Anda di halaman 1dari 40

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan umum tentang pola asuh

1. Definisi pola asuh

Pola berarti susunan, model, bentuk, tata cara, gaya dalam

melakukan sesuatu. Sedangkan mengasuh berarti membina interaksi dan

komunikasi secara penuh perhatian sehingga anak tumbuh dan

berkembang menjadi pribadi yang dewasa serta mampu menciptakan suatu

kondisi yang harmonis dalam lingkungan keluarga dan masyarakat

(Krisnawati 2005 dalam Anita 2015: 7).

Berdasarkan kedua pengertian ini maka pola asuh dapat diartikan

sebagai gambaran tentang sikap dan perilaku orang tua dan anak dalam

berinteraksi, berkomunikasi selama mengadakan kegiatan pengasuh.

Dalam kegiatan memberikan pengasuhan ini, orang tua akan memberikan

perhatian, peraturan, disiplin, hadiah dan hukuman, serta tanggapan

terhadap keinginan anaknya. Sikap, perilaku, dan kebiasaan orang tua

selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang kemudian semua itu

secara sadar atau tidak sadar akan diresapi, kemudian menjadi kebiasaan

pula bagi anak-anaknya (Godam 2008 dalam Anita 2015: 7).

Dalam mengasuh anak orang tua tidak hanya mampu

mengkomunikasikan fakta, gagasan, dan pengetahuan saja, melainkan

membantu menumbuh kembangkan kepribadian anak (Riyanto 2002

dalam Anita 2015: 7).

8
10

2. Kebutuhan asuh

Kebutuhan dasar ini merupakan kebutuhan fisik yang harus

dipenuhi dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Kebutuhan ini

dapat meliputi kebutuhan akan gizi atau nutrisi, kebutuhan pemberian

tindakan keperawatan dalam meningkatkan dan mencegah terhadap

penyakit, kebutuhan perawat dan pengobatan apabila sakit, kebutuhan

akan tempat atau perlindungan yang layak, kebutuhan hygiene

perseorangan dan sanitasi lingkungan yang sehat, kebutuhan akan pakaian,

kebutuhan kesehatan jasmani dan akan rekreasi, dan lain-lain.

Kesemuanya merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi pada anak-

anak dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak (Aziz, 2012: 74).

3. Bentuk pola asuh

Bentuk-bentuk pola asuh orang tua sangat erat hubungannya

dengan kepribadian anak setelah menjadi dewasa. Hal ini dikarenakan ciri-

ciri dan unsure-unsur watak seorang individu dewasa sebenarnya sudah

diletakkan benih-benihnya ke dalam jiwa seorang individu sejak awal,

yaitu pada masa ia masih kanak-kanak. Watak juga ditentukan oleh cara-

cara ia waktu kecil belajar makan, belajar kebersihan, displin, belajar

bermain dan bergaul dengan anak lain dan sebagainya (Koentjaraningrat

2007 dalam Anita 2015: 7).

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pola asuh yang

diterapkan oleh orang tua sangat dominan dalam membentuk kepribadian

dan perilaku kesehatan anak sejak dari kecil sampai anak menjadi dewasa.

Apabila pola-pola yang diterapkan orang tua keliru, maka yang akan
11

terjadi bukannya perilaku yang baik, bahkan akan mempertambah buruk

perilaku anak (Koentjaraningrat 2007 dalam Anita 2015: 8).

Tarmizi 2009 dalam Anita 2015, menjelaskan pola asuh orang tua

adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relative

konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh

anak, dari segi negatif maupun positif.

Menurut Ira Pentrato 2006, terdapat 3 macam pola asuh orang tua

antara lain : demokratis, otoriter, permisif (Koentjaraningrat 2007 dalam

Anita 2015 : 8).

a. Pola asuh demokratis

Pola asuh demokratis yaitu pola asuh yang memprioritaskan

kepentingan anak dan tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang

tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari

tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini

juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang

berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga

memberikan kebebasan pada anak untuk memilih dan melakukan suatu

tindakan dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat

(Koentjaraningrat 2007 dalam Anita 2015: 8).

b. Pola asuh otoriter

Pola asuh otoriter sebaliknya cenderung menetapkan standar

yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-

ancaman. Misalnya, “kalau tidak mau makan, maka tidak akan diajak

bicara”. Orang tua tipe ini juga cenderung memaksa, memerintah,


12

menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan

oleh orang tua, maka orang tua tidak akan segan menghukum anak.

Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi, dan dalam

komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak

memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenal

anaknya (Koentjaraningrat 2007 dalam Anita 2015: 8).

c. Pola asuh permisif

Pola asuh permisif atau pemanja biasanya memberikan

pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada

anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup

darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak

apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang

diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat

hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak (Koentjaraningrat 2007

dalam dalam Anita 2015: 9).

4. Dampak pola asuh

Ira Petranto 2006 menguraikan dampak pola asuh pada anak adalah

dapat dikarakteristikkan sebagai pola asuh demokratis akan menghasilkan

karakteristik anak yang mandiri, mempunyai hubungan baik dengan

teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal

baru, dan koperatif terhadap orang lain. Pola asuh otoriter akan

menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak

berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian

lemah, cemas dan menarik diri. Sedangkan pola asuh permisif akan
13

menghasilkan karakteristik anak-anak yang impulsif, agresif, tidak patuh,

manja kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri, dan

kurang matang secara sosial. Dari karakteristik-karakteristik tersebut bisa

kita lihat, bahwa harga diri anak yang rendah terutama adalah karena pola

asuh orang tua yang permisif (Koentjaraningrat 2007 dalam Anita 2015:

9).

5. Dimensi pola asuh

Ada dua dimensi yang menjadi dasar dari kecenderungan jenis pola

asuh orang tua menurut Baumrin 2009, yaitu :

a. Responsifitas

Dimensi ini berkenaan dengan sikap orang tua yang penuh kasih

saying, memahami dan berorientasi pada kebutuhan anak. Sikap

hangat yang ditujukan orang tua pada anak sangat penting dalam

proses sosialisasi antara orang tua dan anak. Sering terjadi diskusi pada

keluarga yang memiliki orang tua responsive, selain itu juga sering

terjadi proses member dan menerima secara verbal diantara kedua

belah pihak.

b. Tuntutan

Untuk mengarah perkembangan sosial anak secara positif, kasih

saying dari orang tua belum cukup. Kontrol diri dari orang tua

dibutuhkan untuk mengembangkan anak agar menjadi individu yang

kompeten baik secara intelektual maupun sosial. Conger dan Maccoby

dimensi ini berkenaan dengan tingkah laku orang tua yang melibatkan

batasan dan pelaksanaan tuntutan yang tegas dan konsisten, menuntut


14

kepatuhan, membuat harapan-harapan yang tinggi untuk anak,

membatasi anak untuk melakukan apa yang mereka inginkan. Ada

orang tua yang membuat standar yang tinggi untuk anak-anaknya an

mereka menuntut agar standar tersebut dipenuhi (Ristanti 2010 dalam

Fitriani 2015: 13).

