Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

NEUROMA AKUSTIK

DISUSUN OLEH:
Latifah Awalia, S.Ked (H1AP14028)

PEMBIMBING:
dr. Monna Octavia, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN THT

RSUD dr. M. YUNUS BENGKULU

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BENGKULU

2020
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Latifah Awalia


NPM : H1AP14028
Fakultas : Kedokteran
Judul : Neuroma Akustik
Bagian : THT
Pembimbing : dr. Monna Octavia, Sp. THT-KL
Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepaniteraan klinik di bagian
THT Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Bengkulu.

Bengkulu, 14 Agustus 2020


Pembimbing

dr. Monna Octavia, Sp. THT-KL

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan referat tersebut. Referat ini
disusun untuk memenuhi salah satu komponen penilaian kepaniteraan klinik di
bagian THT RSUD M.Yunus Kota Bengkulu, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Bengkulu.
Tak lupa saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
dosen pengajar dan semua pihak yang telah membantu penulis mengerjakan
referat baik secara langsung maupun tidak langsung.
Saya menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, karena itu
saya terbuka atas saran dan kritik yang dapat meningkatkan kinerja saya. Saya
berharap referat ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi siapa saja
yang membaca.

Bengkulu, 14 Agustus 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... i


KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 5
2.1. Definisi...................................................................................................... 5
2.2. Anatomi dan Fisiologi Telinga ................................................................... 5
2.3. Epidemiologi ........................................................................................... 10
2.4. Etiologi.................................................................................................... 10
2.5. Patofisiologi ............................................................................................ 11
2.6. Gejala Klinis............................................................................................ 13
2.7. Diagnosis ................................................................................................. 15
2.8. Diagnosis Banding ................................................................................... 17
2.9. Penatalaksanaan....................................................................................... 17
2.10. Prognosis ............................................................................................... 20
BAB III. KESIMPULAN ................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 23

iii
BAB I PENDAHULUAN

Neuroma akustik adalah tumor jinak intrakanial dan ekstraaksial yang


tumbuh dengan lambat, biasanya berasal dari bagian saraf keseimbangan
(vestibular) dari nervus kedelapan (Kondziolka et al., 2012). Neuroma akustik
adalah tumor jinak dari nervus kranialis kedelapan yang ditemukan di
cerebellopontine angle dan di kanalis auditoris interna (Shin, 2000).
Prevalensi penderita neuroma akustik adalah 1:100.000 (Shin, 2000). Akan
tetapi, angka kejadian neuroma akustik semakin bertambah, kemungkinan oleh
karena tumor yang tidak sengaja ditemukan dari penggunaan magnetic resonance
imaging (MRI) dan computed tomography (CT). Analisa retrospective dari 46.000
MRI menemukan setidaknya 8 tumor neuroma akustik (0,02%). Umur rata-rata dari
penderta neuroma akustik adalah 50 tahun (Faraji, 2011). Menurut Tew &
McMahon, neuroma akustik lebih banyak menyerang wanita daripada pria, dan
pasien biasanya terdiganosis pada umur 30-60 tahun. Neuroma akustik pada
umumnya diderita oleh orang dewasa, di Denmark terjadi peningkatan angka
kejadian dari 7,8 menjadi 12,4 kasus per satu juta kasus tumor otak pada tahun 1976
sampai 1995 (Hughes, 2011).
Penyebab dari neuroma akustik tidak diketahui, tidak ada faktor
lingkungan (penggunaan telepon genggam atau diet) yang terbukti secara ilmiah
dapat menyebabkan tumor ini. Neuroma akustik dapat terjadi secara sporadis
sebagai penyakit yang diturunkan yang disebut neurofibromatosis tipe 2 (NF2)
(Tew & McMahon, 2013).

4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Neuroma akustik adalah tumor jinak dari nervus kranial kedelapan
yang ditemukan di kanalis auditoris interna dan di cerebellopontine angle
(CPA) (Shin, 2000).
Neuroma akustik adalah tumor jinak intrakanial dan ekstraaksial yang
tumbuh dengan lambat, biasanya berasal dari bagian saraf keseimbangan
(vestibular) dari nervus kedelapan (Kondziolka et al., 2012).
Neuroma akustik adalah tumor non-ganas jaringan fibrosa yang
berasal dari saraf keseimbangan (vestibular) atau pendengaran (koklea) yang
tidak menyebar (metastasis) ke bagian lain dari tubuh (Antonelli & O’Malley,
2011).

