Anda di halaman 1dari 77

7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Kehamilan


1. Pengertian Kehamilan
a. Kehamilan adalah suatu proses yang dimulai dari konsepsi
sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari
(40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid
terakhir kehamilan di bagi dalam tiga triwulan yaitu triwulan
pertama dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan, triwulan kedua
dari bulan keempat sampai bulan keenam, triwulan ketiga dari
bulan ketujuh sampai sembilan. (Sarwono,2009)
b. Kehamilan adalah suatu masa dari mulai terjadinya pembuahan
dalam rahim wanita sampai bayinya dilahirkan. (Diyah, 2015)
c. Menurut BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional) kehamilan adalah proses yang diawali
dengan keluarnya sel telur matang pada saluran telur yang
kemudian bertemu dengan sperma, lalu keduanya menyatu
membentuk sel yang akan tumbuh. (Ireng, 2015)
2. Diagnosis Kehamilan
Kehamilan normal berlangsung selama 38-40 minggu. Jika
dihitung dengan ukuran hari, kehamilan akan berakhir sesudah 266
hari, atau 38 minggu pasca ovulasi, atau kira-kira 40 minggu dari hari
pertama haid terakhir. (Arisman, 2009:4)
a. Tanda- Tanda Dugaan Hamil
1) Amenore (tidak dapat haid), Untuk menentukan usia
kehamilan dan perkiraan persalinan yang akan terjadi yang
dihitung dengan menggunakan rumus neagle.
2) Mual dan muntah (nausea and vomiting) biasanya terjadi
pada bulan-bulan pertama kehamilan hingga akhir triwulan
pertama.
8

3) Ngidam (ingin makan khusus), mengidam sering terjadi pada


bulan-bulan pertama akan tetapi akan menghilang dengan
makin tuanya kehamilan.
4) Pingsan, sering dijumpai bila berada pada tempat-tempat
ramai dianjurkan untuk tidak pergi ketempat ramai pada
bulan-bulan pertama kehamilan.
5) Payudara membesar, tegang dan sedikit nyeri, disebabkan
pengaruh estrogen dan progesteron yang merangsang
duktus dan alveoli payudara.
6) Tidak ada selera makan (anoreksia), hanya berlangsung
pada triwulan pertama kehamilan, kemudian nafsu makan
timbul lagi.
7) Sering buang air kecil (BAK) karena kandung kemih tertekan
oleh rahim yang membesar, gejala ini akan hilang pada
triwulan kedua kehamilan. Pada akhir kehamilan gejala ini
akan kembali oleh karena kandung kemih tertekan oleh
kepala janin.
8) Konstipasi/Obstipasi oleh karena penurunan peristaltik usus
oleh pengaruh hormon steroid.
9) Pigmentasi kulit oleh pengaruh hormon kortikosteroid
plasenta dijumpai pada muka (cloasma), areola payudara,
leher dan dinding perut.
10) Epulsi adalah suatu hipertrofi papilla ginggivae. Sering terjadi
pada triwulan pertama.
11) Varices, sering dijumpai pada kehamilan triwulan terakhir.
(Sarwono, 2014)
b. Tanda Tidak Pasti Kehamilan (Objektif)
1) Perubahan pada organ pinggul seperti Chadwick (vulva dan
vagina tampak lebih merah kebiru-biruan).
2) Terdapat tanda Hegar (perlunakan istmus).
3) Terdapat kontraksi Braxton Hicks.
9

4) Perubahan pada pigmentasi kulit (kloasma, linea nigra)


5) Hasil uji kehamilan positif. (Sarwono, 2014)
c. Tanda Pasti Kehamilan (Tanda Positif) Yaitu:
1) Tanda-tanda yang sepenuhnya objektif dan hanya
disebabkan kehamilan.
2) Tanda-tandanya mencakup sebagai berikut: kepastian
tentang kantung kehamilan atau bagian janin dan
terdengarnya denyut jantung janin dengan laenek, dopler,
dan ultrasonografi (USG). (Manuaba, 2009:74)
3. Perubahan Fisiologi Yang Terjadi Pada Masa Kehamilan
a. Uterus
Uterus yang semula beratnya 30 gram akan membesar
sehingga menjadi seberat 1000 gram dibawah pangaruh
estrogen dan progesteron. Otot rahim mengalami hiperplasia dan
hipertropi menjadi lebih besar, lunak dan dapat mengikuti
pembesaran rahim karena pertumbuhan janin.
b. Vagina
Vagina dan vulva mengalami peningkatan pembuluh
darah karena pengaruh hormon estrogen sehingga tampak
makin merah dan kebiru-biruan (tanda chadwick).
c. Ovarium
Dengan terjadinya kehamilan, indung telur yang
mengandung korpus luteum gravidarum akan meneruskan
fungsinya sampai terbentuknya plasenta pada umur kehamilan
16 minggu. Korpus luteum ini mengeluarkan hormon estrogen
dan progesteron yang fungsinya akan diambil alih oleh plasenta.
d. Payudara
Payudara mengalami pertumbuhan dan perkembangan
untuk persiapan laktasi. Perkembangannya dipengaruhi oleh
hormon estrogen, progesteron dan somatomammotropin.
Estrogen menyebabkan hipertrofi sistem saluran payudara.
10

Progesteron mempersiapkan dan menambah jumlah sel asinus.


Sedangkan somatomammotropin berfungsi mempengaruhi sel
asinus untuk membuat kasein, laktabumin dan laktoglobulin serta
merangsang pengeluaran kolostrum.
e. Sirkulasi Darah
Volume darah semakin meningkat secara fisiologi
dengan adanya pencairan darah yang disebut hidremia. Sel
darah merah makin meningkat jumlahnya untuk dapat
mengimbangi pertumbuhan janin dalam rahim. Tetapi
pertambahan sel darah tidak seimbang dengan peningkatan
volume darah sehingga terjadi hemodelusi yang disertai anemia
fisiologis.
f. Sistem Respirasi
Pada kehamilan terjadi juga perubahan sistem respirasi
untuk dapat memenuhi kebutuhan O 2 disamping itu terjadi
desakan diafragma karena dorongan rahim yang membesar
pada umur kehamilan 32 minggu ke atas sehingga tidak jarang
menimbulkan rasa sesak.
g. Sistem Pencernaan
Karena pengaruh estrogen, pengeluaran asam lambung
meningkat sehingga menyebabkan hipersalivasi, morning
sickness, muntah dan lambung terasa panas. Hormon
progesteron menyebabkan gerakan usus makin berkurang dan
dapat menyebabkan obstipasi.
h. Sistem Perkemihan
Pada bulan pertama kehamilan kandung kencing
tertekan oleh uterus yang membesar sehingga timbul sering
kencing. Keadaan ini hilang dengan makin tuanya kehamilan bila
uterus keluar dari rongga panggul. Pada akhir kehamilan bila
kepala janin mulai turun ke bawah pintu atas panggul keluhan
11

sering kencing akan timbul lagi karena kandung kencing mulai


tertekan kembali.
i. Kulit
Pada kulit terjadi perubahan deposit pigmen dan
hiperpigmentasi alat-alat tertentu. Pigmentasi ini disebabkan
karena pengaruh Melanophore Stimulating Hormone (MSH) yang
meningkat. Hiperpigmetansi bisa terjadi pada striae gravidarum,
areola mammae, linea nigra, dan pipi (cloasma gravidarum).
j. Metabolisme dalam Kehamilan
Dengan terjadinya kehamilan, metabolisme tubuh
mengalami perubahan yang mendasar, dimana kebutuhan nutrisi
makin tinggi untuk pertumbuhan janin dan persiapan
memberikan ASI. Metabolisme Basal naik sebesar 15-20%
terutama pada trimester ketiga. Berat badan ibu hamil akan
bertambah antara 6,5-16,5 kg atau terjadi kenaikan berat badan
sekitar 1/2 kilogram tiap minggu. (Sarwono, 2014)
4. Perubahan Psikologi Wanita Hamil
Beberapa perubahan psikologi pada wanita hamil yang
sering terjadi selama masa kehamilan :
a. Perubahan pada Trimester Pertama
Ketika wanita pertama kali mengetahui dirinya mungkin
hamil ia merasa syok dan menyangkal walaupun kehamilan
tersebut direncanakan. Periode awal ketidakyakinan adalah hal
umum yang terjadi dan sebagian besar wanita mengalami
kegembiraan tertentu karena mereka berencana membentuk
hidup baru. Setiap wanita membayangkan tentang kehamilan
dalam pikiran sendiri, selain itu pengalaman hidup dan
kebudayaan akan mempengaruhi kondisi psikologinya.
b. Perubahan pada Trimester Kedua
Trimester kedua biasanya lebih menyenangkan. Tubuh
wanita telah terbiasa dengan tingkat hormon yang tinggi. Ibu
12

dapat menerima kehamilannya dan menggunakan pikiran serta


energinya lebih konstruktif. Janin masih tetap kecil dan belum
menyebabkan ketidaknyamanan. Pada trimester ini ibu
merasakan gerakan janinnya pertama kali, pengalaman tersebut
menandakan pertumbuhan serta kehadiran makhluk baru dan
hal ini sering menyebabkan calon ibu memiliki dorongan
psikologi yang besar.
c. Perubahan pada Trimester Ketiga.
Trimester ketiga ditandai dengan klimaks kegembiraan
emosi karena kelahiran bayi. Sekitar bulan ke-8 mungkin
terdapat periode tidak semangat dan depresi, ketika janin
membesar dan ketidaknyamanan bertambah. Sekitar dua
minggu sebelum melahirkan sebagian wanita hamil mulai
mengalami perasaan senang. Reaksi calon ibu terhadap
persalinan ini secara umum tergantung pada persiapan dan
persepsinya. Terhadap kejadian ini, diharapkan suami dapat
memberi rasa aman dan mendukung istri dalam melakukan
berbagai kegiatan. Dengan cara ini akan muncul rasa percaya
diri sehingga sang istri akan memiliki mental yang kuat untuk
menghadapi persalinannya. Selain suami, dukungan keluarga
juga sangat berarti. (Kusmiyati, 2009:67)
5. Asuhan Antenatal Selama Kehamilan
Tujuan pemeriksaan kehamilan adalah mengetahui dan
mencegah sedini mungkin kelainan yang dapat timbul, meningkatkan
dan menjaga kondisi badan ibu dalam menghadapi kehamilan,
persalinan, dan menyusui, serta menanamkan pengertian pada ibu
tentang pentingnya penyuluhan yang diperlukan wanita hamil.
(Saminem, 2008:11)
Asuhan antenatal yang baik adalah sebagai berikut:
a. Sapa ibu (dan juga keluarganya) dan membuatnya merasa
nyaman.
13

b. Mendapatkan riwayat kehamilan ibu dan mendengarkan dengan


teliti apa yang diceritakan ibu.
c. Melakukan pemeriksaan fisik seperlunya saja.
d. Melakukan pemeriksaan laboratorium.
e. Membantu ibu dan keluarganya untuk mempersiapkan kelahiran
dan kemungkinan keadaan darurat.
f. Memberikan konseling mengenai:
1) Gizi seimbang
2) Perubahan fisiologis
3) Tanda-tanda bahaya dalam kehamilan, seperti perdarahan
pervaginam, sakit kepala hebat, gangguan penglihatan,
bengkak pada wajah/tangan, nyeri abdomen (epigastrik) dan
janin tidak bergerak seperti biasanya.
4) Personal hygiene
5) Menjelaskan cara merawat payudara terutama pada ibu yang
mempunyai puting susu rata atau masuk ke dalam.
g. Memberikan zat besi sebanyak 90 tablet selama kehamilan,
dimulai minggu ke 20.
h. Memberikan imunisasi TT 0,5 cc sebanyak 2 kali.
i. Mendokumentasikan kunjungan tersebut. (Sarwono, 2014)
B. Tinjauan Umum tentang Persalinan
1. Definisi
a. Persalinan normal menurut WHO adalah persalinan yangpp
dimulai secara spontan, berisiko rendah pada awal persalinan
dan tetap demikian selama proses persalinan. (Puspita, Eka,
2014)
b. Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi
pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan
dengan presentasi belakang kepala, tanpa komplikasi baik ibu
maupun janin. (Asri Hidayat, 2010)
14

c. Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan


pengeluaran bayi yang cukup bulan 37-42 minggu lahir spontan,
tanpa komplikasi baik pada ibu maupun janin, disusul dengan
pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu. (Naomi
Marie Tando, 2016)
2. Klasifikasi Persalinan
Jenis persalinan berdasarkan bentuk terjadinya
a. Persalinan spontan
Persalinan yang berlangsung dengan kekuatan ibunya sendiri
dan melalui jalan lahir.
b. Persalinan buatan
Proses persalinan yang berlangsung dengan bantuan tenaga
dari luar, misalnya dengan forceps atau dilakukan operasi sectio
caesarea.
c. Persalinan anjuran
Bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari
luar dengan jalan rangsangan misalnya pemberian pitocin dan
prostaglandin. (Ai Nurasiah, 2012)
Jenis persalinan berdasarkan umur kehamilan dan berat janin:
a. Partus immaturus adalah keluarnya hasil konsepsi pada usia
kehamilan kurang dari 28 minggu atau lebih dari 20 minggu
dengan berat janin antara 500-1000gr
b. Partus maturus adalah keluarnya hasil konsepsi yang dapat
hidup di luar uterus. Usia kehamilan aterm atau cukup bulan
yaitu di atas 2500 gram.
c. Partus prematurus adalah suatu partus dari hasil konsepsi yang
dapat hidup tetapi belum aterm. Berat janin antara 1000-2500
gram atau usia kehamilan antara 28 minggu sampai 36 minggu.
d. Partus postmaturus atau seritonus adalah partus yang tejadi 2
minggu atau lebih dari partus yang di perkirakan.
15

e. Partus presipitatus adalah persalinan yang berlangsung cepat,


bisa terjadi dimana saja, seperti di kamar mandi, diatas pesawat,
dan sebagainya.
f. Partus percobaan adalah suatu penilaian kemajuan untuk
memperoleh bukti tentang ada atau tidak adanya disproporsi
sefalopelvik.
g. Persalinan atau kelahiran yang tidak dikehendaki atau abortus
adalah penghentian kehamilan sebelum usia 20 minggu dengan
berat janin di bawah 500 gram dan janin belum viabel. (Naomi
Marie Tando, 2016)
3. Sebab-Sebab Mulainya Persalinan
Sebab terjadinya partus sampai kini masih merupakan
teori-teori yang kompleks.
a. Teori Penurunan Progesteron
Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28
minggu, dimana terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh
darah mengalami penyempitan dan buntu. Produksi progesteron
mengalami penurunan sehingga otot rahim lebih sensitif
terhadap oksitosin. Akibatnya, otot rahim mulai berkontraksi
setelah mencapai tingkat penurunan progesteron tertentu.
b. Teori Prostaglandin
Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15
minggu yang dikeluarkan oleh desidua. Kadar prostaglandin
terus meningkat hingga kehamilan aterm, lebih-lebih sewaktu
partus. Prostaglandin dianggap merupakan pemicu terjadinya
persalinan.
c. Plasenta menjadi tua dengan tuanya kehamilan, sehingga nutrisi
ke janin berkurang. Bila nutrisi pada janin berkurang maka hasil
konsepsi akan segera dikeluarkan.
16

d. Teori Keregangan
Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas
tertentu, setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi
sehingga persalinan dapat berlangsung.
e. Induksi persalinan (induction of labor)
f. Memecahkan ketuban, mengurangi keregangan otot rahim
sehingga kontraksi segera dapat dimulai.
g. Secara hormonal/kimiawi, dengan oksitosin drip atau
prostaglandin
h. Secara mekanis, memakai laminaria. (Asrinah, dkk, 2010)
4. Tahapan Perlangsungan Persalinan
Tahapan perlangsungan persalinan terdiri atas 4 kala, yaitu:
a. Kala I (kala pembukaan)
1) Kala I diukur dari awal persalinan yang asli hingga dilatasi
serviks lengkap
2) Durasi kala I biasanya berkisar dari 6-18 jam pada primipara
dan 2-10 jam pada multipara.
3) Kala I dibagi menjadi tiga fase yaitu fase laten, aktif dan
transisi. (Lyndon Saputra, 2014)
b. Kala II (kala pengeluaran janin)
1) Kala II berlangsung dari dilatasi lengkap hingga kelahiran
bayi
2) Lamanya kala II biasanya berkisar dari 2 hingga 60 menit,
dengan lama rata-rata 40 menit (20 kali kontraksi) untuk
primipara dan 20 menit (10 kali kontrkasi) untuk multipara.
3) Janin akan bergerak disepanjang jalan lahir melalui
mekanisme persalinan, yaitu perubahan posisi yang terjadi
dalam kala dua persalinan. Umumnya kala II juga disebut
sebagai fase gerakan utama persalinan.
17

