Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Epiglotitis akut merupakan salah satu kegawatdaruratan pada bidang THT-

KL, penyakit ini dapat membahayakan nyawa karena dapat menyebabkan

obstruksi saluran napas atas secara tiba-tiba. 1

Epiglotis adalah suatu struktur tulang rawan yang bentuknya mirip lidah

yang menggangtung menutupi pintu masuk laring (apertura larynx) untuk

mencegah masuknya makanan ke dalam laring serta trakea saat menelan 2.

Epiglotitis dapat disebabkan oleh infeksi H.influenzaetype B. Onsetnya

mendadak, hanya beberapa jam sebelum tanda obstruksi berat terjadi. Pada anak

terdapat kesulitan menelan, demam tinggi dan pernapasan stridor inspiratoar.3

Pasien yang diduga menderita epiglotitis akut harus segera dibawa ke rumah

sakit. Pemberian oksigen perlu dilakukan, saluran napas buatan harus dimasukan

pada pasien dengan epiglotitis akut. Pengobatan definitif yaitu dengan

penggunaan antibiotik. 4

Epiglotitis akut lebih sering terjadi pada anak-anak dan jarang pada dewasa.

Pada anak-anak sering pada usia 2-6 tahun. Epiglotitis akut memberikan

konstribusi sebesar 7-8% dari seluruh obstruksi saluran napas akibat infeksi di

rumah sakit. 5

Tujuan dari pembuatan referat ini adalah untuk membahas mengenai

epiglotitis akut mulai dari anatomi, penegakan diagnosis hingga prognosis.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
Epiglotis merupakan bagian dari laring. Laring primitif tumbuh saat embrio

berusia 3,5 minggu. Pada saat ini terbentuk suatu alur yang disebut laringotrakeal

groove tumbuh dalam embrio pada bagian ventral foregut. Selama masa

pertumbuhan embrional ketika tuba yang single ini menjadi dua struktur, tuba

yang asli mula-mula mengalami obliterasi dengan ploriferasi lapisan epital,

kemudian epitel diresopsi, tuba kedua dibentuk dan tuba pertama mengalami

rekanulasi. Pada maturasi lanjut, kedua tuba ini terpisah menjadi esofagus dan

bagian laringotrakeal. 6
Laring adalah bagian dari saluran pernapasan bagian atas yang merupakan

suatu rangkaian tulang rawan yang terbentuk corong dan terletak setinggi vertebra

cervical IV-VI. Batas-batas laring berupa sebelah kranial terdapat aditus laringeus

yang berhubungan dengan hipofaring, disebelah kaudal dibentuk oleh sisi inferior

kartilago krikoid dan berhubungan dengan trakea, disebelah posterior dipisahkan

oleh vertebra cervicalis oleh otot-otot prevertebral, dinding dan cavum

laringofaring serta disebelah anterior ditutupi oleh fasia, jaringan lemak, dan kulit.

Sedangkan disebelah lateral ditutupi oleh otot sternokleidomastoideus, infrahyoid

dan lobus kelenjar tiroid. Secara keseluruhan laring dibentuk oleh sejumlah

kartilago, ligamentum, dan otot-otot. Kartilago laring terbagi atas dua kelompok,

yaitu kelompok kartilago mayor yang terdiri dari kartilago tiroidea, kartilago

krikoidea, kartilago aritenoidea, dan kelompok minor yang terdiri dari kartilago

santorini, kartilago kuneiforme wrisberg, dan kartilago epiglotis. 6

2
Kartilago epiglotis adalah suatu tulang rawan yang bentuknya mirip lidah

yang menutupi pintu masuk laring (apertura larynx) untuk mencegah masuknya

makanan ke dalam laring serta trakea saat menelan. 2 Epiglotis terintegrasi dengan

uvula membentuk saluran pernapasan dari hidung ke laring dan dua jalur lateral

dari mulut ke esofagus melalu sinus piriformis. Selama perkembangan post natal,

pembesaran pada kranial dengan fleksi pada basal kranial menghasilkan

penurunan dan pergeseran laring. Pergerakan ini memperpanjang faring dan

terjadi distraksi antara uvula dan epiglotis sehingga tidak lagi berhubungan.