6. Syarat pola asuh efektif

Pola asuh yang afektif itu bisa dilihat dari hasilnya, anak jadi

mampu memahami aturan-aturan di masyarakat, syarat paling utama pola

asuh yang afektif adalah landasan cinta an kasih saying. Berikut hal-hal

yang dilakukan orang tua demi menuju pola asuh afektif :

a. Pola asuh harus dinamis

Pola asuh harus sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan dan

perkembangan anak. Sebagai contoh, penerapan pola asuh untuk anak

balita tentu berbeda dari pola asuh untuk anak usia sekolah. Pasalnya,

kemampuan berfikir balita masih sederhana. Jadi pola asuh harus

disertai komunikasi yang tidak bertele-tele dan bahasa yang mudah

dimengerti.

b. Pola asuh harus sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak, ini

perlu dilakukan karena kebutuhan dan kemampuan anak yang berbeda.

c. Ayah ibu mesti kompak

Ayah dan ibu sebaiknya menerapkan pola asuh yang sama.

Dalam hal ini, kedua orang tua sebaiknya berkompromi dalam

menetapkan nilai-nilai yang boleh dan tidak.

d. Pola asuh musti disertai perilaku positif dari orang tua


15

Penerapan pola asuh jga membutuhkan sikap-sikap positif dari

orang tua sehingga bisa dijadikan contoh/panutan bagi anaknya.

Tanamkan nilai-nilai kebaikan disertai penjelasan yang mudah

dipahami.

e. Komunikasi efektif

Syarat untuk berkomunikasi efektif sederhana yaitu luangkan

waktu untuk berbincang-bincang dengan anak. Jadilah pendengar yang

baik dan jangan meremehkan pendapat anak. Dalam setiap diskusi,

orang tua dapat memberikan saran, masukan atau meluruskan pendapat

anak yang keliru sehingga anak lebih terarah.

f. Disiplin

Penerapan disiplin juga menjadi bagian pola asuh, mulailah dari

hal-hal kecil dan sederhana. Misalnya, membereskan kamar sebelum

berangkat sekolah, anak juga perlu diajarkan membuat jadwal harian

sehingga bisa lebih teratur dan efektif mengelolah kegiatannya. Namun

penerapan disiplin mesti fleksibel disesuaikan dengan

kebutuhan/kondisi anak.

g. Orang tua konsisten

Orang tua juga bisa menerapkan konsistensi sikap, misalnya anak

tidak boleh minum air dingin kalau sedang terserang batuk, tapi kalau

anak dalam keadaan sehat ya boleh-boleh saja. Dari situ ia belajar

untuk konsisten terhadap sesuatu, sebaliknya orang tua juga harus

konsisten, jangan sampai lain kali kata dengan perbuatan (Indra dan

Theresia 2008 dalam Fitriani 2015: 14).


16

7. Faktor yang mempengaruhi pola asuh

Setiap orang mempunyai sejarah sendiri-sendiri dan latar belakang

yang seringkali sangat jauh berbeda. Perbedaan ini sangat memungkinkan

terjadinya pola asuh yang berbeda terhadap anak, menurut Maccoby dan

Meloby 2005 dalam Fitriani 2015, ada beberapa faktor yang

mempengaruhi pola asuh orang tua yaitu :

a. Status sosial ekonomi

Orang tua darim kelas menengah rendah cenderung keras/lebih

permisif dalam mengasuh anak.

b. Lingkungan sosial

Lingkungan sosial berkaitan dengan pola hubungan sosial atau

pergaulan yang dibentuk oleh orang tua maupun anak dengan

lingkungan sekitarnya. Anak yang sosial ekonominya rendah

cenderung tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi

ataun bahkan tidak pernah mengenal bangku pendidikan sama sekali

karena terkendala oleh status ekonomi.

c. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan

dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang dewasa agar ia menjadi

dewasa. Latar belakang pendidikan orang tua dapat mempengaruhi

pola piker orang tua baik formal maupun non formal. Kemudian juga

berpengaruh pada aspirasi atau harapan orang tua kepada anaknya.


17

d. Nilai-nilai agama yang dianut orang tua

Nilai-nilai agama juga menjadi salah satu hal yang penting

ditanamkan orang tua pada anak dalam mengambil yang mereka

lakukan sehingga lembaga keagamaan juga turut berperan didalamnya.

e. Kepribadian

Dalam mengasuh anak orang tua bukan hanya mampu

mengkomunikasikan fakta, gagasan dan pengetahuan saja, melainkan

membantu menumbuhkembangkan kepribadian anak.

f. Jumlah anak

Jumlah anak yang dimiliki keluarga akan mempengaruhi pola

asuh yang diterapkan orang tua. Semakin banyak jumlah anak dalam

keluarga, maka ada kecenderungan bahwa orang tua tidak begitu

mnerapkan pola pengasuhan secara maksimal pada anak karena

perhatian dan waktunya terbagi antara anak yang satu dengan anak

yang lainnya (Sofia 2009 dalam Fitriani 2015: 17).

B. Tinjauan umum tentang anak usia prasekolah

1. Definisi anak usia prasekolah

Anak diartikan seseorang yang berusia kurang dari delapan belas

tahun dalam masa tumbuh kembang dengan kebutuhan khusus, baik

kebutuhan fisik, psokologis, sosial, dan spiriual (Hidayat, 2005). Anak

adalah antara usia 0–14 tahun karena diusia inilah risiko cenderung

menjadi besar (WHO 2003 dalam Nursalam 2007).


18

Anak prasekolah adalah anak yang berusia 3 sampai 6 tahun yang

mempunyai berbagai macam potensi. Potensi-potensi itu di rangsang dan

di kembangkan agar pribadi anak tesebut berkembang secara optimal

(Supartini 2004 dalam Nursalam 2007).

2. Ciri-ciri Anak Prasekolah

Kartono 2007 dalam Aziz 2012, mengemukakan ciri-ciri anak

prasekolah meliputi aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif anak.

a. Ciri Fisik

Penampilan atau gerak-gerik prasekolah mudah di bedakan

dengan anak yang berada dalam tahapan sebelumnya. Anak prasekolah

umumnya sangat aktif. Mereka telah memiliki penguasaan (kontrol)

terhadap tubuhnya dan sangat menyukai kegiatan-kegiatan yang dapay

di lakukan sendiri. Berikan kesempatan pada anak untuk lari,

memanjat, dan melompat. Usahakan kegiatan tersebut sebanyak

mungkin sesuai dengan kebutuhan anak dan selalu di bawah

pengawasan. Walaupun anak laki-laki lebih besar, namun anak

perempuan lebih terampil dalam tugas yang bersifat pratis, khususnya

dalam tugas motorik halus, tetapi sebaiknya jangan mengeritik anak

laki-laki apabila tidak terampil.

Ciri fisik pada anak usia 4-6 tahun tinggi badan bertambah rata-

rata 6,25-7,5 cm pertahun, tinggi rata-rata anak usia 4 tahun adalah 2,3

kg per tahun. Berat badan anak usi 4-6 tahun rata-rata 2-3 kh pertahun,

berat badan rata-rata anak usia 4 tahun adalah16,8 kg (Muscari 2005

dalam Aziz 2012: 89).


19

b. Ciri Sosial

Anak prasekolah biasanya juga mudah bersosialisasi dengan

orang sekitarnya. Umumnya anak pada tahapan ini memiliki satu atau

dua sahabat yang cepat berganti. Mereka umumnya dapat

menyesuaikan diri secara sosial, mereka mau bermain dengan teman.

Sahabat yang biasa di pilih yang sama jenis kelaminnya, tetapi

kemudian berkembang menjadi sahabat yang terdiri dari jenis kelamin

berbeda.