4) Ada tujuah macam gerakan yang utama yaitu engagement,


desensus, fleksi, rotasi interna, ekstensi, rotasi eksterna dan
ekspulsi. (Lyndon Saputra, 2014)
c. Kala III (kala pengeluaran plasenta)
Dimulai dari lahirnya bayi sampai lahirnya plasenta serta
selaputnya.
1) Merupakan periode waktu antara kelahiran bayi dan
kelahiran plasenta.
2) Durasi kala III berkisar antara 5 hingga 30 menit.
3) Dibagi menjadi dua fase yaitu fase pemisahan atau
pelepasan plasenta dan fase ekspulsi plasenta.
4) Untuk menghindari kemungkinan inversio uteri dan
perdarahan serius, fundus uteri yang belum berada dalam
keadaan kontraksi tidak boleh ditekan atau didorong.
(Lyndon Saputra, 2014)
d. Kala IV (kala pengawasan)
1) Periode waktu segera setelah kelahiran plasenta
2) Aktivitas primer dala kala IV persalinan berupa stabilisasi
kondisi bayi dan membantu bayi untuk menyesuaikan diri
dengan kehidupan di luar rahim.
3) Fokus perhatian bidan harus ditujukan kepada peningkatan
ikatan kasih antara ibu dan bayinya. (Lyndon Saputra, 2014)
5. Tanda-Tanda Persalinan Sungguhan
a. Kontraksi uterus terjadi dengan interval yang teratur. Mula-mula
timbul setiap 20-30 menit, makin lama makin sering. Dengan
semakin lanjutnya persalinan maka kontraksi menjadi tambah
kuat dan tambah lama.
b. Kontraksi uterus dirasakan nyeri.
c. Dapat dirasakan uterus yang mengeras.
d. Nyeri dirasakan baik di belakang maupun di depan abdomen.
18

e. Persalinan sungguhan secara efektif menyebabkan pembukaan


serviks.
f. Bagian terendah janin turun.
g. Pada waktu tidak ada his, kepala janin terfixasi.
h. Seringkali menyebabkan penonjolan ketuban. (Harry Oxorn,
2010)
6. Asuhan Persalinan Normal
Dasar asuhan persalinan normal adalah asuhan yang bersih
dan aman selama persalinan dan setelah bayi lahir, serta upaya
pencegahan komplikasi terutama perdarahan pasca persalinan,
hipotermia, dan asfiksia bayi baru lahir. Sementara itu, fokus
utamanya adalah mencegah terjadinya komplikasi. Hal ini
merupakan suatu pergeseran paradigma dari sikap menunggu dan
menangani komplikasi menjadi mencegah komplikasi yang mungkin
terjadi. (Sarwono, 2014)
Pencegahan komplikasi selama persalinan dan setelah bayi
lahir akan mengurangi kesakitan dan kematian ibu serta bayi baru
lahir. Penyesuaian ini sangat penting dalam upaya menurunkan
angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Hal ini dikarenakan sebagian
besar persalinan di Indonesia masih terjadi di tingkat pelayanan
kesehatan primer dengan penguasaan keterampilan dan
pengetahuan petugas kesehatan di fasilitas pelayanan tersebut
masih belum memadai. (Sarwono, 2014)
Tujuan asuhan persalinan normal adalah mengupayakan
kelangsungan hidup dan mencapai derajat kesehatan yang tinggi
bagi ibu dan bayinya, melalui berbagai upaya yang terintegrasi dan
lengkap serta intervensi minimal sehingga prinsip keamanan dan
kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang optimal.
(Sarwono, 2014)
Kegiatan yang mencakup dalam asuhan persalinan normal,
adalah sebagai berikut:
19

a. Secara konsisten dan sistematik menggunakan praktik


pencegahan infeksi, misalnya mencuci tangan secara rutin,
menggunakan sarung tangan sesuai dengan yang diharapkan,
menjaga lingkungan yang bersih bagi proses persalinan dan
kelahiran bayi, serta menerapkan standar proses peralatan.
b. Memberikan asuhan rutin dan pemantauan selama persalinan
dan setelah bayi lahir, termasuk penggunaan partograf.
c. Memberikan asuhan sayang ibu secara rutin selama persalinan,
pasca persalinan, dan nifas termasuk menjelaskan kepada ibu
dan keluarganya mengenai proses kelahiran bayi dan meminta
para suami dan kerabat untuk turut berpartisipasi dalam proses
persalinan dan kelahiran bayi.
d. Menyiapkan rujukan bagi setiap ibu bersalin atau melahirkan
bayi.
e. Menghindari tindakan-tindakan berlebihan atau berbahaya,
seperti episiotomi rutin, amniotomi, kateterisasi, dan
penghisapan lendir secara rutin sebagai upaya untuk mencegah
perdarahan pascasalin.
f. Memberikan asuhan bayi baru lahir, termasuk mengeringkan dan
menghangatkan tubuh bayi, memberi ASI secara dini, mengenal
sejak dini komplikasi dan melakukan tindakan yang bermanfaat
secara rutin.
g. Memberikan asuhan dan pemantauan ibu dan bayi baru lahir,
termasuk dalam masa nifas dini secara rutin.
h. Mengajarkan kepada ibu dan keluarganya untuk mengenali
secara dini bahaya yang mungkin terjadi selama masa nifas dan
pada bayi baru lahir.
i. Mendokumentasikan semua asuhan yang telah diberikan.
(Sarwono, 2014)
Terdapat lima aspek dasar yang penting dan saling terkait
dalam asuhan persalinan yang bersih dan aman. Aspek-aspek
20

tersebut melekat pada setiap persalinan, baik normal dan patologis.


Aspek tersebut adalah sebagai berikut:
a. Membuat keputusan klinik
b. Asuhan sayang ibu dan sayang bayi
c. Pencegahan infeksi
d. Pencatatan (Dokumentasi) rujukan (Sarwono, 2014)
C. Tinjauan Umum tentang Masa Nifas
1. Definisi
a. Masa nifas adalah masa telah melahirkan selama 6 minggu atau
40 hari menurut hitungan awam. Masa ini penting sekali terus
dipantau. Nifas merupakan masa pembersihan rahim, sama
halnya seperti masa haid. (Saleha, 2009)
b. Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah plasenta lahir dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan
sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6
minggu. (Saifuddin, AB, 2004)
c. Nifas atau puerperium adalah periode waktu atau masa dimana
organ-organ reproduksi kembali kepada keadaan tidak hamil.
Masa ini membutuhkan waktu sekitar enam minggu. (Dewi,
2009)
2. Tahap Masa Nifas
Tahapan yang terjadi pada masa nifas adalah sebagai
berikut :
a. Periode Immediate Postpartum
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada
masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan
karena atonia uteri. Oleh karena itu, bidan dengan teratur harus
melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lokia,
tekanan darah, dan suhu.
21

b. Periode Early Postpartum (24 jam-1 minggu)


Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan
normal, tidak pada perdarahan, lokia tidak berbau busuk, tidak
demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu
dapat menyusui dengan baik.
c. Periode Postpartum (1 minggu-5 minggu)
Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan
pemeriksaan sehari-hari serta konseling KB.
3. Peran Bidan Pada Masa Nifas
Peran bidan pada masa nifas adalah sebagai berikut :
a. Memberi dukungan terus-menerus selama masa nifas yang baik
da sesuai dengan kebutuhan ibu agar mengurangi ketengangan
fisik dan psikologis selama persalinan dan nifas.
b. Sebagai promotor hubungan yang erat antara ibu dan bayi
secara fisik dan psikologis.
c. Mengondisikan ibu untuk menyusui bayinya dengan cara
meningkatkan rasa aman.
4. Program dan Kebijakan Teknis Masa Nifas
Kunjungan masa nifas dilakukan paling sedikit empat kali.
Kunjungan ini bertujuan untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir
juga untuk mencegah, mendeteksi, serta menangani masalah-
masalah yang terjadi.
Kunjungan Waktu Tujuan
1 6-8 jam 1. Mencegah terjadinya perdarahan
setelah pada masa nifas
persalinan 2. Mendeteksi dan merawat penyebab
lain perdarahan dan memberi
rujukan bila perdarahan berlanjut.
3. Memberikan konseling kepada ibu
atau satu anggota keliarga mengenai
bagaimana mencegah perdarahan
22

masa nifas karena atonia uteri.


4. Pemberian ASI pada masa awal
menjadi ibu.
5. Mengajarkan cara mempererat
hubungan antara ibu dan bayi baru
lahir.
6. Menjaga bayi tetap sehat dengan
cara mencegah hipotermia.
Jika bidan menolong persalinan,
maka bidan harus menjaga ibu dan
bayi untuk 2 jam pertama setelah
kelahiran atau sampai keadaan ibu
dan bayi dalam keadaan stabil.
2 Enam hari 1. Memastikan involusi uteri berjalan
setelah normal, uterus berkontraksi, fundus
persalinan dibawah umbilikus tidak ada
perdarahan abnormal, dan tidak ada
bau.
2. Menilai adanya tanda-tanda demam,
infeksi atau kelainan pasca
melahirkan.
3. Memastikan ibu mendapat cukup
makanan, cairan, dan istirahat.
4. Memastikan ibu menyusui dengan
baik dan tidak ada tanda-tanda
penyulit.
5. Memberikan konseling kepada ibu
mengenai asuahan pada bayi, cara
merawat tali pusat, dan bagaimana
menjaga bayi agar tetap hangat.
3 Dua Sama seperti diatas (enam hari
23

minggu setelah persalinan).


setelah
persalinan
4 Enam 1. Menanyakan pada ibu tentang
minggu penyulit-penyulit yang dialami atau
setelah bayinya.
persalinan 2. Memberikan konseling untuk KB
secara dini.

5. Teknik Menyusui Yang Benar


a. Menjelaskan maksud dan tujuan pendidikan kesehatan
b. Cuci tangan sebelum menyusui dan mengajari ibu
c. Ibu duduk atau berbaring dengan santai (bila duduk lebih baik
menggunakan kursi yang rendah agar kaki ibu menggantung dan
punggung ibu bersandar pada sandaran kursi).
d. Mempersilahkan dan membantu ibu membuka pakaian bagian
atas
e. Sebelum menyusui ASI dikeluarkan sedikit, kemudian dioleskan
pada puting dan sekitar areola payudara (cara ini mempunyai
manfaat sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban puting
susu).
f. Mengajari ibu untuk meletakkan bayi pada satu lengan, kepala
bayi berada pada lengkung siku ibu dan bokong bayi berada
pada lengan bawah ibu
g. Mengajari  ibu untuk menempelkan perut bayi pada perut ibu
dengan meletakkan satu tangan bayi di belakang badan ibu dan
yang satu di depan, kepala bayi menghadap payudara
h. Mengajari  ibu untuk memposisikan bayi dengan telinga dan
lengan pada garis lurus
24

i. Mengajari ibu untuk memegang payudara dengan ibu jari diatas


dan jari yang lain menopang dibawah serta jangan menekan
puting susu dan areolanya
j. Mengajari ibu untuk merangsang membuka mulut bayi :
Menyentuh pipi dengan  puting susu atau menyentuh sudut
mulut bayi
k. Setelah bayi membuka mulut (anjurkan ibu untuk mendekatkan
dengan cepat kepala bayi ke payudara ibu, kemudian
memasukkan puting susu serta sebagian besar areola ke mulut
bayi)
l. Setelah bayi mulai menghisap, menganjurkan ibu untuk tidak
memegang atau menyangga payudara lagi
m. Menganjurkan ibu untuk memperhatikan bayi selama menyusui
n. Mengajari  ibu cara melepas isapan bayi (jari kelingking
dimasukkan ke mulut bayi melalui sudut mulut atau dagu bayi
ditekan ke bawah.
o. Setelah selesai menyusui, mengajarkan ibu untuk mengoleskan
sedikit ASI pada puting susu dan areola. Biarkan kering dengan
sendirinya
p. Mengajari ibu untuk menyendawakan bayi:
Bayi digendong tegak dengan bersandar pada bahu ibu
kemudian punggung ditepuk perlahan-lahan sampai bayi
bersendawa (bila tidak bersendawa tunggu 10-15 menit) atau
bayi ditengkurapkan dipangkuan

Gambar 1. Teknik menyusui


25

D. Tinjauan Umum tentang Bayi Baru Lahir


1. Definisi
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir pada usia
kehamilan 37-42 minggu dengan berat badannya 2500-4000 gram.
(Nanny Lia Dewi, 2010:1)
2. Tanda-Tanda Bayi Baru Lahir Normal
a. Lahir aterm antara 37-42 minggu
b. Berat badan 2.500-4.000 gram
c. Panjang badan 48-52 cm
d. Lingkar dada 30-38 cm
e. Lingkar kepala 33-35 cm
f. Lingkar lengan 11-12 cm
g. Frekuensi denyut jantung 120-160 x/menit
h. Pernapasan ± 40-60 x/menit
i. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subcutan yang
cukup
j. Rambut lanugo tidak terlihat dan rambut kepala biasanya sudah
sempurna
k. Kuku agak panjang dan lemas
l. Nilai APGAR > 7
m. Gerak aktif
n. Bayi lahir langsung menangis kuat. (Nanny Lia Dewi, 2010:1)
o. Refleks rooting (mencari puting susu dengan rangsangan taktil
pada pipi dan daerah mulut) sudah terbentuk dengan baik.
p. Refleks sucking (isap dan menelan sudah terbentuk dengan
baik.
q. Refleks moro (gerakan seperti memeluk bila dikagetkan) sudah
terbentuk dengan baik
r. Refleks grasping (menggenggam) sudah baik
s. Genitalia
26

1) Pada laki-laki kematangan ditandai dengan testis yang


berada pada skrotum dan penis yang berlubang
2) Pada perempuan kematangan ditandai dengan vagina dan
uretra yang berlubang, serta adanya labia minora dan
mayora.
t. Eliminasi baik yang ditandai dengan keluarnya mekonium dalam
24 jam pertama dan berwarna hitam kecoklatan. (Rahayu,
Dedeh Sri, 2009:2-3)
3. Perawatan Bayi Baru Lahir
a. Membersihkan jalan napas
b. Memotong tali pusat
c. Mempertahankan suhu tubuh bayi dan mencegah hipotermi
d. Mencegah terjadinya infeksi (Rahayu, Dedeh Sri, 2009:3-4)
E. Tinjauan Umum tentang Keluarga Berencana
Keluarga Berencana (KB) adalah suatu teknik atau cara untuk
mengatur atau menjarangkan kehamilan, mengatur jumlah anak, dan
menghentikan kehamilan. (Saifuddin AB, 2006:JM-1)
Akses terhadap pelayanan keluarga berencana yang bermutu
merupakan suatu unsur penting dalam upaya mencapai pelayanan
kesehatan reproduksi. Secara khusus dalam hal ini termasuk hak setiap
orang untuk memperoleh informasi dan akses terhadap berbagai metode
kontrasepsi yang aman, efektif, terjangkau, dan akseptabel. (Saifuddin
AB, 2006:JM-1)
Pelayanan keluarga berencana yang bermutu meliputi hal-hal
antara lain:
1. Pelayanan perlu disesuaikan dengan kebutuhan klien.
2. Klien harus dilayani secara profesional dan memenuhi standar
pelayanan.
3. Kerahasiaan dan privasi perlu dipertahankan.
4. Upayakan agar klien tidak menunggu terlalu lama untuk dilayani.
27

