Anda di halaman 1dari 58

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Pendahuluan

Pengawasan kehamilan atau Antenatal Care penting bagi wanita hamil

mulai dari trimester I sampai trimester III supaya komplikasi seperti persalinan

prematur dapat dikenali secara dini, karena 70% kematian perinatal di dunia

disebabkan oleh persalinan prematur. Kematian maternal dan perinatal merupakan

masalah besar, sekitar 98-99% terjadi di negara berkembang (Manuaba, 2008).

Kematian maternal adalah kematian wanita sewaktu hamil, melahirkan atau dalam

42 hari sesudah berakhirnya kehamilan. Berdasarkan kesepakatan internasional

tingkat kematian maternal didefinisikan sebagai jumlah kematian maternal selama

satu tahun dalam 100.000 kelahiran hidup (Winkjosastro, 2005).

Kota Semarang dari tahun 2013 sampai 2015 memiliki jumlah angka

kematian ibu (AKI) meningkat yaitu tahun 2013 terdapat 29 kematian, 2014

terdapat 33 kematian dan 2015 terdapat 35 kematian, 2016 mengalami penurunan

32 kematian. Pada tahun 2015, AKI di Kota Semarang tejadi pada masa hamil,

bersalin ataupun nifas dengan presentase pada masa kehamilan sebesar 17,14 %,

masa persalinan 8,57 % dan masa nifas sebesar 74,29 %. Sedangkan penyebab

AKI itu sendiri dikarenakan oleh perdarahan, eklampsia, penyakit dan lain-lain

(Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2015).

Salah satu cara yang paling efektif untuk menurunkan AKI dan AKB adalah

dengan meningkatkan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih di

fasilitas kesehatan. Selain itu, diperlukan partisipasi dan kesadaran ibu akan
pentingnya memeriksakan kehamilan ke tenaga kesehatan. ANC adalah

pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu

hamil, hingga mampu menghadapai persalinan, kala nifas, persiapan pemberian

ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar (Manuaba, 2008).

Pelayanan ANC sesuai dengan kebijakan program pelayanan asuhan

antenatal harus sesuai standar 14 T, yang didalamnya terdapat pemeriksaan Hb,

pemeriksaan protein urine atas indikasi dan pemeriksaan reduksi urine atas

indikasi. Pemeriksaan kadar haemoglobin (Hb) dilakukan untuk memastikan

kadar Hb ibu hamil berada di atas 10. Jika kadar Hb ibu hamil berada di bawah 10

maka perkembangan janin akan terganggu dan dapat menyebabkan risiko

perdarahan pada ibu saat persalinan nanti. Urine reduksi adalah pemeriksaan uji

laboratorium untuk mengetahui kadar gula pada pasien. Protein urine merupakan

pemeriksaan uji laboratrium untuk mengetahui adanya protein didalam urine.

1.2. Tujuan Penelitian

1.2.1. Tujuan umum

Tujuan umum dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui kondisi

kesehatan pada ibu hamil.

1.2.2. Tujuan Khusus

Tujuan khususnya yaitu untuk mengetahui

1. kadar Hb pada ibu sehingga diketahui apakah ibu dicurigai mengalami

positif anemia atau negatif anemia,


2. untuk mengetahui reduksi urine sehingga diketahui apakah ibu mengalami

positif penaikan gula darah atau negatif, dan untuk mengetahui protein

urine sehingga diketahui apakah ibu positif pre eklamsi atau tidak.

1.3. Manfaat Penulisan

1. Bagi Penulis

Penulis mendapat tambahan pengalaman tentang protein urin pada ibu

hamil penyebab dan faktor risikonya.

2. Bagi Ibu Hamil

Sebagai tambahan informasi bagi responden dan sebagai pemantau untuk

protein urin dan hemoglobin, sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan

tidak terjadi eklamsia dan anemia

3. Bagi Universitas

Sebagai tambahan pustaka tentang gambaran protein urin dan hemoglobin

pada ibu hamil.

4. Bagi puskesmas Kedungmundu

Sebagai masukan untuk upaya pencegahan kematian ibu dan bayi karena

eklamsia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kehamilan

2.1.1. Definisi Kehamilan

Kehamilan (konsepsi) adalah pertemuan antara sperma dan sel

telur yang menandai awal kehamilan. Peristiwa ini merupakan rangkaian

kejadian yang meliputi pembentukan gamet (telur dan sperma), ovulasi

(pelepasan telur), penggabungan gamet dan implantasi embrio di dalam

uterus ( Kusmiyati dkk, 2008 ).

Kehamilan merupakan hasil pembuahan sel telur dari perempuan

dan sperma dari laki laki, sel telur akan bisa hidup selama maksimal 48

jam, spermatozoa sel yang sangat kecil dengan ekor yang panjang

bergerak memungkinkan untuk dapat menembus sel telur (konsepsi), sel-

sel benih ini akan dapat bertahan kemanapun fertilisasinya selama 2-4 hari,

prosese selanjutnya akan terjadi nidasi, jika nidasi ini terjadi, barulah

disebut adanya kehamilan (Sunarti, 2013).

Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin.

Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari)

dihitung dari haid pertama haid terakhir. Kehamilan dibagi dalam 3

triwulan pertama dimulai dari hasil konsepsi sampai 3 bulan, triwulan

kedua dimulai dari bulan keempat sampai 6 bulan, triwulan ketiga dari

bulan ketujuh sampai 9 bulan (Saifuddin, 2008).


Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional dalam buku Ilmu

Kebidanan (2009), kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau

penyatuan spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau

implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga bayi lahir, kehamilan

normal akan berlangsung dalam 12 minggu, trimester kedua 15 minggu

(minggu ke-13 hingga ke-27), dan trimester ketiga 13 minggu (minggu ke-

28 hingga ke-40).

Kehamilan adalah merupakan suatu proses merantai yang

berkesinambungan dan terdiri dari ovulasi pelepasan sel telur, migrasi

spermatozoa dan ovum, konsepsi dan pertumbuhan zigot, nidasi

(implantasi) pada uterus, pembentukan plasenta, dan tumbuh kembang

hasil konsepsi sampai aterm (Manuaba, 2010).

2.1.2. Tanda Kehamilan

1. Tanda-tanda Kehamilan

Menurut Manuaba (2010), untuk dapat menegakkan kehamilan ditetapkan

dengan melakukan penilaian terhadap beberapa tanda dan gejala kehamilan,

yaitu sebagai berikut:

2. Tanda Dugaan Kehamilan

a. Amenorea

Wanita hamil terjadi konsepsi dan nidasi yang menyebabkan tidak terjadi

pembentukan Folikel de graff dan ovulasi . Menyebabkan terjadinya

amenorea pada seorang wanita yang sedang hamil. Dengan mengetahui

hari pertama haid terakhir (HPHT) dengan perhitungan Neagle dapat


ditentukan hari perkiraan lahir (HPL) yaitu dengan menambah tujuh pada

hari, mengurangi tiga pada bulan, dan menambah satu pada tahun.

b. Mual dan Muntah

Pengaruh estrogen dan progesteron menyebabkan pengeluaran asam

lambung yang berlebihan. Mual dan Muntah pada pagi hari disebut

morning sickness. Dalam batas yang fisiologis keadaan ini dapat diatasi.

Akibat mual dan muntah nafsu makan berkurang.

c. Ngidam

Wanita hamil sering menginginkan makanan tertentu, keinginan yang

demikian disebut ngidam.

d. Sinkope atau pingsan

Terjadinya gangguan sirkulasi ke daerah kepala (sentral) menyebabkan

iskema susunan saraf pusat dan menimbulkan sinkope atau pingsan.

Keadaan ini menghilang setelah usia kehamilan 16 minggu.

e. Payudara Tegang

Pengaruh hormon estrogen, progesteron, dan somatomamotrofin

menimbulkan deposit lemak, air, dan garam pada payudara. Payudara

membesar dan tegang. Ujung saraf tertekan menyebabkan rasa sakit terutama

pada hamil pertama.

f. Sering Miksi (Sering BAK)

Desakan rahim kedepan menyebabkan kandung kemih cepat terasa penuh

dan sering miksi. Triwulan kedua, gejala ini sudah menghilang.

d. Konstipasi atau Obstipasi


Pengaruh hormon progesteron dapat menghambat peristaltik usus,

menyebabkan kesulitan untuk buang air besar

g. Pigmentasi Kulit

Terdapat pigmentasi kulit disekitar pipi (cloasma gravidarum). Pada

dinding perut terdapat striae albican, striae livide dan linea nigra semakin

menghitam. Sekitar payudara terdapat hiperpigmintasi pada bagian areola

mammae, puting susu makin menonjol.

h. Epulis

Hipertrofi gusi yang disebut epuils, dapat terjadi saat kehamilan.

i. Varices

Karena pengaruh dari hormon estrogen dan progesteron terjadi

penampakan pembuluh darah vena, terutama bagi mereka yang

mempunyai bakat. Penampakan pembuluh darah terjadi pada sekitar

genetalia, kaki, betis, dan payudara. Penampakan pembuluh darah ini

menghilang setelah persalinan.

3. Tanda Tidak Pasti Kehamilan

a. Perut Membesar

b. Pada pemeriksaan dalam di temui :

a) Tanda Hegar yaitu perubahan pada rahim menjadi lebih panjang dan

lunak sehingga seolah-olah kedua jari dapat saling bersentuhan.

b) Tanda Chadwicks yaitu vagina dan vulva mengalami peningkatan

pembuluh darah sehingga makin tampak dan kebiru-biruan karena

pengaruh estrogen.
c) Tanda Piscaceks yaitu adanya pelunakan dan pembesaran pada

unilateral pada tempat implantasi (rahim).

d) Tanda Braxton Hicks yaitu adanya kontraksi pada rahim yang

disebabkan karena adanya rangsangan pada uterus.

e) Pemeriksaan test kehamilan positif.

4. Tanda Pasti Kehamilan

a. Gerakan janin dalam rahim

b. Terlihat dan teraba gerakan janin, teraba bagian-bagian janin.

c. Denyut jantung janin

Didengar dengan stetoskop Laenec, alat Kardiotografi, dan Doppler.

Dilihat dengan ultrasonografi.

2.1.3. Masa Kehamilan

Kehamilan dibagi menjadi tiga triwulan, yaitu:

a. Triwulan kesatu : 0 sampai 12 minggu

Trimester pertama (0-12 minggu) dimulai dari konsepsi sampai 3

bulan, pada masa trimester pertama ini terjadi pertumbuhan dan

perkembangan pada sel telur yang di buahi dan terbagi menjadi 3 fase,

yaitu ovum, fase embrio dan fase janin.

b. Triwulan kedua : 13 sampai 28 minggu

Pada trimester ini proses pertumbuhannya sangat cepat, trimester ini

sudah sangat cepat pertumbuhannya

c. Triwulan ketiga : 29 sampai 42 minggu (Prawirohardjo, 2008).


Trimester ini adalah periode terjadinya penyempurnaan organ – orang

yang ada didalam janin tersebut yang siap untuk dilahirkan.

Dapat menegakan kehamilan ditetapkan dengan melakukan penilaian

terhadap tanda dan gejala kehamilan.

Lama kehamilan dibagi menjadi :

a. Lama kehamilan normal berlangsung sampai persalinan aterm sekitar

280 sampai 300 hari dengan perhitungan sebagai berikut:

b. Kehamilan sampai 28 minggu dengan berat janin 1000g bila berakhir

disebut keguguran.

c. Kehamilan 29 sampai 36 minggu bila terjadi persalinan disebut

prematuritas.

d. Kehamilan berumur 37 sampai 42 minggu disebut aterm.

e. Kehamilan melebihi 42 minggu disebut kehamilan lewat waktu atau

postdatism (serotinus).

2.1.4. Pemeriksaan Kehamilan

Wanita hamil dalam kunjungan asuhan kehamilan yang perlu

diperhatikan adalah sebagai berikut (Asrianah, 2010 ) :

a. Anamnesa

Tanyakan tentang keluhan utama, gerakan janin, dan apakah ada tanda

bahaya. Selama anamnesa, bidan harus tetap membina hubungan

saling percaya dengan ibu dan keluarga.


b. Pemeriksaan fisik

1. Timbangan berat badan untuk memantau kenaikan BB selama

hamil.

2. Ukur tekanan darah. Berdasarkan penelitian, pemeriksaan tekanan

darah secara rutin merupakan sebuah cara yang efektif untuk

mendeteksi preeklampsi.

3. Ukuran tinggi fundus uteri (TFU), setelah 12 minggu dengan

palpasi dan setelah 22 minggu dengan pita ukur. Penelitian

menunjukkan bahwa perkembangan bayi dapat dimonitor dengan

menggunakan pengukuran tinggi fundus uteri.

4. Lakukan palpasi abdominal (setelah 28 minggu untuk mendeteksi

adanya kehamilan ganda, dan setelah 38 minggu untuk mendeteksi

kelainan letak).

5. Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah 18 minggu.

c. Pemeriksaan Laboratorium

1. Hb, untuk mendeteksi status anemia.

2. Protein urin, untuk memeriksa status pre-eklampsia.

3. Glukosa urin, untuk memeriksa status DM.

2.2. Hemoglobin

2.2.1. Definisi Hemoglobin

Hemoglobin adalah suatu protein majemuk yang tersusun atas

protein pigmen yang disebut globin yang memberi warna merah pada sel

darah merah dan protein non pigmen yang disebut hem yang berfungsi
untuk mengangkut oksigen (Diah, dkk, 2014; Sumardjo, 2009). Rumus

kimia hemoglobin pada masing-masing subunit hemoglobin mengandung

satu bagian heme dan suatu bagian polipeptida yang secara kolektif

disebut globin. Setiap molekul hemoglobin terdapat dua pasang

polipeptida, dimana dua dari subunit tersebut mengandung satu jenis

polipeptida dan dua jenis polipeptida dari jenis lain. Hemoglobin adalah

suatu jenis protein yang memiliki rumus molekul

C3036H4832N840S816Fe4 (Septi, dkk 2014).

2.2.2. Rumusan Molekul Hemoglobin

Rumus kimia hemoglobin pada masing-masing subunit hemoglobin

mengandung satu bagian heme dan suatu bagian polipeptida yang secara kolektif

disebut globin. Setiap molekul hemoglobin terdapat dua pasang polipeptida,

dimana dua dari subunit tersebut mengandung satu jenis polipeptida dan dua jenis

polipeptida dari jenis lain. Hemoglobin adalah suatu jenis protein yang memiliki

rumus molekul C3036H4832N840S816Fe4 (Septi W, dkk 2014).

(Gambar 1. Rumus Molekul Hemoglobin)


2.2.3. Sintesis Hemoglobin

Sintesis hemoglobin dimulai dengan kondensasi glisin dan suksinil

KoA, membentuk d-aminolevulinic acid (ALA), dengan menggunakan enzim

ALA sintase, yang terjadi di dalam mitokondria. Enzim tersebut merupakan enzim

regulator yang dapat dihambat oleh heme (sintesanya dihambat oleh hemin).

Piridoksal fosfat dalam reaksi tersebut bertindak sebagai koenzim.

Sintesis hemoglobin terjadi pada semua sel tempat sintesis utama terjadi

pada organ hepar dan retikulosit yang merupakan suatu sel pembentuk eritrosit.

Kedua tempat tersebut memiliki regulasi yang berbeda, pada hepar sintesis heme

diinduksi untuk menyediakan gugus prostetik untuk keperluan sitokrom P450.

Sedangkan dalam retikulosit, sintesis heme dilakukan secara besar-besaran selama

pembentukan eritrosit untuk menyediakan heme untuk keperluan hemoglobin.

Setelah eritrosit matang, sintesis heme dan hemoglobin berhenti.

Kelainan akibat kekurangan kadar hemoglobin disebut dengan anemia.

Terdapat tiga kelompok utama anemia, yang dibedakan berdasarkan penyebabnya

yaitu defisiensi, hemolisis dan kelainan sumsum tulang. Anemia defisiensi besi

adalah keadaan yang mencerminkan simpanan besi yang rendah. Terdapat

penurunan kadar besi yang dapat diwarnai pada sumsum tulang, yang menunjukan

kadar besi yang adekuat dalam makrofag namun terdapat penurunan jumlah

eritroblas. Penyebab lain dari anemia defisiensi besi adalah anemia hipokromik

mikrositik, antara lain seperti thalasemia, dan anemia sekunder akibat mengidap

penyakit kronis, serta kemampuan mengikat besi total menurun (David, dkk,

2007).
Anemia hemolitik adalah suatu keadaan hemolisis sel darah yang ditandai

dengan terjadinya ikterus, disertai dengan peningkatan bilirubin serum yang

belum terkonjugasi, meningkatnya urobilinogen dalam urin dan

tinja, meningkatnya haptoglobin, dan terjadi retikulositosis. Kejadian

retikulositosis dapat menentukan derajat hemolisis. Apabila dilakukan

pemeriksaan apus darah dapat ditemukan polikromasia, sferosit, eritrosit

mengkerut dan pecah menjadi fragmen-fragmen (David, dkk, 2007).

Kadar hemoglobin yang terjadi akibat adanya kelainan pada sumsum tulang

biasanya sangat rendah, yaitu berkisar 3 – 4 g/dL. Pemeriksaan apus darah

menunjukan gambaran makrositik yang disertai anisositosis dan poikilositosis,

serta kadar MCV lebih dari 100 fL. Kelainan sumsum tulang juga dapat disertai

dengan jumlah trombosit yang agak berkurang (David, dkk, 2007).

Pemeriksaan kadar hemoglobin adalah salah satu parameter pemeriksaan

dalam hematologi yang bertujuan untuk mendeteksi anemia dan gangguan ginjal

(Aziz, 2007). Pemeriksaan kadar hemoglobin dapat dilakukan dengan

menggunakan beberapa metode yaitu metode Sahli, dan metode

Cyanmethemoglobin dengan cara manual dan otomatis (Wahdah,

2015).Pemeriksaan hemoglobin yang paling sederhana adalah dengan metode

Sahli. Prinsip kerja metode Sahli adalah hemoglobin dihidrolisis HCl menjadi

asam hematin yang ditandai dengan warna coklat, kemudian dibandingkan dengan

standar warna yang terdapat pada alat. Metode Sahli jarang digunakan, karena

memiliki tingkat kesalahan yang besar yaitu 5 – 10% (David, dkk 2007).
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, di Indonesia tahun

2014, sekitar 67% ibu hamil di Indonesia mengalami anemia dalam berbagai

jenjang. Berdasarkan ketetapan WHO, anemia pada ibu hamil adalah apabila

kadar hemoglobin kurang dari 11 g/dL. Anemia pada ibu hamil di Indonesia

bervariasi, kadar hemoglobin 11 g/dL tergolong normal. Anemia ringan adalah

kadar hemoglobin pada ibu hamil 9 – 10 g/dL, kadar hemoglobin 7 – 9 g/dL

adalah anemia sedang, dan kadar hemoglobin 5 – 7 g/dL adalah anemia berat

(Manuaba, dkk 2007).

Anemia yang terjadi pada ibu hamil sebagian besar diakibatkan karena

anemia defisiensi besi. Hal tersebut disebabkan karena kurang mengkonsumsi

makanan yang mengandung zat besi dan terjadi perdarahan menahun akibat

parasit seperti ankilostomiasis. Dasar utama faktor terjadinya anemia pada ibu

hamil adalah kemiskinan, sehingga tidak mampu memenuhi standar gizi yang

baik yang dibutuhkan selama kehamilan. Selain itu, situasi lingkungan yang buruk

sehingga masih terdapat parasit yang ditemukan pada ibu hamil seperti

ankilostomiasis (Manuaba, dkk, 2007).

2.2.4. Fungsi Hemoglobin

Fungsi hemoglobin yang paling utama adalah mengikat oksigen.

Hemoglobin di dalam darah membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan

tubuh dan membawa kembali karbondioksida dari seluruh sel ke paru-paru untuk

dikeluarkan dari tubuh. Mioglobin berperan sebagai reservoir oksigen: menerima,

menyimpan dan melepas oksigen di dalam sel-sel otot. Sebanyak kurang lebih

80% besi tubuh berada di dalam hemoglobin (Sunita, 2001).


Menurut Depkes RI adapun fungsi hemoglobin antara lain:

a. Mengatur pertukaran oksigen dengan karbondioksida di dalam

jaringan-jaringan tubuh.

b. Mengambil oksigen dari paru-paru kemudian dibawa ke seluruh

jaringan-jaringan tubuh untuk dipakai sebagai bahan bakar.

c. Kelebihan Hemoglobin akan menyebabkan terjadinya kekentalan darah

jika kadarnya sekitar 18-19 gr/ml yang dapat mengakibatkan stroke.

