. danger space, dibatasi oleh divisi alar pada bagian anterior dan divisi
prevertebra pada bagian posterior (tepat di belakang ruang retrofaring);
2. prevertebral space : dibatasi oleh divisi prevertebra pada bagian anterior
dan korpus vertebra pada bagian posterior (tepat di belakang danger
space). Ruang ini berjalan sepanjang kolumna vertebralis dan merupakan
jalur penyebaran infeksi leher dalam ke daerah koksigeus.
DEFINISI
Abses retrofaring adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus
pada daerah retrofaring dan merupakan salah satu infeksi pada leher bagian
dalam (deep neck infection).7,8
ETIOLOGI
Keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya abses retrofaring adalah: 11
1. Infeksi saluran napas atas yang menyebabkan limfadenitis retrofaring
2. Trauma dinding belakang faring oleh benda asing seperti tulang ikan atau
tindakan medis seperti adenoidektomi, intubasi endotrakea, dan endoskopi
3. Tuberkulosis vertebra servikalis bagian atas (abses dingin).
Pada banyak kasus Pada banyak kasus sering ditemukan adanya kuman
aerob dan anaerob secara bersamaan. Beberapa organisme yang dapat
menyebabkan abses retrofaring adalah: 7,12
1. Bakteri aerob: Streptococcus beta hemolyticus group A (paling sering),
Streptococcus pneumoniae, Streptococcus non hemolyticus,
Staphylococcus aureus, Haemophillus sp;
2. Bakteri anaerob: Bacteroides sp, Veilonella, Peptostreptococcus,
Fusobacteria.
Secara umum abses retrofaring terbagi menjadi 2 jenis yaitu: 7
1. Akut
Sering terjadi pada anak-anak berumur di bawah 4 5 tahun. Keadaan ini
terjadi akibat infeksi pada saluran napas atas seperti pada adenoid,
nasofaring, rongga hidung, sinus paranasal, dan tonsil yang meluas ke
kelenjar limfe retrofaring (limfadenitis) sehingga menyebabkan supurasi
pada daerah tersebut. Sedangkan pada dewasa terjadi akibat infeksi
langsung oleh karena trauma akibat penggunaan instrumen (intubasi
endotrakea, endoskopi, sewaktu adenoidektomi) atau benda asing.7
2. Kronis
Biasanya terjadi pada orang dewasa atau anak-anak yang lebih tua.
Keadaan ini terjadi akibat infeksi TB pada vertebra servikalis dimana pus
secara langsung menyebar melalui ligamentum longitudinal anterior.
Selain itu abses dapat terjadi akibat infeksi TB pada kelenjar limfe
retrofaring yang menyebar dari kelenjar limfe servikal.7
PATOGENESIS
Ruang retrofaring berada di anterior fasia prevertebra yang berjalan
inferior dari basis kranii sepanjang faring. Ruang ini merupakan lanjutan
ruang parafaring dan fossa infratemporal. Ruang retrofaring dan parafaring
dipisahkan oleh fasia alar, yang merupakan barier yang kurang efektif
terhadap penyebaran infeksi. Ruang retrofaring berhubungan dengan
mediastinum superior dan posterior, sehingga dapat menjadi jalur yang
potensial penyebaran infeksi ke thoraks.13
Ruang retrofaring terdiri dari jaringan areolar longgar dan cincin limfe,
sehingga dapat mengikuti pergerakan faring dan esofagus pada saat menelan.