5. Petugas harus memberi informasi tentang pilihan kontrasepsi yang


tersedia.
6. Petugas harus menjelaskan kepada klien tentang kemampuan
fasilitas kesehatan dalam melayani berbagai pilihan kontrasepsi.
7. Fasilitas pelayanan harus memenuhi persyaratan yang ditentukan.
8. Fasilitas pelayanan tersedia pada waktu yang telah ditentukan dan
nyaman bagi klien.
9. Bahan dan alat kontrasepsi tersedia dalam jumlah cukup. (Saifuddin
AB, 2006:JM-2)
Metode KB terdapat berbagai macam, yang disesuaikan dengan
kebutuhan dan indikasi pasien yang ingin memilihnya:
1. Metode Keluarga Berencana Sederhana
a. Spermisida
Spermisida adalah alat kontrasepsi yang mengandung bahan
kimia (nonoksinol-9) yang digunakan untuk membunuh sperma.
1) Jenis spermisida terbagi menjadi:
a) Aerosol (busa)
b) Tablet vagina, suppositoria atau dissolvable film
c) Krim.
2) Cara Kerja
Cara kerja dari spermisida adalah sebagai berikut:
a) Menyebabkan sel selaput sel sperma pecah.
b) Memperlambat motilitas sperma
c) Menurunkan kemampuan pembuahan sel telur.
3) Manfaat kontrasepsi
a) Efektif seketika (busa dan krim)
b) Tidak mengganggu produksi ASI.
c) Sebagai pendukung metode lain.
d) Tidak mengganggu kesehatan klien.
e) Tidak mempunyai pengaruh sistemik.
28

f) Mudah digunakan.
g) Meningkatkan lubrikasi selama hubungan seksual.
h) Tidak memerlukan resep ataupun pemeriksaan medik.
b. Koitus interuptus
Sengama terputus adalah metode keluarga berencana
tradisional, di mana pria mengeluarkan alat kelaminnya (penis)
dari vagina sebelum pria mencapai ejakulasi
Cara ini mungkin merupakan cara kontrasepsi yang tertua yang
dikenal oleh manusia, dan mungkin masih merupakan cara yang
banyak dilakukan sampai sekarang. Walaupun cara ini banyak
mengalami kegagalan, namun koitus interuptus merupakan cara
utama dalam penurunan angka kelahiran. Hal ini berdasarkan
kenyataan, bahwa karena terjadinya ejakulasi di sadari
sebelumnya oleh bagian terbesar pria, dan setelah itu masih-
masih ada waktu kira-kira 1 detik sebelum ejakulasi terjadi.
Waktu yang singkat ini dapat digunakan untuk menarik penis
keluar dari vagina.
1) Cara kerja
Alat kelamin (penis) di keluarkan sebelum ejakulasi sehingga
sperma tidak masuk ke dalam vagina sehingga tidak ada
pertemuan antara sperma dan ovum, dan kehamilan.
2) Efektivitas
Efektivitas cara ini umumnya dianggap kurang, karena
bahwa angka kehamilan dengan cara ini hanya sedikit lebih
tinggi dari pada cara mempergunakan kontrasepsi mekanis
dan kimiawi. Kegagalan dengan cara ini dapat disebabkan
oleh:
Adanya pengeluaran air mani sebelum ejakulasi
(Praejaculatori fluid) yang dapat mengandung sperma,
apalagi pada koitus yang berulang (Repeated coitus)
Terlambatnya pengeluaran penis dari vagina
29

Pengeluaran semen dekat pada vulva dapat menyebabkan


kehamilan, misalnya karena adanya hubungan antara vulva
dan kanalis servikalis uteri oleh benang lendir serviks uteri
yang ada pada masa ovulasi mempunyai spin barkeit yang
tinggi
3) Keuntungannya.
a) Kontrasepsi
(1) Efektif bila dilaksanakan dengan benar.
(2) Tidak mengganggu produksi ASI
(3) Dapat digunakan sebagai pendukung metode KB
lainnya
(4) Tidak ada efek samping
(5) Dapat digunakan setiap waktu
(6) Cara ini tidak membutuhkan biaya maupun
peralatan.
c. Pantang berkala
1) Definisi
Metode kalender adalah metode yang digunakan
berdasarkan masa subur dimana harus menghindari
hubungan seksual tanpa perlindungan kontrasepsi pada hari
ke 8-19 siklus menstruasinya.
2) Dasar:
Ovulasi umumnya terjadi pada hari ke-15 sebelum haid
berikutnya tetapi dapat pula terjadi 12-16 hari sebelum haid
yang akan datang.Ovulasi selalu terjadi pada hari ke-15
sebelum haid yang akan datang.Problem terbesar dengan
metode kalender adalah bahwa jarang ada wanita yang
mempunyai siklus haid teratur 28 hari.
Untuk dapat menggunakan metode ini kita harus
menentukan waktu ovulasi dari data haid yang dicatat
selama 6-12 bulan terakhir.
30

3) Keuntungan metode kalender


a) Keuntungan kontraseptif
(1) Dapat digunakan untuk mencegah atau
mendapatkan kehamilan.
(2) Tanpa risiko kesehatan yang berkaitan dengan
metodenya.
(3) Tanpa efek samping sistemik.
(4) Murah.
b) Keuntungan non-kontraseptif
(1) Pengetahuan meningkat tentang sistem reproduksi.
(2) Hindari persetubuhan selama fase kesuburuan dari
siklus haid dimana kemungkinan hamil sangat besar.
(3) Kemungkinan hubungan yang lebih dekat diantara
pasangan,
(4) Keterlibatan pihak laki-laki meningkat dalam
perencanaan keluarga.
4) Keterbatasan/kekurangan metode kalender
a) Diperlukan banyak pelatihan untuk bisa
menggunakannya dengan benar
b) Memerlukan pemberi asuhan (non-medis) yang sudah
terlatih
c) Memerlukan penahanan nafsu selama fase kesuburan
untuk menghindari kehamilan
5) Efektifitas
Efektifitasnya bergantung pada keikhlasan mengikuti
petunjuk,angka kegagalan 1-25 kehamilan per 100 wanita
selama tahun pertama penggunaan.
2. Pil kombinasi
a. Pengertian
Pengertian Kontrasepsi Pil Kombinasi merupakan pil kontrasepsi
yang mengandung hormon sintetis progesteron dan estrogen.
31

b. Profil
1) Efektif dan reversibel.
2) Harus diminum setiap hari.
3) Pada bulan-bulan pertama efek samping berupa mual dan
perdarahan bercak yang tidak berbahaya dan segera akan
hilang.
4) Efek samping serius sangat jarang terjadi.
5) Dapat dipakai oleh semua ibu usia reproduksi, baik yang
sudah mempunyai anak maupun belum.
6) Dapat dimulai diminum setiap saat bila yakin tidak sedang
hamil.
7) Tidak dianjurkan pada ibu yang menyusui.
8) Dapat dipakai sebagai kontrasepsi darurat.
c. Cara Kerja
1) Menekan ovulasi.
2) Mencegah implantasi.
3) Lendir serviks mengental sehingga sulit di lalui oleh sperma.
4) Pergerakan tuba terganggu sehingga transportasi telur
dengan sendirinya akan terganggu pula.
d. Manfaat
1) Memiliki efektifitas yang tinggi (hampir menyerupai efektivitas
tubektomi), bila digunakan setiap hari (1 kehamilan per 1000
perempuan dalam tahun pertama pengguna).
2) Risiko terhadap kesehatan sangat kecil.
3) Tidak mengganggu hubungan seksual.
4) Siklus haid menjadi teratur, banyaknya darah haid berkurang
(mencegah anemia), tidak terjadi nyeri haid.
5) Dapat digunakan dalam jangka panjang selama perempuan
masih ingin menggunakannya untuk mencegah kehamilan.
6) Dapat digunakan sejak usia remaja hingga menopause.
7) Mudah dihentikan setiap saat.
32

8) Kesuburan kembali setelah penggunaan pil dihentikan.


9) Dapat digunakan sebagai kontrasepsi darurat.
10) Membantu mencegah:
a) Kehamilan ektopik,
b) Kanker ovarium,
c) Kanker endometrium,
d) Kista ovarium,
e) Penyakit radang panggul,
f) Kelainan jinak pada payudara,
g) Dismenore, atau
h) Akne.
e. Keterbatasan
1) Mahal dan membosankan karena harus menggunakannya
setiap hari.
2) Mual, terutama pada 3 bulan pertama.
3) Pusing.
4) Nyeri payudara.
5) Berat badan naik sedikit, tetapi pada perempuan tertentu
kenaikan berat badan justru memiliki dampak positif.
6) Berhenti haid (amenorea), jarang pada pil kombinasi.
7) Tidak boleh diberikan pada perempuan yang menyusui
(mengurangi ASI).
8) Pada sebagian kecil perempuan dapat menimbulkan depresi,
dan perubahan suasana hati, sehingga keinginan untuk
melakukan hubungan seks berkurang.
9) Dapat meningkatkan tekanan darah dan retensi cairan,
sehingga risiko stroke, dan gangguan pembekuan darah
pada vena dalam sedikit meninggkat. pada perempuan usia
> 35 tahun dan merokok perlu hati-hati.
10) Tidak mencegah IMS (Infeksi Menular Seksual), HBV, HIV/
AIDS. (Setiyaningrum, Ema, 2014)
33

f. Yang dapat menggunakan pil kombinasi


Prinsipnya hampir semua ibu boleh menggunakan pil kombinasi,
seperti:
1) Usia reproduksi.
2) Telah memiliki anak atau pun yang belum memiliki anak.
3) Gemuk atau kurus.
4) Meginginkan metode kontrasepsi dengan efektivitas tinggi.
5) Setelah melahirkan dan tidak menyusui.
6) Setelah melahirkan 6 bulan yang tidak memberikan ASI
ekslusif, sedangkan semua cara kontrasepsi yang di
anjurkan tidak cocok bagi ibu tersebut.
7) Pasca keguguran.
8) Anemia karena hamil berlebihan.
9) Nyeri haid hebat.
10) Siklus haid tidak teratur.
11) Riwayat kehamilan ektopik.
12) Kelainan payudara jinak.
13) Kencing manis tanpa komplikasi pada ginjal, pembuluh
darah, saraf, dan mata.
14) Penyakit tiroid, penyakit radang panggul, endometriosis, atau
tumor ovarium jinak.
15) Menderita tuberkolosis (kecuali yang sedang menggunakan
rifampisin).
16) Varises vena. (Saifuddin AB, dkk, 2004)
g. Yang tidak boleh menggunakan pil kombinasi.
1) Hamil atau dicurigai hamil.
2) Menyusui ekslusif.
3) Perdarahan pervaginam yang belum diketahui penyebabnya.
4) Penyakit hati akut (hepatitis).
5) Perokok dengan usia > 35 tahun.
34

6) Riwayat penyakit jantung, stroke, atau tekan darah >


180/110 mm Hg.
7) Riwayat gangguan faktor pembekuan darah atau kencing
manis > 20 tahun.
8) Kanker payudara atau dicurigai kenker payudara.
9) Migrain dan gejala neurologik fokal (epilepsi/riwayat epilepsi).
10) Tidak dapat menggunakan pil secara teratur setiap hari.
h. Waktu mulai menggunakan pil kombinasi
1) Setiap selagi haid, untuk meyakinkan kalau perempuan
tersebut tidak hamil.
2) Hari pertama sampai hari ke 7 siklus haid.
3) Boleh menggunakan pada hari ke 8, tetapi perlu
menggunakan metode kontrasepsi yang lain (kondom) mulai
hari ke 8 sampai hari ke 14 atau tidak melakukan hubungan
seksual sampai anda telah menghabiskan paket pil tersebut.
4) Setelah melahirkan :
a) Setelah 6 bulan pemberian ASI esklusif
b) Setelah 3 bulan dan tidak menyusui
c) Pasca keguguran (segera ata dalam waktu 7 hari).
5) Bila berhenti menggunakan kontrasepsi injeksi, dan ingin
menggantikan dengan pil kombinasi, pil dapat segera
diberikan tanpa perlu menuggu haid. (Hidayati Ratna, 2009)
i. Instruksi kepada klien
Catatan: tunjukkan cara mengeluarkan pil dari kemasannya dan
pesankan untuk mengikuti panah yang menunjuk deretan pil
berikutnya.
1) Sebaiknya pil diminum setiap hari, lebih baik pada saat yang
sama setiap hari.
2) Pil yang pertama dimulai pada hari pertama sampai hari ke 7
siklus haid.
3) Sangat dianjurkan penggunaannya pada hari pertama haid.
35

4) Pada paket 28 pil, dianjurkan mulai minum pil plasebo sesuai


dengan hari yang ada pada paket.
5) Beberapa paket pil mempunyai 28 pil, yang lain 21 pil. Bila
paket 28 pil habis, sebaiknya anda mulai minum pil dari
paket yang baru. Bila paket 21 habis, sebaiknya tunggu 1
minggu baru kemudian mulai minum pil dari paket yang baru.
6) Bila muntah dalam waktu 2 jam setelah menggunakan pil,
ambillah pil yang lain.
7) Bila terjadi muntah hebat, atau diare lebih dari 24 jam, maka
bila keadaan memungkinkan dan tidak memperburuk
keadaan anda, pil dapat diteruskan.
8) Bila muntah dan diare berlangsung sampai 2 hari atau lebih,
cara penggunaan pil mengikuti cara menggunakan pil lupa.
9) Bila lupa minum 1 pil (hari 1-21), segera minum pil setelah
ingat boleh minum 2 pil pada hari yang sama. Tidak boleh
menggunakan metode kontrasepsi yang lain. Bila lupa 2 pil
atau lebih (hari 1-21), sebaiknya minum 2 pil setiap hari
sampai sesuai jadwal yang ditetapkan. Juga sebaiknya
menggunakan metode kontrasepsi yang lain atau tidak
melakukan hubungan seksual sampai telah menghabiskan
paket pil tersebut.
10) Bila tidak haid, perlu segera ke klinik untuk tes kehamilan.
j. Penanganan efek samping yang sering terjadi pada masalah-
masalah kesehatan lainnya.
1) Amenorea (tidak ada perdarahan, atau spotting)
Periksa dalam teks kehamilan, bila tidak hamil dan klien
minum pil dengan benar, tenanglah. Tidak datang haid
kemungkinan besar karena kurang adekuatnya efek
estrogen terhadap endometrium. Tidak perlu pengobatan
khusus. Coba berikan pil dengan dosis estrogen 50µg, atau
dosis estrogen tetap, tetapi dosis progestin dikurangi. Bila
36