Pada usia 4-6 tahun anak sudah memiliki keterikan selain dengan

orang tua, termasuk kakek nenek, saudara kandung, dan guru sekolah,

anak memerlukan interaksi yang yang teratur untuk membantu

mengembangkan keterampilan sosialnya (Muscari 2005 dalam Aziz

2012: 89).

c. Ciri Emosional

Anak prasekolah cenderung mengekspresikan emosinya dengan

bebas dan terbuka, sikap marah, iri hati pada anak prasekolah sering

terjadi. Mereka sering kali memperebutkan perhatian guru dan orang

sekitar. Selama tahap perkembangan, anak juga dapat mengalami

berbagai gangguan yang terkait dengan psikiatri. Kecemasan adalah

salah satu gangguan yang muncul pada anak dan memerlukan suatu

intervensi khusus apabila memengaruhi interaksi sosial dan

perkembangan anak (Dian, 2013: 12).


20

d. Ciri Kognitif

Anak prasekolah umumya sudah terampil berbahasa, sebagian

dari mereka senang berbicara, khususnya pada kelompoknya.

Sebaiknya anak di beri kesempatan untuk menjadi pendengar yang

baik. Pada usia 2-4 tahun anak sudah dapat menghubungkan satu

kejadian dengan kejadian yang simultan dan anak mampu

menampilkan pemikirn yang egosentrik, pada usia 4-7 tahun anak

mampu membuat klasifikasi, menjumlahkan, dan menghubungkan

objek-objek anak mulai menunjukkan proses berfikir intuifif (anak

menyadari bahwa sesuatu adalah benar tetapi dia tidak dapat

mengatakan alasanya), anak menggunakan banyak kata yang sesuai

tetapi kurang memahami makna sebenarnya serta anak tidak mampu

untuk melihat sudut pandang orang lain (Muscari 2005 dalam Aziz

2012: 90).

3. Pertumbuhan anak usia prasekolah

Pertumbuhan adalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran, atau

dimensi tingkat sel, organ, maupun individu yang bisa diukur dengan

ukuran berat (gram, pon, dan kilogram), ukuran panjang (cm dan m), umur

tulang, dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh)

(Dian, 2011: 3).

Pada pertumbuhan masa prasekolah pada anak pertumbuhan fisik

khususnya berat badan mengalami kenaikan rata-rata pertahunnya 2 kg,

kelihatan kurus akan tetapi aktivitas motorik tinggi, dimana system tubuh

sudah mencapai kematangan seperti berjalan, melompat, dan lain-lain.


21

Pada pertumbuhan khususnya ukuran tnggi badan anak akan bertambah

rata-rata 6,75-7,5 cm setiap tahunnya (Aziz, 2012: 74).

4. Perkembangan anak usia prasekolah

Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur

dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat

diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan (Dian, 2011: 3).

Pada masa ini anak mengalami proses perubahan dalam pola

makan dimana anak pada umunya mengalami kesulitan untuk makan.

Proses eliminasi pada anak sudah menunjukkan proses kemandirian dan

masa ini adalah masa dimana perkembangan kognitif sudah mulai

menunjukkan perkembangan dan anak sudah mempersiapkan diri untuk

memasuki sekolah dan tampak sekali kemampuan anak belum mampu

menilai sesuatu berdasarkan apa yang mereka lihat dan anak

membutuhkan pengalaman belajar dengan lingkungannya dan orang

tuanya. Sedangkan perkembanagan psikososial pada anak sudah

menunjukkan adanya rasa inisiatif, konsep diri yang positif serta mampu

mengidentifikasi identitas dirinya (Aziz, 2012: 25).

5. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak

Masalah yang sering timbul dalam pertumbuhan dan

perkembangan anak meliputi gangguan pertumbuhan fisik, perkembangan

motorik, bahasa, emosi, dan perilaku.

a. Pertumbuhan fisik

Gangguan pertumbuhan fisik meliputi gangguan pertumbuhan

diatas normal dan gangguan pertumbuhan dibawah normal.


22

Pemantauan berat badan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS)

dapat dilakukan secara mudah untuk mengetahui pola pertumbuhan

anak. Perkembangan fisik merupakan dasar bagi kemajuan

perkembangan berikutnya. Dengan meningkatnya pertumbuhan tubuh,

baik yang menyangkut ukuran berat dan tinggi, maupun kekuatannya,

memungkinkan akan untuk dapat lebih mengembangkan keterampilan

fisiknya dan mengeksplorasi lingkungannya dengan atau tanpa bantuan

dari orang tuanya. Perkembangan system saraf pusat memberikan

kesiapan kepada anak untuk dapat lebih meningkatkan pemahaman

dan penguasaan terhadap tubuhnya (Herawati 2009: 78).

Pertumbuhan otaknya pada usia lima tahun sudah mencapai 75%

dari ukuran orang dewasa, dan pada usia enam tahun sudah mencapai

90%. Pada usia ini juga terjadinya pertumbuhan myelinization (lapisan

urat saraf dalam otak yang terdiri atas bahan penyekat berwarna putih

yaitu myelin) secara sempurna. Lapisan urat saraf ini membantu

transmisi implus-implus saraf secara cepat, yang memungkinkan

pengontrolan terhadap kegiatan-kegiatan motorik lebih saksama dan

efisien. Di samping itu, pada usia ini banyak juga perubahan fisiologis

lainnya, seperti pernapasan menjadi lebih lambat dan mendalam, serta

denyut jantung lebih lambat dan menetap (Herawati 2009: 78).

Perkembangan fisik anak ditandai juga dengan berkembangnya

keterampilan motorik, baik yang kasar maupun yang halus.

Keterampilan motorik adalah segala sesuatu yang ada hubungannya

dengan gerakan-gerakan tubuh (Herawati, 2009: 79).


23

b. Perkembangan emosi

Pada masa ini, emosi anak sangat kuat, ditandai oleh ledakan

amarah, ketakutan yang hebat atau iri hati tidak masuk akal. Hal ini

dikarenakan kelemahan anak akibat lamanya bermain, tidak mau tidur

siang atau makan terlalu sedikit. Disamping itu, anak menjadi marah

karena tidak dapat melakukan suatu kegiatan yang dianggap dapat

dilakukan dengan mudah. Ketegangan emosi dapat juga terjadi pada

anak jika anak diharapkan mencapai standar yang tidak masuk akal

(Herawati, 2009: 79).

Pola emosi umum yang terjadi pada masa anak-anak antara lain :

1) Takut yaitu perasaan terancam oleh suatu objek yang dianggap

membahayakan.

2) Cemas yaitu perasaan takut yang bersifat khayalan, yang tidak

ada objeknya. Kecemasan itu muncul kemungkinan

dikarenakan situasi-situasi yang dikhayalkan, berdasarkan

pengalaman yang diperoleh, baik perlakuan orang tua, buku-

buku bacaan/komik, radio atau filem.

3) Marah yaitu merupakan perasaan tidak senang, atau benci baik

terhadap orang lain, diri sendiri atau objek tertentu yang

diwujudkan dalam bentuk verbal (kata-kata

kasar/makian/sumpah serapah) atau non verbal (seperti

mencubit, memukul, menampar, menendang, dan merusak).

