Anda di halaman 1dari 86

BAB II

TINAJAUN TEORI

A. Asuhan Kebidana Kehamilan

1. Pengertian Kehamilan

Kehamilan merupakan masa yang dimulai dari konsepsi sampai lahirnya


janin. Lamanya hamil normal 280 hari ( 40 minggu atau 9 bulan 7 hari )
dihitung dari hari pertama haid terakhir. Selama proses kehamilan,
kehamilan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu trimester ke - 1 ( usia kehamilan
1 - 3 bulan ), trimester ke – 2 ( usia kehamilan 4 – 6 bulan ), dan trimester
ke – 3 ( usia kehamilan 7 – 9 bulan ). Menurut (Febrianti & Aslina, 2019)
2. Proses terjadinya Kehamilan
a. Tahap proses ovulasi
Saat yang tepat untuk melakukan hubungan intim yaitu pada saatu
ovulasi. Ovulasi adalah pada saat Rahim mengeluarkan sel telur yang
siap untuk dibuahi (Tria Eni Rafika Devi. 2019)
b. Tahap Proses Pembuahan
Proses kehamilan setelah berhubungan intim ini ditandai oleh
terbentuknya zigot. Ovum yang telah dibuahi oleh sel sperma akan
mengalami pengerasan pada bagian luarnya (Tria Eni Rafika Devi. 2019)
c. Tahap Sel Sperma Memasuki/Menembus Ovum
Ovum yang dilepas oleh ovarium disapu oleh mikrofilamen fimbria
infundibulum tuba ke arah ostium tuba abdominalis, dan disalurkan terus
kea rah medial. Kemudian jutaan spermatozoa ditumpaahkan di forniks
vagina dan di sekitar porsio pada waktu koitus. Hanya beberapa ratus
ribu spermatozoa dapat terus ke kavum uteri dan tuba, dan hanya
beberapa ratus spermatozoa dapat sampai ke bagian ampula tuba, yakni
spermatozoa dapat memasuki ovum yang telah siap untuk dibuahi, dan
hanya satu spermatozoa yang mempunyai kemapuan ( kapasitas ) untuk
membuahi (Tria Eni Rafika Devi. 2019)
d. Tahap Proses Pembuahan Zigot
Inti dari sel telur yang telah dibuahi akan membelah menjadi 2
bagian, 30 jam pembuahan dan 20 jam setelahnya inti itu akan membelah
dari sel telur. Sel telur dapat membelah menjadi empat bagian. Empat
hari setelah pembuahan inti telur akan sampai dibagian uterus wanita.
e. Tahap Proses Penempelan atau Implantasi
Implantasi emberio kedalam dinding Rahim merupakan gambaran
umum yang ditentukan pada semua mamalia. Pada wanita implantasi
terjadi enam atau tujuah hari pasca-fertilisasi. Setelah masa pembuahan
sel blastosis dapat menempel didinding Rahim atau endometrium (Tria
Eni Rafika Devi. 2019)
f. Tahap Perkembangan Blastosis
Setelah empat minggu blastosis akan mendapatkan nutrisi yang
didapatkannya dari dinding Rahim, blastosis kemudia berubah menjadi
plasenta yang menjadi awal perkembangan janin, plasenta yang
terbentuk sudah mengindikasikan adanya kehamailan didalam Rahim
wanita tersebut. Dalam embrio dapat mengalir ke plasenta melalui tali
pusat, plasenta juga akan menutrisi embrio yang nantinya dapat berubah
menjadi bakal janin (Tria Eni Rafika Devi. 2019)
3. Tanda Tanda Kehamilan
Menurut Widatiningsih dan Dewi (2017) tanda tanda kehamilan dibagi
menjadi tiga yaitu tanda dugaan hamil (presumtif sign), tanda tidak pasti
hamil (probable sign), dan tanda pasti hamil (positive sign).
a. Tanda-tanda dugaan hamil (presumtif sign)
Tanda dugaan (presumtif) yaitu perubahan fisiologis yang dialami
pada wanita namun sedikit sekali mengarah pada kehamilan karena dapat
ditemukan juga pada kondisi lain serta sebagian besar bersifat subyektif
dan hanya dirasakan oeh ibu hamil. Yang temasuk presumtif sign adalah :
1) Amenorea
Haid dapat berhenti karena konsepsi namun dapat pula terjadi
pada wanita dengan stres atau emosi, faktor hormonal, gangguan
metabolisme, serta kehamilan yang terjadi pada wanita yang tidak
haid karena menyusui ataupun sesudah kuretase. Amenorea penting
dikenali untuk mengetahui hari pertama haid terakhir (HPHT) dan
hari perkiraan lahir (HPL).
2) Nausea dan vomitus (mual dan muntah)
Keluhan yang sering dirasakan wanita hamil sering disebut
dengan morning sickness yang dapat timbul karena bau rokok,
keringat, masakan, atau sesuatu yang tidak disenangi. Keluhan ini
umumnya terjadi hingga usia 8 minggu hingga 12 minggu kehamilan.
3) Mengidam
Ibu hamil ingin makanan atau minuman atau meginginkan
sesuatu. Penyebab mengidam ini belum pasti dan biasanya terjadi
pada awa kehamilan.
4) Fatique (Kelelahan) dan sinkope (pingsan)
Sebagian ibu hamil dapat mengalami kelelahan hingga pingsan
terlebih lagi apabila berada di tempat ramai, Keluhan ini akan
meghilang setelah 16 minggu.
5) Mastodynia
Pada awal kehamilan mamae dirasakan membesar dan sakit. Ini
karena pengaruh tingginya kadar hormon esterogen progesteron.
Keluhan nyeri payudara ini dapat terjadi pada kasus mastitis,
ketegangan prahaid, penggunaan pil KB.
6) Gangguan saluran kencing
Keluhan rasa sakit saat kencing, atau kencing berulang - ulang
namun hanya sedikit keluarnya dapat dialami ibu hamil.
Penyebabnya selain karena progesteron yang meningkat juga karena
pembesaran uterus.
7) Konstipasi
Konstipasi mungkin timbul pada kehamilan awal dan sering
menetap selama kehamilan dikarenakan relaksasi otot polos akibat
pengaruh progesteron. Penyebab lainnya yaitu perubahan pola makan
selama hamil, dan pembesaran uterus yang mendesak usus serta
penurunan motilitas usus.
8) Perubahan Berat Badan
Berat badan meningkat pada awal kehamilan karena perubahan
pola makan dan adanya timbunan cairan berebihan selama hamil.
9) Quickening
Ibu merasakan adanya gerakan janin untuk yang pertama kali.
Sensasi ini bisa juga karena peningkatan peristaltik usus, kontraksi
otot perut, atau pergerakan isi perut yang dirasakan seperti janin
bergerak.
b. Tanda tidak pasti kehamilan (probable sign)
1) Peningkatan suhu basal tubuh
Kenaikan suhu basal lebih dari 3 minggu, kemungkinan adanya
kehamilan. Kenaikan ini berkisar antara 37,2°C sampai dengan
37,8°C.
2) Perubahan warna kulit
Cloasma Gravidarum/topeng kehamilan berupa berwarna
kehitaman sekitar mata, hidung, dan pelipis yang umumnya terjadi
pada kehamilan mulai 16 minggu. Warna akan semakin gelap terpapar
sinar matahari. Perubahan kulit lainnya bisa berupa hiperpigmentasi
di sekitar aerola dan putting mamae, munculnya linea nigra yaitu
pigmentasi pada linea medialis perut yang tampak jelas mulai dari
pubis sampai umbilikus. Perubahan pada kulit terjadi karena
rangsangan Melanotropin Stimulating Hormone/MSH.
Striae gravidarum berupa garis-garis tidak teratur sekitar perut
berwarna kecoklatan, dapat juga berwarna hitam atau ungu tua (striae
livide) atau putih (striae albicans) yang tejadi dari jaringan koagen
yang retak diduga karena pengaruh adrenocortikosteroid. Seringkali
terjadi bercak-bercak kemerahan (spider) karena kadar esterogen yang
tinggi.
3) Perubahan Payudara
Pembesaran dan hipervaskularisasi mamae terjadi sekitar
kehamilan 6 sampai 8 minggu. Pelebaran aeroa dan menonjolnya
kalenjer montgomery, karena rangsangan hormon steroid.
Pengeluaran kolostrum biasanya kehamilan 16 minggu karena
pengaruh prolaktin dan progesteron.
4) Pembesaran Perut
Biasanya tampak setelah 16 minggu karena pembesaran uterus. Ini
bukan tanda diagnostik pasti tapi harus dihubungkan degan tanda
kehamilan lain. Perubahan kurang dirasakan primigravida, karena
kondisi otot-otot masih baik. Pembesaran perut mungkin dapat
ditemui pada obesitas, kelemahan otot perut, tumor pelvik dan perut,
ascites, hernia perut bagian depan.
5) Epulis
Hipertropi pada gusi belum diketahui penyebabnya secara jelas.
Dapat tejadi juga pada infeksi lokal, pengapuran gigi atau kekurangan
vitamin C.
6) Balotement
Pada kehamilan 16 sampai 20 minggu pemeriksaan palpasi kesan
seperti ada masa yang keras, mengapung dan memantul di uterus.
Dapat terjadi pada tumor uterus, mioma, acites, dan kista ovarium.
7) Kontraksi Uterus
Kontraksi uterus yang dirasakan seperti tertekan dan kencang,
disebut kontraksi brackston Hics. Uterus mudah terangsang oeh
peninggian hormon oksitosin gejala ini biasanya mulai usia kehamilan
28 minggu pada primi dan semakin lanjut kehamilannya semakin
sering dan kuat.
8) Tanda Chadwick dan Goodell
Terjadi perubahan warna pada vagina atau porsio mejadi kebiruan
atau ungu yang disebut tanda chadwick. Perubahan konsistensi
serviks menjadi lunak disebut tanda goodell.
c. Tanda Pasti Kehamilan (positive sign)
1) Teraba bagian-bagian janin
Umumnya pada kehamilan 22 minggu janin dapat diraba pada
wanita kurus dan otot perut relaksasi. Kehamilan 28 minggu jelas
bagian janin dapat diraba demikian pula gerakan janin dapat dirasakan
oleh ibu.
2) Gerakan Janin
Pada kehamilan 20 minggu gerakan janin dapat dirasakan oleh
pemeriksa.
3) Terdengar Denyut
Jantung Janin Dengan menggunakan ultrasound denyut jantung
janin dapat terdengar pada usia 6 sampai 7 minggu. Jika
menggunakan dopler pada usia 12 minggu sedangkan jika
menggunakan stetoskop leannec 18 minggu. Frekuensi deyut jantung
janin antara 120 sampai dengan 160 kali permenit yang akan jelas
terdengar bila ibu tidur terlentang atau miring dengan punggung bayi
di depan.
4) Pemeriksaan Rontgent
Gambaran tulang mulai terlihat degan sinar X pada usia kehamilan
6 minggu namun masih belum dapat dipastikan bahawa itu adalah
gambaran janin. Pada kehamilan 12 sampai 14 minggu baru dapat
dipastikan gambaran tulang janin.
5) Ultrasonografi
USG dapat digunakan umur kehamilan 4 sampai 5 minggu untuk
memastikan kehamilan dengan melihat adanya kantong gestasi,
gerakan janin dan deyut jantung janin.
6) Electrocardiography
ECG jantung janin mulai terlihat pada kehamilan 12 minggu
4. Perubahan Psikologi Adaptasi Anatomi Kehamilan
a. Sistem produksi
Berat uterus nomal lebih kurang 30 gram, pada akhir kehamilan (40
minggu) berat uterus menjad 1000 gram dengan panjang 20 cm dan
dinding 2,5 cm. Pada bulan-bulan pertama kehamilan, bentuk uterus
seperti buah alpukat agak gepeng. Padakehamilan 16 munggu uterus
berbentuk bulat. Selanjutnya pada akhir kehamilan kembali seperti
bentuk semula, lonjong seperti telur Hubungan antara besamya uters
dengan tuanya kehamilan sangat penting diketahui antara lain untuk
membentuk dia gnosis, apakah waritatersebur hamil fisiologk, hamil
ganda atau mendenta penyakit seperti mola hidatidosa dan sebagainya
(Qomariyah, Siti 2018)
vulasi berhenti namun masih terdapat korpus luteum graviditas
sampai terbentuknya plasenta yang akan mengambil alih pengeluaran
esterogen dan progesterone (Qomariyah Siti. 2018).
Oleh karena pengaruh estrogen. terjadi hipervaskularisasi pada vagina
dan vulva, sehingga pada bagian tersebut terlihat lebih merah atau
kebiruan, kondisi ini yang disebut dengan tanda Chadwick (Qomariyah,
Siti 2018)

Table 2.1

Gambaran besarnya rahim dan tuanya kehamilan dapat dijelaskan


sebagai berikut :

Usia Kehamilan TFU


12 Minggu 1 – 2 jari diatas sympisis
16 Minggu Pertengahan sympisis dan umbilikus
20 Minggu 2 – 3 jari dibawah umbilikus
24 Minggu Setinggi umbilikus
28 Minggu 2 -3 jari di atas umbilikus
32 Minggu Pertengahan antara umbilikus dan
processus xyphoideus
36 Minggu 3 jari dibawah processus xyphoideus
40 Minggu Sama dengan usia 32 minggu tapi melebar
kesemping
(Widiatiningsih. Sri 2017).