klien hamil intrauterin, hentikan pil, dan yakinkan pasien,


bahwa pil yang telah diminumnya tidak punya efek pada
janin.
2) Mual pusing, atau muntah (akibat reaksi anakfilaktif)
Tes kehamilan, atau pemeriksaan ginekologik. Bila tidak
hamil, sarankan minum pil saat makan malam, atau sebelum
tidur.
3) Perdarahan parvaginam/ spotting
Tes kehamilan, atau pemeriksaan ginekologik. Sarankan
minum pil pada waktu yang sama. Jelaskan bahwa
perdarahan / spotting hal biasa terjadi pada 3 bulan pertama,
dan lambat laun akan berhenti. Bila perdarahan/ spotting
tetap saja terjadi, ganti pil dengan dosis estrogen lebih tinggi
(50 µg), sampai perdarahan teratasi, lalu kembali ke dosis
awal. Bila perdarahan/ spotting timbul lagi, lanjutkan lagi
dengan dosis 50µg, atau ganti dengan metode kontrasepsi
yang lain. (Pinem Saroha, 2009)
3. Pil progestin (Mini pil)
a. Pengertian
Pil progestin merupakan pil kontrasepsi yang berisi hormon
sintetis  progesteron.
b. Jenis
1) Kemasan dengan isi 35 pil : 300 μg levonorgestrel atau 350
μg noretindron
2) Kemasan dengan isi 28 pil : 75 μg norgestrel
c. Cara Kerja:
1) Menghambat ovulasi
2) Mencegah implantasi
3) Memperlambat transport gamet/ ovum
4) Luteolysis
5) Mengentalkan lendir serviks yg kental
37

d. Keuntungan
1) Sangat efektif
2) Pencegahan kehamilan jangka panjang
3) Tidak berpengaruh pada hubungan suami-istri
4) Tidak mengandung estrogen sehingga tidak berdampak
serius terhadap penyakit jantung dan gangguan pembekuan
darah
5) Tidak memiliki pengaruh terhadap ASI
6) Sedikit efek samping
7) Klien tidak perlu menyimpan obat suntik
8) Dapat digunakan oleh wanita > 35 tahun sampai
perimenopause
9) Membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan
ektopik.
10) Menurunkan kejadian penyakit jinak payudara
11) Mencegah beberapa penyebab penyakit radang panggul
12) Menurunkan krisis anemia bulan sabit (sickle cell)
e. Efek samping/keterbatasan
1) Sering ditemukan gangguan haid, seperti amenorhea.
2) Klien sangat bergantung pada tempat sarana pelayanan
kesehatan (harus kembali untuk disuntik).
3) Tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu sebelum suntikan
berikut.
4) Permasalahan berat badan merupakan efek samping
tersering.
5) Tidak menjamin perlindungan terhadap penularan infeksi
menular seksual, virus Hepatitis B, atau infeksi virus HIV.
6) Terjadi perubahan pada lipid serum pada penggunaan
jangka panjang.
7) Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian
pemakaian. 50-70% wanita menjadi hamil pada akhir tahun
38

pertama pemakaian, namun dapat terjadi penundaan 18-24


bulan. (Varney, 2001:35)
8) Terlambatnya kembali kesuburan bukan karena terjadinya
kerusakan/kelainan pada organ genitalia, melainkan karena
belum habisnya pelepasan obat suntikan dari tempatnya.
9) Pada penggunaan jangka panjang dapat sedikit menurunkan
kepadatan tulang (densitas).
10) Pada penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan
kekeringan pada vagina, menurunkan libido, gangguan
emosi (jarang), sakit kepala, nervositas, jerawat. (Saifuddin
AB, 2006:MK-42)
f. Indikasi
1) Usia reproduksi.
2) Nulipara dan yang telah memiliki anak.
3) Menghendaki kontrasepsi jangka panjang dan yang memiliki
efektivitas tinggi.
4) Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi yang sesuai.
5) Setelah melahirkan dan tidak menyusui.
6) Setelah abortus atau keguguran.
7) Telah banyak anak tapi belum menghendaki tubektomi.
8) Tidak dapat memakai kontrasepsi yang mengandung
estrogen.
9) Sering lupa menggunakan pil kontrasepsi.
10) Anemia defisiensi besi.
11) Mendekati usia menopause yang tidak mau atau tidak boleh
menggunakan pil kontrasepsi kombinasi. (Saifuddin AB,
2006:MK-46)

g. Kontraindikasi
39

1) Hamil atau dicurigai hamil (risiko cacat pada janin 7 per


100.000 kelahiran).
2) Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya.
3) Tidak dapat menerima terjadinya gangguan haid, terutama
amenore.
4) Menderita kanker payudara atau riwayat kanker payudara.
5) Diabetes mellitus disertai komplikasi. (Saifuddin AB,
2006:MK-46)
4. Implant
a. Pengertian
1) Implant terdiri dari 2 batang silastik yang setiap batangnya
mengandung 75 mg Levonorgestrel (mengandung hormon
Progestin). (Nanda, 2011)
2) Kontrasepsi implant adalah metode kontrasepsi yang
diinsersikan pada bagian subdermal, yang hanya
mengandung progestin dengan masa kerja panjang, dosis
rendah, dan reversibel untuk wanita (Febriana, 2014).
3) Kontrasepsi Implant adalah sistem norplant dari implant
subdermal levonorgestrel yang terdiri dari enam skala kapsul
dimethylsiloxane yang dibuat dari bahan sylastic, masing-
masing kapsul berisi 36 mg levonorgestrel dalam format
kristal dengan masa kerja lima tahun (Nanda, 2011).
b. Profil
1) Efektif 5 tahun untk Norplant. 3 tahun untuk Jadena dan
Implanton.
2) Nyaman
3) Dapat dipakai oleh semua Ibu dalam usia reproduksi
4) Pemasangan dan pencabutan perlu pelatihan
5) Kesub uran segera kembali setelah implant dicabut
6) Efek samping utama berupa perdarahan tidak teratur,
perdarahan bercak dan amenorea.
40

7) Aman dipakai pada masa laktasi.


c. Cara Kerja kontrasepsi implant
1) Lendir serviks menjadi kental
Kadar levonorgestrel yang konstan mempunyai efek nyata
terhadap terhadap mucus serviks. Mukus tersebut menebal
dan jumlahnya menurun, yang membentuk sawar untuk
penetrasi sperma.
2) Mengganggu proses pembentukan endometrium sehingga
sulit terjadi implantasi.
Levonorgestrel menyebabkan supresi terhadap maturasi
siklik endometrium yang diinduksi estradiol, dan akhirnya
menyebabkan atrofi. Perubahan ini dapat mencegah
implantasi sekalipun terjadi fertilisasi; meskipun demikian,
tidak ada bukti mengenai fertilisasi yang dapat dideteksi
pada pengguna implant.
3) Mengurangi transportasi sperma
Perubahan lendir serviks menjadi lebih kental dan sedikit,
sehingga menghambat pergerakan sperma.
4) Menekan ovulasi
Levonorgestrel menyebabkan supresi terhadap lonjakan
luteinizing hormone (LH), baik pada hipotalamus maupun
hipofisis, yang penting untuk ovulasi.
d. Jenis – jenis kontrasepsi implant
1) Norplant
Dipakai sejak tahun 1987. Terdiri dari 6 batang silastik
lembut berongga dengan panjang 3,4 cm , dengan diameter
2,4 mm, yang di isi dengan 36 mg levonorgestrel dan lama
kerjanya 5 tahun. Pelepasan hormon setiap harinya berkisar
antara 50 – 85 mcg pada tahun pertama penggunaan,
kemudian menurun sampai 30 – 35 mcg per hari untuk lima
41

tahun berikunya. Saat ini norplant yang paling banyak


dipakai.
2) Implanton
Terdiri dari satu batang putih lentur yang berisi progestin
generasi ketiga, yang dimasukkan kedalam inserter steril dan
sekali pakai/disposable, dengan panjang kira-kira 40 mm,
dan diameter 2 mm, terdiri dari suatu inti EVA (Ethylene Vinyl
Acetate) yang berisi 68 mg 3-keto-desogestrel dan lama
kerjanya 3 tahun. Pada permulaannya kecepatan pelepasan
hormonnya adalah 60 mcg per hari, yang perlahan-lahan
turun menjadi 30 mcg per hari selama masa kerjanya.
3) Jadena dan indoplant
Terdiri dari 2 batang yang di isi dengan 75 mg levonorgestrel
dengan lama kerja 3 tahun. (Saifuddin AB, 2006)
4) Uniplant
Terdiri dari 1 batang putih silastic dengan panjang 4 cm,
yang mengandung 38 mg nomegestrol asetat dengan
kecepatan pelepasan sebesar 100 μg per hari dan lama
kerja 1 tahun.
5) Capronor
Terdiri dari 1 kapsul biodegradable. Biodegradable implant
melepaskan progestin dari bahan pembawa/pengangkut
yang secara perlahan-lahan larut dalam jaringan tubuh.
Bahan pembawanya sama sekali tidak perlu dikeluarkan lagi
misal pada norplant. Tetapi sekali bahan pembawa tersebut
mulai larut, ia tidak mungkin dikeluarkan lagi. Tingkat
penggunaan kontrasepsi implant dapat diperbaiki dengan
menghilangkan kebutuhan terhadap pengangkatan secara
bedah. Kapsul ini mengandung levonorgestrel dan terdiri dari
polimer E-kaprolakton. Mempunyai diameter 0,24 cm, terdiri
dari dua ukuran dengan panjang 2,5 cm mengandung 16 mg
42

levonorgestrel, dan kapsul dengan panjang 4 cm yang


mengandung 26 mg levonorgestrel. Lama kerja 12 – 18
bulan. Kecepatan pelepasan levonorgestrel dari kaprolakton
adalah 10 kali lebih cepat dibandingkan silastic. (Saifuddin
AB, 2006)
e. Keuntungan dan kerugian kontrasepsi implant
1) Keuntungan kontrasepsi implant, meliputi :
a) Daya guna tinggi
Kontrasepsi implant merupakan metode kontrasepsi
berkesinambungan yang aman dan sangat efektif.
Efektivitas penggunaan implant sangat mendekati
efektivitas teoretis. Efektivitas 0,2 – 1 kehamilan per 100
perempuan.
b) Perlindungan jangka panjang (sampai 5 tahun)
Kontrasepsi implant memberikan perlindungan jangka
panjang. Masa kerja paling pendek yaitu satu tahun pada
jenis implant tertentu (contoh : uniplant) dan masa kerja
paling panjang pada jenis norplant.
c) Pengembalian kesuburan yang cepat
Kadar levonorgestrel yang bersirkulasi menjadi terlalu
rendah untuk dapat diukur dalam 48 jam setelah
pengangkatan implant. Sebagian besar wanita
memperoleh kembali siklus ovulatorik normalnya dalam
bulan pertama setelah pengangkatan. Angka kehamilan
pada tahun pertama setelah pengangkatan sama dengan
angka kehamilan pada wanita yang tidak menggunakan
metode kontrasepsi dan berusaha untuk hamil. Tidak
ada efek pada jangka panjang kesuburan di masa
depan.Kembalinya kesuburan setelah pengangkatan
implant terjadi tanpa penundaan dan kehamilan berada
dalam batas-batas normal. Implant memungkinkan
43

penentuan waktu kehamilan yang tepat karena


kembalinya ovulasi setelah pengangkatan implant
demikian cepat.
d) Tidak memerlukan pemeriksaan dalam
Implant diinsersikan pada bagian subdermal di bagian
dalam lengan atas.
e) Bebas dari pengaruh estrogen
Tidak mengandung hormon estrogen. Kontrasepsi
implant mengandung hormon progestin dosis rendah.
Wanita dengan kontraindikasi hormon estrogen, sangat
tepat dalam penggunaan kontrasepsi implant. (Saifuddin
AB, 2006)
f) Tidak mengganggu kegiatan sanggama
Kontrasepsi implant tidak mengganggu kegiatan
sanggama, karena diinsersikan pada bagian subdermal
di bagian dalam lengan atas.
g) Tidak mengganggu ASI
Implant merupakan metode yang paling baik untuk
wanita menyusui. Tidak ada efek terhadap kualitas dan
kuantitas air susu ibu, dan bayi tumbuh secara normal.
Jika ibu yang baru menyusui tidak sempat nantinya
(dalam tiga bulan), implant dapat diisersikan segera
Postpartum.
h) Klien hanya kembali ke klinik bila ada keluhan
i) Dapat dicabut setiap saat
j) Mengurangi jumlah darah haid
Terjadi penurunan dalam jumlah rata-rata darah haid
yang hilang.
k) Mengurangi / memperbaiki anemia
Meskipun terjadi peningkatan dalam jumlah spotting dan
hari perdarahan di atas pola haid pra-pemasangan,
44

konsentrasi hemoglobin para pengguna implant


meningkat karena terjadi penurunan dalam jumlah rata-
rata darah haid yang hilang.
2) Kerugian Kontrasepsi Implant, meliputi :
Pada kebanyakan klien dapat menyebabkan
perubahan pola haid berupa perdarahan bercak (spotting),
hipermenorea, atau meningkatkan jumlah darah haid, serta
amenorea. Sejumlah perubahan pola haid akan terjadi pada
tahun pertama penggunaan, kira-kira 80% pengguna.
Perubahan tersebut meliputi perubahan pada interval antar
perdarahan, durasi dan volume aliran darah, serta spotting
(bercak-bercak perdarahan). Oligomenore dan amenore juga
terjadi, tetapi tidak sering, kurang dari 10% setelah tahun
pertama. Perdarahan yang tidak teratur dan memanjang
biasanya terjadi pada tahun pertama. Walaupun terjadi jauh
lebih jarang setelah tahun kedua, masalah perdarahan dapat
terjadi pada waktu kapan pun. Timbulnya keluhan-keluhan,
seperti:
a) Nyeri kepala
Sebagian besar efek samping yang dialami oleh
pengguna adalah nyeri kepala; kira-kira 20% wanita
menghentikan penggunaan karena nyeri kepala.
b) Peningkatan berat badan
Wanita yang meggunakan implant lebih sering
mengeluhkan peningkatan berat badan dibandingkan
penurunan berat badan. Penilaian perubahan berat
badan pada pengguna implant dikacaukanoleh
perubahan olahraga, diet, dan penuaan. Walaupun
peningkatan nafsu makan dapat dihubungkan dengan
aktivitas androgenik levonorgestrel, kadar rendah implant
agaknya tidakmempunyai dampak klinis apapun. Yang
45

jelas, pemantauan lanjutan lima tahun pada 75 wanita


yang menggunakan implant Norplant dapat menunjukkan
tidak adanya peningkatan dalam indeks masa tubuh
(juga tidak ada hubungan antara perdarahan yang tidak
teratur dengan berat badan). (Saifuddin AB, 2006)
c) Jerawat
Jerawat, dengan atau tanpa peningkatan produksi
minyak, merupakan keluhan kulit yang paling umum di
antara pengguna implant. Jerawat disebabkan oleh
aktivitas androgenik levonorgestrel yang menghasilkan
suatu dampak langsung dan juga menyebabkan
penurunan dalam kadar globulin pengikat hormon seks
(SHBG, sex hormon binding globulin), menyebabkan
peningkatan kadar steroid bebas (baik levonorgestrel
maupun testosteron). Hal ini berbeda dengan
kontrasepsi oral kombinasi yang mengandung
levonorgestrel, yang efek estrogen pada kadar SHBG-
nya (suatu peningkatan) menghasilkan penurunan dalam
androgen bebas yang tidak berikatan. Tetapi umum
untuk keluhan jerawat mencakup pengubahan makanan,
praktik higiene kulit yang baik dengan menggunakan
sabun atau pembersih kulit, dan pemberian antibiotik
topikal (misalnya larutan atau gel klindamisin 1%, atau
reitromisin topikal). Penggunaan antibiotik lokal
membantu sebagian besar pengguna untuk terus
menggunakan implant. (Saifuddin AB, 2006)
d) Perubahan perasaan (mood) atau kegelisahan
(nervousness)
Pemasangan dan pengangkatan implant menjadi
pengalaman baru bagi sebagian besar wanita.
Sebagaimana dengan pengalaman baru manapun,
46

