Anda di halaman 1dari 200

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Medis

1. Kehamilan

a. Pengertian

Kehamilan adalah suatu rantai yang berkesi

nambungan yang terdiri dari ovulasi (pematangan sel) lalu

pertemuan ovum (sel telur) dan spermatozoa (sperma)

terjadilah pembuahan dan pertumbuhan zigot kemudian

bernidasi (penanaman) pada uterus dan pembentukan

plasenta dan tahap akhir adalah tumbuh kembang hasil

konsepsi sampai aterm (Manuaba, dkk, 2012).

Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya

janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau

9 bulan 7 hari) dihitung pada haid pertama hari haid terakhir.

Kehamilan dibagia 3 bagian masing-masing yaitu kehamilan

triwulan pertama dimulai dari konsepsi sampai 6 bulan, dan

kehamilan triwulan ketiga dari bulan ketujuh sampai 9 bulan.

(Saifudin, 2014).

Kehamilan adalah proses alamiah yang dialami oleh

setiap wanita dalam siklus reprodukasi. Kehamilan dimulai

dari konsepsi dan berakhie dengan permulaan persalinan.


Selama kehamilan ini terjadi perubahan-perubaha, baik perut,

fisik maupun psikologi. (Varney, 2007).

b. Diagnosis (Tanda Dan Gejala Kehamilan)

Tanda dan gejala kehamilan menurut Prawirohardjo (2016) dibagi

menjadi 3 bagian, yaitu :

a. Tanda Tidak Pasti Kehamilan

1) Amenorea (tidak dapat haid)

Gejala ini sangat penting karena ini umumnya wanita hamil

tidak dapat haid lagi. Penting diketahui tanggal haru

pertama haid terakhir, supaya dapat ditentukan tuanya

kehamilan dan bila persalinan diperkirakan akan terjadi.

2) Mual dan Muntah

Pengaruh esterogen dan progesterone terjadi

pengeluaran asam lambung yang berlebihan,

menimbulkab mual dan muntah terutama pada pagi ahri

disebut “morning sickness”, akibat mual dan muntah nafsu

makan berkurang.

3) Mengidam

Sering, terjadi pada bulan-bulan pertama akan tetapi

menghilang dengan dengan makin tuanya kehamilan.

4) Pingsan
Pingsan, sering dijumpai bila breda pada tempat-teampat

ramai. Dianjurkan untuk tidak pergi ke tempat-tempat

ramai pada bulan-bulan pertama kehamilan. Hilang sudah

kehamilan 16 minggu.

5) Mammae menjadi tegang dan membesar

Kedaan ini disebabkan pengaruh esterogen dan

progesterone yang merangsang duktuli dan alveoli di

mammae.

6) Anoreksia

Terjadi pasa bulan-bulan pertama tetapi setelah itu nafsu

makan timbul lagi. Hendaknya dijaga jangan sampau

sa;ah pengertian makan untuk dua orang, sehingga

kenaikan tidak sesaui dengan tuanya kehamilan.

7) Sering miksi

Sering miksi terjadi karena kandung kencing pada bulan-

bulan pertama kehamilan tertekan oleh uterus yang mulai

membesar. Pada triwulan kedua umunya keluhan ini oleg

karena uterus yang membesar dari rongga panggul. Pada

akhir triwulan gejala ini bisa timbul lagi karena janin mulai

masuk ke rongga panggul dan menekan kembali kandung

kencing.

8) Konstipasi/obstipasi
Ini terjadi karena tonus otot usus menurun yang

disebabkan oleh pengaruh hormon progesteron yang

dapat menyebabkan kesulitan untuk buang air besar.

9) Epulis

Suatu hipertropi papilla gingivae (gusi berdarah). Sering

terjadi pada triwulan pertama.

10) Pigmentasi

Pada areola mammae, genital, cloasma, linea alba yang

berwarna lebih tegas, melebar dan bertambha gelap

terdapat pada perut bagian bawah.

11) Varises (pemberakan vena-vena)

Karena pengaruh dari hormon estrogen dan progesterone

penampakan pembuluh darah vena. Penampakan

pembuluh darah vena itu terjadi disekitar genetalia

eskterna, kaki dan betis, dan payudara.

12) Keputihan

Tanda berupa peningkatan jumlah cairan vagina pada

pengaruh hormon cairan tersebut tidak menimbulkan rasa

gatal, warnanya jernih dan jumlahnya tidak banyak.

b. Tanda Kemungkinan Hamil

1) Perut membesar

Setelah kehamilan 14 minggu, rahim dapat diraba dari luar

dan mulai pembesaran perut.


2) Uterus membesar

Terjadi perubahan dalam bentuk, besar, dan konsistensi dari

rahim. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba bahwa uterus

membesar dan bentuknya makin lama makin bundar.

3) Tanda Hegar

Konsistensi rahim dalam kehamilan brubah jadi lunak,

terutama daerah ismus. Pada minggu-mingu pertama ismus

uteri mengalami hipertropi seperti korpus uteri. Hipertropi

ismus pada triwulan pertama mengakibatkan ismus menjadi

panjang dan lebih lunak.

4) Tanda Chedwick

Perubahan warna menjadi kebiruan atau keunguan pada

vulva, vagina dan serviks. Perubahan warna ini disebabkan

oleh perngaruh hormon estrogen.

5) Tanda Piscaseck

Uterus mengalami pembesaran, kadang-kadang pembesaran

tidak rata tetapi di daerah telur bernidasi lebih cepat

tumbuhnya. Hal ini menyebabkan uterus membesar ke salah

satu jurusan hingga menonjol ke jurusan pembesaran.

6) Tanda Braxton-Hicks

Bila uterus dirangsang mudah berkontraksi. Tanda khas untuk

uterus dalam masa hamil. Pada keadaan uterus yang


mebesar tetapi tidak ada kehamilan misalnya pada mioma

uteri, tanda Braxton-Hicks tidak ditemukan.

7) Tanda ballotemen

Merupakan fenomena bandul atau peamntulan balik. Ini

adalah tandanya janin didalam uterus.

8) Reaksi kehamilan positif

Cara khas yang dipakai dengan menentukan adanya human

chorionic gonadotropin pada kehamilan muda adalag air

kencing pertama pada pagi hari. Dengan tes ini dapat

membantu menentukan diagnosa kehamilan sedini mungkin.

c. Tanda Pasti Kehamilan

1) Gerakan janin dapat dilihat, dirasa atau diraba, juga

bagian-bagian janin.

2) Denyut jantung janin

a) Didengar dengan stetoskop-monoral Laennec

b) Dicatat dan didengar dengan alat Doppler

c) Dicatat dengan feto-elektro kardiogram

d) Dilihat pada ultrasonograf

3) Terlihat tlang-tulang janin dalam foto-rongten

d. Diagnosa Banding Kehamilan

1) Hamil palsu
Dijumpai dengan dugaan hamil, tetapu dengan

pemeriksaan alat canggih dan tes biologis menunjukkan

kehamilan.

2) Tumor kandungan atau mioma uteri

Terdapat pembesaran perut tetapi tidak disertai tanda

hamil datang bulan terus berlangsung, lamanya

pembesaran perut dapat melampaui umur kehamilan, dan

pemeriksaan tes biologis kehamilan dengan tes negatif.

3) Hematomtras

Terlambat datang bulan dapat melampaui umur kehamilan

perut terasa sakit setiap bulan, terjadi tumpukan darah

dalam rahim, tanda dan pemeriksaan hamil tidak

menujukkan hasil yangv positif.

4) Kandung kemih yang penuh

Dengan melakukan katerisasi, maka pembesaran perut

akan menghilang (Prawirohardjo, 2016).

c. Perubahan fisiologis wanita hamil

1) Sistem Reproduksi

Terjadinya hipertrofi dan hiperplasia mengakibatkan rahim atau

uterus semakin meningkatnya beratnya, otot rahim semakin

besar, lunak serta istrimus uteri (rahim) menjadi lebih panjang

(Manuaba, 2010).

2) Traktus Urinarius
Karena pengaruh desakan hamil muda dan turunnya kepala bayi

pada hamil tua, terjadi gangguan miksi dalam bentuk sering

berkemih. Desakan tersebut menyebabkan kandung kemih cepat

terasa penuh (Manuaba, 2010).

3) Perubahan Pada Kulit

Perubahan pada kulit terjadi perubahan deposit pigme dan

hiperpigmentasi karena pengaruh melanophore stimulasi

mprmone lobus hopifis anterior dan pengaruh kelenjar

suprarenalis. Hipergimentadi ini terjadi pada striae gravidarum

livide atau alba, areola, mamae, papila mamae, linea nigra, pipi

(kholasma gravidarum) (Manuaba, 2010)

4) Metabolisme

a) Metabolisme basal naik sebesar 15 sampai 20% dari

semula, terutama pada trimester III.

b) Keseimbangan asam basa mengalami penurunan dari 155

mEq per liter menjadi 145 mEq per liter disebabkan

hemodilusi darah dan kebutuhan mineral yang diperlukan

janin.

c) Kebutuhan proteun wanita hamil makin tinggi untuk

pertumbuhan dan perkembangan janin, perkembangan

organ kehamilan, dan persiapan laktasi. Dalam makanan

diperlukan protein tinggi sekitar 0,5 g/kg berat badan atau

sebutir telur sehari.


d) Kebutuhan kalori di dapat dari karbohidrat, lemak, atau

protein.

e) Kebutuhan zat mineral untuk ibu hamil

f) Berat badan ibu hamil bertambah. Berat badan ibu hamil

bertambah antara 6,5 kg sampai 16,5 kg selama hamil

atau terjadi kenakan berat badan sekitar 0,5 kg/minggu.

5) Serviks Uteri

Seriviks uteri pada kehamilan juga mengalami perubahan karena

hormon estrogen. Perubahan tersebut berupa meliputi tanda

goodell, tanda chadwick, tanda kemungkinan hamil (Kusmiyati,

2010).

6) Ovaarium

Pada permulaan kehamilan masih terdapat korpus iuteum

gravidatatum korpus iuteum graviditatis berdiameter kira-kira 3

cm, kemudian dia mengecil setelah plasenta terbentuk korpus

iuteum ini mengeluarkan hormon estrogen dan progesteron

(Kusmiyati, 2010).

7) Payudara / Mammae

Mammae akan membesar dan tegang akibat hormon

samotomamotropin, ekstrogen dan progesteron, akan tetapi

belum mengeluarkan ASI (Kusmiyati, 2010).

8) Sistem Endokrin
Perubahan besar pada sistem endokrin yang penting terjadi

untuk mempertahankan kehamilan, pertumbuhan normal janin

dan pemulihan [pascapartum (nifas). Perubahan-perubahan

hormonal selma kehamilan terutama akibat produksi estrogen

dan progesteron plasenta dan juga hormon-hormon yang

dikeluarkan janin (Kusmiyati, 2010).

9) Kardiovaskuler

Volume plasma meternal mulai meningkat pada saat 1- minggu

usia kehamilan dan terus menesrus meningkat sampai 30-34

minggu, sampai ia memncapai titik maksimum (Kusiyati, 2010).

10) Vagina dan Perineum

Selama kehamilan peningkatan vaskulariasi dan hiperemia

terlihat jelas pada kulit dan otot-otot di perineum dan vulva,

sehingga pada vaggina akan terlihat berwarna keunguan

(Prawihardjo, 2014).

d. Pemantauan khusus trimester III

Pemantauan antenatal memberikan manfaat dengan

ditemukannya berbagaikelainan yang menyertai hamil secara

idni, sehingga dapat diperhitungkan dan dipersiapkan

langkah-langkah pertlongan persalinannya. Diketahui bahwa

janin dalam rahim ibunya merupakan satu kesatuan yang

saling mempengaruhi, sehingga kesehatan ibu yang optiml

akan meningkatkan kesehatan, pertumbuhan dan


perkembangan janin. Ibu hamil dianjurkan untuk melakukan

pengawasan antenatal sebanyak 4 kali, yaitu setiap trimester,

sedangkan pda trimester akhir sebanyak 2 kali. Secara

khusus pengawasan antenatal bertujuan untuk :

1) Mengenal dan menangani sedini mungkin penyulit yang

terdapat saat kehamilan, persalinan dan nifas.

2) Mengenali dan menangani penyakit yang menyertai

kehamilan, persalinan dan nifas.

3) Memberikan nasehat dan petunjuk yang berkaitan dengan

kehamilan, persalinan, nifas dan sapek KB.

4) Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu serta

prinatal. (Manuaba, 2010).

Menurut Kusmiyati, dkk (2009), pada trimester III kehamilan

nasehat yang harus diberikan kepada ibu hamil adalah

observasi adanya penyakit atau tanda-tanda bahaya yang

menyertai kehamilan terutama pada trimester III seperti :

1) Perdarahan pervaginam

2) Sakit kepala yang hebat

3) Bengkak di wajah dan jari-jari tangan

4) Keluar cairan pervaginam

5) Serta gerakan janin berkurang


e. Ketidak nyamanan pada kehamilan trimester III

1) Nyeri ulu hati

Dirasakan pada bulan-bulan terakhir, disebabkan

karena adanya progesteron serta tekana dari uetru.

Asuhan yang dapat dilakukan dengan memberikan

nasihat tentang gizi, makan sedikit tapi sering, minum

susu, hindari makanan yang pedas, gorengan atau

berminyak, tinggikan bagian kepala tempat tidur.

2) Konstipasi

Disebabkan karena progesteron dan usu yang

terdesak oleh rahim yang membesar, atau bisa juga

karena efek dari terapi tablet zat besi. Asuhan

yangdiberikan dengan nasihat makanan serat tinggi,

buah dan sayuran, ekstra cairan, hindari makanan

berminyak, dan anjurkan olahraga tanpa dipaksa

3) Haemoroid

Disebabkan karena progesteron serta adanya

hambatan arus balik vena. Asuhan yang dapat

diberikan dengan nasihat mencegah konstipasi.

4) Vena Verikosa

Terasa pada bulan-bulan pertengahan hingga terakhir.

Disebabkan karena pengaruh progesteron dan venous

return yang terhalang, atau peningkatan volume darah


dan alirannya selama kehamilan serta adanya

perubahan elasititas pembuluh darah yang

menyebabkan dinding vena menonjol. Asuhan dengan

memberikan nasihat untuk menghindari berdiri atau

duduk terlalu lama, meninggikan tungkai jika sedang

beristirahat atau berbaring, menganjurkan

penggunaan stocking elastis tapi hindari penggunaan

pakaian terlalu ketat setiggi lutut yang akan

menurunkan sirkulasi ke kaki, olahraga secara rutin

(berjalan atau berenang), dan pada saat duduk jangan

menyilangkan kaki karena akan menurunkan sirkulasi

darah ke kaki.

5) Insomnia

Karena tekanan pada kandung kamih, kekhawatiran,

gerakan janin yang sering menendang, kram, dan

heart burn. Memastikan bahwa cara-cara sederhana

untuk mengurangi insomnia seperti mengubah suhu

dan suasana kamar menjadi lebih sejuk dengan

mengurangu sinar matahari yang masuk atau

mengurangi kegaduhan. Sebaiknya tidur miring kekiri

atau kekanan dan beri ganjalan pada kaki, serta

mandilah dengan air hangat sebelum tidur yang akan


menjadikan ibu kebih santai dan mengantuk, merujuk

pasien kepada petugas psikolog jika diperlukan.

6) Kram Ototo Betis

Penyebab tidak jelas, bisa karena kebutuhan akan

kalsium (kadarnya rendah dalam tubuh) atau

perubahan sirkulasi darh, tekanan pada syaraf dikaki.

Nasihat untuk jangan menggunakan sembarang obar

tanpa seijin dokter, perbanyak makan-makanan yang

mengandung kalsium amenaikan kaki kaetas,

pemgobatan simptomatik dengan kompres air hangat.

7) Buang air kecil yang sering

Disebabkan karena progesteron dan tekanan pada

kandung kemih karena [embesaran rahim atau kepala

bayi yang turun ke rongga panggul. Berika nasihat

untuk mengurangi minum (minimal 8 gelas per hari)

perbanyak disiang hari dan lakukan senam kegel.

8) Secret dari Vagina (Keputihan)

Karena pengaruh estrogen atau karena kandidasi. Beri

nasihat dengan menjelaskan bahwa peningkatan

secret vagina merupakan keajidan fisiologis, anjurkan

unuk memperhatikan hygine dengan emnggunakan

celana dalam yang terbuat dari bahan katun tipis,


jangan menggunakan sabun serta basub dari depan

kebelakang dan keringkan dengan handuk.

9) Nyeri Punggung

Disebabkan oleh progesteron dan relaskin (yang

melunakan jaringan ikat) postur tubuh yang berubah

serta meningkatnya beban berat yang dibawah oleh

rahim. Berikan nasihat untuk memperhatikan postur

tubuh jangan terlalu sering membungkuk, berdiri serta

berjalan dengan punggung dan bahu yang tegak,

menggunakan sepatu tumit rendah, hindari

mengangkat benda-benda berat, tidur pada kasur tipis

yang dibawahnya ditaruh papan jika diperlukan.

10) Bengkak pada kaki

Dikerenakan adanya perubahan horomonal yang

menyebabkan retensi cairan. Kurangi asupan

makanan yang mengandung garam, hindari duduk

dengan kaki bersilang, gunakan bangku kecil untuk

menopang kaki ketika duduk,memutar pergelangan

kaki juga perlu diperlukan.

11) Sesak nafas

Disebabkan oleh pemebsaran rahim yang menekan

daerah dad. Dapat dilatasi dengan senam hamil

(latihan pernafasan), pegang kedua tangan diatas


kepala yang akan memberi ruang bernafas yang lebih

luas.

12) Mudah lelah

Disebabkan karena perubahan emosional maupun fisik

yang harus dilakukan dengan mencar waktu untuk

beristirahat, jika merasa lelah pada siang hari maka

segeralah tidur, hindari tugas rumah tangga yang

terlalu berat, cukup mengkonsumsi kalori, zat besi dan

asam folat (Rukiyah dan Yuliani, 2009).

f. Tanda bahaya pada kehamilan trimester II

1. Perdarahan Pervaginam

Salah satu komplikasi pada kehamilan. Pendarahan

yang terjadi pada umur kehamilan yang lebih tua

terutama setelah melewati trimester III disebut

pendarahan antepartum. Pada kehamilan lanjut,

perdarahan yang tidak normal adalah merah, banyak

dan kadang-kadang tidka selalu disertai rasa nyeri,

kemungkinan plasenta previa atau solusio plasenta

(Prawirohardjo, 2014).

2. Keluarnya air ketuban sebelum waktunya

Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam

proses persalinan. Ketuban pecah dini adalah keadaan

pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila


ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37

minggu disebut ketuban pecah dini pada kehamilan

prematur. Dalam keadaan normal 8-10% perempuan

hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini

(Prawirohardjo, 2014).

3. Demam tinggi

Ibu menderita demam yang tinggu dengan suhu >38C

dalam kehamilan merupakan suatu masalah. Demam

tinggi dapat merupakan adanyna infeksi suatu

kehamilan. Pasien mengeluhkan bermacam-macam

pola demam mula dari tanpa demam, dema tidak

terlalu tinggi yang terus menerus, hingga ke

hiperpireksia (Prawirohardjo, 2014).

4. Nyeri Abdomen Yang Hebat

Menunjukan masalah yang mengancam jiwa, nyeri

hebat, menetap dan tidak hilang setelah istirahat, hal

ini bisa berarti apendikstis, kehamilan ektopik, penyakit

radang pelvis, persalinan preterm, iritasi uterus, solusio

plasenta, dan infiksi saluran kemih (Mochtar, 2010).

5. Sakit Kepala Yang Hebat

Sakit kepala yang hebat dan pengelihatan kabur

menyebabkan gejala kehamilan ini disertai pre-

eklampsi (Mochtar, 2010).


6. Gerakan Janin Tidak Ada atau Kurang

Ibu mulai merasakan gerakan janin mulai bulan ke-5

atau ke-6, bebrapa ibu dapat merasakan gerakan ini

lebih awal, bayi harus begerak paling sedikit 3 kali

dalam 1 jam jika ibu berbaring atau beristirahat

(Mochtar, 2010).

7. Anemia

Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan

keadaan HB dibawah 11 gr/dl pada trimester I dan II.