Perasaan marah itu merupakan reaksi terhadap situasi frustasi

yang dialaminya.
24

4) Cemburu yaitu perasaan tidak senang terhadap orang lain yang

dipandang telah merebut kasih sayang kepadanya.

5) Kegembiraan, kesenangan, dan kenikmatan yaitu perasaan yang

positif, nyaman karena terpenuhinya keinginannya. Kondisi

yang melahirkan perasaan gembira pada anak di antaranya

adalah terpenuhinya kebutuhan jasmaniah (makan dan minum),

keadaan jasmani yang sehat, diperolehnya kasih saying, ada

kesempatan untuk bergerak (bermain secara leluasa), dan

memiliki mainan yang disenanginya.

6) Kasih sayang yaitu perasaan senang untuk memberikan

perhatian atau perlindungan terhadap orang lain, hewan atau

benda.

7) Fobia yaitu perasaan takut terhadap objek yang tidak patut

ditakutinya (takut yang abnormal) seperti takut ulat, kecoa, dan

lain-lain. Perasaan ini muncul akibat perlakuan orang tua yang

suka menakuti-nakuti anak yang tidak disenanginya.

8) Ingin tahu yaitu perasaan ingin mengenal, mengetahui segala

sesuatu atau objek-objek, baik yang bersifat fisik maupun

nonfisik. Perasaan ini ditandai dengan pertanyaan-pertanyaan

yang diajukan anak.

c. Perkembangan bahasa

Bahasa merupakan sebuah kelebihan umat manusia. Dengan

menggunakan bahasa, orang mampu membedakan antara subjek dan

objek. Gangguan bahasa merupakan kombinasi seluruh system


25

perkembangan anak. Kemampuan berbahasa melibatkan kemampuan

motorik, psikologis, emosional dan perilaku (Widyastuti 2008 dalam

Dian 2013: 14).

Berikut adalah beberapa perkembangan bahasa menurut Clara

dan William Stern 2005 dalam Herawati 2009 :

1) Prastadium (Tahun Pertama)

Kata pertama yang diucapkan anak dimulai dari suara-suara

raban seperti yang kita dengar keluar dari mulut seorang bayi.

2) Kalimat satu kata (12-18 bulan)

Satu perkataan dimaksudkan untuk mengungkapkan satu

perasaan atau satu keinginan.

3) Masa memberi nama (18-24 bulan)

Perkembangan bahasa ini seakan-akan terhenti selama

beberapa bulan karena anak memusatkan perhatiannya untuk

belajar berjalan. Sesudah pertengahan kedua, timbullah dorongan

untuk megetahui nama semua benda.

4) Masa kalimat tunggal (24-30 bulan)

Bahasa dan bentuk kalimat makin baik dan sempurna. Anak

telah menggunakan kalimat tunggal. Sekarang ia mulai

menggunakan awalan dan akhiran yang membedakan bentuk dan

warna bahasanya.

5) Masa kalimat majemuk (>30 bulan)

Anak mengucapkan kalimat yang makin panjang dan bagus.

Anak mulai mengatakan pendapatnya dengan kalimat majemuk.


26

Sesekali ia menggunakan kata perangkai, akhirnya timbullah anak

kalimat.

d. Perkembangan bermain

Usia anak prasekolah dapat dikatakan sebagai masa bermain,

karena setiap waktunya diisi dengan kegiatan bermain. Kegiatan

bermain yang dimaksud adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan

kebiasaan batin untuk memperoleh kesenangan.

e. Perkembangan kepribadian

Masa ini lazim disebut masa “trotzalter” yaitu periode

perlawanan atau masa krisis pertama. Krisis ini terjadi karena ada

perubahan yang hebat dalam dirinya, yaitu dia mulai sadar akan “aku”-

nya, dia menyadari bahwa dirinya terpisah dari lingkungan atau orang

lain, dia suka menyebut nama dirinya apabila berbicara dengan orang

lain dengan kesadaran ini anak menemukan bahwa ada dua pihak yang

berhadapan yaitu “aku”-nya dan orang lain.

Aspek-aspek perkembangan kepribadian anak meliputi beberapa

hal yaitu :

1) Ketergantungan vs Citra Diri (Dependency vs Self Image)

Konsep anak prasekolah tentang dirinya sulit dipahami dan

dianalisis, karena keterampilan bahasanya belum jelas dan

pandangannya terhadap orang lain masih egosentris. Mereka

memiliki sistem pandangan dan persepsi yang kompleks, tetapi

belum dapat menyatakannya. Perkembangan sikap “independensi”


27

dan kepercayaan diri anak terkait dengan cara perlakuan orang

tuanya.

2) Inisiatif vs Rasa Bersalah (Initiative vs Guilt)

Erik Erikson mengemukakan suatu teori bahwa anak

prasekolah mengalami suatu krisis perkembangan, karena mereka

menjadi kurang dependen dan mengalami konflik antara initiative

dan guilt. Kemampuan anak berkembang, baik secara fisik

maupun intelektual. Selain itu, rasa percaya diri juga berkembang

untuk melakukan sesuatu. Mereka menjadi lebih mampu

mengontrol tubuhnya. Anak mulai memahami bahwa orang lain

memiliki perbedaan dengan dirinya, baik menyangkut persepsi

maupun motivasi dan mereka menyenangi kemampuan dirinya

untuk melakukan sesuatu (Herawati, 2009: 78).

f. Perkembangan moral

Pada masa ini anak sudah memiliki dasar tentang sikap moralitas

terhadap kelompok sosialnya (orang tua, saudara, dan teman sebaya).

Melalui pengalaman berinteraksi dengan temannya, anak belajar

memahami tentang kegiatan atau perilaku mana yang

baik/boleh/diterima/disetujui atau buruk/tidak boleh. Berdasarkan

pengalamannya itu, maka pada masa ini anak harus bertingkah laku

(seperti mencuci tangan sebelum makan, menggosok gigi sebelum

tidur). Pada saat mengenalkan konsep-konsep baik-buruk, benar-salah

atau menanamkan disiplin pada anak, orang tua atau guru hendaknya

memberikan penjelasan tentang alasannya. Penanaman disiplin dengan


28

disertai alasannya ini diharapkan akan mengembangkan self control

atau self discipline pada anak. Apabila penanaman disiplin ini tidak

diiringi penjelasan tentang alasannya, atau bersifat doktrin, biasanya

akan melahirkan sikap disiplin buta, apalagi jika disertai dengan

perkataan yang kasar (Herawati, 2009: 80).

C. Tinjauan umum tentang pola makan

1. Pengertian Pola Makan

Makan adalah proses awal membangun tubuh yang ideal dan

proporsional (Zainul, 2010) sedangkan Pola makan adalah suatu cara atau

usaha dalam pengaturan jumlah atau jenis makanan dengan maksud

tertentu (Depkes RI, 2009).

Pola makan yang baik selalu mengacu kepada gizi yang seimbang

yaitu terpenuhinya semua zat gizi sesuai dengan kebutuhan dan seimbang.

Tidak diragukan, terdapat enam unsur gizi yang harus dipenuhi yaitu

karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air. Karbohidrat, lemak

dan protein merupakan zat gizi makro sebagai sumber energi, sedangkan

vitamin dan mineral merupakan zat gizi mikro sebagai pengatur

kelancaran metabolisme tubuh (Prita 2010 dalam Kornelia 2014: 20).