b. Payudara
Rasa penuh, peningkatan sensitivitas, rasa geli dan rasa berat di
payudara mulai timbul sejak minggu ke-6 gestasi. Perubahan pavudara
ini adalah tanda mungkin hamil Sensitivitas pavudara bervariasi dari rasa
kegelian sampai nyeri rajam. Peningkatan suplai darah membuat
pembuluh darah di baswah kulit berdiltasi Pembuluh darah yang
sebelumnva tidak telihar, sengkali tampak sebagai jaringan bira dibawah
permukaan kulit. Kongesti vena di payudara lebih jelas terlihat pada
primigravida. Striae dapat terlihat dibagian luar pavudara
(Qomariyah,2018).
c. Sistem Perkemihan
Pada bulan bulan pertama kehamilan kandung kencing tertekan oleh
uterus yang mulai membesar, sehingga timbul sering kencing. Keadaan
ini hilang dengan makin tuanya kehamilan bila uterus gravidus keluar
dari rongga panggul. Pada akhir kehamilan, kepala janin mulai turun ke
PAP. keluhan sering kencing dan timbul lagi karena kandung kencimg
mulai tertekan kambali Disamping itu, terdapat pula poliuri Poliun
disebabkan oleh adanya peningkatan sirkulasi darah di ginjal 20 pada
kehanilan sehingga laju filtrasi giomerulus juga meningkat sampa 699
Reabsorbsi tubulus tidak berubah, sehingga produk-prodhuk dksres
seperti ures, re neid, glukosa, asain amino, asam folik lebih banyak yang
dikeluarkan (Qomariyah, 2018)
d. Sistem kardiovaskuler
Perubahan terpenting pada fungsi jantung terjadi pada 8 minggu
pertama kehamilan Pada awal minggu kelima curah jantung mengalami
peningkatan yang merupakan fungsi dari penurunan resistensi vaskuler
sistemik serta peningkatan frekuensi denyut jantung Preload meningkat
sebagai akibat bertambahnya volume plasma yang terjadi pada minggu
ke 10-20 (Qomariyah, 2018)
5. Peruabahan dan Adaptasi Psikologi dalam Masa Kehamilan
a. Perubahan psikologis ibu hamil trimester I
1) Ketidakyakinan atau ketidakpastian
Pada trimester I, sertiap wanita memiliki tingkat reaksi yang
bervariasi terhadap ketidakyakinan kehamilannya dan terus berusaha
untuk mencari kepastian bahwa dirinya hamil. Ibu sering merasa
tidak yakin dengan kehamilannya, merasa cemas sekaligus bahagia,
ragu, dan khawatir. Pada kehamilan pertama rasa cemas dan khawatir
dikarenakan kurangnya informasi mengenai perubahan fisik dan
psikologis selama kehamilan, rasa bahagia karena kehamilannya
telah dinanti, kemampuan akan peran barunya (Tria Eni, 2019 )
2) Ambivalen
Ambivalen merupakan perasaan yang saling bertentangan, suatu
konflik perasaan yang bersifat simultan, seperti cinta dan benci
terhadap seseorang. Setiap wanita hamil memiliki sedikit rasa
ambivalen dalam dirinya selama masa kehamilan. Ambivalen
merupakan respons normal individu ketika akan memasuki suatu
peran baru. Beberapa wanita merasa kondisi ini tidak nyata dan
bukanlah saat yang tepat untuk hamil, walaupun hal ini telah
direncanakan atau diidamkan sebelumnya (Tria Eni, 2019)
3) Perubahan seksual
Pada trimester I hasrat seksual setiap ibu hamil berbeda-beda,
bervaria antar setiap individu. Ada yang mengalami peningkatan
seksual tetapi sebagian besar mengalami penurunan libido. Hal ini
karena selama trimester I mengalami mual muntah, letih, rasa cemas,
dan khawatir. Faktor lain berasal dari rasa takut terjadi keguguran
sehingga mendorong kedua pasangan untuk menghindari aktivitas
seks. Apalagi jika wanita tersebut sebelumnya pernah mengalami
keguguran. Pasangan suami istri harus terlebih dahulu berkomunikasi
sebelum melakukan koitus. Pada trimesterI ini ibu hamil
membutuhkan kasih sayang yang besar dan cinta kasih tanpa seks
(Tria Eni, 2019)
4) Fokus pada diri sendiri
Pada trimester I, pikiran ibu berfokus pada dirinya sendiri. Ibu
merasa bahwa janin merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
diri ibu. Kondisi ini mendorong ibu-ibu hamil untuk menghentikan
rutinitasnye yang penuh tuntutan sosial dan tekanan agar dapat
menikmati wakte kosong tanpa beban, sehingga banyak waktu yang
dihabiskan untuk tidur (Tria Eni, 2019)
5) Perubahan emosional
Perubahan emosional pada trimester I ditandai dengan adanya
penurunan kemauan seksual karena letih dan mual, perubahan sauna
hati seperti defresi atau khawatir. Ibu mulai berpikir mengenai bayi
dan kesejahteraanya serta kekhawatiran pada bentuk penampilan diri
yang kurang menarik (Tria Eni, 2019)
6) Goncangan psikologis
Diperkirakan ada sekitar 12% wanita menderita depresi (kecewa,
menolak, gelisah, dan murung) terutama pada mereka yang tidak
menginginkan kehamilannya. Depresi pada trimester I cenderung
terjadi pada tahapan aktivitas yang dilalui seorang ibu dalam
mencapai perannya (taking on stage). Pada ibu baru pertama kali
hamil dan menunggu lama, maka akan selalu mencari tanda-tanda
untuk meyakinkan bahwa dirinya memang hamil, sehingga dia lebih
memperhatikan setiap perubahan yang terjadi pada tubuhnya.
Perutnya yang masih kecil dinilai sebagai rahasia seorang ibu yang
akan diberitahukannya kepada suaminya (Tria Eni, 2019)
7) Stres
Kemungkinan stres yang terjadi pada kehamilan trimester I bisa
berdampak negatif dan positif, yakni hal ini dapat mempengaruhi
perilaku ibu. Terkadang stress tersebut bersifat intrinsic dan
ekstrensik (Tria Eni, 2019)
b. Perubahan Psikologis Ibu Hamil Trimester II
Pada trimester II ini tubuh ibu sudah terbiasa dengan perubahan kadar
hormon elama kehamilan dan rasa tidak nyaman karena hamil pun sudah
berkurang. Derut ibupun belum terlalu besar sehingga belum dirasakan
sebagai beban. Ibu sudah menerima kehamilannya. Pada trimester II ibu
dapat merasakan gerakan bayinya. Kecemasan dan rasa tidak nyaman
sudah berkurang dan menghilang serta nafsu makan ibu sudah kembali
seperti biasa (Tria Eni, 2019)
Pada trimester II ibu lebih mencari perhatian suami daripada perhatian
orang tuanya. Ibu merasa bahwa bayi yang dikandungnya sebagai
individu yang merupakan bagian dari dirinya, kesadaran yang baru ini
menimbulkan perubahan untuk lebih memusatkan perhatiannya pada
dirinya (Tria Eni, 2019 )
c. Perubahan Psikologis Ibu Hamil Trimester III
Trimester III sering kali disebut periode penantian/menunggu dan
waspada karena saat ini ibu merasa tidak sabar menunggu kelahiran
bayinya. Gerakan hayi dan membesarnya perut merupakan dua hal yang
mengingatkan ibu akan bayinya. Kadang ibu merasa khawatir bayinya
akan lahir sewaktu-waktu, hal ini menyebabkan ibu meningkatkan
kewaspadaan akan tanda gejala persalinan. Ibu juga merasa tidak senang
ketika bayinya belum lahir sesuai dengan tafsiran persalinan dari tenaga
kesehatan (Tria Eni, 2019)
Pada trimester III ini ibu terlihat rapuh, Sangat takut akan kematian,
baik terhadap dirinya sendiri maupun bayinya dan takut kalau bayi yang
dilahirkannya tidak normal (Tria Eni, 2019)
6. Pertumbuhan dan perkembangan hasil konsepsi
a. Pertumbuhan dan Perkembangan Embrio
1) Minggu 0
a) Perkembangan janin
b) Sperma membuahi ovum yang kemudian membagi dan masuk
ke dalam uterus menempel sekitar hari ke 11. (Elisabeth, 2019)
2) Minggu ke empat dan atau bulan ke satu
a) Perkembangan janin
b) Dari diskus embriotik, bagian tubuh pertama muncul yang
kemudian akan menjadi tulang belakang, otak dan saraf tulang
belakang. Jantung, sirkulasi darah dan saluran pencernaan
terbentuk. Embrio kurang dari 0.64 cm. (Elisabeth, 2019)
3) Minggu ke delapan dan atau bulan ke dua
a) Perkembangan janin
b) Perkembangan cepat. Jantungnya mula memompa darah.
Anggota badan terbentuk dengan baik. Perut muka dan bagian
utama otak dapat dilihat. Telinga terbentuk dari lipatan kulit
tulang dan otot yang kecil terbentuk di bawah kulit.
(Elisabeth, 2019)
4) Minggu ke dua belas atau bulan ke tiga
a) Perkembangan janin
b) Embrio menjadi janin. Denyut jantung dapat terlihat dengan
ultrasound. Diperkirakan lebih berbentuk manusia karena tubuh
berkembang. Gerakan pertama dimulai selama minggu ke 12.
Jenis kelamin dapat diketahui. Ginjal memproduksi urin.
(Elisabeth, 2019)
5) Minggu ke enam belas atau bulan ke empat
a) Perkembangan janin
b) System muskulokeletal sudah matang. System saraf mulai
melaksanakan kontrol. Pembuluh darah berkembang dengan
cepat. Tangan janin dapat menggenggam. Kaki menendang
dengan aktif. Semua organ mulai matang dan tumbuh. Berat
janin sekitar 0,2 kg. Denyut jantung janin dapat didenga dengan
doppler. Pancreas memproduksi insulin. (Elisabeth, 2019)
6) Minggu ke dua puluh atau bulan ke lima
a) Perkembangan janin
b) Verniks melindungi tubuh. Lanugo menutupi tubuh dan
menjaga minyak pada kulit. Alis, bulu mata dan rambut
terbentuk. Janin mengembangkan jadwal yang teratur untuk
tidur, menelan dan menendang. (Elisabeth, 2019)
7) Minggu ke dua empat atau bulan ke enam
a) Perkembangan janin
b) Kerangka berkembang dengan cepat karena sel pembentukan
tulang meningkatkan aktifitasnya. Perkembangan pernafasan
dimulai. Berat janin 0,7-0,8 kg. (Elisabeth, 2019)
8) Minggu ke dua delapan atau bulan ke tujuh
a) Perkembangan janin
b) Janin dapat bernafas, menelan dan mengatur suhu. “Surfactant”
terbentuk didalam paru-paru. Mata mulai membuka dan
menutup. Ukuran janin 2/3 ukuran pada saat lahir. (Elisabeth,
2019)
9) Minggu ke tiga puluh dua atau bulan ke delapan
a) Perkembangan janin
b) Simpanan lemak coklat berkembang di bawah kulit untuk
persiapan pemisahan bayi setelah lahir. Bayi sudah tumbuh 38-
43 cm. Mulai menyimpan zat besi, kalsium, dan fosfor.
(Elisabeth, 2019)
10) Minggu ke tiga puluh delapan atau bulan ke Sembilan
a) Perkembangan janin
b) Seluruh uterus terisi oleh bayi sehingga ia tidak bisa bergerak
atau berputar banyak. Antibody ibu di transfer ke bayi. Hal ini
akan memberikan kekebalan untuk enam bulan pertama sampai
system kekebalan bayi bekerja sendiri. (Elisabeth, 2019)
7. Tanda-tanda bahaya pada kehamilan
Menurut (Arantika dan Fatma, 2019) tanda bahaya pada kehamilan
merupakan suatu pertanda telah terjadinya masalah yang serius pada ibu
hamil atau janin yang dikandungnya. Tanda bahaya kehamilan adalah tanda-
tanda yang mengindikasikan adanya bahaya yang dapat terjadi selama
kehamilan/periode antenatal, yang apabila tidak dilaporkan atau tidak
terdeteksi bisa menyebabkan kematian ibu. Berikut ini adalah macam –
macam tanda bahaya pada kehamilan
a. Perdarahan Pervagina
Pada awal masa kehamilan, ibu akan mendapati bahwa terdapat sedikit
bercak darah yang keluar dari vagina. Hal ini normal terjadi karena
merupakan perdarahan implantasi. Akan tetapi, keluarnya darah dari
vagina dalam masa kehamilan kurang dari 22 minggu patut dicurigai,
apalagi jika perdarahan yang terjadi sangat tidak wajar, volumenya
banyak, dan terasa nyeri. Perdarahan pervagina yang terjadi pada masa
kehamilan dapat mengindikasikan abortus, kehamilan mola dan kehamilan
ektopik (Arantika dan Fatma, 2019)
b. Muntah – Muntah Berlebihan
Keadaan mual atau muntah yang berlebihan merupakan salah satu hal
yang perlu diwaspadai oleh wanita yang sedang hamil. Apalagi jika hal ini
dapat mengganggu pekerjaan atau aktivitas se- hari-hari ibu hamil.
Gangguan ini sering terjadi pada kehamilan trimester I, yaitu kurang lebih
enam minggu setelah haid terakhir selama 10 minggu. Sekitar 60 – 80 %
ibu hamil mengalami gangguan mual dan muntah, tetapi gelaja ini terjadi
lebih berat pada 1 antara 1.000 kehamilan (Arantika dan Fatma, 2019)
c. Sakit Kepala Hebat
Pada beberapa kasus ibu hamil, kadang-kadang ditemukan ibu hamil
yang mengalami sakit kepala. Sakit kepala ini tidak bisa sembuh walaupun
sudah cukup beristirahat. Hal ini dapat dicurigai sebagai gejala
preeklamsia dan jika tidak diatasi, dapat menyebabkan kejang, stroke, dan
koagulopati (Susanto dan Yuni, 2017)
d. Penglihatan Kabur
Sakit kepala yang hebat yang tidak dapat disembuhkan dengan cara
beristirahat ( Tidur ) kadang kala dapat menimbulkan efek lanjutan, seperti
penglihatan kabur. Tingkat ketajaman penglihatan ibu dapat berkurang
saat hamil, salah satunya dipengaruhi oleh faktor hormonal. Ibu hamil
dapat berkonsultasi kepada dokter untuk membeli kacamata yang dapat
membantu penglihatan ibu. Hal ini akan kembali pulih setelah ibu
menjalani persalinan (Arantika dan Fatimah, 2019)
e. Bengkak Di Wajah Dan Jari – Jari Tangan
Bengkak pada wajah dan jari-jari tangan merupakan hal yang biasa
dialami oleh ibu hamil. Biasanya bengkak terjadi pada sore hari, dan akan
hilang setelah beristirahat dengan cara kaki diletakkan di tempat yang
lebih tinggi. Gejala bengkak pada wajah dan jari-jari tangan yang tidak
menghilang setelah beristirahat, dapat menimbulkan masalah yang serius
bagi ibu hamil (Ariantika dan Fatimah, 2019)
f. Demam Tinggi
Demam tinggi dapat menandakan adanya infeksi, yaitu masuk- nya
mikroorganisme patogen ke dalam tubuh. Ibu hamil yang men- derita
demam dengan suhu lebih dari 38°C harus diwaspadai karena hal ini
merupakan suatu masalah. Demam tinggi dapat diatasi de- ngan istirahat
(berbaring), banyak minum air, dan sebagainya. Jika terjadi infeksi berat
dalam tubuh ibu hamil, suhu badan ibu hamil akan tinggi dan dapat
mengganggu fungsi organ-organ vital. Dengan demikian, ibu hamil yang
mengalami demam, asumsi utama adalah terkena infeksi, sehingga
disarankan untuk beristirahat yang cukup, memeriksa diri ke dokter
kandungan, dan mengonsumsi obat yang dianjurkan oleh dokter
(Ariantika dan Fatimah, 2019)
g. Keluar cairan pervagina
Cairan yang keluar dari vagina bermacam - macam, diantaranya cairan
putih kekuning - kuningan dan cairan bening tidak berbau. Cairan yang
berwarna putih kekuning-kuningan menandakan adanya infeksi jamur atau
bakteri pada area vagina. Peningkatan produksi estrogen dan progesteron
dalam tubuh menyebabkan daerah vagina menciptakan lingkungan yang
mudah dihinggapi jamur atau bakteri. Gejala infeksi jamur umum terjadi
pada orang yang menderita penyakit menular seksual. Ibu yang melakukan
persalinan normal, kemungkinan infeksi ini akan ditularkan juga kepada
bayinya. Oleh karena itu, ibu hamil dapat berkonsultasi ke- pada dokter
kandungannya mengenai keluarnya cairan berwarna putih kekuning-
kuningan ini (Ariantika dan Fatimah, 2019)
h. Gerakan Janin Tidak Terasa
Gerakan janin dapat dirasakan mulai bulan ke-5 atau ke-6. Ada pula
beberapa ibu yang dapat merasakan gerakan bayinya lebih awal daripada
bulan tersebut. Gerakan bayi akan melemah jika ia tidur. Biasanya bayi
akan bergerak sedikitnya tiga kali dalam satu jam jika ibu beristirahat dan
jika ibu menjaga nutrisinya dengan baik. Berkurangnya gerakan janin
dapat disebabkan oleh kondisi ibu, nutrisi yang dikonsumsi ibu, atau
pengaruh janin yang bersangkutan. Beristirahat cukup, memperbaiki
nutrisi, dan memeriksakan kandungan secara rutin disarankan bagi ibu
hamil yang merasakan gerakan janinnya berkurang (Ariantika, Fatimah,
2019)
i. Berat Badan Naik Berlebihan
Pada ibu hamil, pertambahan berat badan dapat mengindikasikan status
gizi selama kehamilan sehingga perlu dilakukan pemantauan, Status gizi
ibu pada kehamilan berpengaruh pada status gizi janin. Asupan makanan
ibu dapat masuk ke janin melalui tali pusat yang terhubung kepada tubuh
ibu. Kondisi terpenuhinya kebutuhan zat gizi janin terkait dengan
perhatian asupan gizi dari makanan yang adekuat agar tumbuh kembang
janin berlangsing optimal ( Indreswari, dkk, 2016 )
j. Sering Berdebar – Debar, Sesaknafas, Dan Lakas Lelah
Sesak napas dan jantung berdebar biasa dialami oleh sebagian besar ibu
hamil. Keluhan ini dapat terjadi kapan saja, pada saat usia kehamilan
muda, usia kehamilan tua, atau menjelang persalinan. Sesak napas pada
saat usia kehamilan memasuki enam bulan ke atas dapat dikatakan wajar.
Hal ini karena rahim ibu semakin membesar dan berat badan bayi dalam
kandungan bertambah. Akibatnya, dinding dada atau diafragma ibu akan
tertekan dan rongga paru-paru akan berkurang (Ariantika, Fatimah,2019)
k. Gangguan Ginjal
Ibu yang tidak memiliki penyakit ginjal, ketika hamil, dapat mengalami
gangguan pada ginjal seperti infeksi saluran kemih. Sementara itu, ibu
hamil yang memiliki penyakit ginjal kronis lebih berisiko tinggi, yakni
komplikasi selama kehamilan. Fungsi ginjal ibu hamil dapat memburuk.
Selain itu, gangguan fungsi ginjal yang dialami selama masa kehamilan
juga berefek negatif bagi janin, salah satunya adalah mengganggu
pertumbuhan janin, sehingga pada saat dilahirkan, berat badan bayi berada
dibawah normal (Ariantika, Fatimah, 2019)
8. Tujuan Asuhan Kehamilan
Tujuan utama ANC adalah menurunkan atau mencegh kesakitan serta
kematian maternal dan perinatal. Adapun tujuan khususnya adalah sebagai
berikut
a. Memonitor kemajuan kehamilan guna memastikan kesehatan ibu dan
perkembangan bayi yang normal
b. Mengenali secara dini penyimpangan dari normal dan memberikan
penatalaksanaan yang diberikan
c. Membina hubungan saling percaya antara ibu dan keluarga secara fisik,
emosional serta logis untuk menghadapi kelahiran dan kemungkinan
adanya komplikasi (Supri Nuryani dkk, 2020)
9. Standar Asuhan Kehamilan
Sebagai professional, bidan dalam melaksanakan prakteknya, harus
sesuai dengan standar pelayanan kebidanan yang berlaku.
a. Standar pelayanan asuhan antenatal
Standar tersebut merupakan bagian bagian dari lingkup standar
pelayanan kebidanan.
1) Standar 1 : identifikasi ibu hamil
2) Standar 2 : pemeriksaan dan pemantauan antenatal
3) Standar 3 : palpasi abdominal
4) Standar 4 : pengelolaan anemia pada kehamilan
5) Standar 5 : pengelolaan dini hipertensi pada kehamilan
6) Standar 6 : persiapan persalinan
(Supri Nuryani dkk, 2020)
b. Standar pelayanan Antenatal terpadu minimal 10 T
1) Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
2) Ukur tekanan darah
3) Nilai status gizi ( ukur lingkar lengan atas / LILA )
4) Ukur tinggi fundus uteri
5) Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin ( DJJ )
6) Skrining status imunisasi tetanus
7) Pemberian obat tambah darah minimal 90 tablet selama masa
kehamilan
8) Tes labotorium :Tes kehamilan, kada HB, Golongan darah, tes triple
eliminasi ( HIV, Sifilis dan Hepatitis B )
9) Tata Laksana / penanganan kasus sesuai wewenang
10) Tamu wicara ( Konseling )
(Kemenkes RI, 2020)
c. Penentuan Indeks Massa Tubuh (IMT) pada Ibu Hamil
PBBH yang optimal berbeda-beda sesuai dengan status gizi Ibu yang
diukur dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) sebelum hamil atau pada saat
memasuki trimester pertama seperti dijelaskan pada tabel dibawah ini.
Semakin kurus seorang Ibu, semakin besar target PBBH-nya untuk

menjamin ketercukupan kebutuhan gizi janin. (Kemenkes RI, 2020)