Anemia ini disebabkan oleh defisiensi besi dan

perdarahan akut bahkan tak jarang keduanya saling

berkaitan (Mochtar, 2010).

g. Antenatal Care (ANC)

1) Pengertian Antenatal Care (ANC)

Asuhan antenatal adalah upaya preventif program pelayanan

kesehatan obstetrik untuk optimalisasi luaran maternal dan

neonatal melalui serangkaian kegiatan pemantauan rutin selama

kehamilan (Prawirohardjo, 2014).

2) Tujuan Antenatal Care (ANC)

Pelayanan antenatal care diberikan sedini mungkin kepada

wanita semenjak dirinya hamil. Pedoman pelayanan antenatal

care menurut Kusmiyati, dkk (2009) memiliki beberapa tujuan,

yaitu :
a) Mempromosikan dan menjaga kesehatan fisik dan mental

ibu dan bayi dengan pendidikan, nutrisi, kebersihan diri,

dan proses kelahiran bayi.

b) Mendeteksi dan menatalaksanakan komplikasi medis,

bedah, atau obstetri selama kehamilan.

c) Mengebangkan persiapan persalinan serta kesiapan

menghadapi kompilkasi.

d) Membantu menyiapkan ibu untuk menyusui dengan

sukses, menjalankan nifas normal dam merawat anak

secara fisik, psikologis dan sosial.

h. Standar asuhan kehamilan

Menurut Kusmiyati, dkk (2009) standar asuhan kehamilan

dibagi atas :

1) Standar 3 : identifikasi ibu hamil

Melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan

masyarakat secara berkala untuk penyuluhan dan

motivasi untuk pemeriksaan dini dan teratur.

2) Standar 4 : Pemeriksaan dan pemantauan antenatal

Sedikitnya 4 kali pelayanan kehamilan. Pemeriksaan

meliputi : anamnesis, nasehat dan penyuluhan, mencatat

data yang tepat setiap kunjungan, tindakan tepat untuk

merujuk.

3) Standar 5 : palpasi abdominal


4) Standar 6 : Pengelolaan anemia pada kehamilan

5) Standar 7 : Pengelolaan dini hipertensi pada kehamilan

i. Kebijakan Program Antenatal Care (ANC)

Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali

selama kehamilan (Rukhiyah, 2009) :

1) Satu kali pada triwulan pertama

2) Satu kali pada triwulan kedua

3) Dua kali pada triwulan ketiga

j. Standar minimal ANC

Pelayanan ANC minimal 5T, meningkat menjadi 7T, dan

sekarang menjadi 12T sedangkan untuk daerah gondok dan

endemik malaria menjadi 14T (Walyani, 2015), yakni :

1) Timbang berat badan dan pengukuran tinggi badan

Total pertambahan berat badan pada kehamilan yang

normal 11,5 sampai 16 kg. Adapun tinggi badan

menentukan ukuran panggul ibu, ukuran normal tinggi

badan yang baik untuk ibu hmail yaitu lebih dari 145 cm

(Rukhiyah, 2009 : 7).

Berat badan dilhat dari indeks Masa Tubuh (IMT)

diperoleh dengan memperhitungkan berat badan

sebelum hamil dalam kilogram dibagi tinggi badan

dalam meter kuadrad

Indikator Penilaian Untuk IMT


Nilai IMT Kategori

Kurang dari 20 Dibawah normal

20-24,9 Normal

25-29,9 Gemuk/Lebih dari normal

Over 30 Sangat gemuk

Tabel 2.1

Sumber : Kusmiyati (2009)

2) Ukur tekanan darah

Tekanan darah ibu harus diperiksa setiap kali

pemeriksaan kehamilan. Tekanan darah sistolik 140

mmHg atau diastolik 90 mmHg pada saat awal

pemriksaan dapat mengindikasi potensi hipertensi

(Rukhiyah, 2009).

3) Ukur tinggi fundu uteri

Apabila usia kehamilan dibawah 24 minggu pengukran

dilakukan dengan jari, tetapi apabila kehamilan diatas

24 minggu memakai pengukuran Mc. Donald yaitu

dengan cara mengukur tinggi fundus memamkai cm

dari atas simfisis ke fundus uteri. Tinggi fundus uteri

dapat menentukan usia kehamilan (Rukhiyah, 2009).


Tinggi Fundus Uteri secara

Internasional TFU (cm) Usia Kehamilan

1-2 jari diatas Sympisis 12 minggu

Pertengahan Sympisis

pusat
16 minggu

3 jari dibawah pusat

Setinggi pusat

3 jari diatas pusat

Pertengahan pusat – PX 20 minggu

3 jari dibawah PX

Pertengahan PX – pusat
24 minggu
20 cm

28 minggu
24 cm

32 minggu
26 cm

36 minggu
30 cm
33 cm 40 minggu

Umur Kehamilan Bedasarkan Tinggi Fundus Uteri

Tabel 2.2 Sumber : Manuaba,9

4) Pemberian Imunisasi Tetanus Toksoid (TT)

Pemberian imunisasi tetanus toksoid pada

kehamilan umumnya diberikan 2 kali, imunisasi

pertama diberikan pada usia kehamilan 16

minggu untuk yang kedua diberikan 4 minggu

kemudian (Rukiyah, 2009).


Jadwal Pemberian Imunisasi TT

%
Interval (Selang Lama
Antigen
Waktu Minimal) Perlindungan
Perlindungan

Pada kunjungan

TT 1 antenatal - -

pertama

4 minggu

TT 2 3 tahun 80

setelah TT 1

6 bulan setelah

TT 3 5 tahun 95

TT 2

1 tahun setelah

TT 4 10 tahun 99

TT 3

1 tahun setelah
TT 5 25 tahun 99
TT 4

Tabel 2.3

Sumber : Kusmiyati (2009)


Artinya dalam waktu 3 tahun Wanita Usia Subur (WUS) tersebut

melahirkan maka bayi yang dilahirkan akan terlindungu dari tetanus

neonatrum .

5) Pemberian tablet besi minimal 90 tablet selama kehamilan

Sulfas Ferosus (SF) diberikan sebanyak 90 tablet

selama masa kehamilan (Rukiyah, 2009)

6) Pemeriksaan Hemoglobin (Hb)

Pemeriksaan Hemoglobin sangat dibutuhkan untuk ibu

hamil karena bermanfaat untuk mengetahui

kemungkinan adanya anemia pada ibu hamil. Normal

Hb ibu hamil adalah > 11 gr%.

7) Pemeriksaan Veneral Disease Research Laboratory

(VDRL)

Pemeriksaan VDRL dapat digunakan untuk

memeriksakan kemungkinan adanya penyakit menular

seksual pada ibu hamil seperti sifilis.

8) Perawatan payudara, senam payudara dan pijat tekan

payudara

Perawatan payudara diperlukan untuk ibu hamil guna

mempersiapkan payudara untuk menyusui terutaa

pada ibu yang mempunyai payudara rata dan datar.

9) Pemeliharaan Tingkat Kebugaran atau Senam Hamil

Senam hamil dapat dimulai pada usia kehamilan diatas


22 minggu. Senam pada ibu hamil sangat berguna

untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan

fisik ibu hamil, memperlancar peredaran darah,

mengurangi keluhan kram atau pegal-pegal dan

mempersiapkan pernafasan, aktivitas otot dan panggul

untuk menghadapi proses persalinan.

10) Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan

Mencakup tentang komunikasi, informasi dan edukasi

yang dilakukan oleh bidan kepada ibu hamil yang

bertujuan untuk memberikan pelayanan antenatal

berkualitas dan dapat memotivasi agar ibu hamil

memeriksa kehamilannya sejak dini untuk mendeteksi

dini komplikasi kehamilan.

11) Pemeriksaan Protein Urine

Pemeriksaan protein urin berguna untuk mengetahui

adanya penyakit pre-eklampsia pada ibu hamil

12) Pemeriksaan reduksi urim

Pemeriksaan reduksi urin berguna untuk mengetahui

adanya kadar glukosa pada urin ibu hamiil positif maka

kemungkinan besar ibu mengalami diabtes

gestasional.

13) Pemberian terapi kapsul yodium untuk endemis gondok

Yodium dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan


dimana tanah dan air tidak mengandung unsur

yodium. Akibat kekurangan yodium dpata

mengakibatkan gondok dan kretik yang ditandai

dengan :

a) Gangguan fungsi mental

b) Gangguan fungsi pendengaran

c) Gangguan pertumbuhan

d) Gangguan kadar hormon yang rendah

14) Pemberian terapi anti malaria untuk daerah endemik

malaria.

Diberikan khusus untuk ibu hamil didaerah endemik

malaria atau kepada ibu dengan gejala khas malaria

yaitu panas tinggi disertai mengigil (Walyani, 2015).

k. Persiapan Pasien (BAKSOKUDA)

Persiapan pasien yang harus diperhatikan dalam melakukan

rujukan disingkat ”BAKSOKUDA” yang diartikan sebagai

beerikut :

1) B (Bidan) : Pastikan ibu/ bayi/ klien didampingi oleh

tenaga kesehatan yang kompeten dan memiliki kemapuan

untuk melaksanakan kegawatdaruratan

2) A (Alat) : Bawa perlengkapan dan bahan-bahan

yang diperlukan seperti spuit, infus set, tensimeter dan

stetoskop
3) K (Keluarga) : Beritahu keluarga tehtang kondisi

terakhir ibu (klien) dan alasan mengapa ia dirujuk. Suami

dan anggota keluarga yang lain harus menerima ibu (klien)

ke tempat rujukan4)

4) S (Surat) : Beri surat ke tempat rujukan yang berisi

identifikasi ibu (klien), alasan rujukan, uraian hasil rujukan,

asuhan atau obat-obat yang telah diterima ibu

5) O (Obat) : bawa obat-obata esensial yang

diperlukan selama perjalan merujuk

6) K (Kendaraan) : Siapkan kendaraan yang cukup baik

untuk memungkinkan ibu (klien) dalam kondisi yang

nyaman dan dapat mencapai tempat rujukan dalam waktu

cepat

7) U (Uang) : Ingatkan keluarga untuk membawa

uang dalam jumlah yang cukup untuk membeli obat dan

bahan kesehatan yang diperlukan di tempat rujukan

8) DA (Darah) : Siapkan darah untuk sewaktu-waktu

membutuhkan transfusi darah apabila terjadi perdarahan

I. Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan

Manajemen kebidanan pada kehamilan

diantaranya adalah (Kusmiyati,dkk. 2009).

1) Langkah I Pengkajian Data

a) Anamnesis
(1) Identitas diri (nama ibu, usia, alamat,

pekerjaan, agama, pendidikan terakhir

dan identitas suami).

(2) Riwayat kehamilan ini (HPHT, gerakan janin,

masalah / keluhan).

(3) Riwayat kehamilan, persalinan, nifas

yang lalu (jumlah kehamilan, jumlah

anak hidup, kelahiran premature,

keguguran, jarak, jenis persalinan,

riwayat perdarahan, tekanan darah

tinggi, berat bayi lahir, masalah /

kelainan lain).

(4) Riwayat kesehatan yang sedang dan

pernah diderita (masalah

kasdivaskuler, hipertensi, diabetes,

malaria, IMS atau lainnya).

(5) Riwayat kesehatan keluarga (penyakit keturunan


(6) Riwayat psikosial-ekonomi (status

perkawinan, respon-respon terhadap

kehamilan dan persalinan, riwayat KB,

dukungan keluarga, pengambil

keputusan dalam keluarga, gizi yang

dikonsumsi, gaya hidup, rencana

tempat dan penolong persalinan).

b) Pemeriksaan fisik dan penunjang

(1) Pengukuran Fisik : Tekanan darah, nadi,

respirasi, suhu, tinggi badan, dan berat

badan.

(2) Pemeriksaan Fisik : Head to toe dari mulai

kepala, rambut, mata, THT, mulut / gigi,

leher, dada axial, perut, extermitas atas,

bawah, genita urinaria,system saraf pusat.

(3) Pemeriksaan Obstetrik : dibagi dalam:

inspeksi (periksa pandang) Palpasi(periksa

Raba), Auskultasi ( periksa Dengar).

Palpasi (periksa Raba) ialah untuk

menentukan:

(a) Besarnya Rahim dan dengan ini menentukan tuanya


kehamilan.

(b) Menentukan letaknya anak dalam rahim. Cara

melakukan palpasi ialah menurut Leopold

yang terdiri atas 4 bagian :


Pemeriksaan Leopold

Gambar 2.1

Sumber : (Buku Saku Pelayanan

Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan

Dasar dan Rujukan, 2013)

(1) Leopold I : Pengukuran tinggi fundus uteri

dan tentukan bagian apa yang terdapat di

dalam fundus

Pengukuran TFU dengan menggunakan pita

ukur dilakukan setelah 22-24 minggu

kehamilan.

Caranya : Titik nol pita pengukur diletakan

pada tepi atas simpisis pubis danpita pengukur

ditarik melewati garis tengah abdomen sampai


puncak. Hasildibaca dalam skala cm.

2) Leopold II : Menentukan bagian samping kanan/kiri

dan menentukanletak punggung.

4) Leopold III : Menentukan bagian janin apa

yang terdapat pada bagian bawah perut ibu

dan apakah bagian bawah masih dapat

digoyangkan atau tidak.

5) Leopold IV : Pemeriksa berubah sikapnya ialah melihat

kearah kaki
3)

4) pasien dengan kedua tangan menentukan apa yang

menjadi bagian bawah dan apakah bagian bawah

sudah masuk PAP serta berapa masuknya bagian

bawah ke dalam rongga panggul. Jika kita rapatkan

kedua tangan pada permukaan dari bagian terbawah

dari kepala yang masih teraba dari luar.

5) Jika Kedua tangan itu convergen, hanya bagian kecil

dari kepala turun ke dalam rongga.

6) Jika kedua tangan itu sejajar, maka separuh dari

kepala masuk kedalam rongga panggul

7) Jika kedua tangan divergen, maka bagian terbesar

dari kepala telah masuk ke dalam rongga panggul dan

ukuran terbesar dari kepala sudah melewati PAP.

(ilmu kebidanan, Varney’s midwifwry 3 rd.ed)

8) Langkah II Interpretasi Data Dasar

9)

10) Data yang telah dikumpulkan diinterpretasikan untuk

menegakkan diagnosa kehamilan, mengidentifikasi

masalah / kebutuhan.

11) Langkah III Mengindentifikasi Diagnosa atau Masalah


Potensial Mengidentifikasikan masalah atau

diagnosa potensial berdasarkan

seperangkat masalah dan diagnosa terbaru, adalah

suatu hal untuk antisipasi, pencegahan jika mungkin,

penantian dengan pengawasan penuh, dan persiapan

untuk kejadian apapun (Ilmu Kebidanan, Varney’s

midwifwry 3 rd.ed.hal : 24). Masalah potensial :

Anemia, preeklamsi,
12)

13)

14)

15) pertumbuhan janin terhambat, infeksi saluran kemih,

penyakit kelamin, perdarahan, eklampsi, ketuban

pecah dini.

16) Langkah IV Menentukan Tindakan atau Kolaboratif

17) Langkah keempat menggambarkan sifat

berkelanjutan dari management proses tidak hanya

selama perawatan primer tapi selama para bidan terus

menerus bersama wanita, misalnya pada saat akan

melahirkan. Beberapa data mengidentifikasikan

situasi darurat dimana bidan harus bertindak

secepatnya untuk keselamatan ibu dan bayi, (Ilmu

Kebidanan, Varney’s midwifwry 3 rd.ed.hal : 24).

Tindakan segera atau kolaboratif : USG, pelvimetri,

LAB (darah,Urine).

18) Perencanaan

19) Berdasarkan diagnosa yang telah ditegakkan, maka

bidan harus membuat rencana asuhan apa saja yang

harus diberikan.

20) Pelaksanaan

21) Melaksanakan atau menjalankan rencana asuhan


yang tela dibuat berdasarkan diagnosa yang telah

ditegakkan.

22) Evaluasi

23) Mengevaluasi hasil dari keefektifan dari asuhan yang

telah diberikan. Apakah asuhan itu berhasil atau tidak.


24)

25)

26)

27) Persalinan

28)

29) Konsep persalinan

30)

31) Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian

fisologis yang normal. Kelahiran seorang bayi juga

merupakan peristiwa sosial yang ibu dan keluarga

menantikannya selama 9 bulan. Ketika persalinan

dimulai, peranan ibu adalah melahirkan bayinya.

Peran petugas kesehatan adalah memantau

persalianan untuk mendeteksi dini adanya komplikasi

di samping itu bersama keluarga memberikan bantuan

dan dukungan pada ibu bersalin (Rukiyah, dkk. 2010).

32) Persalinan normal merupakan suatu proses

pengeluaran bayi dengan usia kehamilan yang cukup,

letak memanjang atau sejajar sumbu badan ibu,

presentasi belakang kepala, keseimbangan diameter

kepala bayi dan panggul ibu, serta dengan tenaga ibu

sendiri. Hampir sebagian besar persalinan merupakan

persalinan normal, hanya sebagian saja (12-15%)


merupakan persalinan patologik (Saifuddin, 2010).

33) Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi

(janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau

dapat hidup diluar kandunngan melalui jalan lahir atau

melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan

(kekuatan sendiri) (Manuaba, 2010).

34) Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi

dan menyebabkan perubahan pada serviks

(membuka dan menipis) dan berakhir dengan


lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu belum

inpartu jika kontraksi uterus tidak

mengakibatkan perubahan serviks

(Damayanti, 2014).

Persalinan normal adalah proses

pengeluaran janin yang terjadi pada

kehamilan cukup bulan 37-40 minggu. Lahir

spontan dengan persentasi belakang kepala

yang berlangsung dalam 18 jam tanpa

komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (

Wijknosastro, 2013).

a. Persalinan berdasarkan umur kehamilan

1) Abortus

Pengeluaran buah kehamilan sebelum

kehamilan 22 minggu atau bayi dengan berat

badan kurang dari 500 gr.

2) Partus immaturus
Pengeluaran buah kehamilan antar 22 minggu

dan 28 minggu atau bayi dengan berat badan

antara 500 gram dan 999 gram.

3) Partus prematurus

Pengeluaran buah kehamilan antara 28

minggu dan 37 minggu atau bayi dengan berat

badan antara 1000 gram dan 2499 gram.

4) Partus maturus atau a’terme

Pengeluaran buah kehamilan antara 37

minggu dan 42 minggu atau bayi dengan berat

badan 2500 gram atau lebih.

5) Partus postmaturus atau serotinus

Pengeluaran buah kehamilan setelah kehamilan 42 minggu

(Wineka, 2018).

b. Teori Persalinan

Terdapat berbagai teori persalinan, diantaranya adalah :

1) Teori Penurunan Progesteron

Villi kolaries mengalami perubahan-perubahan, sehingga


kadar estrogen dan progesterone menurun. Menurunnya

kadar kedau hormon ini terjadi kira-kira 1-2 minggu sebelum

partus dimulai. Selanjutnya otot rahim menjadi sensitif

terhadap oksitosin. Penurunan kadar progesteron pada

tingkat tertentu menyebabkan otot-otot rahim mulai kontrkasi.

2) Teori Oksitosin

Menjelang persalina, terjadi peningkatan reseptor oksitosin

dalam otot rahim, sehingga mudah terangsang saat

disuntikan oksitosin dan menimbulkan kontraksi. Diduga

bahwa oksitosin meningkatkan pembentukan prosrtaglandin

dan persalinan dapat berlangsung terus.

3) Teori Keregangan Otot Rhim

Keadaan uterus yang membesar dan menjadi tegang

mengakibatkan iksemia otot-otot uterus. Hal ini merupakan

faktor yang dapat mengganggu sirkulasi uterplasenter

sehingga plasenta mengalami degenerasi. Otot rahim

mempunyai kemampuan meregang sampai batas tertentu.

Apabila batas tersebut sudah terlewati, maka akan terjadi

kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai (Manuaba,

2010).

4) Teori Prostaglandin

Prostaglandin sangat meningkat pada cairan amnion dan

desidua dari minggu ke-15 hingga aterm, dan kadarnya


meningkat hingga ke waktu parus. Prostaglandin dapat

melunakkan serviks dan merangsang kontraksi, bila diberikan

dalam bentuk infus, per os, atau secara intravaginal

(Manuaba, 2010).

