Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

OTITIS MEDIA EFUSI


(OME)

Disusun Oleh :
Ineke Apriliana
22409021009
Meisy Silvia
22409021012

Pembimbing :
dr. Bambang Agus Soesanto, Sp.THT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


RSUD KRMT WONGSONEGORO
PERIODE 06 FEBRUARI 2023 – 04 MARET 2023
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WAHID HASYIM
SEMARANG
LEMBAR PENGESAHAN

Judul referat : Otitis Media Efusi (OME)


Disusun oleh : Ineke Apriliana dan Meisy Silvia
NIM : 22409021009 / 22409021012
Pembimbing : dr. Bambang Agus Soesanto, Sp.THT

Fakultas Kedokteran Universitas Wahid Hasyim Semarang


Kepaniteraan THT-KL
RSUD KRMT Wongsonegoro Semarang
Periode 06 Februari 2023 – 04 Maret 2023

Semarang, 23 Februari 2023

dr. Bambang Agus Soesanto, Sp.THT

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan bimbingan-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“Otitis Media Efusi (OME)”. Adapun tujuan penulisan referat ini untuk
memenuhi salah satu persyaratan dalam menempuh kegiatan Kepaniteraan Klinik
Bagian THT-KL di RSUD KRMT Wongsonegoro pada periode 06 Februari 2023
– 04 maret 2023. Penulis menyadari bahwa referat ini masih terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis memohon maaf jika
ada penulisan yang kurang berkenan. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari segala pihak sebagai masukan agar menjadi lebih baik di
waktu mendatang. Akhir kata, semoga referat ini dapat berguna dan bermanfaat
bagi orang lain. Atas perhatian dan dukungannya penulis mengucapkan terima
kasih. Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1) dr. dr. Bambang Agus Soesanto, Sp. THT
2) dr. Nila Santia Dewi, Sp. THT-KL
3) dr. Djoko Prasetyo Adinugroho, Sp-THT
4) dr. Kanti Yunika, Sp.THT-KL(K)

Semarang, 23 Februari 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 6
2.1 Anatomi Telinga…………………………………………………………6
2.2 Fisiologi pendengaran……...………………………………………….....9
2.3 Definisi, Epidemiologi dan Faktor resiko OME……………………...…11
2.4 Etiologi dan patofisiologi OME…..…………………………………….12
2.5 Diagnosis OME………………..……………………………………….14
2.6 Tatalaksana OME…………………………………………..…………..17
2.7 Diagnosis Banding OME……………………………………………….18
2.8 Komplikasi OME……………………………………………………….18
2.9 Prognosis OME…………………………………………………………19

BAB III
KESIMPULAN………………...………………………………………………..20
DAFTAR PUSTAKA………...…………………………………………………20

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Otitis media merupakan salah satu masalah serius dalam pelayanan kesehatan di seluruh
dunia, bukan hanya mengakibatkan situasi menyulitkan bagi pasien dan keluarganya tapi juga
merupakan beban ekonomi yang menekan sistem pelayanan kesehatan. Meski Otitis Media
kebanyakan didiagnosis dan terapi pada anak-anak oleh dokter anak ataupun dokter THT-KL.
terdapat kecenderungan terjadi over diagnosis dan diikuti pula over treatment Over diagnosis
mendorong penggunaan antibiotik yang tidak perlu dan tidak tepat. Ketidaktepatan
penggunaan antibiotik memicu timbulnya resistensi bakteri patogen terhadap berbagai macam
obat. Banyak anak mengalami infeksi pada satu telinga sedikitnya sekali sebelum mereka
berumur empat tahun. Pengobatan yang baik akan dapat menghilangkan infeksi secara tuntas.
Pemeriksaan lanjutan sangat penting untuk memastikan bahwa infeksi sudah tuntas dan tidak
ada cairan dalam telinga tengah. Kebanyakan dokter menyarankan untuk kontrol satu minggu
setelah pengobatan dengan antibiotik secara lengkap. Tanpa pemeriksaan ulang kemungkinan
masih adanya cairan di telinga tengah dapat terjadi meskipun anak itu tidak menunjukkan