wanita akan menghadapinya dengan berbagai derajat


keprihatinan serta kecemasan. Walaupun ketakutan
akan rasa nyeri saat pemasangan implant merupakan
sumber kecemasan utama banyak wanita, nyeri yang
sebenarnya dialami tidak separah yang dibayangkan.
Pada kenyataannya, sebagian besar pasien mampu
menyaksikan dengan santai proses pemasangan atau
pengangkatan implantnya. Wanita harus diberitahu
bahwa insisi yang dibuat untuk prosedur tersebut kecil
dan mudah sembuh, meninggalkan jaringan parut kecil
yang biasanya sukar dilihat karena lokasi dan ukurannya.
e) Membutuhkan tindak pembedahan minor untuk insersi
dan pencabutan.
Implant harus dipasang (diinsersikan) dan diangkat
melalui prosedur pembedahan yang dilakukan oleh
personel terlatih. Wanita tidak dapat memulai atau
menghentikan metode tersebut tanpa bantuan klinisi.
Insiden pengangkatan yang mengalami komplikasi
adalah kira-kira 5%, suatu insiden yang dapat dikurangi
paling baik dengan cara pelatihan yang baik dan
pengalaman dalam melakukan pemasangan serta
pencabutan implant. (Saifuddin AB, 2006)
f) Tidak memberikan efek protektif terhadap infeksi
menular seksual termasuk AIDS.
Implant tidak diketahui memberikan perlindungan
terhadap penyakit menular seksual seperti herpes,
human papiloma virus, HIV AIDS, gonore atau clamydia.
Pengguna yang berisiko menderita penyakit menular
seksual harus mempertimbangkan untuk menambahkan
metode perintang (kondom) guna mencegah infeksi.
47

g) Klien tidak dapat menghentikan sendiri pemakaian


kontrasepsi.
Dibutuhkan klinisi terlatih dalam melakukan
pengangkatan implant. (Saifuddin AB, 2006)
h) Efektivitas menurun bila menggunakan obat-obat
tuberculosis (rifampisin) atau obat epilepsi (fenitoin dan
barbiturat).
Obat-obat ini sifanya menginduksi enzim mikrosom hati.
Pada kasus ini, penggunaan implant tidak dianjurkan
karena cenderung menigkatkan risiko kehamilan akibat
kadar levonorgestrel yang rendah di dalam darah.
i) Insiden kehamilan ektopik sedikit lebih tinggi.
Angka kehamilan ektopik selama menggunakan
kontrasepsi implant adalah 0,28 per 1000 wanita per
tahun penggunaan. Walaupun risiko terjadinya
kehamilan ektopik selama menggunakan implant rendah,
jika kehamilan memang terjadi, kehamilan ektopik harus
dicurigai karena kira-kira 30% kehamilan pada saat
menggunakan implant merupakan kehamilan ektopik.
f. Yang boleh menggunakan implant
1) Usia reproduksi
2) Telah memiliki anak ataupun yang belum
3) Menghendaki kontrasepsi yang memiliki efektivitas tinggi
dan menghendaki pencegahan kehamilan jangka panjang.
4) Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi.
5) Pasca persalinan dan tidak menyusui.
6) Pasca keguguran.
7) Tidak mengiginkan anak lagi, tetapi menolak sterilisasi.
8) Riwayat kehamilan ektopik.
9) Tekanan darah <180/110 mmHg, dengan masalah
pembekuan darah, atau anemia bulan sabit (sickle cell).
48

10) Tidak boleh menggunakan kontrasepsi hormonal yang


mengandung estrogen.
11) Sering lupa menggunakan pil. (Saifuddin AB, 2006)
g. Yang tidak boleh menggunakan implant
1) Hamil atau diduga hamil.
2) Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya.
3) Benjolan/kanker payudra atau riwayat kanker payudara
4) Tidak dapat menerima perubahan pola haid yang terjadi.
5) Mioma uterus dan kenker payudara.
6) Gangguan toleransi glukosa.
h. Waktu mulai menggunakan implant
1) Setiap saat selama siklus haid hari ke-2 sampai hari ke-7.
Tidak diperlukan metode kontrasepsi tambahan.
2) Insersi dapat dilakukan setiap saat, asal saja diyakini tidak
terjadi kehamilan. Bila diinsersi setelah hari ke-7 siklus
haid, klien jangan melakukan hubungan seksual, atau
menggunakan metode kontrasepsi lain untuk 7 hari saja.
3) Bila klien tidak haid, insersi dapat dilakukan setiap saat,
asal saja diyakini tidak terjadi kehamilan, jangan melakukan
hubungan seksual atau menggunakan metode kontrasepsi
lain untuk 7 hari saja.
4) Bila menyusui antara 6 minggu sampai 6 bulan pasca
persalinan, insersi dapat dilakukan setiap saat. Bila
menyusui penuh, klien tidak perlu memakai metode
kontrasepsi yang lain.
5) Bila setelah 6 minggu melahirkan dan terjadi haid kembali,
insersi dapat dilakukan setiap saat. Tetapi jangan
melakukan hubungan seksual selama 7 hari atau
menggunakan kontrasepsi yang lain untuk 7 hari saja.
6) Bila klien menggunakan kontrasepsi hormonal dan ingin
menggantinya bila implant, insersi dapat dilakukan setiap
49

saat, asal diyakini kilen tersebut tidak hamil, atau klien


menggunakan kontrasepsi terdahulu dengan benar.
7) Bila kontrasepsi sebelumnya adalah kontrasepsi suntikan,
implant dapat diberikan pada saat jadwal kontrasepsi
suntikan tersebut. Tidak diperlukan kontrasepsi lain.
8) Bila kontrasepsi sebelumnya adalah kontrasepsi non
hormonal (kecuali AKDR) dan klien ingin menggantinya
dengan implant, insersi implant dapat dilakukan setiap saat,
asal saja diyakini klien tidak hamil. Tidak perlu menunggu
sampai datangnya haid berikutnya. (Hartanto Hanafi, 2004)
9) Bila kontrasepsi sebelumnya adalah AKDR dan klien ingin
menggantinya dengan implant, implant dapat diinsersikan
pada saat haid hari ke-7 dan klien jangan melakukan
hubungan seksual selama 7 hari atau gunakan metode
kontrasepsi lain untuk 7 hari saja. AKDR segera dicabut.
10) Pasca keguguran implant dapat diinsersikan.
i. Keadaan yang memerlukan perhatian khusus
1) Penyakit hati akut (virus hepatitis)
2) Stroke/riwayat stroke, penyakit jantung
3) Menggunakan obat untuk epilepsi/tuberculosis
4) Tumor jinak atau ganas pada hati
Untuk ibu yang mengalami keadaan diatas sebaiknya jangan
menggunakan implant.
j. Instruksi untuk Klien
1) Daerah insersi harus tetap dibiarkan kering dan bersih
selama 48 jam pertama. Hal ini bertujuan untuk mencegah
infeksi pada luka insisi.
2) Perlu dijelaskan bahwa mungkin terjadi sedikit rasa perih,
pembengkakan, atau lebam pada daerah insisi. Hal ini tidak
perlu dikhawatirkan.
50

3) Pekerjaan rutin harian tetap dikerjakan. Namun, hindari


benturan, gesekan, atau penekanan pada daerah insersi.
4) Balutan penekan jangan dibuka selama 48 jam, sedangkan
plester dipertahankan hingga luka sembuh (biasanya 5
hari).
5) Setelah luka sembuh, daerah tersebut dapat disentuh dan
dicuci dengan tekanan yang wajar.
6) Bila ditemukan adanya tanda-tanda infeksi seperti demam,
pandangan. Atau bila rasa sakit menetap selama beberapa
hari, segera kembali ke klinik.
k. Informasi lain yang perlu disampaikan
1) Efek kontrasepsi timbul beberapa jam setelah insersi dan
berlangsung hingga 5 tahun bagi Norplant dan 3 tahun
untuk susuk implanon, dan akan berakhir sesaat setalah
pengangkatan.
2) Sering ditemukan gangguan pola haid, terutama pada 6
sampai 12 bulan pertama. Beberapa perempuan mungkin
akan mengalami berhentinya haid sama sekali.
3) Obat-obat tuberculosis ataupun obat epilepsi dapat
menurungkan efektivitas implant.
4) Efek samping yang berhubungan dengan implant dapat
berubah sakit kepala, penambahan berat badan, dan nyeri
payudara. Efek-efek samping ini tidak berbahya dan
biasanya akan hilang dengan sendirinya.
5) Norplant dicabut setelah 5 tahun pemakain, susuk implanon
dicabut setelah 3 tahun, dan bila dikehendaki boleh dicabut
lebih awal.
6) Bila norplant dicabut sebelum 5 tahun dan susuk implanon
sebelum 3 tahun, kemungkinan hamil sangat besar, dan
meningkatkan risiko kehamilan ektopik.
51

7) Berikan kartu klien yang ditulis nama, tanggal insersi,


tempat insersi, dan nama klinik.
8) Implant tidak menjaga klien dari infeksi menular seksual,
termasuk AIDS. Bila pasangannya memiliki risiko, perlu
menggunakan kondom untuk melakukan hubungan
seksual.
l. Jadwal kunjungan kembali ke klinik
Klien tidak perlu kembali ke klinik, kecuali ada masalah
kesehatan atau klien ingin mencabut implant. Klien dianjurkan
kembali ke klinik tempat implant dipasang bila ditemukan hal-
hal sebagai berikut :
1) Amenorea yang disertai nyeri perut bagian bawah.
2) Perdarahan yang banyak dari kehamilan.
3) Rasa nyeri pada lengan.
4) Luka bekas insisi mengeluarkan darah atau nana
5) Eksplusi dari batang implant
6) Sakit kepala hebat dan penglihatan menjadi kabur
7) Nyeri dada hebat
8) Dugaan adanya kehamilan.
m. Peringatan khusus pada pengguna implant
1) Terjadinya keterlambtan haid yang sebelumnya teratur,
kemungkinan terjadinya kehamilan
2) Nyeri perut bagian bawah yang hebat, kemungkinan terjadi
kehamilan ektopik.
3) Terjadinya perdarahan banyak atau lama.
4) Ekspulsi batang implant (Norplant)
5) Sakit kepala migrain, sakit kepala berulang yang berat, atau
penglihatan menjadi kabur.
5. Suntik 1 bulan
Terdiri dari suntik 1 bulan (kombinasi antara estrogen dan
progeteron) dan suntik 3 bulan (hormon progesteron saja)
52

Kontrasepsi suntik adalah suatu cara kontrasepsi dengan jalan


penyuntikan sebagai usaha pencegahan kehamilan berupa hormon
progesteron dan estrogen pada wanita usia subur. (Whida, 2013)
Merupakan kontrasepsi suntik yang mengandung hormon
sintetis progesteron dan estrogen. (Phina, 2013)
Suntikan kombinasi adalah 25 mg Depo Medroksiprogesteron
Asetat dan 5 mg Estradiol Sipionat yang diberikan injeksi I.M. sebulan
sekali (Cyelofem), dan 50 mg Noretindron Enantat dan 5 mg Estradiol
Valerat yang diberikan injeksi I.M sebulan sekali.
a. Cara kerja
1) Menekan ovulasi.
2) Membuat lendir serviks menjadi kental sehingga penetrasi
sperma terganggu.
3) Perubahan pada endometrium (atrofi) sehingga implantasi
terganggu.
4) Menghambat transportasi gamet oleh tuba.
b. Efektivitas
Sangat efektif (0,1-0,4 kehamilan per 100 perempuan) selama
tahun pertama penggunaan.
c. Keuntungan kontrasepsi
1) Risiko terhadap kesehatan kecil.
2) Tidak berpengaruh pada hubungn suami istri.
3) Tidak di perlukan pemeriksaan dalam.
4) Jangka panjang.
5) Efek samping sangat kecil.
6) Klien tidak perlu menyimpan obat suntik. (Saifuddin AB, 2006)
d. Keuntungan non kontrasepsi
1) Mengurangi jumlah perdarahan.
2) Mengurangi nyeri saat haid.
3) Mencegah anemia.
53

4) Khasiat pencegahan terhadap kanker ovarium dan kanker


endometrium.
5) Mengurangi penyakit payudara jinak dan kista ovarium.
6) Mencegah kehamilan ektopik.
7) Melindungu klien dari jenis-jenis penyakit radang panggul.
8) Pada keadaan tertentu dapat diberikan pada perempuan usia
perimenopause. (Saifuddin AB, 2006)
e. Keterbatasan
1) Terjadi perubahan pada pola haid, seperti tidak teratur,
perdarahan bercak/ spotting, atau perdarahan sela sampai 10
hari.
2) Mual, sakit kepala, nyeri payudara ringan, dan keluhan seperti
ini akan hilang setelah suntikan kedua atau ketiga.
3) Ketergantungan klien terhadap pelayanan kesehatan. Klien
harus kembali setiap 30 hari untuk mendapatkan suntikan.
4) Efektivitasnya berkurang bila digunakan bersama dengan
obat-obat epilepsi (fenition dan Barbiturat) atau obat
tuberkolosis (Rifampisin).
5) Dapat terjadi efek samping yang serius, seperti serangan
jantung, stroke,bekuan darah pada paru atau otak, dan
kemungkinan timbulnya tumor hati.
6) Penambahan berat badan.
7) Tidak menjamin perlindungan terhadap penularan infeksi
menular seksual, hepatitis B virus, atau infeksi virus HIV.
8) Kemungkinan terlambatnya pemulihan kesuburan setelah
penghentian pemakaian. (Saifuddin AB, 2006)
f. Yang boleh menggunakan suntikan kombinasi
1) Usia reproduksi.
2) Telah memiliki anak, ataupun yang belum memiliki anak.
3) Ingin mendapatkan kontrasepsi dengan efektivitasnya yang
tinggi.
54

4) Menyusui ASI pasca persalinan > 6 bulan.