Kelenjar limfe retrofaring menerima aliran limfe dari hidung, sinus
paranasalis, tuba eustachius, dan faring. Pembentukan pus pada kelenjar limfe
retrofaring pada umumya terlokalisir dengan baik, sehingga penyebaran
vertikal dari infeksi biasanya terjadi setelah beberapa waktu dalam progresi
penyakit, meskipun keadaan ini jarang terjadi pada praktiknya. Sebagian besar
gejala abses retrofaring berhubungan dengan obstruksi saluran napas bagian
atas dan iritasi lokal otot (misalnya sternomastoid dan pterigoid).13
Danger space berada diantara ruang retrofaring dan ruang prevertebra
yang dipisahkan oleh dua komponen yaitu fasia alar dan fasia prevertebra. Hal
ini dapat menyebabkan penyebarab infeksi diantara basis kranii dan
mediatinum posterior sampai pada level diafragma.10
Ruang retrofaring dapat mengalami infeksi yang berkembang menjadi
abses melalui dua cara, yaitu penyebaran infeksi melalui aliran limfe (sebagian
besar) secara lokal dari sumber infeksi atau inokulasi langsung bakteri melalui
trauma tembus atau benda asing.8,14
Pada anak, abses retrofaring akut paling banyak disebabkan infeksi
saluran pernapasan atas seperti tonsilitis dan faringitis, sinusitis paranasalis,
otitis media, dan infeksi gigi yang kemudian menyebar dan menyebabkan
limfadenopati retrofaring. Limfadenopati retrofaring kemudian menyebabkan
abses retrofaring akibat supurasi kelenjar getah bening nasofaring. Hal ini
merupakan alasan abses retrofaring yang disebabkan oleh proses non-
traumatik jarang ditemukan pada orang dewasa karena kelenjar getah bening
retrofaring telah mengalami regresi.8,15
Kasus trauma tembus pada faring sebagai penyebab sekunder abses
retrofaring akut yang terjadi pada anak dapat disebabkan benda asing seperti
tulang ikan, tangkai es krim, dan pensil. Sedangkan penyebab sekunder
iatrogenik misalnya trauma post laringoskopi, intubasi endotrakeal, endoskopi,
pemasangan pipa orogastrik, maupun prosedur dental. Trauma pada faring
menyebabkan inokulasi langsung agen patogen piogenik ke dalam ruang
retrofaring yang kemudian terjadi proses supurasi dan membentuk abses.8
Abses retrofaring akut pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh
inokulasi langsung patogen piogenik ke dalam ruang retrofaring yang
disebabkan trauma pada faring atau esofagus akibat tertelan benda asing atau
prosedur medis yang traumatik seperti endoskopi, laringoskopi direk, maupun
intubasi endotrakeal. Penyakit-penyakit seperti diabetes melitus, keganasan,
alkoholisme kronik, dan AIDS dilaporkan sebagai predisposisi abses
retrofaring pada orang dewasa.15
Abses retrofaring kronis pada anak dapat terjadi akibat infeksi
tuberkulosis. Pada anak usia kurang dari 5 tahun, abses retrofaring kronis
disebabkan penyebaran dari infeksi tuberkulosis pada kelenjar limfe servikal
dalam ke kelenjar retrofaring yang membentuk abses dingin. Abses retrofaring
kronis yang demikian dikenal sebagai tipe lateral karena secara klinis terlihat
lebih ke arah lateral dari garis tengah tubuh, fluktuan, dengan tanda inflamasi
yang minimal. Pada anak yang lebih tua dan orang dewasa abses retrofaring
kronis biasanya disebabkan spondilitis tuberkulosis pada vertebra servikalis
(Potts disease) dimana pus menyebar melalui ligamentum longitudinal
anterior dan dikenal sebagai tipe sentral. Abses terjadi diantara korpus vertebra
dan fasia prevertebra. Abses mula-mula terbentuk pada garis tengah dan
menyebar ke lateral. Pada pemeriksaan ditemukan pembengkakan pada garis
tengah dan dinding faring yang berfluktuasi dengan tanda inflamasi yang
minimal.16
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya riwayat infeksi saluran napas
bagian atas atau trauma, gejala dan tanda klinik serta pemeriksaan penunjang foto
Rontgen jaringan lunak leher anterior posterior lateral. Pada foto Rontgen akan
tampak pelebaran ruang retrofaring lebih dari 7 mm pada anak dan dewasa serta
pelebaran retrotrakeal lebih dari 14 mm pada anak dan lebih dari 22 mm pada
oprang dewasa. Selain itu juga dapat terihat dapat terlihat berkurangnya lordosis
vertebra servikal.12
Anamnesis yang baik sangat penting karena kondisi serius lain merupakan
diagnosis banding dari abses retrofaring. Abses retrofaring seringkali merupakan
sekuele dari infeksi saluran napas atas (misalnya faringitis, tonsilitis, sinusitis,
infeksi gigi) dan lebih sering terjadi pada anak sehingga riwayat tertelan benda
asing harus ditanyakan.13
Pada anak manifestasi klinis dapat tidak jelas dan bergantung pada tingkat
penyakit tetapi gejala khas termasuk demam tinggi, nyeri leher (terutama pada
saat digerakkan) atau tortikolis, disfagia, iritabilitas, malaise, dan odinofagia.