Hasilnya adalah kavitas faring yang digunakan untuk bernapas dan menelan. 5
Kartilago epiglotis berbentuk seperti daun (leaf-shaped) yang melekat secara

inferior pada permukaan anterior inferior dari kartilago tiroid. Batas atas bebas

dan memproyeksikan hipofaring atas ketika glotis terbuka.5 tangkainya disebut

petiolusdan dihubungkan oleh ligamentum tiroepiglotika ke kartilago tiroidea di

sebelah atas atas pita suara. Sedangkan bagian atas menjulur di belakang korpus

hyoid ke dalam lumen faring sehingga membatasi basis lidah dan laring. Kartilago

epiglotis mempunyai fungsi sebagai pembatas yang mendorong makan ke sebelah

menyebelah laring.6
Epiglotis dapat dibagi menjadi bagian suprahioid dan bagian infrahioid.

Bagian suprahioid bebas, baik pada permukaan laringealnya maupun permukaan

lingualnya, dengan permukaan mukorsa laring lebih melekat dibadingkan

permukaan lingual. Akibat permukaan mukosal laring melipat ke arah pangkal

lidah, terbentuk tiga lipatan : Dua buah lipatan glosoepiglotika lateral dan sebuah

lipatan glosoepiglotika medial. dua lekukan yang terbentuk dari ketiga lipatan

tersebut dengan valekula (dalam bahasa latin berarti lekukan kecil). Bagian

3
infrahioid hanya bebas pada permukaan laringealnya atau permukaan posterior.

Permukaan ini memliki tonjolan kecil yang disebut tuberkel. Diantara permukaan

anterior dan membran tirohioid dan kartilago tiroid terdapat celah preepiglotika

yang berisi lapisan lemak. Yang melekat secara lateral adalah membran

kuadrangular yang memanjang ke aritenoid dan kartilago kornikulata, membentuk

lipatan ariepiglotika.3

Gambar 1. Epiglotis pada laring 3

Seperti pada aspek lain dari saluran napas pediatrik, epiglotis pada anak

berbeda secara signifikan dibandingkan pada orang dewasa. Pada anak-anak,

epiglotis terletak lebih ke anterior dan superior dibandingkan pada orang dewasa,

dan berada pada sudut terbesar dengan trakea. Epiglotis pada anak juga lebih

terkulai dan berbentuk omega shaped dibandingkan dengan epiglotis yang lebih

kaku dan berbentuk U-shaped pada orang dewasa.3

4
Gambar 2. Perbedaan letak epiglotis pada (A) anak dan (B) dewasa 3

Anatomi laring bagian dalam dapat dibagi menjadi sebagai berikut : 6

1. Supraglotis (vestibulum superior)


Yaitu ruangan diantara permukaan atas pita suara palsu dan inlet laring.
2. Glotis (pars media)
Yaitu ruangan yang terletak antara pita suara palsu dengan pita suara sejati

serta membentuk rongga yang disebut ventrikel laring morgagni.


3. Infraglotis
Yaitu ruangan diantara pita suara sejati dengan tepi bawah kartilago

krikoidea.