5) Pasca persalinan dan tidak menyusui.
6) Anemia.
7) Nyeri haid hebat.
8) Haid teratur.
9) Riwayat kehamilan ektopik.
10) Sering lupa menggunakan pil kontrasepsi. (Saifuddin AB,
2006)
g. Yang tidak boleh menggunakan suntikan 1 bulan
1) Hamil atau diduga hamil.
2) Menyusui di bawah 6 minggu pasca persalinan.
3) Perdarahan parvaginam yang belum jelas penyebabnya.
4) Penyakit hati akut (virus hepatitis).
5) Usia > 35 tahun yang merokok.
6) Riwayat penyakit jantung, stroke, atau dengan tekanan darag
tinggi (>180/110 mmHg).
7) Riwayat kelainan tromboemboli atau dengan kencing manis >
20 tahun.
8) Kelainan pembuluh darah yang menyebabkan sakit kepala
atau migrain.
9) Keganasan pada payudara. (Saifuddin AB, 2006)
h. Waktu mulai menggunakan suntikan 1 bulan
1) Suntikan pertama dapat diberikan dalam waktu 7 hari siklus
haid. Tidak diperlukan kontrasepsi tambahan.
2) Bila suntikan pertama diberikan setelah hari ke 7 siklus haid,
klien tidak boleh melakukan hubungan seksual selama 7 hari
atau menggunakan kontrasepsi lain untuk 7 hari.
3) Bila klien tidak haid, suntikan pertama dapat diberikan setiap
saat, asal saja dapat dipastikan ibu tersebut tidak hamil. Klien
tidak boleh melakukan hubungan seksual selama 7 hari
55

lamanya atau menggunakan metode kontrasepsi yang lain


selama masa waktu 7 hari.
4) Bila klien pasca persalinan 6 bulan, menyusui, serta belum
haid, suntikan pertama dapat diberikan, asal saja di pastikan
tidak hamil.
5) Bila pasca persalinan >6 bulan, menyusui, serta tidak
mendapat haid, maka suntikan pertama diberikan pada siklus
haid hari 1 dan 7.
6) Bila pasca persalinan >6 bulan dan menyusui, jangan diberi
suntikan kombinasi.
7) Bila pasca persalinan 3 minggu, dan tidak meenyusui,
suntikan kombinasi dapat diberi.
8) Pasca keguguran, suntikan kombinasi dapat segera diberikan
atau dalam waktu 7 hari.
9) Ibu yang sedang menggunakan metode kontrasepsi hormonal
yang lain dan ingin menggantinya dengan kontrasepsi
hormonal kombinasi. Selama ibu tersebut menggunakan
kontrasepsi sebelumnya secara benar, suntikan kombinasi
dapat diberikan tanpa perlu menunggu haid. Bila ragu-ragu,
perlu dilakukan uji kehamilan terlebih dahulu.
10) Bila kontrasepsi sebelumnya juga kontrasepsi hormonal, dan
ibu tersebut ingin menggantinya dengan suntikan kombinasi,
maka suntikan kombinasi tersebut dapat diberikan sesuai
jadwal kontrasepsi sebelumnya. Tidak diperlukan metode
kontrasepsi lain.
11) Ibu yang menggunakan metode kontrasepsi nonhormonal dan
ingin menggantinya dengan suntikan kombinasi, maka
suntikan pertama dapat segera diberikan, asal saja diyakini
ibu tersebut tidak hamil, dan pemberiannya tanpa perlu
menuggu datangnya haid. Bila diberikan pada hari ke 1-7
siklus haid, metode kontrasepsi lain tidak diperlukan. Bila
56

sebelumya menggunakan AKDR, dan ingin menggantinya


dengan suntikan kombinasi, maka suntikan pertama diberikan
hari 1-7 siklis haid. Cabut segera AKDR. (Saifuddin AB, 2006)
i. Cara penggunaan
Suntikan kombinasi diberikan setiap bulan dengan suntikan
intramuskulur dalam. Klien diminta datang setiap 4 minggu.
Suntikan ulang dapat diberikan 7 hari lebih awal, dengan
kemungkinan terjadi gangguan perdarahan. Dapat juga diberikan
setelah 7 hari dari jadwal yang telah ditentukan, asal saja diyakini
ibu tersebut tidak hamil. Tidak dibenarkan melakukan hubungan
seksual selama 7 hari atau menggunakan metode kontrasepsi
yang lain untuk 7 hari saja. (Saifuddin AB, 2006)
j. Keadaan yang perlu mendapat perhatian khusus
1) Tekanan darah tinggi
<180/110 mmHg dapat diberikan, tetapi perlu pengawasan.
2) Kencing manis
Dapat diberikan pada kasus tanpa komplikasi dan kencing
manisnya terjadi < 20 tahun, perlu diawasi.
3) Migrain
Bila tidak ada gejala neurologik yang berhubungan dengan
sakit kepala, boleh diberikan
4) Menggunakan obat tuberkolusis/ obat epilepsi
Berikan pil kontrasepsi kombinasi dengan 50µg etinilestradiuol
atau cari metode kontrasepsi lain.
5) Mempunyai penyakit anemia bulan sabit (sickle cell),
sebaiknya jangan gunakan suntikan kombinasi. (Saifuddin AB,
2006)
k. Penaganan efek samping yang sering terjadi
1) Amenorea
Singkirkan kehamilan, bila tidak terjadi kehamilan, dan tidak
perlu diberikan pengobatan khusus. Jelaskan bahwa darah
57

haid tidak terkumpul dalam rahim. Anjurkan klien untuk


kembali ke klinik bila tidak datangnya haid masih menjadi
masalah. Bila klien hamil, rujuk klien. Hentikan penyuntikan,
dan jelaskan bahwa hormon progestin dan estrogen sedikit
sekali pengaruhnya pada janin.
2) Mual/ pusing/ muntah
Pastikan tidak ada kehamilan. Bila hamil, rujuk, bila tidak
hamil, informasikan bahwa hal ini adalah hal biasa dan akan
hilang dalam waktu dekat.
3) Perdarahan/ perdarahan bercak (spotting)
Bila hamil, rujuk. Bila tidak hamil cari penyebab perdarahan
yang lain. Jelaskan bahwa perdarahan yang terjadi
merupakan hal yang biasa. Bila perdarahan berlanjut dan
mengkhawatirkan klien, metode kontrasepsi lain perlu dicari.
(Saifuddin AB, 2006)
l. Instruksi untuk klien
1) Klien harus kembali ke dokter/ klinik untuk mendapatkan
suntikan kembali setiap 4 minggu.
2) Bila tidak haid lebih dari 2 bulan, klien harus kembali ke
dokter/ klinik untuk memastikan hamil atau tidak.
3) Jelaskan efek samping tersering yang didapat penyuntikan
dan apa yang harus dilakukan bila hal tersebut terjadi. Bila
klien mulai mual, sakit kepala, atau nyeri payudara, serta
perdarahan, informasikan bila keluhan tersebut sering
ditemukan, dan biasanya akan hilang pada suntikan ke-2 atau
ke-3.
4) Apabila klien menggunakan obat-obat tuberkulosis atau obat
epilepsi, obat-obat tersebut dapat mengganggu aktivitas
kontrasepsi yang sedang digunakan. (Saifuddin AB, 2006)
m. Tanda-tanda yang harus diwaspadai pada penggunaan suntikan
kombinasi
58

1) Nyeri dada hebat atau napas pendek. Kemungkinan adanya


bekuan darah di paru atau serangan jantung.
2) Sakit kepala hebat, atau gangguan penglihatan.
Kemungkinan terjadi stroke, hipertensi, atau migran.
3) Nyeri tungkai hebat. Kemungkinan telah terjadi sumbatan
pembuluh darah pada tungkai.
4) Tidak terjadi perdarahan atau spotting selama 7 hari
sebelum. (Saifuddin AB, 2006)
6. Suntik 3 Bulan
a. Definisi
1) Kontrasepsi suntikan adalah cara untuk mencegah terjadinya
kehamilan dengan melalui suntikan hormonal. (Yosef,
2009:1)
2) Suntikan depo progestin merupakan kontrasepsi suntikan
yang mengandung hormonal yaitu Medroxy progesteron
acetat dengan dosis 150 mg/3 ml. (Hidayati, 2009:21)
3) Suntik KB 3 bulan adalah kontrasepsi yang diberikan setiap 3
bulan dengan cara suntik intramuscular (di daerah bokong).
(Blogspot, 2010)
b. Profil
1) Sangat efektif
2) Aman
3) Dapat dipakai oleh semua perempuan usia reproduksi
4) Kembalinya kesuburan lebih lambat
5) Cocok untuk masa laktasi karena tidak menekan produksi
ASI
c. Jenis
Tersedia 2 (dua) jenis kontrasepsi suntikan yang hanya
mengandung progestin, yaitu:
59

1) Depo Medroksiprogesteron Asetat (Depoprovera),


mengandung 150 mg DMPA, yang diberikan setiap 3 bulan
dengan cara disuntik intramuskular (di daerah bokong).
2) Depo Noretisteron Enantat (Depo Noristerat), yang
mengandung 200 mg Noretindron Enentat, diberikan setiap 2
bulan dengan cara disuntik intramuskular.
d. Cara kerja
1) Mencegah ovulasi
2) Mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan
kemampuan penetrasi sperma
3) Menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atrofi
4) Menghambat transportasi gamet oleh tuba
e. Efektifitas
Kontrasepsi suntik 3 bulan memiliki efektivitas yang tinggi,
dengan 0,3 kehamilan per 100 perempuan per tahun, dengan
syarat penyuntikan dilakukan secara teratur sesuai jadwal yang
telah ditentukan.
f. Keuntungan
1) Sangat efektif
2) Pencegahan kehamilan jangka panjang
3) Tidak berpengaruh pada hubungan suami-istri
4) Tidak mengandung estrogen sehingga tidak berdampak
serius terhadap penyakit jantung dan gangguan pembekuan
darah
5) Tidak memiliki pengaruh terhadap ASI
6) Sedikit efek samping
7) Klien tidak perlu menyimpan obat suntik
8) Dapat digunakan oleh wanita > 35 tahun sampai
perimenopause
9) Membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan
ektopik.
60

10) Menurunkan kejadian penyakit jinak payudara


11) Mencegah beberapa penyebab penyakit radang panggul
12) Menurunkan krisis anemia bulan sabit (sickle cell)
g. Efek Samping/Keterbatasan
1) Sering ditemukan gangguan haid, seperti amenorhea.
2) Klien sangat bergantung pada tempat sarana pelayanan
kesehatan (harus kembali untuk disuntik).
3) Tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu sebelum suntikan
berikut.
4) Permasalahan berat badan merupakan efek samping
tersering.
5) Tidak menjamin perlindungan terhadap penularan infeksi
menular seksual, virus Hepatitis B, atau infeksi virus HIV.
6) Terjadi perubahan pada lipid serum pada penggunaan
jangka panjang.
7) Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian
pemakaian. 50-70% wanita menjadi hamil pada akhir tahun
pertama pemakaian, namun dapat terjadi penundaan 18-24
bulan. (Varney, 2001:35)
8) Terlambatnya kembali kesuburan bukan karena terjadinya
kerusakan/kelainan pada organ genitalia, melainkan karena
belum habisnya pelepasan obat suntikan dari tempatnya.
9) Pada penggunaan jangka panjang dapat sedikit menurunkan
kepadatan tulang (densitas).
10) Pada penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan
kekeringan pada vagina, menurunkan libido, gangguan
emosi (jarang), sakit kepala, nervositas, jerawat. (Saifuddin
AB, 2006:MK-42)
h. Indikasi
1) Usia reproduksi.
2) Nulipara dan yang telah memiliki anak.
61

3) Menghendaki kontrasepsi jangka panjang dan yang memiliki


efektivitas tinggi.
4) Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi yang sesuai.
5) Setelah melahirkan dan tidak menyusui.
6) Setelah abortus atau keguguran.
7) Telah banyak anak tapi belum menghendaki tubektomi.
8) Tidak dapat memakai kontrasepsi yang mengandung
estrogen.
9) Sering lupa menggunakan pil kontrasepsi.
10) Anemia defisiensi besi.
11) Mendekati usia menopause yang tidak mau atau tidak boleh
menggunakan pil kontrasepsi kombinasi. (Saifuddin AB,
2006:MK-46)
i. Kontraindikasi
1) Hamil atau dicurigai hamil (risiko cacat pada janin 7 per
100.000 kelahiran).
2) Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya.
3) Tidak dapat menerima terjadinya gangguan haid, terutama
amenore.
4) Menderita kanker payudara atau riwayat kanker payudara.
5) Diabetes mellitus disertai komplikasi. (Saifuddin AB,
2006:MK-46)
j. Waktu mulai menggunakan kontrasepsi suntikan progestin
1) Setiap saat selama siklus haid, asal ibu tersebut tidak hamil.
2) Mulai hari pertama hingga hari ke-7 siklus haid.
3) Pada ibu yang tidak haid , injeksi pertama dapat diberikan
setiap saat, asalkan saja ibu tersebut tidak hamil. Selama 7
hari setelah suntikan tidak boleh melakukan hubungan
seksual.
4) Ibu yang menggunakan suntikan hormonal lain dan ingin
mengganti dengan kontrasepsi suntikan. Bila ibu telah
62

menggunakan kontrasepsi hormonal sebelumnya secara


benar, dan ibu tersebut tidak hamil, suntikan pertama dapat
segera diberikan. Tidak perlu menunggu haid berikutnya
datang.
5) Bila ibu sedang menggunakan jenis kontrasepsi jenis lain
dan ingin menggantinya dengan jenis kontrasepsi suntikan
yang lain lagi, kontrasepsi suntikan yang akan diberikan
dimulai pada saat jadwal kontrasepsi suntikan yang
sebelumnya.
6) Ibu yang menggunakan kontrasepsi suntikan non hormonal
dan ingin menggantinya dengan kontrasepsi hormonal,
suntikan pertama kontrasepsi hormonal yang akan diberikan
dapat segera diberikan, asal saja ibu tersebut tidak hamil,
dan pemberiannya tidak perlu menunggu haid berikutnya
datang, bila ibu disuntik setelah hari ke-7 haid, ibu tersebut
selama 7 hari setelah suntikan tidak boleh melakukan
hubungan seksual.
7) Ibu ingin mengganti AKDR dengan kontrasepsi hormonal.
Suntikan pertama dapat diberikan pada hari pertama sampai
hari ke-7 siklus haid, atau dapat diberikan setiap saat setelah
hari ke-7 siklus haid, asal saja yakin ibu tersebut tidak hamil.
8) Ibu tidak haid atau ibu dengan perdarahan tidak teratur.
Suntikan pertama dapat diberikan setiap saat asal saja ibu
tersebut tidak hamil, dan selama 7 hari selama suntikan tidak
boleh melakukan hubungan seksual. (Saifuddin AB,
2006:MK-47)
k. Cara penggunaan kontrasepsi suntikan progestin
1) Kontrasepsi suntikan DMPA diberikan setiap 3 bulan dengan
cara disuntik intramuskular dalam di daerah pantat. Apabila
suntikan diberikan terlalu dangkal, penyerapan kontrasepsi
suntikan akan lambat dan tidak bekerja segera dan efektif.
63

2) Bersihkan kulit yang akan disuntik dengan kapas alkohol,


biarkan kulit kering sebelum disuntik.
3) Kocok dengan baik, dan hindarkan terjadinya gelembung-
gelembung udara. Kontrasepsi suntikan tidak perlu
didinginkan. Bila terdapat endapan putih pada dasar plakon,
upayakan menghilangkannya dengan cara
menghangatkannya. (Saifuddin AB, 2006:MK-48)
l. Informasi lain yang perlu disampaikan
1) Pemberian kontrasepsi suntikan sering menimbulkan
gangguan haid (amenorea), gangguan haid ini biasanya
bersifat sementara dan sedikit sekali mengganggu
kesehatan.
2) Dapat terjadi efek samping seperti peningkatan berat badan,
sakit kepala, dan nyeri payudara. Efek-efek samping ini
jarang, tidak berbahaya, dan cepat hilang.
3) Terlambat kembalinya kesuburan, penjelasan perlu diberikan
kepada ibu usia muda yang ingin menunda kehamilan, atau
bagi ibu yang merencanakan kehamilan berikutnya dalam
waktu dekat.
4) Setelah suntikan dihentikan, haid tidak segera datang, haid
akan datang kembali pada umumnya setelah 6 bulan.
Selama tidak haid tersebut dapat saja terjadi kehamilan. Bila
setelah 6 bulan tidak juga haid, klien harus kembali ke dokter
atau tempat pelayanan kesehatan untuk mencari penyebab
dari tidak haid.
5) Bila klien tidak dapat kembali pada jadwal yang telah
ditentukan, suntikan dapat diberikan 2 minggu sebelum
jadwal. Dapat juga suntikan diberikan 2 minggu setelah
jadwal yang ditetapkan, asal saja tidak terjadi kehamilan.
Klien tidak dibenarkan melakukan hubungan seksual selama
64