Table 2.1

Indeks Masa Tubuh

IMT pra hamil Kenaikan BB total selama Laju kenaikan BB pada


(kg/m2) kehamilan (kg) trimester III (rentang rerata
kg/minggu)
Gizi kurang / KEK (<18.5) 12.71 - 18.16 0.45 (0.45 – 059)
Normal (18.5 – 24.9) 11.35 – 15.89 0.45 (0.36 – 0.45)
Kelebihan BB (25.0 -29.9) 6.81 – 11.35 0.27 (0.23 – 0.32)
Obes (>30.0) 4.99 – 0.08 0.23 (0.18 – 0.27)
Adapun cara menghitung IMT menurut Kemenkes RI (2020) adalah dengan
membagi besaran Berat Badan (BB) dalam kilogram (kg) dengan Tinggi Badan (TB)
dalam meter (m) kuadrat sesuai formula berikut:

Berat Badan (kg)


IMT =
Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)

d. Skrining Imunisasi TT
Skiring dilakukan berdasarkan riwayat imunisasi yang tercatat maupun
ingatan
1) Apabila data imunisasi tercatat pada buku imunisasi atau buku KIA
maka riwayat imunisasi dapat diperhitungkan
2) Bila hanya berdasarkan ingatan, skiring dapat dimulai
denganpertanyaan imunisasi saat di sekolah ( BIAS ) untuk ibu yang
lahir pada dan setelah tahun 1977, untuk ibu yang lahir sebelum
tahun 1977 langsung dimulai dengan pertanyaan imunisasi caten dan
hamil
Penentuan status imunisasi TT dilakukan dengan prinsip jumlah yang

diberikan dengan interval pemberian sebagai berikut

Tabel 2.3

Imunisasi TT

Status TT Interval Minimal Pemberian Masa Perlindungan


TT 1 - -
TT 2 4 Minggu Setelah TT 1 3 Tahun
TT 3 6 Bulan Setelah TT 2 5 Tahun
TT 4 1 Tahun Setelah TT 3 10 Tahun
TT 5 1 Tahun Setelah TT 4 Lebih Dari 25 Tahun
( Kemenkes RI, 2020 )

e. Penentuan umur kehamilan


1) Menghitung dengan rumus Naegle
Umur kehamilan dapat ditentukan dengan salah satu rumus
Naegle. Rumus ini berguna untuk menentukan hari perkiraan lahir
(HPL/expected date of confinement = EDC). (Ariantika, Fatimah,
2019)
Contoh cara menghitung HPL:
a) Apabila hari pertama haid terakhir pada bulan Januari dan
pertengahan bulan Maret (sebelum tanggal 25) menggunakan
rumus +7 +10 +0
Contoh: hari pertama haid terakhir 6 Januari 2018 = 2/1/2018 =
+7 +9 +0
Jadi, HPL nya = 13/10/2018 (13 Oktober 2018)
b) Apabila hari pertama haid terakhir lebih dari pertengahan maret
(mulai tanggal 25 dan selebihnya) dan bulan seterusnya sampai
akhir Desember menggunakan rumus = +7 - 3 +1
Contoh: hari pertama haid terakhir 8 Juli 2018 = 8/7/2018 = +7 -
3 +1
Jadi, HPL nya = 15/4/2019 (15 April 2019). (Ariantika dan
Fatimah, 2019)
f. Memperkirakan Tingginya Fundus Uteri

Gambar 2.1

TFU sesuai usia kehamilan

Tinggi fundus
uteri dapat
diperkirakan
dengan teknik
Mc Donald,
palpasi
abdomen, dan
palpasi Leopold.
Pengukuran
tinggi fundus uteri dengan teknin Mc Donald dilakukan dengan alat ukur
panjang, mula dari tepi atas simpisis pubis hingga fundus uteri, atau
sebaliknya. Pemeriksaan dengan teknik ini dilaksanakan setelah
menjalani pemeriksaan inspeksi pada abdomen dan jika umur kehamilan
sudah mencapai 22 minggu. Pada teknik ini, fundus uteri diukur dengan
pita. Tinggu fundus dikalikan 2 dan dibagi 7 memberikan umur
kehamilan dalam bulam obstetrik dan bila dikalikan 8 dibagi 7
memberikan umur kehamilan dalam minggu. (Ariantika, Fatimah, 2019)
g. Menentukan Tafsiran Berat Janin
Menurut Jhonson. BBJ (dalam gram) sama dengan pengukuran fundus
(dalam cm) dikurangi n, yaitu 12 (jika kepala berada atau diatas spina
iskhiadika atau belum memasuki panggul) atau 11 (jika kepala berada di
bawah spina iskhiadika atau sudah memasuki panggul) dikalikan 155.
(Ariantika dan Fatimah, 2019)
TBJ = tinggu fundus (cm) – n (12 atau 11) x 155

h. Palpasi Leopold
Palpasi Leopold merupakan teknik pemeriksaan pada perut ibu bayi
untuk menentukan posisi dan letak janin. Teknik ini mencakup empat
tahap, yaitu:
1) Leopold I bertujuan untuk mengetahui tinggi fundus uteri dan bagian
janin yang terdapat pada bagian fundus uteri
2) Leopold II bertujuan untuk menentukan punggung dan bagian janin
di sepanjang sisi maternal
3) Leopold III bertujuan untuk membedakan bagian persentasi dari janin
dan sudah masuk dalam pintu panggul
4) Leopold IV bertujuan untuk meyakinkan hasil yang ditemukan pada
pemeriksaan Leopold III, mengetahui sejauh mana bagian presentasi
sudah masuk atas panggul memberikan informasi tentang fleksi atau
ekstensi dan penurunan bagian presentasi. (Ariantika, Fatimah, 2019)
Gambar 2.2

Teknik Pemerisaan Palpasi Abdomen

Teknik Waktu Pengukuran Tujuan


Palpasi Abdomen Awal Trimester 1  Meraba ada/tidak
massa intra abdomen
 Menentukan tinggi
fundus uteri
Akhir Trimester 1 Menentukan tinggi fundus uteri
dan bagian janin yang terletak
di fundus uteri

Trimester 2 dan 3 Menentukan bagian janin pada


sisi kiri dan kanan ibu
Trimester 2 dan 3 Menentukan bagian janin yang
terletak di bagian bawah uterus

( Kemenkes RI, 2020 )

A. Konsep Asuhan Kebidanan Persalinan

1. Pengertian persalinan

Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran


bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran
plasenta dan selaput janin dari dalam tubuh ibu melalui jalan lahir atau
melalui jalan lain, berlangsung dengan bantuan atau kekuatan ibu sendiri
(Supri, Nuryani, dkk. 2021)
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang
terjadi pada kehamilan cukup bulan yaitu 37-42 minggu, lahir spontan
dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa
komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Indrayani dan Moudy. 2016)
2. Macam-Macam Persalinan

a. Persalinan spontan
Suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang
sudah cukup bulan melalui jalan lahir (pervaginam) dengan kekuatan ibu
sendiri.
b. Persalinan buatan
Suatu proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar, misalnya
ektraksi vacum atau sectio caesaria (SC).
c. Persalinan anjuran
Merupakan persalinan yang tidak dimulai dengan sendirinya dan

berlangsung setelah pemecahan selaput ketuban, pemberian pitocyn dan


prostaglandin (Aslina dan Febrianti. 2019)

3. Lima Benang Merah dalam Asuhan Persalinan

a. Membuat Keputusan Klinik


Membuat keputusan klinik adalah proses pemecahan masalah yang
akan digunakan untuk merencanakan asuhan bagi ibu dan bayi baru lahir.
b. Asuhan Sayang Ibu dan Sayang Bayi
Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai
budaya, kepercayaan, dan keinginan dari pasien.
c. Pencegahan Infeksi
Pencegahan infeksi termasuk dalam tindakan berikut: Mencuci tangan,
Memakai sarung tangan, Memakai perlengkapan pelindung diri ( Penutup
kepala, masker, pelindung mata, alas kaki, apron), Menggunakan asepsis
dan teknik aseptik.
d. Pencatatan (Rekam Medik)
Catat setiap asuhan yang sudah diberikan kepada ibu maupun bayi.
Apabila asuhan tidak dicatat maka dapat dianggap asuhan tersebut tidak
pernah dilaksanakan.
e. Rujukan
Hal-hal yang harus disiapkan dalam melakukan rujukan seringkali

disingkat dengan BAKSOKUDA, yaitu: Bidan, Alat, Keluarga, Surat,

Obat, Kendaraan, Uang dan Donor darah (Supri, Nuryani, dkk. 2021).

4. Sebab- Sebab Mulainya Persalinan

Sebab-sebab mulainya persalinan belum diketahui dengan jelas, namun


ada beberapa teori yang dikemukaan yaitu :
a. Penurunan kadar progesteron
Pada akhir kehamilan kadar progesteron menurun sehingga timbul his
b. Teori oxitosin
Pada akhir kehamilan kadar oxitosin bertambah, oleh karena itu timbul
kontraksi-oyo-otot rahim
c. Keregangan otot-otot
Dengan majunya kehamilan makin teregang otot-otot dan otot-otot rahim
makin rentan hingga timbulah kontraksi untuk mengeluarkan isinya.
d. Pengaruh janin
Hipofise dan kelenjar suprarenal janin memegang peranan karena pada
anencephalus kehamilan sering lebih lama dari biasanya
e. Teori prostaglandin
Sebelum melahirkan atau selama persalinan pada ibu hamil terdapat kadar

prostaglandin yang tinggi baik dalam air ketuban maupun daerah perifer
(Supri, Nuryani, dkk. 2021).

5. Tahapan Persalinan

a. kala I
Partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut mengeluarkan lendir
yang bercampur darah. Proses pembukaan serviks sebagai akibat his
dibagi menjadi 2 macam yaitu fase laten ( berlangsung selama 8 jam dan
pembukaan terjadi sangat lambat sampai diameter 3cm) dan fase aktif
(fase akselerasi, fase dilatasi maksimal, dan fase deselarasi) (Supri,
Nuryani, dkk. 2021).
Ketuban akan pecah dengan sendiri ketika pembukan hampir atau
telah lengkap, bila ketuban pecah sebelum mencapai pembukaan 5cm
disebut KPD. Kala I selesai apabila pembukaan serviks uteri telah
lengkap. Pada primigravida kala I akan berlangsung kira-kira 11 jam,
sedangkan pada multipara kira-kira 7 jam (Supri, Nuryani, dkk. 2021).
b. kala II
Disebut sebagai kala pengeluaran bayi yang terjadi 20 menit hingga 3
jam. Pada fase ini, kontraksi menjadi semakin kuat dengan lama 49-90
detik. Untuk durasi kontraksi menjadi lebih panjang yaitu 3-5 menit. Pada
primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan pada multigravida
rata-rata 0,5 jam (Aslina dan Febrianti. 2019).
c. kala III
Persalinan kala III dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan
lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Biasanya plasenta lepas dalam 6
sampai 15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan
tekanan pada fundus uteri (Aslina dan Febrianti. 2019)
Lepasnya plasenta sudah dapat diperkirakan dengan memperhatikan
tanda-tanda berikut:
1) uterus menjadi bundar
2) uterus terdorong ke atas
3) tali pusat bertambah panjang
4) terjadi semburan darah
5) melahirkan plasenta dilakukan dengan dorongan ringan secara crede
pada fundus uteri (Supri, Nuryani, dkk. 2021).
d. kala IV
Dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir 2 jam setelah itu.
Setelah plasenta lahir, bberapa hal yang perlu dilakukan yaitu:
1) lakukan rangsangan taktil (masase) uterus
2) evaluasi tingkat fundus uterus
3) memperkirakan kehilangan darah secara keseluruhan
4) evaluasi keadaan umum ibu
5) dokumentasikan semua asuhan dan temuan persalinan kala IV

dibagian belakang partograf (Aslina dan Febrianti. 2019).

6. Tanda-Tanda Persalinan

a. Tanda persalinan sudah dekat


Yaitu adanya Lightening menjelang minggu ke-36 serta adanya his
permulaan (his palsu) dimana memiliki sifat:
1) rasa nyeri ringan dibagian bawah
2) datangnya tidak teratur
3) tidak ada perubahan serviks
4) durasinya pendek
5) tidak bertambah bila beraktivitas (Supri, Nuryani, dkk. 2021).
b. Tanda persalinan
1) Penipisan dan pembukaan serviks
Diameter meningkat dari sekitar 1cm sampai dilatasi lengkap yaitu
10 cm, apabila dilatasi serviks lengkap menandai akhir tahap pertama
persalinan.
2) Kontraksi uterus
Kontraksi uterus ini mengakibatkan perubahan pada serviks
(frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit).
3) Keluarnya lendir bercampur darah (show) melalui vagina
Blood show merupakan tanda dari persalinan yang sudah dekat yang

biasanya terjadi dalam jangka waktu 24-48 jam terakhir (Supri,

Nuryani, dkk. 2021).

7. Kebutuhan Dasar Ibu Dalam Proses Persalinan

a. Dukungan fisik dan psikologis


1) Bidan harus konsentrasi penuh untuk mendengarkan dan melakukan
observasi
2) Membuat kontak fisik seperti menggosok punggung dan memegang
tangan klien
3) Menempatkan pasien dalam keadaan yakin (Ellisabeth dan Endang.
2019)
b. Kebutuhan makanan dan cairan
Makanan padat tidak boleh diberikan selama persalinan aktif. Untuk
mencegah dehidrasi pasien dapat diberikan banyak minum segar (jus
buah, sup) selama persalinan, namun bila mual/muntah dapat diberikan
cairan IV(RL) (Ellisabeth dan Endang. 2019)
c. Kebutuhan eleminasi
Kandung kencing harus dikosongkan setiap 2 jam selama proses
persalinan, bila pasien mengatakan ingin BAB bidan harus memastikan
kemungkinan adanya tanda dan gejala pada kala II (Ellisabeth dan
Endang. 2019)
d. Posisioning dan aktifitas
Bila pasien sudah semakin putus asa dan merasa tidak nyaman bidan
bisa menyarankan ibu untuk berdiri atau berjalan-jalan. Adapun posisi
untuk persalinan yaitu:
1) duduk atau setengah duduk
2) posisi merangkak, dan
3) berbaring ke kiri sementara memberi rasa santai bagi ibu (Ellisabeth
dan Endang. 2019)
e. Pengurangan rasa nyeri
Pendekatan-pendekatan guna mengurangi rasa nyeri adalah:
1) pengaturan posisi
2) relaksasi dan latihan pernafasan
3) istirahat dan privasi
4) sentuhan dan masase
5) pijatan ganda pada pinggul dan musik (Ellisabeth dan Endang. 2019)

8. Lingkup Asuhan Persalinan

Lingkup asuhan peralinan dalam memberikan pelayanan asuhan sesuai

dengan standar asuhan persalinan dan kewenangan bidan yaitu bidan dalam

menjalankan praktiknya berwenang secara mandiri untuk memberikan

pelayanan meliputi: pelayanan persalinan normal, episiotomi, penjahitan luka

jalan lahir tingkat I dan II, penanganan kegawatdaruratan dilanjutkan dengan

rujukan, fasilitasi/mimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu

eksklusif, pemberian uterotonika pada manajemen kala III dan postpartum,

berikan surat keterangan kematian dan pemberian surat keterangan cuti

bersalin (Indrayani dan Moudy. 2016)

9. Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan

a. Passage (Jalan lahir)


Passage adalah jalan lahir yang harus dilewati oleh janin terdiri dari
rongga panggul, dasar panggul, serviks, dan vagina. Rongga-rongga
panggul yang normal adalah: Pintu atas panggul (PAP) hampir berbentuk
bundar, sacrum lebar dan melengkung, promontorium tidak menonjol ke
depan, kedua spina ischiadica tidak menonjol kedalam, sudut arcus pubis
cukup luas, ukuran conjugata vera 10-11cm, ukuran diameter transversa
12-14cm, diameter oblique 12-14cm, dan pintu bawah panggul ukuran
muka melintang 10-10,5cm (Supri, Nuryani, dkk. 2021).
b. Power
Power adalah kekuatan atau tenaga untuk melahirkan yang terdiri dari
his atau kontraksi uterus dan tenaga meneran dari ibu. His yang normal
adalah timbulnya mula-mula perlahan tetapi teratur, makin lama makin
bertambah kuat sampai pada puncaknya yang paling kuat kemudian
berangsur-angsur menurun menjadi lemah (Supri, Nuryani, dkk. 2021).

c. Passenger
Passenger meliputi janin dan plasenta, 90% bayi dilahirkan dengan
letak kepala. Kelainan-kelainan yang sering menghambat pihak passenger
adalah kelainan ukuran bentuk kepala anak, kelainan letak muka atau
dahi, serta kelainan kedudukan lintang atau sungsang (Supri, Nuryani,
dkk. 2021).
d. Psikologis ibu
Perasaan takut dan cemas merupakan faktor utama yang menyebabkan
rasa sakit dalam persalinan dan berpengaruh terhadap kontraksi rahim dan
dilatasi serviks sehingga persalinan menjadi lama (Supri, Nuryani, dkk.
2021).
e. Penolong
Petugas kesehatan yang mempunyai legalitas dalam menolong

persalinan antara lain dokter, bidan serta mempunyai kompetensi dalam


menolonng persalinan, menangani kegawatdaruratan serta melakukan
rujukan bila diperlukan (Supri, Nuryani, dkk. 2021).

10. Tanda Bahaya Persalinan

a. Riwayat bedah sesar


b. Perdarahan pervaginam selain dari lendir bercampur darah
c. Kurang dari 37 minggu (persalinan kurang bulan)
d. Ketuban pecah disertai dengan keluarnya mekonium kental
e. Ketuban pecah bercampur sedikit mekonium disertai tanda-tanda gawat
janin
f. Ketuban pecah (lebih dari 24 jam) atau ketuban pecah pada kehamilan
kerang bulan
g. Tanda-tanda atau gejala infeksi
h. Tekanan darah lebih dari 160/110 atau terdapat protein dalam urin
i. Tinggi fundus 40cm atau lebih
j. Djj kurang dari 100 atau lebih dari 180 kali/menit pada 2x penilaian
dengnan jarak 5 menit
k. Primipara dalam persalinan fase aktif dengan palpasi kepala janin 5/5
l. Presentasi ganda (majemuk)
m. Tali pusat menumbung (Supri, Nuryani, dkk. 2021).

11. Menolong Persalinan Sesuai APN

Table 2.6

58 langkah APN

Langkah 1 Dengarkan, lihat dan periksa gejala dan tanda kala dua yaitu
Doran, teknuk, perjol dan vulka
Langkah 2 Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan
esensial untuk menolong persalinan dan penatalaksanaan
komplikasi
Langkah 3 Kenakan atau pakai clemek plastic
Langkah 4 Lepaskan dan simpan semua perhiasan, cuci tangan dengan
sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan
Langkah 5 Pakai sarung tangan DTT untuk melakukan pemeriksaan
dalam
Langkah 6 Masukan oksitosin kedalam tabung suntik
Langkah 7 Bersihkan vulva dan perineum menggunakan kapas/kasa
yang dibasahi air
Langkah 8 Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan
lengkap
Langkah 9 Dekontaminasi sarung tangan kedalam larutan klorin 0,5%
selama 10 menit
Langkah 10 Periksa denyut jantung janin setelah kontraksi/ saat relaksasi
Langkah 11 Beritahu bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin
baik dan bantu ibu dalam menemukan posisi yang nyaman
Langkah 12 Pinta keluarga untuk membantu menyiapkan posisi meneran
Langkah 13 Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasakan ada
dorongan kuat untuk meneran
Langkah 14 Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil
posisi yang nyaman jika ibu belum merasa ada dorongan
untuk meneran dalam 60menit
Langkah 15 Letakan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) diatas
perut ibu
Langkah 16 Letakan kain bersih dilipat 1/3 bagian dibawah bokong ibu
Langkah 17 Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan
alat dan bahan
Langkah 18 Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan
Langkah 19 Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6cm
membuka vulva maka lindungi perineum dengan satu tangan
dengan dilapisi kain bersih dan kering. Tangan yang lain
menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan
membantu lahirnya kepala
Langkah 20 Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil
tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi
Langkah 21 Tunggu kepala bayi melakukan putara paksi luar secara
spontan
Langkah 22 Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara
biparetal. Anjurkan ibu meneran saat kontraksi dengan
lembut gerakan kepala kearah bawah dan distal hingga bahu
depan muncul dibawah arkus pubis dan kemudian gerakan
arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang
Langkah 23 Geser tangan bawah kearah perineum ibu untuk menyanggah
kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas
untuk menelusuri dan memegang lengan siku sebelah atas
Langkah 24 Penelusuran tangan atas berlanjut kepunggung, bokong dan
kaki. Pegang kedua mata kaki
Langkah 25 Lakukan penilaian apakah bayi menangis kuat/ bernapas
tanpa kesulitan ataupun gerakan bayinya
Langkah 26 Keringkan dan sisikan tubuh bayi di atas perut ibu
Langkah 27 Periksa kembali perut ibu untuk memastikan tak ada bayi lain
dalam uterus
Langkah 28 Beritahu ibu bahwa penolong akan menyuntikan oksitosin
Langkah 29 Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir suntikan oksitosin 10
unit (Intramuskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral
Langkah 30 Dengan menggunakan klem, jepit tali pusat sekitar 3cm dari
pusat bayi, dorong isi tali pusat kearah distal (ibu) dan
lakukan penjepitan kedua pada 2cm distal dari klem pertama
Langkah 31 Pemotongan dan pengikatan tali pusat
Langkah 32 Tempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit ibu ke kulit
bayi
Langkah 33 Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi
dikepala bayi
Langkah 34 Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10cm dari
vulva
Langkah 35 Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, ditepi atas
simfisis, untuk mendeteksi. Tangan lain mengangkan tali
pusat
Langkah 36 Setelah uterus berkontraksi tegangkan tali pusat ke arah
bawah sambil tangan yang lain mendorong uterus ke arah
belakang-atas (dorso-kranial) secara hati-hati.
Langkah 37 Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga
plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong
menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke
arah atas
Langkah 38 Saat plasenta muncul di introitus vagina lahirkan plasenta
dengan kedua tangan, pegang dan putar plasenta hingga
selaput ketuban terpilin kemudian lahirkan dan letakan
ditempat yang disediakan
Langkah 39 Lakukan Masase uterus
Langkah 40 Periksa kedua sisi plasenta pastikan selaput ketuban lengkap
dan utuh
Langkah 41 Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.
Lakuka penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan
Langkah 42 Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi
perdarahan pervaginam
Langkah 43 Beri waktu cukup untuk melakukan kontak kulit ibu dan bayi
(di dada ibu paling sedikit 1 jam)
Langkah 44 Lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mata
antibiotik profilaksis dan vitamin K1 1mg intramuskular di
paha kiri anterolateral
Langkah 45 Berikan suntik imunisasi Hepatitis B (setelah 1 jam
pemberian Vitamin K1) di paha kanan anterolateral
Langkah 46 Lanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan
pervaginam
Langkah 47 Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan
menilai kontraksi
Langkah 48 Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah
Langkah 49 Periksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih 15 menit
selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit
selama 2 jam pertama persalinan
Langkah 50 periksa kembali kondisi bayi untuk memastikan bahwa bayi
bernafas dengan baik serta suhu tubuh normal
Langkah 51 periksa kembali kondisi bayi untuk memastikan bahwa bayi
bernafas dengan baik serta suhu tubuh normal

Langkah 52 Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah


yang sesuai
Langkah 53 Bersihkan bada ibu menggunakan air DTT, bantu ibu
memakai pakaian bersih dan kering
Langkah 54 Pastikan ibu merasa nyaman, bantu ibu memberikan ASI
Langkah 55 Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%
Langkah 56 Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%
Langkah 57 Cuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih mengalir
kemudian keringkan
Langkah 58 Lengkapi partograf (halam depan dan belakang)

(Supri, Nuryani, dkk. 2021 )


12. Pengisian Partograf

Partogrraf didefinisikan sebagai alat bantu untuk memantau kemajuan


persalinan dan membantu petugas kesehatan dalam menentukan keputusan
dalam penatalaksanaan (Aslina dan Febrianti. 2019).
Partograf dimulai pada pembukaan 4cm fase aktif. Tujuan utama
penggunaan partograf adalah untuk mencatat hasil observasi dan kemajuan
persalinan dengan menilai pembukaan serviks selama persalinan (Aslina dan
Febrianti. 2019)
Gambar 2.3
Lembar Depan Partograf

Aslina dan Febrianti. 2019


Gambar 2. 4
Lembar Belakang Partograf

S
Aslina dan Febrianti. 2019
a. Lembar depan partograf
1) Informasi tentang ibu
Lengkapi bagian awal (atas) partograf secara teliti saat mulai
melakukan asuhan persalinan catat beberapa informasi seperti: nama, umur,
nomor puskesmas, waktu mulai dirawat, waktu kedatangan, dan waktu
pecahnya selaput ketuban (Aslina dan Febrianti. 2019).
2) Kesehatan dan kondisi janin
a) Denyut jantung janin, catat dan nilai denyut jantung janin setiap 30
menit, catat djj dengan memberi tanda titik pada garis yang sesuai
dengan garis tega dan bersambung
b) Warna dan air ketuban, dapat dinilai saat pemeriksaan dalam dan nilai
air ketuban jika selaput ketuban pecah dengan lambang U (ketuban
utuh), J ( ketuban sudah pecah dan jernih), M (ketuban bercampur
mekonium), D (ketuban bercampur darah), K (Ketuban kering)
c) Penyusupan kepala janin (moulase), simbol 0 (tulang-tulang janin
terpisah dan suturan dapat teraba dengan mudah), 1 (tulang-tulang
kepala janin hanya saling bersentuhan), 2 (tulang-tulang janin saling
tumpang tindih tapi masih dapat dipisahkan), 3 (tulang-tulang janin
saling tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan) (Aslina dan Febrianti.
2019).
3) Kemajuan persalinan
a) Kemajuan persalinan, garing angka 0-10 dibagian kolom paling kiri
menunjukan besarnya dilatasi serviks, nilai dan catat pembukaan serviks
tiap 4 jam cantumkan tanda ‘X’ digaris waktu sesuai lajur besarnya
pembukaan serviks (Aslina dan Febrianti. 2019).
b) Penurunan bagian terbawah janin, untuk menentukan penurunan kepala
janin cantumkan skala nilai pada angka 1-5 yang sesuai, tulis kondisi
turunnya kepala janin dengan garis tidak terputus dari angka 0-5 dengan
memberi tanda ‘0’ pada garis yang sesuai (Aslina dan Febrianti. 2019).
4) Jam dan waktu
Waktu mulainya fase aktif persalinan. Setiap kotak menyatakan waktu
(1 jam) sejak dimulainya fase aktif persalinan. Waktu aktual menunjukan
waktun pemeriksaan atau persalinan, cantumkan tansa ‘X’ di garis waspada
(Aslina dan Febrianti. 2019).
5) Kontraksi uterus
Beri titik-titik di kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang
lamanya <20 detik, beri gari-garis dikotak yang sesuai untuk menyatakan
kontraksi yang lamanya 20-40 detik, isi penuh kotak yang sesuai untuk
menyatakan kontraksi yang lamanya >40 detik (Aslina dan Febrianti.
2019).
6) Obat-obatan dan cairan yang diberikan
Oksitosin jika tetesan drip sudah dimulai, dokumentasikan jumlah unit
oksitosin yang diberikan per volume setiap 30 menit. Obat lain dan cairan
IV catat sesuai kolom dan waktunya (Aslina dan Febrianti. 2019).
7) Kesehatan dan kenyamanan ibu
a) Nadi, tekanan darah, dan suhu tubuh, nadi tiap 30 menit sekali, tekanan
darah per 4 jam sekali, suhu tubuh per 2 jam.
b) Volume urin, protein urin, dan aseton, catat jumlah produksi urin ibu
sedikitnya setiap 2 jam (Aslina dan Febrianti. 2019).
8) Asuhan, pengamatan, dan keputusan klinis
Catat semua asuhan lain, hasil pengamatan dan keputusan klinis di sisi
luar kolom partograf, buat catatan terpisah tentang kemajuan persalinan
dan cantumkan tanggal atau waktu saat membuat catatan persalinan (Aslina
dan Febrianti. 2019).
b. Lembar Belakang Partograf
Merupakan catatan persalinan yang berguna untuk mencatat proses

persalinan, yaitu data dasar, kala I, kala II, kala III, kala IV, dan bayi baru

lahir (terlampir) (Aslina dan Febrianti. 2019).

B. ASUHAN MASA NIFAS

1. Pengertian Masa Nifas

Masa nifas ( puerperium )adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai


alat – alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa
nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari ( Elisabeth, Endang, 2017 )
Masa nifas merupakan masa selama persalinan dan segera setelah
kelahiran yang meliputi minggu – minggu berikutnya pada waktu saluran
reproduksi kembali ke keadaan tidak hamil norma (Elisabeth, Endang, 2017)
2. Tujuan asuhan masa nifas
a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik dari fisik maupun psikologis
dimana dalam asuhan pada masa ini pera keluarga sangat penting, dengan
memperhatikan nutrisi, dukungan psikologi maka kesehatan ibu dan bayi
selalu terjaga
b. Melakukan skrinning yang menyeluruh dimana bidan harus melakukan
manajemen asuhan kebidana pada ibu nifas secara sistematis yaitu melalui
pengkajian, interpretasi data dan analisis masalah, perencanaan,
penatalaksanaan dan evaluas
c. Melakaukan rujukan secara aman dan tepat waktu bila terjadi penyulit
atau komplikasi kepada ibu dan bayinya ke fasilitas pelayanan rujukan
d. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan nifas,
nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada
bayinya dan perawatan bayi sehat
( Elly dwi wahyuni, 2018 )
3. Peran dan tanggung jawab bidan pada masa nifas
Bidan memiliki peran yang sangat penting dalam pemberian asuhan
postpartum, adapun peran dan tanggung jawab bidan dalam masa nifas :
a. Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama masa nifas
sesuai dengan kebutuhan ibu untuk mengurangi ketegangan fisik dan
psikologis selam masa nifas
b. Sebagai promotor hubungan ibu dan bayi serta keluarga
c. Mendorong ibu untuk menyusui bayinya dengan meningkatkan rasa
nyaman
d. Membuat kebijakan, perencanaan program kesehatan yang berkaitan ibu
dan anak dan mampu melakukan kegiatan administrasi
e. Mendeteksi komplikasi dan perlunnya rujukan
f. Memberikan konseling untuk ibu dan keluarga mengenai cara mencegah
perdarahan, mengenali tanda – tanda bahaya, menjaga gizi yang baik,
serta memperaktekan keberhasilan yang aman
g. Melakukan manajemen asuhan dengan cara mengumpulkan data,
menetapkan diagnosa dan rencana tindakan serta melaksanakan untuk
mempercepat proses pemulihan, mencegah komplikasi dengan memenuhi
kebutuhan ibu dan bayi selama periode nifas
h. Memberikan asuhan secara professional
( Susilo, Feti, 2016 )
4. Perubahan fisiologis ibu masa nifas
Ibu dalam masa nifas mengalami perubahan fisiologis. Setelah keluarnya
plasenta, kadar sirkulasi hormone HCG (human chorionic gonadotropin),
human plasental lactogen, estrogen dan progesterone menurun. Human
plasental lactogen akan menghilang dari peredaran darah ibu dalam 2 hari dan
HCG dalam 2 minggu setelah melahirkan. Kadar estrogen dan progesterone
hampir sama dengan kadar yang ditemukan pada fase folikuler dari siklus
menstruasi berturut-turut sekitar 3 dan 7 hari ( Elisabet, Endang, 2017 )
Penarikan polipeptida dan hormon steroid ini mengubah fungsi seluruh
system sehingga efek kehamilan berbalik dan wanita dianggap sedang tidak
hamil, sekalipun pada wanita. Perubahan-perubahan yang terjadi yaitu:
a. Sistem Kardiovaskular
Denyut jantung, volume dan curah jantung meningkat segera setelah
melahirkan karena terhentinya aliran darah ke plasenta yang
mengakibatkan beban jantung meningkat yang dapat diatasi dengan
haemokonsentrasi sampai volume darah kembali normal, dan pembuluh
darah kembali ke ukuran semula ( Elisabet, Endang, 2017 )
1) Volume darah
Perubahan pada volume darah tergantung pada beberapa variabel.
Contohnya kehilangan darah selama persalinan, mobilisasi dan
pengeluaran cairan ekstravaskular. Kehilangan darah mengakibatkan
perubahan volume darah tetapi hanya terbatas pada volume darah
total. Kemudian, perubahan cairan tubuh normal mengakibatakan
suatu penurunan yang lambat pada volume darah ( Elisabet, Endang,
2017 )
2) Cardiac output
Cardiac output terus meningkat selama kala I dan kala II
persalinan. Puncaknya selama masa nifas dengan tidak
memperhatikan tipe persalinan dan penggunaan anastesi. Cardiac
outputtetap tinggi dalam beberapa waktu sampai 48 jam postpartum,
ini umumnya mungkin diikuti dengan peningkatan stroke voluma
akibat dari peningkatan venosus return, bradicardi terlihat selama
waktu ini. Cardiac output akan kembali pada keadaan semula seperti
sebelum hamil dalam 2-3 minggu ( Elisabet, Endang, 2017 )
b. System Haematologi
1) Hari pertama masa nifas kadar fibrinogen dan plasma sedikit
menurun, tetapi darah lebih kental dengan peningkatan viskositas
sehingga meningkatkan pembekuan darah
2) Leukositsis meningkat dapat mencapat 15000/mm3 selama persalinan
dan tetap tinggi dalam beberapa hari postpartum
3) Factor pembekuan, yakni suatu aktivasi factor pembekuan darah
terjadi setelah persalinan. Aktivasi ini bersamaan dengan tidak
adanya pergerakan, trauma atau sepsis, yang mendukung terjadinya
tromboemboli
4) Kaki ibu diperiksa setiap hari untuk mengetahui adanta tanda- tanda
thrombosis ( Nyeri, hangat dan lemas, vena bengkak kemerahan yang
dirasakan keras atau padar ketika disentuh )
( Elisabet, Endang, 2017 )
c. Sistem Reproduksi
1) Uterus
Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga

akhirnya kembali seperti sebelum hamil

Tabel 2.7

Perubahan normal pada uterus selama proses post partum


Involusi uteri Tinggi fundus uteri Berat uterus
Bayi lahir setinggi pusat 1000 gr
Plasenta Lahir 2 jari bawah pusat 750 gram
7 Hari (minggu Pertengahan pusat
500 gram
1) syimpisis
14 hari Tidak teraba 350 gram
(Minggu 2)
6 minggu Normal 50 gram
2) Lochea
(Elisabet, Endang, 2017)
Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari cavum uteri dan

vagina dalam masa nifas. Macam-macam lochea:

Tabel 2.8

Pengeluaran lochea berdasarkan waktu, warna dan ciri-cirinya


Lochea Waktu Warna Ciri-ciri
Terdiri dari sel
desidua, verniks
Merah caseosa, rambut
Rubra 1-3 hari
kehitaman lanugo, sisa
mekoneum dan sisa
darah
Putih
Sisa darah
Sanguilenta 3-7 hari bercampur
bercampur lender
darah
Lebih sedikit darah
Kekuningan dan lebih banyak
Serosa 7-14 hari atau serum, juga terdiri
kecoklatan dari leukosit dan
robekan laserasi
Mengandung
leukosit, selaput
Alba > 14 hari Putih lendir serviks dan
serabut jaringan
mati
Selain lochea di atas, ada dua jenis lochea yang tidak normal
(a) Lochea purulenta: terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau
busuk
(b) Locheastasis: lochea tidak lancar keluarnya ( Elisabet, Endang, 2017 )
3) Serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Setelah
persalinan, ostium eksterna dapat dimasuki oleh 2 hingga 3 jari
tangan, setelah 6 minggu persalinan serviks menutup ( Elisabet,
Endang, 2017 )

4) Vulva
Vulva dan Vagina mengalami penekanan serta peregangan
yang sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam
beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini
tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva dan
vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam
vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali sementara
labia manjadi lebih menonjol ( Elisabet, Endang, 2017 )
5) Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena
sebelumnya teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak
maju. Pada postnatal ke 5, perineum sudah mendapatkan kembali
sebagaian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendor daripada
keadaan sebelum melahirkan ( Elisabet, Endang, 2017 )
6) Payudara
Kadar prolaktin yang disekresi oleh kelenjar hypofisis anterior
meningkat secara stabil selama kehamilan, tetapi hormon plasenta
menghambat produksi ASI. Setelah pelahiran plasenta, konsentrasi
estrogen dan sintesis ASI dimulai. Suplai darah ke payudara
meningkat dan menyebabkan pembengkakan vascular sementara.
Air susu, saat diproduksi, disimpan di alveoli dan harus
dikeluarkan dengan efektif dengan cara diisap oleh bayi untuk
pengadaan dan keberlangsungan laktasi ( Elisabet, Endang, 2017 )
d. Sistem Perkemihan
Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama, kemungkinan
terhadap spasine sfingter dan edema leher buli – buli sesudah bagian ini
mengalami kompresi antara kepala janin dan tulang pubis selama
persalinan. Urine dalam jumlah besar akan dihasilkan dalam jumlah
waktu 12 – 36 jam sesudah melahirkan ( Elisabet, Endang, 2017 )
e. Sistem Gastrointestinal
Kerapkali diperlukan waktu 3 – 4 hari sebelum faal usus kembali
normal, meskipun kada progesterun menurun setelah melahirkan, namun
asupan makanan juga mengalami penurunan selam satu atau dua hari,
gerak tubuh berkurang dan usus bagian bawah sering kosong jiks sebelum
melahirkan diberikan enama, rasa sakit didaerah perenum dapat
menghalangi keinginan ke belakang ( Elisabet, Endang, 2017 ).
f. Sistem Endokrin
Kadar estrogen menurun 10 % dalam waktu sekitar 3 jam postpartum.
Progesterun turun pada hari ke 3 postpartum, sedangkan kada prolactin
dalam darah berangsur – angsur menghilang ( Elisabet, Endang, 2017 )
g. Sistem Muskulosklebal
Anbulasi umumnya dimulai pada 4-8 jam postpartum, ambulasi dini
sangat membantu untuk mencegah komplikasi dan mempercepat proses
involusi ( Elisabet, Endang, 2017 ).
h. Sistem Integumen
1) Penurunan melanin umumnya setelah persalinan menyebabkan
berkurangnya hyperpigmentasi kulit
2) Perubahan pembuluh darah yang tampak pada kulit karena kehamilan
dan akan menghilang pada saat estrogen menurun
( Elisabet, Endang, 2017 )
5. Involusi dan Subinvolusi Masa Nifas
a. Involusi
Involusi uteri merupakan pengecilan yang normal dari suatu organ
setelah organ tersebut memenuhi fungsinya, misalnya pengecilan uterus
setelah melahirkan. Involusi uteri adalah mengecilnya kembali Rahim
setelah persalinan kembali ke bentuk asal ( Elisabet, Endang, 2017 )

b. Autolisis
Adalah penghancuran jaringan otot – otot uterus yang tumbuh karena
adanya hyperplasi, dan jaringan oot yang membesar menjadi lebih panjang
10 kali dan menjadi 5 kali lebih tebal dari sewaktu masa hamil, akan susut
kemabali mencapai keadaan seula ( Elisabet, Endang, 2017 )
c. Aktivitas Otot – otot
Adalah adanya retraksi dan kontraksi dari otot – otot setelah anak lahir,
yang diperlukan untuk menejepit pembuluh darah yang pecah karena
adanya kontraksi dan retraksi yang terus - menerus ini ini menyebabkan
terganggunya peredaran darah didalam uterus yang mengaibatkan jaringan
otot – otot menjadi lebih kecil.
Mekanisme terjadinya kontraksi uterus melalui 2 cara yaitu :
1) Kontraksi oleh ion kalsium
2) Kontraksi yang disebabkan oleh hormon
( Elisabet, Endang, 2017 )
d. Involusi alat – alat Kandungan
1) Uterus
Setelah bayi dilahirkan, uterus yang selama persalinan mengalami
kontraksi dan retraksi akan menjadi keras sehinga dapat menutup
pembuluh darah besar yang bermuara pada bekas implantasi plasenta.
Pada hari pertama postpartum TFU kira –kira 1 jari dibawah pusat ( 1
cm ), pada hari kelima postpartum uterus menjadi 1/3 jarak antara
sympisis ke pusat, TFU menurun 1 cm setiap hari dan secara
berangsur – angsur menjadi kecil hingga akhirnya kembali sebelum
hamil ( Elisabet, Endang, 2017 ).
2) Bekas Implantasi Uteri
Plasenta mengecil karena kontraksi dan menonjol ke ovum uteri
dengan diameter 7,5 cm, sesudah 2 minggu menjadi 3,5 cm, pada
minggu ke 6 2,4 cm dan akhirnya pulih ( Elisabet, Endang, 2017 ).
3) Serviks
Setelah persalinan, bentuk serviks agak mengangaseperti corong,
bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri yang dapat mengandakan
kontraksi, sedangkan servks tidak berkontraksi sehingga seolah – olah
pada berbatasan antara korpus dan serviks uteri berbentuk semacam
cincin ( Elisabet, Endang, 2017 ).
4) Ligamen – ligamen
Ligament – ligament dan diafragma pelvis serta fasia yang
meregangkan sewaktu kehamilan dan persalinan setelah jalan lahir
berangsur – angsur mengecil kembali pada masa nifas seperti sedia
kala ( Elisabet, Endang, 207 ).
5) Factor – factor yang mempengaruhi involusi
Proses involusi dapat terjadi secara cepat atau lambat, factor yang
mempengaruhi involusi uterus antara lain :
(a) Mobilisasi Dini
(b) Status Gizi
(c) Menyusui
(d) Usia
(e) Paritas
( Elisabet, Endang, 2017 )
e. Subinvolusi
Subinvolusi adalah kegagalan perubahan fisiologis pada sistem
reproduksi pada masa nifas yang terjadi pada setiap organ dan saluran
reproduktif. Subinvolusi dapat terjadi pada
1) Subinvolusi Uterus
Subinvolusi uterus adalah kegagalan uterus untuk untuk mengkuti
pada normal involusi / proses involusi Rahim tidak berjalan sebagai
semestinya sehingga proses pengecilan uterus terhambat. Berikut ini
tanda dan gejala :
(a) Fundus uteri letaknya tetap tinggi didalam abdomen/ pelvis
(b) Kontraksi uterus lembek
(c) Pengeluaran lochea sering kali gagal berubah
(d) Terdapat bekuan darah
(e) Lochea berbau menyengat
(f) Uterus tidak berkontraksi
( Elisabet, Endang 2017 )
2) Pucat, Pusing dan Tekana Darah Rendah serta Suhu Tubuh Tinggi
Penyebab :
(a) Terjadi infeksi pada meometrium
(b) Terdapat sisa plasenta dan selaput plasenta didalam Rahim
(c) Lochea rubra lebih dari 2 minggu postpartum dan pengeluaran
lebih banya dari yang diperkirakan
Terapi :
(a) Pemberian antibiotika
(b) Pemberian uterotonika
(c) Pemberian tablet fe
( Elisabet, Endang, 2017 )
3) Subonvolusi Tempat Plasenta
Yaitu kegagalan bekas tempat implantasi untuk berubah. Berikut
tanda dan gejala :
(a) Tempat implantasi masih meninggalkan perut dan menonjol
(b) Perdarahan
Penyebab
(a) Tali pusat putus akibat dari traksi yang berlebihan
(b) Inversion uteri sebagai akbita tarikan
(c) Tidak adanya regenerasi endomentrium di tempat implantasi
plasenta

(d) Tidak ada pertumbuhan kelenjar endometrium


( Elisabet, Endang, 2017 )
4) Subinvolusi Ligamen
Yaitu kegagalan ligament dan diafragma perlvis vasia kembali
seperti sedia kala. Berikut tanda dan gejala
(a) Ligamentum rotundum masih kedor
(b) Ligamen, fasia, dan jaringan lab penunjang serta alat genetalia
masih kendor
Penyebab :
(a) Terlalu sering melahirkan
(b) Factor umur
(c) Ligaemen, fasia jaringan penunjang serta alat genetalia sudah
berkurang elastisnya
( Elisabet, Endang, 2017 )
5) Subinvolusi Serviks
Yaitu kegagalan serviks berubaha kebentuk semula seperti sebelum
hamil. Berikut tanda dan gejala :
(a) Konsistensi serviks lembek
(b) Perdarahan
Penyebab :
(a) Multiparitas
(b) Terjadi rupture saat persalinan
(c) Lemahnya elastisitas serviks
( Elisabet, Endang, 2017 )
6) Subinvolusi Lochea
Yaitu tidak ada perubahan pada konsistensi lochea, seharusnya lochea
berubaha secara normal sesuai dengan fase dan lamanya postpartum.
Berikut tanda dan gejala :
(a) Perdarahan tidak sesuai dengan fase
(b) Darah berbau menyengat
(c) Perdarahan
(d) Demam menggil
Penyebab :
(a) Bekuan darah pada serviks
(b) Uterus tidak berkontraksi
(c) Posisi ibu terlenang sehingga menghambat darah nifas untuk keluar
(d) Tidak mobilitas
(e) Robekan jalan lahir
(f) Infeksi
( Elisabet, Endang 2017 )
7) Subinvolusi vulva dan vagina
Yaitu tidak kembalinya bentuk dan konsistensi vulva dan vagina
seperti semula setelah beberapa hari postpartum. Berikut tanda dan
gejala :
(a) Vulva dan vagina kemerahan
(b) Terlihat odema
(c) Konsistensi lembek
Penyebab :
(a) Elastisitas vulva dan vagina lemah
(b) Infeksi
(c) Terjadi robekan jalan lahir
( Elisabet, Endang, 2017 ).
8) Subinvolusi Perenium
Yaitu tidak ada perubahan perenium setelah beberapa hari
persalinan. Berikut tanda dan gejala :
(a) Perenium terlihat kemerahan
(b) Konsistensi lembek
(c) Oedema
Penyebab :
(a) Tonus otot perenium sudah lemah
(b) Kekurangan elastis perenium
(c) Infeksi
(d) Pemotongan benang catgut terlalu pendek saat leserasi sehingga
jahita perenium putus
Factor – factor penyebab :
(a) Status gizi ibu buruk
(b) Ibu tidak menyusui bayinya
(c) Kurang mobilitas
(d) Factor usia
(e) Parits
(f) Terdapat bekuan darah yang tidak keluar
(g) Terdapat sisa plasenta dan seaput plasenta
(h) Tidak ada kontraksi
(i) Infeksi
( Elisabet, Endang, 2017 ).
6. Perubahan Adaptasi Psikologis pada Masa Nifas
Menurut yeyeh dan lia ( 2018 ), dalam menjalani adapasi setelah
melahirkann ibu akan mengalami fase – fase sebagai berikut :
1) Taking On
Pada fase ini disebut meniru, pada taking on fase wanita tidak hanya
meniru tetapi sudah membayangkan peran yang dilakukan pada tahap
sebelumnya.
2) Taking In
Periode Ini terjadi 1 – 2 hari sesudah melahirkan, ibu baru pada umunya
pasif dan tergantung, perhatiannya tertuju pada tubuhnya. Peningkatan
nutrisi ibu mungkin dibutuhkan Karena salera makan ibu biasanya
bertambah, kekurangan nafsu makan menandakan tidak berlangsung
normal.
3) Taking Hold
Periode ibu berlangsung pada hari ke 2 – 4 postpartum, ibu menjadi orang
tua yang sukses dengan tanggung jawa terhadap bayinya. Pada masa ini
dcendrung menerima naihat bidan.
4) Letting Go
Periode ini terjadi setiap ibu pulang kerumah, pada ibu yang bersalin di
klinik dan sangat berpengaruh terhadap waktu dan perhatian yang
diberikan oleh keluarganya dan deprsesi postpartum terjadi pada saat ni.
7. Deteksi Dini Komplikasi Masa Nifas
a. Perdarahan pervaginam dengan kehilangan darah lebih dari 500 mL Selma
24 jam pertama sesudah kelahiran bayi
b. Infeksi masa nifas dengan gejala umum temperature atau suhu
pembekakan takikardi dan malaise dan gejala local dapat berupa uterus
lembek, kemerahan dan rasa nyeri
c. Pembengkakan diwajah atau ekstremitas
d. Demam muntah, rasa sakit waktu berkemih
e. Kehilangan nafsu makan dalam waktu lama
f. Rasa sakit, merah, luna dan pembengkakana dikaki
g. Merasa sedih atau tidak mampu mengasuh sendiri bayinya dan dirinya
( Yeyeh, lia, 2018 )
8. Perdarahan Postpartum
a. Pengertian
Perdarahan postpartum diartikan sebagai kehilangan darah 500 ml /
lebih setelah janin dan plasenta lahir pada persalinan pervagina atau 1000
ml atau lebih pada persalinana seksio sesarea. ( Jurnal Visi Ekasta, 2020 )

b. Macam – macam perdarahan postpartum


Perdarahan postpartum terbagi menjadi 2 bagian yaitu perdarahan
primer dan sekunder. Dimana perdarahan primer terjadi sebelum waktu
24 jam sedangkan perdarahan sekunder terjadi setelah waktu 24 jam.
c. Metode Pengukuran Estimasi Kehilangan Darah
Penilaian kehilangan darah setelah persalinan diakui cukup sulit.
Adapun beberapa metode atau teknik yang dapat digunakan untuk
menghitung perkiraan jumlah kehilangan darah setelah persalinan berupa
estimasi visual, pengukuran langsung dan gravimetri.
1) Estimasi Visual
Estimasi visual merupakan metode yang paling sering digunakan
dalam praktek sehari-hari untuk mengukur kehilangan darah dalam
persalinan. Estimasi yang dilakukan dapat berupa :
a) Pembalut
Pembalut standar berukuran 20 cm mampu menyerap 100 ml
darah.
b) Tumpahan darah di lantai
Tumpahan darah dengan diameter 50 cm, 75 cm, 100 cm
secara berturut turut mewakili kehilangan darah 500 ml, 1000 ml,
dan 1500 ml.
c) Kidney dish/Nierbeken
Nierbeken atau kidney dish mampu menampung 500 ml darah.
d) Stained incontinence pad/underpad
Underpad dengan ukuran 90 cm x 60 cm, mampu menampung
sampai 500 ml darah.
e) Kasa
Kasa standar ukuran 10 cm x 10 cm mampu menyerap 60 ml
darah sedangkan kasa ukuran 45 cm x 45 cm mampu menyerap
350 ml darah.
2) Pengukuran langsung
Pengukuran langsung merupakan salah satu metode paling tua
yang akurat dalam mengukur kehilangan darah. Metode ini
menggunakan alat untuk mengumpulkan darah secara langsung dan
digunakan selama persalinan untuk mengukur kehilangan darah
dengan tepat. Salah satunya dengan meletakkan baskom atau wadah
di bawah genitalia eksterna untuk mengumpulkan darah.

Gambar 2.5
estimasi kehilangan darah
9. Pemberian vitamin A pada ibu nifas
Pada kebutuhan dasar ibu nifas ada pemberian vitamin A sebanyak 2 kali
yaitu satu kapsul vitamin A diminum segera setelah saat persalinan dan 1
kapsul vitamin A kedua diminum 24 jam sesudah pemberian kapsul pertama
(Kemeskes 2016)
10. Kunjungan nifas ( KF ) dilakukan sesuai jadwal kunjungan nifas yaitu
Menurt (Kemenkes RI 2020) kunjungan nifas dilakukan minimal 4 kali
seperti yang dibawah ini
a. KF 1 : Pada periode 6 jam sampai 2 hari pascasalinan
b. KF 2 : pada periode 3 hari samai 7 hari pascasalinan
c. KF 3 : Pada periode 8 hari sampai 28 hari pascasalin
d. KF 4 : Pada periode 29 hari sampai 42 hari pascasalin

D. Konsep Asuhan Bayi Baru Lahir


1. Definisi Bayi Baru Lahir
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37-42
minggu, dan berat badannya 2500 - 4000 gram. Secara umum, bayi baru lahir
dapat dilahirkan melalui dua cara, yakni melalui vagina atau melalu operasi
caesar (Aslina, Febrianti. 2019).
2. Ciri-Ciri Bayi Baru Lahir Normal
a. Lahir cukup bulan dengan usia kehamilan 37-42 minggu
b. Berat badan lahir antar 2500-4000 gram atau sesuai masa kehamilan
c. Panjang badan antara 44-53 cm
d. Lingkar kepala melalui diameter biparietal 31-36 cm
e. APGAR score antara 7-10
f. Tanpa kelainan kongenital atau trauma persalinan (Julina, 2017).
3. Penilaian Bayi Baru Lahir
Segera setelah lahir lanjutkan proses perawatan dengan mengeringkan kulit,
bidan harus melakukan pengkajian kondisi umum bayi pada menit pertama dan
ke-5 dengan menggunakan nilai APGAR. Pengkajian pada 1 menit pertama
penting untuk penatalaksanaan resusitasi selanjutnya. Namun terbukti bahwa
pengkajian pada menit ke-5 lebih dapat dipercaya sebagai prediktor resiko
kematian selama 28 hari pertama kehidupan, dan status neurologi anak serta
resiko disabilitas mayor pada usia 1 tahun (Supri, Nuryani, dkk. 2021).
Kepanjangan nilai APGAR adalah:
A Appearance : Penampilan (warna kulit)
P Pulse : Nadi (Frekuensi jantung)
G Grimace : Meringis(respon terhadap rangsangan)
A Active : Aktif(tonus)
R Respiration : Pernapasan
Table 2.9
Pengkajian Nilai APGAR

Tanda 0 1 2
Frekuensi jantung Tidak ada < 100x/menit >100x/menit
Baik atau menangis
Upaya pernapasan Tidak ada Lambat, tidak teratur
aktif
Tonus otot Lunglai Fleksi ekstremitas Aktif
Respon reflek
Tidak ada Meringis minimal Batuk atau bersin
terhadap rangsangan
Tubuh merah muda, Seluruh tubuh
Warna Biru, pucat
ekstremitas biru merah muda
Nilai dikaji pada 1 menit dan 5 menit setelah kelahiran. Bantuan medis
diperlukan jika nilai kurang dari 7. Nilai Apgar tanpa warna kulit
menyingkirkan tanda tanda ke-5, bantuan medis diperlukan jika nilai kurang
dari 6 (Supri, Nuryani, dkk. 2021).
4. Reflek Pada Bayi Baru Lahir
a. Reflek Moro
Bayi akan mengembangkan tangan lebar dan melebarkan jari, lalu
membalikkan dengan tangan yang cepat seakan-akan memeluk seseorang.
Diperoleh dengan memukul permukaan yang rata dimana dekat bayi
dibaringkan dengan posisi telentang.

b. Reflek rooting
Timbul karena stimulasi taktil pipi dan daerah mulut. Bayi akan memutar
kepala seakan mencari putting susu. Refleks ini menghilang pada usia 7
bulan.
c. Reflek sucking
Timbul bersamaan dengan reflek rooting untuk mengisap putting susu
dan menelan ASI.
d. Reflek graps
Timbul jika ibu jari diletakkan pada telapak tangan bayi, lalu bayi akan
menutup telapak tangannya atau ketika telapak kaki digores dekat ujung jari
kaki, jari kaki menekuk.
e. Reflek walking dan stapping
Reflek ini timbul jika bayi dalam posisi berdiri akan ada gerakan spontan
kaki melangkah ke depan walaupun bayi tersebut belum bisa berjalan.
Menghilang pada usia 4 bulan.
f. Reflek tonic neck
Reflek ini timbul jika bayi mengangkat leher dan menoleh kekanan atau
kiri jika diposisikan tengkurap. Reflek ini bisa diamati saat bayi berusia 3-4
bulan.
g. Reflek Babinsky
Muncul ketika ada rangsangan pada telapak kaki, ibu jari akan bergerak
keatas dan jari-jari lainnya membuka, menghilang pada usia 1 tahun.
h. Reflek membengkokkan badan (Reflek Galant)
Ketika bayi tengkurap, gerakan bayi pada punggung menyebabkan pelvis
membengkok ke samping. Berkurang pada usia 2-3 bulan.
i. Reflek Bauer/merangkak
Pada bayi aterm dengan posisi tengkurap. BBL akan melakukan gerakan
merangkak dengan menggunakan lengan dan tungkai. Menghilang pada usia
6 minggu (Lusiana, dkk. 2019)
5. Pencegahan Infeksi Pada Bayi Baru Lahir
a. Pemberian Vitamin K
Untuk mencegah terjadinya perdarahan karena defisiensi vitamin K pada
bayi baru lahir normal atau cukup bulan perlu di beri vitamin K per oral 1
mg/hari selama 3 hari, dan bayi beresiko tinggi di beri vitamin K parenteral
dengan dosis 0,5–1 mg IM.
b. Memberikan obat tetes atau salep mata
Untuk pencegahan penyakit mata karena klamidia (penyakit menular
seksual) perlu diberikan obat mata pada jam pertama persalinan, yaitu
pemberian obat mata eritromisin 0.5 % atau tetrasiklin 1 %, sedangkan salep
mata biasanya diberikan 5 jam setelah bayi lahir. Yang lazim dipakai adalah
larutan perak nitrat atau neosporin dan langsung diteteskan pada mata bayi
segera setelah lahir
c. Pemberian Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B diberikan sedini mungkin setelah lahir, mengingat
paling tidak 3,9% ibu hamil merupakan pengidap hepatitis dengan risiko
transmisi maternal kurang lebih sebesar 45%.
d. Tindakan pencegahan infeksi
Cuci tangan secara seksama sebelum dan setelah melakukan kontak
denganbayi, pakai sarung tangan bersih pada saat menangani bayi yang
belum dimandikan, pastikan bahwa semua peralatan, termasuk klem gunting
dan benang tali pusat telah didinfeksi tingkat tinggi atau steril, jika
menggunakan bola karet penghisap, pakai yang bersih dan baru, pastikan
bahwa semua pakaian, handuk, selimut serta kain yang digunakan, Pastikan
bahwa timbangan, pipa pengukur, termometer, stetoskop dan benda- benda
lainnya yang akan bersentuhan dengan bayi dalam keadaan bersih
(dekontaminasi dan cuci setiap setelah digunakan) (Lusiana, dkk. 2019)

6. Penimbangan dan Pengukuran Bayi Baru Lahir


a. Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran antropometri yang terpenting
karenadipakai untuk memeriksa kesehatan anak pada semua kelompok umur.
Pada usia beberapa hari, berat badan akan mengalami penurunan yang
sifatnya normal, yaitusekitar 10% dari berat badan lahir. Hal ini disebabkan
karena keluarnya mekoniumdan air seni yang belum diimbangi asupan yang
mencukupi misalnya produksi ASIyang belum lancar. Umumnya berat badan
akan kembali mencapai berat badan lahirpada hari kesepuluh.
b. Tinggi Badan ( Panjang badan)
Tinggi badan untuk anak kurang dari 2 tahun sering disebut dengan
panjang badan. Pada bayi baru lahir, panjang badan rata-rata adalah sebesar
+ 50 cm. Pada tahun pertama, pertambahannya adalah 1,25 cm/bulan ( 1,5 X
panjang badan lahir).Penambahan tersebut akan berangsur-angsur berkurang
sampai usia 9 tahun, yaitu hanya sekitar 5 cm/tahun. Baru pada masa
pubertas ada peningkatan pertumbuhan tinggi badan yang cukup pesat, yaitu
5-25 cm/tahun pada wanita, sedangkan padalaki-laki peningkatannya sekitar
10-30 cm/tahun. Pertambahan tinggi badan akanberhenti pada usia 18-20
tahun.
c. Lingkar kepala
Saat lahir, ukuran lingkar kepala normalnya adalah 34- 35 cm. Kemudian
akan bertambah sebesar + 0,5cm/bulan pada bulan pertama atau menjadi +
44 cm. Pada 6 bulan pertama ini,pertumbuhan kepala paling cepat
dibandingkan dengan tahap berikutnya, kemudiantahun-tahun pertama
lingkar kepala bertambah tidak lebih dari 5 cm/tahun, setelah itusampai usia
18 tahun lingkar kepala hanya bertambah + 10 cm.
d. Lingkar Lengan Atas (Lila)
Saat lahir, lingkar lengan atas sekitar 11 cm dan pada tahun pertama,
lingkar lengan atas menjadi 16 cm.Selanjutnya ukuran tersebut tidak banyak
berubah sampai usia 3 tahun
e. Lingkar Dada
Pengukuran lingkar dada ini dilakukan dengan posisi berbaring. Ukuran
lingkar dada bayi baru lahir normalnya 32 sampai 34 cm (Windi, Lestari.
2019).
7. Pemotongan Tali Pusat
Tali pusat merupkan garis kehidupan janin dan bayi selama beberapa menit
pertama setelah kelahiran. Pemisahan bayi dari plasenta dilakukan dengan cara
menjepit tali pusat diantara dua klem dengan jarak sekitar 8-10cm dari
umbilikus. Tali pusat tidak boleh dipotong sebelum memastikan bahwa tali
pusat telah di klem dengan baik, kegagalan tindakan tersebut dapat
mengakibatkan pengeluaran darah berlebih dari bayi. Cara perawatan tali pusat
dan puntung tali pusat pada masa segera setelah persalinan berbeda-beda,
bergantung pada faktor sosial, buday, dan geografis (Supri, Nuryani, dkk.
2021).
Langkah-langkah dalam menjaga kebersihan pada saat memotong tali pusat:
a. Celupkan tangan yang masih mengunakan sarung tangan kedalam larutan
klorin 0,5% untuk membersihkan darah dan skresi lainya
b. Bilas tangan dengan air DTT dan keringkan dengan handuk atau kain bersih
dan kering
c. Raba tali pusat, setelah berhenti berdenyut, kemudia klem, potong dan ikat
tali pusat 2 menit pasca bayi lahir
d. Lakukan penjepitan kesatu tali pusat dengan klem DTT atau klem tali pusat
plastic ( Dispossible ) sejauh 3 cm dari dinding perut ( pangkal pusat ) bayi,
dari titik jepitan, tekan tali pusat dengan 2 jari kemudian dorong isi tali pusat
kearah ibu ( agar darah tidak terpancar pada saat dilakukan pemotongan tali
pusat ). Lakukan penjepitan ke 2 dengan jarak 2 cm dari tempat jepitan
pertama
e. Pegang tali puat diantara ke 2 klem tersebut, satu tangan menjadi landasan
tali pusat sambil melindungi bayi, tangan yang lainmemotong tali pusat
diantara kedua klem tersebut dengan menggunakan gunting DTT atau steril
f. Bungkus tali pusat yang sudah dikat dengan kassa steril
g. Letekan bayi tengkurap diatas dada ibu ( IMD )
( Indrayani, 2016 )
8. Adaptasi Fisiologis BBL Terhadap Kehidupan Di Luar Uterus
a. Awal pernapasan
Pada saat lahir bayi berpindah tempat dari suasana hangat di lingkungan
rahim ke dunia luar tempat dilakukannya peran eksistensi mandiri. Bayi
harus dapat melakukan transisi hebat ini dengan tangkas. Untuk mencapai ini
seringkali fungsi adaptif dikembangkan untuk mengakomodasi perubahan
drastis dari lingkungan didalam kandungan ke lingkungan di luar
kandungaan (Supri, Nuryani, dkk. 2021).
b. Adaptasi paru
Hingga saat lahir tiba, janin bergantung pada pertukaran gas daerah
maternal melalui paru maternal dan plasenta. Sebelum lahir janin melakukan
pernapasan dan menyebabkan paru matang, Selama kelahiran, cairan
meninggalkan paru baik karena dipompa menuju jalan napas dan keluar dari
mulut dan hidung, atau karena bergerak melintasi dinding alveolar menuju
pembuluh limve paru dan menuju duktus toraksis (Supri, Nuryani, dkk.
2021).
c. Adaptasi kardiovaskular
Sebelum lahir, janin hanya bergantung pada plasenta untuk semua
pertukaran gas dan ekskresi sisa metabolik. Dengan pelepasan plasenta pada
saat lahir, sistem sirkulasi bayi harus melakukan penyesuaian mayor guna
mengalihkan darah yang tidak mengandung oksigen menuju paru untuk
direoksigenasi. Hal ini melibatkan beberapa mekanisme, yang dipengaruhi
oleh penjepitan tali pusat dan juga oleh penurunan resistensi bantalan
vaskular paru (Supri, Nuryani, dkk. 2021).
d. Adaptasi suhu
memasuki suasana yang jauh lebih dingin pada saat pelahiran, dengan
suhu kamar bersalin 21 derajat celcius yang sangat berbeda dengan suhu
dalam kandungan, yaitu 37,7 derajat celcius. Ini menyebabkan pendinginan
cepat pada bayi saat cairan amnion menguap dari kulit (Supri, Nuryani, dkk.
2021).
9. Perlindungan Termal (Termoregulasi)
Perlindungan termal dapat dilakukan dengan pencegahan kehilangan panas.
Mekanisme pengaturan temperatur tubuh pada bayi baru lahir, belum berfungsi
sempurna. Oleh karena itu, jika tidak dilakukan upaya pencegahan kehilangan
panas tubuh maka bayi baru lahir dapat mengalami hipotermia (Supri, Nuryani,
dkk. 2021).
a. Mekanisme kehilangan panas BBL ke lingkungannya
1) Evaporasi
Kehilangan panas dapat terjadi karena penguapan cairan ketuban pada
permukaan tubuh oleh panas tubuh bayi sendiri, karena setelah lahir,
tubuh bayi tidak segera dikeringkan. Kehilangan panas juga terjadi pada
bayi yang lahir terlalu cepat dimandikan dan tubuhnya tidak segera
dikeringkan dan diselimuti.
2) Konduksi
Konduksi adalah kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung
antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin.
3) Konveksi
Konveksi adalah kehilangan panas tubuh yang terjadi saat bayi
terpapar udara sekitar yang lebih dingin. (Supri, Nuryani, dkk. 2021).
b. Mencegah terjadinya kehilangan panas
1) keringkan bayi dengan seksama
2) selimut bayi dengan atau kain bersih dan hangat
3) selimuti bagian kepala bayi
4) anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya
5) jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir
6) tempatkan bayi di lingkungan yang hangat (Supri, Nuryani, dkk. 2021).
10. Pemeliharaan Pernapasan
Bila bayi tidak segera bernapas sebaiknya mengeringkan bayi dengan
selimut atau handuk yang hangat dan dengan lembut menggosok punggung
bayi yang sudah dikeringkan. Kemudian meletakan bayi dalam posisi
terlentang dengan leher sedikit ekstensi. Hisap hidung dan mulut bayi dengan
alat bantu tetapi jangan terlalu rutin melakukan penghisapan (Supri, Nuryani,
dkk. 2021).
Table 2.10
Langkah yang Tidak Dianjurkan Dalam Pemeliharaan Napas

Langkah-Langkah Alasan Tidak Dianjurkan


Manepuk pantat bayi Trauma dan cedera
Patah (fraktur), pneumothorax, gawat napas,
Menekan dada
kematian
Merusak pembuluh darah dan kelenjar pada
Menekan kaki bayi ke bagian perutnya
hati/limpa, perdarahan
Membuka spincter anusnya Merusak atau melukai spincterani
Menggunakan bungkusan panas/dingin
Membakar/menimbulkan hypothermia
atau air
Meniupkan oksigen atau udara dingin pada
Hipothermia
tubuh atau wajah bayi
Membuang waktu, karena tindakan resusitasi
Memberi minum air bawang
yang tidak efektif pada saat yang kritis
(Supri, Nuryani, dkk. 2021).

11. Resusitasi
Pada asfiksia ringan, apnea merupakan gejala klinik utama. Pada kasus-
kasus yang berat bayi baru lahir tampak lunglai dan pucat dengan tekanan darah
rendah dan denyut jantung lambat (Supri, Nuryani, dkk. 2021).
Tujuan resusitasi adalah:
a. Menetapkan dan mempertahankan kebersihan jalan napas, dengan ventilasi
dan oksigenasi
b. Memastikan sirkulasi efektif
c. Mengoreksi asidosis
d. Mencegah hipotermia, hipoglikemia, dan perdarahan (Supri, Nuryani, dkk.
2021).
12. Bounding Attachment
a. Proses pendekatan bayi menuju puting susu
1) Fase tenang, pada fase ini bayi sedang menganalisis kondisi di
sekitarnya agar nantinya ia dapat bergerak sendiri mendekati puting
susu ibunya
2) Bayi mulai menggerak-gerakan mulut dan mengeluarkan suara
3) Bayi akan menjilat kedua telapak tangannya
4) Kemudian ia akan mulai mengeluarkan air liur
5) Setelah itu bayi mulai bergerak
6) Setelah bayi menemukan puting susu ibu nya ia akan langsung
mengisap nya (Supri, Nuryani, dkk. 2021).
b. Cara melakukan bounding attachment
1) Pemberian ASI eksklusif
2) Rawat gabung
3) Kontak mata
4) Suara
5) Aroma
6) Entrainment
7) Bioritme
8) Inisiasi dini
13. Pemberian Asi Awal
Bayi normal disusui segera setelah lahir. Lamanya disusui hanya untuk
satu atau duan menit pada setiap payudara ibu. Dengan adanya reflex sucking
pada bayi menyebabkan terjadi perangsangan terhadap pembentukan air susu
ibu yang secara tidak langsung rangsangan hisap membantu mempercepat
pengecilan uterus (Supri, Nuryani, dkk. 2021).
Walaupun air susu ibu berupa kolostrum itu hanya dapat dihisap beberapa
tetes, ini sudah cukup untuk kebutuhan bayi dalam hari-hari pertama. Pada
hari ke-3 bayi sudah harus menyusu selama 10 menit pada mammae ibu
denanjarak waktu tiap 3 menit, apabila diantara waktu itu bayi menangis
karena lapar ia boleh disusui pada satu mamae secara bergantian. Pada
minggu-minggu berikutnya sudah dapat dipenuhi kebutuhannya dengan
minum setian 3-4 jam (Supri, Nuryani, dkk. 2021).
14. Tanda Bahaya Pada Bayi Baru Lahir
a. Bayi tidak mau menyusu
ASI adalah makanan pokok bagi bayi, jika bayi tidak mau menyusu
maka asupan nutrisinya kan berkyrang dan ini akan berefek pada kondisi
tubuhnya. Biasanya bayi tidak mau menyusu ketika sudah dalam kondisi
lemah, dan mungkin justru dalam kondisi dehidrasi berat.
b. Kejang
Kejang pada bayi memang terkadang terjadi. Apabila kejang terjadi
saat bayi demam kemungkinan kejang dipicu dari demamnya, selalu
sediakan obat penurun panas sesuai dengan dosis anjuran dokter. Jika
bayi kejang namun tidak dalam kondisi demam, maka curigai ada
masalah lain. Perhatikan freksuensi dan lamanya kejang, konsultasikan
pada dokter.

c. Lemah
Jika bayi terlihat tidak seaktif biasanya, maka waspadalah. Kondisi
lemah bisa dipicu dari diare, muntah yang berlebihan ataupun infeksi
berat.
d. Sesak Nafas
Frekuensi nafas bayi pada umumnya lebih cepat dari manusia dewasa
yaitu sekitar 30-60 kali per menit. Jika bayi bernafas kurang dari 30 kali
per menit atau lebih dari 60 kali per menit maka wajib waspada. Lihat
dinding dadanya, ada tarikan atau tidak.
e. Merintih
Bayi belum dapat mengungkapkan apa yang dirasakannya. Ketika bayi
kita merintih terus menerus kendati sudah diberi ASI atau sudah dihapuk-
hapuk, maka konsultasikan hal ini pada dokter. Bisa jadi ada
ketidaknyamanan lain yang bayi rasakan.
f. Demam atau Tubuh Merasa Dingin
Suhu normal bayi berkisar antara 36,50C – 37,50C.
g. Mata Bernanah Banyak
Nanah yang berlebihan pada mata bayi menunjukkan adanya infeksi
yang berasal dari proses persalinan
h. Kulit Terlihat Kuning
Kuning pada bayi biasanya terjadi karena bayi kurang ASI. Namun
jika kuning pada bayi terjadi pada waktu ≤ 24 jam setelah lahir atau ≥ 14
hari setelah lahir, kuning menjalar hingga telapak tangan dan kaki bahkan
tinja bayi berwarna kuning maka anda harus mengkonsultasikan hal
tersebut pada dokter. (Julina, 2017).

15. Imunisasi Pada Bayi


Imunisasi merupakan salah satu upaya untuk mencegah terjadinya penyakit
menular, imunisasi adalah cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang
terhadap penyakit sehingga bila kelak tertular penyakit tersebut ia tidak
mnjadi sakit
Table 2.11
Imunisasi Rutin Bayi