Laring dipersarafi oleh cabang N.Vagus yaitu Nn.Laringeus superior dan

Nn.Laringeus inferior (Nn.Laringeus rekuren) kiri dan kanan. 6


1. Nn.Laringeus superior
Meninggalkan N.Vagus tepat di bawah ganglion nodosum, melengkung

ke depan dan medial di bawah A.Karotis interna dan eksterna yang kemudian

akan bercabang dua, yaitu :


a. Cabang interna
Bersifat sensoris, mempersarafi vallecula, epiglotis, sinus pyriformis dan

mukosa bagian dalam laring di atas pita suara sejati.


b. Cabang eksterna
Bersifat motoris, mempersarafi m.krikotiroid dan m.konstriktor inferior
2. Nn.Laringeus inferior (Nn.Laringeus rekuren)

5
Berjalan dalam lekukan di antara trakea dan esefagus, mencapai laring

tepat di belakang artikulasio krikotiroidea. N.Laringeus yang kiri mempunyai

perjalan yang panjang dan dekat dengan aorta sehingga mudah terganggu.
Merupakan cabang N.Vagus setinggi bagian proksimal A.subklavia dan

berjalan membelok ke atas sepanjang lekukan antara trakea dan esefagus,

selanjutnya akan mencapai laring tetap di belakang artikulasio krikotiroidea

memberikan persarafan :
a. Sensoris, mempersarafi daerah subglotis dan bagian atas trakea
b. Motoris, mempersarafi semua otot laring kecuali M.krikotiroidea.

Gambar 3. Persarafan laring 6


Laring mendapat perdarahan dari cabang A.tiroidea superior dan inferior

sebagai A.Laringeus superior dan inferior.6


a. Arteri laringeus superior
Berjalan bersama ramus interna N.laringeus superior menembus membrana

tirohioid menuju ke bawah di antara dinding lateral dan dasar sinus

pyrifornis.
b. Arteri laringeus inferior

6
Berjalan bersama N.laringeus inferior masuk ke dalam laring melalui

area killian jamieson yaitu celah yang berada di bawah M.konstriktor

faringeus inferior, di dalam laring beranastomose dengan A.laringeus superior

dan memperdarahi otot-otor dan mukosa laring.


Darah vena dialirkan melalui V.laringeus superior dan inferior ke

V.tiroidea superior dan inferior yang kemudian akan bermuara ke V.jugularis

interna. 6

Gambar 4. Sistem Arteri Laring 6

Gambar 5. Sistem Vena Laring 6

7
Laring mempunyai tiga (tiga) sitem penyaluran limfe, yaitu : 6
1. Daerah bagian atas pita suara sejati, pembuluh limfe berkumpul membentuk

saluran yang menembus membrana tiroidea menuju kalenjar limfe cervical

superior profunda. Limfe ini juga menuju ke superior dan middle jugular

node.
2. Daerah bagian bawah pita suara sejati bergabung dengan sistem limfe trakea,

middle jugular node, dan inferior jugular node.


3. Bagian anterior laring berhungan dengan ke dua sitem tersebut dan sistem

limfe esofagus. Sistem limfe ini penting sehubungan dengan dengan

metastase karsinoma laring dan menentukan terapinya.

Gambar 6. Sistem Limfatik Laring 6

2.2 Fisiologi
2.2.1 Fungsi proteksi

8
Benda asing tidak dapat masuk ke dalam laring dengan adanya reflek otot-

otot yang bersifat adduksi, sehingga rima glotis tertutup. Pada waktu menelan

pernafasan berhenti sejenak akibat adanya rangsangan terhadap eseptor yang

ada pada epiglotis, pika ariepiglotika, pika ventrikularis, dan daerah

interaritionid melalui serabut afferen N. Laringeus Superior. Sebagai jawabannya

spingter dan epiglotis menutup. Gerakan laring ke atas dan kedepan

menyebabkan celah proksimal laring tertutup oleh dasar lidah. Struktur ini

mengalihkan makanan ke lateral menjauhi aditus dan masuk ke sinus piriformis

lalu ke introitus esofagus. 6

2.2.2 Fungsi menelan


Epiglotis berfungsi untuk mencegah makanan atau minuman masuk ke

saluran pernapasan dengan cara menutup laring. Epiglotis menjadi lebih datar

membentuk semacam papan penutup aditus laringeus, sehingga makanan atau

minuman terdorong ke lateral menjauhi aditus laring dan masuk ke sinus

piriformis lalu ke hiatus esofagus. 6

2.2.3 Fungsi fonasi


Selama ekspirasi aliran udara melewati ruang glotis dan secara tidak

langsung menggetarkan plika vokalis. Akibat kejadian tersebut, otot-otot laring

akan memposisikan plika vokalis (adduksi, dalam berbagai variasi) dan

menegangkan plika vokalis. Selanjutnya kerja daro otot-otot pernapasan dan

tekanan pasif dari proses pernapasan akan menyebabkan tekanan udara ruang

subglotis meningkat, dan mencapai puncaknya melebihi kekuatan otot sehingga

celah glotis terbuka. Plika vokalis akan membuka dengan arah dari posterior ke

anterior. Secara otomatis bagian posterior dari ruang glotis yang pertama kali

9
membuka dan yang pertama kali pula kontak kembali pada akhir siklus getaran.

Setelah terjadi pelepasan udara, tekanan udara ruang subglotis akan berkurang

dan plika vokalis akan kembali ke posisi saling mendekat (kekuatan myoelastik

plika vokalis melebihi kekuatan aerodinamik). Kekuatan myoelastik bertambah

akibat aliran udara yang melewati celah sempit menyebabkan tekanan negatif

pada dinding celah (efek bernoulli). Plika vokalis akan kembali ke posisi semula

(adduksi) sampai tekanan udara ruang subglotis meningkat dan proses seperti

di atas akan terulang kembali. 6


2.3 Epiglotitis akut
2.3.1 Definisi
Epiglotitis adalah inflamasi akut dari regio supraglotik dari orofaring

dengan inflamasi dari epiglotis, Vallecula, plika aritenoid, dan pika ariepiglotika

sehingga sering juga disebut dengan supragotitis.7


2.3.2 Etiologi
Pada dewasa, organisme yang paling banyak menyebabkan epiglotitis akut

adalah Haemophilus influenzae tipe B.4 diikuti oleh H parainfluenzae,

streptococcus pneumoniae, dan steptokokus grup A. Selain itu dapat pula

disebabkan oleh bakteri (Staphylococcus aureus, mikrobakteria, bacteroides

melaninogenicus, enterobacter cloacae, Escherichia coli, Fusobacterium

necrophorum, Klebsiella pneumoniae, Neisseria menigitidis, Pasteurella

multocida), Herpes Simplex Virus (HSV), Candida (pada pasien

imunodefisiensi), and Aspergillus pada pasien imunodefisiensi).7


Penyebab non-infeksi epiglotitis akut dapat berupa penyebab termal

(makanan atau minuman yang panas, penggunaan obat-obatan terlarang seperti

rokok kokain dan rokok mariyuana), penyebab kaustik, dan benda asing yang

10
tertelan. Epiglotitis juga dapat terjadi sebagai reaksi dari kemoterapi pada daerah

kepala dan leher.7


2.3.3 Epidemiologi
Pada umumnya epiglotitis lebih sering pada negara yang tidak melakukan

imunisasi H influenzae tipe B. Sebagai contoh, di Swedia tahun 1987-1989

insidensi epiglotitis akut mencapai 14,7 per 100.000 orang per tahun pada anak

usia 0-4 tahun. Program vaksinasi Hib secara besar-besaran pada tahun 1992-1993

menghasilkan penurunan insidensi yang sangat signifikan di Swedia.7


Epiglotitis akut lebih sering terjadi pada anak-anak dan jarang pada dewasa,

pada anak-anak sering pada usia 2-6 tahun. Epiglotitis akut memberikan

kontribusi sebesar 7-8% dari seluruh obstruksi saluran napas akibat infeksi di

rumah sakit.4
2.3.4 Manifestasi klinis
Pasien tampak sakit berat dengan onset yang akut dan cepat. Pada