2.2. Anatomi dan Fisiologi Telinga


2.2.1. Anatomi Telinga

Telinga Luar

Bagian pertama yang tampak pada telinga luar adalah daun telinga

atau aurikula. Aurikula adalah tulang rawan elastis yang ditutupi oleh kulit

kecuali pada bagian lobulus yang merupakan jaringan lemak areolar murni.

Bagian kedua pada telinga luar adalah meatus akustikus eksterna (MAE).

MAE pada orang dewasa memiliki panjang 2,5 cm, sepertiga luar dari MAE

terdiri dari tulang rawan sedangkan duapertiga dalam terdiri dari tulang,

hanya bagian sepertiga luar yang memiliki kelenjar dan folikel rambut.

Bagian ketiga dari telinga luar adalah membran timpani. Membran timpani

adalah membran yang memisahkan telinga luar dan telinga tengah,

mempunyai diameter kira-kira 1 cm. Pada membran timpani yang

5
sehat, pada bagian pars tensa akan menunjukkan reflek cahaya kecuali jika ada

radang. Suplai darah untuk telinga luar berasal dari arteri temporal superfisial

dan arteri post-aurikular (Flood, 2015).

Gambar 2.1 Irisan koronal vertikal bagian telinga kanan. (Brödel.) 1, meatus akustikus eksterus,
bagian tulang rawan; 2, fossa media; 3, attic; 4, maleus; 5, inkus; 6, kanalis semisirkularis
lateralis; 7, posisi kanalis semisirkularis posterior; 8, kanalis semisirkularis superior; 9,
vestibulum; 10, nervus fasialis; 11, nervus vestibular; 12, nervus koklea; 13, koklea; 14, tuba
eustachius; 15, stapes; 16, arteri karotis internal; 17, meatus akustikus eksterna bagian tulang; 18,
tulang rawan. (Flood, 2016)

Telinga Tengah

Telinga telinga adalah ruang yang berbentuk bikonkav tidak teratur yang

berkembang sejak lahir sampai dewasa. Isi dari telinga telinga tengah adalah udara,

osikula, tendon stapedius dan tensor timpani. Telinga tengah berhubungan dengan

nasofaring melalui tuba eustachius dengan pembukaan auditus. Telinga tengah

atau juga bisa disebut sebagai kavum timpani terbagi menjadi 4 bagian, yaitu

eitimpani, mesotimpani, protimpani, dan hipotimpani.

6
Gambar 2.2 Osikula (Dhingra et al., 2014)

Osikula terdiri dari tulang kecil yaitu malleus, inkus dan stapes. Ketiga
tulang ini terhubung satu sama lain oleh sendi sinovial. Tuba eustachius
berukuran kira-kira 17 mm saat lahir dan 36 mm saat dewasa.
Dalam keadaan isitirahat, hubungan antara tuba dan nasofaring menutup, dan
membuka saat menguap dan menelan (Tuli et al., 2013).

Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari vestibulum, kanalis semisirkularis, dan koklea.
Vestibulum berbentuk oval berukuran 5 mm x 3 mm membentuk bagian tengah
labirin tulang. Di dalam vestibulum terdapat sakula, duktus koklearis, dan
utrikula. Bagian bawah dari vestibulum memiliki 5 lubang yang berhubungan
dengan kanalis semisirkularis. Pada dinding bagian lateral, terdapat oval window,
dan dinding bagian tengah berhubungan dengan meatus akustikus internus (Tuli et
al., 2013).
Terdapat 3 kanalis semisirkularis, yaitu kanalis semisirkularis lateral,

superior, dan posterior. Berukuran sekitar 0,8 mm dan masing-masing memiliki

pangkal yang disebut ampula (Tuli et al., 2013).

7
Gambar 2. 3 (A) Left bony labyrinth. (B) Left membranous labyrinth. (C) Cut section of bony
labyrinth (Dhingra et al et al., 2014)

Koklea berbentuk seperti cangkang siput berukuran 35 mm x 5 mm. Apex


koklea menghadap bagian anterosuperior dari dinding medial rongga telinga
tengah dan dasarannya menuju ke fundus dari meatus akustikus internus. Tulang
lamina spiralis membagi koklea menjadi skala vestibuli dan skala timpani, kedua
skala ini berhubungan satu sama lain melalui helichotrema di apex koklea (Tuli et
al., 2013).

