Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

MALARIA DALAM KEHAMILAN

Disusun Oleh
Madame Arum Nurilla, S.Ked
J510155029

Pembimbing:
Dr. Ratna Widyastuti, Sp.Og

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUD Dr. HARJONO KABUPATEN PONOROGO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015

REFERAT
MALARIA DALAM KEHAMILAN
Yang diajukan oleh :
Madame Arum Nurilla, S.Ked
J510155029
Tugas ini dibuat untuk memenuhi persyaratan Program Profesi Dokter
Pada hari

, tanggal

November 2015

Pembimbing:
dr. Ratna Widyastuti, Sp.OG

(............................)

Dipresentasikan dihadapan
dr. Ratna Widyastuti, Sp.OG

(............................)

Kabag. Profesi Dokter


dr. Dona Dewi Nirlawati

(............................)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUD DR. HARJONO PONOROGO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015

BAB I
PENDAHULUAN

Infeksi malaria sampai saat ini masih merupakan masalah klinik di Negara-negara
berkembang terutama Negara yang beriklim tropis, termasuk Indonesia. Di Indonesia
penyakit malaria masih merupakan penyakit infeksi utama dikawasan Indonesia bagian timur.
Infeksi ini dapat menyerang semua masyarakat, temasuk golongan yang paling rentan seperti
wanita hamil.
Penyakit malaria disebabkan oleh parasit protozoa dari Genus plasmodium. Empat
spesies yang ditemukan pada manusia adalah Plasmodium Vivax, P. ovale, P. malariae dan P.
Falciparum. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa 40% atau lebih dari
2.400 juta penduduk dunia tinggal di daerah endemis malaria dan perkiraan prevalensi antara
300-500 juta kasus klinis setiap tahunnya, dengan angka kematian yang dilaporkan mencapai
1-1,5 juta penduduk pertahun.
Wanita hamil lebih mudah terinfeksi malaria dibandingkan dengan populasi
umumnya, selain mudah terinfeksi wanita hamil juga mudah mengalami infeksi yang
berulang dan komplikasi berat yang mengakibatkan kematian. Hal ini mungkin disebabkan
oleh karena kelemahan imunitas tubuh dan penurunan imunitas yang didapat di daerah
endemik malaria. Perempuan hamil di daerah endemis malaria dapat mengalami berbagai
konsekuensi dari infeksi malaria termasuk anemia maternal, akumulasi parasit di plasenta,
berat lahir rendah akibat prematuritas dan Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT), terpaparnya
janin dengan parasit serta infeksi kongenital, dan kematian bayi yang berhubungan dengan
berat lahir rendah baik oleh karena preterm maupun PJT. Dari sekian banyak perempuan
hamil yang tinggal di daerah endemik malaria, hanya sedikit yang memiliki akses pada
intervensi yang efektif. Oleh karena itu pencegahan malaria merupakan hal yang sangat
penting.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

KEHAMILAN
a. Pengertian Kehamilan
Kehamilan adalah hasil dari pertemuan sperma dan sel telur. Dalam prosesnya,
perjalanan sperma untuk menemui sel telur (ovum) betul-betul penuh perjuangan
(Maulana, 2008, p. 125). Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari
spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Pertumbuhan dan
perkembangan janin intra uterine mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan
persalinan (Hanafiah, 2008, p. 213). Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai
lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari)
dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan, yaitu
triwulan pertama dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan, triwulan kedua dari bulan keempat
sampai 6 bulan, triwulan ketiga dari bulan ke-7 sampai 9 bulan (Prawiroharjo, 2008, p.
89).
b. Tanda dan gejala kehamilan
Tanda dan gejala kehamilan menurut Prawiroharjo (2008) dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
1) Tanda tidak pasti kehamilan
a. Amenorea. Gejala ini sangat penting karena umumnya wanita hamil tidak dapat
haid lagi. Dengan diketahuinya tanggal hari pertama haid terakhir supaya dapat
ditaksir umur kehamilan dan taksiran tanggal persalinan akan terjadi, dengan
memakai rumus Neagie: HT 3 (bulan + 7).
b. Mual dan muntah. Biasa terjadi pada bulan-bulan pertama kehamilan hingga akhir
triwulan pertama. Sering terjadi pada pagi hari disebut morning sickness.
c. Mengidam (ingin makanan khusus). Sering terjadi pada bulan-bulan pertama
kehamilan, akan tetapi menghilang dengan makin tuanya kehamilan.
d. Pingsan. Bila berada pada tempat-tempat ramai yang sesak dan padat. Biasanya
hilang sesudah kehamilan 16 minggu.

e. Anoreksia (tidak ada selera makan). Hanya berlangsung pada triwulan pertama
kehamilan, tetapi setelah itu nafsu makan timbul lagi.
f. Mamae menjadi tegang dan membesar. Keadaan ini disebabkan pengaruh hormon
estrogen dan progesteron yang merangsang duktus dan alveoli payudara.
g. Miksi sering. Sering buang air kecil disebabkan karena kandung kemih tertekan
oleh uterus yang mulai membesar. Gejala ini akan hilang pada triwulan kedua
kehamilan. Pada akhir kehamilan, gejala ini kembali karena kandung kemih
ditekan oleh kepala janin.
h. Konstipasi atau obstipasi. Ini terjadi karena tonus otot usus menurun yang
disebabkan oleh pengaruh hormon steroid yang dapat menyebabkan kesulitan
untuk buang air besar.
i. Pigmentasi (perubahan warna kulit). Pada areola mamae, genital, cloasma, linea
alba yang berwarna lebih tegas, melebar dan bertambah gelap terdapat pada perut
bagian bawah.
j. Epulis. Suatu hipertrofi papilla ginggivae (gusi berdarah). Sering terjadi pada
triwulan pertama.
2) Tanda kemungkinan kehamilan
a. Perut membesar. Setelah kehamilan 14 minggu, rahim dapat diraba dari luar dan
mulai pembesaran perut.
b. Uterus membesar. Terjadi perubahan dalam bentuk, besar, dan konsistensi dari
rahim. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba bahwa uterus membesar dan
bentuknya makin lama makin bundar.
c. Tanda Hegar. Konsistensi rahim dalam kehamilan berubah menjadi lunak, terutama
daerah ismus. Pada minggu-minggu pertama ismus uteri mengalami hipertrofi
seperti korpus uteri. Hipertrofi ismus pada triwulan pertama mengakibatkan ismus
menjadi panjang dan lebih lunak.
d. Tanda Chadwick. Perubahan warna menjadi kebiruan atau keunguan pada vulva,
vagina, dan serviks. Perubahan warna ini disebabkan oleh pengaruh hormon
estrogen.