Odinofagia menyebabkan drooling, intake oral yang buruk, dan anoreksia. Gejala
minor lain misalnya trismus, disfonia, stridor, dan sleep apnea. Anak dapat terlihat
menarik-narik telinga atau tenggorokan yang menunjukkan adanya nyeri.13
Pada orang dewasa manifestasi klinis lebih spesifik dengan drooling dan
disfagia tetapi dengan onset perlahan. Penting untuk menanyakan komorbiditas
seperti diabetes mellitus dan melakukan kontrol glukosa darah apabila ditemukan.
Hampir sepertiga pasien dengan abses leher dalam memiliki diabetes mellitus.13
PEMERIKSAAN FISIK
Pasien dengan abses retrofaring akut dapat menunjukkan tanda-tanda
obstruksi jalan napas tetapi hal ini jarang terjadi. Meskipun demikian, pasien yang
awalnya tidak menunjukkan tanda-tanda obstruksi jalan napas dapat berkembang
menjadi obstruksi jalan napas. Pada pasien dewasa dan anak pemeriksaan fisik
dapat menunjukkan temuan yang berbeda.9
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang awal yang dapat dilakukan untuk menunjang
diagnosis abses retrofaring dijelaskan dalam tabel berikut: 13
Pemeriksaan Hasil
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan antara lain foto polos
dada yang diindikasikan apabila terdapat kecurigaan timbulnya komplikasi berupa
pneumonia aspirasi atau mediastinitis.9 Kultur darah tidak rutin dilakukan kecuali
pada kecurigaan terjadinya sepsis.13 Untuk abses retrofaring kronis pemeriksaan
penunjang yang mendukung diagnosis adalah leukositosis, peningkatan laju endap
darah, dan tes Mantoux yang positif. Foto Rontgen jaringan lunak leher anterior
posterior lateral menunjukkan destruksi korpus vertebra dengan peningkatan
ruang retrofaring dan bayangan udara di dalamnya. CT scan dapat lebih
mengkonfirmasi temuan tersebut.16
DIAGNOSIS BANDING
Penyakit-penyakit lain dengan manifestasi klinis yang menyerupai abses
retrofaring dijelaskan pada tabel berikut:
Pemeriksaan Penunjang
Kondisi Tanda/Gejala yang Berbeda
untuk Membedakan
Epiglotitis akut Sulit untuk dibedakan dengan CT scan tidak
abses retrofaring tetapi secara ditemukan gambaran
umum memiliki onset yang lebih abses retrofaring.
akut. Foto polos servikal soft
Kesulitan bernapas. tissue menunjukkan
bayangan radio opak
atau epiglotis yang
meradang.
Tonsilitis Tanda-tanda infeksi tonsil, dinding Diagnosis klinis.
posterior faring normal.
Abses peritonsiler Edema peritonsiler dengan deviasi Aspirasi atau insisi
uvula, dinding posterior faring drainase lesi
normal. mengkonfirmasi
diagnosis.
Limfadenopati Edema tanpa fluktuasi pada CT scan dengan kontras
retrofaring dinding posterior faring. dapat membedakan
limfadenopati dengan
abses.
Retropharyngeal Gejala dan tanda serupa dengan CT scan menunjukkan
calcific tendonitis abses retrofaring. kalsifikasi anterior
Bersifat self-limiting dan biasanya terhadap korpus
reda setelah 2 minggu. vertebra C1 dan/atau C2
dengan akumulasi
cairan yang non-ring-
enhanced pada ruang
prevertebra.