Gambar 2.4 Skala media dengan organ cortii. 1, tulang spiral lamina; 2, ganglion spiral; 3, spiral
limbus; 4, bibir vestibular dari limbus spiral; 5, sulkus bagian dalam; 6, membran tectorial; 7,
membran Reissner’s; 8, stria vaskularis; 9, ruang Nuel; 10, sel-sel Hensen; 11, sulkus bagian luar;
12, sel-sel Claudius; 13, ligamen spiral; 14, membran basilar; 15, sel-sel rambut luar; 16, pilar luar
terowongan Corti; 17, serabut saraf; 18, terowongan Corti; 19, sel-sel rambut bagian dalam; 20, lip
timpani dari limbus spiral (Flood, 2015)

8
Nervus VIII terbagi menjadi 2 yaitu bagian nervus koklearis anterior dan
nervus vestibularis posterior di dalam meatus akustikus internus. Nervus koklearis
terbagi menjadi banyak filamen yang akan berakhir pada sel rambut dalam (95%)
dan sel rambut luar (5%). Nervus vestibularis mensarafi makula, utrikula dan
ampula kanalis semisirkularis (Tuli et al., 2013).

Gambar 2.5 Nervus vestibulokoklearis didalam meatus akustikus internus (Dhingra et al., 2014)

2.2.2. Fisiologi Pendengaran

Sebuah sinyal suara di lingkungan dikumpulkan oleh pinna (aurikula),

melewati meatus akustikus eksterna (MAE) dan menggetarkan membran

timpani. Getaran dari membran timpani ditransmisikan tulang pendengaran

(stapes), stapes melalui rantai ossicles digabungkan dengan membran timpani.

Gerakan ossikula ini menyebabkan perubahan tekanan dalam cairan labirin,

yang menggerakkan membran basilar. Hal ini merangsang sel-sel rambut organ

corti. Sel-sel rambut ini yang bertindak sebagai transduser dan mengubah

energi mekanik menjadi impuls listrik, yang akan diteruskan ke sepanjang saraf

pendengaran (Dhingra et al., 2014).

9
2.3. Epidemiologi
Menurut Iranian Journal of Otorhinolaringology prevalensi penderita
neuroma akustik adalah 1:100.000 orang pertahun. Akan tetapi, angka kejadian
neuroma akustik tampaknya akan semakin bertambah, kemungkinan oleh karena
penggunaan magnetic resonance imaging (MRI) dan computed tomography (CT)
yang secara tidak sengaja menemukan tumor neuroma akustik. Analisa
retrospective dari 46.000 MRI menemukan setidaknya 8 tumor neuroma akustik
(0,02%). Umur rata-rata dari penderita adalah 50 tahun (Faraji, 2011).
Tew & McMahon menerangkan, neuroma akustik lebih banyak
menyerang wanita daripada pria, dan pasien biasanya terdiagnosis pada umur 30-
60 tahun. Neuroma akustik pada umumnya diderita oleh orang dewasa, di
Denmark terjadi peningkatan angka kejadian dari 7,8 menjadi 12,4 kasus per satu
juta kasus tumor otak pada tahun 1976 sampai 1995.
Menurut International Radiosurgery Associations (IRSA) sekitar 8% dari
semua tumor otak adalah neuroma akustik, kira-kira 1 dari 100.000 orang per
tahun menderita neuroma akustik (Lunsford et al., 2006).

2.4. Etiologi
Etiologi dari neuroma akustik sebagian besar tidak dapat diketahui
(idiopatik). Tidak ada faktor lingkungan (seperti penggunaan telepon genggam
atau diet) yang telah dibuktikan secara ilmiah dapat menyebabkan tumor ini.
Tumor ini bisa timbul secara idiopatik atau bisa disebabkan oleh kelainan yang
diturunkan yang disebut neurofibromatosis tipe 2 (NF-2). Tumor yang muncul
secara idiopatik timbul sebanyak 95% dan yang disebabkan oleh NF-2 sebanyak
5% (Tew & McMahon, 2013).
Neuroma akustik unilateral dan bilateral dapat disebabkan oleh karena
kelainan fungsi dari kromosom 22. Kromosom 22 memproduksi protein
(schamnamine/merlin) yang mengontrol pertumbuhan sel schwann. Pada pasien
NF-2 kelainan kromosom 22 ini diturunkan dan ada pada sebagian besar sel
somatis. Orang dengan NF-2 biasanya mengalami neuroma akustik pada kedua
sisi (bilateral). Akan tetapi, seseorang dengan neuroma akustik unilateral tanpa

10
sebab yang jelas mengalami gangguan pada fungsi kromosom 22 dan hanya ada
pada sel schwann nervus kedelapan saja (Lunsford et al., 2006; Faraji, 2011).