7 hari, atau menggunakan metode kontrasepsi lain selama 7


hari. Bila perlu dapat pula menggunakan kontrasepsi darurat.
6) Bila klien, misalnya sedang menggunakan salah satu
kontrasepsi suntikan dan kemudian meminta untuk
digantikan dengan kontrasepsi suntikan lain, sebaiknya
jangan dilakukan. Bila terpaksa diberikan, suntikan sesuai
jadwal suntikan berikutnya.
7) Bila klien lupa jadwal suntikan, suntikan dapat segera
diberikan, asal saja diyakini ibu tidak hamil. (Saifuddin AB,
2006:MK-48)
m. Peringatan bagi pemakai kontrasepsi suntikan progestin
1) Setiap terlambat haid harus dipikirkan adanya kemungkinan
kehamilan.
2) Nyeri abdomen bagian bawah yang berat, kemungkinan
gejala kehamilan ektopik terganggu.
3) Timbulnya abses atau perdarahan tempat penyuntikan.
4) Sakit kepala migrain, sakit kepala berulang yang berat, atau
kaburnya penglihatan.
5) Perdarahan berat yang 2 kali lebih panjang dari masa haid
atau 2 kali lebih banyak dalam satu periode masa haid.
6) Bila terjadi hal-hal yang tersebut di atas, hubungi segera
tenaga kesehatan, atau klinik. (Saifuddin AB, 2006:MK-48)
n. Penanganan terhadap efek samping kontrasepsi suntikan
progestin
1) Amenorea
a) Bila tidak hamil pengobatan apapun tidak perlu. Jelaskan
bahwa darah haid tidak terkumpul dalam rahim, nasihati
untuk kembali ke klinik untuk suntikan berikutnya.
b) Bila terjadi kehamilan, rujuk klien. Hentikan penyuntikan.
c) Bila terjadi kehamilan ektopik rujuk klien segera.
65

d) Jangan diberikan terapi hormonal untuk menimbulkan


perdarahan karena tidak akan berhasil. Tunggu 3-6
bulan kemudian, bila tidak haid juga, rujuk ke klinik.
2) Perdarahan/perdarahan bercak
a) Informasikan bahwa perdarahan ringan sering dijumpai,
tetapi hal ini bukanlah masalah serius, dan biasanya
tidak memerlukan pengobatan. Bila klien tidak dapat
menerima perdarahan tersebut dan ingin melanjutkan
suntikan, maka dapat disarankan 2 pilihan pengobatan.
b) 1 siklus pil kombinasi, ibuprofen, atau obat jenis lain.
Jelaskan setelah pemberian kontrasepsi kombinasi dapat
terjadi perdarahan.
3) Meningkatnya/menurunnya berat badan
Informasikan bahwa kenaikan/penurunan berat badan
sebanyak 1-2 kg dapat saja terjadi. Perhatikan diet klien bila
perubahan berat badan terlalu mencolok. Bila berat badan
berlebih, hentikan suntikan dan anjurkan metode kontrasepsi
lain. (Saifuddin AB, 2006:MK-41-48)
6. IUD/AKDR (Manuaba, 2009:238)
a. Pengertian alat kontrasepsi IUD
IUD (Intra UterineDevice) adalah alat kecil terdiri dari bahan
plastik yang lentur yang dimasukkan ke dalam rongga rahim,
yang harus diganti jika sudah digunakan selama periode tertentu.
IUD merupakan cara kontrasepsi jangka panjang. Nama
populernya adalah spiral.
b. Jenis-Jenis IUD Di Indonesia
1) Copper-T
IUD berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelene di mana
pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus.
Lilitan kawat tembaga halus ini mempunyai efek antifertilisasi
(anti pembuahan) yang cukup baik. IUD bentuk T yang baru
66

IUD ini melepaskan lenovorgegestrel dengan konsentrasi


yang rendah selama minimal lima tahun. Dari hasil penelitian
menunjukkan efektivitas yang tinggi dalam mencegah
kehamilan yang tidak direncanakan maupun perdarahan
menstruasi. Kerugian metode ini adalah tambahan terjadinya
efek samping hormonal dan amenorhea.
2) Copper-7
IUD ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk
memudahkan pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran
diameter batang vertikal 32 mm dan ditambahkan gulungan
kawat tembaga (Cu) yang mempunyai luas permukaan 200
mm2, fungsinya sama seperti halnya lilitan tembaga halus
pada jenis Copper-T.
3) MultiLoad
IUD ini terbuat dari dari plastik (polyethelene) dengan dua
tangan kiri dan kanan berbentuk sayap yang fleksibel.
Panjangnya dari ujung atas ke bawah 3,6 cm. Batangnya
diberi gulungan kawat tembaga dengan luas permukaan 250
mm2 atau 375 mm2 untuk menambah efektivitas. Ada 3
ukuran multi load, yaitu standar, small (kecil), dan mini.
4) LippesLoop
IUD ini terbuat dari bahan polyethelene, bentuknya seperti
spiral atau huruf S bersambung. Untuk memudahkan kontrol,
dipasang benang pada ekornya. Lippes Loop terdiri dari 4
jenis yang berbeda menurut ukuran panjang bagian atasnya.
Tipe A berukuran 25 mm (benang biru), tipe B 27,5 mm 9
(benang hitam), tipe C berukuran 30 mm (benang kuning),
dan 30 mm (tebal, benang putih) untuk tipe D. Lippes Loop
mempunyai angka kegagalan yang rendah. Keuntungan lain
dari pemakaian spiral jenis ini ialah bila terjadi perforasi
jarang menyebabkan luka atau penyumbatan usus, sebab
67

terbuat dari bahan plastik. Yang banyak dipergunakan dalam


program KB nasional adalah IUD jenis ini.
Lippes Loop dapat dibiarkan in utero untuk selama-lamanya
sampai menopause ,sepanjang tidak ada keluhan dan atau
persoalan bagi akseptornya.(Saifuddin, 2006; MK-75)
c. Cara kerja
1) Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba
falopii
2) Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum
uteri
3) IUD bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu,
walaupun IUD membuat sperma sulit masuk ke dalam alat
reproduksi perempuan dan mengurangi sperma untuk
fertilisasi.
4) Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam
uterus. (Saifuddin, 2006; MK-75)
5) Produksi lokal prostaglandin yang meninggi,yang
menyebabkan terhambatnya implantasi.
6) Gangguan/terlepasnya blastocyst yang telah berimplantasi di
dalam endometrium.
7) Pergerakan ovum yang bertambah cepat dalam tuba fallopi.
(Saifuddin, 2006; MK-75)
d. Efektifitas
IUD sangat efektif, (efektivitasnya 92-94%) dan tidak perlu
diingat setiap hari seperti halnya pil. Tipe Multiload dapat dipakai
sampai 4 tahun; Nova T dan Copper T 200 (CuT-200) dapat
dipakai 3-5 tahun; Cu T 380A dapat untuk 8 tahun . Kegagalan
rata-rata 0.8 kehamilan per 100 pemakai wanita pada tahun
pertama pemakaian.
68

e. Indikasi
Prinsip pemasangan adalah menempatkan IUD setinggi mungkin
dalam rongga rahim (cavum uteri). Saat pemasangan yang
paling baik ialah pada waktu mulut peranakan masih terbuka dan
rahim dalam keadaan lunak. Misalnya, 40 hari setelah bersalin
dan pada akhir haid.
f. Yang boleh menggunakan IUD adalah:
1) Usia reproduktif.
2) Keadaan nulipara.
3) Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang.
4) Perempuan menyusui yang menginginkan menggunakan
kontrasepsi.
5) Setelah melahirkan dan tidak menyusui.
6) Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi.
7) Risiko rendah dari infeksi menular seksual.
8) Tidak menghendaki metode hormonal.
9) Tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap hari
10) Tidak menghendaki kehamilan setelah 1 – 5 hari senggama
g. Kontraindikasi
Yang tidak diperkenankan menggunakan IUD adalah
1) Adanya perkiraan hamil atau sedang hamil.
2) Perdarahan vagina yang tidak diketahui.
3) Sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis).
4) Tiga bulan terakhir sedang mengalami atau sering menderita
abortus septic.
5) Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak
rahim yang dapat mempengaruhi kavum uteri.
6) Penyakit trofoblas yang ganas.
7) Diketahui menderita TBC pelvic.
8) Kanker alat genital.
69

9) Ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm. (Saifuddin, 2006 ;


MK- 77)
7. Metode Operasi Wanita (Tubektomi)
a. Definisi
1) Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk
menghentikan kesuburan. (Pinem Saroha, 2009:292)
2) Kontrasepsi mantap pada wanita adalah akibat setiap
tindakan pada kedua saluran telur yang mengakibatkan
orang atau pasangan yang bersangkutan tidak akan
mendapat keturunan lagi. Kontrasepsi ini untuk jangka
panjang dan sering disebut tubektomi atau sterilisasi.
(Handayani Sri, 2010:182)
3) Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk
menghentikan fertilisasi (kesuburan) seorang perempuan.
(Saifuddin, AB, 2006:MK-81
b. Persyaratan peserta kontap
1) Syarat sukarela:
Calon peserta secara sukarela, tetap memilih kontap
setelah diberi konseling mengenai jenis-jenis kontrasepsi,
efek samping, keefektifan, serta setelah diberikan waktu
untuk berfikir lagi.
2) Syarat bahagia:
Setelah syarat sukarela terpenuhi, maka perlu dinilai
pula syarat kebahagiaan keluarga. Yang meliputi terikat
dalam perkawinan yang yang syah dan harmonis, memilki
sekurang-kurangnya dua anak yang hidup dan sehat baik
fisik maupun metnal, dan umur istri sekitar 25 tahun
(kematangan kepribadian).
3) Syarat sehat:
70

Setelah syarat bahagia dipenuhi, maka syarat


kesehatan perlu dilakukan pemeriksaan. (Handayani Sri,
2010:182-183)
c. Cara kerja
Dengan menutup atau oklusi tuba falopii (mengikat dan
memotong atau memasang cincin) sehinggan spermatozoa tidak
dapat bertemu dengan ovum. (Pinem Saroha, 2009:292)
d. Keuntungan kontrasepsi
1) Sangat efektif (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama
tahun penggunaan)
2) Permanen
3) Tidak mempengaruhi produksi ASI dan proses menyusui
4) Tidak dipengaruhi faktor senggama
5) Baik bagi klien dimana kehamilan menjadi risiko yang serius
6) Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi
lokal
7) Tidak ada efek samping dalam jangka panjang
8) Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek
pada produksi hormon ovarium)
9) Keuntungan non kontrasepsi: berkurangnya risiko kanker
ovarium. (Pinem Saroha, 2009:292-293)
e. Keterbatasan
1) Karena bersifat permanen (tidak dapat dipulihkan kembali),
kecuali dengan rekanalisasi, maka sebelum tindakan perlu
pertimbangan matang dari pasangan
2) Klien (akseptor) dapat menyesal di kemudian hari
3) Ada rasa sakit atau tidak nyaman dalam jangka pendek
setelah tindakan
4) Harus dilakukan oleh dokter yang terlatih (dokter spesial
ginekologi atau spesialis bedah)
71

5) Tidak melindungi terhadap IMS , termasuk HBV dan


HIV/AIDS (Pinem Saroha, 2009:293)
f. Yang dapat menjalani tubektomi
1) Usia >26 tahun, paritas >2
2) Yakin telah mempunyai jumlah keluarga yang sesuai dengan
kehendaknya
3) Kehamilannya akan menimbulkan risiko yang serius
4) Pasca persalinan dan pasca keguguran
5) Memahami prosedur, sukarela dan setuju menjalaninya.
(Pinem Saroha, 2009:293)
g. Yang sebaiknya tidak menjalani tubektomi
1) Hamil atau dicurigai hamil
2) Perdarahan melalui vagina yang belum tejelaskan
penyebabkan
3) Infeksi sistemik atau pelvic akut yang belum sembuh atau
maasih dikontrol
4) Tidak boleh menjalani proses pembedahan
5) Belum mantap/kurang pasti dengan keinginannya untuk
fertilitas di masa depan
6) Belum memberikan persetujuan tertulis (Pinem Saroha,
2009:293)
h. Waktu pelaksanaannya
1) Setiap waktu selama siklus haid bila diyakini klien tidak hamil
2) Hari ke-6 hingga ke-13 siklus haid (fase proliferasi)
3) Pasca persalinan: minilap : dalam 2 hari atau setelah 6
minggu atau 12 minggu sedangkan laparaskopi : tidak tepat
untuk klien pasca persalinan
4) Pasca keguguran:
a) Triwulan pertama dalam waktu 7 hari sepanjang tidak
ditemukan infeksi pelvis untuk minilap dan laparaskopi
72

b) Triwulan kedua: dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada


bukti infeksi pelvis (untuk minilap saja) (Pinem Saroha,
2009:294)
8. Metode Keluarga Berencana Pria
a. Kondom
Kondom adalah selubung/sarung karet yang terbuat dari
berbagai bahan seperti lateks (karet), plastik (vinil), dan bahan
alami (produksi hewani) yang dipasang pada penis selama
berhubungan seksual untuk menangkap semen selama ejakulasi
dan mencegah sperma masuk kedalam vagina.
1) Macam-macam kondom
Berdasarkan bahan pembuatannya, kondom dibagi
dalam 3 jenis yaitu:
a) Kulit, dibuat dari membran usus biri-biri. Tidak meregang
atau mengkerut. Menjalarkan panas tubuh sehingga
dianggap tidak mengurangi sensitivitas selama
senggama.
b) Lateks, paling banyak dipakai, murah, dan elastis.
c) Plastik, sangat tipis (0,025-0,035mm). dapat
menghantarkan panas tubuh, lebih mahal dari kondom
lateks.
2) Cara kerja
Menghalangi masuknya sperma ke dalam traktus
genitalia interna bagian atas agar tidak terjadinya pertemuan
sperma dan sel telur dengan cara mengemas sperma di
ujung selubung karet yang dipasang pada penis sehingga
sperma tidak tercurah ke dalam saluran reproduksi
perempuan.
3) Keterbatasan.
a) Efektifitas tidak terlalu tinggi atau angka kegagalan relatif
tinggi
73

b) Cara penggunaan mempengaruhi keberhasilan


kontrasepsi.
c) Agak mengganggu hubungan seksual, yaitu perlu
menghentikan sementara aktivitas dan spontanitas
hubungan seks guna memasang kondom
d) Pada beberapa klien bisa menyebabkan kesulitan
mempertahankan ereksi.
e) Harus selalu tersedia setiap kali berhubungan.
f) Perlu dipakai secara konsisten, hati-hati dan terus
menerus pada setiap senggama
g) Pembuangan kondom bekas menimbulkan masalah
limbah.
4) Indikasi.
a) Suami ingin berpartisipasi aktif dalam KB
b) Suami yang mengalami ejakulasi prematur
c) Sensitivitas penis terhadap sekret vagina
d) Berisiko tertular atau menularkan IMS
e) Pasangan yang memerlukan metode kontrasepsi dengan
segera
f) Pasangan yang memerlukan metode sementara
(reversible)
g) Pasangan yang membutuhkan metode pendukung
h) Hanya ingin menggunakan alat kontrasepsi jika akan
berhubungan saja
i) Istri yang mempunyai kontraindikasi terhadap
kontrasepsi oral dan IUD, sedangkan pemakaian
diafragma atau kap serviks secara anatomis atau
psikologis tidak memungkinkan.
5) Kontraindikasi.
a) Mempunyai pasangan yang berisiko tinggi jika hamil.
b) Alergi terhadap bahan dasar kondom.
74

c) Menginginkan alat kontrasepsi jangka panjang.


d) Tidak mau terganggu dengan berbagai persiapan untuk
melakukan hubungan seksual.
e) Tidak peduli berbagai persyaratan kontrasepsi.
f) Pria dengan ereksi yang tidak baik
g) Tidak bertanggungjawab secara seksual
h) Pria dengan malformasi penis.
b. Vasektomi (Ladewig, Patricia W, 2006:284)
Vasektomi adalah prosedur klinik untuk menghentikan
kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan pemotongan
atau penyumbatan vas deferens agar transportasi sperma
terhambat dan proses fertilitas tidak terjadi.
1) Keuntungan.
a) Efektif tinggi.
b) Aman, morbiditas rendah dan hampir tidak ada
mortalitas.
c) Prosedur sederhana.
d) Cepat, hanya memerlukan waktu 5-10 menit
e) Hanya memerlukan anastesi lokal.
f) Biaya lebih rendah dari metode operasi wanita.
2) Kerugian.
a) Diperlukan suatu tindakan operatif.
b) Kadang-kadang menyebabkan komplikasi perdarahan
dan infeksi.
c) Belum bisa memberikan perlindungan total sebelum
semua sperma yang ada di tempat oklusi vas deferens
dikeluarkan.
d) Problem psikologis yang berhubungan dengan prilaku
seksual.
75

