Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

Keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak, tempat ia belajar


dan menyatakan diri sebagai mahluk sosial. Dalam keluarga umumnya anak memiliki
hubungan interaksi yang intim. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku,
watak, moral dan pendidikan anak.
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak. Bentuk pertama
dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Orang tua dikatakan pendidik
pertama karena dari merekalah anak mendapatkan pendidikan untuk pertama kalinya
dan dikatakan pendidik utama karena pendidikan dari orang tua menjadi dasar
perkembangan dan kehidupan anak di kemudian hari.
Orang tua adalah kunci utama keberhasilan anak. Orang tua adalah yang pertama
kali dipahami anak sebagai orang yang memiliki kemampuan luar biasa di luar dirinya
dan dari orang tua anak pertama kali mengenal dunia. Melalui orangtua, anak
mengembangkan seluruh aspek pribadinya. Dalam hal ini, konsep orangtua bukan hanya
orang tua yang melahirkan anak, melainkan orangtua yang mengasuh, melindungi dan
memberikan kasih sayang kepada anak.
Memahami betapa pentingnya peran orangtua bagi pendidikan dan
pengembangan anak serta betapa besar tanggung jawab orangtua terhadap
pengembangan diri anak baik di rumah maupun di sekolah, maka belajar bagi orang tua
mutlak diperlukan.
Dalam proses tumbuh kembang menjadi manusia, anak mulai dibentuk
kepribadiannya oleh keluarganya. Pembentukan kepribadian anak diperoleh melalui
proses sosialisasi di dalam keluarga yang berlangsung dalam bentuk interaksi antara
anggota keluarga. Pemberian perlakuan oleh orangtua kepada anaknya menekankan
pada bagaimana mengasuh anak dengan baik. Pada umumnya perlakuan orang tua di
dalam mengasuh anak-anaknya diwujudkan dalam bentuk merawat, mengajar,
membimbing, dan selahkan waktu untuk bermain dengan anak.
Apabila cara orang tua mendidik anaknya di rumah dengan baik, maka di
sekolah atau di lingkungan masyarakat anak itu pun akan berperilaku baik pula. Tapi
sebaliknya apabila cara orang tua mendidik anaknya dirumah dengan kurang baik
seperti lebih banyak santai, bermain, dimanjakan, maka di sekolah atau di lingkungan
masyarakat yang kondisinya berbeda dengan lingkungan di keluarganya maka anak
tersebut akan menjadi pemberontak, nakal, kurang sopan dan malas.
Masalah dalam perekonomian keluarga pun sangat mempengaruhi pola asuh
orang tua terhadap pembentukan kepribadian anak. Pembentukan kepribadian anak akan
tertanggu apabila keluarganya mengalami masalah ekonomi yang cukup berat dan disini
diperlukan pola asuh orang tua yang benar supaya anak bisa membentuk kepribadiannya
dengan baik.
BAB II
PEMBAHASAN

II.1. Pengertian Orang Tua

Orang tua adalah ayah dan ibu yang melahirkan manusia baru (anak) serta
mempunyai kewajiban untuk mengasuh, merawat dan mendidik anak tersebut agar
menjadigenerasi yang baik. Orang tua mempunyai peran yang sangat penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan mental spiritual anaknya seperti:

a) Memberikan pengawasan dan pengendalian yang wajar agar anak tidak merasa
tertekan.
b) Mengajarkan kepada anak tentang dasar-dasar pola hidup pergaulan yang benar.
c) Memberikan contoh perilaku yang baik dan pantas bagi anak-anaknya.

II.2 Pengertian Anak

Anak adalah hasil dari suatu proses tahapan yang bermla dari bertemunya sel
kelamin jantan dan betina (pembuahan), lalu terbentuklah zigot yang bergerak ke uterus
hingga terbentuklah embrio yang akan tumbuh menjadi janin. Janin tersebut akan
tumbuh dan jika saatnya telah tiba maka akan lahir ke dunia menjadi seorang anak.

II.3. Pola Asuh Anak

Secara etimologi, pola berarti bentuk, tata cara, sedangkan asuh berarti menjaga,
merawat dan mendidik. Sehingga pola asuh berarti bentuk atau system dalam menjaga,
merawat dan mendidik. Jika ditinjau dari terminologi, pola asuh anak adalah suatu pola
atau system yang diterapkan dalam menjaga, merawat, dan mendidik seorang anak yang
bersifat relative konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh
anak dari segi negative atau positif.