Pendapat pakar yang berbeda-beda dapat diartikan secara umum

bahwa pola makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atau

sekelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam

konsumsi pangan setiap hari yang meliputi jenis makanan dan frekwensi

makan yang berdasarkan pada beberapa faktor yaitu :


29

a. Budaya

Budaya cukup menentukan jenis makanan yang sering

dikonsumsi. Demikian pula letak geografis mempengaruhi makanan

yang di inginkannya. Sebagai contoh nasi untuk orang-orang asia dan

orientalis, pasta untuk orang-orang Italia, carry untuk orang India

merupakan makanan pokok, selain makanan-makanan lain yang mulai

ditinggalkan.

b. Agama/kepercayaan

Agama/ kepercayaan juga mempengaruhi jenis makanan yang

dikonsumsi. Sebagai contoh, agama Islam dan Yahudi Ortodoks

mengharamkan daging babi, agama Roma Khatolik melarang makan

daging setiap hari, dan beberapa aliran agama (Protestan) melarang

pemeluknya mengkonsumsi teh, kopi atau alkohol.

c. Status sosial ekonomi

Pilihan seseorang terhadap jenis dan kualitas makanan turut

dipengaruhi oleh status social dan ekonomi. Sebagai contoh, orang

kelas menengah kebawah atau orang miskin di desa tidak sanggup

membeli makanan jadi, daging, buah dan sayuran yang mahal.

Pendapatan akan membatasi seseorang untuk mengkonsumsi makanan

yang mahal harganya.

d. Personal preference

Hal-hal yang disukai dan tidak disukai sangat berpengaruh

terhadap kebiasaan makan seseorang. Orang seringkali memulai

kebiasaan makannya sejak dari masa kanak-kanak hingga dewasa.


30

Misalnya, ayah tidak suka ikan, begitu pula dengan anak laki-lakinya.

Ibu tidak suka makan kerang, begitu juga dengan anak perempuannya.

Perasaan suka dan tidak suka seseorang terhadap makan tergantung

asosiasinya terhadap makanan tersebut.

e. Rasa lapar, nafsu makan dan rasa kenyang

Rasa lapar umumnya merupakan sensasi yang kurang

menyenangkan karena berhubungan dengan kekurangan makanan.

Sebaliknya, nafsu makan merupakan sensasi yang menyenangkan

berupa keinginan seseorang untuk makan. Sedangkan rasa kenyang

merupakan perasaan puas karena telah memenuhi keinginannya untuk

makan. Pusat pengaturan dan pengontrolan mekanisme lapar, nafsu

makan dan rasa kenyang dilakukan oleh system sraf pusat, yaitu

hipotalamus.

f. Kesehatan

Kesehatan seseorang berpengaruh besar terhadap kebiasaan

makan. Sariawan atau gigi yang sakit sering kali membuat individu

memilih makanan yang lembut. Tidak jarang orang yang kesulitan

menelan, memilih menahan lapar daripada makan. Pola makan tersebut

terbagi dalam 3 periode yaitu sarapan, makan siang dan makan malam.

2. Tujuan Makan

Tujuan utama dari makanan yang kita makan adalah untuk

menyediakan berbagai nutrisi bagi tubuh. Ada enam kelas utama nutrisi

penting yang ditemukan dalam makanan yaitu: karbohidrat, lemak,

protein, vitamin, mineral, dan air.


31

Fungsi makanan bagi tubuh yaitu : sebagai sumber energi (tenaga),

sumber bahan pembangun sel dan jaringan tubuh serta menggantikan sel-

sel tubuh yang rusak atau tua, dan pengatur proses yang terjadi di dalam

tubuh serta sebagai pelindung tubuh terhadap berbagai penyakit (Wenny,

2010 dalam Kornelia 2014: 22).

3. Jumlah/porsi makanan yang dikonsumsi

Secara sederhana menggambarkan kebutuhan pangan yang

dikonsumsi sebagai sebuah piramida makanan. Bagian terbawah piramida

makanan tersusun atas bahan-bahan pangan sumber karbohidrat (roti, nasi,

seral, pasta, jagung dan lain-lain), yang dianjurkan untuk dikonsumsi

sebanyak 6-11 porsi sehari. Bagian tengah piramida terdiri atas 2-4 porsi

buah-buahan, 3-5 porsi sayur- sayuran, 2-3 porsi daging, unggas, ikan,

telur, dan kacang-kacangan. Sedangkan bagian atas piramida hanya terdiri

atas sedikit lemak, minyak dan pemanis gula (Prita, 2010 dalam Kornelia

2014: 22).

Dalam mengkonsumsi makanan haruslah seimbang dengan

kebutuhan remaja atau dewasa yang disesuaikan dengan umur dan porsi

ini disesuaikan dengan piramide makanan yaitu karbohidrat 50-60%,

lemak 25-30% dan protein 15-20%. Apabila jumlah kalori yang masuk

lebih besar dari energi yang dikeluarkan maka akan mengalami kelebihan

berat badan. Jumlah (porsi) standar yaitu:

a. Makanan pokok
32

Makanan pokok berupa nasi, roti tawar dan mie, jumlah atau porsi

makanan pokok terdiri dari nasi 100 gram, roti tawar 50 gram, mie

untuk ukuran besar 100 gram dan ukuran kecil 60 gram.

b. Lauk pauk

Lauk pauk mempunyai dua golongan lauk nabati dan lau hewani,

jumlah atau porsinya: daging 50 gram, telur 50 gram, ikan 50 gram,

tempe 50 gram (dua potong), tahu 100 gram (dua potong).

c. Sayur

Sayur merupakan bahan makanan yang berasal dari dari tumbuh-

tumbuhan, jumlah atau porsi sayuran dari berbagai jenis masakan

sayuran antara lain: sayur 100 gram.

d. Buah

Buah merupakan sumber vitamin terutama karoten, vitamin B1,

vitamin B6, vitamin C, dan sumber mineral, jumlah atau porsi buah

ukuran buah 100 gram, ukuran potongan 75 gram.

e. Makanan selingan atau kecil biasanya dihidangkan antara waktu

makan pagi, makan siang maupun sore hari. Porsi atau jumlah untuk

makanan selingan tidak terbatas jumlahnya (bisa sedikit atau banyak).

f. Minuman

Minuman mempunyai fungsi membantu proses metabolisme

tubuh, tiap jenis minuman berbeda-beda pada umumnya jumlah atau

ukurannya untuk air putih dalam sehari lima kali atau lebih per gelas (2

liter perhari), atau susu 1 gelas (200 gram). Jumlah (porsi) makanan
33

tersebut di atas adalah sesuai dengan anjuran makanan menurut

Achmad 2004 dalam Kornelia 2014:

Porsi yang tepat dan baik makan yang baik adalah :

1) Karbohidrat

Setengah cangkir beras, kentang tumbuk atau pasta

adalah setara dengan satu porsi sekitar ukuran satu sendok es

cream. Sebuah kentang kecil dipanggang, wafel atau sepotong

roti juga satu porsi. Satu porsi roti jagung atau roll adalah

seukuran sebatang sabun.

2) Sayuran dan buah-buahan

Satu porsi sayuran setara dengan secangkir sayuran yang

dimasak atau ¾ cangkir jus sayuran. Satu porsi buah setara

dengan setengah cangkir berry, apel sedang, atau setengah

jeruk atau mangga. Sayuran dan buah harus seukuran kepalan

tangan.

3) Daging, susu dan kacang

Satu porsi daging sama dengan tiga ons, sekitar satu dada

ayam atau ¼ pon daging ukuran telapak tangan atau setumpuk

kartu. Tiga ons ikan adalah ukuran buku cek. Satu porsi susu

sama dengan ½ - 1 ons keju atau satu cangkir susu atau

yoguart. Satu cangkir kacang dimasak sama dengan ukuran

kepalan atau bola tenis.

4) Satu porsi makanan ringan sama dengan tiga atau empat

crackers, segenggam keripik atau pretzel, satu sendok es criem


34

atau satu ons coklat. Satu porsi mentega adalah seukuran

perangko tetapi setebal jari. Satu porsi salad dressing sama

dengan dua sendok makan seukuran bola ping-pong.

4. Jenis makanan yang dikonsumsi

Jenis makanan yang kita konsumsi harus mengandung karbohidrat,

protein, lamak dan nutrient spesifik. Karbohidrat kompleks bisa kita

penuhi dari gandum, beras, terigu, buah dan sayuran. Pilih karbohidrat

yang berserat tinggi dan kurangi karbohidrat yang berasal dari gula, sirup

dan makanan yang manis-manis (Prita 2010 dalam Kornelia 2014: 24).

Jenis makanan yang dikonsumsi dapat dikelompokkan sebagai

berikut :

a. Makanan Utama

Makanan utama adalah makanan yang dikonsumsi seseorang

berupa makan pagi, makan siang, dan makan malam yang terdiri dari

makanan pokok, seperti nasi, lauk pauk, sayur, buah, dan minum.

Makanan pokok adalah makanan yang dianggap memegang peranan

penting dalam susunan hidangan. Pada umumnya makanan berfungsi

sebagai sumber energi (kalori) dalam tubuh dan memberi rasa kenyang

(Achmad 2004 dalam Kornelia 2014: 24).

b. Makanan Selingan

Makanan selingan adalah makanan kecil yang dibuat sendiri

maupun yang dijual di depan rumah atau di toko atau di supermarket.

Makanan selingan menurut bentuknya terdiri dari :


35

1) Makanan selingan bentuk kering seperti kripik pisang, kripik

singkong, kacang telor, pop corn dan sebagainya.

2) Makanan selingan berbentuk basah seperti lemper, semar,

mendem, tahu isi, pastel, pisang goreng dan sebagainya.

3) Makanan selingan berbentuk kuah seperti bakso, mie ayam,

empek-empek, mie ketupat dan sebagainya.

5. Fungsi makanan

Setiap makhluk hidup akan membutuhkan makanan untuk dapat

tetap bertahan hidup. Asupan gizi yang baik tidak akan terpenuhi tanpa

makanan yang sehat. Makanan yang sehat adalah makanan yang

mengandung semua zat gizi. Zat gizi tesebut di butuhkan tubuh untuk

memperoleh energi. Selain itu, zat gizi digunakan untuk pertumbuhan dan

pemeliharaan jaringan sel-sel tubuh serta memelihara kesehatan. Zat-zat

makanan yang diperlukan tubuh diantaranya karbohidrat, protein, lemak,

vitamin, mineral dan, air. Berikut ini merupakan fungsi umum dari

makanan yang kita makan setiap hari :

a. Untuk memberikan tenaga atau energi pada tubuh makhluk hidup

sehingga dapat melakukan aktivitasnya sehari-hari.

b. Sumber pengatur dan pelindung tubuh terhadap penyakit.

c. Sumber pembangun tubuh baik untuk pertumbuhan maupun perbaikan

tubuh.

d. Sebagai sumber bahan pengganti sel-sel tua yang usang dimakan usia.
36

e. Mengatur metabolisme dan mengatur berbagai keseimbangan,

misalnya keseimbangan air, keseimbangan asam-basah dan

keseimbangan mineral didalam cairan tubuh.

f. Untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh manusia dan untuk

memperoleh energi agar manusia dapat melakukan kegiatan fisiknya

sehari-hari, maka tubuh manusia harus dipenuhi kebutuhan zat-zat

makanan atau zat-zat gizinya. zat-zat makanan yang diperlukan itu

dapat dikelompokkan menjadi 6 macam yaitu karbohidrat, vitamin,

lemak, protein, mineral dan air.

6. Frekwensi Makan

Menu sehari (frekuensi makan) adalah susunan hidangan yang

disajikan dalam sehari beberapa kali waktu makan. Frekuensi makan

adalah jumlah waktu makan dalam sehari meliputi makanan lengkap (full

meat) dan makan selingan (snack). Makanan lengkap biasanya diberikan

tiga kali sehari (makan pagi, makan siang dan makan malam), sedangkan

makanan selingan biasa diberikan antara makan pagi dan makan siang,

antara makan siang dan makan malam atau setelah makan malam (Okviani

2011 dalam Kornelia 2014: 24).

D. Tinjauan umum tentang perilaku sulit makan

1. Definisi perilaku sulit makan

Perilaku adalah bentuk responden atau reaksi terhadap stimulasi

atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan

respon sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari


37

orang yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa semestinya stimulusnya

sama bagi beberapa orang, namun respon tiap-tiap orang berbeda

(Notoatmodjo 2003 dalam Hanna 2013: 1).

Makan merupakan kegiatan rutin sehari-hari yang jika dilihat

sepintas tampaknya sangat sederhana, namun sebenarnya makan

merupakan salah satu kegiatan biologis yang kompleks, melibatkan

berbagai faktor fisik, psikologis dan lingkungan. Selain sebagai upaya

pemenuhan kebutuhan terhadap nutrien, makan juga memiliki fungsi

psikologis dan sosial/edukasi yang dapat memberikan kepuasan bagi anak

itu sendiri maupun bagi pemberinya (Hanna, 2013: 6).

Kesulitan makan merupakan ketidakmampuan anak untuk

mengkomsumsi sejumlah makanan yang diperlukan, secara alamiah dan

wajar, yaitu dengan menggunakan mulut secara sukarela (Hanna, 2013: 6).

Gangguan makan/sulit makan pada anak sering kali kita dijumpai

pada masyarakat awam yang yang belum memahami prosedur pemenuhan

kebutuhan nutrisi pada anak dan memahami pentingnya nutrisi pada anak,

gangguan makan pada anak yang sering kita temukan seperti penolakan

makan, pika, gangguan regurgitasi pada masa bayi, anoreksia nervosa, dan

bulimia (Aziz, 2012: 41).

a. Penolakan makan merupakan gangguan makan pada anak yang dapat

diakibatkan beberapa factor di antaranya anak yang tidak menyukai

terhadap pemberian secara memaksa dalam makan atau tidak

menyukai cara pemberiannya atau tidak menarik perhatian pada anak,

kemudian orang tua atau pengasuhnya tidak sabar dalam memberikan


38

makan atau dalam hal ini orang tua atau pengasuhnya terlalu merasa

khawatir atau kecemasan kalau anak tidak makan maka anaknya akan

mengalami kekurangan gizi sehingga kadang-kadang selalu disiapkan

makanan yang bergizi tanpa memperdulikan selera pada anak atau

kesukaan anak. Faktor cara pemberian makan pada anak adalah salah

satu bagian penting faktor pengaruh penggunaan makan pada anak

artinya cara pemberian ini yang sering kali menyebabkan gangguan

makan seperti adanya paksaan dalam memberikan makan, suasana

yang tenang, dan lain-lain.

b. Pika merupakan keadaan anak berulang kali makan yang tidak bergizi

seperti kapur tembuk yang terkelupas, kertas, kotoran yang dipungut

dari lantai, kancing, rambut, mainan, dan lain-lain. Pika ini dapat

menimbulkan anemia atau keracunan apabila yang dimakan

mengandung zat yang dapat memberikan dampak keracunan seperti zat

timah dan lain-lain.

c. Terjadinya regurgitasi atau mengeluarkan kembali makanan kedalam

mulut tanpa disertai perasaan mual atau gangguan gastrointestinal,

dengan ditandai mengejan, punggung melengkung ke belakang,

mulutnya terbuka, kepala menengadah dan disertai gerakan-gerakan

menghisap, kondisi demikian apabila terlalu banyak makanan yang

dimuntahkan maka akan terjadi kehilangan berat badan sehingga dapat

menimbulkan malnutrisi.

d. Anoreksia nervosa dan bulimia merupakan gangguan makan yang

sering dijumpai pada anak remaja wanita yang ditandai adanya


39

penurunan berat badan secara disengaja atau gangguan psikologis yang

spesifik, kondisi demikian merupakan salah satu penyebab gangguan

makan pada anak.

Jika anak menunjukkan gangguan yang berhubungan dengan

makan atau pemberian makan akan segera mengundang kekhawatiran

ibu. Keluhan yang biasa disampaikan berbagai macam, diantaranya :

1) Penerimaan makanan yang tidak/kurang memuaskan

2) Makan tidak mau ditelan

3) Makan terlalu sedikit atau tidak nafsu makan

4) Penolakan atau melawan pada waktu makan

5) Kebiasaan makan makanan yang aneh/siap saji

6) Hanya mau makan jenis makanan tertentu saja

7) Cepat bosan terhadap makanan yang disajikan

8) Keterlambatan dalam tingkat keterampilan makan.

2. Penyebab Kesulitan Makan

Kesulitan makan dapat terjadi pada semua kelompok usia anak,

tetapi jenis kesulitan makan dan penyebabnya berlainan, juga mengenai

derajat dan lamanya. Penyebab kesulitan makan mungkin karena

disebabkan oleh satu penyakit atau kelainan tertentu, tetapi bisa juga

beberapa macam penyakit atau faktor bersama sama (Hanna, 2013: 7).

Faktor yang merupakan penyebab kesulitan makan dapat

dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu :


40

a. Faktor nutrisi

Berdasarkan kemampuan untuk mengkonsumsi makanan,

memilih jenis makanan dan menentukan jumlah makanan, anak-anak

dapat dikelompokkan :

1) Konsumer pasif : pada bayi berusia 0-1 tahun

Pada bayi umumnya kesulitan makan karena faktor mekanis

berkaitan dengan keterampilan makan biasanya disebabkan oleh

cacat atau kelainan bawaan pada mulut dan kelainan neuro

motorik. Selain itu dapat juga oleh kekurangan

pembinaan/pendidikan makan antara lain :

a) Manajemen pemberian ASI yang kurang benar

b) Usia saat pemberian makanan tambahan yang kurang tepat,

terlalu dini atau lambat

c) Jadwal pemberian makan yang terlalu ketat

d) Cara pemberian makan yang kurang tepat

2) Konsumer semi pasif/semi aktif : anak balita usia 1-5 tahun

Kesulitan makan pada anak balita berupa berkurangnya nafsu

makan makin meningkat berkaitan dengan makin meningkatnya

interaksi dengan lingkungan, mereka lebih mudah terkena penyakit

terutama penyakit infeksi baik yang akut maupun yang menahun,

infestasi cacing dan sebagainya.

3) Konsumer aktif : anak sekolah dan remaja 6-18 tahun

Pada usia ini berkurangnya nafsu makan disamping karena

sakit juga oleh karena faktor lain misalnya waktu/kesempatan


41

untuk makan karena kesibukan belajar atau bermain dan faktor

kejiwaan.

Kesulitan makan karena faktor kejiwaan biasanya pada anak

gadis usia sekitar 10-12 tahun sesuai dengan awal masa remaja.

Kesulitan makan mungkin mereka lakukan dengan segaja untuk

mengurangi berat badan untuk mencapai penampilan tertentu yang

diabaikan. Sebaliknya mungkin terjadi nafsu makan yang

berlebihan yang mengakibatkan kelebihan berat yang berlanjut

menjadi obesitas.

b. Faktor penyakit/kelainan organik

Berbagai unsur yang terlibat dalam makan yaitu alat pencernaan

makanan dari rongga mulut, bibir, gigi geligi, langit-langit, lidah,

tenggorokan, sistem saraf, sistem hormonal, dan enzim-enzim. Maka

dari itu bila terdapat kelainan atau penyakit pada unsur organik

tersebut pada umumnya akan disertai dengan gangguan atau kesulitan

makan, untuk praktisnya dikelompokkan menjadi:

1) Kelainan/penyakit gigi geligi dan unsur lain dalam rongga mulut

2) Kelainan /penyakit pada bagian lain saluran cerna

3) Penyakit infeksi pada umumnya

a) Akut : infeksi saluran pernafasan

b) Kronis : tubercolosis paru, malaria

4) Penyakit /kelainan non infeksi

Penyakit bawaan diluar rongga mulut dan saluran cerna:

a) Penyakit jantung bawaan, sindroma down.


42

b) Penyakit neuromauskuler : cerebral palsy.

c) Penyakit keganasan : tumor willems.

d) Penyakit hematologi : anemia, leukemia.

e) Penyakit metabolik/endokrin : diabetes mellitus.

f) Penyakit kardiovaskuler.

c. Faktor gangguan/kelainan psikologis

1) Dasar teori motivasi dengan lingkaran motivasinya

Suatu kehendak/keinginan atau kemauan karena ada kebutuhan

atau kekurangan yang menimbulkan ketidakseimbangan. Orang

membutuhkan makanan selanjutnya muncul perasaan lapar karena

di dalam tubuh ada kekurangan zat makanan. Atau sebaliknya

seseorang yang didalam tubuhnya sudah cukup makanan yang baru

atau belum lama dimakan, maka tubuh belum membutuhkan

makanan dan tidak timbul keinginan makan. Hal ini sering tidak

disadari oleh para ibu atau pengasuh anak, yang memberikan

makanan tidak pada saat yang tepat, apalagi dengan tindakan

pemaksaan, ditambah dengan kualitas makanan yang tidak enak,

misalnya terlalu asin atau pedas dan dengan cara menyuapi yang

terlalu keras, memaksa anak untuk membuka mulut dengan

sendok. Hal ini semua menyebabkan kegiatan makan merupakan

kegiatan yang tidak menyenangkan.

2) Pemaksaan untuk memakan atau menelan jenis makanan tertentu

yang kebetulan tidak disukai. Hal ini perlu pendekatan yang tepat
43

dalam melatih anak mau memakan makanan yang mungkin tidak

disukai.

3) Anak dalam kondisi tertentu, misalnya anak dalam keadaan

demam, mual atau muntah dan dalam keadaan ini anak dipaksa

untuk makan.

4) Suasana keluarga, khususnya sikap dan cara mendidik serta pola

interaksi antara orang tua dan anak yang menciptakan suasana

emosi yang tidak baik. Tidak tertutup kemungkinan sikap menolak

makan sebagai sikap protes terhadap perlakuan orang tua,

misalnya cara menyuapi yang terlalu keras, pemaksaan untuk

belajar dan sebagainya.

3. Dampak kesulitan makan

Pada kesulitan makan yang sederhana misalnya karena sakit yang

akut biasanya menunjukkan dampak yang berarti pada kesehatan dan

tumbuh kembang anak. Pada kesulitan makan yang berat dan berlangsung

lama akan berdampak pada kesehatan dan tumbuh kembang anak. Gejala

yang timbul tergantung dari jenis dan jumlah zat gizi yang kurang. Bila

anak hanya tidak menyukai makanan tertentu misalnya buah atau sayur

akan terjadi defisiensi vitamin A. Bila hanya mau minum susu saja akan

terjadi anemi defisiensi besi. Bila kekurangan kalori dan protein akan

terjadi kekurangan energi protein (KEP) (Hanna, 2013: 11).


44

4. Upaya mengatasi kesulitan makan pada anak

Menurut Irianto (2007) anak-anak sering mengalami kesulitan atau

tidak mau makan meskipun orang tua sudah menyiapkan makanan terbaik.

Hal tersebut dapat diatasi dengan berbagai upaya, antara lain :

a. Porsi kecil

Berikan makanan dalam porsi secukupnya (jangan banyak

sekaligus), Karena anak akan bangga jika berhasil menghabiskan porsi

makannya.

b. Beri pujian

Apabila anak mampu menghabiskan porsi makannya, berilah

pujian sehingga menyenangkan hati anak.

c. Biarkan anak mengambil porsinya sendiri

Berikan kebebasan kepada anak untuk mengambil makanannya

sendiri sebab anak akan merasa dihormati dan bertanggung jawab

terhadap habisnya makanan tersebut.

d. Beri makan saat lapar

Apabila hendak menyajikan jenis makanan baru yang belum

dikenal anak, sebaiknya diberikan pada saat anak lapar.

e. Hindari rasa bersalah

Apabila anak memecahkan peralatan makan, jangan dimarahi.

Untuk itu, gunakan peralatan yang terbuat dari plastik.

f. Sajikan hanya makanan yang terbaik

Berikan makanan yang padat kalori seperti daging, ikan, selai

kacang, keju, pisang, kacang-kacangan.


45

g. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan

Biarkan anak makan sambil bermain-main atau apa saja yang

disukainya.

h. Kurangi hal-hal yang dapat mengalihkan perhatian

Telivisi sering mengganggu perhatian anak pada waktu makan

meskipun anak tidak sungguh-sungguh menonton. Demikian juga

halnya kehadiran kakak atau anak lain juga menyebabkan anak kurang

perhatian pada makanannya.

i. Biarkan anak makan lambat

Anak yang baru belajar makan biasanya sangat lambat

menyelesaikan tugas makannya. Untuk itu, sebaiknya biarkan ia

makan dengan caranya sendiri. Luangkan waktu menemaninya.

j. Mengganti suasana

Agar anak tidak bosan, berupayalah mengganti suasana makan,

misalnya bagi anak yang biasa makan di meja makan dapat divariasi

dengan makan di teras, minuman yang biasanya diminum langsung

dari cangkir diganti dengan memakai sedotan, makan yang biasanya

hanya menggunakan tangan dapat menggunakan sendok.

k. Biarkan anak memilih makanannya sendiri

Berikan alternatif makanan yang dapat dipilih anak, boleh saja

mengajak anak untuk mengkonsumsi makanan seperti yang dimakan

anggota keluarga lainnya, tetapi jangan sekali-kali memaksanya.


46

l. Bersikap cerdik

Agar kebutuhan anak akan zat-zat gizi dapat terpenuhi, orang tua

harus cerdik dalam menyediakan menu makanan terutama untuk balita.

Sayuran dan buah-buahan dalam bentuk aslinya terkadang tidak

disukai anak. Untuk itu, anda bisa menyajikan dalam bentuk makanan

campuran, misalnya dibuat jus atau masakan dengan sayuran yang

dihaluskan.

m. Turuti keinginan anak

Pada umumnya anak menolak makanan campuran dalam satu

piring, misalnya nasi, sayur dan lauk jadi satu. Turuti keinginan anak

dengan menyajikan berbagai jenis makanan yang terpisah.

n. Jangan memaksa rapi

Anak lebih menyukai makan dengan caranya sendiri yang

terkadang menjadi berantakan. Untuk itu, diperlukan toleransi orang

tua untuk tidak memaksa anak makan dengan rapi sebab dengan cara

tersebut anak akan lebih banyak menghabiskan makananya.

o. Mau menerima jawaban tidak

Apabila anak mengatakan “Sudah Kenyang” dan tidak mau

makan lagi, jangan paksa untuk makan mesti hanya satu suap lagi.

p. Bersabar

Selera makan anak cepat berubah sehingga jenis makanan yang

kemarin digemari, sekarang bisa saja dihindari. Untuk itu, dituntut

kesabaran dari orang tua.


47

q. Memberi hadiah

Jika anak dijanjikan akan diberi hadiah jika dapat menghabiskan

makanannya, ini dapat memberi motivasi kepada anak untuk

menghabiskan makanannya.

5. Penanganan kesulitan makan pada anak

Beberapa langkah yang harus dilakukan pada penatalaksanaan

kesulitan makan pada anak adalah :

a. Pastikan apakah betul anak mengalami kesulitan makan, kemudian cari

penyebab kesulitan makanan pada anak

b. Identifikasi adakah komplikasi yang terjadi

c. Pemberian pengobatan terhadap penyebab

d. Bila penyebab gangguan saluran cerna (seperti alergi, intoleransi atau

celiac), hindari makanan tertentu yang menjadi penyebab gangguan.

Gangguan fungsi pencernaan kronis pada anak merupakan salah satu

penyebab paling penting dalam kesulitan makan (Hanna, 2013: 15).

E. Hubungan pola makan dengan perilaku sulit makan

Pola asuh ibu sangat penting untuk membantu, mendidik dan

mendorong tumbuh kembang anak dalam pisikologis anak,

kemampuan bersosialisasi anak, kemandirian anak, serta perilaku

sulit makan pada anak. Selain itu sikap ibu dapat membentuk

karakter anak menjadi sulit makan adalah cara menyiapkan

makanan, cara memberikan anak makan, menenangkan anak

dengan memberikan makanan ringan, memaksa anak untuk makan,


48

terlambat memberikan makanan padat, dan ibu tidak membiasakan

anak makan tepat waktu (Nafratilawati, 2014: 2).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Karlie pada tahun

2016, dilihat dari hasil penelitian dan analisis menunjukkan adanya

hubungan yang berarti antara pola asuh ibu dengan perilaku sulit

makan pada anak usia prasekolah, ini berarti bahwa pola asuh ibu

sangat penting terhadap pembentukan perilaku dan karakter anak,

karena anak seringkali meniru kebiasaan dan perilaku dari orang

tua baik ibu atau ayahnya termasuk menirukan kebiasaan makan

ibu atau anaknya. Oleh sebab itu, pola asuh sangat mempengaruhi

tumbuh kembang anak terlebih kebiasaan makan sehingga pola

asuh yang kurang baik dapat menyebabkan anak mengalami

perilaku sulit makan (Karlie, 2016: 2).

Anda mungkin juga menyukai