5) Teori Hipotalamus- dan Glandula Suprarenalis

Teori ini menunjukkan pada kehamilan dengan anensefalus

sering terjadi keterlambatan persalinan karena tidak terbentuk

hipotalamus. Ada hubungan antara hipotalamus-ptuitari

dengan mulainya persalinan. Glandula supernal merupakan

pemicu terjadinya persalinan (Sumarah, 2010).

c. Tanda-tanda persalinan

Menurut Manuaba (2010) gejala persalinan jika sudah

dekat akan menyebabkan kekuatan his makin sering

dan teratur dengan jarak kontraksi semakin pendek,

dengan terjadi pengeluaran tanda jarak kontrkasi

semakin pendek, dengan terjadi pengeluaran tanda

seperti lendir bercampur darah yang lebih banyak

karena robekan-robekan kecil pada serviks, terkadang

ketuban pecah dengan sendirinya, pada pemeriksaan

dalam perlunakan serviks pendataran serviks dan

terjadi pembukaan serviks.

Menurut Sofian (2012), tanda dan gejala persalinan

antara lain :
1) Rasa sakit karena his datang lebih kuat, sering dan

teratur.

2) Keluaranya lendir bercampur darah (blood show)

karena robekan-robekan kecil pada serviks.

3) Terkadang ketuban pecah dengan sendirinya.

4) Pada pemeriksaan dalam didapati serviks mendatar

dan pembyukaan telah ada.

d. Sebab-sebab terjadinya persalinan

Sebab yang mendasari terjadinya pertus secara teoritis

masih merupakan kumpulan teoritis yang kompleks

teroi yang turut memberikan andil dalam proses

terjadinya persalinan antara lain : teori hormonal,

prostaglandi, struktur uterus, sirkulasi utrus, pengaruh

syaraf dan nutrisi hal ini yang diduga memberikan

pengaruh sehingga partus dimulai (Rukiyah, 2009).

1) Penurunan kadar Progesteron

Progesteron menimbulkan relaksi otot-otot rahim,

sebaiknya estorgen meningkat kontraksi rahim.

Selaa kahimlan =, terdapat keseimbangan antara

kontraksi otot rahim. Selama kehamilan, terdapat

kesimbangan antara kader progesteron menurun

sehingga timbul his.

2) Teori Oxytosin
Pada akhir kadar oxytosin bertambah. Oleh karean

itu timbul kontraksi otot-otot rahim.

3) Peregangan otot-otot

Dengan majunya kehamilan, maka makin

tergenglah otot-otot rahim sehingga kelahiran lebih

lama

4) Pengaruh janin

Hipotesisi dan kadar supraneral janin rupanya

bmemegang peranan penting oleh karena itu pada

acnhepalus kelahiran sering lebih lama.

5) Teori Prostaglandin

Kadar prostaglandi dalam kehamilan dari minggu

ke-15 hingga aterm terutama saat persalinan yang

menyebabkan kontraksi miometrium (Rukiyah,

2009).

e. Tahap-tahap persalinan

Menurut Damayanti (2014) persalinan dibagi dalam 4

kala, yaitu :

1) Kala I (Kala pembukaan)

Pasien dikatakan dalam tahap persalinan I :

a) Jika sudah terjadi pembukaan serviks dan

kontraksi terjadi teratur minimal 2 kali dalam 10

menit selama 40 detik.


b) Kala I adalah kala pembukaan yang

berlangsung antara pembukaan 0-10 cm

(pembukan lengkap).

c) Proses pada kala I terbagi menjadi dua fase,

yaitu :

(1) Fase laten (8 jam) dari pembukaan 0 cm

sampai pembukaan 3 cm

(2) Fase akselerasi, (2 jam), dari pembukaan 3

sampai 4 cm

(3) Fase deselerasi (2 jam), dari pembukaan 9

cm sampai 10 cm

d) Lamanya untuk primigravida berlangsung 12-14

jam sedangkan pada multigravida sekitar 6-8

jam

e) Bedasarkan kurve friedman, diperhitungkan

pembukaan primigravida 1 cm per jam dan

pembukaan multigravida 2 cm per jam

2) Kala II (pengeluaran bayi)

a) Kala II adalahkala pengelaran bayi, dimulai

dari pembukaan lengkap sampai bayi lahir

b) Uterus dengan kekuatan hisnya ditambhan

kekuatan meneran akan mendorong bayi

hingga lahir. Lamanya orises ini berlangsung


selama 1 ½ - 2 jam pada primigravida dan ½-

1 jam pada multigravida

c) Diagnosa persalinan kala II ditegakkan

dengan melakukan pemeriksaan dalam untuk

memastikan pembukaan sudah lengkap dan

kepala janin sudah tampak di vulva dengan

diameter 5-6 cm

d) Tanda gejala kala II ditegakan dengan

melakukan pemeriksaan dalam untuk

memastikan pembukaan sudah lengkap

kepala janin sudah di vula dengan diameter 5-

6 cm

e) Tanda gejala kala II : dorongan meneran,

tekanan anus, perinium menonjol, dan vulva

membuka

3) Kala III (Pengeluaran plasenta)

a) Kala III adalah waktu untuk perlepasan dan

pengeluaran plasenta

b) Berlangsung setelah kala II yang tuidak lebih

dari 30 meni, kontraksi uterus berhenti sekita

5-10 menit

c) Dengan lahirnya bayi dan proses retraksi

uterus, maka plasenta lepas dari Nitabusch


d) Tanda-tanda lepasnya plasenta, sebagai

berikut :

(1) Uterus menjadi berbentuk bundar

(2) Uterus terdoronbg ke atas, karena plasenta

terlepas ke segmen bawah rahim

(3) Tali pusat semakin memanjang

(4) Terjadinya perdarahan

(5) Melahirkan plasenta dilakukan dengan

dorongan ringan secara crede pada fundus

uterus

4) Kala IV (Observasi)

a) Kontraksi uterus harus baik

b) Tidak ada pendarahan pervaginam atau

dari alat genital lain

c) Palsenta dan selaput ketuban harus

sudah lahir lengkap

d) Kandung kemih harus kosong

e) Luka-luka diperineum harus dirawat dan

tidak ada hematoma

f) Resume keadaan umum ibu dan bayi


f. Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan

Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan, yaitu :

1) Passage (Jalan lahir)

Passage atau jalan lahir berarti lintasan yang harus

dijalani oleh janin sebelum meninggalkan uetrus

ibunya. Jalur lintasan ini meliputi rongga pelvis ibu dan

jaringan lunak, rongga pelvis ibu harus cukup luas

untuk dapat dilewati oleh bayi

2) Passanger (Janin)

Passanger mengacu kepada janin dan kemampuannya

bergerak turun melewati jalan lahir (passage).

Passanger dipengaruhi oleh beberapa dfaktor fetal yaitu

a) Kranium Janin

Ukuran kranium adalah sangat penting karena

menentukan pelintasan janin melewati jalan lahir.

Kranium terdiri dari delapan buah tulang, dua buah

tulang, dua buah os frontalis yang berfusi pada

bagian dahi, dua buah os paretalis pada puncak

kepala merupaka faktor yang penting selama proses

kelahiran bayi. Delapan potong tulang ini bertemu

pada garis sutura, garis sutura ini berbentuk dari

jaringan fibrosa yang kuat dan lentur sehingga


memungkinkan tulang kranium dapat dikurangi agar

bisa melintas jalan lahir dengan lebih mudah.

Keapala dapat melakukan fleksi atau ekstensi

sampai 45 derajat dan kemudian rotasi sampai 180

derajat, gerakan ini memungkinkan diameter

tercekcil kranium bergerak turun di sepanjang jalan

lahir dan melintasi panggul ib. Kemampuan kranium

untuk berubah bentuk juga memudahkan pelintasan

(passage) selama persalinan (Sutura pada os

kranium memungkinkan pergeseran os kranium

sehingga terjadi molse kepala janin dalam proses

persalinannya) (Lockhart, 2014)

b) Presentasi janin

Presentasi janin menyatakan bagian tubuh janin

yang akan melintasi serviks dan dilahirkan pertama,

terutama ditentukan oleh sikap, letak, dan pisoso

janin. Jenis presntasi janin yaitu sefalik (kepala),

bokong, dan bahu.

c) Letak janin

Letak janin mengacu kepad hubungan sumbu

panjang (tulang belakang) tubuh janin dengan

sumbu panjang tubuh ibu, dapat dinyatakan sebagau

letak longiyudinal (membujur), letak trasnversal


(lintang) atau oblique (miring)

d) Sikap janin

Hubungan tubuh yang satu dengan bagian tubuh

lainnya, menyatakan apakah presenting part janin

berada dalam keadaan fleksi atau ekstensi

e) Posisi janin

Hubungan presenting part janin dengan tertentu

pelvis ibu. Pelvis ibu dibagi menjadi empat bagian

bedasarkan sisi kana, kiri, depan, dan belakang yaitu

: anterior kiri, posterior kanan dan posterior kiri

f) Stasiun

Hubungan presenting part janin dengan spina

ischiadica pelvis ibu. Pada enggangment (masuknya

kepala janin kedalam pintu atas panggul) presenting

part berada setinggi spina ischadica ibu

3) Power

Istilah power mengacu kepada kekuaran kontraksi

uterus, kontraksi uterus akhirnya akan menghasilkan

penipisan dan dilatasi serviks yang lengkap. Kontraksi

otot abdomen seperti saat pasien mengejan untuk

mendorong bayi bergerak kebawah menjadi sumber

sumber bkekuatan sekunder.

Tenaga meneran merupakan kekuatan lain atau tenaga


sekunder yang bereparan dalam persalinan, tenaga ini

duganak pada saaat kala II dan untuk membantu

mendorong bayi keluar, tenaga ini berasak dari otot

perut dan diagfragma. Menesran memberikan kekuatan

yang sangt membantu dalam menagatasi resistensi

otot-otot dasar panggul. Persalinan akan berjalan

normal, jika his dan tenaga meneran ibu baik. Kelainan

his dan tenaga meneran dapat disebabkan karena

hypotinic atau atonia uteri dan hypertonic atau tetania

uteri

Kelainan kekuatan his dan meneran, dapat disababkan

oleh :

a) Kelainan kontraksi rahim

1) Inersia uteri primer dan sekunder

2) Tetania uteri dapat mengakibatkan partus

presipatus, asfiksia intrauterin sampai kematian

janin dalam rahim

3) Inkoordinasi kontraksi otot rahim yang

disebabkan karena usia terlalu tua, pimpinan

persalinan salah, induksi persalinan, rasa takut

dan cemas

b) Kelainan tenaga meneran


(1) Kelelahan

(2) Salah dalam p[impinan meneran pada kala II

4) Psyche (Kondisi psikis)

Psyche mengacu kepada perasaan kejiwaan

pasien dalam mengahadapi persalinannya. Bagi

sebagian ib u hamil, perasaan tersebut dapat

meliputi persalinannya. Bagi sabgian ibu hamil

perasaan tegang dan takjub. Komponen

utamanya berupa kesiapan psikis pasien untuk

menghadapu persalinan (Lockhart, 2014)

5) Penolong

Kompetensi yang dimilki penolong sangat

bermanfaat untuk memperlancar proses

persalinan dan mencegah kematian maternal dan

neonatal. Dengan pengetahuan dan kompetensi

yang bauk diharapkan kesalahan atau malpraktik

dalam memberikan asuhan tidak terjadi (Asinah,

2010)

Tidak hanya aspek tindakan yanh diberikan,

tetapi aspek konseling dan pemeberian informasi

yang jelas dibutuhkan oleh ibu bersalin untuk

mengurangi tingkat ibu dan keluarga

Bidan mempunyai tanggung jawab yang besar


dalam proses persalina. Langkah utama yang

harus dikerjakan adalah mengkaji perkembangan

persalinan memberitahu perkembangannya baik

fisiologis maupun patologis pada ibu dan

keluarga dengan bahsa yang mudah dimengerti.

Kesalahan yang dilakukan bidan dalam

mediagnosis persalinan dapat menimbulkan

kegelisahan dan kecemasan pada ibu dan

keluarga

g. Mekanisme Persalina Normal

Menurut Indriyani & Maudy (2016) mekanisme

persalinan merupakan gerakan janin yang

mengakomodasikan diri terhadap panggul ibu.

a. Penurunan/turunnya kepala

1) Masuknya kepala kepintu atas

panggul

2) Majunya kepala

b. Fleksi

Dengan majunya kepal, biasanya fleksi juga

bertambah hingga ubun-ubun kecil (UUK)

lebih renah dari ubun-ubun besar (UUB)

c. Putaran faksi dalam

UUK mamutar kedepan kebawah sympisi


pubis bersamaan dengan majunya kepala.

Putaran faksi dalam kepala sudah sampai di

hodge tiga

d. Ektensi

Setelah kepala sampai didasar panggul,

terjadilah ekstensi atau defleksi dari kepala.

Setelah suboksiput sebagai hipomoclion

maka lahirlah berturut-turut ubun-ubun kecil

(UUK), dahi, mata, hidunh, mulut dan dagu

bayi

e. Putaran faksi luar

Setelah kepala bayi lahir maka kepala

memutar kembali kearah punggung bayi

untuk menghilangkan torsi (proses memilin)

pada leher yang terjadi pada rotasi dalam

f. Ekpulsi

Setelah putaran faksi luar bahu depan

kelihatan dibawah simpisi dan menjadi

hipomochlion untuk kelahiran bahu

belakang. Kemudian bahu depan menyusul

dan selanjutnya seluruh bada bayi lahir

searah dengan paksi jalan lahir

h. Aspek lima benang merah dalam asuhan persalina


normal

Ada lima aspek dasar atau lima benang merah, yang

penting dan saling terkait dalam asuhan persalinan

yang bersih dan aman. Berbagai aspek tersebut

melekat pada setiap persalinan, baik normal maupun

patologis.

Lima benang merah tersebut adalah :

1) Membuat keputusan yang baik

2) Asuhan sayang ibu dan sayng bayi

3) Pencegahan infeksi

4) Pencatatan (rekam medik) asuhan persalinan

5) Rujukan (Damayanti, 2014)

i. Tanda bahya persalinan

a) Bayi tidak lahir dalam 12 jam sejak terasa mulas

(multipara) dan 8 jam untuk primipara

b) Tali pusat atau tangan/kaki bayi terlihar pada jalan

lahir

c) Tidak kuat mengejan

d) Mengalami kejang-kejang

e) Air ketuban dari jalan lahir sebelum mulas

f) Setelah bayi lahir, ari-ari tidak bisa keluar

g) Gelisah atau mengalami kesakitan yang hebat

h) Keluar darah banyak ketika bayi lahir


j. Partograf

1) Pengertian Pertograf

Adalah alat yang digunakan selama persalinan

(Prawirohardjo, 2014)

2) Tujuan partograf

(a) Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan

(b) Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan

secara normal, dnegan demiian dapat mendeteksi

secara dini, setiap kemungkinan terjadinya partus

lama (Praworihardjo,2014)

3) Bagian-bagian Pertograf

Kemajuan persalinan

(a) Pembukaan serviks

(b) Turunnya bagian terendah dan kepala janin

(c) Kontraksi uterus

Kondisi janin

(a) Denyut jantung janin

(b) Warna volume air ketuban

(c) Moulase kepala janin

Kondisi Ibu

(a) Tekanan darah, nadi, suhu badan

(b) Volume urine

(c) Obat dan cairan


4) Penggunaan Partograf

World Health Organization (WHO) telah memodifikasi

patograf agar lebih sederhana dan lebih mudah

digunakan. Fase laten telah dihilangkan dan pencatatan

pada patograf dimulai dari fase aktif ketika pembukaan

serviks 4 cm.

Menurut Prawirohardjo (2014) Patograf digunakan untuk

a) Semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan

sampai dengan kelahiran bayi, sebagai elemen

penting asuhan persalinan

b) Semua tempat pelayanan persalinan (rumah,

puskesmas, klinik bidan swasta, rumah sakit, dan

lain-lain

c) Semua penolong persalinan yang memberikan

asuhan kepada ibu sekala persalinan dan kelahiran

(Spesailis Pbstetri dan Ginekologo, Bidan, dokter

Umum, Residen, dan Mahasiswa Kedokteran).

5) Halaman Depan Partogaf

Halaman depan patograf mencantumkan bahwa

observasi yang dimulai pada fase aktif persalinan dan

menyediakan lajur dan kolom untuk mencatat hasil-hasil

pemeriksaan delama fase aktif persalinan, menurut


Prawirohardjo (2014), yaitu:

a) Informasi tentang ibu :

1) Nama, umur

2) Gravida, Para, Abortus (keguguran)

3) Nomor catatan medik / nomor Puskesmas

4) Tanggal dan waktu mulai dirawat (atau jika

dirumah, tanggal dan waktu penolong persalinan

mulai merawat ibu)

b) Waktu pecahnya selaput ketuban

c) Kondisi janin

1) DJJ (denyut jantung janin)

2) Warna dan adanya air ketuban

3) Penyususpan (molase) kepala janin

d) Kemajuan persalinan

1) Pembukaan serviks

2) Penurunan bagian terbawah janin atau

presentasu janin

3) Garis waspada dan garis bertindak

e) Jam dan Waktu

1) Waktu mulainya fase aktif persalinan

2) Waktu aktual saat persalinan atau penilaian

f) Kontraksi uterus

Frekuensi lamanya
g) Obat-obatan dan cairan yang diberikan

h) Kondisi ibu

1) Nadi, tekanan darah, dan temepratur tubuh

2) Urin (volume, aseton, atau protein)

i) Asuhan, pengamatan, dan asuhan klinik lainnya

(dicatat dalam kolom tersedia di sisi patograf atau di

catat kemajuan persalinan)

6) Halaman Belakang Patograf

Halaman belakang patograf, merupakan bagian untuk

mencatat hal-hal yang terjadi selama proses persalinan

dan kelahira, serta tindakan-tindakan yang dilakukan

sejak persalinan kala I hingga kala IV (termasuk bayi

baru lahir). Itulah sebabnya bagian ini disebut catatan

persalinan. Nilai dan catatan asuhan yan diberikan pada

ibu dalam masa nifas terutama selama persalinan kala

IV untuk memungkinkan penolong persalinan mencegah

terjadinya penyulit dan membuat keputusan klinik,

terutama pada pemantauan kala IV (mencegah

terjadinya pendarahan pasca persalinan). Selain itu

dapat dilakukan pelaksanaan asuhan yang bersih dan

aman (Prawirohardjo, 2014).

k. Langkah Pertolongan Persalinan Normal\

60 Langkah APN :
Melihat tanda dan gejala kala II

1) Mengamati tanda dan gejala persalinan kala dua

c) Ibu mempunyau keinginan untuk meneran

d) Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pad

rektum dan / atau vaginanya

e) Perineum meninjol

f) Vulva-vagina dan sfingter ani membuka

Menyiapkan pertolongan persalinan

2) Memastikan perlengkapan, bahan dan obat-obatan

esensial siap digunakan. Mematahkan ampul oksitosi

10 IU dan menempatkan tabung suntik steril sekali

pakai di dalam partus set

3) Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang

bersih

4) Melepaskan semua perhiasan yang dipakai dibawah

siku, mencuci kedua angan dengan sabun dan air

bersih yang mengalir dan mengeringkan tangan

dengan handuk satu kali pakai / pribadi yang bersih

5) Memakai sarung tangan DTT atau steril untuk semua

pemeriksaan dalam

6) Menghisap oksitosin 10 IU kedalam tabung suntik atau

spuit (dengan memakai sarung tangan DTT atau steril

dan meletakkan kembali di partus set atau wadah


DTT.

7) Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya

dengan hati-hati dari depan ke belakang dengan

menggunakan kapas yang sudah dibasahi dengan air

DTT. Jika mulut vagina, perineum atau anus

terkontaminasi oleh kotoran ibu, membersihkannya

dengan seksama dengan cara menyeka dari depan ke

belakang. Membuang sarung tangan yang

terkontaminsi dalam wadah yang benar. Mengganti

sarung tangan terkontaminasi (meletakkan kedua

sarung tangan tersebut dengan benar di dalam larutan

dekontaminasi)

8) Dengan menggunakan aseptik, melakukan

pemeriksaan dalam untuk memastikan bahwa

embukaan serviks sudah lenhkap. Bila selaput

ketuban belum pecah, sedangkan pembukaan sudah

lengkap, lakukan amniotomi

9) Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara

mencelupkan tangan yang masih memakai sarung

tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5% dan

kemudian melepaskannya dalam keadan terbalik serta

merendamnya bdi dalam larutan klorin 0,5% selama

10 menit. Mencuci kedua tangan (seperti biasa)


10) Memerikas DJJ setelah kontraksi berakhir untuk

memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120-160

kali permennit)

a) Mengambil tindakan yang sesaui jika DJJ tidak

normal

b) Mendokumentasikan hasil=-hasil pemriksaan

dalam, DJJ dan semua hasil-hasil penilaian serta

asuhan lainnya pada patograf

Menyiapkan ibu dn keluarga untuk membantu

proses pimponan meneran

11) Memberitahukan kepada ibu bahwa pembukaan

sudah lengkap dan keadaan jain baik. Membantu ibu

berada dlam posisi yang nyaman sesuai keinginannya

a) Menunggu hingga ibu mempunyai keinginan untuk

menera, melanjutkan pemantauan kesehatan dan

kenyamanan ibu serta janin sesaui dengan

pedoman persalinan aktif dan mendokumentasikan

temuan-temuan

b) Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana

mereka dapat mendukung dan memberi semangat

kepada ibu saat ibu mulai meneran. (Pada saat ada

his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan

pstikan ibu merassa nyaman)


12) Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi

ibu untuk meneran (pada saat ada his, bantu ibu di

dalam posisi setengah duduk dan pastikan ibu merasa

nyaman)

13) Melakukan pimpina meneran saat ibu mempunyau

dorongan yang kuat untuk meneran :

a) Membimbing ibu untuk meneran saat ibu

memounyau keinginan untuk meneran

b) Mendukung dan memebri semangat ats usaha ibu

untuk meneran

c) Membantu ibu mengatur posisi yang nyaman

sesau pilihannya

d) Menganjurkan ibu istirahat jika tidak ada his

e) Menganjurkan keluatrga untuk mendukung dan

memberi semangat kepada ibu

f) Memberi asupan nutrisi kpeada ibu ketika tidak ada

his

g) Memantau DJJ

h) Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum

akan terjadi segera dalam waktu 120 menit (2 jam)

meneran untuk ibu primipara atau 60 menit (1 jam),

menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau

mengambil posisi yang aman. Jika ibu belum ingin


meneran dalam 60 menit (1 jam), menganjurkan

ibu untuk mulai meneran pada puncak kontraksi-

kontraksi tersebut dan beristirahat diantara

kontraksi.

i) Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan

diameter 5-6 cm, melettakan handuk bersih di atas

perut ibu unutk mengeringkan bayi

14) Meletakkan kain yang bersih dilipat 1/3 bagian,

diletakkan dibawah bokong ibu

15) Membuka prtus set

16) Memakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua

tangan

Menolong kelahiran bayi

17) Lahirnya kepala

a) Saar kepala bayi membuka vulva dengan diameter

5-6 cm, dilindungi perineum dengan satu tangan

yang dilapisi kain tadi, letakkan tangan yang lain ke

kepala bayi dan lakukan tekanan yang lembut dan

tidak menghambat pada kepala bayi, membiarkan

kepaa keluar perlahan-lahan atau bernapas cepat

saat kepala lahir

b) Jika ada mekonium dalam cairan ketuban, segera

hisap hidung dan mulut setelah kepala lahir


menggunakan penghisap lendir DeLee DTT atau

steril atau bola karet penghisap yang baru dan

bersih

18) Dengan lembut menyeka muka, mulut dan hidung

bayi dengan kain atau kassa yang bersih

19) Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan

yan sesaui jika hal itu terjadi, dan kemudian

meneruskan segra proses kelahiran bayi :

a) Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar,

lepaskan lewat bagian atas kepala bayi

b) Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat,

mengklemnya di dua tempat dan memotongnya

1) Menunggu hingga kepala bayi

melakukanputaran paksi luar secara

spontan. Lahir bahu .

2) Setelah kepala melakukan putaran paksi

luar, tempatkan kedua tangan di masing-

masing sisi muka bayi. Menganjurkan ibu

untuk meneran saat kontraksi berikutnya.

Dengan lembut menariknya ke arah bawah

dan ke arah keluar hingga bahu anterior

muncul dibawah arkus pubis dan kemudian

dengan lembut menarik ke arah atas dan ke


arah luar untuk melahirkan bahu posterior.

Lahir badan dan tungkai.

3) Setelah kedua bahu dilahirkan,

menelusurkan tangan melalui kepala bayi

yang berada dibagian bawah ke arah

perineum, membiarkan bahu dan lengan

posterior lahir ketangan tersebut.

Mengendalikan kelahiran siku dan tangan

bayi saat melewati perineum, gunakan

lengan bagian bawah untuk menyangga

tubuh bayi saat dilahirkan. Menggunakan

tangan anterior (bagian atas) untuk

mengendalikan siku dan tangan anterior bayi

saat keduanya lahir.

4) Setelah tubuh dan lengan lahir,

menelusurkan tangan yang ada diatas

(anterior) dari punggung ke arah kaki bayi

untuk menyangga saat punggung dan kaki

lahir. Memegang kedua mata kaki bayi

dengan hati- hati, membantu kelahiran kaki.


Penanganan bayi baru lahir

5) Menilai bayi dengan cepat, kemudian

meletakkan bayi di atas perut ibu dengan

posisi kepala bayi sedikit lebih rendah dari

tubuhnya (bila tali pusat terlalu pendek,

meletakkan bayi di tempat yang

memungkinkan).

6) Segera mengeringkan bayi, membungkus

kepala dan badan bayi kecuali bagian pusat.

7) Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm

dari pusat bayi.

Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari

klem ke arah ibu dan memasang klem kedua

2 cm dari klem pertama (ke arah ibu).

8) Memegang tali pusat dengan satu tangan,

melindungi bayi dari gunting danmemotong tali

pusat di antara dua klem tersebut.

9) Mengganti handuk yang basah dan


menyelimuti bayi dengan kain atau selimut

yang bersih dan kering, menutupi bagian

kepala, membiarkan tali pusat terbuka. Jika

bayi mengalami kesulitan bernapas,

mengambil tindakan yang sesuai.

10) Memberikan bayi kepada ibunya dan

menganjurkan ibu untuk memeluk bayinya

dan memulai pemberian ASI jika ibu

menghendakinya.

Oksitosin

11) Meletakkan kain yang bersih dan kering.

Melakukan palpasi abdomen untuk

menghilangkan kemungkinan adanya bayi

kedua.

12) Memberi tahu kepada ibu bahwa ia akan disuntik.


13) Dalam waktu 2 menit setelah kelahiran bayi,

memberikan suntikan oksitosin10 unit IM di 1/3

paha kanan atas ibu bagian luar, setelah

mengaspirasinyaterlebih dahulu.

Peregangan tali pusat terkendali

14) Memindahkan klem pada tali pusat.

15) Meletakkan satu tangan diatas kain yang ada

di perut ibu, tepat di atas tulang pubis, dan

menggunakan tangan ini untuk melakukan

palpasi kontraksi dan menstabilkan uterus.

Memegang tali pusat dan klem dengan tangan yang

lain.

16) Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian

melakukan penegangan ke arah bawah pada

tali pusat dengan lembut. Lakukan tekanan

yang berlawanan arah pada bagian bawah

uterus dengan cara menekan uterus ke arah


atas dan belakang (dorso kranial) dengan hati-

hati untuk membantu mencegah terjadinya

inversio uteri. Jika plasenta tidak lahir setelah

30 – 40 detik, menghentikan penegangan tali

pusat dan menunggu hingga kontraksi berikut

mulai.

a) Jika uterus tidak berkontraksi, meminta ibu

atau seorang anggota keluarga untuk

melakukan ransangan puting susu.

Mengeluarkan plasenta

17) Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk

meneran sambil menarik tali pusat ke arah

bawah dan kemudian ke arah atas, mengikuti

kurve jalan lahir sambil meneruskan tekanan

berlawanan arah pada uterus.


b) Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan

klem hingga berjarak sekitar 5 – 10 cm dari

vulva.

c) Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan

penegangan tali pusat selama15 menit :

(1) Mengulangi pemberian oksitosin 10 unit IM.

(2) Menilai kandung kemih dan mengkateterisasi

kandung kemih dengan menggunakan teknik

aseptik jika perlu.

(3) Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan.

(4) Mengulangi penegangan tali pusat selama 15 menit

berikutnya.

(5) Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam

waktu 30 menit sejak kelahiran bayi.

18) Jika plasenta terlihat di introitus vagina,

melanjutkan kelahiran plasenta dengan

menggunakan kedua tangan. Memegang


plasenta dengan dua tangan dan dengan hati

hati memutar plasenta hingga selaput ketuban

terpilin. Dengan lembut perlahan melahirkan

selaput ketuban tersebut.

a) Jika selaput ketuban robek, memakai sarung

tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril dan

memeriksa vagina dan serviks ibu dengan

seksama. Menggunakan jari-jari tangan atau

klem atau forseps disinfeksi tingkat tinggiatau

steril untuk melepaskan bagian selapuk yang

tertinggal.

Pemijatan Uterus

19) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban

lahir, melakukan masase uterus, meletakkan

telapak tangan di fundus dan melakukan

masase
dengan gerakan melingkar dengan lembut

hingga uterus berkontraksi (fundus menjadi

keras).

Menilai perdarahan

20) Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang

menempel ke ibu maupun janin dan selaput

ketuban untuk memastikan bahwa selaput

ketuban lengkap dan utuh. Meletakkan

plasenta di dalam kantung plastik atau tempat

khusus.

a. Jika uterus tidak berkontraksi setelah

melakukan masase selam 15 detik mengambil

tindakan yang sesuai.

21) Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina

dan perineum dan segera menjahit laserasi

yang mengalami perdarahan aktif.

Melakukan prosedur pasca persalinan

22) Menilai ulang uterus dan memastikannya berkontraksi


dengan baik.

Mengevaluasi perdarahan persalinan vagina.

23) Mencelupkan kedua tangan yang memakai

sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%,

membilas kedua tangan yang masih bersarung

tangan tersebut dengan air disinfeksi tingkat

tinggi dan mengeringkannya dengan kain yang

bersih dan kering.

24) Menempatkan klem tali pusat disinfeksi

tingkat tinggi atau steril atau mengikatkan tali

disinfeksi tingkat tinggi dengan simpul mati

sekeliling tali pusat sekitar 1 cm dari pusat.

25) Mengikat satu lagi simpul mati dibagian pusat

yang berseberangan dengan simpul mati

yang pertama.
26) Melepaskan klem bedah dan meletakkannya ke dalam

larutan klorin 0,5%.

27) Menyelimuti kembali bayi dan menutupi

bagian kepalanya. Memastikan handuk atau

kainnya bersih atau kering.

28) Menganjurkan ibu untuk memulai pemberian ASI.

Evaluasi

29) Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan

pervaginam:

a) 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan.

b) Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan.

c) Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan.

d) Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik,


melaksanakan perawatan yang sesuai untuk

menatalaksana atonia uteri. Jika ditemukan

laserasi yang memerlukan penjahitan, lakukan

penjahitan dengan anestesia lokal dan

menggunakan teknik yang sesuai.

30) Mengajarkan pada ibu / keluarga bagaimana

melakukan masase uterus dan memeriksa

kontraksi uterus.

31) Mengevaluasi kehilangan darah.

32) Memeriksa tekanan darah, nadi dan keadaan

kandung kemih setiap 15 menit selama satu

jam pertama pasca persalinan dan setiap 30

menit selama jam kedua pasca persalinan.

a) Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap

jam selama dua jam pertamapasca persalinan.

b) Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak

normal.
Kebersihan dan keamanan

33) Menempatkan semua peralatan di dalam

larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10

menit). Mencuci dan membilas peralatan

setelah dekontaminasi.

34) Membuang bahan - bahan yang

terkontaminasi ke dalam tempat sampah

yang sesuai.

35) Membersihkan ibu dengan menggunakan air disinfeksi

tingkat tinggi.

Membersihkan cairan ketuban, lendir dan

darah. Membantu ibu memakaipakaian yang

bersih dan kering.

36) Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu

ibu memberikan ASI. Menganjurkan keluarga

untuk memberikan ibu minuman dan

makanan yang diinginkan.

37) Mendekontaminasi daerah yang digunakan


untuk melahirkan dengan larutan klorin 0,5%

dan membilas dengan air bersih.

38) Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam

larutan klorin 0,5%, membalikkan bagian

dalam ke luar dan merendamnya dalam

larutan klorin0,5% selama 10 menit.

39) Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.

Dokumentasi

40) Melengkapi partograf (halaman depan dan belakang).


n. Manajemen kebidanan

pada ibu bersalin

normal Langkah I :

Pengumpulan Data

Dasar

Pada langkah ini dikumpulkan semua

informasi yang akurat dan lengkapdari semua

sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.

Pengambilan data ini dikelompokan menjadi

dua data yaitu data subyektif dan data obyektif.

1. Data subyektif

Biodata mencakup identitas pasien

a. Nama jelas dan lengkap.

b. Umur dalam hitungan tahun, apakah pasien

termasuk dalam golongan usia reproduksi

sehat.

c. Alamat untuk mempermudah hubungan,


mengetahui jarak dengan sarana kesehatan,

kondisi geografis dan keadaan lingkungan

tempat tinggal pasien.

d. Pekerjaan untuk mengetahui apakah

pekejaannya berpengaruh pada kehamilan.

e. Agama untuk mempermudah pendekatan.

f. Suku dan bangsa untuk mengetahui adat

istiadat kebudayaan dan kebiasaan yang

mempengaruhi kesehatan.

g. Pendidikan untuk mengetahui tingkat intelektual.

1) Keluhan utama

Yaitu hal-hal yang paling menonjol yang

dirasakan pasien saat pengkajian, seperti ibu

merasakan kencang-kencang.
2) Riwayat kesehatan

a) Riwayat kesehatan yang lalu

Dikaji apakah ibu menderita penyakit diabetes

militus (karena dapat menyebabkan bayi

besar), jantung (decompensasi cordis),

hipertensi, dan lain-lain.

b) Riwayat kesehatan sekarang

Dikaji untuk mengetahui kronologis kesehatan

ibu sekarang sebelum datang kepetugas

kesehatan, dan untuk mengetahui tindakan

apa saja yang sudah diperoleh ibu hingga

pengkajian dilakukan.

c) Riwayat kesehatan keluarga

Dikaji apakah ibu mempunyai keturunan

kembar, cacat, dari keluarga, penyakit

jantung, hipertensi, DM, dan lain-lain (penyakit


keturunan).

d) Riwayat perkawinan

Perlu dikaji untuk mengetahui pada usia

berapa ibu dan suami menikah,apakah ibu

tinggal serumah dengan suami, berapa kali ibu

menikah, lamanya pernikahan ibu sampai

sekarang.

e) Riwayat obstetric

(1) Riwayat haid

(a) Umur menarche

(b) Siklus menstruasi

(c) Teratur atau tidak menstruasinya

(d) Lama menstruasi


(e) Banyaknya darah

(f) Pernah dismenorhea atau tidak

(g) Hari pertama haid terakhir untuk menentukan umur

kehamilan

(2) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu

Ditanyakan untuk mengetahui tahun berapa

ibu hamil, dengan usia kehamilan berapa

bulan, jenis persalinan, tempat persalinan,

komplikasi ibu dan bayi, ditolong oleh siapa,

berat badan bayi waktu lahir, jenis kelamin dan

keadaan nifas sehingga dapat meyimpulkan

kehamilan dan persalinan saat ini beresiko

atau tidak.

(3) Riwayat kehamilan sekarang

Hal-hal yang perlu dikaji, antara lain:


(a) Umur kehamilan

(b) ANC berapa kali, dimana, mendapat therapy, penyulit apa

(c) Imunisasi TT sudah atau belum (berapa kali)

(d) Adakah kebiasaan-kebiasaan waktu hamil

sekarang ini (minum jamu, merokok atau

minum obat-obatan tertentu)

(e) Rencana tempat persalinan

(4) Riwayat KB

Perlu dikaji untuk mengetahui kondisi

sebelumnya, ibu pernah mengikuti KB atau

tidak, menggunakan KB apa sebelumnya, hal

ini berhubungan dengan penerimaan ibu

terhadap kehamilan dan persalinan saat ini.


(5) Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari

(a) Pola nutrisi

Dikaji untuk mengetahui selama dalam proses

persalinan kapan ibu makan dan minum

terakhir, jenis makanan yang ibu makan dan

minum dan porsinya.

(b) Pola istirahat

Dikaji untuk mengetahui apakah ibu kurang

atau cukup istirahat sebelum dan selama

massa persalinan ini, pola tidur malam

sebelumnya.

(c) Pola eliminasi

Perlu dikaji untuk mengetahui sebelum proses

persalinan kapan ibu BAB dan BAK terakhir.

(d) Pola aktifitas


Dikaji untuk mengetahui aktifitas ibu sehari-

hari dan aktifitas terakhir sebelum in partu.

(e) Pola seksual

Dikaji untuk mengetahui apakah ada masalah

dalam berhubungan sexual, bagaimana

riwayat sebelum proses persalinan.

(f) Pola personal hygiene

Perlu dikaji untuk mengetahui sebelum proses

persalinan ini bagaimana kebersihan ibu.

(6) Pola psikososial spiritual

(a) Tanggapan ibu terhadap persalinannya


Perlu dikaji untuk mengetahui bagaimana

perasaan ibu tentang kehamilannya saat

ini.Pandangan ibu tentang IMD

(b) Tanggapan keluarga terhadap proses persalinan ibu.

Dikaji untuk mengetahui seberapa jauh

kesiapan ibu menghadapi persalinannya, juga

pandangan keluarganya tentang IMD.

(c) Tingkat pengetahuan ibu terhadap kondisinya

Untuk mengetahui pengetahuan dan kesiapan

ibu serta perasaan ibu terhadap kondisi yang

dialami saat ini, yaitu akan mengalami

persalinan normal

(d) Pengambilan keputusan

Perlu dikaji untuk mengetahui siapakah

pengambil keputusan dalam keluarga ibu.

(e) Koping
Bagaimana cara ibu menyelesaikan masalah dalam

keluarga.

(f) Ketaatan beribadah

Perlu dikaji untuk mengetahui apakah ibu taat

dalam menjalankan ibadah sesuai dengan

agama yang ibu anut.

(g) Lingkungan yang berpengaruh

Dikaji untuk mengetahui ibu tinggal dengan

siapa saat ini dan apakah selama ini ibu

mempunyai hewan peliharaan.

(h) Tingkat ekonomi


(i) Perlu dikaji untuk mengetahui keadaan status

ekonomi ibu, apakah ibu termasuk golongan

menengah ke atas atau ke bawah.

2. Data Obyektif

Yang termasuk data obyektif yaitu data yang

didapat dari hasil pemeriksaan secara

langsung kepada pasien, meliputi:

a. Pemeriksaan umum

Mengetahui keadaan umum ibu, tingkat

kesadaran, status emosional, tanda-tanda

vital yang terdiri dari tekanan darah, nadi,

suhu, pernafasan, berat badan, tinggi badan,

lingkar lengan atas.

b. Status present

Dilakukan pemeriksaan head to toe. Pada

asuhan kebidanan ibu bersalin dengan

persalinan normal ditekankan pada:


1) Kepala : bagaimana bentuk kepala ibu, kulit

kepala bersih atau tidak, apakahrambut rontok

atau tidak.

2) Muka : apakah terlihat pucat atau tidak,

terdapat edema pada muka atautidak.

3) Mata : apakah konjungtiva anemis atau tidak.

Apakah sklera ikterik atautidak.

4) Hidung : apakah hidung bersih.

5) Mulut : apakah terdapat stomatitis dan caries dentist.

6) Leher : apakah ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe.


7) Dada : apakah simetris atau tidak. Apakah

terdapat benjolan didaerahmamae.

8) Abdomen : apakah ada bekas operasi atau

tidak, apakah ada pembesaranhati, limpa atau

tidak.

9) Punggung : apakah ada kelainan bentuk

punggung (lordosis, kifosis,skoliosis), Apakah

ada nyeri tekan pada sudut costa vertebra

(CVAT).

10) Genetalia : apakah tampak kondiloma dan

flour albus atau tidak. 11)Ekstremitas : apakah

tampak ada varises dan edema pada tangan dan

kaki

atau tidak, reflek patela positif atau tidak.

c. Status obstetric

1) Pemeriksaan inspeksi

Muka : apakah ada cloasma gravidarum.


Dada : payudara (hiperpigmentasi, kolostrum,

puting datar / masuk / menonjol, payudara

membesar).

Abdomen : apakah perut membuncit adakah

striae livid, striae albican atau tidak, apakah

ada linea nigra/tidak.