II.4. Macam-macam Pola Asuh Orang Tua


Menurut Baumrind (1967), pola asuh dikelompokkan menjadi 4 macam yaitu:

a. Pola asuh secara demokratis

Pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu
dalam mengendalikan anak. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional,
selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran- pemikiran. Orang tua
type ini juga bersifat realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap
melebihi batas kemampuan anak. Orang tua type ini juga memberikan
kebebasan pada anak, dalam memlih dan melakukan suatu tindakan, dan
pendekatannya terhadap anak bersifat hangat.

b. Pola Asuh Otoriter

Cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti. Biasanya dibarengi


dengan ancaman-ancaman. Misalnya kalu tidak mau makan, maka anak tidak
akan diajak bicara. Orang tua tipe ini juga cenderung memaksa, memerintah, dan
menghukum apabila sang anak tidak mau melakukan apa yang diinginkan oleh
orang tua. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dalam
berkomunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan
umpan balik dari anaknya untuk mengerti dan mengenal anaknya.

c. Pola Asuh Permisif

Pola asuh permisif atau pemanja biasanya memberikan pengawasan yang sangat
longgar, memberikan kesempatan pada anaknya untuk melaakukn sesuatu tanpa
pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau
memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit
bimbingan yang diberikan olaeh mereka. Namun oraang tu tipe ini biasanya
bersifat hangat sehingga seringkali disukai oleh anak.

d. Pola Asuh Penelantar

Pola asuh tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat
minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak dignakan untuk keperluan
pribadi mereka seperti bekerja. Dan kadangkala aamereka terlalu menghemat
biaya untuk anak-anak mereka. Seorang ibu yang depresi adalah termasuk dalam
kategori ini, mereka cenderung menelantarkan anak-anak mereka secar fisik dan
psikis. Ibu yang depresi pada umumnya tidak mau memberikan perhatian fisik
dan psikis pada anak-anaknya.

II.5. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Anak

a. Pengaruh Pola Asuh Demokratis


Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang mandiri,
dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman-temannya,
mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal yang baru. Dan
kooperatif terhadap orang lain.
b. Pengaruh Pola Asuh Otoriter
Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam,
tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma-norma,
berkepribadian lemah, cemas dan terkesan menarik diri.
c. Pengaruh Pola Asuh Permisif
Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang impulsive,
agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang
matang secara sosisal dan kuranag percaya diri.
d. Pengaruh Pola Asuh Penelantar
Pola asuh penelantar akan menghasilkan karakteristik anak yang moody,
impulsive, agresif, kurang bertanggung jawab, tidak mau mengalah, self steem
(harga diri) yang rendah, sermg bermasalah dengan teman-temannya.

II.6. Faktor Utama yang Mempengaruhi Pola Asuh


a. Budaya
Orang tua mempertahankan konsep tradisional mengenai peran orang tua merasa
bahwa orang tua mereka berhasil mendidik mereka dengan baik, maka mereka
menggunakan teknik yang serupa dalam mendidik anak asuh mereka.
b. Pendidikan Orang Tua
Orang tua yang memiliki pengetahuan lebih banyak dalam mengasuh anak,
maka akan mengerti kebutuhan anak.
c. Status Sosial Ekonomi
Orang tua dari kelas menengah rendah cenderung lebih keras/lebih permisif
dalam mengasuh anak (Hurlock, E,B 2002).

II.7. Pendekatan Orang Tua yang Berpotensi Mengganggu Kepribadian Anak


Berikut adalah dua sisi pendekatan atau cara mengasuh orang tua yang
mempunyai potensi mengganggu kepribadian anak, yaitu :
a. Pendekatan orang tua yang negatif

Ada orang tua yang menyikapi anak-anaknya dengan cara yang negative, bahkan
ada yang sampai menjadikan anak-anak mereka objek kekerasan atau
pelampiasan amarah. Ada pula sebagian anak yang terus-menerus dipandang
sebagai anak kecil, akibatnya anak tersebut jadi merasa tak berarti dalam hidup,
mereka merasa tak dihargai sebagai manusia, padahal mungkin ia sudah bisa
memberi pandangan-pandangan yang bermanfaat bagi anggota keluarga yang
lain.