e. Tanda Piscaseck. Uterus mengalami pembesaran, kadang-kadang pembesaran tidak


rata tetapi di daerah telur bernidasi lebih cepat tumbuhnya.
f. Tanda Braxton-Hicks. Bila uterus dirangsang mudah berkontraksi. Tanda khas
untuk uterus dalam masa hamil. Pada keadaan uterus yang membesar tetapi tidak
ada kehamilan misalnya pada mioma uteri, tanda Braxton-Hicks tidak ditemukan.
g. Teraba ballotemen. Merupakan fenomena bandul atau pantulan balik. Ini adalah
tanda adanya janin di dalam uterus.
h. Reaksi kehamilan positif . Cara khas yang dipakai dengan menentukan adanya
human chorionic gonadotropin pada kehamilan muda adalah air kencing pertama
pada pagi hari. Dengan tes ini dapat membantu menentukan diagnosa kehamilan
sedini mungkin.
3) Tanda pasti kehamilan
a. Gerakan janin yang dapat dilihat, dirasa atau diraba, juga bagian-bagian janin.
b. Denyut jantung janin:

Didengar dengan stetoskop-monoral Laennec

Dicatat dan didengar dengan alat doppler

Dicatat dengan feto-elektro kardiogram

Dilihat pada ultrasonograf.

4) Kehamilan Resiko
a. Definisi
Kehamilan risiko adalah keadaan buruk pada kehamilan yang dapat mempengaruhi
keadaan ibu maupun janin apabila dilakukan tata laksana secara umum seperti
yang dilakukan pada kasus normal.
b. Risiko golongan ibu hamil menurut Muslihatun (2009, p. 132), meliputi:

1. Ibu hamil risiko rendah


Ibu hamil dengan kondisi kesehatan dalam keadaan baik dan tidak memiliki
faktor-faktor risiko berdasarkan klasifikasi risiko sedang dan risiko tinggi, baik
dirinya maupun janin yang dikandungnya. Misalnya, ibu hamil primipara tanpa
komplikasi, kepala masuk PAP minggu ke-36.
2. Ibu hamil risiko sedang
Ibu hamil yang memiliki satu atau lebih dari satu faktor risiko tingkat sedang,
misalnya ibu yang usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, tinggi
badan kurang dari 145 cm dan lain-lain. Faktor ini dianggap nantinya akan
mempengaruhi kondisi ibu dan janin, serta memungkinkan terjadinya penyulit
pada waktu persalinan
3. Ibu hamil risiko tinggi
Ibu hamil yang memiliki satu atau lebih dari satu faktor-faktor risiko tinggi,
antara lain adanya anemia pada ibu hamil. Faktor risiko ini dianggap akan
menimbulkan komplikasi dan mengancam keselamatan ibu dan janin baik pada
saat hamil maupun persalinan nanti.
Termasuk kehamilan risiko Menurut Puji Rochyati faktor risiko ibu hamil adalah:
1) Kehamilan risiko rendah
a. Primipara tanpa komplikasi
b. Multipara tanpa komplikasi
c. Persalinan spontan dengan kehamilan prematur dan bayi hidup
2) Kehamilan Risiko Sedang
a. Umur ibu terlalu muda (< 20 tahun)
b. Umur ibu terlalu tua (> 35 tahun)
c. Jarak kehamilan terlalu dekat (< 2 tahun)
d. Jumlah anak terlalu banyak (> 4 anak)
e. Ibu dengan tinggi badan kurang dari 145 cm
f. Kehamilan lebih bulan (serotinus)
g. Persalinan lama
3) Kehamilan Risiko Tinggi
Penyakit ibu hamil :

a. Anemia
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.

Malaria
TBC paru
Penyakit jantung
Diabetes Mellitus
Infeksi menular seksual pada kehamilan
Riwayat obstetrik buruk (persalinan dengan tindakan, keguguran)
Pre eklampsia dan eklampsia
Hamil kembar (gemelli)
Kehamilan dengan kelainan letak
Perdarahan dalam kehamilan

Bahaya yang dapat ditimbulkan akibat ibu hamil dengan risiko :


1. Bayi lahir belum cukup bulan
2. Bayi lahir dengan BBLR
3. Keguguran (abortus)
4. Partus macet
5. Perdarahan ante partum dan post partum
6. IUFD
7. Keracunan dalam kehamilan
8. Kejang

MALARIA
Definisi

Malaria adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit dari genus
Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles dengan gambaran penyakit
berupa demam yang sering periodik, anemia, pembesaran limpa dan berbagai kumpulan
gejala oleh karena pengaruhnya pada beberapa organ misalnya otak, hati dan ginjal
Etiologi
Malaria merupakan infeksi parasit yang disebabkan oleh empat spesies plasmodium
yang mengenai manusia, vivax, ovale, malariae dan falciparum. Plasmodium falciparum yang
paling mematikan. Penularannya melalui nyamuk Anopheles betina, oleh sebab itu ada
beberapa faktor yang berperan terhadap perkembangan nyamuk, seperti suhu udara,
kelembaban, serta musim hujan yang berpengaruh terhadap insiden malaria.
Siklus Hidup Plasmodium Malaria
Dalam siklus hidupnya plasmodium mempunyai dua hospes yaitu pada manusia dan
nyamuk. Siklus aseksual yang berlangsung pada manusia disebut skizogoni dan siklus
seksual yang membentuk sporozoit didalam nyamuk disebut sporogoni.
1. Siklus Aseksual
Sporozoit yang infeksius dari kelenjar ludah nyamuk anopheles betina
dimasukkan ke dalam darah manusia melalui tusukan nyamuk tersebut. Dalam waktu
tiga puluh menit jasad tersebut memasuki sel-sel parenkim hati dan dimulai stadium
eksoeritrositik daripada siklus hidupnya. Didalam hati parasit tumbuh menjadi skizon
dan berkembang menjadi merozoit. Sel hati yang mengandung parasit pecah dan
merozoit keluar dengan bebas, sebagian difagosit.oleh karena prosesnya terjadi sebelum
memasuki eritrosit maka disebut stadium preeritrositik atau eksoeritrositik. Siklus
Eritrositik dimulai saat merozoit memasuki sel-sel darah merah. Parasit sebagai
kromatin kecil, dikelilingi oleh sitoplasma yang besar, bentuk tidak teratur dan mulai
membentuk tropozoit, tropozoit berkembang menjadi skizon muda, kemudian
berkembang menjadi skizon matang dan membelah banyak menjadi merozoit. Dengan
selesainya pembelahan tersebut sel darah merah pecah dan merozoit, pigmen dan sisa
sel keluar kemudian memasuki plasma darah. Parasit memasuki sel darah merah 8
lainnya untuk mengulangi siklus skizogoni. Beberapa merozoit memasuki eritrosit dan
membentuk skizon dan lainnya membentuk gametosit yaitu bentuk seksual.
2. Siklus seksual
Siklus seksual terjadi dalam tubuh nyamuk. Gametosit yang bersama darah tidak
dicerna oleh sel-sel lain. Pada makrogamet (jantan) kromatin membagi menjadi 6-8 inti

yang bergerak kepinggir parasit. Dipinggir ini beberapa filament dibentuk seperti
cambuk dan bergerak aktif disebut mikrogamet. Pembuahan terjadi karena masuknya
mikrogamet kedalam makrogamet untuk membentuk zigot. Zigot berubah bentuk
seperti cacing pendek disebut ookinet yang dapat menembus lapisan epitel dan
membrane basal dinding lambung. Di tempat ini ookinet membesar yang disebut
ookista. Didalam ookista dibentuk ribuan sporozoit dan beberapa sporozoit menembus
kelenjar nyamuk dan bila nyamuk menggigit/ menusuk manusia maka sporokista
masuk kedalam darah dan mulailah siklus preeritrositik.

Patofisiologi
Malaria ditularkan ketika nyamuk yang mengandung plasmodium menghisap darah
manusia sehingga terjadi perpindahan sporozoit plasmodium dari air ludah nyamuk ke
jaringan kapiler darah manusia. Dalam beberapa jam parasit akan berpindah ke hati dimana
selanjutnya mengalami siklus dan replikasi sebelum dilepaskan kembali kedalam darah
manusia. Periode inkubasi dimulai dari terjadinya gigitan nyamuk sampai munculnya gejala,
biasanya 7 sampai 30 hari. Gejala yang terjadi demam, sakit kepala, mual, muntah dan
mialgia. Bersamaan dengan terjadinya siklus parasitemia didalam darah penderita akan sering
mengalami gejala setiap 2 atau 3 hari sekali, tergantung pada jenis plasmodium yang
menginfeksi. Pada manusia,reproduksi infeksi plasmodium merupakan siklus hidup yang
rumit yang melibatkan infeksi dihati dan eritrosit. Pada saat sporozoit masuk kedalam hati dia
akan memperbanyak diri kemudian masuk kedalam aliran darah dalam bentuk merozoit.
Merozoit akan masuk kedalam eritrosit dimana sel darah yang terinfeksi di fagosit oleh limpa.

Gejala malaria terutama disebabkan oleh terserangnya eritrosit serta respon inflamasi oleh
tubuh. Infeksi malaria menyebabkan terjadinya sintesis immunoglobulin, bahkan pada
P,falciparum membentuk immunoglobulin komplek dan meningkatnya produksi tumor
nekrosis faktor. P.falciparum menyebabkan sitoadheren eritrosit pada dinding vaskuler yang
kemudian mencetuskan terjadinya sequestran sel terinfeksi pada jaringan pembuluh darah
perifer yang pada akhirnya merusak organ apakah akibat perdarahan maupun infark.
Fagositosis sel darah terinfeksi berguna untuk menghilangkan infeksi namun juga berperan
dalam terjadinya anemia dan defisiensi asam folat.
Manifestasi Klinis
Gejala malaria biasanya berlangsung antara hari ke tujuh sampai hari ke lima belas
setelah terjadi inokulasi oleh nyamuk. Tanda dan gejala malaria bervariasi, akan tetapi
umumnya sebagian besar pasien akan menderita demam. Biasanya ditandai dengan serangan
yang berulang dari menggigil, demam tinggi, dan berkeringat pada saat turunnya demam,
perasaan tidak nyaman dan malaise Tanda dan gejala lainnya adalah sakit kepala, mual,
muntah dan diare. Malaria harus dicuragai pada setiap pasien demam yang tinggal atau
bepergian pada daerah endemik dan harus dipertimbangkan differensial diagnosis dari pasien
demam yang tidak diketahui sebabnya (fever unknown origin). Sebagian besar pasien yang
terinfeksi P,falciparum yang tidak diterapi dapat dengan cepat terjadinya coma, gagal ginjal,
udem pulmonal dan bahkan kematian. Demam terdapat pada 78 % sampai 100 % pasien
malaria namun periodesitas demam sering tidak dijumpai. Gejala lainnya ialah nyeri
abdomen, myalgia, nyeri punggung, kelemahan, pusing, kebingungan. Pada pemerikasaan
fisik akan dijumpai splenomegali (24-40% pasien). Malaria berat ditandai oleh satu atau lebih
dari tanda dan gejala. Malaria berat sebagian besar selalu disebabkan oleh P,falciparum dan
jarang malaria berat disebabkan oleh P,vivax. Moore dkk (1993) mendapatkan demam dan
menggigil 96 % dari 59 pasien malaria, kemudian sakit kepala 86 %. Sedangkan gejala lain
seperti mual, muntah, nyeri abdomen, diare dan batuk serta splenomegali hanya 40 %.
Disfungsi cerebral merupakan manifestasi berat yang paling banyak dijumpai terutama
disebabkan oleh P,falciparum. Gejalanya terjadi secara bertahap hingga coma yang dapat
disertai dengan kejang umum. Beberapa hipotesis menjelaskan proses penyakit ini karena
adanya pengumpalan atau obstruksi pembuluh darah cerebral sehingga terjadi kerusakan
endotel vaskuler yang mengakibatkan edema cerebral.
Komplikasi Terhadap Ibu dan Janin