Genetalia : adakah lendir dan darah.

2) Palpasi

Leopold I : untuk menentukan tinggi fundus

uteri dan bagian janin yang ada dibagian

fundus.

Leopold II : untuk menentukan bagian janin

yang ada di kiri atau kanan perutibu.


Leopold III : untuk menentukan bagian terbawah janin.

Leopold IV : untuk menentukan apakah

bagian terbawah sudah masukpanggul atau

belum (tangan divergen atau konvergen).

His : frekuensi his,

lamanya / durasi,

kekuatannya. TFU :

menurut Mc.Donald

(Menentukan TBJ).

3) Auskultasi : DJJ janin ada atau tidak (dihitung dalam waktu

1 menit).

4) Pemeriksaan dalam (VT)

Dikaji untuk menentukan pembukaan,

penipisan serviks, ketuban sudah pecah atau

belum, bagian bawah / (presentasi apa ),

turunnya bagian bawah, POD.

d. Pemeriksaan penunjang
Dikaji apakah dilakukan pemeriksaan laboratorium seperti

Darah rutin

Langkah II : Interpretasi data untuk

identifikasi diagnosa atau masalah Pada

langkah interpretasi data dilakukan analisa

mengenai data yang telah diperoleh pada

pengkajian langkah I, diinterpretasikan secara

akurat dan logis menjadi suatu diagnosa

kebidanan dan masalah. Interpretasi data

ini meliputi :

a. Diagnosa kebidanan

Gravida, para, abortus, umur klien, umur

kehamilan, jumlah janin tunggal atau ganda,

keadaan janin hidup atau mati, intra uteri atau

ekstra uteri, letak janin membujur atau

melintang, punggung kiri atau kanan,

presentasi kepala
atau bokong, bagian terbawah sudah masuk

pintu atas panggul atau belum.Inpartu kala I.

Dasar:

1) Pernyataan ibu tentang hamil ke berapa,

pernah melahirkan berapa kali, apakah

pernah mengalami keguguran atau tidak.

2) HPHT

3) TTV

4) Pemeriksaan Leopold I – IV.

5) Auskultasi.

6) Pemeriksaan dalam.

7) Pemeriksaan penunjang.

b. Diagnosa kebidanan
Gravida, para, abortus, umur klien, umur

kehamilan, jumlah janin tunggal atau ganda,

keadaan janin hidup atau mati, intra uteri atau

ektra uteri, letak janin membujur atau

melintang, punggung kiri atau kanan,

presentasi kepala atau bokong, bagian

terbawah sudah masuk pintu atas panggul

atau belum.Inpartu kala II.

Dasar: Tanda dan gejala kala II, pembukaan lengkap.

c. Diagnosa kebidanan

Para, abortus, inpartu kala III

Dasar: Bayi telah lahir, nampak tali pusat di vulva.


d. D

p
a

Dasar : Plasenta telah lahir, tinggi fundus uteri setinggi

pusat.

e. Masalah

Hal-hal yang berkaitan dengan kondisi yang

tidak dapat dituangkan dalam diagnosa, tetapi

memerlukan pemecahan pada asuhan

kebidanan ibu bersalin dengan persalinan

normal, dan keluhan-keluhan atau gangguan

yang dirasakan pasien dalam persalinannya,

misal, pasien merasa cemas dan takut.

Dasar : Berdasarkan tanggapan ibu terhadap proses


persalinannya.

Langkah III : Mengidentifikasi diagnosa

atau masalah potensial dan mengantisipasi

penanganannya

Pada langkah ini diagnosa atau masalah

potensial didasarkan pada rangkaian masalah

atau diagnosa yang sudah diidentifikasi. Pada

kasus persalinan normal ini diagnosa

potensial tidak muncul.

Langkah IV: Menetapkan kebutuhan

tindakan segera untuk melakukan

konsultasi, kolaborasi dengan tenaga

kesehatan lain berdasarkan kondisi klien

Pada langkah ini perlu diambil tindakan

segera untuk mengantisipasi diagnosa

potensial yang berkembang lebih lanjut dan

menimbulkan komplikasi, sehingga dapat

segera dilakukan tindakan yang sesuai

dengan
diagnosa potensial yang muncul seperti

melakukan kolaborasi atau konsultasi dengan

dokter spesialis kandungan sesuai dengan

kondisi pasien. Pada kasus persalinan normal

tidak dilakukan kolaborasi dengan dokter

spesialis kandungan.

Langkah V : Menyusun rencana asuhan secara

menyeluruh

Merencanakan asuhan yang menyeluruh,

tidak hanya meliputi apa yang sudah

teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap

masalah yang berkaitan tetapi juga dari

kerangka pedoman antisipasi terhadap apa

yang akan terjadi.

Perencanaan pada persalinan normal dapat berupa:

Pada kala I

1. Beri informasi kepada pasien dan keluarga


tentang persalinannya dan rencana tentang

inisiasi menyusu dini.

2. Berikan informed consent.

3. Beri dukungan mental pada ibu dalam menghadapi

persalinannya.

4. Pantau dengan partograf.

5. Lakukan pengawasan.

6. Beri informasi mengenai tindakan yang akan dilakukan.

7. Siapkan perlengkapan, bahan-bahan dan

obat-obatan essensial untuk asuhan

persalinan kelahiran dan bayi baru lahir serta

persiapan inisiasi menyusu dini (IMD).


8. Siapkan pertolongan persalinan normal.

9. Pastikan pembukaan lengkap dan keadaan janin baik.

Pada kala II.

1. Siapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses pimpinan

meneran.

2. Siapkan pertolongan kelahiran bayi.

3. Tolong kelahiran bayi.

Pada kala III

1. Tangani keadaan bayi baru lahir dan

pelaksanaan inisiasi menyusu dini(IMD).

2. Penatalaksanaan aktif persalinan kala tiga.

3. Nilai perdarahan yang terjadi.


4. Lakukan prosedur pasca persalinan.

Pada kala IV

1. Lakukan evaluasi dalam 2 jam pertama pasca persalinan.

2. Lakukan dekontaminasi pada semua peralatan yang sudah

dipakai.

3. Lengkapi partograf untuk dokumentasi.

Langkah VI : Pelaksanaan langsung

asuhan dengan efisien dan aman Pada

langkah ini asuhan yang telah direncanakan

secara menyeluruh pada langkah V

dilaksanakan secara efisien dan aman.

Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya

oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien , atau

tenaga kesehatan yang lain. Dalam

pelaksanaan asuhan pada ibu bersalin


normal dan Inisiasi Menyusu Dini atau (IMD)

bisa dilaksanakan seluruhnyaoleh bidan.

Langkah VII : Evaluasi

Pada langkah ini evaluasi dilakukan untuk

mengetahui apakah pada perencanaan benar-

benar dilaksanakan sesuai dengan

kebutuhan. Evaluasi ini merupakan langkah

terakhir dari manajemen kebidanan. Pada

langkah ini dilakukan evaluasi tentang

informasi yang diberikan sesuai dengan

masalahnya, hasil yang diharapkan adalah:

1. Mental ibu dalam kondisi stabil, dan proses

persalinannya berjalan denganlancar.

2. Bayi dapat lahir spontan dan normal,

pelaksanaan inisiasi menyusu dini (IMD)

dapat berjalan dengan lancar.

3. Tidak terdapat komplikasi atau

kegawatdaruratan, dan setelah persalinan

bayinya mau menetek.


4. NIFAS

a. Konep Masa Nifas

Masa nifas (Post Partum) adalah masa dimulai setelah

kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat kandungan

kembali semula seperti sebelum hamil, yang berlangsung

selam 6 minggu atau 42 hari. Selama mas pemulihan

tersebut berlangsung, ibu akan mengalami banyak

perubahan fisik yang bersifat fisiologis dan banyak

perubahan fisik yang bersifat fisiologis dan banyak

memebrikan ketidak nyamanan pada awal postpartum,

yang tidak menurup kemungkinan untuk menjadi patologis

bila tidak diikuti dengan perawatan yang baik (Yuliana dan

Hakim, 2020).

b. Tahapan Masa Nifas

Menurut Wulandari (2020) ada beberapa tahapan yang di

alami oleh wanita selama masa nifas, yaitu sebagai berikut

a) Immediate puerperiu, yaitu waktu 0-24 jam setelah

melahirkan ibu telah diperbolehkan berdiri atau jalan-

jalan

b) Early puerperium, yaitu waktu 1-7 hari pemulihan

setelah melahirkan, pemuihan menyekuruh alat-alat


reproduksi berlangsung selama 6 minggu.

c) Later puerperium, yaitu waktu 1-6 minggu setelah

melahirkan, inilah waktu yang diperlukan oleh ibu untuk

pulih dan sehat sempurna. Waktu sehat bisa berminggi-

minggu, bulan dan tahun

c. Proses Adaptasi Psikologis Masa Nifas

Berikut ini 3 tahap penyusaian psikologis ibu dalam masa

post partum

Menurut Sutanto (2019) :

a. Fase Talking In (setelah melahirkan sampai hari ke dua)

1) Perasaan ibu berfokus pada dirinya

2) Ibu masig pasif dan tergangtung pada orang lain

3) Perhatian ibu tertuju pada kekhawatiran perubahan

tubuhnya

4) Ibu akan mengulangu pengalaman-pengalaman

waktu melahirkan

5) Memerlukan ketenangan dalam tidur untuk

mengembalikan kadaan tubuh ke kondisi normal

6) Nafsy makan ibu biasanya bertambah sehingga

memub utuhkan peningktan nutrisi

7) Kurangnya nafsu makan menandakan proses

pengembalian kondisi tubuh tidak berlangsung

normal
8) Gangguan psikologis yang mungkin dirasakan ibu

pada fase ini adalah sebagai berikut :

b. Fase Talking Hold (hari ke-3 sampai 10)

1) Ibu merasa khawatir aan ketidakmampuan merawat

bayi, muncul perasan sedih (baby blues)

2) Ibu memperhatikan kemampuan menjadi orang tua

dan meningkatkan tanggung jawab akan bayinya

3) Ibu memfokuskan perhatian pada pengontrolan

fungsi tubuh, BAK, BAB dan daya tahan tubuh

4) Ibu berusaha untuk menguasai keterampilan

mearwat bayi sperti menggendong, emnyusui,

emamndikan, dan mengganti popok

5) Ibu cenderung terbuka menerima nasehat bidan dan

kritikan pribadi,

6) Kemungkina ibu mengalai deprsei postpartum

karena merasa tidak mampu membserkan bayinya

7) Wanita pada masa ini sangat sensitif akan

ketidakmampuanya, cepat tersingung, dan

cenderung menganggap pemeberi tahuan bidan

sebagai teguran. Dianjurkan untuk berhati-hati

dalam bekomunikasi dengan wanita ini dan perlu

mamberi support

c. Fase Letting GI (hari ke-10 sampai akhir masa nifas)


1) Ibu merasa percaya diri untuknmerawat dirinya dna

bayinya. Setelah ibu pulang ke rumah dan

dipengaruhi oleh dukungan serta perhatian keluarga

2) Ibu sudah mengambil tanggung jawab dalam

merawat bayi dan memahami kebutuhan bayi

d. Perubahan Fisiologis Masa Nifas

Sistem tubuh ibu akan kembali beradaptasi untuk

menyesuaikan dengan kondisi post partum. Organ-

organ tubuh ibu yang mengalami perubahan setelah

melahirkan antara lain Risa dan Rika (2014) :

1) Uterus involusi merupakan suatu proses kembalinya

uterus pada kondisi sebelum hamil, perubahan ini

dapat dikethui dengan melakukan pemeriksaan

palpasi untuk meraba dimana Tinggi Fundus Uteri

(TFU)
Tabel 1

Perubahan Uterus

Waktu TFU Berat Uterus

Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gr

Uri lahir 2 jari dibawah pusat 750 gr

1 minggu ½ pst symps 500 gr

2 minggu Tidak teraba 350 gr

6 minggu Bertambah kecil 50 gr

8 minggu Normal 30 gr

2) Lokhea adaah eskresi cairan rahim selama mas

nifas. Lockhea berbau amin atau anyir dengan

volume yang berbeda-beda pada setiap wanita.

Lokhea yang berbau tidak sedap menandakan

adanya infeksi. Lokhea mempunyai perubahan

warna dsn volume karena adanya proses involusi

Lokhea dibedakan menjadi 4 jenis bedasarkan

warna dan waktu keluarnya :

a) Lokhea rubra, lokhea ini keluar pada hari pertama

sampai hari ke- 4 masa post partum. Cairan yang

keluar bwarna merah karena terisi darah segara,

jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahik, lemak

bayi, lanugo (rambut bayi), dan mekonium.


b) Lokhea sanguinolenta, lokhea ini bwarna merah

kecoklatan dan berlendir, serta berlangsung dari

hari ke- 4 sampai hari ke- 7

c) Lokhea serosa, lokhea ini bewarna kuning

kecoklatan karena mengandung serum, leukosit,

dan robekan atau laserasi plasenta. Keluar pada

hari ke-7 sampai ke-14

d) Lokhea alba, lokhea ini mengandung leukosit, sel

desidua, sel epitel, selaput lendur serviks, dan

serabut jaringan yang mati. Lokhea yang

menetap pada awal periode post partum

menunjukan adanya tanda-tanda perdarahan

sekunder yang mungkin berlanjut dapat

menendakan adnya endometritis, terutama bila

disertai dengan nyeri pada abdomen dan

demam. Bila terjadi infeksi, akan keluar cairan

nanah berbau busuk yang disebut dengan

“lokhea purulenta”. Pengeluaran lokhea yang

tidak lanacar disebut “lokhea statis”

3) Perubahan Vagina Vulva

Vagina mengalami penekanan, serta peragangan yang

sangat besar selama proses melahirkan bayi. Dalam

beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua


organ ini tetap dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu

secara berangsur-angsur akan muncul kembali,

sementara labia menjadi lebih mennonjol

4) Perubahan Perineum

Segera setelah melahirkan, perineum menjadi

kendur karena sebelumnya teregang oleh tekanan

bayi yang bergerak maju. Pada post partum hari ke-

5, perinium sudah mendapatkan kembali sabgaian

tonusnya, sekalipun tetap lebih kendur daripada

keadaan sebelum hamil

5) Perubahan Sistem Pencernaan

Biasanya ibu mengalami konstipasi setelah

persalinan. Hal ini disebabkan karena pada waktu

melahirkan alat pencernaan mendapat tekanan yang

menyebabkan kolon menjadi kosong pengeluaran

cairan yang berlebihan pada waktu persalinan,

kurangnya asupan makan, hemoroid dan kurangnya

aktivitas tubuh

6) Perubahan Sistem Perkemihan

Setalah proses persalinan berlangsung biasanya ibu

akan sulit untuk buang air kecil dalam 24 jam

pertama. Penyebab dari keadaan ini adlah terdapat

spasme sfinkter dan edema leher kandung kemih


setelah mengalami kompresi (tekanan) antara

kepala janin dan tulang pubis selama persalinan

berlangsung. Kadar hormon estrogen yang bersifat

menahan air akan menghalami penurunan yang

mencolok. Keadaan tersebut disebut “diuresis”.

7) Perubahan Sistem Muskuloskeletal

Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus,

pembuluh darah yang berada di antara anyaman

otot-otot uterus akan terjepit sehingga akan

menghentikan peradarahan. Ligamen-ligamen ,

diafragma pelvis, serta fasia yang meregang pada

waktu persalinan, secara berangsur-angsur menjadi

ciut dan pulih kembali. Stabilisasi secara sempurna

terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan.

8) Perubahan Sistem Kardiovaskuler

Setelah persalinan, shunt akan hilang tiba-tiba.

Volume darah bertambah, sehingga akan

menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita

vitum cordia. Hal ini dapat diatasi dengan

mekanisme kompensasi dengan timbulnya

hemokonsentrasi sehingga vlomue darah kembali

seperti sediakala. Pada umunya, hal ini terjadi pada

hari ketiga sampai kelima postpartum


9) Perubahan Tnda-tanda Vital

Pada masa nifas tanda-tanda vital harus dikaji antara

lain :

a) Suhu badan dalam 1 hari (24 jam) post partum

suhu badan akan naik sedikit (37,50 – 38◦ C)

akibat dari kerja keras waktu melahirkan,

kehilangan cairan dan kelelahan. Apabila dalam

keadaan normal, suhu badan akan menjadi

biasa. Biasanya pada hari ketiga suhu badan naik

lagi karean ada pembentukan Air Susu Ibu (ASI).

Bila suhu tidak turun, keungkinan adanya infeksi

pada endometrium

b) Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80

x/menit, denyut sehabis melahirkan biasanya

akan lebih cepat. Denyut nadi yang melebihi

100x/ menit harus waspada kemungkinan

dehidrasi, infeksi atau perdarahan post partum

c) Tekanan darah

Tekanan darah biasanya tidak berubah,

kemungkiinan tekana darah akan lebih rendah

setelah ibu melahirkan karena perdarahan,

Tekanan darah tinggi pada saatv post partum

menandakan terjadinya preeklampsi post partum


d) Pernafasan

Keadaan pernafasan selalu berhubungan

dengan keadaan suhu dan denyut nadi, bila suhu

nadi tidak normal, pernafasan juga akan

mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan

khusus pada saluran nafas. Bila pernafasan pada

masa post partum menjadi lebih cepat,

kemungkinan ada tanda-tanda syok

e) Kebutuhan Masa Post Partum

(1) Nutrisi dan Cairan

Masalah nutrisi perlu mendapat perhatian

karena dengan nutrisi yang bauk dapat

mmpercepat penyembuhan ibu dan sangat

mempengaruhi susunan air susu kebutuhan

gizi imbang saat menyusui adalah sebagai

berikut :

1) Konsumsi tambahan kalori 500 kalori tiap

hari

2) Diet berimbang protein, mineral dan

vitamin

3) Minum sedikitnya 2 liter tiap hari (8+ gelas)

4) Fe/tablet tambah darah smapai 40 hari

pasca persalinan
5) Kapsul Vit A 200.000 unit

(2) Ambulansi

Ambulansi dini (early ambulation) adlah

kebijaksanaan agar secepatnya tenaga

kesehata mebimbing ibu post partum bagun

dari tempat tidur, membimbing secepat

mungkin untuk berjalan. Ibu post partum

sudah diperbolehkan bangun dari tempat

tidur dalam 24-48 jam postpartum. Hal ini

dilakukan bertahap. Ambulansi dini tidak

dibenarkan pada ibu post partum dengan

penyulit misalnya anemia, penyakit jantung

penyakit paru-paru, demam dan

sebagainya, Keuntungan dari ambulansi dini

1) Ibu merasa lebih sehat

2) Fungsi usus dan kandung kemih lebih baik

3) memungkinkan kita mengajarkan ibu

untuk merawat bayinya

4) Tidak ada pngaruh buruk terhadapa

proses pasca persalinan, tidak

memengaruhi penyembuhan luka, tidak

menyebabkan perdarahan, tidak


memperbesar kemungkinan propapsus

atau rertotexto uteri

(3) Eliminasi

Setelah 6 jam post partum diharapkan ibu

dpata berkemih jika kandungkemih penuh

atau lebih dari 8 jam belum berkemih

disarankan melakukan katerisasi. Hal-hal

yang menyebabkan kesulitan berkemih

(predlo urine) pada post partum :

Berkurangnya tekanan intra abdominal :

1) Otot-otot perut masih lemah

2) Edema dan uretra

3) Dinding kandung kemih kurang sensiti

4) Ibu post partum diharapkan bisa

defekasi atau buang air besar setelah

hati kedua post partum jika harti ketiga

belum delekasi bisa diberi bobat-obat

pencahar oral atau rektal

(4) Kebersihan diri

Pada masa postpartum seorang ibu sangat

rentan terhadap infeski. Oleh karean itu

kebersihan tubuh pakaian, tempat tidyr, dan

lingkungan sangat penting untuk tetap


terjaga. Langkah-langkah yang dilakukan

adalah sebagai berikut :

1) Anjurkan kebersihan seluruh tubuh

terutama perineum

2) Mengajarkan ibu cara memberikan

alat kelamin dengan sabun dan air

dari depan kebelakang

3) Sarankan ibu ganti pembalut

satidaknya dua klai sehari

4) Membersihkan tangan dengan

sabun dan air sebelum dan sesudah

memebrsihkan alat kelamin

5) Jika ibu mempunyai luka episiotomi

atau laserasi luka jahit pada alat

kelamin, menyarankan untuk tidak

menyentuh derah tersbut (Elizabeth

Siswi Walyani, 2017)

f) Tanda-tanda Bahaya Masa NIfas

1) Perdarahan hebat atau peningkatan

perdarahan secara tiba-tiba

(melebihi haid biasa atau jika

perdarahan tersebut mebasahi lebih

dari 2 pembalut saniter dalam waktu


setengah jam)

2) Pengeluaran cairan vagina dengan

bau busuk yang keras

3) Rasa nyeri di perut bagian bawah

atau punggung sakit kepala yang

terus menerus, nyeri epigastrium,

atau, masalah pengelihatan

4) Pembengkakan pada wajah dan

tangan. Demam muntah rasa sakit

sewaktu buang air seni, atau

merasa tidak enak badan,

peayudara yang memerah panas

dan atau sakit

5) Kehilangan selera makan untuk

waktu yang berkepanjagan, rasa

sakit warna mera, kelembutan atau

pembengkakan pada kaki

6) Merasa sangat sedih atau tidak

mampu mengurus diri sendiri atau

bayi

7) Merasa sangat letih atau bernafas

terengha-engah (WIlujenng dan

Hartati, 2018)
g) Infeksi Masa NIfas

Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup

semua peran dengan alat-alat genetalia dalam

mas nifas. Infeksi setelah persalinan disebabkan

oleh bakteri atau kuman. Infeksi masa nifas ini

menjadi penyebab tertinggi angka kematian ibu

(AKI) (Anik Maryunani, 2017).