Jika anak sudah memasuki usia remaja namun masih saja disikapi atau
diperlakukan seperti anak kecil maka akan muncul kekecewaan yang mendalam
pada diri anak tersebut, dan akan sulit bagi dirinya untuk cepat menjadi dewasa,
karena perbuatan yang ia lakukan selalu diremehkan oleh orang tuanya. Ada
juga anak-anak yang disikapi secara tidak adil oleh orang tuanya, semua anggota
keluarganya mendapar perlakuan yang baik, sementara ia sendiri diperlakukan
secar berbeda, seolah ia bukan anak kandung dalam anggota keluarga tersebut.
Hal ini tentu sangat menyakitkan si anak dan dapat menjadi faktor pendorong
untuk melakukan hal-hal yang mnyimpang seperti mengkonsumsi narkoba,
mendekati miras, pergaulan bebas, tawuran, dan lain sebagainya.

b. Orang tua yang terlalu baik


Selain orang tua yang bersikap negatif pada anak-anaknya, ada juga yang justru
bersikap terlalu positif. Mereka sangat sayang terhadap anak-anaknya, tetapi
mereka tidak tahu cara mendidiknya, sehingga akhirnya sang anak jadi manja.
Hal yang perlu dituturkan disini karena pengalaman dilapangan menunjukkan
betapa banyak anak-anak yang dimanjakan dan memperoleh fasilitas yang lebih
dari orang tua mereka, mereka ini cenderung akan bersikap arogan, malas dan
merasa tidak perlu bekerja keras dalam hidup serta kurang memiliki tanggung
jawab terhadap apa yang ia perbuat. Jadi pendekatan orang tua yang negatif akan
membawa dampak buruk pada perekembangan kepribadian anak-anaknya.

II.8. Syarat Pola Asuh Efektif


Pola asuh yang efektif itu bisa dilihat dari hasilnya anak jadi mampu memahami
aturan-aturan di masyarakat, syarat paling utama pola asuh yang efektif adalah landasan
cinta dan kasih sayang.

Berikut hal-hal yang dilakukan orang tua demi menuju pola asuh efektif:

a. Pola Asuh harus dinamis

Pola asuh harus sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan dan perkembangan


anak. Sebagai contoh, penerapan pola asuh untuk anak balita tentu berbeda dari
pola asuh untuk anak usia sekolah. Pasalnya,kemampuan berfikir balita masih
sederhana. Jadi pola asuh harus disertai komunikasi yag tidak bertele-tele dan
bahasa yang mudah dimengerti.

b. Pola asuh harus sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak


Ini perlu dilakukan karena kebutuhan dan kemampuan anak yang berbeda.
Shanti memperkirakan saat usia satu tahun, potensi anak sudah mulai dapat
terlihat seumpama jika mendengar alunan musik, dia lebih tertarik ketimbang
anak seusianya, kalau orang tua sudah memiliki gambaran potensi anak, maka ia
perlu diarahkan dan difasilitasi.
c. Ayah ibu mesti kompak
Ayah dan ibu sebaiknya menerapkan pola asuh yang sama. Dalam hal ini, kedua
orang tua sebaiknya berkompromi dalam menetapkan nilai-nilai yang boleh
dan tidak.
d. Pola asuh mesti disertai perilaku positif dari orang tua
Penerapan pola asuh juga membutuhkan sikap-sikap positif dari orang tua
sehingga bisa dijadikan contoh/panutan bagi anaknya. Tanamkan nilai-nilai
kebaikan dengan disertai penjelasan yang mudah dipahami.
e. Komunikasi efektif
Syarat untuk berkomunkasi efektif sederhana yaitu luangkan waktu untuk
berbincang-bincang dengan anak. Jadilah pendengar yang baik dan jangan
meremehkan pendapat anak. Dalam setiap diskusi, orang tua dapat memberikan
saran, masukan atau meluruskan pendapat anak yang keliru sehingga anak lebih
terarah.
f. Disiplin
Penerapan disiplin juga menjadi bagian pola asuh, mulailah dari hal-hal kecil
dan sederhana. Misal, membereskan kamar sebelum berangkat sekolah anak
juga perlu diajarkan membuat jadwal harian sehingga bisa lebih teratur dan
efektif mengelola kegiatannya. Namun penerapan disiplin mesti fleksibel
disesuaikan dengan kebutuhan / kondisi anak.
g. Orang tua konsisten
Orang tua juga bisa menerapkan konsistensi sikap, misalnya anak tidak boleh
minum air dingin kalau sedang terserang batuk, tapi kalau anak dalam keadaan
sehat ya boleh-boleh saja. Dari situ ia belajar untuk konsisten terhadap sesuatu,
sebaliknya orang tua juga harus konsisten, jangan sampai lain kata dengan
perbuatan (Theresia S. Indira, 2008).