Otitis media efusi (OME) adalah suatu penumpukan cairan dalam telinga tengah
dengan membrana timpani yang masih utuh tanpa disertai dengan tanda-tanda infeksi akut.
Adanya cairan di dalam telinga tengah mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran.
Orang tua mengeluhkan anak- anaknya mendengarkan suara dari televisi dengan volume
terlalu keras, sering menanyakan ulang atas jawaban yang diberikan orang tuanya dan tidak
segera mengacuhkan bila dipanggil. Beberapa anak mungkin tidak didapatkan keluhan. Cairan
dalam telinga tengah pada anak-anak bisa berbulan-bulan dan baru diketahui ketika diadakan
pemeriksaan rutin Anak-anak memerlukan kemampuan mendengar untuk belajar berbicara.
Adanya gangguan pendengaran karena cairan di telinga tengah mengakibatkan terjadinya
kelambatan bicara Diagnosis dini dapat mencegah hambatan pendengaran anak akibat otitis
media efusi.
.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga

Telinga manusia terdiri dari tiga bagian: telinga luar, tengah, dan dalam
Bagian luar dan tengah telinga menyalurkan gelombang suara dari udara ke telinga
dalam yang berisi cairan, mengamplifikasi energi suara dalam proses ini. Telinga
dalam berisi dua sistem sensorik: koklea, yang mengandung reseptor untuk
mengubah gelombang suara menjadi impuls saraf sehingga kita dapat mendengar,
dan aparatus vestibularis, yang penting bagi sensasi keseimbangan (Sherwood L,
2014)

Gambar 1. Anatomi Telinga 2

a) Telinga luar

Telinga luar terdiri atas daun telinga, meatus auditorius eksternus/external


auditory canal (saluran telinga) dan membran timpani (tympanic membrane).
Daun telinga (pinna) adalah lipatan tulang rawan elastis berbentuk seperti ujung
terompet dan dilapisi oleh kulit. Bagian tepi pinggiran daun telinga adalah heliks;
bagian inferior adalah lobulus. Ligamen dan otot menempelkan daun telinga ke
kepala. Meatus auditorius eksternus merupakan tabung melengkung dengan

6
panjang sekitar 2,5cm (1inch) terletak di tulang temporal dan mengarah ke
membran timpani (Tortora J & Nielsen T, 2012). Membran timpani terletak di
ujung medial meatus auditorius eksternus dan membentuk sebagian besar dinding
lateral rongga timpani. Membran ini berbentuk oval dan membentuk sudut sekitar
55° dengan lantai meatus auditorius eksternus. Meatus auditorius eksternus
memanjang dari aurikula ke membran timpani dan panjangnya sekitar 2,4cm.
Tulang penyusun dinding meatus auditorius eksternus merupakan tulang rawan di
1/3 bagian lateral dan tulang keras di 2/3 bagian medial (Valentine P & Wright T,
2018).

b) Telinga tengah

Telinga tengah adalah rongga kecil berisi udara di bagian petrosa dari tulang
temporal yang dilapisi oleh epitel. Telinga tengah dipisahkan dari telinga luar oleh
membran timpani dan dari telinga dalam oleh partisi bertulang tipis yang berisi
dua lubang kecil yang ditutupi membran yaitu jendela oval dan jendela bundar
Struktur selanjutnya adalah tiga tulang pendegaran yang terletak di dalam telinga
tengah disebut osikulus, yang dihubungkan oleh sendi sinovial. Tulang
pendengaran tersebut dinamai sesuai bentuknya, yaitu malleus, incus, dan stapes
yang biasa disebut martil, landasan, dan sanggurdi (Tortora J & Nielsen T, 2012).

Gambar 2. Anatomi Telinga 2

7
c) Telinga dalam

Telinga bagian dalam terdiri dari dua divisi utama: labirin bertulang di
bagian luar yang membungkus labirin membranosa di bagian dalam. Labirin
bertulang dilapisi dengan periosteum dan mengandung perilimfe. Cairan perilimfe
yang secara kimia mirip dengan cairan serebrospinal mengelilingi labirin
membranosa. Labirin membranosa mengandung cairan endolimfe di dalamnya.
Tingkat ion kalium dalam endolimfe sangat tinggi untuk cairan ekstraseluler, dan
ion kalium berperan dalam pembentukan sinyal pendengaran. Neuron sensorik
membawa informasi sensorik dari reseptor, dan neuron motorik membawa sinyal
umpan balik ke reseptor. Badan sel neuron sensorik terletak di ganglia vestibular
(Tortora J & Nielsen T, 2012).

3
Gambar 3. Anatomi Telinga 3

Koklea merupakan sebuah kanal spiral bertulang yang menyerupai


cangkang siput. Koklea dibagi menjadi tiga saluran: ductus cochlearis, scala
vestibuli, dan scala tympani. Ductus cochlearis (scala media) merupakan
kelanjutan dari labirin membranosa ke koklea yang berisi endolimfe. Saluran yang
berada di atas ductus cochlearis adalah scala vestibuli yang berakhir di jendela
oval, sedangkan yang berada di bawahnya adalah scala tympani, yang berakhir di
jendela bundar. Scala vestibuli dan scala tympani adalah bagian dari labirin
bertulang koklea, oleh karena itu kamar-kamar ini dipenuhi dengan cairan
perilimfe (Tortora J & Nielsen T, 2012). Organ Corti, yang terletak di atas
membran basilaris di seluruh panjangnya, mengandung sel rambut auditorik
sebanyak 15.000 di dalam koklea tersusun menjadi empat baris sejajar di seluruh

8
panjang membran basilaris, satu baris sel rambut dalam dan tiga baris sel rambut
luar. Setiap sel rambut memiliki 100 stereocillia di bagian ujung apikal. Sel
rambut bagian dalam bersinergi dengan 90-95% dari neuron sensorik di saraf
koklearis yang menyampaikan informasi pendengaran ke otak, sedangkan sel
rambut luar secara aktif dan cepat berubah panjang sebagai respons terhadap
perubahan potensial membran, suatu perilaku yang dikenal sebagai
elektromotilitas. Sel rambut luar memendek pada depolarisasi dan memanjang
pada hiperpolarisasi. Perubahan panjang ini memperkuat atau menegaskan
gerakan membran basilaris (Sherwood L, 2014).

2.2 Fisiologi pendengaran


Gelombang suara berganti-ganti daerah bertekanan tinggi dan rendah
bergerak dalam arah yang sama melalui beberapa media (seperti udara).
Gelombang suara berasal dari objek yang bergetar. Frekuensi getaran suara adalah
nada. Frekuensi getaran yang semakin tinggi akan menimbulkan bunyi yang
semakin tinggi juga. Intensitas suara yang semakin besar akan menghasilkan suara
yang semakin keras juga. Intensitas suara diukur dalam satuan yang disebut
desibel (dB). Peningkatan satu desibel mewakili peningkatan sepuluh kali lipat
dalam intensitas suara. Sebuah bunyi memerlukan beberapa proses untuk dapat
diubah dan dimengerti oleh manusia yang mendengarnya. Peristiwa berikut ini
terlibat dalam pendengaran:
a. Auricula mengarahkan gelombang suara ke meatus auditorius eksternus.
b. Saat gelombang suara menghantam membran timpani, tekanan udara tinggi
dan rendah secara bergantian menyebabkan membran timpani bergetar
bolak-balik. Gendang telinga bergetar perlahan sebagai respons terhadap
suara frekuensi rendah (nada rendah) dan dengan cepat sebagai respons
terhadap suara frekuensi tinggi (nada tinggi).
c. Area tengah gendang telinga terhubung ke malleus, yang juga mulai
bergetar. Getaran ditransmisikan dari malleus ke incus dan kemudian ke
stapes.
d. Saat stapes bergerak maju dan mundur, itu mendorong membran jendela
oval masuk dan keluar. Jendela oval bergetar sekitar 20 kali lebih keras

9
daripada gendang telinga karena osikulus mentransmisikan getaran kecil
yang tersebar di area permukaan yang besar (gendang telinga) menjadi
getaran yang lebih besar dari permukaan yang lebih kecil (jendela oval).
e. Pergerakan jendela oval mengatur gelombang tekanan fluida di cairan
perilimfe koklea. Ketika jendela oval menonjol ke dalam, itu mendorong
perilimfe dari scala vestibuli.
f. Gelombang tekanan ditransmisikan dari scala vestibuli ke scala tympani dan
akhirnya ke jendela bundar, menyebabkannya membesar ke luar ke arah
telinga tengah.
g. Gelombang tekanan juga mendorong membran vestibularis bolakbalik,
menciptakan gelombang tekanan di endolimfe di dalam saluran koklea

3
Gambar 3. Fisiologi Pendengaran 3

h. Gelombang tekanan dalam endolimfe menyebabkan membran basilaris


bergetar, yang menggerakkan sel-sel rambut organ spiral melawan
membran tektorial. Hal ini menyebabkan pembengkokan stereocilia sel
rambut yang menghasilkan potensial aksi reseptor hingga pada akhirnya
mengarah pada pembentukan impuls saraf. (Tortora J & Nielsen T, 2012).
Stereosilia setiap sel rambut tersusun dalam barisan dengan tinggi yang
berjenjang berkisar dari rendah ke tinggi yang dihubungkan oleh tip links.
Stereosilia akan menekuk ke arah membran tertingginya ketika membran
basilaris bergerak ke atas dan meregangkan tip links, sehingga membuka kanal
kation yang dilekatinya. Kanal kation yang terbuka akan menyebabkan lebih

10
banyak K+ yang masuk ke sel rambut. Proses masuknya K+ tambahan ini
mendepolarisasi sel rambut. Depolarisasi membuka kanal Ca2+ di dasar sel
rambut yang memicu eksositosis vesikula sinaptik yang mengandung
neurotransmitter, yang mungkin glutamate (Sherwood L, 2014).
Pelepasan glutamate menghasilkan impuls saraf di neuron sensorik
yang menginervasi sel rambut dalam. Badan sel neuron sensorik terletak di
ganglia spiral. Impuls saraf mengalir bersama rangsangan akson neuron ini, yang
membentuk cabang koklearis dari saraf vestibulocochlear (VIII). Serabut saraf
dari ganglion spiral Corti masuk ke nuklei dorsal dan ventral yang terletak di
bagian atas medulla. Semua serat bersinaps di bagian medulla ini, dan impuls
akan melewati terutama ke sisi yang berlawanan dari batang otak untuk berakhir
di nucleus olivari superior dan beberapa impuls juga berpindah ke nucleus olivari
superior di sisi yang sama (Hall E, 2016).
Perbedaan waktu pada impuls saraf yang datang dari dua telinga di
nucleus olivari superior memungkinkan kita untuk menemukan sumber suara.
Akson dari nuclues olivari superior juga naik di traktus meniskus lateral dan
berakhir di colliculus inferior. Impuls saraf kemudian akan disampaikan ke
nucleus geniculate medial di thalamus dan akhirnya ke area pendengaran primer
14 korteks serebral di lobus temporal otak besar (area 41 dan 42) (Tortora J &
Nielsen T, 2012).

2.3 Definisi, Epidemiologi dan Faktor resiko Otitis Media Efusi


Otitis media akut merupakan akumulasi cairan di telinga tengah tanpa gejala dan
tanda imfeksi akut . istilah lain otitis media efusi (OME) adalah otitis media serosa ,
sekretorik , musinosa atau non supuratif . Glue ear adala OME persisten dengam cairan
kental seperti lem. Adanya cairan di dalam telinga tengah mengakibatkan terjadinya
gangguan pendengaran .Proses inflamasi pada telinga tengah ditandai adanya kumpulan
secret dengan membran timpani yang intak, proses tersebut dapat berlangsung akut ,
subakut atau kronis .
Di Amerika Serikat, 90% anak usia di bawah 10 tahun pernah menderita
OME. Insidens OME pada usia neonatus adalah 0-12%, usia 1 tahun 12%, usia 2
tahun 7-12%, usia 3-4 tahun 2-18%, usia 5 tahun 4-17%, usia 6-8 tahun 3-9%, dan