Gambar 2.5 Neuroma akustik (Faraji, 2011)

Beberapa faktor resiko disebutkan dalam beberapa jurnal tentang neuroma


akustik seperti terpajan suara bising dari tempat kerja ataupun dari suara musik
yang keras, dan riwayat terpajan radiasi dosis rendah saat anak-anak (Faraji,
2011).

2.5. Patofisiologi
Mayoritas neuroma akustik berkembang dari sel schwann yang
menyelubungi sel nervus vestibulokoklearis (VIII) cabang vestibular. Sangat
jarang tumor ini (kurang dari 5%) muncul dari sel nervus vestibulkoklearis (VIII)
cabang koklea. Karena neuroma akustik berasal dari sel schwann, tumor pada
umumnya akan semakin membesar dan menekan saraf vestibular. Secara lambat
dan bertahap saraf vestibular akan mengalami destruksi, sehingga terjadi
penurunan fungsi. (Lunsford et al., 2006). Karena perkembangan tumor yang
lambat maka kemungkinan terjadi kompensasi sentral, sehingga sebagian besar
pasien tidak merasa mengalami gangguan keseimbangan (Skillbeck & Saeed,
2016).

11
Gambar 2.6 Neuroma akustik dalam kanalis auditoris interna (Faraji, 2011)

Neuroma akustik muncul dari kanalis auditoris interna bagian medial


dimana perkembangan tumor dibatasi oleh tulang kanalis auditoris interna. Ketika
ukuran tumor semakin besar, tumor tersebut akan meluas keluar dari kanalis
auditoris interna menuju ke cerebellopontine angle (CPA). Pada keadaan ini,
maka tumor akan menekan, nervus fasialis (VII), batang otak, pembuluh darah
dan ruang serebrospinal (Skillbeck & Saeed, 2015).

Gambar 2.8 Neuroma akustik keluar ke CPA tetapi belum menekan otak & batang otak (Faraji,
2011)
Nervus fasialis (VII) cukup tahan terhadap penekanan yang disebabkan
oleh ukuran tumor tanpa mengalami gangguan fungsi sampai tumor telah
mencapai ukuran yang sangat besar. Di sisi lain, nervus vestibularis dan koklearis
(VIII) sangat sensitif terhadap tekanan. Sehingga meskipun tumor masih
berukuran kecil dan terbatas pada kanalis auditoris interna, gejala awal berupa
gangguan pendengaran dan keseimbangan dapat terjadi (Lunsford et al., 2006).

12
Gambar 2.9 Neuroma akustik keluar ke CPA sudah menekan otak & batang otak
(Faraji, 2011)
Saat ukuran tumor mendekati 1,5 cm maka batang otak akan mulai
terganggu, semakin lama batang otak akan tertekan dan terdorong kearah
kontralateral dari tumor. Nervus fasialis (VII) akan terganggu jika ukuran tumor
sudah mencapai 2 cm, maka akan terjadi manifestasi hipoestesi pada wajah
(penurunan sensitifitas). Ukuran tumor lebih dari 4 cm akan menyebabkan
penekanan pada akuaduktus otak dan ventrikel ke empat sehingga meyebabkan
hidrosefalus (Lunsford et al., 2006).

2.6. Gejala Klinis


Gejala klinis neuroma akustik dapat dibagi menjadi :
1. Gejala Kokleovestibular (VIII)
Gejala awal yang timbul adalah gejala nervus kokleovestibular (VIII),
gejala ini timbul ketika tumor masih berada di kanalis auditoris interna yang
menyebabkan penekanan pada nervus koklearis atau vestibularis dan arteri auditus
internus (Tuli et al., 2013). Gangguan pendengaran progresif unilateral tipe
sensorineural yang sering disertai dengan tinnitus adalah gejala yang muncul pada
sebagian besar kasus. Terdapat kesulitan dalam memahami pembicaraan, yang
tidak sesuai dengan kelainan pada gangguan pendengaran murni. Kedua gejala
tersebut adalah ciri khas dari neuroma akustik. Beberapa pasien mungkin
mengalami gangguan pendengaran mendadak. Gejala vestibular yaitu gangguan
keseimbangan, gejala vertigo jarang terjadi. (Dhingra et al., 2014).