2.2.5. Kadar Hemoglobin

Kadar Hemoglobin merupakan salah satu indikator ketersediaan zat besi di

dalam tubuh, yang berfungsi sebagai hemoglobin, myoglobin, dan enzim yang

diperlukan dalam fungsi metabolisme. Kekurangan zat besi dapat terlihat dari

konsentrasi Hb dala darah yang berada di bawah standar sesuai umur dan jenis

kelamin (Syamsianah, 2016).

Jumlah hemoglobin dalam darah normal adalah kira-kira 15 gram setiap 100 ml

darah dan jumlah ini biasanya disebut “100 persen” (Evelyn, 2009). Batas normal

nilai hemoglobin untuk seseorang sukar ditentukan karena kadar hemoglobin

bervariasi diantara setiap suku bangsa. Namun WHO telah menetapkan batas kadar

hemoglobin normal berdasarkan umur dan jenis kelamin (WHO dalam Arisman,

2002).

Kehamilan yang kurang baik berhubungan dengan kadar Hb berdasarkan uji

statistik, rendahnya kadar Hb ibu hamil ini berkaitan dengan terjadinya

hemodilusi (pengenceran darah) pada wanita hamil. Pengenceran ini terjadi

sebagai penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan yang bermanfaatpada

wanita hamil, antara lain meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih
berat pada wanita hamil, mengurangi resestensi perifer agar tekanan darah tidak

naik dan mengurangi banyaknya unsur besi yang hilang waktu persalinan

dibandingkan apabila darah tetap dalam keadaan kental. Terjadinya hemodilusi

pada kehamilan dimulai sejak umur kehamilan 10 minggu, mencapai puncaknya

dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu, yang dapat mengakibatkan terjadinya

penurunan kadar hemoglobin secara bertahap pada trimester I, II, dan III. Rata-

rata kadar Hb akan terus menurun mengikuti bertambahnya masa kehamilan.

Kadar Hb rata-rata pada trimester I adalah 12 gr%, menjadi 10,82 gr% pada

trimester II dan menjadi 8,7 gr% pada trimester III (Wirawanni, 2014).

2.3. Pemeriksaan Hemoglobin

2.3.1. Metode POCT (Point of Care Testing)

Point of Care Testing (POCT) atau disebut juga Bedside Test didefinisikan

sebagai pemeriksaan kesehatan yang dilakukan di dekat atau di samping tempat

tidur pasien. POCT merupakan pemeriksaan sederhana dengan menggunakan

sampel dalam jumlah sedikit dan dapat dilakukan di samping tempat tidur pasien.

Pemeriksaan kesehatan sederhana seperti tidak hanya pada pemeriksaan

laboratorium saja, tetapi terdapat juga pada "area" lain dalam rangka

mempermudah pemeriksaan kesehatan pasien seperti portable USG, EKG,

Oksigen Saturasi, sampai dengan alat untuk mengukur Heart Rate.

Gagasan yang melatarbelakangi adanya POCT adalah untuk mempermudah

dan mempercepat pemeriksaan laboratorium pasien sehingga hasil yang didapat

akan memberikan pengambilan keputusan klinis secara cepat oleh dokter.

Terdapat beberapa POCT antara lain : Pemeriksaan Gula Darah, Analisa Gas
Darah dan Elektrolit, Pemeriksaan Koagulasi Rapid (Prothombin Time/INR),

Rapid Cardiac Marker, Skrining Narkoba, Pemeriksaan Urine metode Carik

Celup, Tes Kehamilan, Analisa Darah Samar pada Feses, Pemeriksaan

Hemoglobin, Pemeriksaan Asam Urat serta Pemeriksaan Kolesterol Total.

Instrumen POCT didesain portable (mudah di bawa kemana-mana) serta

mudah dioperasikan. Tujuannya adalah untuk mempermudah pengambilan sampel

(karena hanya membutuhkan sampel yang sedikit) dan memperoleh hasil pada

periode waktu yang sangat cepat atau dekat dengan lokasi sehingga perencanaan

pengobatan dapat dilakukan sesuai kebutuhan sebelum pasien pergi. Lebih murah,

lebih cepat, lebih kecil dan lebih "pintar" itulah sifat yang ditempelkan pada alat

POCT sehingga penggunaannya meningkat dan menyebabkan cost effective untuk

beberapa penyakit salah satunya adalah diabete

POCT bukanlah pengganti layanan laboratorium konvensional, melainkan

layanan tambahan untuk sebuah laboratorium klinik. Dalam operasinya, layanan

ini dilaksanakan di dekat pasien, namun pertanggungjawaban dan operasinya tetap

dilakukan oleh petugas yang berwenang dari Laboratorium Klinik. Hal ini selain

untuk tetap menjamin kualitas dari hasil yang diberikan, juga untuk menjamin

bahwa hasil yang didapat tetap tercatat dalam sistem informasi laboratorium

(SIL), karena alat-alat POCT saat ini umumnya belum terkoneksi langsung

dengan SIL. Kalibrasi dan kontrol terhadap alat yang digunakan dilakukan oleh

petugas laboratorium klinik dengan prosedur yang telah ditetapkan dan

dibandingkan dengan hasil dari peralatan standar yang ada di laboratorium klinik.
Prinsip dan Teknologi Pengukuran POCT yang dapat digunakan untuk mengukur

kadar hemoglobin dalam sebuah alat POCT. Dua teknologi yang sering digunakan

adalah Amperometric detection dan Reflectance.

a. Amperometric detection adalah metode deteksi menggunakan pengukuran

arus listrik yang dihasilkan pada sebuah reaksi elektrokimia. Ketika darah

diteteskan pada strip, akan terjadi reaksi antara bahan kimia yang ada di

dalam darah dengan reagen yang ada di dalam strip. Reaksi ini akan

menghasilkan arus listrik yang besarnya setara dengan kadar bahan kimia

yang ada dalam darah.

b. Reflectance (pemantulan) didefinisikan sebagai rasio antara jumlah total

radiasi (seperti cahaya) yang dipantulkan oleh sebuah permukaan dengan

jumlah total radiasi yang diberikan pada permukaan tersebut. Prinsip ini

digunakan pada sebuah instrumen POCT dengan membaca warna yang

terbentuk dari sebuah reaksi antara sampel yang mengandung bahan kimia

tertentu dengan reagen yang ada pada sebuah test strip. Reagen yang ada

pada tes strip akan menghasilkan warna dengan intensitas tertentu yang

berbanding lurus dengan kadar bahan kimia yang ada di dalam sampel.

Selanjutnya warna yang terbentuk dibaca oleh alat dari arah bawah strip.

POCT memiliki sejumlah kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya seperti

yang kita ketahui adalah penggunaannya yang praktis, mudah serta efisien,

membutuhkan sampel yang sedikit sehingga meminimalisir kesalahan pada tahap

pra-analitik, hasil yang cepat dan beberapa hal lainnya. Namun kekurangan yang

sangat menonjol dari POCT adalah proses QC yang masih kurang baik sehingga
akurasi dan presisinya belum sebaik hasil dari alat fotometer. Selain itu

dokumentasinya pun belum dalam terintegrasi dengan sistem informasi

laboratorium sehingga data akan mudah tertukar bahkan tidak teridentifikasi.

Fakta - fakta yang wajib diketahui pada POCT Kimia darah

1. Tes strip dan chip harus memiliki kode yang sama, apabila berbeda POCT

tidak akan bekerja

2. Tes strip yang sudah expired tidak akan memberikan hasil pemeriksaan

dikarenakan pada chip sudah tertanam informasi expired date

3. Hasil nilai gula darah ditampilkan dalam satuan mg/dL dan mmol/L.

Indonesia menganut satuan ukur mg/dL.

4. Perhatikan rentang pengukuran pada alat POCT anda. Berbeda merk,

berbeda juga kemampuan pengukurannya. Sebagai contoh sebuah alat

glukometer hanya dapat mengukur kadar gula antara 10 - 600 mg/dL. Di

luar range tersebut, POCT tidak dapat membacanya.

5. Tes Strip akan mudah rusak dan tak dapat dipakai apabila

tabung/tempatnya terbuka dalam waktu yang lama dan terpapar panas

serta cahaya.

6. Quality Control, terdapat strip control dan larutan control yang spesifik

untuk device POCT. Pastikan QC dilakukan secara berkala.

7. Device POCT harus didesinfeksi untuk menghilangkan kontaminasi

infeksius setiap habis pakai. Bagian yang harus di desinfeksi adalah

badan meter, penutup jendela pengukur, dan jendela pengukur. Gunakan

kapas atau kain yang lembut dengan cairan alkohol 70%.


8. Pemeriksaan kimia darah dan QC harus dilakukan dalam rentang

temperatur 10 - 40 derajat celcius. Apabila melewati rentang temperatur,

hasil tidak akan muncul, kalaupun muncul hasilnya akan meragukan.

9. Pemeriksaan pada kelembaban atmosfer 85%, sedangkan untuk

penyimpanan POCT harus dijaga di bawah 93%.

10. Jangan lakukan pemeriksaan ketika meter atau strip sedang terkekspos

matahari langsung.

11. Hindari perubahan kondisi cahaya yang terlalu mendadak pada saat

mengoperasikan meter. Cahaya blitz kamera, sebagai contoh, akan

menyebabkan kesalahan pengukuran.

12. Medan elektromagnetik kuat bisa mengganggu kerja meter, Jangan

gunakan meter di dekatnya.

13. Menghindari gangguan elektrostatik, jangan gunakan meter di lingkungan

yang terlalu kering, terutama jika terdapat materi sintetis.

2.3.2. Menggunakan Alat Hematology Analyzer

Pemeriksaan hemoglobin menggunakan Hematology Analyzer ini

menggunakan mesin/alat otomatis. Pemeriksaan Hematology Analyzer

termasuk sebagai gold standar dalam membantu menegakan diagnosis

dalam berbagai pemeriksaan hematologi termasuk penetapan kadar

hemoglobin. Prinsip alat Hematology Analyzer yaitu menggunakan metode

pengukuran sel yang disebut “volumetric independence”, pada metode ini

larutan diluent (elektrolit) yang telah dicampur dengan sel-sel darah

dihisap melalui operture. Klinik pengukuran terdapat 2 elektrolit yang


terdiri dari, internal electrode dan eksternal electrode yang terletak dengan

operture.

2.3.3. Cara fotoelektrik : sianmethemoglobin

Hemoglobin darah diubah menjadi sianmethemoglobin

(hemoglobinsianida) dalam larutan yang berisi kalium ferrisianida dan

kalium sianida. Absorbsi larutan diukur pada gelombang 540 nm

(Gandasoebrata, 2008).