3) Indikasi.
a) Pasangan yang sangat yakin bahwa keluarga mereka
sudah lengkap
b) Pasangan atau individu yang memilih untuk tidak
memiliki anak
c) Salah satu pasangan memiliki risiko bermakna
mewariskan penyakit herediter
d) Istri mengidap penyakit kronik yang akan menjadi
kontraindikasi untuk hamil.
4) Kontraindikasi.
a) Infeksi kulit lokal.
b) Infeksi traktus genitalis.
c) Kelainan skrotum dan sekitarnya: varikosel, hidrosel,
hernia inguinalis, skrotum yang sangat tebal.
d) Penyakit sistemik : penyakit darah, diabetes mellitus,
jantung koroner.
e) Riwayat perkawinan, psikologis atau seksual yang tidak
stabil.
f) Usia masih muda.
9. Metode keluarga berencana darurat
a. Pil (Morning after pill)
b. AKDR (M. Datta, 2009:198)
F. Tinjauan tentang Manajemen Asuhan Kebidanan
1. Pengertian
a. Proses asuhan kebidanan adalah suatu proses masalah yang
dimulai dalam bidang perawatan kebidanan pada tahun 1970.
Hal ini memberi suatu metode pengorganisasian rangkaian
pemikiran dan tindakan dalam urutan logis bagi kedua belah
pihak yaitu pasien dan pelayanan kesehatan. (Soepardan,
2007:96)
76

b. Manajemen merupakan suatu prose pemecahan masalah dalam


melaksanakan asuhan termasuk asuhan kehamilan yang
mencerminkan satu metode pengaturan atau pengorganisasian
antara pikiran dan tindakan dalam urutan yang logis dan
menguntungkan, baik bagi ibu hamil yang diberi asuhan maupun
bidan yang memberi asuhan. (Mandriwati, G.A. 2011, hal. 9)
Proses asuhan kebidanan terdiri dari 7 langkah yaitu
rangkaian yang pada waktu tertentu dapat di perbaruhi. Hal ini di
mulai dengan mengumpulkan data dasar dan diakhiri dengan
evaluasi. Ketujuh langkah yang terdiri dari keseluruhan kerangka
kerja yang dapat di pecah/diubah sebagai batas tugas dan
kewajiban, dan ini sangat bervariasi sesuai dengan bagaimana
kondisi klien saat ini.
2. Tahap Manajemen Kebidanan
a. Langkah I. Pengkajian dan analisa data
Pengumpulan data yang lengkap untuk menilai keadaan klien.
Data ini termasuk riwayat, pemeriksaan fisik atas indikasi
tinjauan keadaan sekarang, riwayat kesehatan yang lalu, hasil
pemeriksaan laboratorium serta data tambahan yang
berhubungan dengan kondisi klien.
b. Langkah II. Identifikasi diagnosa/masalah aktual
Langkah ini dikembangkan dari interpretasi data ke dalam
identifikasi yang spesifik mengenai masalah atau diagnosa
masalah aktual.
c. Langkah III. Identifikasi diagnosa/masalah potensial
Identifikasi diagnosa atau masalah potensial dari
diagnosa/masalah saat sekarang adalah merupakan antisipasi,
pencegahan jika memungkinkan menunggu dengan waspada
dan persiapan untuk segala sesuatu yang mungkin terjadi.
d. Langkah IV.Tindakan segera dan kolaborasi
77

Beberapa data memberikan indikasi adanya situasi emergency


dimana bidan harus bertindak untuk menyelamatkan nyawa ibu
dan janin, misalnya : perdarahan post partum dini, distosia bahu,
bayi dengan apgar score rendah.
e. Langkah V.Rencana asuhan kebidanan
Agar efektif suatu rencana seharusnya di setujui bersama oleh
bidan dan pasien itu sendiri, sebab ada akhirnya si-ibu-lah yang
akan mengimplementasikan rencana itu. Seluruh keputusan
dibuat untuk mengembangkan suatu rencana seharusnya
menggambarkan rasional yang tepat berdasarkan pengetahuan
yang releven.
f. Langkah VI. Implementasi Asuhan Kebidanan
Langkah ini adalah pelaksanaan rencana tindakan. Hal ini
mungkin di kerjakan sendiri oleh atau anggota tim kesehatan
lainnya.
g. Langkah VII. Evaluasi pada kenyataannya adalah cara untuk
mengelolah apakah rencana yang telah di laksanakan benar
memenuhi kebutuhan pasiennya yaitu kebutuhan yang di
identefikasi pada tahap penentu diagnosa /masalah.
3. Pendokumentasian Manajemen Kebidanan
a. Pengertian
1) SOAP adalah cara mencatat informasi tentang pasien yang
berhubungan dengan masalah pasien yang terdapat pada
catatan kebidanan. (Dewi, Vivian Nanny Lia, 2011, hal. 178)
2) Pendokumentasian yang benar adalah pendokumentasian
mengenai asuhan yang telah dan akan dilakukan pada
seorang pasien, di dalamnya tersirat proses berfikir bidan
yang sistematis dalam menghadapi seorang pasien sesuaI
langkah-langkah manajemen kebidanan. (Wifi Nur
Muslihatun, 2011, hal. 247)
78

3) Pendokumentasian merupakan hal yang tidak terpisahkan


dari asuhan yang diberikan oleh petugas kesehatan salah
satunya melalui POR (Problem Oriented Record) atau
pendokumentasian berdasarkan masalah. (Yeyeh, Ai, 2009,
hal. 176)
4) Menurut thomas (Muslihatun, dkk, 2009), dokumentasi
adalah catatan tentang interaksi antara tenaga kesehatan,
pasien, keluarga pasien dan tim kesehatan tentang hasil
pemeriksaan, prosedur tindakan, pengobatan pada pasien,
pendidikan pasien, dan respon pasien terhadap semua
asuhan yang telah diberikan.
Pendokumentasian yang benar adalah pendokumentasian
mengenai asuhan yang telah dan akan dilakukan pada seorang
pasien, di dalamnya tersirat proses berfikir bidan yang sistematis
dalam menghadapi seorang pasien sesuai langkah-langkah
manajeman kebidanan.
Pendokumentasian atau catatan menajemen kebidanan dapat
diterapkan dengan metode SOAP. Dalam metode SOAP, S adalah
data subjektif, O adalah data objektif, A adalah analysis/Assessment
dan P adalah planning. Merupakan catatan yang bersifat sederhana,
jelas, logis dan singkat. Prinsip dari metode SOAP ini merupakan
proses pemikiran penatalaksanaan manajemen kebidanan. (Wafi Nur
Muslihatun, 2011)
S (Data Subjektif)
Data subjektif (S), merupakan pendokumentasian manajemen
kebidanan menurut Helen Varney langkah pertama (pengkajian
data), terutama data yang diperoleh melalui anamnesis. Data
subjektif ini berhubungan dengan masalah dari sudut pandang
pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan keluhannya
yang dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang akan
79

berhubungan langsung dengan diagnosisi. Data subjektif ini nantinya


akan menguatkan diagnosis yang akan disusun.
Pada pasien yang bisu, di bagian data di belakang huruf “S”,
diberi tanda huruf “O” atau “X”. Tanda ini akan menjelaskan bahwa
pasien adalah penderita tuna wicara. (Wafi Nur Muslihatun, 2011)
O (Data Objektif)
Data objektif (O) merupakan pendokumentasian manajemen
kebidanan menurut Helen Varney pertama (pengkajian data),
terutama data yang diperoleh melalui hasil observasi yang jujur dari
pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan laboratorium/pemeriksaan
diagnostik lain. Catatan medik dan informasi dari keluarga atau
orang lain dapat dimasukkan dalam data objektif ini. Data ini akan
memberikan bukti gejala klinis pasien dan fakta yang berhubungan
dengan diagnosis. (Wafi Nur Muslihatun, 2011)
A (Assessment)
A (analysis/assessment), merupakan pendokumentasian hasil
analisis dan interpretasi (kesimpulan) dari data subjektif dan objektif.
Dalam pendokumentasian manajemen kebidanan, karena keadaan
pasien yang setiap saat bisa mengalami perubahan, dan akan
ditemukan informasi baru dalam data subjektif maupun data objektif,
maka proses pengkajian data akan menjadi sangat dinamis. Hal ini
juga menuntut bidan untuk sering melakukan analisis data yang
dinamis tersebut dalam rangka mengikuti perkembangan pasien.
Analisis yang tepat yang akurat akan menjamin cepat diketahuinya
perubahan pada pasien, sehingga dapat diambil keputusan/tindakan
yang tepat.
Analysis/assessment merupakan pendokumentasian
manajemen kebidanan menurut Helen Varney langkah kedua, ketiga
dan keempat sehingga mencakup hal-hal berikut ini
dignosis/masalah kebidanan, diagnosis/masalah potensial serta
perlunya mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera untuk
80

antisipasi diagnosis/masalah potensial. Kebutuhan tindakan segera


harus diidentifikasi menurut kewenangan bidan, meliputi tindakan
mandiri, tindakan kolaborasi dan tindakan merujuk klien. (Wafi Nur
Muslihatun, 2011)
P (Planning)
Planning/perencanaan, adalah membuat rencana asuhan saat
ini dan yang akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan
hasil analisis dan interpretasi data. Rencana asuhan ini bertujuan
untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin
dan mempertahankan kesejahteraannya. Rencana asuhan ini harus
bisa mencapai kriteria tujuan yang ingin dicapai dalam batas waktu
tertentu. Tindakan yang akan dilaksanakan harus mampu membantu
pasien mencapai kemajuan dan harus sesuai dengan hasil
kolaborasi tenaga kesehatan lain, antara lain dokter.
Meskipun secara istilah, P adalah planning/perencanaan saja,
namun P dalam metode SOAP ini juga merupakan gambaran
pendokumentasian implementasi dan evaluasi. Dengan kata lain, P
dalam SOAP meliputi pendokumentasian manajemen kebidanan
menurut Helen Varney langkah kelima, keenam dan ketujuh.
Pendokumentasian P dalam SOAP ini, adalah pelaksanaan asuhan
sesuai rencana yang telah disusun sesuai dengan keadaan dan
dalam rangka mengatasi masalah pasien. Pelaksanaan tindakan
harus disetujui oleh pasien, kecuali bila tindakan tidak dilaksanakan
akan membahayakan keselamatan pasien. Sebanyak mungkin
pasien harus dilibatkan dalam proses implementasi ini. Bila kondisi
pasien berubah, analisis juga berubah, maka rencana asuhan
maupun implementasinya pun kemungkinan besar akan ikut berubah
atau harus disesuaikan.
Dalam planning ini juga harus mencantumkan
evaluation/evaluasi, yaitu tafsiran dari efek tindakan yang telah
diambil untuk menilai efektivitas asuhan/hasil pelaksanaan tindakan.
81

Evaluasi berisi analisis hasil yang telah dicapai dan merupakan fokus
ketepatan nilai tindakan/asuhan. Jika kriteria tujuan tidak tercapai,
proses evaluasi ini menjadi dasar untuk mengembangkan tindakan
alternatif sehingga tercapai tujuan yang diharapkan. Untuk
mendokumentasikan proses evaluasi ini, diperlukan sebuah catatan
perkembangan, dengan tetap mengacu pada metode SOAP. (Wafi
Nur Muslihatun, 2011)
4. Prinsip Dokumentasi Kebidanan
a. Reliability
Yaitu kemampuan mengapresiasikan data yang ada,
contoh:
1) Bidan dapat mencatat apa yang bisa dicatat
2) Bidan akan mengukur apa yang bisa diukur
Untuk mengapresiasikan data yang ada, seorang bidan
harus melakukan tindakan-tindakan secara terstruktur dan
sistematis sehingga dapat memperoleh informasi yang sejelas-
jelasnya mengenai keadaan/kondisi pasien, serta tindakan-
tindakan medis yang telah dilakukan perencanaan tindakan
medis selanjutnya.
b. Validity
Yaitu keakuratan. Bidan menjelaskan sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya. Keakuratan data dapat diperoleh
apabila seorang tenaga medis berpedoman pada prinsip-prinsip
ini:
1) Akurasi
Yaitu mendekati nilai atau sumber data yang ada.
2) Presisi
Yaitu pengukuran data kembali harus sama dengan
pengukuran data sebelumnya.
82

3) Validitas eksternal
Yaitu sampel harus sesuai dengan karakteristik data
populasi yang kita teliti.
4) Validitas internal
Kemampuan dan keahlian orang yang melakukan
tugas, serta sensitivitas dari data diagnostik/ alat
laboratorium.
5. Aspek Legal Dokumentasi Kebidanan
Dokumentasi ini dapat dimanfaatkan dalam suatu pengadilan,
apabila ada masalah secara hukum. Tetapi pada kasus dan keadaan
tertentu, pasien boleh mengajukan keberatannya untuk
menggunakan catatan tersebut dalam pengadilan sehubungan
dengan haknya akan jaminan kerahasiaan data.
Pendokumentasian dari asuhan kebidanan di rumah sakit
dikenal dengan istilah rekam medik. Dokumentasi kebidanan
menurut SK Menkes RI No. 749 adalah berkas yang berisi catatan
dan dokumen yang berisi tentang identitas: anamnese, pemeriksaan,
tindakan dan pelayanan lain yang diberikan kepada seseorang
kepada seorang pasien selama dirawat di rumah sakit yang
dilakukan di unit-unit rawat termasuk UGD dan unit rawat inap.
Dokumen berisi dokumen/pencatatan yang memberi bukti dan
kesaksian tentang sesuatu atau sesuatu pencatatan tentang
sesuatu. (Yeyeh, Ai, 2009, hal. 187-188)
Dokumentasi dalam KEPMENKES NO. 900:
a. Pasal 22 menjelaskan tentang:
Kelengkapan administrasi
b. Pasal 25 menjelaskan tentang:
1) menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundangan.
2) Memberikan informasi pelayanan yang diberikan
3) Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan
4) Melakukan pencatatan medik dengan baik.
83

c. Pasal 27 menjelaskan tentang:


Dalam melakukan praktiknya, bidan wajib melakukan pencatatan
dan pelaporan sesuai dengan pelayanan yang diberikan. (Yeyeh,
Ai, 2009, hal. 188)
Adapun aspek legal yang lainnya menyangkut:
a. Harus dicantumkan identitas penulis (nama terang dan tanda
tangan).
b. Harus memuat identitas pasien.
c. Harus dicantumkan waktu dan stempel (tanggal dan jam)
d. Stempel (personel dan institusional) (Dewi, Vivian Nanny Lia,
2011, hal. 180)
6. Manfaat Dokumentasi Kebidanan
Manfaat atau fungsi dari dokumentasi adalah:
a. Sebagai dokumen yang sah
b. Sebagai sarana komunikasi antara tenaga kesehatan
c. Sebagai dokumen yang berharga untuk mengikuti
perkembangan dan evaluasi pasien
d. Sebagai sumber data yang penting untuk penelitian dan
pendidikan
Sebagai suatu sarana bagi bidan dalam peranannya sebgai
pembela (advocate) pasien, misalnya dengan catatan yang teliti
pada penkajian dan pemeriksaan awal dapat membantu pasien
misalnya pada kasus penganiayaan, pemerkosaan, yang dapt
membantu polisi dalam pengusutan dan pembuktian. (Rafles, 2011,
hal. 1)

Anda mungkin juga menyukai