(1) Tanda dan Gejaka Masa Nifas

Demam dalam nifas sebagian besar

disebabkan oleh infeksi nifas, Oleh karena

itu, dmam menjadi gejala yang penting

untuk diwaspadai apabila terjadi pada ibu

post partum. Demam pada masa nifas

sering disebut morbiditas nifas dan

merupakan indeks keajidan infeksi.

Morbiditas nifas ini di tandai dengan suhu

39C atau lebih yang terjadi selama 2 hari

berturut-turrt. Kenaikan suhu ini terjadi

sesudahn 24 jam postpartum dalam 10 hari

pertama masa nifas. Gambaran klinis

infeksi dapat berbentuk :

a) Infeksi lokal
Pembengkakan luka episotomi terjadi

penanahan, perubahan warna kulit,

pengeluaran okhea bercampur nanah,

mobilitasi terbatas karena rasa nyeri,

temperatur badan meningkat

b) Infeksi umum

Tampak sakit dan lemah tempratur

meningkat, tekanan darah menurun dan

nadi meningkat, pernapsan dapat

meningkat dan terasa sesak, kesadran

gelisah sampai menurun dan koma,

terjadi gangguan involusi uterus, lokhea

berbau dan bernanah kotor

c) Faktor penyebab infeksi

(1) Persalinan lama, khusunya dengan

kasua pecah ketubhan terlebih

dahulu

(2) Pecah ketuban sudah lama sebelum

persalinan

(3) Pemeriksaan bagina berulang-ulang

selama persalinan, khususnya untuk

kasus pecah ketuban

(4) Teknik aseptik tidak sempurna


(5) Tidak memperhatikan teknik cuci

tangan

(6) Manipulasi intrauteri (misal :

eksplorasi uteri, pengeluaran

plasenta manual)

(7) Trauma jaringan yang luas atau luka

terbuka seperti laseri yang tidak

diperbaiki

(8) Hematoma

(9) Hemorargia, khususnya jika

kehilangan darah lebih dari 1.000 ml

(10) Pelahiran operatif terutama

pelahiran melalui SC

(11) Retensi sisa plasenta atau

membran janin

(12) Perawatan perineum tidak

memadai

(13) Infeksi vagina atau serviks yang

tidak ditangani

b. Perawatan Ibu Nifas

1. Tujuan Perawatan Nifas

Dalam masa nifas ini, ibu memerlukan perawatan dan pengawasan

yang dilakukan selam ibu tinggal dirumah sakit maupun setelah keluar dari
rumah sakit

Adapun tujuan dari perawatan mas anifas adalah Sri Wahyuningsih (2019)

1) Mendetekdi adanya perdrahan nifas tujuan perawatn

masa nifas adalah untuk mendeteksi adanya

kemungkinan adanya perdarahan post partum, dan

infeksi, penolong persalinan harus waspada, sekurang-

kurangnya satu jam post partum untuk mengatasi

kemunginan terjadinya komplikasi persalinan. Umunya

wanita sangat lemah setelah melahirkan, lebih lebih bila

partus berlangsung lama

2) Menjaga kesehatan ibu dan bayi nya menjaga kesehatan

ibu dan bayinya baik fisik maupun psikologis harus

dibedarkan oleh penolong persalinan ibu dianjurkan untuk

menjaga kebersihan badan, mengajarkan ibu bersalin

bagaimana membersihkan dareha kelamin dengan sabun

air bersihkan daerah sekita vulva dahulu, dari depan ke

belakang dan baru sekitar anus. Sarankan ibu mencuci

tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesduahnya.

Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi

sarankan ibu untuk menghindarinya menyentuh daerha

luka

3) Melaksanakan Skirining secara komprehensif dengan


mendetekis maslah, mengoati dan merujuk bila terjad

komplikasi pada ibu maupun bayi. Bidan bertugas untuk

melakukan pengawasan kala IV yang meliputi

pemeriksaan plasenta, pengawasan TFU, pengawasan

PPV, pengawasan konsistensi rahum dan pengawasan

KU ibu. Bila ditemukan permasalahan maka segera

melakukan tindakan sesuai dengan standar pelayanan

[ada penatalkasanaan masa nifas

4) Memberikan pendidikan kesehatan diri memberika

pelayanan kesehatan tentang perawatan diri, nutrisi KB,

menyusui, pemberian imunisasi keoad bayinya dan

perawatan bayi sehar. Ibu post partum harus diberikan

pendidikan pentingnya diantara lain kebutuhan gizi ibu

menyusui

a) mengkonsumsi tambahan makanan 500 kalori

b) makan dengan diet seimbang unbtuk mendapatkan

protein, minberal dam vitamin yang cukup

c) minum sedikitnya 3 liter air setiap hati (anjurkan ib

untuk minum sebelum menyusui)

5) Memberikan pendidikan tentang laktasi dan perawatan

payudara

a) Menjaga payudara tetapo bersih dan kering

b) Menggunakan BH yang menyokong payudara


c) Apabila puting susu lecer, oleska kolostrum ASI yang

keluar pada sekita puting susu setiap kali selesai

menyusui tetap dilakuka mulai dari puting susu yang

tidak lecet

d) lakukan penghomopresa apabila bengkak dan

terjadinya bendungan

2.Kunjungan Masa Nifas

a. Kunjungan I (6-8 jam setelah persalinan)

Tujuan Kunjungan

1) Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri

2) Mendeteksi dan merawat penyebab lainperdarahan rujuk

jika perdarahan belanjut

3) Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota

keluarga bagaimana mencegah pedarahan masa nifas

karena atonia uteri

4) Pemberian ASI awal

Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir 6) Menjaga bayi

tetap sehat dengan cara mencegah hypotermi

b. Kunjungan II (6 hari setelah persalinan)

Tujuan kunjungan:
1) Memastikan involusi uterus berjalan normal yaitu uterus

berkontraksi, fundus di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan

abnormal, tidak ada bau

2) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan

abnormal

3) Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan, dan istirahat

4) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak memperlihatkan

tanda-tanda penyulit

5) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali

pusat menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari

c. Kunjungan III (2 minggu setelah persalinan)

Tujuan kunjungan:

1) Memastikan involusi uterus berjalan normal yaitu uterus

berkontraksi, fundus di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan

abnormal, tidak ada bau

2) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan

abnormal

3) Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan, dan istirahat


4) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak memperlihatkan

tanda-tanda penyulit

5) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali

pusat menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari

d. Kunjungan IV (6 minggu setelah persalinan)

Tujuan kunjungan:

a. Menanyakan pada ibu tentang penyulit - penyulit yang ia atau

bayi alam

b. Memberikan konseling untuk KB secara dini(Wahyuni, 2018)

5. Bayi Baru Lahir

a. Konsep BBL

Yang dimaksud dengan bayi baru lahir

normal adalah bayi yang lahir dalam

presentasi belakang kepala melalui vagina

tanpa memakai alat. Pada usia kehamilan

genap 37 minggu sampai dengan 42 minggu,

dengan berat badan 2500 - 4000 gram dan

tanpa cacat bawaan (Rukiyah, dkk. 2010).

Bayi baru lahir (neonatus) adalah bayi

yang berusia 0 - 28 hari (Kementerian


Kesehatan RI, 2010). Bayi baru lahir adalah

bayi berusia satu jam yang lahir pada usia

kehamilan 37- 42 minggu dan berat badannya

2.500 - 4000 gram (Dewi, 2010).

Neonatus ialah bayi yang mengalami

proses kelahiran dan harus menyesuaikan diri

dari kehidupan intra uterin ke kehidupan

ekstra uterin. Tiga faktor yang mempengaruhi

perubahan fungsi dan proses vital neonatus

yaitu maturasi, adaptasi dan toleransi. Empat

aspek transisi pada bayi barulahir yang paling

dramatic dan cepat berlangsung adalah pada

sistem pernafasan, sirkulasi, kemampuan

menghasilkan sumber glukosa (Rukiyah, dkk.

2010).

b. Ciri-ciri BBL

Bayi baru lahir normal mempunyai ciri-ciri

berat badanlahir 2500-4000 gram, umur

kehamilan 37-40 minggu, bayi segera

menangis, bergerak aktif,


kulit kemerahan, menghisap ASI dengan baik,

dan tidak ada cacat bawaan (Kementerian

Kesehatan RI, 2010).

Bayi baru lahir normal memiliki panjang

badan 48-52 cm, lingkar dada 30-38 cm,

lingkar lengan 11-12 cm, frekuensi denyut

jantung 120- 160x/menit, pernapasan 40-

60x/menit, lanugo tidak terlihat dan rambut

kepala tumbuh sempurna, kuku agak panjang

dan lemas, nilai APGAR >7, refleks-refleks

sudah terbentuk dengan baik (rooting,

sucking, morro, grasping), organ genitalia

pada bayi laki-laki testis sudah berada pada

skrotum dan penis berlubang, pada bayi

perempuan vagina dan uretra berlubang serta

adanya labia minora dan mayora, mekonium

sudah keluar dalam 24 jam pertama berwarna

hitam kecoklatan (Dewi, 2010).

c. Macam-macam refleks pada bayi


1) Refleks Moro

Jika bayi dikagetkan oleh suara keras,

gerakan mendadak atau seperti memeluk bila

ada rangsangan, cahaya atau posisi secara

mendadak, seluruh tubuhnya bereaksi dengan

gerakan kaget, yaitu gerakan mengayunkan /

merentangkan lengan dan kaki seolah ia akan

meraih sesuatu dan menariknya dengan cepat

kearah dada dengan posisi tubuh meringkuk

seperti berpegangan dengan erat, mendorong

kepala ke belakang, membuka mata dan

mungkin menangis. Terjadi pada usia 1-2

minggu dan akan menghilang ketika berusia 6

bulan.
2) Refleks Rooting

Jika seseorang mengusapkan sesuatu di pipi

bayi, ia akan memutar kepalake arah benda itu

dan membuka mulutnya. Reflex ini terus

berlangsung selama bayi menyusu.

3) Refleks Mengisap (Sucking)

Bayi akan melakukan gerakan menghisap

ketika anda menyentuhkan puting susu

keujung mulut bayi.

4) Refleks Swallowing

Muncul ketika benda-benda yang dimasukkan

kedalam mulut, seperti putingsusu ibu dan bayi

akan berusaha menghisap lalu menelan.

Proses menelan ini yang disebut reflex

swallowing. Reflex ini tidak akan hilang.

5) Refleks Berkedip (Refleks Corneal)


Bayi berkedip pada permunculan sinar yang

tiba-tiba atau pada pandel atau obyek kearah

kornea, harus menetap sepanjang hidup, jika

tidak ada maka menunjukkan adanya

kerusakan pada saraf cranial.

6) Refleks Pupil

Pupil kontriksi jika sinar terang diarahkan

padanya, reflex ini ada sepanjanghidup.

7) Refleks Glabela

Ketukan halus pada glabela (bagian dahi

antara 2 alis mata) menyebabkan mata

menutup dengan rapat.


8) Refleks Tonic Neck

Ketika kedua tangan bayi diangkat, bayi akan

berusaha mengangkat kepalanya. Jika bayi

baru lahir tidak mampu untuk melakukan posisi

ini, atau jika refleks ini terus menetap hingga

lewat usia 6 bulan, kemungkinan bayi

mengalami gangguan pada neuron motorik

atas. Berdasarkan penelitian, refleks tonic

neck merupakan suatu tanda awal koordinasi

mata dan kepalabayi yang akan menyiapkan

bayi untuk mencapai gerak sadar.

9) Refleks Palmar Grasping

Bayi baru lahir menggenggam atau merenggut

jari ibu jika ibu menyentuh telapak tangannya.

Genggaman tangan ini sangat kuat hingga ia

bisa menopang seluruh berat badan jika ibu

mengangkatnya dengan satu jari tergenggam

dalam setiap tangannya. Gerakan refleks ini


juga terdapat di telapak kaki yang melengkung

saat disentuh. Gerakan refleks ini hilang

setelah beberapa bulan. Ia harus belajar

menggenggam dengan sengaja. Menurun

setelah 10 hari dan biasanya menghilang

setelah 1 bulan. Untuk gerakan kaki berlanjut

hingga 8 bulan.

10) Refleks Babinski

Jari-jari mencengkeram / hyperekstensi ketika

bagian bawah kaki diusap, indikasi saraf

berkembang dengan normal. Hilang di usia 4

bulan.
11) Refleks Plantar (Plantar Grasp)

Muncul sejak lahir dan berlangsung hingga

sekitar satu tahun kelahiran. Refleks plantar ini

dapat diperiksa dengan menggosokkan

sesuatu di telapak kakinya, maka jari-jari

kakinya akan melekuk secara erat.

d. Klasifikasi neonatus

Bayi baru lahir atau neonatus di bagi dalam

beberapa kasifikasi menurutMarmi (2015) , yaitu :

1) Neonatus menurut masa gestasinya :

a) Kurang bulan (preterm infant) : < 259 hari (37 minggu).

b) Cukup bulan (term infant) : 259-294 hari (37-42 minggu).

c) Lebih bulan (postterm infant) : > 294 hari (42 minggu atau

lebih)
2) Neonatus menurut berat badan lahir :

a) Berat lahir rendah : < 2500 gram.

b) Berat lahir cukup : 2500 - 4000 gram.

c) Berat lahir lebih : > 4000 gram

3) Neonatus menurut berat lahir terhadap

masa gestasi (masa gestasi danukuran

berat lahir yang sesuai untuk masa

kehamilan) :

a) Nenonatus cukup / kurang / lebih bulan (NCB/NKB/NLB).

b) Sesuai / kecil / besar untuk masa kehamilan

(SMK/KMK/BMK).

e. Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir Normal

Semua bayi diperiksa segera setelah lahir

untuk mengetahui apakahtransisi dari

kehidupan intrauterine ke ekstra uterine

berjalan dengan lancar


dan tidak ada kelainan. Pemeriksaan medis

komprehensif dilakukan dalam24 jam pertama

kehidupan.

Pemeriksaan rutin pada bayi baru lahir

harus dilakukan, tujuannyauntuk mendeteksi

kelainan atau anomali kongenital yang muncul

pada setiap kelahiran dalam 10-20 per 1000

kelahiran, pengelolaan lebih lanjut dari setiap

kelainan yang terdeteksi pada saat antenatal,

mempertimbangkan masalah potensial terkait

riwayat kehamilanibu dan kelainan yang

diturunkan, dan memberikan promosi

kesehatan, terutama pencegahan terhadap

sudden infant deathsyndrome (SIDS)

(Lissauer, 2013).

Tujuan utama perawatan bayi segera

sesudah lahir adalah untuk membersihkan

jalan napas, memotong dan merawat

talipusat, mempertahankan suhu tubuh bayi,

identifikasi, dan pencegahan infeksi


(Saifuddin, 2010).

Asuhan bayi baru lahir meliputi :

1) Pencegahan Infeksi (PI).

2) Penilaian awal untuk memutuskan resusitasi pada bayi

Untuk menilai apakah bayi mengalami

asfiksia atau tidak dilakukan penilaian

sepintas setelah seluruh tubuh bayi lahir

dengan tiga pertanyaan :

a) Apakah kehamilan cukup bulan?

b) Apakah bayi menangis atau bernafas / tidak megap-

megapa?

c) Apakah tonus otot bayi baik / bayi bergerak aktif?


Jika ada jawaban “tidak” kemungkinan bayi

mengalami asfiksia sehingga harus segera

dilakukan resusitasi. Penghisapan lendir pada

jalan napas bayi tidak dilakukan secara rutin

(Kementerian Kesehatan RI, 2013).

3) Pemotongan dan perawatan tali pusat

Setelah penilaian sepintas dan tidak ada tanda

asfiksia pada bayi, dilakukanmanajemen bayi

baru lahir normal dengan mengeringkan bayi

mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh

lainnya kecuali bagian tangan tanpa

membersihkan verniks, kemudian bayi

diletakkan di atas dada atau perut ibu. Setelah

pemberian oksitosin pada ibu, lakukan

pemotongan tali pusat dengan satu tangan

melindungi perut bayi. Perawatan tali pusat

adalah dengan tidak membungkus tali pusat

atau mengoleskan cairan / bahan apa pun

pada tali pusat (Kementerian Kesehatan RI,


2013). Perawatan rutin untuk tali pusat adalah

selalu cuci tangan sebelum memegangnya,

menjaga tali pusat tetap kering dan terpapar

udara, membersihkan dengan air,menghindari

dengan alkohol karena menghambat

pelepasan tali pusat, dan melipat popok di

bawah umbilikus (Lissauer, 2013).

4) Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

Setelah bayi lahir dan tali pusat dipotong,

segera letakkan bayi tengkurap di dada ibu,

kulit bayi kontak dengan kulit ibu untuk

melaksanakan proses IMD selama 1 jam.

Biarkan bayi mencari, menemukan puting, dan

mulai menyusu. Sebagian besar bayi akan

berhasil melakukan IMD dalam waktu 60-90

menit, menyusu pertama biasanya

berlangsung pada menit ke 45-60


dan berlangsung selama 10 - 20 menit dan

bayi cukup menyusu dari satu payudara

(Kementerian Kesehatan RI, 2013). Jika bayi

belum menemukan puting ibu dalam waktu 1

jam, posisikan bayi lebih dekat dengan puting

ibu dan biarkan kontak kulit dengan kulit

selama 30-60 menit berikutnya. Jika bayi

masih belum melakukan IMD dalam waktu 2

jam, lanjutkan asuhan perawatan neonatal

esensial lainnya (menimbang, pemberian

vitamin K, salep mata, serta pemberian gelang

pengenal) kemudian dikembalikan lagikepada

ibu untuk belajar menyusu (Kementerian

Kesehatan RI, 2013).

5) Pencegahan kehilangan panas melalui tunda

mandi selama 6 jam, kontak kulit bayi dan ibu

serta menyelimuti kepala dan tubuh bayi

(Kementerian Kesehatan RI, 2013).

6) Pemberian salep mata / tetes mata


Pemberian salep atau tetes mata diberikan

untuk pencegahan infeksi mata.Beri bayi salep

atau tetes mata antibiotika profilaksis

(tetrasiklin 1%, oxytetrasiklin 1% atau

antibiotika lain). Pemberian salep atau tetes

mata harus tepat 1 jam setelah kelahiran.

Upaya pencegahan infeksi mata tidak efektif

jika diberikan lebih dari 1 jam setelah kelahiran

(Kementerian Kesehatan RI, 2013).

7) Pencegahan perdarahan melalui penyuntikan

vitamin K1 dosis tunggal di paha kiri

Semua bayi baru lahir harus diberi

penyuntikan vitamin K1 (Phytomenadione) 1

mg intramuskuler di paha kiri, untuk

mencegah
perdarahan BBL akibat defisiensi vitamin yang

dapat dialami oleh sebagian bayi baru lahir

(Kementerian Kesehatan RI, 2010).

Pemberian vitamin K sebagai profilaksis

melawan hemorragic disease of the newborn

dapat diberikan dalam suntikan yang

memberikan pencegahan lebih terpercaya,

atau secara oral yang membutuhkan

beberapa dosis untuk mengatasi absorbsi

yang bervariasi dan proteksi yang kurang pasti

pada bayi (Lissauer, 2013). Vitamin K dapat

diberikan dalam waktu 6 jam setelah lahir

(Lowry, 2014).

8) Pemberian imunisasi Hepatitis B (HB 0) dosis

tunggal di paha kanan Imunisasi Hepatitis B

diberikan 1-2 jam di paha kanan setelah

penyuntikanvitamin K1 yang bertujuan untuk

mencegah penularan Hepatitis B melaluijalur

ibu ke bayi yang dapat menimbulkan

kerusakan hati (KementerianKesehatan RI,


2010).

9) Pemeriksaan Bayi Baru Lahir (BBL)

Pemeriksaan BBL bertujuan untuk

mengetahui sedini mungkin kelainan pada

bayi. Bayi yang lahir di fasilitas kesehatan

dianjurkan tetap berada di fasilitas tersebut

selama 24 jam karena risiko terbesar kematian

BBL terjadi pada 24 jam pertama kehidupan.

saat kunjungan tindak lanjut (KN) yaitu 1 kali

pada umur 1-3 hari, 1 kali pada umur 4-7 hari

dan 1 kali pada umur 8- 28 hari (Kementerian

Kesehatan RI, 2010).


10) Pemberian ASI eksklusif

ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan

minuman tambahan lain pada bayi berusia 0-6 bulan dan

jika memungkinkan dilanjutkan dengan pemberian ASI dan

makanan pendamping sampai usia2 tahun. Pemberian ASI

ekslusif mempunyai dasar hukum yang diatur dalam SK

Menkes Nomor 450/Menkes/SK/IV/2004 tentang

pemberian ASI Eksklusif pada bayi 0-6 bulan. Setiap bayi

mempunyai hak untuk dipenuhi kebutuhan dasarnya seperti

Inisiasi Menyusu Dini (IMD), ASI Ekslusif, dan imunisasi

serta pengamanan dan perlindungan bayi baru lahir dari

upaya penculikan dan perdagangan bayi.

f. Kunjungan Pada Bayi Baru Lahir

Kunjungan neonatus adalah pelayanan kesehatan kepada

neonatus sedikitnya 3 kali yaitu kunjungan neonatal I (KN1)

pada 6 jam sampai dengan 48 jam setelah lahir, kunjungan

neonatal II (KN2) pada hari ke 3 s/d 7 hari, kunjungan

neonatal III (KN3) pada hari ke 8 – 28 hari. Pelayanan


kesehatan diberikan oleh dokter/bidan/perawat, dapat

dilaksanakan di puskesmas atau melalui kunjungan rumah.

Pelayanan yang diberikan mengacu pada pedoman

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) pada algoritma

bayi muda (Manajemen Terpadu Bayi Muda/MTBM)

termasuk ASI ekslusif, pencegahan infeksi berupa

perawatan mata, perawatan talipusat, penyuntikan vitamin

K1 dan imunisasi HB-0 diberikan pada saat kunjungan


rumah sampai bayi berumur 7 hari (bila tidak diberikan

pada saat lahir) (Kemenkes RI, 2010).

Pelayanan kesehatan neonatal adalah pelayanan

kesehatan neonatal dasar (ASI eksklusif, pencegahan

infeksi berupa perawatan mata, tali pusat, pemberian

vitamin K1 injeksi bila tidak diberikan pada saat lahir,

pemberian imunisasi hepatitis B1 apabila tidak diberikan

pada saat lahir dan manajemen terpadu bayi muda).

Neonatus adalah bayi berumur 0-28 hari (Depkes Jateng,

2010).

Berdasarkan Profil Kesehatan Jateng 2011, kunjungan

neonatal menurut Permenkes 741/ Th. 2008 tentang

Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan (SPM-BK),

KN dibagi menjadi 3 yaitu :

Kunjungan Neonatal ke satu (KN1)

Adalah kunjungan neonatal pertama kali yaitu pada hari

pertama sampai hari kedua.

Kunjungan Neonatal ke dua (KN2)


Adalah kunjungan neonatal yang kedua kalinya yaitu pada

hari kedua sampai hari ke tujuh.

Kunjungan Neonatal ke tiga (KN3)

Adalah kunjungan neonatal yang ketiga kalinya yaitu pada

hari ke tujuh sampai hari ke dua puluh delapan.


Imunisasi Dasar

Pengertian Imunisasi Dasar

Imunisasi merupakan pemberian kekebelan tubuh

terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu

kedalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang

sedang mewabah atau berbahaya (Lisnawati, 2011).

Tujuan Imunisasi

Memberikan kekebalan terhadap penyakit yang dapat

dicegah dengan iminisasi yaitu Polio, Campak, Difteri,

Pertusis, Tetanus, TBC dan Hepatitis B (Depkes, 2014).

Dari tujuan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan

pemberian imunisasi adalah memberikan kekebalan pada

bayi dan anak dengan maksud menurunkan kematian dan

kesakitan serta mencegah akibat buruk lebih lanjut dari

penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

Sasaran Program Imunisasi


Sasaran program imunisasi yang meliputi sebagai berikut :

Mencakup bayi usia 0-1 tahun untuk mendapatkan

vaksinasi BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis-B.

Mencakup ibu hamil dan wanita usia subur dan calon

pengantin (catin) untuk mendapatkan imunisasi TT.

Mencakup anak-anak SD (Sekolah Dasar) kelas 1, untuk

mendapatkan imunisasi DPT.


Mencakup anak-anak SD (Sekolah Dasar) kelas II s/d kelas

VI untuk mendapatkan imunisasi TT (dimulai tahun 2001

s/d tahun 2003), anak-anak SD kelas II dan kelas III

mendapatkan vaksinasi TT (Depkes RI, 2014).

Manfaat Imunisasi

Pemberian imunisasi memberikan manfaat sebagai berikut

Untuk anak, bermanfaat mencegah penderitaan yang

disebabkan oleh penyakit menular yang sering berjangkit.

Untuk keluarga, bermanfaat menghilangkan kecemasan

serta biaya pengobatan jika anak sakit.

Untuk negara, bermanfaat memperbaiki derajat kesehatan,

menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk

melanjutkan pembangunan negara (Depkes RI, 2014).

Jenis Imunisasi

Imunisasi Aktif
Imunisasi aktif adalah tubuh anak sendiri membuat zat anti

yang akan bertahan selama bertahun-tahun (A.H Markum,

2012).

Adapun tipe vaksin yang dibuat “hidup dan mati”. Vaksin

yang hidup mengandung bakteri atau virus (germ) yang

tidak berbahaya, tetapi dapat menginfeksi tubuh dan

merangsang pembentukan antibodi. Vaksin yang mati

dibuat dari bakteri atau virus, atau dari bahan toksit yang

dihasilkannya yang dibuat tidak berbahaya dan disebut

toxoid. (A.H Markum, 2012). Imunisasi dasar yang dapat

diberikan kepada anak adalah :


BCG, untuk mencegah penyakit TBC.

DPT, untuk mencegah penyakit-penyakit difteri, pertusis

dan tetanus.

Polio, untuk mencegah penyakit poliomilitis.

Campak, untuk mencegah penyakit campak (measles).

Hepatitis B, untuk mencegah penyakit hepatitis.

Imunisasi Pasif

Imunisasi pasif adalah pemberian antibodi kepada resipien,

dimaksudkan untuk memberikan imunitas secara langsung

tanpa harus memproduksi sendiri zat aktif tersebut untuk

kekebalan tubuhnya. Antibodi yang diberikan ditujukan

untuk upaya pencegahan atau pengobatan terhadap

infeksi, baik untuk infeksi bakteri maupun virus (Satgas

IDAI, 2014).
Imunisasi pasif dapat terjadi secara alami saat ibu hamil

memberikan antibodi tertentu ke janinnya melalui plasenta,

terjadi di akhir trimester pertama kehamilan dan jenis

antibodi yang ditransfer melalui plasenta adalah

immunoglobulin G (LgG). Transfer imunitas alami dapat

terjadi dari ibu ke bayi melalui kolostrum (ASI), jenis yang

ditransfer adalah immunoglobulin A (LgA). Sedangkan

transfer imunitas pasif secara didapat terjadi saat

seseorang menerima plasma atau serum yang

mengandung antibodi tertentu untuk menunjang kekebalan

tubuhnya.

Kekebalan yang diperoleh dengan imunisasi pasif tidak

berlangsung lama, sebab kadar zat-zat anti yang

meningkat dalam tubuh anak bukan


sebagai hasil produksi tubuh sendiri, melainkan secara

pasif diperoleh karena pemberian dari luar tubuh. Salah

satu contoh imunisasi pasif adalah Inmunoglobulin yang

dapat mencegah anak dari penyakit campak (measles)

(AH, Markum, 2012).

Jenis-Jenis Vaksin Imunisasi Dasar Dalam Program

Imunisasi

Vaksin BCG (Bacillius Calmette Guerine)

Diberikan pada umur sebelum 3 bulan. Namun untuk

mencapai cakupan yang lebih luas, Departemen

Kesehatan Menganjurkan pemberian BCG pada umur

antara 0-12 bulan.

Hepatitis B

Diberikan segera setelah lahir, mengingat vaksinasi

hepatitis B merupakan upaya pencegahan yang sangat

efektif untuk memutuskan rantai penularan melalui

transmisi maternal dari ibu pada bayinya.


DPT (Dhifteri Pertusis Tetanus)

Diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan ( DPT tidak boleh

diberikan sebelum umur 6 minggu ) dengan interval 4-8

minggu.

Polio

Diberikan segera setelah lahir sesuai pedoman program

pengembangan imunisasi (PPI) sebagai tambahan untuk

mendapatkan cakupan yang tinggi.


Campak, Rutin dianjurkan dalam satu dosis 0,5 ml secara

sub-kutan dalam, pada umur 9 bulan.

Jadwal Pemberian Imunisasi

1) Tanda Bahaya Pada Bayi Baru Lahir

Tanda-tanda bahaya pada bayi baru lahir harus

diwaspadai, dideteksi lebih dini untuk segera dilakukan

penanganan agar tidak mengancam nyawa bayi. Tanda-

tanda bahaya bayi baru lahir yang harus diwaspadai yaitu :

Pernafasan sulit atau lebih dari 60 kali permenit.

a) Terlalu panas > 38oC atau terlalu dingin < 36,5oC.

b) Warna kulit atau bibir biru pucat.

c) Memar atau sangat kuning.

d) Hisapan lemah.

e) Mengantuk berlebihan.

f) Banyak muntah.

g) Tali pusat terlihat merah, bengkak, keluar cairan (nanah),

bau busuk.

h) Pernafasan sulit.

i) Tidak berkemih dalam 24 jam.

j) Tinja lembek, sering, hijau tua, ada lendir atau darah padda
tinja

k) Aktivitas menggigil atau menangis tidak biasa.

l) Sangat mudah tersinggung.

Lemas, terlalu mengantuk, lunglai, kejang, tidak bisa

tenang. Menangis terus menerus (Muslihatun, 2010).


i. Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir

Langkah I : Pengumpulan data dasar

Identitas bayi baru lahir (BBL), nama orang tua, alamat ,

no. telepon.

Tanggal dan waktu dilahirkan.

Tempat dan penolong persalinan, BPS, RS, Oleh bidan

atau dokter.

Riwayat cara dilahirkan.

Jenis kelamin, BB, PB, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar

perut, lingkar lengan atas.

Nilai 0 detik, Yaitu penilaian :

Tangisan bayi

Tonus otot
Warna kulit

Maturitas fisik

KU dan TTV

Nilai refleks :

Babinski : Mengektensikan jari -jari telapak kaki diusap

Gallant : Melengkungkan badan kearah sisi yang

distimulasi ketika dilakukan pengusapan di sepanjang

tulang belakang.

Moro : Ektensi tangan tiba-tiba kearah luar dan

kembali ke garis tangan ketika bayi terkejut.

Palmar : Menggenggam obyek ketika tangan disentuh.

Parasut : Ektensi lengan dan tungkai kearah depan

ketika bayi
ditahan pada posisi telungkup.

Palacing : Usaha untuk mengangkat dan meletakkan

kaki ketika kaki disentuh dibagian atasnya.

Plantar : Fleksi jari-jari kaki kearah dalam ketika tumit

telapak kaki diusap.

Righting : Berusaha menahan kepala ketika pada posisi

tegak.

Rooting : Memiringkan kepala kearah pipi yang diberi

stimulus sentuhan.

Menghisap : Menghisap obyek yang dimasukkan kedalam

mulut.

Berenang : Menirukan gerak berenang ketika ditahan

pada posisi horizontal didalam air.

Berjalan : Membuat gerakan melangkah ketika

digendong pada posisi tegak dengan kaki menyentuh

permukaan.

Kematangan neoromuskular.
Langkah II Interprestasi data.

Neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan

Langkah III Mengindentifikasi diagnosa atau masalah

potensial

Hipotermi

Aspiksia

Infeksi

Hiperbilirubin
Langkah IV Menentukan tindakan segera atau kolaboratif.

Rangsangan taktil.

Pemberian Oxygen.

Perawatan di bkuelight.

Pemeriksaan di laboraturium

Langkah V Menyusun rencana asuhan menyeluruh

Pemotongan dan perawatan tali pusat.

Mencegah infeksi.

Penilaian awal.

Pencegahan kehilangan panas.


Pemberian ASI secara dini.

Pemberian salep mata dan vitamin K.

Langkah VI Pelaksanana asuhan

Sesuai dengan langkah V dalam penyusunan

rencanaasuhan.

Langkah VII Evaluasi.

Tali pusat dalam keadaan baik, terawat.

Tidak ada tanda-tanda infeksi.

Penilaian awal bayi dalam keadaan normal.

Tidak terjadi hypotermi.

Bayi dapat menyusu dengan baik.


Keluarga Berencana (KB)

Definisi KB

Keluarga berencana merupakan usaha untuk mengukur

jumlah anak dan jarak kelahiran anak yang diinginkan.

Maka dari itu, pemerintah merencanakan program atau

cara untuk mencegah dan menunda kehamilan

(Sulistyawati, 2013).

Tujuan Program KB

Tujuan dilaksanakan program KB yaitu untuk membentuk

keluarga kecil sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi

suatu keluarga dengan cara pengaturan kelahiran anak

agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang

dapat memenuhi kebutuhan hidupnya (Sulistyawati, 2013).

Meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan ibu dan anak-

anak maupun keluarga serta bangsa secara menyeluruh.

Tujuan lain adalah untuk meningkatkan kondisi kehidupan

masyarakat dengan mengurangi angka kelahiran sehingga

pertumbuhan penduduk tidak melebihi kapasitas produksi.


Adapun beberapa tujuan lain dari KB adalah sebagai

berikut:

Tujuan demografi yaiu mencegah terjainya ledakan

penduduk dengan menekan laju pertumbuhan penduduk (

LLP).

Mengatur kehamilan dengan menunda perkawinan,

menunda kehamilan anak pertama, dan menjarangkan

kehamilan setelah kelahian anak pertama serta

menghentikan kehamilan bila dirasakan anak telah cuku.


Mengobati kemandulan atau infertilitas bagi pasangan

yang telah menikah lebih dari satu tahun tetapi belum juga

mempunyai keturunan, hal ini memungkinkan untuk

tercapainya keluarga bahagia.

Married Conseling atau nasehat perkawinan bagi remaja

atau pasangan yang akan menikah dengan harapan bahwa

pasangan akan mempunyai pengetahuan dan pemahaman

yang cukup tinggi dalam membentuk keluarga yang

bahagia dan berkualitas.

Tujuan akhir KB adalah tercapainya NKKBS (Normal

Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera) dan membentuk

keluarga berkualitas, keluarga berkualitas artinya suatu

keluarga yang harmonis, sehat, tercukupi sandang, pangan

papan, pendidikan, dan produktif dari segi ekonomi

(Maryanto, 2014).

Ruang Lingkup Program KB

Ruang lingkup program KB secara umum adalah sebagai

berikut :

1) Keluarga berencana.

2) Kesehatan reproduksi remaja


3) Ketahanan dan pemberdayaan keluarga.

4) Penguatan pelembagaan keluarga kecil berkualitas.

5) Keserasian kebijakan kependudukan.

6) Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM).

7) Penyelenggaraan pimpinan kenegaraan dan

kepemerintahan.
Definisi Kontrasepsi

Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi.

Kontra berarti “melawan” atau “mencegah”, sedangkan

konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang

dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud

dari kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya

kehamilan sebagai akibat adanya pertemuan antara sel

telur dengan sel sperma. Untuk itu, berdasarkan maksud

dan tujuan kontrasepsi, maka yang membutuhkan

kontrasepsi adalah pasangan yang aktif melakukan

hubungan seks dan kedua-duanya memiliki kesuburan

normal namun tidak menghendaki kehamilan.

Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya

kehamilan. Upaya ini dapat bersifat sementara maupun

bersifat permanen, dan upaya ini dapat dilakukan dengan

cara, alat atau obat-obatan (Proverawati, 2010).

Macam-Macam Kontrasepsi

Metode Kontrasepsi Sederhana, Metode kontrasepsi

sederhana terdiri dari 2 yaitu metode kontrasepsi

sederhana tanpa alat dan metode kontrasepsi dengan alat.

Metode kontrasepsi tanpa alat antara lain: Metode


Amenorhoe Laktasi (MAL), Couitus Interuptus, Metode

Kalender, Metode Lendir Serviks, Metode Suhu Basal

Badan, dan Simptotermal yaitu perpaduan antara suhu

basal dan
lendir servik. Sedangkan metode kontrasepsi sederhana

dengan alat yaitu kondom, diafragma, cup serviks dan

spermisida (Handayani, 2010).

Metode Amenorea Laktasi (MAL).

MAL adalah kontrasepsi yang mengandalkan pemberian

Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif, artinya hanya diberikan

ASI tanpa tambahan makanan atau minuman apa pun

lainnya.

Mekanisme Kerja :

Menunada atau menekankan terjadinya ovulasi. Pada saat

menyusui, hormon yang berperan adalah prolaktin dan

oksitosin. Semakin sering menyusui, maka kadar prolaktin

meningkat dan hormon gonadotropin melepas hormon

penghabat.

Indikasi :

1) Wanita yang menyusui secara eksklusif.

2) Ibu pasca melahirkan dan bayinya berumur kurang dari

6 bulan.

3) Ibu belum mendapatkan haid setelah melahirkan.


4) Kontraindikasi

5) Ibu sudah mendapatkan haid setelah bersalin.

6) Tidak menyusui secara eksklusif.

7) Bayinya sudah berumur lebih dari 6 bulan.

8) Bekerja dan berpisah dari bayinya lebih lama dari 6 jam

(Dewi, 2013).

Koitus Interuptus

Senggama terputus ialah penarikan penis dari vagina

sebelum terjadi ejakulasi. Hal ini berdasarkan kenyataan,

bahwa akan terjadinya ejakulasi disadari sebelumnya oleh

sebagian besar laki-laki, dan setelah itu masih ada waktu

kira-kira “detik” sebelum ejakulasi terjadi.

Mekanisme Kerja

Waktu yang singkat ini dapat digunakan untuk menarik

penis keluar dari vagina.

Keuntungan

Tidak membutuhkan biaya.

Tidak membutuhkan alat-alat apapun.

Kekurangan

(a) Dibutuhkan pengendalian yang besar dari pihak laki-

laki (Prawirohardjo, 2014).


Metode Kalender.

Menghitung masa subur dengan siklus haid dan melakukan

pantang berkala atau lebih dikenal dengan sisten kalender

merupakan salah satu cara atau metode kontrasepsi alami

dan sederhana yang dapat dikerjakan sendiri oleh

pasangan suami istri dengan cara tidak melakukan

senggama pada masa subur.

Mekanisme Kerja

Metode kalender menggunakan prinsip pantang berkala

yaitu tidak melakukan hubungan seksual pada masa subur

istri. Menggunaka 3
patokan yaitu ovulasi 14 hari sebelum haid yang akan

datang, sperma dapat hidup dan membuahi selama 48 jam

setelah ejakulasi dan ovum hidup 24 jam setelah ovulasi.

Jadi apabila kontrasepsi ingin dicegah, koitus harus

dihindari sekurang-kurangnya selama 3 hari yaitu 48 jam

sebelum ovulasi dan 24 jam sesudah ovulasi.