13
2. Gejala Nervus Kranial
Nervus trigeminus (V) adalah nervus paling awal mengalami gangguan
seperti menurunnya sensitifitas kornea, numbness, dan parasetesia pada wajah.
Gangguan nervus trigeminus menunjukkan ukuran tumor sudah mencapai
ukuran 2,5 cm dan sudah mendesak cerebellopontine angle (CPA) (Dhingra et
al., 2014).
Adanya hipoaestesia pada meatus dinding posterior (Hitzelberger’s Sign),
hilangnya indra perasa (diuji oleh electrogustometry) dan berkurangnya
lakrimasi pada tes Schirmer adalah gejala adanya gangguan dari nervus fasialis
(VII). Terlambatnya reflek berkedip mungkin menjadi gejala awal pada
ganggaun nervus ini (Tuli et al., 2013).
Pada gangguan nervus glossofaringeus (IX) dan vagus (X) terdapat gejala
disfagia dan suara serak karena kelumpuham lidah, faring dan laring.
Sedangkan untuk nervus kranial lainnya, seperti nervus XI dan XII, III, IV dan
VI akan terpengaruh ketika ukuran tumor sangat besar (Tuli et al., 2013).
3. Gejala Batang Otak
Kelemahan, mati rasa dari lengan dan kaki dan peningkatan refleks tendon
menunjukkan keterlibatan batang otak (Tuli et al., 2013). Ukuran tumor lebih dari
4 cm akan menyebabkan penekanan pada akuaduktus otak dan ventrikel ke empat
sehingga meyebabkan hidrocephalus (Lunsford et al., 2006).

4. Gejala Serebelum (Otak Kecil)


Gejala serebelum ditunjukkan dengan adanya gait ataxic, nistagmus,
dysdiadochokinesia dan ketidakmampuan untuk berjalan di sepanjang garis lurus
dengan kecenderungan untuk jatuh ke sisi yang terkena (inkoordinasi). Hal ini
dapat dibuktikan dengan tes jari hidung (fingernose test), uji lutut-tumit (knee-
heel test), dan ketidakmampuan untuk berjalan di sepanjang garis lurus dengan
kecenderungan untuk jatuh ke sisi yang terkena (Tuli et al., 2013; Dhingra et al.,
2014)

14
2.7. Diagnosis
2.7.1. Anamnesis
Dalam anamnesis gejala yang paling umum didapatkan adalah gangguan
pendengaran unilateral dan tinitus. Mayoritas pasien juga akan mengalami
vertigo, meskipun gejalanya tidak terus-menerus. Gejala lanjut yang
dirasakan pasien seperti gejala nervus kranialis hanya akan dirasakan bila
ukuran tumor sudah bisa menekan saraf kranialis (Tuli et al., 2013).
Tabel 2.1 Tanda dan gejala neuroma akustik

Dalam diagnosis, selain anamnesis yang rinci dan pemeriksaan fisik,


diperlukan pemeriksaan audiologi lengkap dengan tes vestibular, untuk
menilai saraf trigeminal, dan melakukan MRI dengan kontras gadolinium
(Marques et al., 2007).

2.7.2. Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan pendengaran hasilnya akan abnormal oleh karena
terdapat gangguan pada nervus akustikus/kokleovestibularis (VIII). Tes
Weber dan Rinne akan sangat membantu untuk mengetahui apakah ada
gangguan pendengaran yang asimetris (unilateral). Penurunan atau tidak
adanya refleks kornea ipsilateral dan paresthesia mungkin terjadi sebagai
manifestasi gangguan pada nervus V dan VII. Defisit nervus kranialis lainnya
jarang terjadi kecuali pada ukuran tumor yang besar. Pemeriksaan Romberg,
Hall-Pike, dan tes keseimbangan umum lainnya biasanya normal (Faraji,
2011). Tes kalori akan menunjukkan respon yang berkurang atau tidak ada di
96% pasien, akan tetapi jika tumor sangat kecil, tes kalori mungkin normal.
Pemeriksaan funduskopi mungkin perlu diperiksa untuk mengetahui apakah
terdapat edema papil (Dhingra et al., 2014)

15
2.7.3. Pemeriksaan Penunjang
Tes audiometri adalah tes screening awal yang paling bagus untuk
mendiagnosis neuroma akustik, oleh karena hanya 5% pasien yang akan
mendapatkan hasil yang normal. Hasil tes biasanya menunjukkan gangguan
pendengaran sensorineural asimetris, biasanya lebih menonjol di frekuensi
yang lebih tinggi. Gangguan pendengaran tidak selalu berkorelasi dengan
ukuran tumor (Faraji, 2011). Recruitment test positif, SISI (short increment
sensitivity index) score rendah (0–20% score), dan tone decay positif. (Tuli et
al,. 2013) Pemeriksaan speech audiometry menunjukkan adanya kelainan
pada speech discrimination, hal ini akan bertambah jika suara ditingkatkan
melampaui batas tertentu (Roll-over phenomenon) (Dhingra et al., 2014).
Evoked Response Audiometry (BERA) sangat berguna dalam
mendiagnosis lesi retrocochlear. Tumor pada nervus VIII, akan memberikan
hasil perlambatan signifikan >0,2 ms di gelombang V antara kedua telinga
(Dhingra et al., 2014).
Plain X-Rays dapat memberikan temuan positif pada tumor neuroma
akustik, akan tetapi tumor yang masih berada pada kanalis auditori interna
tidak dapat terdeteksi. CT scan mampu mendeteksi tumor berukuran 0,5 cm
di dalam fossa posterior (Dhingra et al., 2014)

Gambar 2.11 CT Scan neuroma akustik (Tuli et al., 2013)

16
Tes diagnostik definitif (gold standar) untuk pasien dengan neuroma
akustik adalah adalah MRI dengan resolusi tinggi, thin slices, dengan
kontras gadolinium pada kanalis auditori interna (Lunsford et al., 2006)

Gambar 2.12 Contrast enhanced axial T1-weighted MRI scan of acoustic


neuroma (Tuli et al.,2013)

2.8. Diagnosis Banding


Neuroma akustik harus dibedakan dari patologi koklea (Ménière disease)
dan tumor cerebellopontine lainnya (Dhingra et al., 2014).
Tabel 2.2 Diagnosis banding neuroma akustik :

2.9. Penatalaksanaan
Pengobatan pada neuroma akustik rinitis sangat bervariasi, tujuan terapi
pada neuroma aksutik adalah memperpanjang harapan hidup dan menjaga fungsi
organ tubuh. Secara garis besar dibagi dalam:

17
1. Observasi (Wait and Scan)
Beberapa studi menunjukkan bahwa 50% dari neuroma akustik berhenti
tumbuh pada saat diagnosis. Oleh karena itu, pada pasien tertentu observasi
pertumbuhan tumor dengan scan (MRI) berulang dapat menjadi pilihan, terutama
jika tumor tersebut tidak menekan otak, dan jika belum ditetapkan bahwa tumor
tersebut dapat tumbuh bertambah besar. Pasien dievaluasi secara periodik untuk
mengetahui perkembangan gejala, dan diikuti dengan MRI untuk memantau
tanda-tanda pertumbuhan (Antonelli and O’Malley, 2011; Kondziolka et al.,
2012).
Tabel 2.3 Indikasi Wait and Scan :

Kecuali tumor telah berukuran besar pada saat diagnosis, biasanya pasien
dijadwalkan MRI pada 6 bulan pertama. Jika pada pemantauan tumor tidak
bertambah besar dianjurkan untuk melanjutkan observasi dengan scanning
tahunan dan perkembangan gejala. Skilbeeck & Saeed merekomendasikan scan 5
tahun berikutnya, diikuti oleh scan setiap 2 tahun sampai 10 tahun dari diagnosis.
Kemudian pasien disarankan untuk melakukan scan setiap 5 tahun. Jika tingkat
pertumbuhan sangat cepat, maka tatalaksana pengobatan/operasi dapat dilakukan
(Skilbeeck & Saeed, 2015).