Jenis Imunisasi Usia Pemberian Jumlah Pemberian Interval minimal


Hepatitis B 0-7 hari 1 -
BCG 1 bulan 1 -
Polio/IPV 1,2,3,4 bulan 4 -
DPT-Hb-Hib 2,3,4 bulan 3 4 minggu
Campak 9 bulan 1 4 minggu
( Aslina, Febrianti. 2019 )
16. Kunjungan Bayi Baru Lahir
a. KN 1 : pada periode 6 (enam) jam sampai dengan 48 (empat puluh
delapan) jam setelah lahir
a. KN 2 : pada periode 3 (tiga) hari sampai dengan 7 (tujuh) hari setelah Lahir
b. KN3 : pada periode 8 (delapan) hari sampai dengan 28 (dua puluh delapan)
hari setelah lahir (Kemenkes RI. 2020).
E. Konsep Asuhan Keluarga Berencana
1. Definisi Keluarga Berencana dan Kontrasepsi
Keluarga berencana merupakan upaya untuk mengatur kelahiran anak,
jarak, dan usia ideal melahirkan dan mengatur kehamilan melalui promosi,
perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan
keluarga yang berkualitas. Menurut UU No. 1 Tahun 1992 tentang
perkembangan kependudukan dan keluarga sejahtera adalah upaya
peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia
perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga,
peningkatan kesejahteraan keluarga kecil bahagia, dan sejahtera. (Aslina,
Febrianti. 2019).
Relevan dengan keluarga berencana, kontrasepsi merupakan upaya untuk
mencegah terjadinya kehamilan. Kontrasepsi berasal dari kata "kontra" yang
berarti mencegah atau melawan dan "konsepsi" yaitu pertemuan antara sel
telur yang matang dan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan (Aslina,
Febrianti. 2019).
2. Tujuan Keluarga Berencana
Secara umum tujuan KB untuk memberikan dukungan dan pemantapan
penerimaan gagasan KB yaitu dihayatinya Norma Keluarga Kecil Bahagia
dan Sejahtera (Aslina, Febrianti. 2019).
Sedangkan tujuan khusus nya adalah untuk menurunkan angka kelahiran
guna mencapai tujuan. Untuk mencapai pelayanan tersebut, dapat
dikategorikan menjadi 3 fase, yakni:
a. Fase menunda atau mencegah kehamilan
Dimana pada fase menunda ini ditujukan pada pasangan usia subur
dengan istri kurang dari 20 tahun dianjurkan untuk menunda kehamilan.
b. Fase menjarangkan kehamilan
Periode usia istri antara 20-35 tahun merupakan periode usia paling
baik untuk melahirkan dengan jumlah anak 2 orang dan jarak antara
kehamilan 3-5 tahun, hal ini dikenal dengan istilah catur warga.
c. Fase menghentikan atau mengakhiri kehamilan atau kesuburan
Pada periode umur istri di atas 30 tahun, terutama 35 tahun sebaiknya
mengakhiri kesuburan setelah mempunyai 3 orang anak (Aslina,
Febrianti. 2019).
3. Macam-Macam Kontrasepsi
a. Metode sederhana metode sederhana tanpa alat (kontrasepsi alamiah )
1) Metode kalender atau pantang berkala
Yakni tidak melakukan persetubuhan pada masa subur istri. Untuk
mengetahui masa subur istri, dapat dikenal melalui ovulasi terjadi 14
kurang 2 hari sebelum haid yang akan datang, sperma dapat hidup dan
membuahi dalam 48 jam setelah ejakulasi, dan ovum dapat hidup 24
jam setelah ovulasi (Aslina, Febrianti. 2019).
Efektivitas : Metode kalender akan lebih efektif bila dilakukan
dengan baik dan benar. Sebelum menggunakan metode kalender ini,
pasangan suami istri harus mengetahui masa subur. Padahal, masa
subur setiap wanita tidaklah sama. Oleh karena itu, diperlukan
pengamatan minimal enam kali siklus menstruasi. Selain itu, metode
ini juga akan lebih efektif bila digunakan bersama dengan metode
kontrasepsi lain. Berdasarkan penelitian dr. Johnson dan kawan-kawan
di Sidney, metode kalender akan efektif tiga kali lipat bila
dikombinasikan dengan metode simptothermal. Angka kegagalan
penggunaan metode kalender adalah 14 per 100 wanita per tahun
(Rahayu, Ida, 2016)
Efek samping: Tidak ditemukan adanya efek samping (Ratu, Dkk,
2018)
Keterbatasan: Sebagai metode sederhana dan alami, metode
kalender atau pantang berkala ini juga memiliki keterbatasan, antara
lain: Memerlukan kerja sama yang baik antara suami istri, harus ada
motivasi dan disiplin pasangan dalam menjalankannya, pasangan
suami istri tidak dapat melakukan hubungan seksual setiap saat,
pasangan suami istri harus tahu masa subur dan masa tidak subur,
harus mengamati sikus menstruasi minimal enam kali siklus, siklus
menstruasi yang tidak teratur (menjadi penghambat), lebih efektif bila
dikombinasikan dengan metode kontrasepsi lain (Rahayu, Ida, 2016)
Keuntungan: Metode kalender atau pantang berkala lebih
sederhana, dapat digunakan oleh setiap wanita yang sehat, tidak
memerlukan alat atau pemeriksaan khusus dalam penerapannya, tidak
mengganggu pada saat berhubungan seksual, dan tidak memerlukan
biaya (Setiyaningrum, erna. 2016).
Kerugian: Memerlukan kerjasama yang baik antara suami dan istri,
harus ada motivasi dan disiplin pasangan dalam mejalankannya, dan
harus mengamati siklus menstruasi minimal 6 sampai 12 kall siklus.
2) Metode suhu bahal
Ketika menjelang ovulasi, suhu basal tubuh akan mengalami
penurunan kurang lebih 24 jam setelah ovulasi. Suhu basal dapat
meningkat sebesar 0,20 - 0,50 ketika ovulasi (Aslina, Febrianti. 2019).
Efektivitas : Metode suhu basal tubuh akan efektif bila dilakukan
dengan benar dan konsisten. Suhu tubuh basal dipantau dan dicatat
selama beberapa bulan berturut-turut dan dianggap akurat bila
terdeteksi saat ovulasi.
Tingkat keefektian metode suhu tubuh basal sekitar 80 persen atau
20-30 kehamilan per 100 wanita per tahun. Secara teoritis angka
kegagalannya adalah 15 kehamilan per 100 wanita per tahun. Metode
Suhu basal Tubuh akan jauh lebih efektif apabila dikombinasikan
dengan metode kontrasepsi lain seperti kondom , spermisida ataupun
metode kalender atau pantang Berkala ( metode kalender atau pantang
berkala) (Ratu, Dkk, 2018)
Efek samping : Tidak ditemukan adanya efek samping (Ratu, Dkk,
2018)
Keterbatasan : Memerlukan kerja sama yang baik antara suami istri,
harus ada motivasi dan disiplin pasangan dalam menjalankannya,
harus disiplin mengukur suhu basal tubuh setiap pagi (Ratu, Dkk,
2018)
Keuntungan: Membantu wanita yang mengalami siklus haid tidak
teratur mendeteksi masa subur/ovulasi, dapat digunakan sebagai
kontrasepsi ataupun meningkatkan kesempatan untuk hamil dan yang
mengendalikan adalah wanita itu sendiri (Setiyaningrum, erna. 2016).
Kerugian: Pengukuran suhu tubuh harus dilakukan pada waktu
yang sama, tidak mendeteksi awal masa subur, sehingga mempersulit
untuk mencapai kehamilan dan membutuhkan masa pantang yang
lama, karena ini hanyalah mendeteksi pasca ovulasi (Setiyaningrum,
erna. 2016).
3) Metode lendir serviks
Dilakukan dengan cara wanita mengamati lendir serviksnya setiap
hari. Apabila lendir serviks terlihat lengket dan jika direntangkan di
antara kedua jari akan putus, maka menandakan lendir tidak subur.
Lendir serviks yang jernih dan melar, apabila dipegang di antara kedua
jari dapat diregangkan dengan mudah tanpa terputus bisa disebut lendir
subur (Aslina, Febrianti. 2019).
Efektivitas : saat dilakukan dengan tepat, metode kontrasepsi ini
dapat memberikan tingkat keberhasilan yang cukup tinggi. Bahkan,
hanya ada tiga wanita yang hamil dari 100 wanita yang menggunakan
lendir serviks sebagai metode kontrasepsi mereka dengan benar selama
satu tahun (Ratu, Dkk, 2018)
Efek samping : Tidak ditemukan adanya efek samping (Ratu, Dkk,
2018)
Keterbatasan : butuh kerja sama antara istri dan suami, harus ada
motivasi dan disiplin pasangan dalam menjalankanya, jika tidak ingin
hamil jangan lakukan hubungan seksual sejak hari pertama lender
serviks keluar sampai hari ke empat setelah hari puncak masa ovulasi
(Ratu, Dkk, 2018)
Keuntungan: Mudah digunakan, tidak memerlukan biaya dan
dalam kendali wanita.
Kerugian: Tidak efektif bila digunakan sendiri, sebaiknya
dikombinasikan dengan metode kontrasepsi lain, tidak cocok untuk
wanita yang tidak menyukai menyentuh alat kelaminnya, perlu di ajari
seorang yang ahli di bidang keluarga berencana alamiah. Dan
membutuhkan 2-3 siklus untuk mempelajari metode (Setiyaningrum,
erna. 2016).
4) Metode coitus interuptus
Dilakukan dengan cara mengeluarkan alat kelamin pria (penis)
sebelum ejakulasi sehingga sperma tidak masuk ke dalam vagina
(Aslina, Febrianti. 2019).
Efektivitas : Bila dilakukan secara benar, risiko kehamilan adalah 4
di antara 100 ibu dalam 1 tahun ( Ratu, Dkk, 2018 )
Efek samping : Tidak ditemukan adanya efek samping (Ratu, Dkk,
2018)
Keterbatasan : butuh kerja sama antara suami dan istri, dikeluar
diluar sebelum terjadi ejakulasi (Ratu, Dkk, 2018)
Keuntungan: Tidak mengganggu produksi ASI, tidak membutuhkan
biaya, tidak memerlukan persiapan khusus dan dapat digunakan setiap
waktu (Setiyaningrum, erna. 2016).
Kerugian: Sangat tergantung dari pihak pria dalam mengontrol
ejakulasi dan tumpahan sperma selama berhubungan seksual, memutus
kenikmatan dalam berhubungan seksual (orgasme), sulit mengontrol
tumpahan sperma selama penetrasi, baik sesaat dan setelah interupsi
coitus dan tidak melindungi dari penyakit menular seksual
(Setiyaningrum, erna. 2016).
5) Metode aminorhea laktasi (MAL)
Merupakan metode sementara yang mengandalkan pemberian ASI
secara ekslusif. Metode tersebut dilakukan hanya dengan diberikan
ASI tanpa tambahan makanan dan minuman lain (Aslina, Febrianti.
2019).
Efektivitas: Risiko kehamilan tinggi bila ibu tidak menyusui
bayinya secara benar. Bila dilakukan secara benar, risiko kehamilan
kurang dari 1 di antara 100 ibu dalam 6 bulan setelah persalinan (Ratu,
Dkk, 2018)
Efek samping : Tidak ditemukan adanya efek samping (Ratu, Dkk,
2018)
Keterbatasan : Perlu persiapan sejak perawatan kehamilan agar
segera menyusui dalam 30 menit pasca persalinan, mungkin sulit
dilaksanakan karena kondisi sosial, efektivitas tinggi hanya sampai
kembalinya haid atau sampai dengan 6 bulan, tidak melindungi
terhadap IMS termasuk virus hepatitis B/HBV dan HIV/AIDS
(Rahayu, ida, 2016)
Keuntungan: Efektivitas tinggi (keberhasilan 98% pada enam bular
pascapersalinan), segera efektif, tidak mengganggu senggama, tidak
ada efek samping secara sistemi, tidak perlu pengawasan medis, tidak
perlu obat atau alat, tidak butuh biaya (Setiyaningrum, erna. 2016).
Kerugian: Perlu persiapan sejak perawatan kehamilan agar segera
menyusui dalam 30 menit pasca persalinan, efektifitas tinggi hanya
sampai kembalinya haid atau sampai dengan 6 bulan dan tidak
melindungi terhadap IMS (Setiyaningrum, erna. 2016).
b. Metode sederhana dengan alat (mekanis/barrier)
1) Kondom
Merupakan selubung atau sarung karet yang memiliki mekanisme
kerja menghalangi masuknya sperma ke dalam vagina, sehingga
pembuahan dapat dicegah. Pemakaian kondom dapat mencegah
penularan mikroorganisme (HIV/AIDS) dari satu pasangan kepada
pasangan yang lain (Aslina, Febrianti. 2019).
Efektivitas: Pemakaian kontrasepsi kondom akan efektif apabila
dipakai secara benar setiap kali berhubungan seksual. Pemakaian
kondom yang tidak konsisten membuat tidak efektif, Angka kegagalan
kontrasepsi kondom sangat sedikit yaitu 2-12 kehamilan per 100
perempuan per tahun (Rahayu, ida, 2016)
Efek samping : kondom rusak atau bocor sebelum pemakaian,
kondom bocor saat berhubungan, adanya reaksi alergi, dan mengurangi
kenikmatan saat berhubungan seksual (Rahayu, ida, 2016)
Keterbatasan: Alat kontrasepsi metode barier kondom ini juga
memiliki keterbatasan, antara lain: Efektivitas tidak terlalu tinggi,
tingkat efektivitas tergantung pada pemakaian kondom yang benar,
adanya pengurangan sensitivitas pada penis, harus selalu tersedia
setiap kali berhubungan seksual, perasaan malu membeli di tempat
umum, masalah pembuangan kondom bekas pakai (Rahayu, ida, 2016)
Keuntungan: Memberi perlindungan terhadap penyakit hubungan
seksua, relatif murah, sederhana, tidak mengganggu produksi ASI,
tidak mempengaruhi kesuburan jika digunakan dalam jangka panjang
(Setiyaningrum, erna. 2016).
Kerugian: Tidak efiensi, setelah terjadi ejakulasi, pria herus
menarik penisnya dari vagina, bila tidak dapat terjadi risiko kehamilan
atau penularan penyakit menular seksual, kondom yang terbuat dari
latex dapat menimbulkan alergi bagi beberapa orang (Setiyaningrum,
erna. 2016).
c. Kontrasepsi Hormonal
Hormonal, merupakan alat atau obat kontrasepsi yang bertujuan untuk
mencegah terjadinya ovulasi dimana bahan bakunya mengandung
preparat estrogen dan progesteron (Aslina, Febrianti. 2019).
Berdasarkan jenis dan cara pemakaiannya, ada tiga macam kontrasepsi
hormonal antara lain:
1) Pil KB
Pil kontrasepsi dapat berupa pil kombinasi (berisi hormon estrogen
dan progesteron) ataupun hanya berisi progesteron saja. Pil kontrasepi
bekerja dengan cara mencegah terjadinya ovulasi dan penebalan
dinding rahim (Aslina, Febrianti. 2019).
Efektivitas: Bila diguakan secara benar, risiko kehamilan kurang
dari 1 di antara 100 ibu dalam 1 tahun , Efektivitas secara teorotis
hampir 100% (tingkat kehamilan 0,1/100 tahun-wanita). Efektivitas
pemakaian ialah 95-98% efektif (tingkat kehamilan 0,7/100 tahun-
wanita) (Ratu, Dkk, 2018)
Efek samping : Perubahan pola haid (haid jadi sedikit atau semakin
pendek, haid tidak teratur, haid jarang, atau tidak haid), sakit kepala,
pusing, mual, nyeri payudara, perubahan berat badan, perubahaan
suasana perasaan, jerawat (dapat membaik atau memburuk, tapi
biasaya membaik), dan peningkatan tekanan darah (Ratu, Dkk, 2018)
Keterbatasan : diminum setiap hari, dan relative mahal (Ratu, Dkk,
2018)
Keuntungan: Memiliki efektivitas yang tinggi, tidak menganggu
hubungan seksual. siklus haid menjadi teratur, banyaknya darah haid
berkurang (mencegah anemia), tidak terjadi nyeri haid, dapat
digunakan jangka panjang, dapat digunakan sejak usia remaja hingga
menopause, mudah dihentikan setiap saat, kesuburan segera kembali
setelah penggunaan pil dihentkan (Setiyaningrum, erna. 2016).
Kerugian: Mahal dan membosankan karena harus menggunakannya
setiap hari, mual, terutama pada 3 bulan pertama, perdarahan bercak
atau perdarahan sela, berat badan naik sedikit, berhenti haid
(amenorea), dapat meningkatkan tekanan darah dan tidak mencegah
IMS (Setiyaningrum, erna. 2016).
2) Suntik
Dikategorikan menjadi dua yakni:
a) Suntik kombinasi
Jenis suntik kombinasi adalah 25 mg Depo Medroksi
progesteron Asetat dan 5 mg Estradiol Sipionat yang diberikan
injeksi LM (intramuscular) sebulan sekali, dan 50 mg nerotindron
enantat dan Estradiol yang diberikan injeksi LM (intramuscular)
sebulan sekali (Aslina, Febrianti. 2019).
Efektivtias: Sangat efektif (0,1-0,4 kehamilan per 100
perempuan) selama tahun pertama penggunaan (Rahayu, ida, 2016)
Efek samping: Amenore, Mual/pusing/muntah,
Perdarahan/perdarah an bercak (spotting) (Rahayu, ida, 2016)
Keterbatasan : harus ketenaga kesehatan setiap bulan untuk
dilakukan suntik, tidak boleh diberikan pada ibu yang menyusui,
tidak boleh diberikan pada ibu yang Tekanan Darah Tinggi >
180/110 (Rahayu, ida, 2016)
Keuntungan: Risiko terhadap kesehatan kecil, tidak berpengaruh
pada hubungan suami istri, tidak diperlukan pemeriksaan dalam,
jangka panjang, efek samping sangat kecil, klien tidak perlu
menyimpan obat suntik (Setiyaningrum, erna. 2016).
Kerugian: Terjadi perubahan pada pola haid, mual, sakit kepala,
nyeri payudara ringan, dan keluhan seperti akan hilang setelah
suntikan kedua atau ketiga, klien sangat bergantung pada tempat
sarana pelayanan kesehatan (harus kembali untuk suntikan),
permasalahan berat badan, tidak menjamin perlindungan terhadap
penularan infeksi menular seksual, terlambatnya kembali kesuburan
setelah penghentian pemakaian (Setiyaningrum, erna. 2016).
b) Suntik progestin
Tersedia 2 jenis kontrasepsi yang mengandung progestin, yaitu
Depo Medroksi progesteron Asetat (DMPA), mengandung 150 mg
DMPA yang diberikan 3 bulan dengan cara disuntik LM dan Depo
Noretisteron Enanta (Depo Noristeran), yang mengandung 200 mg
noreindron Enantan, diberikan setiap 2 bulan dengan cara suntik
LM (Aslina, Febrianti. 2019).
Efektivitas: Bila digunakan dengan benar, risiko kehamilan
kurang dari 1 di antara 100 ibu dalam 1 tahun. Kesuburan tidak
langsung kembali setelah berhenti, biasanya dalam waktu beberapa
bulan
Efek samping : Efek samping yang berupa gangguan haid ialah
amenorea, menoragia, dan spotting. Efek samping lain yang bukan
merupakan gangguan haid dan keluhan subjektif lainnya juga
kurang lebih sama dengan kontrasepsi hormonal lainnya (Rahayu,
ida, 2016)
Keterbatasan:
1. Sering ditemukan gangguan haid, seperti: Siklus haid yang
memendek atau memanjang, perdarahan yang banyak atau
sedikit, perdarahan tidak teratur atau perdarahan bercak
(spotting)
2. Tidak haid sama sekali
3. Klien sangat bergantung pada tempat sarana pelayanan kesehatan
(harus kembali untuk suntikan)
4. Tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu sebelum suntikan berikut
5. Permasalahan berat badan merupakan efek samping tersering.
6. Tidak menjamin perlindungan terhadap penularan IMS, Hepatitis
B Virus, atau infeksi virus HIV
7. Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian pemakaian
8. Terlambatnya kembali kesuburan bukan karena terjadinya
perusakan atau kelainan pada organ genitalia, melainkan karena
belum habisnya pelepasan obat suntikan dai deponya (tempat
suntikan)
9. Pada penggunaan jangka panjang dapat sedikit menurunkan
kepadatan tulang (densitas)
10. Pada penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan
kekeringan vagina, menurunkan libido, sakit kepala, nervositas,
jerawat (Rahayu, Ida, 2016)
Keuntungan: Sangat efektif, pencegah kehamilan jangka
panjang, tidak mengganggu hubungan suami-istri, tidak
mempengaruhi ASI, sedikit efek samping dan dapat digunakan oleh
perempuan usia >35 tahun sampai perimenopause (Setiyaningrum,
erna. 2016).
Kekurangan: Siklus haid yang memendek atau memanjang,
perdarahan yang banyak atau sedikit, perdarahan tidak teratur atau
perdarahan bercak (spotting), tidak haid sama sekali, tidak dapat
dihentikan sewaktu-waktu sebelum suntikan berikut, permasalahan
berat badan merupakan efek samping tersering, tidak menjamin
perlindungan terhadap penularan infeksi menular seksual,
terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian pemakaian,
pada pengguanan jangka panjang dapat sedikit menurun kan
kepadatan tulang (densitas) (Setiyaningrum, erna. 2016).
3) Implan atau susuk
Proses pemasangan KB implan dimulai dengan memberi obat bius
pada bagian lengan yang akan dimasukkan susuk, supaya pasien tidak
merasa sakit. Dokter kemudian akan menggunakan jarum kecil untuk
memasukkan tabung susuk di bawah kulit yang sudah baal tersebut.
Keseluruhan proses pemasangan KB implan atau susuk hanya
berlangsung beberapa menit saja. Setelah susuk dipasang, pasien
dianjurkan untuk tidak mengangkat barang berat dulu selama beberapa
hari (Aslina, Febrianti. 2019).
Efektivitas: Pada umumnya, risiko kehamilan kurang dari 1 di
antara 100 ibu dalam 1 tahun (Ratu, Dkk, 2018 )
Efek samping: Perubahan pola haid (pada beberapa bulan pertama:
haid sedikit dan singkat, haid tidak teratur lebih dari 8 hari, haid
jarang, atau tidak haid;setelah setahun: haid sedikit dan singkat, haid
tidak teratur, dan haid jarang), sakit kepala, pusing, perubahan suasana
perasaan, perubahan berat badan, jerawat (dapat membaik atau
memburuk), nyeri payudara, nyeri perut, dan mual (Ratu, Dkk, 2018)
Keterbatasan: relatif mahal pada saat awal pemasangan, Perlu
prosedur bedah yang harus dilakukan tenaga kesehatan terlatih (Ratu,
Dkk, 2018)
Keuntungan: Berdaya guna tinggi, dapat dicabut setiap saat sesuai
kebutuhan, berefek sangat cepat (< 24 jam setelah pemakaian), setelah
dicabut, kesuburan akan kembali dengan cepat, memiliki waktu efektif
yang lama (5 tahun), sebelum pemasangan tidak memerlukan
pemeriksaan dalam, bebas estrogen dan tidak mengganggu kegiatan
hubungan seksual (Setiyaningrum, erna. 2016).
Kerugian: Pemasangan dan pencabutan harus dilakukan oleh
dokter, Saat insersi dan pencabutan perlu dilakukan pembedahan kecil
sehingga berisiko terjadi infeksi, hematoma, dan perdarahan, dapat
berpengaruh pada berat badan, pada beberapa klien pola haid dapat
berubah, bisa muncul rasa nyeri, sefalgia, jerawat atau hirsutism.
(Setiyaningrum, erna. 2016)
d. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
Merupakan alat kontrasepsi yang dimasukkan ke dalam rahim untuk
menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falupi. AKDR
lebih populer dengan sebutan spiral dan IUD (Aslina, Febrianti. 2019)
Efetivitas: Sangat efektif : 0,6-0,8 kehamilan/100 perempuan dalam 1
tahun pertama (1 kegagalan dalam 125-170 kehamilan) (Rahayu, Ida,
2016)
Efek samping: Perubahan pola haid terutama dalam 3-6 bulan pertama
(haid memanjang dan banyak, haid tidak teratur, dan nyeri haid) (Rahayu,
Ida, 2016)
Keterbatasan: butuh biaya yang relatif mahal pada saat pemasangan
awal, butuh tenaga kesehatan dalam pemasangan dan pelepasan (Rahayu,
Ida, 2016)
Keuntungan: Sangat efektif, pencegah kehamilan jangka panjang,
tidak mengganggu hubungan suami-istri, tidak mempengaruhi ASI, klien
tidak perlu menyimpan obat suntik dan dapat digunakan oleh perempuan
usia >35 tahun sampai perimenopause (Setiyaningrum, erna. 2016).
Kekurangan: bercak menstruasi, tidak melindungi dari PMS,
menimbulkan rasa tidak nyaman diperut ketika baru dipasang,
menorhagia atau menstruasi secara berlebihan, resiko kehamilan ektopik,
Pemasangan dan pencabutan harus dilakukan oleh dokter dan tidak
mempengaruhi ASI (Setiyaningrum, erna. 2016).
e. Pelayanan Kontrasepsi Dengan Metode Operasi
1) Tubektomi (metode operasi wanita - MOW)
Merupakan prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas
(kesuburan) seorang perempuan secara permanen dengan cara
mengkoklusi tuba fallopi, mengikat, dan memotong atau memasang
cincin, sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum (Aslina,
Febrianti. 2019).
Efektivitas: MOW sangat efektif dalam mencegah kehamilan,
angka kegagaln setelah MOW adalah 0,5 kehamilan per 100
perempuan selama tahun pertama pengguna (Ratu, Dkk, 2018)
Efek samping : efek samping dari MOW tidak bisa mendapatkan
keturunan, terjadi kehamilan ektopik jika hamil lagi (Ratu, Dkk, 2018)
Keterbatasan: butuh kerja sama antara suami dan istri dalam
melakukan MOW, Perlu prosedur bedah yang harus dilakukan tenaga
kesehatan terlatih (Ratu, Dkk, 2018)
Keuntungan: Motivasi hanya dilakukan 1 kali saja, sehingga tidak
diperlukan motivasi yang berulang-ulang, efektivitas hampir 100%,
tidak mempengaruhi libido seksual, kegagalan dari pihak pasien tidak
ada, tidak mempengaruhi proses menyusui, tidak ada efek samping
jangka panjang, pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan
anastesi local dan idak ada perubahan dalam fungsi seksual
(Setiyaningrum, erna. 2016).
Kerugian: Harus mempertimbangkan sifat permanen metode
kontrasepsi ini, kecuali dengan operasi rekanalisasi, klien dapat
menyesal dikemudian hari, rasa sakit atau ketidaknyamanan dalam
jangka pendek setelah tindakan, dilakukan oleh dokter yang terlatih,
tidak melindungi dari IMS termasuk HIV/AIDS (Setiyaningrum, erna.
2016).
2) Vasektomi (metode operasi pada pria-MOP)
Adalah prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas reproduksi
pria dengan jalan melakukan okulasi vans deference sehingga alat
transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi (penyatuan dengan
ovum) tidak terjadi (Aslina, Febrianti. 2019).
Efektivitas: Bila pria dapat memeriksakan semennya segera setelah
vasektomi, risiko kehamilan kurang dari 1 di antara 100 dalam 1 tahun
(Ratu, Dkk, 2018)
Efek samping: Meski tergolong rendah, ada beberapa resiko
komplikasi dari vasektomi yaitu : lebam atau perdarahan di bawah
kulit dapat menyeabkan pembengkakan yang terasa sakit, infeksi yang
diiringi dengan demam atau kemerahan pada kantong zajar (Skrotum)
(Ratu, Dkk, 2018)
Keuntungan: Efektif, aman, mordibitas rendah dan hampir tidak ada
mortalitas, sederhana, cepat, hanya memerlukan waktu 5-10 menit
(Setiyaningrum, erna. 2016).
Kerugian: Diperlukan suatu tindakan operatif, kadang-kadang
menyebabkan komplikasi seperti perdarahan atau infeksi, kontra-pria
belum memberikan perlindungan total sampai spermatozoa, yang
sudah ada di dalam sistem reproduksi distal dari tempat oklusi vas
deferens dikeluarkan, problem psikologis yang berhubungan dengan
perilaku seksual mungkin bertambah parah setelah tindakan operatif
yang menyangkut sistem reproduksi pria (Setiyaningrum, erna. 2016).
4. Konseling Keluarga Berencana
Dalam memberikan konseling keluarga berencana maka diperlukan
beberapa langkah-langkah berikut ini:
a. Teknik konseling Gallen dan Leitenmaier
Tehnik konseling menurut Gallen dan Leitenmaier, lebih dikenal dengan
GATHER yaitu:
G : GREET
Berikan salam,kenalkan diri dan buka komunikasi
A : ASK
Tanya keluhan/kebutuhan pasien dan menilai apakah Keluhan
Atau kebutuhan sesuai dengan kondisi yang dihadapi
T : TELL
Beritahu persoalan pokok yang dihadapi pasien dari hasil tukar
informasi dan carikan upaya penyelesaiannya.
H : HEPL
Bantu klien memahami dan menyelesaikan masalahnya
E : EXPLAIN
Jelaskan cara terpilih telah dianjurkan dan hasil yang diharapkan
mungkin dapat segera terlihat atau diobservasi.
R : REFER/RETURN VISIT
Rujuk bila fasilitas ini tidak dapat memberikan pelayanan yang
sesui.Buat jadwal kunjungan ulang (Rika Wita.S. 2018).
b. Langkah konseling SATU TUJU
Langkah SATU TUJU ini tidak perlu dilakukan berurutan karena
meyesuaikan dengan kabutuhan klien.
SA : Sapa dan salam
Sapa klien sacara terbuka dan sopan, beri perhatian sepenuhnya,
jaga privasi pasein, bangun percaya diri pasein, tanyakan apa
yang perlu dibantu dan jelaskan pelayanan apa yang dapat
diperolehnya.
T : TANYA
Tanyakan informasi tentang dirinya, bantu klien menceritakan
Pengalaman tentang KB dan kesehatan reproduksi, tanya
kontrasepsi yang ingin digunakan
U : URAIKAN
Uraikan pada klien mengenai pilihannya, bantu klien pada jenis
kontrasepsi yang paling dia ingin serta jelaskan jenis yang lain
TU : BANTU
Bantu klien berfikir apa yang sesuai dengan keadaan dan
Kebutuhannya, tanyakan apakah pasangan mendukung pilihannya
J : JELASKAN
Jelaskan secara lengkap bagaimana menggunakan kontrasepsi
pilihannya seterta klien memilih jenis kontrasepsi, jelaskan
bagaimana paenggunaannya, jelaskan manfaat ganda dari
kontrasepsi
U : KUNJUNGAN ULANG
Perlu dukungan kunjungan ulang untuk dilakukan pemeriksaan
atau permintaan kontrasepsi yang dibutuhkan (Rika Wita.S.2018).
5. Tujuan Konseling Keluarga Berencana
a. Meningkatkan penerimaan informasi Informasi yang benar, diskusi
dengan cara mendegarkan, berbica dan kemunikasi non verbal.
b. Meningkatkan penerimaan informasi mengenai KB oleh bidan.
c. Menjamin pilihan yang cocok
d. Menjamin petugas dan klien memilih cara terbaik yang sesui dengan
keadaan kesehatan dan kondsi klien.
e. Menajamin penggunaan yang efektif, Konseling efektif diperkulan agar
klien mengetahui bagaimana menggunakan KB dengan benar dan
mengatasi infromasi yang keliru tentang cara tersebut.
f. Menjain kelangsungan yang lebih lama, Kelangsungan pemakaian cara
KB akan lebih baik bila klien ikut memilih cara tersebut, mengetahui cara
kerjanya dan mengatasi efek sampingnya (Aslina, Febrianti. 2019).

Anda mungkin juga menyukai