2.3.4. Metode Sahli

Cara ini hemoglobin diubah menjadi asam hematin, kemudian warna

yang terjadi dibandingkan secara visual dengan standart alat itu. Cara sahli

bukanlah cara yang teliti. Kelemahan metodik berdasarkan kenyataan

bahwa kolorimetri visual tidak teliti. Bahwa asam hematin itu bukan

merupakan larutan sejati dan bahwa alat itu tidak dapat distandarkan. Cara

ini juga kurang baik karena tidak semua macam hemoglobin diubah

menjadi asam hemati (Gandasoebrata, 2008).

2.3.5. Metode Otomatis

Metode pemeriksaan kadar hemoglobin yang disarankan oleh

International Committee for Standardization in Hematology adalah

metode Cyanmethemoglobin (autoanalyer) yaitu dengan perhitungan

secara otomatis kadar hemoglobin dalam eritrosit. Metode ini adalah

metode yang banyak digunakan karena mempunyai standar yang stabil

(Nadila, dkk 2010).


Nilai rujukan kadar hemoglobin menurut WHO:

Anak- anak 6 bulan – 6 tahun : 11,0 g%


Anak – anak 6 tahun - 14 tahun : 12,0 g%
Pria dewasa : 13,0 g%
Wanita dewasa : 12,0 g%
Ibu hamil : 11,0 g%

2.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi hemoglobin dalam darah

1. Faktor Kecukupan besi dalam tubuh

Besi di butuhkan untuk produksi hemoglobin, sehingga anemia gizi

besi akan menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang lebih kecil dan

kandungan hemoglobin yang lebih rendah. Besi juga merupakan

mikronutrien essensiel dalam memproduksi hemoglobin yang berfungsi

mengantar oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh. Besi berperan dalam

sintesis hemoglobin dalam sel darah merah dan mioglobin dalam sel otot

(Zarianis, 2006)

2. Faktor Usia

Anak – anak, orangtua, wanita hamil akan lebih mudah mengalami

penurunan kadar hemoglobin. Pada anak–anak dapat disebabkan karena

pertumbuhan anak-anak yang cukup pesat dan tidak di imbangi dengan

asupan zat besi sehingga menurunkan kadar hemoglobin (Nasional

Anemia Action Counil, 2009).

3. Faktor Jenis Kelamin

Perempuan lebih mudah mengalami penurunan kadar hemoglobin dari

pada laki–laki, terutama pada perempuan saat menstruasi ( Nugrahani,

2013).
4. Faktor Penyakit sistemik

Beberapa penyakit yang mempengaruhi kadar hemoglobin leukimia,

thalasemia dan tuberkulosi. Penyakit tersebut dapat mempengaruhi sel

darah merah yang disebabkan terdapat gangguan pada sumsum tulang

(Nugarahani, 2013).

5. Faktor pola makan

Sumber zat besi terdapat dimakanan bersumber dari hewani dimana

hati merupakan sumber yang paling banyak mengandung Fe. Sumber lain

juga berasal dari tumbuhan, ikan, hati, telur, dll (Gibson, 2005).

6. Faktor Nifas

Kadar hemoglobin yang bervariasi terjadi pada saat awal post partum.

Bervariasinya kadar hemoglobin ini disebabkan oleh volume darah,

volume plasenta, dan tingkat volume darah pada wanita yang berubah-

ubah, selain itu juga dipengaruhi oleh status gizi dan dehidrasi dari wanita

tersebut. Pasien dianggap telah kehilangan darah yang cukup banyak

ketika kadar hemoglobin di hari pertama atau pada hari kedua lebih rendah

dari sebelumnya (Ambarwati, 2008).

2.5. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kadar hemoglobin pada ibu

hamil trimester III

2.5.1. Konsumsi Tablet Fe

Pemberian zat besi pada ibu hamil merupakan salah satu syarat

pelayanan kesehatan K4 pada ibu hamil. Dimana jumlah suplemen zat besi

yang diberikan selama kehamilan ialah sebanyak 90 tablet(Fe3). Zat besi


merupakan mineral yang dibutuhkan tubuh untuk membentuk sel darah

merah (hemoglobin). Selain digunakan untuk pembentukan sel darah

merah, zat besi juga berperan sebagai salah satu komponen dalam

membentuk mioglobin (protein yang membawa oksigen ke otot), kolagen

(protein yang terdapat pada tulang, tulang rawan dan jaringan

penyambung) serta enzim. Zat besi juga berfungsi dalam sistem

pertahanan tubuh.

Zat besi memiliki peranan yang cukup penting untuk pertumbuhan

janin. Selama hamil, asupan zat besi harus ditambah mengingat selama

kehamilan, volume darah pada tubuh ibu meningkat. Sehingga, untuk

dapat tetap memenuhi kebutuhan ibu dan menyuplai makanan serta

oksigen pada janin melalui plasenta, dibutuhkan asupan zat besi yang lebih

banyak. Asupan zat besi yang diberikan oleh ibu hamil kepada janinnya

melalui plasenta akan digunakan janin untuk kebutuhan tumbuh

kembangnya, termasuk untuk perkembangan otaknya, sekaligus

menyimpannya dalam hati sebagai cadangan hingga bayi berusia 6 bulan.

Selain itu, zat besi juga membantu dalam mempercepat proses

penyembuhan luka khususnya luka yang timbul dalam proses persalinan.

2.5.2. Umur Ibu

Usia seorang perempuan dapat mempengaruhi emosi selama

kehamilannya. Remaja yang hamil memerlukan banyak perhatian dari

lingkungannya untuk meningkatkan kesehatan secara optimal dan kebutuhan-

kebutuhan secara psikologis maupun sosial bagi dirinya dan anaknya. Masing-
masing remaja yang hamil harus dikaji secara teliti (usia antara 12-19 tahun). Hal-

hal yang dikaji antara lain perkembangan fisik dan perhatian serta kemampuan

untuk pemeriksaan ibu hamil (Prawirohardjo, 1991).

Usia antara 20-30 tahun merupakan periode yang paling aman untuk

melahirkan. Sebab pada usia tersebut fungsi alat reproduksi dalam keadaan

optimal. Sedangkan pada umur kurang dari 20 tahun kondisi masih dalam

pertumbuhan, sehingga masukan makanan banyak dipakai untuk ibu yang

mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin. Di negara berkembang sekitar 10-

20% bayi dilahirkan dari ibu dengan usia remaja.

2.5.3. Paritas

Salah satu yang mempengaruhi anemia adalah jumlah anak dan jarak

antara kelahiran yang pendek. Di Negara yang sedang berkembang terutama

didaerah pedesaan, ibu- ibu yang berasal dari tingkat social ekonomi yang rendah

dengan jumlah anak yang banyak dan jarak kehamilan pendek serta masih

menyusui untuk waktu yang panjang tanpa memperhatikan gizi saat laktasi akan

sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup anak dan sering menimbulkan anemia

pada ibu hamil (Erik Eckolm dan kathleer, 1984).

Jumlah anak yang dilahirkan wanita selama hidupnya sangat

mempengaruhi kesehatan. Kelahiran yang pertama disertai bahaya komplikasi

yang agak tinggi atau kematian ibu dan anak dibandingkan dengan kelahiran yang

kedua atau ketiga, terutama karena kelahiran pertama menunjukan kelemahan-

kelemahan fisik atau ketidak normalan keturunan ibu. Kelahiran kedua atau ketiga

pada umumnya lebih aman dari pada kelahiran keempat, kematian ibu, bayi lahir
mati dan angka kematian bayi meningkat. Angka kematian bayi dan anak semakin

meningkat dengan kelahiran anak kelima dan setiap anak yang menyusul

sesudahnya (Erik eckolm dan kathleen, 1984)

2.6. Anemia

2.6.1. Pengertian

Anemia adalah suatu keadaan di mana kadar hemoglobin dalam

darah di bawah normal. Hal ini bisa disebabkan oleh kurangnya zat gizi

untuk pembentukan darah, seperti kekurangan zat besi, asam folat ataupun

vitamin B12. Anemia yang paling sering terjadi terutama pada ibu hamil

adalah anemia karena kekurangan zat besi (Fe), sehingga lebih dikenal

dengan istilah Anemia Gizi Besi (AGB). Anemia defisiensi besi

merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi selama

kehamilan (Sulistyoningsih, 2011, p.128).

Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi,

jenis anemia yang pengobatannya relatif mudah, bahkan murah. Anemia

pada kehamilan merupakan masalah nasional karena mencerminkan nilai

kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat, dan pengaruhnya sangat besar

terhadap kualitas sumber daya manusia. Menurut WHO kejadian anemia

hamil berkisar antara 20% sampai dengan 89% dengan menetapkan Hb 11

gr % sebagai dasarnya. Hb 9-10 gr % disebut anemia ringan. Hb 7-8 gr %

disebut anemia sedang. Hb < 7 gr % disebut anemia berat (Manuaba,

2010, p.239). Menurut Depkes RI (2000, dalam buku Waryana, 2010,

p.48) anemia adalah suatu keadaan dimana hemoglobin dalam darah


kurang dari 11 gr %. Berdasarkan beberapa pendapat diatas, apa yang

dimaksud anemia dalam kehamilan adalah suatu keadaan kekurangan zat

besi dengan kadar Hb kurang dari 11 gr %.

2.6.2. Klasifikasi Anemia

Pemeriksaan hemoglobin secara rutin selama kehamilan

merupakan kegiatan yang umumnya dilakukan untuk mendeteksi anemia

.
1) Klasifikasi menurut Depkes RI (2000)
a) Tidak anemia : ≥ 11 gr%
b) Anemia : < 11 gr%
2) Klasifikasi menurut WHO
a) Normal : ≤ 11 gr %
b) Anemia ringan : 9-10 gr %
c) Anemia sedang: 7-8 gr%
d) Anemia berat : < 7 gr%
3) Klasifikasi menurut Manuaba (2010, p.239)
a) Tidak anemia : Hb 11 gr %
b) Anemia ringan : Hb 9-10 gr %
c) Anemia sedangHb 7-8 gr %
d) Anemia berat Hb < 7 gr %

2.6.3. Efek Anemia pada Ibu Hamil

Ibu hamil yang mengalami anemia dapat mengakibatkan kematian

janin didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi

yang dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan

kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi. Ibu hamil yang menderita

anemia berat dapat meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas ibu dan

bayi, kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan premature juga lebih

besar. Hasil penelitian Jumirah, dkk. (1999) menunjukkan bahwa ada

hubungan antara kadar Hb ibu hamil dengan berat bayi lahir, di mana
semakin tinggi kadar Hb ibu semakin tinggi berat badan bayi yang

dilahirkan. Sedangkan penelitian Edwi Saraswati, dkk. (1998) menemukan

bahwa anemia pada batas 11 gr/dl bukan merupakan risiko untuk

melahirkan BBLR. Hal ini mungkin karena belum berpengaruh terhadap

fungsi hormon maupun fisiologis ibu (Sulistyoningsih, 2011, pp.129-130).