2. Medikamentosa
Pasien dengan tumor di kedua telinga atau dengan masalah medis lainnya
mungkin dapat diberikan pengobatan yang dapat memperlambat atau
menghentikan pertumbuhan tumor. Obat yang saat ini tersedia adalah
bevacizumab (Avastin), tetapi obat memiliki efek samping yang serius (Antonelli
& O’Malley, 2011).

18
3. Radiotherapy
Tumor berukuran sedang (1-3 cm) atau tumor yang timbul berulang dapat
diobati dengan radiasi jenis khusus seperti radiosurgery stereotactic dan gamma
knife surgery. Pengobatan menggunakan radiasi ini melibatkan penggunaan
bimbingan komputer untuk memberikan dosis kecil radiasi yang difokuskan pada
tumor di dalam otak. Perawatan ini tidak menghapus atau sepenuhnya
menghilangkan tumor akustik, tetapi hal ini melukai tumor sehingga tidak lagi
tumbuh (Antonelli & O’Malley, 2011).

4. Microsurgery
Di era microsurgery ini, terdapat tiga pendekatan bedah yang berbeda untuk
neuroma akustik, yaitu retrosigmoid (RS), translabyrinthine (TL) dan middle
cranial fossa (MCF) yang umum digunakan. Tujuan dari operasi adalah
pengangkatan tumor total untuk meminimalkan dampak neurologis untuk pasien
(Antonelli & O’Malley, 2011; Skilbeeck & Saeed, 2015).

Gambar 2.13 Tiga pendekatan microsurgery (Faraji, 2011; Tuli et al., 2013)

Tumor akustik yang berukuran kecil (<1 cm) masih terbatas dalam kanalis
auditori interna yang memanjang dari telinga bagian dalam ke otak. Operasi untuk
menghilangkan tumor ini dilakukan di bawah anestesi umum dan menggunakan
mikroskop operasi. Pendekatan bedah bisa menggunakan sayatan di depan dan di
atas telinga (pendekatan middle cranial fossa) atau di belakang telinga
(retrosigmoid, atau translabyrinthine) (Antonelli & O’Malley, 2011).

19
Tumor akustik dengan ukuran sedang (1-3 cm) memanjang dari kanalis
auditori interna ke dalam rongga otak, tetapi belum menekan otak itu sendiri.
Pembedahan untuk tumor berukuran sedang dilakukan di bawah anestesi umum
menggunakan mikroskop operasi. Pendekatan bedah (translabyrinthine)
dilakukan melalui sayatan di belakang telinga. Mastoid dan struktur telinga bagian
dalam dapat diangkat untuk menemukan tumor (Antonelli & O’Malley, 2011).
Sebuah tumor akustik berukran besar (>3 cm) memanjang dari kanalis
auditori interna ke dalam rongga otak dan cukup besar untuk menghasilkan
tekanan pada otak. Operasi untuk tumor akustik ukuran besar mungkin
memerlukan pengangkatan yang lebih luas dari tulang tengkorak untuk
mengekspos tumor dan mengendalikan pembuluh darah besar yang menghalangi
akses ke tumor ini dilakukan di bawah anestesi umum menggunakan mikroskop
operasi. Pendekatan bedah (translabyrinthine) melalui sayatan di belakang telinga
yang dilapisi tulang mastoid. Mastoid, telinga bagian dalam dan tengkorak
diangkat untuk mengekspos tumor. Pengangkatan tumor ukuran besar
mengorbankan pendengaran dan saraf keseimbangan, akibatnya telinga dibuat tuli
permanen(Antonelli & O’Malley, 2011).

2.10. Prognosis
Prognosis dari neuroma akustik bervariasi tergantung dari besarnya tumor.
Tingkat kematian hampir 10-15% dan kematian terbanyak ketika tumor sedang
dipotong (Tuli et al., 2013).