Indikasi

a. Dapat digunakan oleh setiap wanita.

b. Tidak membutuhkan alat / pemeriksaan khusus.

c. Menghindari resiko kesehatan yang berkaitan dengan

kontrasepsi

d. Tidak memerlukan biaya.

e. Tidak memerlukan tempat pelayanan.

Kontraindikasi

a. Menstruasi yang tidak subur menjadi terhambat.

b. Pasutri harus tau masa subur dan masa tidak subur.

c. Pasutri tidak melakukan hubungan seksual setiap saat

(Dewi, 2013).
Lendir Serviks

Perubahan siklis dari lendir servik yang terjadi karena

perubahan kadar estrogen. Lendir servik yang diatur oleh

hormon estrogen dan progesteron ikut berperan dalam

reproduksi oleh kelenjar-kelenjar servik. Apabila siklus

menstruasi tidak teratur, dapat ditentukan waktu ovulasi

dengan memeriksa lendor yang di produksi oleh kelenjar-

kelenjar di dinding servik. Tepat sebelum ovulasi, lendir itu

transparan, agak encer, dan lebih banyak, lebih mirip jeli

setelah ovulasi lebih sedikit lendir yang keluar dan warna

nya berubah menjadi keruh seperti susu

Mekanisme Kerja

Untuk menguji lendir, masukan jari kedalam vagina

kemudian perlahan- lahan tarik kemballi keluar. Apabila

lendirnya jernih, lembab, dan kental, dalam dekat anda

mungkin akan mengalami ovulasi. Maka tidak dianjurkan

melakukan hubungan seksual dalam 24 – 72 jam

berikutnya.
Keuntungan

Dalam kendali wanita. Memberikan kesempatan pada pasangan

menyentuh tubuhnya. Meningkatkan kesadaran terhadap

perubahan tubuhnya.

Kerugian

Membutuhkan komitmen. Dapat membutuhkan 2 – 3 kali siklus

untuk mempelajari metode. Beberapa obat yang digunakan

mengobati flu disebabkan dapat menghambat produksi lendir

servik (Dewi, 2013).

Metode Suhu Basal.

Suhu metode yang dilakukan untuk mengukur suhu mengetahui

suhu tubuh basal, menentukan masa ovulasi. Karena

progesteron yang dihasilkan corpus luteum, menyebabkan

peningkatan suhu basal tubuh. Sebelum perubahan suhu basal

tubuh dipertimbangkan sebagai masa ovulasi, suhu tubuh

menjadi Untuk menguji lendir, masukan jari kedalam vagina

kemudian perlahan- lahan tarik kemballi keluar. Apabila lendirnya

jernih, lembab, dan kental, dalam dekat anda mungkin akan

mengalami ovulasi. Maka tidak dianjurkan melakukan hubungan

seksual dalam 24 – 72 jam berikutnya.


Keuntungan

Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran pasangan

terhadap masa subur.

Membatu wanita yang mengalami siklus haid yang tidak

teratur.

Kerugian

Suhu tubuh dipengaruhi oleh beberapa faktor (sakit, kurang

tidur, stres, alkohol, imunisasi, iklim).

Bila suhu tidak diukur pada waktu yang sama

menyebabkan ketidak akuratan suhu tubuh basal. Tidak

mendeteksi permulaan masa subur sehingga sulit

mencapai kehamilan (Dewi, 2013).

Kondom

Penggunaan kondom untuk tujuan perlindungan terhadap

penyakit kelamin telah dikenal sejak zaman mesir kuno.

Mekanisme Kerja

Prinsip kerja kondom ialah sebagai perisai dari penis

sewaktu melakukan koitus, dan mencegah pengumpulan

sperma dalam vagina. Bentuk kondom adalah silindris

dengan pinggir yang tebal pada ujung yang terbuka,

sedang ujung yang buntut berfungsi sebagai penampung

sperma. Biasanya diameternya kira-kira 31 – 36,5 mm


Keuntungan

Terlindung dari IMS, Menghalangi terjadinya pertemuan

sperma dan sel telur dengan cara mengemas sperma

diujung selubung karet yang dipasang di penis.

Kekurangan

Saat melakukan hubungan pasangan merasakan selaput

karet sebagai penghalang dalam kenikmatan sewaktu

melakukan koitus.

Kondom dapat bocor atau tumpahnya sperma yang

disebebkan oleh tidak dikeluarkannya penis segera setelah

terjadinya ejakulasi (Prawirohardjo, 2014).

Metode Kontrasepsi Hormonal

Metode kontrasepsi hormonal pada dasarnya dibagi

menjadi 2 yaitu kombinasi (mengandung hormon

progesteron dan estrogen sintetik) dan yang hanya berisi

progesteron saja. Kontrasepsi hormonal kombinasi

terdapat pada pil dan suntikan/injeksi. Sedangkan

kontrasepsi hormon yang berisi progesteron terdapat pada

pil, suntik dan implant (Handayani, 2010). Kontrasepsi

hormonal merupakan kontrasepsi dimana estrogen dan

progesteron memberikan umpan balik terhadap kelenjar


hipofisis melalui hipotalamus sehingga terjadi hambatan

terhadap folikel dan proses ovulasi

(Manuaba, 2010).

Di bawah pengaruh hipotalamus, hipofisis mengeluarkan

hormon gonadotropin Follicle Stimulating Hormone (FSH),

Luteinizing Hormone

(LH). Hormon-hormon ini dapat merangsang ovarium untuk

membuat estrogen dan progesteron. Dua hormon yang

terakhir ini menumbuhkan endometrium pada waktu daur

haid, dalam keseimbangan yang tertentu menyebabkan

ovulasi, dan penurunan kadarnya mengakibatkan

desintegarsi endometrium dan haid. Penyelidikan lebih

lanjut menunjukan bahwa baik estrogen maupun

progesteron dapat mencegah ovulasi. Penetahuan ini

menjadi dasar untuk menggunakan kombinasi ekstrogen

dan progesteron sebagai cara kontrasepasi dengan jalan

mencegah terjadinya ovulasi. Pincus dan Rock melakukan

percobaan lapangan di Puerto Rico dengan menggunakan

pil terdiri atas estrogen dan progesteron (Enavid), dan

tenyata bahwa pil tersebut mempunyai daya yang sangat

tinggi untuk mencegah kehamilan. Ini permulaan

terciptanya pil kombinasi. Pil yang terdiri atas kombinasi


antara estradiol atau mestranol dengan salah satu jenis

progestragen (progesteron sintetik). Kini pil kombinasi

banyak digunakan untuk kontrasepsi (Prawirohardjo,

2014). Kemudian, sebagai hasil penyelidikan lebih lanjut,

diadakan pil sekkuensial, mini pill, morning after pill, dan

Depo-Provera yang diberikan sebagai suntikan. Dewasa ini

masih terus dilakukan kegiatan untuk menemukan suatu

cara kontrasepsi hormonal yang mempunyai daya guna

tinggi dan dengan efek samping yang sekecil mungkin

(Prawirohardjo, 2014).

Pil Kombinasi

Pil-pil kontrasepsi terdiri atas komponen estrogen dan

progestagen, atau oleh satu dari komponen hormon itu.

Walaupun banyak hal yang msih belum jelas, pengetahuan

tentang dua komponen tersebut tiap hari bertambah.

Umumnya dapat dikatakan bahwa komponen estrogen

dalam pil menekan sekresi FSH menghalangi maturasi

folikel dalam ovarium. Karena pengaruh estrogen dari

ovarium terhadap hipofisis tidak ada, maka tidak terdapat

pengeluaran LH. Sehingga menyebabkan ovulasi

terganggu. Komponen progestagen pada pil kombinasi

memperkuat khasiat estrogen untuk mencegah ovulasi,


sehingga dalam 95 – 98 % tidak terjadi ovulasi.

Selanjutnya, estrogen dalam dosis tinggi dapat pula

mempercepat perjalanan ovum yang akan menyulitkan

terjadinya implantasi dalam endometrium dari ovum yang

sudah di buahi (Prawirohardjo, 2014)

Mekanisme Kerja

Komponen progestagen dalam pil kombinasi seperti

disebut di atas memperkuat kerja estrogen untuk

mencegah ovulasi. Prostagen sendiri dalam dosis tinggi

dapat menghambat ovulasi, tetapi tidak dalam dosis

rendah. Selanjutnya progestagen mempunyai khasiat

sebagai berikut seperti lendir servik uteri menjadi lebih

kental, sehingga menghalangi penetrasi spermatozoon

untuk masuk dalam uterus dan kapasistas spermatozoon

yang perlu untuk memasuki ovum terganggu

(Prawirohardjo, 2014)
Indikasi

1) Gemuk atau kurus.

2) Pasca keguguran.

3) Siklus haid tidak teratur.

4) Nyeri haid hebat.

5) Kelainan payudara jinak.

6) Kontraindikasi

7) Hamil atau dicurigai hamil.

8) Menyusui ekslusif.

9) Pendarahan pervaginam yang belum diketahui

penyebabnya.

10) Hepatitis.

11) Perokok usia > 35 tahun.

12) Riwayat penyakit jantung, TD > 180/110 mmHg (Dewi,

2013).
Suntik Kombinasi

Jenis suntikan kombinasi adalah 25 mg Depo

Medroksiprogesteron Asetat dan 5 mg Estradional Spinoat

yang diberikan ijeksi IM sebulan sekali (Cyclofem) dan 50

mg Estradiol Valerat yang diberikan injeksi IM sebulan

sekali.

Mekanisme Kerja

Menekan ovulasi, Membuat lendir serviks menjadi

sehingga panetrasi sperma tergantung, Perubahan pada

endometrium (atrofi) sehingga implantasi terganggu.

Keuntungan

Tidak terpengatuh dalamm hubungan suami istri, tidak

diperlukan periksa dalam mencegah kehamilan ektopik,

pada keadaan tertentu dapat diberikan pada wanita

perimenopause
Kerugian

Terjadi perubahan pada pola haid, seperti tidak teratur,

pendarahan bercak / spotting, atau pendarahan sampai 10

hari. Mual, sakit kepala, nyeri payudara ringan, dan

keluahan seperti ini akan hilang setelah suntikan kedua

atau ketiga. Kemungkinan terlambatnya pemulihan

kesuburan setelah penghentian pemakaian (Dewi, 2013).

Mini Pil (Pil Progestin)

Mini pil bukan merupakan penghambat ovulasi pleh karena

selama memakai pil mini kadang-kadang ovulsi masih

dapat terjadi. Efek utamanya ialah terhadap lendir serviks,

dan juga terhadap endometrium, sehingga nidasi

blastokista tidak dapat terjadi. Mini pil ini umumnya tidak

dipakai untuk kontrasepsi (Prawirohardjo, 2014).

Mekanisme kerja

Menekan sekresi gonadotropin dan sintesis steroid seks di

ovarium (tidak begitu kuat). Endometrium mengalami

transformasi lebih awal sehingga implantasi lebih sulit,

Mengentalkan lendir serviks sehingga menghambat

penetrasi sperma.
Keuntungan

Sangat efektif bila digunakan secara benar, Tidak

mempengaruhi ASI, Nyaman dan mudah digunakan, Dapat

dihentikan setiap saat, Mengurangi nyeri haid, Mencegah

kanker endometrium, Yang tidak boleh menggunakan mini

Pil, Hamil atau diduga hamil, Pendarahan pervaginam yang

belum jelas penyebabnya, Tidak dapat menerima

terjadinya gangguan haid, Kanker payudara atau riwayat

kanker payudara, Menggunakan obat tuberculosis (Dewi,

2013).

Suntuk Progestin

Depo Provera ialah 6-alfa-medroksiprogesteron yang

digunakan untuk tujuan kontrasepsi parenteral, mempunyai

efek progestagen yang kuat dan sangan efektif. Obat ini

termasuk obat depot. Noristerat juga termasuk dalam

golongan kontrasepsi suntikan (Prawirohardjo, 2014).

Mekanisme kerja

Obat ini menghalangi terjadinya, ovulasi dengan jalan

menekan pembentukan gonadotropin releasing hormone

dari hipotalamus. Lendir seviks bertambah kental,

sehingga menghambat penetrasi sperma melalui serviks


Keuntungan

Pencegahan kehamilan jangka panjang, Tidak

berpengaruh pada hubungan suami istri, Tidak

mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius

terhadap penyakit jantung, dan gangguan pembekuan

darah, Membantu mencegah kanker endometrium dan

kehamilan etopik, Yang tidak boleh menggunakan

kontrasepsi suntikan progestin, Hamil atau dicurigai hamil,

Pendarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya,

Tidak dapat menerima terjadinya ganguan haid, terutama

amenore, Menderita penyakit atau riwayat kanker

payudara, DM disertai komplikasi (Dewi, 2013).

Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (IMPLAN)

Implan merupakan salah satu alat kontrasepsi yang

dipasng di bawah kulit di lengan kiri penggunanya. Metode

ini dapat di pakai oleh semua wanita

usia reproduksi dan aman dipakai pada menyusui. Implan

efektif dalam menunda kehamilan jangka panjang (5

tahun), bebas dari pengguna produksi ASI. Implan pun bida

dicabut sesuai dengan kebutuhan. Waktu yang paling baik

untuk pemasangan implan adalah saat haid berlangsung


atau masa pra-evolusi dari masa haid (Nani, 2018).

Mekanisme Kerja

Lendir serviks menjadi kental, Menggangu proses

pembentukan endometrium sehingga sulit terjadi

implantasi, Mengurangi transformasi sperma, Menekan

ovulasi, Indikasi, Usia reproduksi, Menghendaki

kontrasepsi yang memiliki efeltifitas tinggi dan

menghendaki pencegahan kehamilan jangka panjang.

Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi. Pasca

keguguran (Dewi, 2013).

Kontraindikasi

Hamil atau diduga hamil, Pendarahan pervaginam yang

belum diketahui penyebabnya, Kanker payudara atau

riwayat kanker payudara, Tidak menerima perubahan pola

haid yang terjadi, Mioma uterus dan ganguan toleransi

gulkosa (Dewi, 2013).


Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

AKDR merupakan alat kontasepsi yang dimasukkan ke

rahim yang terbuat dari bahan plastik dan tembaga yang

hanya boleh dipasng oleh dokter atau bidan terlatih.

Pemasangan sebaiknya dilakukan pada masa haid untuk

mengurangi rasa sakit dan memudahkan insersi melalui

kanalis servikalis. Segera setelah pemasangan AKDR,

rasa nyeri atau kejang di perut. Rasa nyeri dapat dikurangi

atau dihilangin dengan pemberian analgetik. Jika keluhan

berlangsung terus, sebaiknya AKDR dikeluarkan dan

giganti dengan AKDR yang mempunyai ukuran yang lebih

kecil (Nani, 2018). Pada tahun enam puluhan mulai

dilakukan penyelidikan terhadap IUD yang mengandung

bahan-bahan seperti tembaga, seng, magnesium, timah,

dan progesteron. Maksud penambahan itu ialah untuk

mempertinggi efektivitas IUD. Penelitian IUD jenis ini, yang

diberi nama IUD bioaktif, masih berlangsung terus hingga

saat ini (Prawirohardjo, 2014).

Mekanisme Kerja

Sampai sekarang mekanisme kerja IUD belum diketahui

dengan pasti. Kini pendapat yang terbanyak ialah bahwa


IUD dalam kavum uteri menimbulkan reaksi peradangan

endometrium yang disertai dengan sebutan leukosit yang

dapat menghancurkan blastokista atau sperma. Pada

pemeriksaan cairan uterus pada pemakaian IUD seringkali

dijumpai pula sel-sel makrofag (fagosit) yang mengandung

spermatozoa Kar dan kawan-kawan selanjutnya

menemukan sifat-sifat dan isi cairan uterus yang

mengalami perubahan-perubahan pada pemakaian IUD,

yang menyebabkan blastokista tidak dapat hidup dalam

uterus, walaupun sebelumnya terjadi nidasi. Penelitian lain

menemukan sering adanya kontraksi uterus, walaupun

sebelumnya terjadi nidasi. Penelitian lain menemukan

sering adanya kontraksi uterus pada pemakaian IUD, yang

dapat menghalangi nidasi. Diduga ini disebabkan oleh

meningkatnya kadar prostaglandin dalam uterus pada

perempuan tersebut. Pada IUD bioaktif mekanisme

kerjanya selain menimbulkan peradangan seperti pada IUD

biasa, juga oleh karena “ionisasi” ion logam atau bahan lain

yang terdapat pada IUD mempunyai pengaruh terhadap

sperma. Menurut penelitian, ion logam yang paling efektif

adalah ion logam tembaga (Cu) yang lambat laun aktifnya

terus berkurang dengan lama pemakaian (Prawirohardjo,

2014).
Pada IUD bioaktif mekanisme kerjanya selain

menimbulkan peradangan seperti pada IUD biasa, juga

oleh karena “ionisasi” ion logam atau bahan lain yang

terdapat pada IUD mempunyai pengaruh terhadap sperma.

Menurut penelitian, ion logam yang paling efektif adalah ion

logam tembaga (Cu) yang lambat laun aktifnya terus

berkurang dengan lama pemakaian (Prawirohardjo, 2014).

Indikasi

Usia Reproduksi.

Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang,

Menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi,

Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya

infeksi, Risikio rendah dari IMS.

Kontraindikasi

Sedang hamil atau diduga hamil, Pendarahan pervaginam

yang belum jelas diketahui penyebabnya, Sedang

menderita infeksi genetalia, Kelaianan bawaan uterus yang

abnormal / tumor jinak rahim yang dapat mempengaruhi

kavum uteri, Diketahui menderita TBC pelvik, Kanker alat

genetalia, Ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm (Dewi,

2013).
Dokumentasi Kebidanan, Tujuh langkah Varney

Langkah I

Mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk menilai

keadaan klien secara keseluruhan. Memperoleh data dapat

dilakukan dengan cara :

a. Anamnesa.

Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan ibu dan

pemeriksaan tanda- tanda vital, Pemeriksaan Khusus,

Pemeriksaan penunjang (laboratorium).

Langkah II

Menginterprestasikan data untuk menentukan

diagnosa/masalah. Dimana langkah ini dilakukan

berdasarkan interprestasi yang akurat atas data-data yang

telah dikumpulkan.

Langkah IV

Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera, untuk

melakukan tindakan, konsultasi, kolaborasi serta rujukan

berdasarkan kondisikan klien. Beberapa data mungkin

mengidentifikasikan situasi yang gawat dimana bidan

harus bertindak segera untuk kepentingan keselamatan ibu

dan anak.
Langkah V

Menyusun rencana asuhan secara menyeluruh dengan

tepat dan rasional berdasarkan keputusan yang ada pada

langkah-langkah sebelumnya.

Langkah ini merupakan lanjutan asuhan yang menyeluruh

yang ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya dan

kelanjutan penatalaksanaan masalah atau diagnosa yang

telah diidentifikasi atau diantisipasi.

Langkah VI

Langkah ini merupakan pelaksanaan dari asuhan

menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah V.

Perencanaan ini bila dilakukan seluruhnya oleh bidan atau

sebagian lagi klien, atau anggota tim kesehatan lainnya

tetapi tanggung jawab pada bidan. Penatalaksanaan yang

efisien akan menghemat waktu dan biaya serta

meningkatkan mutu dan asuhan klien.

Langkah VII

Pada langkah ini mengevalusi keefektifan asuhan yang

diberikan dengan mengulang kembali penatalaksanaan

proses untuk aspek-aspek asuhan yang tidak efektif.

Rencana dianggap efektif jika memang benar efektif dalam

pelaksanaannya.
Pendokumentasian Kebidanan dalam SOAP

SOAP adalah catatan yang bersifat sederhana, jelas logis

dan tertulis. Pendekatan SOAP terdiri 4 langkah yang

disajikan dalam proses pemikiran penatalaksanaan

kebidanan yang dipakai untuk mendokumentasikan

asuhan klien dalam rekam medik klien sebagai catatan

kemajuan.

S : Subjektif : Informasi / data yang diperoleh dari apa

yang dikatakan klien tersebut.

O : Objektif : Data yang diperoleh dari apa yang

dilihat dan dirasakan oleh bidan saat melakukan

pemeriksaaan

A : Assesment : Kesimpulan yang dibuat berdasarkan

data subjektif / objektif tersebut.

P : planning : perencanaan, pelaksanaan dan

evaluasi sesuai dengan kesimpulan yang telah dibuat.

Anda mungkin juga menyukai