11
usia 8-9 tahun 0-6%.3 Di Inggris, 80% anak-anak usia sampai 4 tahun pernah
menderita OME. Penelitian di Arab Saudi mendapatkan prevalensi OME 7,5%
pada anak usia di bawah 8 tahun. Predileksi OME adalah jumlah anak lebih dari
4 orang, pendidikan ibu hanya setingkat sekolah dasar, tinggal di area rural, serta
sering menderita OMA. Di Indonesia, Anggraeni R, et al, melakukan penelitian
terhadap 7005 anak sekolah usia 6 tahun hingga 15 tahun dan mendapatkan 26
anak dengan diagnosis OME. Sementara Tamin mendapatkan prevalensi OME
adalah 26,7% pada anak TK dan SD.
Faktor Resiko pada kasus Otitis Media Efusi (OME) yaitu pada gangguan
tuba eustachius, infeksi saluran pernafasan atas, rhinitis alergi, hipertrofi adenoid
,labiopalatoskisis, sindrom down, perokok pasif, massa nasso faring panjang

2.4 Etiologi dan Patofisiologi OME


Patofisiologi OME bersifat multifaktorial antara lain infeksi virus atau
bakteri, gangguan fungsi tuba Eustachius, status imunologi, alergi, faktor
lingkungan dan sosial. Dugaan yang sering dikemukakan dan diperkirakan
berperan pada mekanisme terjadinya OME adalah gangguan fungsi tuba dan
mukosa telinga tengah sebagai organ target alergi.
a. Gangguan Fungsi Tuba
Gangguan fungsi tuba menyebabkan mekanisme aerasi ke rongga
telinga tengah terganggu, drainase dari rongga telinga ke rongga nasofaring
terganggu dan gangguan mekanisme proteksi rongga telinga tengah terhadap
refluks dari rongga nasofaring. Akibat gangguan tersebut rongga telinga
tengah akan mengalami tekanan negatif. Tekanan negatif di telinga tengah
menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan selanjutnya terjadi
transudasi. Selain itu terjadi infiltrasi populasi sel-sel inflamasi dan sekresi
kelenjar. Akibatnya terdapat akumulasi sekret di rongga telinga tengah.
Inflamasi kronis di telinga tengah akan menyebabkan terbentuknya jaringan
granulasi. fibrosis dan destruksi tulang.
Obstruksi tuba Eustachius yang menimbulkan terjadinya tekanan
negatif di telinga tengah akan diikuti retraksi membran timpani. Orang dewasa
biasanya akan mengeluhkan adanya rasa tak nyaman, rasa penuh atau rasa

12
tertekan dan akibatnya timbul gangguan pendengaran ringan dan tinitus.
Anak-anak mungkin tidak muncul gejala seperti itu. Jika keadaan ini
berlangsung dalam jangka waktu lama cairan akan tertarik keluar dari
membran mukosa telinga tengah. menimbulkan keadaan yang kita sebut
dengan otitis media serosa. Kejadian ini sering timbul pada anak-anak
berhubungan dengan infeksi saluran napas atas dan sejumlah gangguan
pendengaran mengikutinya.
b. Infeksi
Infeksi bakteri merupakan faktor penting dalam patogenesa terjadinya
OME sejak dilaporkan adanya bakteri di telinga tengah. Streptococus
pneumonia, haemophilus influenzae, Thoraxella catarrhalis dikenal sebagai
bakteri patogen terbanyak ditemukan dalam telinga tengah. Meskipun hasil
yang didapat dari kultur lebih rendah. Penyebab rendahnya angka ini diduga
karena
1. penggunaan antibiotik jangka lama sebelum pemakaian ventilation
tube akan mengurangi proliferasi bakteri patogen.
2. sekresi imunoglobulin dan lisosim dalam efusi telinga tengah akan
menghambat proliferasi bakteri patogen.
3. bakteri dalam efusi telinga tengah berlaku sebagai biofilm.
c. Status Imunologi
Faktor imunologis yang cukup berperan dalam OME adalah sekretori
Ig A. Imunoglobulin ini diproduksi oleh kelenjar di dalam mukosa kavum
timpani. Sekretori Ig A terutama ditemukan pada efusi mukoid dan dikenal
sebagai suatu imunoglobulin yang aktif bekerja dipermukaan mukosa
respiratorik. Kerjanya yaitu menghadang kuman agar tidak kontak langsung
dengan permukaan epitel, dengan cara membentuk ikatan komplek. Kontak
langsung dengan dinding sel epitel adalah tahap pertama dari penetrasi kuman
untuk infeksi jaringan. Dengan demikian Ig A aktif mencegah infeksi kuman.
d. Alergi
Bagaimana faktor alergi berperan dalam menyebabkan OME masih
belum jelas. Akan tetapi dari gambaran klinis dipercaya bahwa alergi
memegang peranan. Dasar pemikirannya adalah analogi embriologik, dimana