20
BAB III. KESIMPULAN

Neuroma akustik adalah tumor non-ganas jaringan fibrosa yang berasal


dari saraf keseimbangan (vestibular) atau pendengaran (koklea) yang tidak
menyebar (metastasis) ke bagian lain dari tubuh.
Menurut Iranian Journal of Otorhinolaringology prevalensi penderita
neuroma akustik adalah 1:100.000 orang pertahun. Umur rata-rata dari penderita
adalah 50 tahun (Faraji, 2011). Di Denmark terjadi peningkatan angka kejadian
dari 7,8 menjadi 12,4 kasus per satu juta kasus tumor otak pada tahun 1976
sampai 1995.
Etiologi dari neuroma akustik sebagian besar tidak dapat diketahui
(idiopatik). Tidak ada faktor lingkungan (seperti penggunaan telepon genggam
atau diet) yang telah dibuktikan secara ilmiah dapat menyebabkan tumor ini.
Tumor ini bisa timbul secara sporadis atau bisa disebabkan oleh kelainan yang
diturunkan yang disebut neurofibromatosis tipe 2 (NF-2). Tumor yang muncul
secara sporadis/idiopatik timbul sebanyak 95% dan yang disebabkan oleh NF-2
sebanyak 5%.
Pada neuroma akustik gejala dicetuskan karena penekanan sekitar oleh
ukuran tumor yang semakin membesar. Gejala awal yang timbul adalah gejala
nervus kokleovestibular (VIII), gejala ini timbul ketika tumor masih berada di
kanalis auditoris interna yang menyebabkan penekanan pada nervus koklearis atau
vestibularis dan arteri auditus internus.
Saat ukuran tumor mendekati 1,5 cm maka batang otak akan mulai
terganggu, semakin lama batang otak akan tertekan dan terdorong kearah
kontralateral dari tumor. Nervus fasialis (VII) akan terganggu jika ukuran tumor
sudah mencapai 2 cm, maka akan terjadi manifestasi hipoestesi pada wajah
(penurunan sensitifitas). Ukuran tumor lebih dari 4 cm akan menyebabkan
penekanan pada akuaduktus otak dan ventrikel ke empat sehingga meyebabkan
hidrocefalus.

21
Pengobatan pada neuroma akustik sangat bervariasi, tujuan terapi pada
neuroma aksutik adalah memperpanjang harapan hidup dan menjaga fungsi organ
tubuh. Secara garis besar dibagi dalam: 1, Observasi (Wait and Scan), 2,
Medikamentosa, 3, Radiotherapy dan 4, Microsurgery.

22
DAFTAR PUSTAKA

Antonelly, PJ, O’Malley, MR 2011, Acoustic Neuromas, University of Florida


ENT Clinic, Florida.
Faraji, MR 2011, Acoustic Neuromas, Iranian Journal of Otorhinolaryngology
Vol.23, Mashhad.
Flood, LM 2016, ‘Anatomy and Physiology’ dalam Logan Turner’s : Disease of
The Nose, Throat and Ear, Head and Neck Surgery 11 th ed. S. Musheer
Hussain, CRC Press, Boca Raton, hh: 361-374.
Hughes, M, Skilbeck, C, Saeed, S 2011, Expectant Management of Vestibular
Schwannoma: A Retrospective Multivariate Analysis of Tumor Growth and
Outcome, Skull Base Vol.21, London.
Kondziolka, D, Mousavi, S, Kano, et al 2012, The newly diagnosed vestibular
schwannoma: radiosurgery, resection, or observation?, Neurosurg Focus
Vol. 3, Pensylvania
Lunsford, LD, Niranjan, A, Loeffler, J, et al 2006, Stereotactic Radiosurgery for
Patients with Vestibular Schwannomas. International RadioSurgery
Association, Harrisburg.
Nascentes, SM, de Oliveira, A, de Andrade, AC, et al 2007, Sudden Deafness as a
Presenting Symptom of Acoustic Neuroma : Case Report, Rev Bras
Otorrinolaringol, Rio de Janeiro
Shin, YJ, Fraysse, B, Cognard, C, et al 2000, Effectiveness of Conservative
Management of Acoustic Neuromas, The American Journal of Otology,
Tolouse
Skilbeck, CJ, Saeed, SR 2013, ‘Cerebellopontine angle tumours’ dalam Textbook
of Ear, Nose and Throat 2nd ed. Lt Col BS Tuli, Jaypee Brothers Medical
Publisher, Darayaganj, hh. 471-478.
Tew, J, McMahon, N 2013, Acoustic Neuroma (Vestibular Schwannoma),
Mayfield Clinic University of Cincinnati Department of Neurosurgery, Ohio

23
Tuli, BS, Tuli, IP, Singh, A, et al 2013, ‘Surgical Anatomy of Ear’ dalam
Textbook of Ear, Nose and Throat 2nd ed. Lt Col BS Tuli, Jaypee Brothers
Medical Publisher, Darayaganj, hh. 3-18; 108-110.

24

Anda mungkin juga menyukai