Berbagai komplikasi dapat ditimbulkan oleh infeksi malaria. Anemia sangat sering
terjadi bahkan di daerah endemic sekalipun. Aborsi dan kelahiran prematur dapat terjadi pada
wanita yang tidak mempunyai immunitas , pertumbuhan intrauterin yang berkurang, malaria
kongenital dan kematian perinatal.
1. Anemia
Prevalensi anemia sangat tinggi antara minggu 16 dan 28 minggu masa gestasi
disertai dengan puncak terjadinya parasitemia. Wanita hamil yang non-immun akan
mengalami anemia yang signifikan pada infeksi malaria. Mekanisme terjadinya anemia
sangat beragam, hemolisis yang berhubungan dengan respon immun dapat terjadi di
sirkulasi perifer. Sel darah dengan komplek immun dibersihkan dari sirkulasi oleh
limpa. Sequestrasi eritrosit yang terinfeksi di limpa, hati, sumsum tulang serta plasenta
juga menurunkan hematokrit. Pada penelitian Brabin dkk, derajat splenomegali
berhubungan dengan tingkat beratnya anemia. Defisiensi nutrisi dapat berlanjut kepada
anemia. Simpanan besi dapat menurun pada kehamilan berulang dengan diet yang tidak
adekuat. Defisiensi folat yang menyebabkan anemia megaloblastik terjadi apabila diet
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan eritropoisis. Sequestrasi splenikus dari eritrosit
yang terinfeksi malaria berperan terhadap defisisensi asam folat dan anemia mikrositik.
Pada wanita hamil, sequestrasi eritrosit yang terinfeksi terjadi di plasenta, oleh sebab
itu anemia berat yang terjadi karena infeksinya menjadi tidak proporsional. Di Afrika
diperkirakan 25 % anemia berat disebabkan oleh malaria ( HB < 7 mg/dl). Wanita
dengan anemia berat mempunyai risiko lebih tinggi terhadap morbiditas seperti gagal
jantung kongestif, kematian janin dan bahkan kematian akibat perdarahan saat
melahirkan.
2. Edema pulmonum
Edema paru akut merupakan komplikasi yang paling sering dijumpai pada
malaria dengan kehamilan dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil. Edema paru
ini dapat terjadi tiba-tiba setelah beberapa hari atau beberapa minggu kemudian.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada wanita hamil.
Faktor yang berperan terhadap hipoglikemia adalah adanya peningkatan kebutuhan dari
hiperkatabolik dan parasit yang menginfeksi, hipoglikemia akibat starvasi serta
peningkatan respon pangkreas terhadap rangsangan sekresi (seperti kuinin) sehingga
mencetuskan hiperinsulinemia dan hipoglikemia. Hipoglikemia ini dapat berupa
asimptomatis dan mungkin tidak terpantau. Ini disebabkan karena semua gejala
hipoglikemia juga disebabkan oleh malaria seperti takikardi, berkeringat dan pusing.

Sebagian penderita mungkin akan mengalami kelainan tingkah laku, kejang, penurunan
kepekaan atau hilangnya kesadaran secara tiba-tiba. Gejala hipoglikemia ini sering
diduga sebagai malaria serebral. Oleh karena itu semua penderita wanita hamil dengan
malaria falciparum terutama yang mendapat kuinin, gula darah harus dimonitor setiap 4
sampai 6 jam, oleh karena hipoglikemia dapat berulang diperlukan monitoring yang
ketat.
4. Supresi Imunitas
Supresi imunitas pada wanita hamil merupakan masalah tersendiri. Supresi
imunitas akan menyebabkan wanita akan lebih mudah menderita malaria dan lebih
berat, dan yang lebih menyusahkan lagi adalah malaria juga menekan respon imunitas.
Perubahan hormonal pada wanita hamil menyebabkan menurunnya sintesis
immunoglobulin dan fungsi sistim retikuloendotelial sehingga terjadi supresi imunitas
pada kehamilan. Hal ini mengakibatkan kehilangan imunitas terhadap malaria yang
menjadikan wanita hamil cenderung terkena malaria. Pada parasitemia yang tinggi
malaria akan lebih berat dan penderita akan sering menderita demam dan relap. Infeksi
sekunder (UTI dan Pneumonia) dan malaria algid juga sering pada wanita hamil dengan
supresi imunitas.
5. Berat Badan Lahir Rendah
Prevalensi berat badan lahir rendah pada bayi di daerah endemik malaria berkisar
antara 15 %-30 %. Komplikasi maternal infeksi plasmodium seperti anemia juga
berkaitan dengan berat badan lahir rendah. Masalah alamiah yang multifaktor dan
kesulitan penilaian usia gestasi yang akurat mempersulit untuk menentukan pengaruh
langsung malaria terhadap berat badan lahir. Mouris dkk melakukan evaluasi peranan
sirkulasi parasit malaria, lesi plasenta malaria dan anemia maternal. Prevalensi berat
badan lahir rendah berkisar 15 % dari total populasi, namun pada wanita yang tidak
memiliki faktor tersebut berat badan bayi lahir rendah hanya 6,4%, namun jika sirkulasi
parasit dan lesi plasenta didapat pada saat lahir, persentase berat badan lahir rendah
25,9 % dan naik menjadi 29,2 % apabila didapat anemia maternal. Secara teoritis
penjelasan mengenai kaitan infeksi dan abnormalitas pertumbuhan janin adalah akibat
kerusakan plasenta. Infeksi malaria menyebabkan penipisan membran dasar trofoblas.
Sinusoid plasenta tertutup oleh pengumpalan eritrosit yang mengandung parasit, ini
bersamaan dengan penumpukan makrofag intervillus dan deposit fibrin perivillus yang
diduga sebagai penyebab obstruksi mikrosirkulasi dan penurunan aliran nutrisi terhadap
janin.

Diagnosis
Diagnosis malaria mungkin bisa menyulitkan. Diagnosis klinis berdasarkan gejala,
pemeriksaan fisik dan riwayat penyakit. Malaria harus dicurigai terhadap setiap pasien
demam yang tinggal atau pernah bepergian ke daerah endemik malaria. Di daerah endemik
pedesaan banyaknya angka kejadian infeksi asimptomatik dan keterbatasan sumber daya
menyebabkan fasilitas kesehatan di perifer melakukan terapi presumtif (bersifat dugaan)
dalam menangani infeksi malaria. Penderita yang demam tanpa diketahui secara pasti
penyebabnya diduga menderita malaria yang kemudian diterapi tanpa konfirmasi
laboratorium. Terapi praktis ini dapat berakibat fatal, bahkan merupakan penyebab utama dari
salah diagnosis dan terapi malaria yang tidak diperlukan. Diagnosis pasti infeksi malaria
dapat dilakukan baik dengan pemeriksaan mikroskopik (saat ini merupakan standar baku
emas) maupun dengan rapid diagnostic test yang dapat mendeteksi antigen spesifik parasit.
Pengalaman dan alat yang mencukupi akan dapat mendeteksi 15 parasit/uL. Namun selama
kehamilan densitas parasit rendah dan parasit berkumpul di plasenta, yang berbahaya baik
terhadap ibu dan janin, oleh sebab itu sensitifitas mikroskopik berkurang pada kasus seperti
ini. Kurangnya sensitifitas mikroskopik merupakan kendala dalam mendeteksi dan menilai
efektifitas terapi malaria pada wanita hamil. Rapid diagnostik test Akhir-akhir ini banyak
digunakan. Uji ini praktis namun pada kehamilan kurang sensitif. PCR digunakan hanya pada
kasus yang selektif, digunakan jika diagnosis film darah tidak cukup kuat. PCR juga
digunakan untuk kepentingan penelitian. Pemeriksaan ini lebih akurat dari mikroskopi namun
sangat mahal dan memerlukan seorang ahli. Metoda diagnostik yang lain adalah deteksi
antigen HRP II dari parasit dengan metode Dipstick test, selain itu dapat pula dilakukan uji
imunoserologis yang lain seperti Tera Radio Immunologic (RIA) dan Tera Immuno enzimatik
(ELISA)

Penatalaksanaan
1. Terapi pada spesies non-falciparum
Sedikit sekali diketahui pengaruh spesies malaria non-falciparum terhadap ibu
dan janin kecuali P,vivax, akan tetapi diduga dua spesies yang lain juga mempunyai
pengaruh yang sama. Cloroquin (25 mg/kg BB) aman diberikan pada semua trisemester
dan efektif pada episode malaria non-falciparum kecuali P,vivax di Asia Tenggara
(kawasan Indonesia) dimana telah terjadi resistensi. Sedangkan di Thailand pada satu

penelitian double-blind placebo control didapatkan bahwa klorokuin masih efektif


terhadap P,vivax. Amodiaquin juga efektif terhadap spesies non-falciparum, namun data
mengenai efektifitas dan keamanan terhadap wanita hamil masih sedikit. Oleh sebab itu
amodiaquin tidak dianjurkan untuk diberikan sebagai profilaksis oleh karena berisiko
terjadinya agranulositosis. Primakuin dikontraindikasikan terhadap wanita hamil dan
menyusui oleh karena dapat mengakibatkan hemolisis sel darah merah.
2. Terapi infeksi falciparum
Wanita hamil yang terinfeksi oleh P,falciparum harus segera diberikan terapi
walaupun tidak menunjukkan gejala. Terapi berguna menghambat progresifitas menjadi
simtomatik atau infeksi berat sehingga dapat mengurangi anemia maternal dengan
membunuh parasit di plasenta. Terapi yang dini juga dapat mengurangi ancaman
terhadap janin. Klorokuin tidak lagi efektif namun masih luas digunakan oleh karena
harga yang murah dan mudah didapat. Sulfadoxin-pyrimetamin dianggap masih aman
walaupun pada penelitian preklinik adanya bukti toksisitas. Efektifitas sulfadoxinpyrimetamin dikurangi oleh asam folat (5 mg/hari). Penggunaan sulfadoxinpyrimetamin dapat mengurangi perluasan resistensi dibeberapa daerah. Kuinin dengan
Clindamycin terbukti mempunyai efektifitas yang tinggi terhadap strain multidrugresisten P,falciparum. Kombinasi obat ini direkomendasikan untuk trisemester pertama,
sedangkan artemisin based combination therapy (ACT) efektif pada trisemester kedua
dan tiga dan digunakan sebagai terapi lini pertama sesuai dengan guideline dari WHO.
Penggunaan ACT didukung oleh bukti klinis terhadap keamanan dan efektifitas derivat
artemisin terhadap lebih dari 1000 wanita hamil. Dosis artesunat diberikan mulai dari 4
mg/kg single dose dan meningkat sampai 12-16 mg/kg BB total dosis, diberikan 3-7
hari, dan tidak dijumpai efek samping terhadap ibu dan janin. Meflokuin efektif
terhadap parasit resisten klorokuin dan telah digunakan secara luas di Asia lebih dari 20
tahun,namun resisten terhadap meflokuin telah dijumpai di Asia dan Amerika selatan.
Saat ini meflokuin dianjurkan untuk dikombinasikan dengan artesunat. Meflokuin
efektif terhadap pencegahan P,falciparum dan P,vivax pada wanita hamil, namun dalam
satu penelitian retrospektif meflokuin berkaitan dengan meningkatnya risiko kematian
bayi.
Kemoprofilaksis
Kemoprofilaksis pada wanita hamil berguna menurunkan anemia maternal dan berat
lahir rendah. Kemoprofilaksis pada wanita hamil sangat rumit, oleh karena dibatasi oleh

keamanan dan kepatutan dan juga karena kurangnya informasi tentang komposisi obat.
Sejumlah obat antimalaria telah dievaluasi pada wanita hamil yang bepergian sebagai
wisatawan . Klorokuin dapat digunakan namun dibatasi oleh resistensi yang semakin luas
penyebarannya. Doksisiklin dan primakuin dikontraindikasikan. Oleh karena kurangnya data,
atovaquone-proguanil tidak direkomendasikan, walaupun proguanil dianggap aman pada
wanita hamil. Pada binatang percobaan tidak terjadi terjadi teratogenik oleh pemberian
atovaquone. Meflokuin merupakan pilihan pada wanita hamil yang tidak dapat menunda
perjalanannya pada daerah endemik malaria yang resisten klorokuin. Sejumlah peneliti
memperkenankan pemakaian meflokuin pada semua trisemester. Penelitian terbaru mengenai
klorokuin sebagai profilaksis terhadap P,vivax pada wanita hamil di Thailand, tidak di
dapatkan pengaruh terhadap anemia maternal ataupun berat badan lahir, namun pada daerah
yang predominan malaria P,vivax, infeksi pada wanita hamil berperan terhadap angka
morbiditas dan mortalitas maternal. Klorokuin, hidroksiklorokuin dan meflokuin dapat
diberikan pada wanita menyusui, dan atovaquone-proguanil dapat diberikan jika berat bayi
menyusui lebih dari 5 kg. Proguanil disekresikan kedalam ASI dalam jumlah yang sedikit.
Pada tikus percobaan konsentrasi atovaquone dalam susu ekitar 30% sama dengan di plasma.

BAB III
PEMBAHASAN
Pengaruh Malaria Pada Kehamilan
a. Komplikasi Pada Ibu
Malaria pada ibu hamil dapat menimbulkan berbagai kelainan, tergantung pada tingkat
kekebalan seseorang terhadap infeksi parasit malaria dan paritas (jumlah kehamilan). Ibu

hamil dari daerah endemi yang tidak mempunyai kekebalan dapat menderita malaria klinis
berat sampai menyebabkan kematian. Di daerah endemisitas tinggi, malaria berat dan
kematian ibu hamil jarang dilaporkan. Gejala klinis malaria dan densitas para sitemia
dipengaruhi paritas, sehingga akan lebih berat pada primigravida (kehamilan pertama)
daripada multigravida (kehamilan selanjutnya). Pada ibu hamil dengan malaria, gejala klinis
yang penting diperhatikan ialah demam, anemia, hipoglikemia, edema paru, akut dan, malaria
berat lainnya.
(1) Demam
Demam merupakan gejala akut malaria yang lebih sering dilaporkan pada ibu hamil
dengan kekebalan rendah atau tanpa kekebalan, terutama pada primigravida. Pada ibu hamil
yang multigravida dari daerah endemisitas tinggi jarang timbul gejala malaria termasuk
demam, meskipun terdapat parasitemia yang tinggi.
(2) Anemia
Anemia telah sering dikaitkan dengan malaria, prevalensinya tergantung pada
kelompok usia dan daerah endemik penularan malaria. Infeksi malaria akan menyebabkan
lisis sel darah merah yang mengandung parasit sehingga menyebabkan anemia pada ibu.
Jenis anemia yang ditemukan adalah hemolitik normokrom, dari anemia ringan (Hb 10 - 12
g/dl), sedang ( Hb 7 - 10 g/dl ), berat (Hb < 7 g/dl) dan sangat berat (Hb < 4 g/dl ). Anemia
dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gr% pada
trimester I dan III atau kadar < 10,5 gr% pada trimester II. Plasmodium hidup di sel darah
merah, mengkonsumsi dan menggunakan hemoglobin untuk pertumbuhan dan replikasi dan
pada akhirnya skizon pecah dan menghancurkan sel-sel eritrosit inang. Gejala anemia pada
kehamilan yaitu ibu mengeluh cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, malaise,
lidah luka, nafsu makan turun (anoreksia), konsentrasi hilang, nafas pendek (pada anemia
parah) dan keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda.
Pada infeksi Plasmodium falciparum dapat terjadi anemia berat karena semua umur
eritrosit dapat diserang. Eritrosit berparasit maupun tidak berparasit mengalami hemolisis
karena fragilitas osmotik meningkat. Selain itu juga terjadi peningkatan autohemolisis baik
pada eritrosit berparasit maupun tidak berparasit sehingga waktu hidup eritrosit menjadi lebih
singkat dan anemia lebih cepat terjadi. Pada infeksi Plasmodium vivax tidak terjadi destruksi
darah yang berat karena hanya retikulosit yang diserang. Plasmodium vivax juga dapat
menyebabkan beberapa derajat anemia, yang jika tidak ditangani dengan tepat dapat
menyebabkan anemia berat. Malaria pada kehamilan dapat menyebabkan anemia berat
terutama di daerah endemis dan merupakan penyebab penting dari mortalitas. Anemia

hemolitik dan megaloblastik pada kehamilan mungkin karena sebab nutrisional atau parasit
terutama sekali pada wanita primipara. Akibat anemia berat pada kehamilan (pada semua
tingkat transmisi) dapat terjadi gagal jantung segera setelah melahirkan, terutama pada Hb <
4 g/dl dan dapat dipercepat oleh pemberian transfusi darah yang terburu-buru/cepat. Akibat
lainnya adalah syok hipovolemia akibat kehilangan darah sewaktu melahirkan dan
meningkatnya kerentanan terhadap infeksi puerperalis/pneumonia Staphylococcus. Di Afrika
5 - 10% ibu hamil mengalami anemia berat. Proporsi ibu hamil dengan malaria yang
mengalami anemia berat diperkirakan sebesar 26% pada seluruh paritas. Infeksi Plasmodium
vivax juga dapat meningkatkan risiko anemia bagi ibu. Penelitian di Pakistan menyatakan
bahwa 81% ibu hamil yang mengalami infeksi malaria dalam kehamilan menderita anemia
ringan dengan kadar Hb 8 -10gr %/dl dan sebanyak 38% anemia dengan kadar Hb kurang
dari 8 gr%/dl.
(3) Malaria serebral
Malaria serebral karena infeksi Plasmodium vivax juga dilaporkan terjadi pada
beberapa penelitian, meskipun jumlahnya lebih jarang dibandingkan pada infeksi
Plasmodium falciparum. Malaria serebral merupakan ensefalopati simetrik pada infeksi
Plasmodium falciparum dan memiliki mortalitas 20 - 50%. Serangan sangat mendadak
walaupun biasanya didahului oleh episode demam malaria. Kematian dapat terjadi dalam
beberapa jam. Akan tetapi banyak dari mereka yang selamat mengalami penyembuhan
sempurna dalam beberapa hari. Pada anak-anak pada sekitar 10% terjadi sekuele neurologik.
Sejumlah mekanisme patofisiologi ditemukan pada kasus ini antara lain obstruksi mekanis
pembuluh darah serebral akibat kemampuan deformabilitas eritrosit berparasit berkurang atau
akibat adhesi eritrosit berparasit pada endotel vaskuler yang akan melepaskan faktor-faktor
toksik dan akhirnya menyebabkan permeabilitas vaskuler meningkat, sawar darah otak rusak,
edema serebral dan menginduksi respon radang pada dan di sekitar pembuluh darah serebral.
Malaria serebral sering dijumpai pada daerah endemik seperti Jawa Tengah (Banyumas dan
Purworejo), Sulawesi Utara, Maluku dan Papua. Sindroma klinik malaria serebral merupakan
suatu keadaan gawat darurat yang memerlukan penanganan lebih lanjut, ditandai dengan
adanya hiperbilirubinemia, kreatininemia dan hipoglikemia, sindroma neurologi berupa
ensefalopati difus reversibel dan kehilangan kesadaran yang cepat. Penurunan tingkat
kesadaran dari apatis, somnolen, delirium, konfusi sampai koma dapat terjadi. Gangguan
kesadaran ini dinilai dari skor koma Glasgow (GCS). Pada penelitian Richie dkk di Minahasa
yang meliputi 52 kasus malaria serebral ditemukan 25 penderita (48%) dengan GCS 9 - 14
memiliki mortalitas 28% sedangkan 27 penderita (52%) dengan GCS 3 - 8 memiliki

mortalitas 67%. Penderita tersebut cenderung mengalami takipnea (respirasi > 35x/menit),
leukositosis dan gagal ginjal. Bila disertai kejang angka prognosis lebih buruk. Penelitian di
Pakistan menyatakan bahwa 2% ibu hamil yang mengalami infeksi malaria dalam kehamilan
menderita malaria serebral.
(4) Hipoglikemia
Pada wanita hamil umumnya terjadi perubahan metabolisme karbohidrat yang
menyebabkan kecenderungan terjadinya hipoglikemia terutama pada trimester terakhir
kehamilan. Selain itu, sel darah merah yang terinfeksi memerlukan glukosa 75 kali lebih
banyak daripada sel darah normal. Disamping ke 2 faktor tersebut, hipoglikemia dapat juga
terjadi pada penderita malaria yang diberi kina secara intravena. Hipoglikemia karena
kebutuhan metabolik parasit yang meningkat menyebabkan habisnya cadangan glikogen hati.
Pada orang dewasa hipoglikemia sering berhubungan dengan pengobatan kina, sedangkan
pada anak-anak sering disebabkan penyakit itu sendiri. Hipoglikemia sering terjadi pada
wanita hamil khususnya pada primipara. Gejala hipoglikemia juga dapat terjadi karena
sekresi adrenalin yang berlebihan dan disfungsi susunan saraf pusat. (5) Paru Pada infeksi
Plasmodium vivax diketahui juga menyebabkan komplikasi pada paru. Pada infeksi
Plasmodium falciparum, pneumonia merupakan komplikasi yang familiar dan umumnya
ditimbulkan oleh aspirasi atau bakteriemia yang menyebar dari tempat infeksi lain. Gangguan
perfusi organ menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi edema
interstitial. Hal ini akan menyebabkan disfungsi mikrosirkulasi paru. Edema paru dapat
terjadi karena beberapa sebab yaitu peningkatan permeabilitas vaskuler sekunder terhadap
emboli, disfungsi berat mikrosirkulasi, fenomena alergi, terapi cairan yang berlebihan
bersamaan dengan gangguan fungsi kapiler alveoli, kehamilan, malaria serebral, tingkat
parasitemia yang tinggi, hipotensi, asidosis dan uremia.

(6) Ginjal
Gagal ginjal akut (GGA) terlihat terutama pada infeksi Plasmodium falciparum, tetapi
plasmodium vivax dan Plasmodium malariae kadang-kadang dapat berkontribusi untuk
gangguan ginjal. Kerusakan ginjal dapat terjadi sebagai akibat keterlibatan dengan hemolisis
intervaskuler dan atau parasitemia berat. Banyak faktor penyebab yang berperan antara lain
berkurangnya volume darah, hiperviskositas darah, koagulasi intravaskuler, iskemi ginjal
yang diinduksi oleh katekolamin, hemolisis dan ikterus.

(7) Infeksi Plasenta


Infeksi plasenta dengan parasit malaria lebih sering pada daerah endemik tinggi daripada
daerah non-endemik, dan lebih sering pada primigravida semi-imun dari pada multigravida
semi-imun. Wanita semi-imun (yang tinggal di daerah endemik) sering mempunyai pola
parasitemia perifer rendah dan infeksi berat plasenta, sedangkan wanita non-imun (di daerah
nonendemik) sering mempunyai pola kebalikannya. Infeksi plasenta menurunkan persediaan
oksigen dan glukosa untuk perkembangan janin melalui mekanisme pemblokiran penebalan
membran basal trofoblast, konsumsi nutrien dan O2 oleh parasit di plasenta dan pemindahan
O2 yang rendah oleh eritrosit yang terinfeksi parasit di plasenta kepada janin.
2). Pengaruh Pada Janin
Komplikasi malaria pada kehamilan bagi janin adalah :
(1) Berat badan lahir rendah
Penderita malaria biasanya menderita anemia sehingga akan menyebabkan gangguan
sirkulasi nutrisi pada janin dan berakibat terhambatnya pertumbuhan dan
perkembangan janin dalam kandungan. Sebuah review yang diterbitkan Lancet
Infection Disease tahun 2007, menyatakan bahwa BBLR merupakan komplikasi yang
sering terjadi, hampir 20% BBLR disebabkan karena malaria dalam kehamilan.
Penelitian di RSUD Kota Bengkulu pada tahun 2011 juga mendapatkan hasil yang
serupa, dimana 45,9% BBLR yang dilahirkan di RSUD kota Bengkulu disebabkan
karena ibu menderita malaria dalam kehamilannya. Sebuah studi yang dilakukan di
thailand, mendapatkan hasil bahwa ibu hamil dengan malaria melahirkan 20% BBLR,
10 % lahir prematur. Plasmodium vivax dapat juga meningkatkan risiko BBLR.
(2) Kematian janin dalam kandungan
Kematian janin intrauterin dapat terjadi sebagai akibat hiperpireksia, anemia berat,
penimbunan parasit di dalam plasenta yang menyebabkan gangguan sirkulasi ataupun
akibat terjadinya infeksi transplasental. Infeksi malaria vivax juga meningkatkan
risiko kematian janin dalam kandungan dan abortus. Penelitian di Papua dengan
infeksi plasmodium vivax dapat menyebabkan kematian janin dalam kandungan.
(3) Abortus
Abortus pada usia kehamilan trimester I lebih sering terjadi karena demam tinggi
sedangkan abortus pada usia trimester II disebabkan oleh anemia berat. Penelitian
di Pakistan menyatakan bahwa 14% ibu hamil yang mengalami infeksi malaria dalam
kehamilan mengalami abortus. Abortus karena infeksi malaria vivax juga dilaporkan
pada sebuah penelitian di Venezuela, Amerika latin.

(4) Kelahiran Prematur


Persalinan prematur umumnya terjadi sewaktu atau tidak lama setelah serangan
malaria. Beberapa hal yang menyebabkan persalinan prematur adalah febris,
dehidrasi, asidosis atau infeksi plasenta. Penelitian di Pakistan menyatakan bahwa 6%
ibu hamil yang mengalami infeksi malaria dalam kehamilan mengalami partus
prematurus. Infeksi Plasmodium vivax juga berkontribusi terhadap prevalensi
kelahiran prematur.
(5) Malaria kongenital
Plasenta mempunyai fungsi sebagai barier protektif dari berbagai kelainan yang
terdapat dalam darah ibu sehingga bila terinfeksi maka parasit malaria akan
ditemukan di plasenta bagian maternal dan hanya dapat masuk ke sirkulasi janin bila
terdapat kerusakan plasenta misalnya pada persalinan sehingga terjadi malaria
kongenital. Gejala klinik malaria kongenital antara lain iritabilitas, tidak mau
menyusu, demam, pembesaran hati dan limpa (hepatosplenomegali) dan anemia tanpa
retikulositosis dan tanpa ikterus. Malaria kongenital dapat dibagi menjadi 2 kelompok
yaitu :
a. True Congenital Malaria (Acquired during pregnancy) Pada malaria kongenital
ini sudah terjadi kerusakan plasenta sebelum bayi dilahirkan. Parasit malaria
ditemukan pada darah perifer bayi dalam 48 jam setelah lahir dan gejalagejalanya ditemukan pada saat lahir atau 1 - 2 hari setelah lahir.
b. False Congenital Malaria (Acquired during labor) Malaria kongenital ini paling
banyak dilaporkan dan terjadi karena pelepasan plasenta diikuti transmisi parasit
malaria ke janin. Gejala gejalanya muncul 3 - 5 minggu setelah bayi lahir.

DAFTAR PUSTAKA
Collins, W.E. et al. (2003) A retrospective examination of anemia during infection of humans
with Plasmodium vivax. Am. J. Trop.Med. Hyg. 68, 410412
Cunningham FG(ed). Infection. In: Williams Obstetrics. 21st ed. Connecticut: Appleton and
Lange. 2001: 1477-88
Departemen kesehatan republik indonesia. Malaria. Epidemiologi I. 1991. Direktorat Jendral
PPM & PLP.

Gunawan S. Epidemiologi Malaria. Dalam: Harijanto PN (ed). Malaria: Epidemiologi,


Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC 1999: 38-53
Konsensus Penanganan Malaria 2003, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Indonesia (PAPDI), Agustus 2003
Mc. Gregor J. D and Avery J. G. Malaria Transmission and Fetal Growth. 1974. British Med.
Journal (3) 433-436.
Nosten F, Mc Gready R, Simpson JA, Thwai KL, Balkan S, Cho T, et al. Effects of
Plasmodium vivax malaria in pregnancy. Lancet.1999;354(9178):546 549
Singh N. Malaria During Pregnancy: A Priority Area for Malaria Research and Control in
South-East Asia. Regional Health Forum 2005 Volume 9. Number 1.
Sutanto. I. Malaria Pada Kehamilan. Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta.
Tjitra E. Manifestasi Klinis dan Pengobatan Malaria. P3M. BPPK Depkes RI, jakarta. Cermin
Dunia Kedokteran No. 94. 1994.

Anda mungkin juga menyukai