13
mukosa timpani berasal sama dengan mukosa hidung Setidak-tidaknya
manifestasi alergi pada tuha Eustachius merupakan penyebab oklusi kronis
dan selanjutnya menyebabkan efusi.
Namun, dari penelitian kadar Ig E yang menjadi kriteria alergi atopik,
baik kadarnya dalam efusi maupun dalam serum tidak menunjang sepenuhnya
alergi sebagai penyebab. Etiologi dan patogenesis otitis media leh karena
alergi mungkin disebabkan oleh satu atau lebih dari mekanisme dibawah ini.
1. mukosa telinga tengah sebagai organ sasaran (target organ)
2. pembengkakan oleh karena proses inflamasi pada mukosa tuba
Eustachius
3. obstruksi hidung oleh karena proses inflamasi, dan d) aspirasi bakteri
nasofaring yang terdapat pada sekret alergi ke dalam ruang telinga
tengah.

2.5 Diagnosis
A. Anamnesis
OME sering terjadi pada anak- anak, walau demikian penyakit ini
jarang menimbulkan keluhan. Riwayat Anak mengeluh pendengaran
berkurang, biasanya ringan dan bisa dideteksi dengan audiogram. Selain itu,
anak juga mengeluh rasa tersumbat pada telinga atau suara sendiri terdengar
lebih nyaring atau berbeda (diplacusis binauralis) pada telinga yang sakit.
Otalgia sering ringan. Pada anak balita, gejala sulit dikenali, tetapi timbul
gangguan bicara dan bahasa karena pendengaran berkurang. kadang orang tua
mengeluh anaknya berbicara dengan suara keras dan tidak respons saat
dipanggil. Kadang tidak ada gejala pada anak. Temuan lain yaitu adanya
riwayat bepergian dengan pesawat, diving, atau riwayat alergi. Penyakit ini
biasanya diketahui dari orang tua ataupun guru anak-anak tersebut. Keluhan
yang disampaikan adalah sikap acuh terhadap suara disekitarnya, gangguan
atau keterlambatan bicara juga prestasi belajar anak yang semakin menurun.
Pada anak-anak yang lebih besar atau orang dewasa biasanya dirasakan
adanya rasa yang tidak nyaman pada telinga (terasa penuh), suara yang
bergema pada telinga, mungkin juga didapatkan tinitus. Anamnesis tidak

14
didapatkan keluhan tanda-tanda adanya infeksi. Tidak didapatkan demam.
Riwayat penyakit perlu digali secara lengkap dan dicari faktor-faktor risiko
terjadinya OME pada penderita. Status imunologi, status gizi, riwayat alergi
pasien dan keluarganya serta kelainan kongenital yang menyertai misal
palatoskizis merupakan faktor yang harus mendapatkan perhatian pada pasien
yang dicurigai menderita OME.
B. Otoskopi
Otoskopi Pada pemeriksaan otoskopi terlihat membran timpani suram
dan retraksi, kadang kekuningan, atau efusi kebiruan. Pemeriksaan otoskopi
menunjukkan kecurigaan OME apabila ditemukan tanda-tanda:
a) tidak didapatkan tanda-tanda radang akut,
b) terdapat perubahan warna membran timpani akibat refleksi. dari
adanya cairan didalam kavum timpani,
c) membran timpani tampak lebih nini menonjol.
d) membran retraksi atau atelektasis.
e) didapatkan air fluid levels atau bubles, atau.
f) mobilitas membran berkurang atau fiksasi.