TATALAKSANA
Tindakan di ruang emergensi
2. Operatif
Tindakan operatif yang dapat dilakukan yaitu aspirasi pus (needle
aspiration) atau insisi drainase. Insisi drainase dapat dilakukan melalui dua
pendekatan:
KOMPLIKASI
Komplikasi pada abses retrofaring dapat terjadi akibat:13
PROGNOSIS
Prognosis baik apabila abses retrofaring diidentifikasi dini. Meskipun
demikian tingkat mortalitas mencapai 40-50% apabila timbul komplikasi serius
(misalnya meningitis) meskipun komplikasi jarang terjadi dan secara umum
akibat penyebaran inferior ke arah inferior atau superior. Rekurensi terjadi pada 1-
5% pasien.13
LAPORAN KASUS
Seorang laki-laki berusia 51 tahun pada tanggal 8 Februari 2017 datang berobat
ke Klinik THT-KL RSMH dengan keluhan sulit menelan sejak dua hari sebelum berobat.
Keluhan terjadi pada saat penderita memasukan makanan maupun minuman dan hendak
menelan. Air liur keluar terus menerus ada, demam ada, sakit kepala tidak ada, nyeri pada
tenggorokan ada, sesak napas tidak ada, rasa mengganjal tidak ada, tidak ada riwayat
darah tinggi dan kencing manis. Sejak 2 hari yang lalu penderita juga mengeluh sakit
kepala dan demam, didapatkan keluhan nyeri menelan dirasakan setiap memasukan
makanan dan minuman. Keluhan hidung tersumbat (-), lendir di hidung (-) berwarna
putih, encer, banyak, berbau busuk (-), perdarahan dari hidung (-), nyeri tekan wajah (-),
terasa berat saat menundukkan kepala (-), nyeri pada telinga (-), rasa penuh pada telinga
(-), keluar cairan dari telinga (-), telinga berdenging (-), suara serak (+), sesak nafas (-).
Dari anamnesis didapatkan pula penderita pernah mengalami tertelan tulang ikan bandeng
sekitar 2 minggu yang lalu dan baru datang ke IGD RSMH pada hari minggu tanggal 5
Febuari 2017 untuk ekstraksi tulang ikan dikarenakan semakin nyeri di tenggorokan.
Hasil pemeriksaan fisik umum pada inspeksi pasien datang dengan posisi tripod
(tripod sign). Pemeriksaan fisik hidung dalam batas normal. Pemeriksaan fisik
tenggorokan didapatkan kebersihan mulut penderita kurang baik, terdapat granuler pada
dinding faring belakang (+). Pemeriksaan telinga dalam batas normal.
Dari keterangan diatas pasien didiagnosis dengan abses retrofaring. Pada
penatalaksanaan dilakukan pembersihan higienitas oral, pemberian antibiotik
spektrum luas ceftriaxone 2x1 gram intravena, metronidazole 3x500 mg
intravena, rencana pemasangan NGT (Nasogastric Tube), posisikan pasien pada
posisi Trendelenberg dan aspirasi abses retrofaring.
DISKUSI
DAFTAR PUSTAKA
1. Shumrick KA and Sheft SA. Deep neck infections In: Paparella
otolaryngology, Head and Neck. Vol III, 3rd Ed. Philadelphia. W.B> Saunders,
1991: p.2545-62.
6. Ballenger JJ. Infections of the Fascial Spaces of the Neck and Floor of the
Mouth. In: Diseases of the Nose, Throat, Ear, Head & Neck. 4th Ed.
Philadelphi, London, Lea & Febiger. 1991: p.237-42.
10. Gadre, A.K, Gadre, K.C. 2006. Infections of the Deep Spaces of the Neck. In:
Head & Neck Surgery Otolararyngology fourth edition. Editor: Bailey, B.J.
Lippincott Williams & Wilkins: 665 682.
11. Fachruddin, D. 2007. Abses Leher Dalam. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Editor: Soepardi, E.A. FKUI:
Jakarta. 226-230.
15. Chu FKC. Retropharyngeal abscess. Hong Kong j. emerg. med. 2002;9(3):
165-7.
18. Avecedo JL, Shah RK. Retropharyngeal abscess. Available from: URL
http:/emedicine.medscape.com/article.overview. Article last update, Mar 16,
2009. May 2009.