kebanyakan orang dewasa dengan epiglotitis akut akan mengeluh sakit

tenggorokan dan odinofagia dan suara menggumam atau hot potato voice, suara

seperti seseorang berusaha berbicara dengan adanya makanan panas di dalam

mulutnya. Prediktor adanya obstruksi saluran napas adalah perkembangan yang

cepat dalam 8 jam setelah onset gejala, terdapat stridor inspirator, saliva yang

menggenang, laju pernapasan lebih dari 20 kali per menit, dispnea, retraksi

dinding dada dan posisi tubuh yang tegak. Selai itu, tanda-tanda lain yang dapat di

temukan pada pasien dengan epiglotitis akut adalah demam, nyeri pada palpasi

ringan leher, dan batuk.1


Pada anak-anak, manifestasi klinik yang nampak akan terlihat lebih berat

dibandingkan pada orang dewasa. Terdapat tiga tanda yang paling sering

ditemukan yaitu kesulitan menelan, demam tinggi dan pernapasan stridor. 4 selain

11
itu juga terdapat nyeri tenggorok yang hebat dan disfagia. Berbicara pun terbatas

akibat nyeri yang di rasakan batuk dan suara serak biasanya tidak ditemukan,

namun bisa terdapat suara menggumam. Stridor muncul ketika suara napas

hampir sepenuhnya tertutup. Anak-anak biasanya akan melakukan posisi tripod

(pasien duduk dengan tangan mencengkram pinggir temapat tidur, lidah menjulur

dan kepala lurus kedepan).7


2.3.5 Patofisiologi
Pada epiglotitis akut, infeksi biasanya bermula di saluran pernapasan atas

sebagai peradangan hidung dan tenggorokan. Kemudian infeksi bergerak ke

bawah, ke epiglotitis. Epliglotitis akut dapat menyerang lidah bagian posterior dan

laring. Keadaan ini mneyebabkan terjadinya stridor (obstruksi jalan napas) dan

septikemia. Pada faring terjadi inflamasi dan epiglotitis menjadi hiperemis (seperti

merah buah chery). Obstruksi saluran napas pada pasien dengan epiglotitis akut

dapat terjadi karena mukosa dari daerah epiglotitis longgar dan memiliki banyak

pembuluh darah, sehingga ketika terjadi reaksi inflamasi, iritasi, dan respon alergi,

dapat dengan cepat terjadi edema dan menutupi saliran nafas sehingga terjadi

obstruksi yang mnegancam jiwa.7

12
BAB III
DIAGNOSIS
3.1 Diagnosis
3.1.1 Anamnesis
Pada anamnesis, pasien datang dengan keluhan utama sakit menelan,

selain itu pasien juga mengeluh demam, sakit pada tenggorokan, sesak yang

cepat memberat, suara menggumam dan serak, dan batuk.4


3.1.2 Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik di temukan :
a. Inspeksi : pasien tampak sakit berat dengan warna muka yang pucat, air liur

yang berlebihan, dan posisi duduk yang tegak dan bersandar ke depan.

Perubahan posisi dapat menyebabkan obstruksi jalan napas. Terdapat

cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi disuprasternal, epigastrium,

supraklavikula, dan interkostal. Cekungan itu terjadi sebagai upaya dari oto-

otot pernapasan untuk mendapatkan oksigen yang adekuat. 9

Gambar 7. Tripod Position 4


b. Pemeriksaan THT : otoskopi, rhinoskopi arterior dan inferior normal,

pemeriksaan laringoskopi indirect ditemukan epiglotis yang edema, hiperemis

dan membentuk gambaran seperti merah buah chery yang menutupi saluran

napas.

13
Jackson membagi sumbatan laring yang progresif menjadi empat stadium yaitu :

a. Stadium satu : cekungan tampak pada waktu inspirasi disuprasternal, stridor

pada waktu inspirasi dan pasien masih tenang.

Gambar 8. Retraksi Suprasternal 10


b. Stadium dua : cekungan pada waktu inspirasi di daerah suprasternal makin

dalam, ditambah lagi dengan timbulnya cekungan di daerah epigastrium.

Pasien sudah mulai gelisah, stridor terdengar pada waktu inspirasi.10

14
Gambar 9. Retraksi Suprasternal dan epigastrium 10
c. Stadium tiga : cekungan selain di daerah suprasternal, epigastrium juga

terdapat di infraklafikula dan sela-sela iga, pasien gelisah dan sesak. Stridor

terdengar waktu inspirasi dan ekspirasi.10

Gambar 10. Retraksi suprasternal, epigastrium dan sela iga 10

15
d. Stadium empat : cekungan-cekungan di atas bertambah jelas, pasien sangat

gelisah, tampak sangat ketakutan dan sianosis. Jika keadaan ini berlangsung

terus maka pasien akan kehabisan tenaga, pusat pernapasan akan paralitik,

pasien lemah dan tertidur, akhirnya meninggal karena asfiksia.10

Gambar 11. Retraksi suprasternal, epigastrium, sela iga serta sianosis 10


3.1.3 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium tidak memberikan tanda-tanda yang spesifik.

Leukositosis dapat di temukan pada epiglotitis akut. Diagnosis definitif dapat

dilakuakn pada epiglotitis akut dengan laringoskopi direct. Bagaiaman pun, jika

terdapat keraguan dalam diagnosis dan tanpa ancaman kematian, laringoskop

fiberoptik dapat dilakukan oleh pemeriksa yang terampil dapat segera

menegakan diagnosis.4

16
Gambar 12. Gambaran cherry red pada epiglotitis akut 7

Penggunaan pemeriksaan radiologis pada pasien dengan epiglotitis akut

masih kontroversial. Meskipun diketahui bahwa epiglotitis dapat didiagnosis

dari radiografi lateral leher, masih dipertanyakan apakah prosedur ini aman dan

memang di perlukan. Dari hasil pemerikaan radiografi ditemukan gambaran

thumb sign, yaitu bayangan dari epiglotis globular yang membengkak, terlihat

penebalan lipatan ariepiglotika, dan distensi dari hipofaring. Terkadang, epiglotis

itu sendiri tidak membengkak, namun daerah supraglotis masih terlihat tidak

jelas dan nampak kabur akibat edema dari struktur supraglotis yang lain. Pada

kasus yang berat, terapi tidak boleh ditunda untuk melakukan pemeriksaan

radiografi. Jika radiografi memang di butuhkan, pemeriksaan harus didampingi

dengan personil yang dapat melakukan trakeotosmi pada pasien secara cepat

ketika obstruksi saluran napas memberat atau telah tertutup seluruhnya.11

17
Gambar 13.Gambaran radiografi lateral leher pada pasien dengan epiglotitis 7
3.1.4 Diagnosis banding
Beberapa diaognosis banding yang perlu di pertimbangan adalah

laringotrakeobronkhitis atau croup disease pada anak-anak. Penyakit ini

memiliki manifestasi klinis yang hampir sama hanya saja progresifitasnya lebih

lambat dan tidak terdapat disfagia dan air liur yang berlebihan. Biasanya, croup

terjadi pada anak yang lebih muda, dan yang paling penting, pada anak dengan

croup terdapat barking cough dan jarang terlihat toksit4.kondisi lain yang perlu

dipertimbangkan dalam evaluasi epiglotitis akut meliputi aspirasi benda asing,

laringitis, dan peritonsiler akses.12


3.1.5 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan kegawadaruratan
Pendekatan ABCDE (airway, breathing, circulasion, disability, exposure)

merupakan pendekatan yang paling sistematis untuk penilaian dan tata laksana

pada pasien gawat darurat. Pendekatan ABCDE yang dapat dilakukan adalah

sebagai berikut : 13
a. A : airways, dapat dinilai melalui suara napas dan tata laksana dengan

melakukan manuver head tilt, chin lift, dan buka mulut.