2.6.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar hemoglobin pada ibu hamil

a. Faktor Dasar

1) Pengetahuan Ibu Hamil

Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi

setelah orang melakukan penginderaan melalui panca indra manusia

yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga

(Notoatmodjo, 2003, p.127).

Konseling tentang pengaturan diet sangat penting diberikan

karena zat besi lebih mudah diserap dari bahan makanan dibanding

dari zat besi oral (Varney, et al., 2006, p.624). Kebutuhan itu dapat

dipenuhi dari makanan yang kaya akan zat besi seperti daging

berwarna merah, hati, ikan, kuning telur, sayuran berdaun hijau,

kacang-kacangan, tempe, roti dan sereal (Kristiyanasari, 2010, p.40).

Menurut Notoatmodjo (2003, pp.122-124), pengetahuan

mempunyai tingkatan:

a) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan ini adalah

mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh

bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Kata kerja

untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari

antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,

menyatakan dan sebagainya.

b) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang aspek yang diketahui dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah

paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya.

c) Aplikasi (applications)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan

hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam

konteks atau situasi yang lain.

d) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu

struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.


Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja

seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,

memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

e) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru kata lainnya adalah suatu kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

Misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkas,

menyesuaikan dan sebagainya.

f) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi objek. Pengukuran

pengetahuan dapat dilakukan dengan memberikan seperangkat alat

tes/ kuesioner tentang objek pengetahuan yang mau diukur,

selanjutnya dilakukan penilaian dimana setiap jawaban benar dari

masing-masing pertanyaan diberi nilai 1 dan jika salah diberi nilai

0 (Notoatmodjo, 2003, p.130). Penilaian dilakukan dengan cara

membandingkan jumlah skor jawaban dengan skor yang

diharapkan (tertinggi) kemudian dikalikan 100% dan hasilnya

berupa persentasi. Selanjutnya persentase jawaban

diinterpretasikan dalam kalimat kualitatif dengan acuan sebagai

berikut:
1) Pengetahuan baik bila skor atau nilai 76 – 100%

2) Pengetahuan cukup bila skor atau nilai 56 – 75%

3) Pengetahuan kurang bila skor atau nilai ≤ 56% (Nursalam,

2003, p.124).

Tingkatan pengetahuan ibu mempengaruhi perilakunya, makin

tinggi pendidikan atau pengetahuannya, makin tinggi kesadaran untuk

mencegah terjadinya anemia. Tingkat pengetahuan ibu hamil dapat

diperoleh dari pendidikan formal, informal, dan nonformal. Tingkat

pengetahuan ibu hamil akan mempengaruhi perilaku gizi yang

berdampak pada pola kebiasaan makan yang pada akhirnya dapat

menghindari terjadinya anemia (Notoatmodjo, 2003, p.95).

2) Pendidikan

Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang

direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu,

kelompok, masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang

diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoatmodjo, 2003, p.95).

Tingkat pendidikan ibu menurut Undang-undang RI no 20 tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional berdasarkan lama pendidikan

(sekolah) ditempuh, dihitung dalam satuan tahun dibagi menjadi 3

kategori yaitu katagori pendidikan rendah meliputi ibu dengan

pendidikan setinggi-tingginya tamat SLTP atau jumlah tahun sukses

sekolah sampai dengan 9 tahun, pendidikan sedang yaitu ibu dengan

jumlah tahun sukses sekolah sampai dengan 12 tahun atau


menamatkan pendidikan SLTA diberi dan pendidikan tinggi yaitu ibu

dengan tahun sukses sekolah lebih dari 12 tahun atau perguruan tinggi.

Tingkat rendahnya pendidikan erat kaitannya dengan tingkat

pengertian tentang zat besi (Fe) serta kesadarannya terhadap konsumsi

tablet zat besi (Fe) untuk ibu hamil. Keadaan defisiensi zat besi (Fe)

pada ibu hamil sangat ditentukan oleh banyak faktor antara lain tingkat

pendidikan ibu hamil. Tingkat pendidikan ibu hamil yang rendah

mempengaruhi penerimaan informasi sehingga pengetahuan tentang

zat besi (Fe) menjadi terbatas dan berdampak pada terjadinya

defisiensi zat besi (Nasoetion, 2003).

Menurut penelitian Lely Ratnawati (2006) di Wilayah kerja

Puskesmas Mijen 1 Kabupaten Demak yang melaporkan anemia

cenderung terjadi pada kelompok penduduk dengan tingkat pendidikan

rendah, karena berbagai sebab. Pada kelompok penduduk

berpendidikan rendah pada umumnya kurang mempunyai akses

informasi tentang anemia dan penanggulangannya, kurang memahami

akibat anemia, kurang dapat memilih bahan makanan bergizi

khususnya yang mengandung zat besi tinggi, serta kurang dapat

memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia.

3) Faktor Sosial-Budaya

Faktor sosial budaya setempat juga berpengaruh terjadinya

anemia. Pendistribusian makanan dalam keluarga yang tidak

berdasarkan kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan anggota


keluarga, serta pantangan- pantangan yang harus diikuti oleh

kelompok khusus misalnya ibu hamil, bayi, ibu nifas merupakan

kebiasaan- kebiasaan adat istiadat dan perilaku masyarakat yang

menghambat terciptanya pola hidup sehat di masyarakat. Pantangan

dalam mengkonsumsi jenis makanan tertentu dapat dipengaruhi oleh

faktor budaya/ kepercayaan. Pantangan yang didasari oleh kepercayaan

pada umumnya mengandung perlambang atau nasihat yang dianggap

baik ataupun yang tidak baik yang lambat laun akan menjadi

kebiasaan/ adat (Sulistyoningsih, 2011, p.53).

b. Faktor Langsung

1) Konsumsi Tablet Fe

Tablet besi adalah tablet tambah darah untuk menanggulangi

anemia gizi besi yang diberikan kepada ibu hamil. Di samping itu

kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel

darah merah dan membentuk sel darah merah janin dan plasenta. Makin

sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan akan makin

banyak kehilangan zat besi dan menjadi makin anemis (Manuaba, 2010,

p.237).

Sebagai gambaran berapa banyak kebutuhan zat besi pada setiap

kehamilan yaitu sebagai berikut:

Meningkatkan sel darah ibu 500 mgr Fe


Terdapat dalam plasenta 300 mgr Fe
Untuk darah janin 100 mgr Fe

Jumlah 900 mgr Fe


Jika persediaan cadangan Fe minimal, maka setiap kehamilan akan

menguras persediaan Fe tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia pada

kehamilan berikutnya. Pada kehamilan relatif terjadi anemia karena darah

ibu hamil mengalami hemodilusi (pengenceran) dengan peningkatan

volume 30% sampai 40% yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34

minggu. Jumlah peningkatan sel darah 18% sampai 30% dan hemoglobin

sekitar 19%. Bila hemoglobin ibu sebelum hamil sekitar 11 gr% maka

dengan terjadinya hemodilusi akan mengakibatkan anemia hamil

fisiologis, dan Hb ibu akan menjadi 9,5 sampai 10 gr% (Manuaba, 2010,

p.238).

Menurut Sulistyoningsih (2011, pp.130-131) beberapa hal yang

harus diperhatikan dalam mengkonsumsi tablet besi yaitu:

1) Minum tablet besi dengan air putih, jangan minum dengan teh, susu,

kopi karena dapat menurunkan penyerapan zat besi dalam tubuh

sehingga manfaatnya menjadi berkurang

2) Kadang- kadang dapat terjadi gejala ringan yang tidak membahayakan

seperti perut terasa tidak enak, mual-mual, susah buang air besar dan

tinja berwarna hitam.

3) Untuk mengurangi gejala sampingan, minum tablet besi setelah makan

malam, menjelang tidur. Akan lebih baik bila setelah minum tablet

besi disertai makan buah-buahan seperti pisang, pepaya, jeruk, dll.

4) Simpanlah tablet besi di tempat yang kering, terhindar dari sinar

matahari langsung, jauhkan dari jangkauan anak, dan setelah dibuka


harus ditutup kembali dengan rapat. Tablet besi yang telah berubah

warna sebaiknya tidak diminum (warna asli: merah darah).

5) Tablet besi tidak menyebabkan tekanan darah tinggi atau kebanyakan

darah.

6) Tablet besi adalah obat bebas terbatas sehingga dapat dibeli di Apotek,

toko obat, warung, Bidan Praktik, Pos Obat Desa.

7) Dianjurkan menggunakan tablet besi generik yang disediakan

pemerintah dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat, namun

dapat pula dipergunakan tablet besi dengan merk dagang lain yang

memenuhi kandungan seperti tablet besi generik.

Kesadaran ibu hamil agar memeriksakan kehamilannya ke tempat

pelayanan kesehatan yang tersedia harus ditingkatkan dengan cara

memberikan motivasi dan penerangan yang terus menerus pula. Dengan

demikian kehamilan diluar kurun reproduksi sehat dan kehamilan resiko

tinggi lainnya dapat dikurangi (Mochtar, 1998, p.59).

2) Status Gizi Ibu Hamil

Status gizi adalah suatu keadaan keseimbangan dalam tubuh

sebagai akibat Cemasukan konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi

yang digunakan oleh tubuh untuk kelangsungan hidup dalam

mempertahankan fungsi-fungsi organ tubuh (Supariasa, 2001, p.18).

Status gizi ibu hamil sangat mempengaruhi pertumbuhan janin

dalam kandungan, apabila status gizi ibu buruk, baik sebelum kehamilan

atau pada saat kehamilan akan menyebabkan berat badan lahir rendah
(BBLR). Disamping itu akan mengakibatkan terlambatnya pertumbuhan

otak janin, anemia pada bayi baru lahir, bayi baru lahir mudah terinfeksi,

abortus dan sebagainya. Kondisi anak yang terlahir dari ibu yang

kekurangan gizi dan hidup dalam lingkungan yang miskin akan

menghasilkan generasi kekurangan gizi dan mudah terkena penyakit

infeksi. Keadaan ini biasanya ditandai dengan berat dan tinggi badan yang

kurang optimal (Supariasa, 2001, p.182).

Menurut Pudjiati (2005 dalam buku Sulistyoningsih, 2011, p.109),

selama kehamilan ibu akan mengalami penambahan berat badan sekitar

10-12 kg, sedangkan ibu hamil dengan tinggi badan kurang dari 150 cm

cukup sekitar 8,8 – 13,6 kg. Pada trimester II dan III pertambahan berat

badan sekitar 0,34 – 0,5 kg tiap minggu. Ibu yang sebelum hamil memiliki

berat normal kemungkinan tidak memiliki masalah dalam konsumsi

makan setiap hari, namun penambahan berat badannya harus dipantau agar

selama hamil tidak mengalami kekurangan atau sebaliknya kelebihan

(Sulistyoningsih, 2011, p.109).

3) Penyakit Infeksi

Beberapa infeksi penyakit memperbesar risiko menderita anemia.

Infeksi itu umumnya adalah kecacingan dan malaria. Kecacingan jarang

sekali menyebabkan kematian secara langsung, namun sangat

mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Infeksi cacing akan

menyebabkan malnutrisi dan dapat mengakibatkan anemia defisiensi besi.

Infeksi malaria dapat menyebabkan anemia. Beberapa fakta menunjukkan


bahwa parasitemia yang persisten atau rekuren mengakibatkan anemia

defisiensi besi, walaupun mekanismenya belum diketahuai dengan pasti.

Pada malaria fase akut terjadi penurunan absorpsi besi, kadar haptoglobin

yang rendah, sebagai akibat dari hemolisis intravaskuler, akan

menurunkan pembentukkan kompleks haptoglobin hemoglobin, yang

dikeluarkan dari sirkulasi oleh hepar, berakibat penurunan availabilitas

besi (Wiknjosastro, 2007, p.448).

4) Perdarahan

Penyebab anemia besi juga dikarenakan terlampau banyaknya besi

keluar dari badan misalnya perdarahan. Pada seorang wanita terjadi

kehilangan darah secara alamiah setiap bulan. Jika darah keluar selama

menstruasi sangat banyak akan terjadi anemia definisi zat besi (Arisman,

2004, pp.145-146).

c. Faktor Tidak Langsung

1) Frekuensi ANC

Pelayanan antenal adalah pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan

janinnya oleh tenaga profesional meliputi pemeriksaan kehamilan sesuai

dengan standar pelayanan yaitu minimal 4 kali pemeriksaan selama

kehamilan. Jadwal pemeriksaan ANC yang ideal adalah sekali dalam

sebulan saat mulai terlambat haid sampai kehamilan 28 minggu, sekali

dalam 2 minggu pada kehamilan 28 minggu sampai 36 minggu, sekali

dalam seminggu pada kehamilan diatas 36 minggu (Prawirohardjo, 2007,

p.154). Dengan pemeriksaan ANC diharapkan anemia pada ibu hamil


dapat dideteksi sedini mungkin sehingga ibu dapat merawat dirinya selama

hamil dan mempersiapkan kehamilannya.

2) Paritas

Paritas adalah kelahiran setelah gestasi 20 minggu, tanpa

memperhatikan apakah bayi hidup atau mati (Patricia W, 2006 p.78).

Paritas ibu merupakan frekuensi ibu pernah melahirkan anak hidup atau

mati, tetapi bukan aborsi (Salmah, 2006, p.133). Paritas secara luas

mencakup grafida/ jumlah kehamilan, premature/ jumlah kelahiran dan

abortus/ jumlah keguguran. Sedang dalam arti khusus yaitu jumlah atau

banyaknya anak yang dilahirkan. Paritas dikatakan tinggi bila seorang ibu/

wanita melahirkan anak ke empat atau lebih. Seorang wanita yang sudah

mempunyai tiga anak dan terjadi kehamilan lagi keadaan kesejahteraannya

akan mulai menurun, sering mengalami kurang darah (anemia), terjadi

perdarahan lewat jalan lahir dan letak bayi sungsang atau lintang (Poedji

Rochjati, 2003, p.60).

3) Umur Ibu

Usia reproduksi wanita digolongkan menjadi dua, yaitu usia

reproduksi sehat dan usia reproduksi tidak sehat. Usia reproduksi sehat

yaitu mulai dari umur 20 tahun sampai 35 tahun. Sedangkan usia

reproduksi tidak sehat yaitu umur kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35

tahun (Manuaba, 1998, p.14). Semakin muda dan semakin tua umur

seorang ibu yang sedang hamil, akan berpengaruh terhadap kebutuhan gizi

yang diperlukan. Umur muda perlu tambahan gizi yang banyak karena
selain digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan dirinya sendiri

juga harus berbagi dengan janin yang sedang dikandung.

Sedangkan untuk umur yang tua perlu energi yang besar juga

karena fungsi organ yang makin melemah dan diharuskan untuk bekerja

maksimal maka memerlukan tambahan energi yang cukup guna

mendukung kehamilan yang sedang berlangsung (Kristiyanasari, 2010,

p.51).

4) Jarak Kehamilan

Ibu dikatakan terlalu sering melahirkan bila jaraknya kurang dari 2

tahun. Penelitian menunjukkan bahwa apabila keluarga dapat mengatur

jarak antara kelahiran anaknya lebih dari 2 tahun, maka anak akan

memiliki probabilitas hidup lebih tinggi dan kondisi anaknya lebih sehat

dibanding anak dengan jarak kelahiran dibawah 2 tahun (Aguswilopo,

2004, p.5). Jarak yang terlalu dekat akan menyebabkan kualitas janin atau

anak yang rendah dan juga akan merugikan kesehatan ibu. Ibu tidak

memperoleh kesempatan untuk memperbaiki tubuhnya sendiri (ibu

memerlukan energi yang cukup untuk memulihkan keadaan setelah

melahirkan anaknya). Dengan mengandung kembali maka akan

menimbulkan masalah gizi ibu dan janin/ bayi yang dikandung (Baliwati,

2004, p.3).

2.7. Faktor yang Mempengaruhi Pemeriksaan Hemoglobin.


Faktor yang dapat mempengaruhi kadar hemoglobin secara

laboratorium di bedakan menjadi 3 jenis, yaitu faktor praanalitik, faktor

analitik, dan factor paska analitik.

2.7.1. Faktor Praanalitik

a. Identitas pasien harus lengkap dan jelas

Identitas pasien harus lengkap dan jelas, agar tidak tertukar dengan

pasien lain.

b. Posisi Pengambilan Darah.

Volume darah orang dewasa pada saat berdiri berkurang 600 ml

dibandingkanpada saat berbaring. Hal ini disebabkan oleh volume

plasma yang relativ berkurang pada saat berdiri karena terjadi

peningkatan protein plasma. Maka posisi pengambilan darah sebaiknya

duduk kecuali pada kasus penyakit berat.

c. Pembendung Vena.

Proses plebotomi di awali dengan pembendungan. Fungsi

pembendungan untuk membatasi aliran darah vena sehingga

menyebabkan pembuluh darah menonjol sehingga vena lebih jelas.

Pemasangan torniquet (tali pembendung) hendaknya tidak lebih dari 2

menit. Pemasangan tali pembendung dalam waktu lama dan terlalu

keras dapat menyebabkan hemokonsentrasi. Hemokonsentrasi adalah

pengentalan darah akibat perembesan plasma (komponen darah cair

non seluler) ditandai dengan nilai hematokrit. Semakin tinggi nilai

hematokrit, artinya semakin rendah nilai serum darah. Apabila serum


darah berfungsi sebagai pelarut rendah, maka terjadi kekentalan di

dalam pembuluh darah. Selain peningkatan nilai hematokrit juga

terjadi peningkatan PCV, elemen sel, hemoglobin, peningkatan kadar

substrat (protein total, AST, besi, kolesterol, lipid total) (Riswanto,

2009).

d. Pengambilan Sampel.

Pengambilan sampel darah harus dicegah terjadinya hemolisis

e. Penanganan Sampel

Sampel darah yang sudah di peroleh di tambah dengan larutan EDTA

agar darah tidak membeku. Darah tadi di periksa dengan menggunakan

alat Hematologi Analyzer

2.7.2. Faktor Analitik

a. Reagen

Perlu diperhatikan pada penggunaan reagen adalah:

b. Fisik, kemasan dan tanggal kadaluarsa.

c. Suhu penyimpanan.

d. Penyimpanan reagen sebelum pemeriksaan (suhu, peralatan,

stabilitas).

e. Alat/Instrumen

Perlu diperhatikan pada penggunaan peralatan:

a) Bagian-bagian fotometer dan alat ukur otomatis lainnya harus

berfungsi dengan baik (kalibrasi alat).

b) Pipet juga harus dipantau secara teratur ketepatannya.


c) Kebersihan, keutuhan dan ketepatan merupakan persyaratan yang

harus dipenuhi agar alat dapat dipakai.

d) Metode pemeriksaan

Dalam memilih metode pemeriksaan hendaknya dipertimbangkan:

a. Reagen yang mudah diperoleh.

b. Alat yang tersedia dapat untuk memeriksa dengan metode

tersebut.

c. Suhu pemeriksaan dipilih sesuai dengan tempat +kerja.

d. Metode pemeriksaan yang mudah dan sederhana.

2.7.3. Faktor paska analitik

Pencatatan hasil dan pelaporan hasil dilakukan secara teliti dan benar.

2.8. Protein Urine

2.8.1. Definisi

Protein urin adalah terdapatnya protein dalam urin manusia yang melebihi

nilai normal yaitu lebih dari 150 mg/hari. Protein urin baru dikatakan patologis

bila kadarnya melebihi 200 mg/hari pada beberapa kali pemeriksaan dalam waktu

yang berbeda. Protein urin persisten jika protein urin telah menetap selama 3

bulan atau lebih dan jumlahnya biasanya hanya sedikit dari atas nilai normal.

Protein urin merupakan syarat untuk diagnosis preeklampsia, tetapi protein

urin pada umumnya timbul jauh pada akhir kehamilan, sehingga sering dijumpai

pre-eklampsia tanpa protein urin, karena janin sudah lahir lebih dulu. Protein urin

timbul sebelum hipertensi, umumnya merupakan gejala penyakit ginjal, sehingga

dapat dipertimbangkan sebagai penyulit kehamilan. Tanpa kenaikan tekanan darah


diastolik ≥ 90 mmHg, umumnya ditemukan padainfeksi saluran kencing atau

anemia. Jarang ditemukan protein urin pada tekanan < 90 mmHg.

Pengukuran protein urin dapat dilakukan dengan :

a. Urin dipstik : 100 mg/l atau + 1, sekurang-kurannya diperiksa 2 kali urin acak

selang jam

b. Pengumpulan protein urin dalam 24 jam, dianggap patologis bila besaran

protein urin ≥ 300 mg/24 jam

2.8.2. Arti Klinis Protein Urin

Kadar protein dalam urin lebih dari 150 mg dapat dijumpai pada

kerusakan- kerusakan membran kapiler glomerulus atau karena gangguan

mekanisme reabsorbsi tubulus atau kerusakan-kerusakan pada kedua

mekanisme tersebut. Protein ini dapat terjadi karena GFR (Glomerulus

Filtration Rate) atau laju filtrasi glomerulus yang meningkat karena

kelainan basal membran glomerulus. Kelainan tubulus atau karena

perubahan protein sehingga mudah difiltrasi misalnya pada multiple

meloma (Hartati Yenny, 2016).

2.8.3. Mekanisme Terjadinya Protein Urin

a. Perubahan permeabilitas membran glomerulus

Penyakit ginjal tergantung penambahan permeabilitas pada

membran glomerulus, sehingga terjadi penambahan protein yang

dikeluarkan.

b. Perubahan muatan listrik pada molekul

Albumin adalah molekul bermuatan negatif ini sangat sedikit


difiltrasi, tetapi dextran yang mempunyai berat molekul sama dengan

albumin tetapi mempunyai muatan netral dapat difiltrasi dua puluh kali

lebih banyak dari albumin. Efek hambat dari muatan ini, mungkin akibat

dari penolakan efek elektrostatik dari protein yang bermuatan negatif

yang terdapat pada dinding kapiler, ini disebut polyanion.Dikatakan

bahwa penambahan filtrasi dari albumin pada penyakit-penyakit

glomerulus terutama disebabkan kerena hilangnya polyanion ini

disamping juga terdapat penambahan kenaikan besar pori-pori pada

membran glomerulus.

c. Perubahan Hemodinamika

Ginjal dibuat iskemik dengan menginfuskan norepineprin atau

angiotensin II maka akan terjadi kenaikan filtrasi dari protein, hal ini

terutama akibat dari terjadinya perubahan hemodinamika. Pada

percobaan ini akan terjadi kekurangan Renal Plasma Flow (RPF)

sedangkan Glomerulus Filtration (GFR) tetap. Dengan demikian terjadi

kenaikan fraksi filtrasi, maka mengakibatkan terjadinya kenaikan dari

kadar protein di dalam glomerulus, dengan demikian akan menambah

filtrasi protein secara pasif dengan terdapatnya kenaikan konsentrasi

gradien.

Hal-hal yang dapat menyebabkan perubahan hemodinamika

diantaranya ialah olahraga, demam dan kegagalan jantung (Mulyati,

2009).
2.8.4. Klasifikasi Protein urin

a. Fungsional Protein urin

Disebabkan oleh karena pengaruh dengan udara yang sangat dingin,

otot- otot yang bekerja keras, dan protein urin ini akan menghilang setelah

istirahat (tidur). Pada orang hamil terjadinya protein urin ini disebut

ortostatik atau postural protein urin

b. Organik Protein urin

1. Pre renal protein urin

Disebabkan penyakit umum yang mempengaruhi ginjal, dan

merupakan indikasi kerusakan ginjal (karena peningkatan

permeabilitas glomerulus) seperti keadaan-keadaan hipertensi esensial

dan ekslamasia pada kehamilan. Pre renal protein urin jarang melebihi

dua gram dalam 24 jam, dan jarang terjadi protein urin pre renal sejati,

tanpa kerusakan ginjal dan protein urin yang berkepanjangan dengan

sendirinya akan menyebabkan kerusakan ginjal.

2. Renal protein urin

Terjadi karena peradangan (nephritis), pada proses degenerasi

ginjal, infeksi pada ginjal, kanker ginjal dan TBC.

3. Pasca renal

Protein urin yang berasal dari pasca renal selalu berhubungan

dengan sel-sel, dan minimal ditemukan pada infeksi berat traktus

urinarius bagian bawah dan disertai dengan hematuria bila pelvis ginjal

atau ureter dirangsang oleh batu atau ada penyakit keganasan setempat
(Ratnaningsih Heny, 2006).

2.8.5. Faktor yang dapat mempengaruhi kadar Protein dalam urin

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi meningkatnya kadar

protein dalam urin, diantaranya :

a. Kerusakan Ginjal

Protein dalam urin dihasilkan dari kerusakan ginjal. Ketika ginjal

bekerja dengan benar, mereka menyaring produk limbah keluar dari darah

akan tetapi tetap menyimpan unsur penting termasuk albumin. Albumin

adalah protein yang membantu dalam mencegah air bocor keluar dari

darah ke jaringan lain. Protein plasma adalah komponen penting dari

setiap mahkluk hidup. Ginjal berperan sangat penting dalam retensi

protein plasma dengan tubulus ginjal yang berfungsi mereabsorpsi protein

melewati penghalang filtrasi glomerulus (Bandiyah, 2009).

b. Stress

Sesorang yang stress juga bisa memicu terjadinya hipertensi. Hal

tersebut dikarenakan kinerja kreatinin sebagai pengatur kadar protein urine

akan tidak stabil, sehingga mengakibatkan fungsi ginjal kesusahan untuk

menetralkan protein urine. Untuk menghindari stress bias dilakukan

dengan berbagi masalah kepada sahabat atau orang-orang terdekat

(Bandiyah, 2009).

c. Preeklampsia
Suatu kondisi yang dapat mempengaruhi wanita hamil, termasuk

tekanan darah yang sangat tinggi dan merupakan salah satu penyebab

potensial dari protein dalam urine.

d. Hipertensi

Hipertensi pada kehamilan adalah suatu penyakit yang sering

dijumpai pada wanita hamil, di situ ditemukan adanya kelainan berupa

peningkatan tekanan darah pada pemeriksaan ibu hamil. Pengukuran

tekanan darah sistolik dan diastole berada diatas 140/90 mmHg,

pengukuran sekurang-kurangnya dilakukan dua kali dengan selang waktu

pengukuran 4 jam.

Kejadian hipertensi dLm kehamilan cukup tinggi ialah 5-15%,

merupakan satu diantara tiga penyebab mortalitas (kematian) dan

morbiditas (kejadian) ibu bersalin selain infeksi dan pendarahan. Hal itu

dikarenakan angka kejadian yang tinggi dan penyakit ini mengenai semua

lapisan masyarakat. Termasuk, beberapa waktu terakhir terjadi pada

seseorang figure public yang cukup familiar dan saying sekali nyawanya

tidak tertolong.

e. Obat-obatan

Obat-obatan yang dapat mengganggu fungsi ginjal seperti

toksisitas obat aminoglikosida dan toksisitas bahan kimia.

f. Olah raga berat

Olah raga berat dapat menyebabkan perubahan hemodinamika,

maka mengakibatkan terjadinya kenaikan dari kadar protein di dalam


glomerulus, dengan demikian akan menambah filtrasi protein secara

pasif dengan terdapatnya kenaikan konsentrasi gradien.

g. Penyakit yang menyebabkan kerusakan sistem ginjal.

Penyakit-penyakit yang menyebabkan kerusakan sistem ginjal

menyebabkan perubahan degeneratif organik dari ginjal. Pada penyakit

pada ginjal terjadi penambahan permeabilitas pada membran

glomerulus, sehingga terjadi penambahan protein yang dikeluarkan

2.8.6. Pemeriksaan Protein Urine

Pemeriksaan protein dalam urine ini bertujuan untuk mengetahui

komplikasi adanya preklampsia pada ibu hamil yang sering kali menyebabkan

masalah dalam kehamilan maupun persalinan dan terkadang menyebabkan

kesakitan dan kematian ibu dan bayi bila tidak segera diantisipasi. Pemeriksaan

protein urine adalah pemeriksaan protein dengan menggunakan asam asetat 5%,

dan apabila setelah dipanaskan urine menjadi keruh berarti ada protein dalam

urine.

Standar kadar kekeruhan protein, dijelaskan pada tabel 2.1 berikut ini :

Tabel 2.1. Standar kadar kekurahan protein


No Keterangan Kadar kekurahan protein

1 Negatif Urine jernih


2 Positif 1 (+) Ada kekeruhan
3 Positif 2 (++) Kekeruhan mudah dilihat dan ada endapan
4 Positif 3 (+++) Urine lebih keruh dan endapan yang lebih jelas
Urine sangat keruh dan disertai endapan yang
5 Positif 4 (++++) menggumpal
Sumber : Rukiah (2009) dalam Ni’mah (2017).
Mekanisme terjadinya protein urin disebabkan oleh dinding pembuluh

darah dan strukteur jaringan yang ada disekitarnya berperan penting sebagai barier

terhadap melintasnya mekromulekuler seperti globuli dan albumin. Hal ini terjadi

karena peran dari endotel pada kapiler, membran basal dari glomerlus dan epitel

viseral, mikroglobulin, vasopresin, insulin dan hormon paratiroid. Secara bebas

melalui filter glomerulus dan selanjutnya diabsorbsi serta dikatabolisme pada

tubulus kontrortus proksimalis. Kerusakan pada epitel tubulus proksimalis

menyebabkan kegagalan untuk mereabsorbsi protein dengan berat molekuk

rendah yang selanjutnya keluar melali urin. Protein urin merupakan indikasi

terjadinya pre-eklampsia, sehingga ibu hamil pada saat melakukan kunjungan

antenatal care dianjurkn melakukan pemeriksaan protein di laboratorium.

2.9. Hal-hal yang mempengaruhi pemeriksaan protein urin

2.9.1. Pra analitik

a. Persiapan pasien

Persiapan pasien sebaiknya psien yang hendak melakukan

pemeriksaan protein urin tidak melakukan olahraga berat, stres dan sedang

menstruasi karena dapat mempengaruhi hasil protein urin.

b. Pengambilan spesimen

Pengambilan spesimen urin diutamakan menggunakan urin pagi

karena urin ini terkonsentrasi, sehingga menjamin deteksi bahan kimia

seperti protein urin yang kemungkinan tidak ditemukan dalam urin sewaktu

(Kiswari Rukman, 2014)

c. Volume spesimen
Volume spesimen yang digunakan adalah 5 ml

d. Penyimpanan spesimen

Penyimpanan spesimen dengan cara pendinginan tidak menganggu

pemeriksaan protein urin.

2.9.2. Analitik

a. Alat

Alat yang akan digunakan harus menggunakan alat yang bersih dan

kering agar tidak terkontaminasi.

b. Metode pemeriksaan

Metode yang digunakan haruslah sesuai metode yang berlaku yaitu

antara lain metode pemanasan dengan asam asetat, metode asam

sulfosalisilat, dan metode carik celup.

c. Reagen

Jangan menggunakan reagen yang telah kadaluarsa karena dapat

mempengaruhi hasil pemeriksaan protein urin.

d. Prosedur / cara kerja

Prosedur / cara kerja harus sesuai dengan standar prodesur operasional

yang berlaku agar tidak mempengaruhi hasil pemeriksaan protein urin.

2.9.3. Pasca Analitik

a. Pembacaan hasil

Pembacaan secara kualitatif, semi kuantitatif dan kuantitatif harus

dilihat secara teliti. Pada pembacaan kualitatif tidak boleh dibaca lebih dari

2 menit karena akan terjadi perubahan warna.


b. Penulisan / pelaporan hasil

Penulisan dan pelaporan hasil harus dilakukan secara seksama dan

teliti

2.10. Kerangka Penelitian

Tanda Kehamilan

Kehamilan Masa
Kehamilan

1. Anamnesa
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan 3. Pemeriksaan Laboratorium
Kehamilan a. Hemoglobin
b. Protein urin
c. Glukosa urin
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode

Metode yang digunakan dalam pengabdian masyarakat ini adalah :

1. Melakukan koordinasi dengan puskesmas Kedungmundu dan Bidan

Praktik Mandiri (BPM) wilayah Kota Semarang untuk kegiatan

pemeriksaan kehamilan

2. Melakukan pemeriksaan Hb, reduksi urine dan protein urine

3. Melakukan pendidikan kesehatan pada ibu hamil.

Responden dalam hal ini ibu hamil di kota Semarang. Jumlah responden

yang mengikuti kegiatan ini adalah sebanyak 28 ibu hamil trimester III.

Pemeriksaan ibu hamil ini dilakukan selama 2 hari pada tanggal 5 dan 6 Oktober

2016 di laboratorium kesehatan UNIMUS.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dari pengabdian masyarakat yaitu pemeriksaan kehamilan

(pemeriksaan darah dan urine) yang dilakukan di laboratorium kesehatan

UNIMUS didapatkan .

Tabel 1
Karakteristik Responden

Karakterisik n = 28 Prosentase
Jenis kelamin
Laki-laki 0 0
Perempuan 28 100
Usia kehamilan
28 minggu 1 3,6
29 minggu 2 7,1
30 minggu 2 7,1
31 minggu 0 0
32 minggu 5 17,9
33 minggu 6 21,4
34 minggu 1 3,6
35 minggu 4 14,2
36 minggu 5 17,9
37 minggu 1 3,6
38 minggu 1 3,6

Tabel 1 diatas menggambarkan bahwa keseluruhan responden berjenis

kelamin perempuan, dikarenakan sasaran pemeriksaan ini adalah pada ibu hamil.

Adapun umur kehamilan responden yaitu 28 minggu 3,6%, 29 minggu 7,1%, 30

minggu 7,1%, 32 minggu 17,9%, 33 minggu 21,4%, 34 minggu 3,6%, 35 minggu

14,2%, 36 minngu 17,9%, 37 minggu 3,6% dengan umur kehamilan 35 minggu.

Pemeriksaan kehamilan ini dilakukan pada ibu hamil trimester III yaitu diukur

mulai dari sekitar 28 minggu kehamilan hingga melahirkan.


Tabel 2.
Hasil pemeriksaan darah dan urine

Hasil n=28 Prosentase


Hasil Hb
Hb > 11 gr% 6 21,5
Hb 9-10 gr% 5 17,8
Hb 7-8 gr% 8 28,6
Hb < 7 gr% 9 32,1
Hasil Urine
Reduksi
Negatif (-) 25 89,3
Positif 1 (+) 3 10,7
Positif 2 (++) 0 0
Positif 3 (+++) 0 0
Positif 4 (++++) 0 0
Hasil Protein Urine
Negatif (-) 24 85,7
Positif 1 (+) 3 10,7
Positif 2 (++) 1 3,6
Positif 3 (+++) 0 0
Positif 4 (++++) 0 0

Tabel 2 diatas menggambarkan tentang hasil pemeriksaan darah dan urine.

Hasil pemeriksaan Hb dari 28 responden, 6 responden dengan Hb normal (tidak

anemia), 5 responden dengan anemia ringan, 8 responden dengan anemia sedang

dan 9 responden dengan anemia berat. Haemoglobin (Hb) adalah komponen sel

darah merah yang berfungsi menyalurkan oksigen ke seluruh tubuh. Jika Hb

berkurang, jaringan tubuh kekuranagan oksigen. Oksigen diperlukan tubuh untuk

bahan bakar proses metabolism. Menurut Manuaba (2008), haemoglobin adalah

molekul protein pada sel darah merah yang berfungsi sebagai media transport

oksigen dari paru-paru. Kandungan zat besi yang terdapat dalam Hb membuat

darah berwarna merah.

Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan

menggunakan metode sachli yang dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan


yaitu trimester I (umur kehamilan sebelum 12 minggu) dan trimeseter III (umur

kehamilan 28 sampai 36 minggu).

Hasil pemeriksaan reduksi urine sesuai dengan tabel 2 diatas didapatkan

bahwa 25 responden reduksi urinenya negatif dan 3 responden dengan hasil

positif 1 (+). Sedangkan protein urine didapatkan hasil 24 responden negatif, 3

responden dengan hasil positif 1 (+), 1 responden dengan hasil positif 2 (++).

Pemeriksaan urine berguna untuk mengetahui fungsi ginjal, kadar gula

darah dan infeksi saluran kencing yang sering ditemukan pada ibu hamil. Jika

protein dalam urine positif, ibu hamil berpotensi mengalami pre eklampsia.

Sementara kadar gula darah menunjukkan terdapat/tidaknya diabetes mellitus

ataupun kencing manis.


BAB V

SIMPULAN

Anemia dalam kehamilan ialah kondisi dimana kadar hemoglobin dibawah

11 gr% pada trimester 1 dan 3 atau kadar <10,5 gr% pada trimester 2 (Saifudin,

2009). Anemia untuk wanita hamil apabila Hb kurang dari 10,0 gram per desiliter

(Varney, 2007).

Dari hasil pemeriksaan Hb menunjukkan bahwa mayoritas (32,1 %) ibu

hamil mengalami anemia berat (Hb < 7 gr%) yaitu sebanyak 9 responden.

Bahaya anemia terhadap kehamilan trimester III dapat meningkatkan

resiko buruknya pemulihan akibat kehilangan darah saat persalinan, begitu juga

takikardi, nafas pendek dan keletihan maternal (Robson, 2011).

Pada pemeriksaan ANC bidan mengkaji penyebab anemia dari riwayat diet

untuk mengetahui kebiasaan mengkonsumsi makanan-makanan tertentu dan

riwayat medis. Kemudian bidan memberikan sulfat ferosa 200 mg 2-3 kali sehari

dan konseling mengenai makanan yang banyak mengandung zat besi dan cara

pengolahannya. Beberapa contoh makanan yang kaya zat besi adalah : daging

sapi, ayam, sarden, roti gandum, kapri, buncis panggang, kacang merah, sayuran

berdaun, brokoli, daun bawang, bayam, buah-buahan kering dan telur

(Sulistyawati, 2009).

Dari hasil pemeriksaan urine reduksi menunjukkan bahwa mayoritas (85,7

%) ibu hamil dengan hasil urine reduksi negatif, 3 orang dengan hasil positif 1 (+)

dan 1 orang dengan hasil positif 2 (++).


Pemeriksaan urine reduksi bertujuan untuk melihat glukosa dalam urine.

Urine normal biasanya tidak mengandung glukosa. Adanya urine dalam glukosa

merupakan tanda komplikasi penyakit diabetes mellitus. Penyakit ini dapat

menimbulkan komplikasi tidak hanya pada ibu tetapi juga pada janin antara lain

hiperglikemia, makrosomia, hipoglikemia, hambatan pertumbuhan janin,

hiperbilirubinemia dan sindrom gagal nafas.

Penanganan awal pada kehamilan dengan diabetes mellitus yaitu

kolaborasi dengan ginekolog, internis, spesialis anak dan ahli gizi (untuk diet),

konseling untuk istirahat cukup dan olah raga sesuai kondisi, pemantauan ibu dan

janin, pengukuran TFU, memonitor denyut jantung janin, memonitor gerakan

janin kehamilan > 28 minggu yaitu 10 gerakan dalam 1 jam.

Dari hasil pemeriksaan protein urine menunjukkan bahwa mayoritas (89,3

%) ibu hamil dengan hasil protein urine negatif dan 3 orang dengan positif 1 (+).

Preeclampsia atau sering juga disebut toksemia adalah suatu kondisi yang

bisa dialami oleh setiap ibu hamil. Penyakit ini ditandai dengan meningkatnya

tekanan darah yang diikuti oleh peningkatan kadar protein di dalam urine. Wanita

hamil dengan preeclampsia juga akan mengalami pembengkakan pada kaki dan

tangan. Penyebab pasti dari kelainan ini masih belum diketahui, namun beberapa

penelitian menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat menunjang terjadinya

preeclampsia dan eklampsia. Faktor-faktor tersebut antara lain; gizi buruk,

kegemukan dan gangguan aliran darah ke rahim.

Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda atau

gejala dini preeclampsia dan dalam hal ini harus dilakukan penanganan
sebagaimana mestinya. Walaupun timbulnya pre-eklampsia tidak dapat dicegah

sepenuhnya, namun frekuensinya dapat dikurangi dengan pemberian penerangan

secukupnya dan pengawasanantenatal yang baik pada wanita hamil. Konseling

tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan istirahat tidak selalu

berarti harus berbaring di tempat tidur. Namun pekerjaan sehari-hari perlu

dikurangi dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein

dan rendah lemak, karbohidrat dan garam.

Tim pengabdian masyarakat perlu memberikan pendampingan dan

evaluasi berkala terkait hasil pemeriksaan Hb khususnya pada ibu hamil dengan

anemia berat dan pada ibu hamil dengan pre-eklampsia serta ibu hamil dengan

diabetes mellitus.

Pemeriksaan ANC dengan pemeriksaan Hb dan urine ini dapat

dilanjutkan di kelompok atau masyarakat lainnya.

Universitas khususnya program studi D III Kebidanan diharapkan

melaksanakan program pemeriksaan ANC dengan pemeriksaan darah dan urine

secara gratis dan berkelanjutan sehingga bisa dijadikan pengalaman dalam

memberikan asuhan kebidanan khususnya pada ibu hamil sehingga dapat

membantu deteksi dini kehamilan resiko tinggi sehingga dapat menekan AKI.

Anda mungkin juga menyukai