Gambar 4. Hasil otoskopi pada OME


C. Otoskopi Pneumatik
Pemeriksaan ini menunjukkan membran timpani retraksi atau bombans
dengan mobilitas menurun. Sensitivitas pneumatik otoskopi adalah 94% dan
spesifisitasnya 80%; merupakan metode diagnosis primer dan untuk
membedakan OME dari OMA. Otoskopi pneumatik dilakukan sebelum
timpanometri.
D. Audiometri Nada Murni

15
Pada pemeriksaan ini didapatkan tuli konduksi ringan sampai sedang.
Tuli konduksi bilateral persisten lebih dari 25 dB dapat mengganggu
perkembangan intelektual dan kemampuan berbicara anak.
Derajat ketulian menurut International Standard Organization (ISO):
a. 0-25 dB : normal
b. >25-40 dB : tuli ringan
c. >40-55 dB : tuli sedang
d. >55-70 dB : tuli sedang berat
e. >70-90 dB : tuli berat
f. >90 dB : tuli sangat berat
E. Timpanometri
Timpanometri memberikan penilaian objektif mobilitas membran
timpani, fungsi TE, dan fungsi telinga tengah dengan mengukur jumlah
energi suara yang dipantulkan kembali oleh probe kecil yang ditempatkan
pada liang telinga. Prosedur ini tidak nyeri, relatif sederhana, dan dapat
dilakukan dengan portable screening unit. Hasil pemeriksaan
timpanometri disebut timpanogram. Timpanometri digunakan untuk
mengkonfirmasi diagnosis OME. Pada timpanogram didapatkan hasil tipe
B atau C. Tipe ini menunjukkan gerakan membran timpani terbatas karena
adanya cairan atau perlekatan dalam kavum timpani. Sensitivitas dan
spesifisitas timpanometri cukup tinggi (sensitivitas 94%, spesifisitas 50-
70%) jika dibandingkan dengan miringotomi.

16
Gambar 5. Tipe Timpanometri
F. Radiologi
Pemeriksaan radiologi foto mastoid dahulu efektif. digunakan untuk
skrining OME, tetapi sekarang jarang dikerjakan. Anamnesis riwayat
penyakit dan pemeriksaan fisik banyak membantu diagnosis penyakit ini.
CT-scan sangat sensitif dan tidak diperlukan untuk menegakkan diagnosis
OME. Meskipun CT-scan penting untuk menyingkirkan adanya
komplikasi dan otitis media misal mastoiditis, trombosis sinus sigmoid
ataupun adanya kolesteatoma. CT-scan penting khususnya pada pasien
dengar OME unilateral yang harus dipastikan adanya massa di nasofaring
telah disingkirkan.

2.6 Tatalaksana Pada Otitis Media Efusi (OME)


Pencegahan OME dapat dilakukan observasi selama 3 bulan sejak
awitan (watchful waiting) , kemudian dapat dilakukan control rutin ke dokter

Terapi dapat diberikan :

 vasokontriksi local : oxymetazoline tetes hidung (0,5%) pada usia <12 bulan
dan 1% pada usia > 12 bulan
 Antihistamin ( bila dicurigai terdapat alergi )
 Kortikostreoid bermanfaat untuk pengobatan OME. Mekanisme anti
inflamasi terjadi karena penghambatan fosfolipase yang kemudian
menghambat sintesis mediator inflamasi , peningkatan regulasi ion natrium
transepitalial , menyebabkan pengosongan cairan dari telinga tengah dan
menekan produksi musin
 Cetirizine / loratadine PO 1x10mg

Jika pasien tidak sembuh spontan maupun dengan terapi medikamentosa


lakukan rujuk ke spesialis THT dan dilakukan miringotomi , pemasangan pipa
ventilasi grommet , adenoidektomi
a. Miringotomi dan Pipa ventilasi grommet
Miringotomi (timpanostomi) - pemasangan pipa ventilasi untuk evakuasi
cairan dari dalam telinga tengah. Tujuannya adalah menghilangkan cairan

17
di telinga tengah, mengatasi gangguan pendengaran, mencegah
kekambuhan, mencegah gangguan perkembangan kognitif, bicara, bahasa,
dan psikososial. Indikasi pembedahan pada OME tergantung status
pendengaran, gejala, risiko tumbuh kembang, dan kemungkinan efusi
sembuh spontan. Operasi dilakukan setelah pengobatan konservatif selama
3 bulan gagal.
b. Adeinodektomi
Adenoidektomi dengan pemasangan miringotomi pipa ventilasi
direkomendasikan pada anak usia 4 tahun atau lebih. Untuk anak usia di
bawah 4 tahun, adenoidektomi dilakukan jika terdapat hipertrofi adenoid
yang menimbulkan keluhan hidung buntu dan adenoiditis kronik. Pasien
OME usia 2-11 tahun yang menjalani adenoidektomi atau miringotomi
dengan pemasangan pipa ventilasi hasilnya lebih baik daripada tanpa pipa

2.7 Diagnosis Banding Otitis Media Efusi (OME)


a. Gangguan tuba eustachius, membran timpani retraksi (obstruksi), atau
bergerak sesuai respirasi (tuba patuolus)
b. Otitis media akut stadium oklusi, timbul tanda inflamasi disertai riwayat
ISPA sebelumnya

2.8 Komplikasi Otitis Media Efusi (OME)


a. OMA (Otitis Media Akut)

Gambar 6. OMA

Otitis media akut (OMA) merupakan inflamasi telinga bagian tengah dan
salah satu penyakit dengan prevalensi paling tinggi pada masa anak-anak,

18
dengan puncak insidensi terjadi pada usia antara 6 bulan sampai 2 tahun.
Hampir 70% anak akan mengalami otitis media akut (OMA) paling sedikit
satu periode otitis media.

b. Timpanosklerosis

Gambar 7. Timpanoskeloris

Timpanosklerosis adalah penyakit umum yang mempengaruhi telinga


tengah dan membran timpani yang mana merupakan komplikasi dari otitis
media.

c. Perforasi membrane timpani

Gambar 8. Perforasi Membran Timpani

2.9 Prognosis Otitis Media Efusi (OME)


Secara umum prognosis OME baik. Kasus OME pada anak usia 2-4
tahun, sebanyak 50% sembuh dalam 3 bulan dan 95% dalam setahun. Sekitar

19
5% anak-anak OME yang tidak dibedah mengalami OME persisten dalam
setahun.

BAB III

KESIMPULAN

Otitis media efusi (OME) sering terjadi pada bayi dan anak-anak
sehingga cukup sulit dalam melakukan diagnosis penyakitnya. Orang terdekat
dan banyak berinteraksi dengan anak tersebut akan informasi yang menjadi
sumber baik untuk mendapatkan riwayat penyakit secara komplit. Perhatian
orang tua dan guru sangat membantu dalam menegakkan diagnosis, Etiologi
dan patofisiologi OME sangat multifaktorial, saling menunjang dan saling
terkait. Pada bayi dan anak, status imunologi sangat penting untuk menjaga
daya tahan tubuh terhadap infeksi. Anamnesis dan pemeriksaan fisik diperlukan
dalam penegakan diagnosis OME Penggunaan alat otoskopi pneumatik.
timpanometri. audiometri untuk pemeriksaan fisik sangat membantu dalam
penegakan diagnosis OME. Tatalaksana pada kasus OME diberikan
vasokontriksi lokal untuk meredakan oedem, antihistamin jika terdapat alergi
dan valsava manoeuver apabila tidak ada tanda infeksi. Pencegahan OME dapat
dilakukan observasi selama 3 bulan sejak awitan (watchful waiting) , kemudian
dapat dilakukan kontrol rutin ke dokter.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Arifputera A, dkk . Kapita Selekta Kedokteran . Editor, Tanto C , dkk. Edisi


4. Jakarta : Media Aesculapius. 2014;jilid 2;975-981
2. Aquinas Rimelda. Tatalaksana Otitis Media Efusi pada Anak. Jurnal CDK-
254. 2017; 44(7): 472-477.
3. Sherwood, LZ., 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta:
EGC, 595-677.
4. Tortora, Gerard J. Mark T. Nielsen. 2012. Principles of Human Anatomy.
12th edition. John Wiley & Sons, Inc
5. Hall JE. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. 13th ed.
Philadelphia (PA): Elsevier, Inc.; 2016.
6. Panduan diagnosis dan terapi dept – THT KL RS soetomo
7. Dhingra PL . disorder of middle aer. In: diseases of ear , nose and throat .
6th ed. (2014) halaman 64

21

Anda mungkin juga menyukai