18
b. B : breathing, dinilai dengan menghitung pernapasan, pergerakan dinding

dada, dan saturasi oksigen, dan untuk tata laksana dapat dengan memberikan

bag mask ventilasion.


c. C : circulation, dinilai dari warna kulit, CRT, pulsasi dan tekanan darah.

Dapat diberikan cairan intravena dan bila mperlu dilakukan resusitasi cairan.
d. D : disability, dinilai dengan melihat GCS, bilam pasien tidak sadar dapat

diperbaiki lagi penanganan airways, breathing, circulation, dan mengecek

glukosa darah.
e. E : exposure, dilakukan dengan mengukur suhu tubuh dan memeriksa seluruh

tubuh dengan seksama. Pengananannya bergantung pada kelainan yang di

temukan.

Tatalaksana gawat darurat dengan prinsip ABCDE, dapat diterapkan pada

penaggulangan sumbatan laring yaitu dengan menghilangkan penyebab

sumbatan dengan cepat atau membuat jalan napas baru yang dapat menjamin

ventilassi. Tindakan konsirvatif dengan pemberian anti inflamasi, anti alergi,

antibiotika, serta pemberian oksigen intermiten dilakukan pada sumbatan laring

stadium 1 yang disebabkan peradangan. Tindakan operatif atau resusitasi untuk

membebaskan saluran napas ini dapat dengan cara memasukan pipa endotrakea

melalui mulut atau melalui hidung melakukan trakeostomi atau krikotirotomi.

Trakeostomi dilakukan pada pasien dengan sumbatan laring stadium II dan III,

sedangkan krikotirotomi dilakukan pada sumbatan laring stadium IV.12

Pada anak-anak dengan oksigen yang adekuat, transportasi segera ke

fasilitas kesehatan yang lebih memadai sangat diperlukan. Segala sesuatu harus

dilakukan agar anak tetap tenang, sering dengan meletakan anak dipangkuan

19
orang tua. Anak yang sadar dan stabil harus diperbolehkan untuk mengambil

posisi yang nyaman. Tanda vital dapat diukur untuk memastikan jalan napas

adekuat. Oksigen dapat diberikan jika tidak mengganggu anak.9

2. Medikamentosa
Terapi antibiotik intravena harus segera diberikan, dan harus mencakup

bakteri H.influenzae, S.aureus, Streptococcus dan pneumococcus seperti

golongan amoksilin dan sefalosforin gerenasi ke tiga. Secara simptomatik

NSAID dapat diberikan. Kortikosteroid juga sering direkomendasikan untuk

penanganan epiglotitis akut.1


Kortikosteroid merupakan obat yang mempunyai khasiat dan indikasi klinis

yang sangat luas. Kortikosteroid sering disebut sebagai life saving drug.

Kortikosteroid dibagi menjadi dua golongan yaitu glukokortikoid dan

mineralokortikoid. Glukokortikoid merupakan pilihan kortikosteroid untuk

penanganan inflamasi. Glukokortikoid mempengaruhi rekasi inflamasi dengan

cara menurunkan sintesis prostaglandin leukotrien dan platelet activating factor.

Dexametasone merupakan kortikosteroid yang paling kuat efeknya. Initial dose

yang digunakan untuk mengontrol penyakit rata-rata dari 2,5 mg hingga

beberapa ratus mg setiap hari. Jika digunakan kurang dari 3-4 minggu,

kortikosteroid diberhentikan tanpa tapering off. Steroid yang biasa diberikan

yaitu dexametasone dengan pemberian 4-5 x 5 mg (selama 24-48 jam).1


Penatalaksaan jalan napas pada dewasa masih merupakan suatu kontroversi.

Beberapa ahli menyarankan menejemen konservatif dengan pemberian

antibiotik, kortikosteroid dan oksigenasi. Beberapa ahli yang lain menyarankan

untuk penatalaksaan agresif dengan trakeostomi sesegera mungkin.1


3.1.6 Prognosis

20
Prognosis pada orang dewasa dengan epiglotitis akut baik dengan perawatan

yang tepat dan waktu yang tepat. Sebagian besar pasien dapat diekstubasi dalam

beberapa hari. Namun, epiglotitis dikenal dapat cepat menyebabkan dekompresi

saluran napas yang dapat menyebabkan kematian.7


Meskipun epiglotitis akut memiliki prognosis yang baik, resiko kematian

tetap tinggi, hal ini disebabkan karena obstruksi jalan napas tiba-tiba dan kesulitan

mengatasi obstruksi jalan napas pada pasien dengan pembengkakan luas struktur

supraglottic. Kasus yang dilaporkan terdapat kegagalan sistem kardiorespirasi

yang fatal dan mendadak yang terjadi pada pasien tanpa bukti obstruksi

pernapasan sebelumnya. Tingkat kematian orang dewasa adalah sekitar 7%.7


3.1.7 Follow up
Setelah menejemen saluran napas dilakukan, pasien dengan epiglotitis akut

harus dirawat di ICU. Biasanya trakeostomi dilakukan selama 48-96 jam,

meskipun terdapat beberapa laporan yang menyatakan bahwa 8-12 jam sudah

cukup.4

BAB IV
KESIMPULAN
1. Epiglotitis akut merupakan penyakit yang dapat menyebabkan obstruksi

jalan napas dengan onset akut.


2. Epiglotitis akut disebabkan oleh infeksi Hib.
3. Epiglotitis akut membutuhkan penanganan gawat darurat.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Wick, F. Et al. Acute Epiglottitis in Adult. Medizinische Klinik, Kantonsspital

Winterthur. Swiss Med Wkly 2002; 132; 154-547


2. Dorland, WAN. Kamus Kedokteran Dorland ed 29. EGC. Jakarta 2002
3. Snow. J. B,. Ballenger, J,J. Otorhinolaryngology Head And Neck Surgery. BC

Decker. US. 2003 Hal 637


4. Depuydt. S. Et Al. Epiglotittis Acute In Children : A Review Following An

Atypical Case. Acta Anaesth. Belg. 2003, 54, 237-241


5. Flint P. W. Cummings Otolaryngology Head And Neck Surgery. Mobsy

Elsevier. Philadelphia. 2010 hal 805-806


6. Sofyan, F. Embriologi, Anatomi, dan Fisiologi Laring. Departemen Ilmu

Kesehatan THT Bedah Kepala Leher. FK USU. Medan. 2011


7. Sandra G Gomph dan Pamela L Dyne, Epiglotittis. Updated : april 30 2017.

http;/emedicine.medscape.com/article/763612-overview#showall

22
8. Sandra G Gomph dan Pamela L Dyne, Epiglotittis Treatment And

Manajemen. Updated april 30

2017.ttp;/emedicine,medscape.com/article/763612-treatment.
9. Robert Allan Felter, Emergent Management Of Pediatric Epiglotittis.

http;/emedicine.medscape.com/article/801369-overview#showall
10. Hansen, John T. Netters Clinical Anatomy 2nd ed. Elsevier. USA. 2005
11. Sandra G Gomph dan Pamela L Dyne, Epiglotittis Differential Diagnosis.

Updated; april 30 2017. http;/emedicine.medscape.com/article/763612-

differential
12. Soepardi, E.A. et al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telingan Hidung Tenggorok

Kepala Dan Leher ed 6. 2011. Badan Penerbit FKUI. Jakarta. Hal 243-252
13. Thim, T, et al. Initial Assesment And Treatment With The Airway, Breathing,

Circulation, Disability, Exposure (ABCDE) Approach. International Journal

Of General Medicine. 2012

23

Anda mungkin juga menyukai