II.9. Penerapannya Di Sekolah

Guru merupakan orang tua siswa di sekolah yang wajib memberikan pola asuh
yang tepat terhadap siswa. Dengan pola asuh yang tepat, maka akan membentuk
kepribadian siswa yang baik.

Sebagai seorang guru BK di Sekolah Dasar, juga berperan sebagai guru kelas,
wali kelas, dan konselor sehingga guru BK harus bisa memilih pola asuh anak yang
tepat.

a. Layanan Dasar Bimbingan

Untuk membentuk kepribadian siswa yang bertanggung jawab, guru BK


sebaiknya menerapkan pola asuh secara demokratis di sekolah dalam
membimbing dan mengasuh siswa. Karena pola asuh demokratis akan
menghasilkan karakteristik anak-anak yang mandiri, dapat mengontrol diri,
mempunyai hubungan baik dengan teman-temannya, mampu menghadapi stress,
mempunyai minat terhadap hal-hal yang baru, dan kooperatif terhadap orang
lain.

b. Layanan Responsif

Dengan diterapkannya poa asuh secara demokratis, sebagai guru BK harus


mengetahui bagaimana respon siswa, terkait dengan sikap dan perilaku terhadap
sekolah, serta hubungan dengan teman sebaya. Apakah pola asuh tersebut dapat
meminimalisir munculnya masalah, baik antar siswa atau antar siswa dengan
pihak sekolah.

c. Sistem Perencanaan Individu


Dengan diterapkannya pola asuh secara demokratis, guru telah berupaya
membantu siswa dalam merencanakan masa depannya. Karena dengan pola asuh
tersebut akan menjadikan siswa sebagai pribadi yang mandiri, sehingga siswa
akan lebih mudah mempersiapkan pendididkan, karir, dan pengembangan social
pribadinya.
d. Pendukung Sistem
Selain guru yang menerapkan pola asuh secara demokratis di sekolah, untuk
mencapai hasil yang optimal dalam membentuk kepribadian siswa, hendaknya
guru mensosialisasikan pada wali murid atau orang tua para siswa untuk
menerapkan pola asuh secara demokratis dalam membimbing anak-anaknya
dirumah. Dan diharapkan untuk tidak memberikan pola asuh yang otoriter, serta
memberikan informasi tentang dampak dari pola asuh yang otoriter dalam
perkembangan anak.
BAB III
PENUTUP

III.1. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah terurai diatas dapat kami tarik kesimpulan, bahwa
pola asuh orang tua mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menentukan
bagaimana bentuk pribadi anak dimasa depan, Oleh sebab itu orang tua harus benar-
benar mawas diri dan bersungguh-sungguh dalam menanamkan nilai-nilai kehidupan
serta norma-norma yang baik kepada anak melalui pola asuh yang baik dan benar.
Dari berbagai macam pola asuh yang tersebut diatas, dapat kami simpulkan bahwa pola
asuh yang paling baik adalah pola asuh demokratis karena dapat menghasilkan
karakteristik anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik
dengan teman-temannya, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal
yang baru dan kooperatif terhadap orang lain.

III.2. Saran

Hendaknya orang tua tidak egois, yaitu menganggap bahwa dirinya saja
yang paling benar, karena pada prinsipnya setiap anak juga ingin
menekspresikan dirinya dengan gaya dan cara sendiri.

1) Hendaknya orang tua lebih bijaksana kepada anak serta mampu memberikan
contoh teladan yang baik kepada anaknya.
2) Hendaknya orang tua lebih memahami nilai-nilai dan norma-norma kehidupan
dan mengajarkan hal tersebut dengan sosialisasi yang baik kepada anaknya.
3) Pilihlah pola asuh anak yang baik agar anak yang diasuh dapat tumbuh dan
berkembang menjadi pribadi yang berkarakteristik baik. Karena orang tua adalah
tempat curahan hati seorang anak, maka jadilah orang tua yang mampu dijadikan
sandaran yang baik bagi anak.
4) Hindari tindakan negatif pada anak seperti memarahi anak tanpa sebab,
menyuruh anak seenaknya seperti pembantu tanpa batas, menjatuhkan mental
anak, merokok, malas beribadah, menbodoh-bodohi anak, sering berbohong
pada anak, membawa pulang stres dari kantor, memberi makan dari uang haram
pada anak, enggan mengurus anak, terlalu sibuk dengan pekerjaan dan lain
sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai