Karakteristik otoriter, yaitu kaku, tegas, menerapkan hukuman jika tidak sesuai aturan.
Orang tua cenderung selalu benar dalam mengemukakan pendapat. Pola asuh ini akan
membentuk seorang anak dengan karakter disiplin dan patuh.
Namun sayangnya, orang tua yang otoriter sering melayangkan ungkapan “pokoknya”
ketika sedang mengutarakan pendapat, tanpa memedulikan atau mendengar pendapat dan
keinginan anak. Hal ini dapat membuat anak menjadi tidak terbiasa membuat keputusan
sendiri dan takut jika tidak menuruti perkataan orang tuanya.
Selain itu, anak yang terbiasa dengan pola asuh otoriter sering kali sulit mengungkapkan
pendapatnya sehingga muncul masalah kecemasan yang dapat menyebabkan stres.
Dampak pola asuh otoriter terhadap perkembangan anak lainnya, yakni dapat membuat
emosi anak meledak-ledak, hubungan interpersonal (dengan orang lain) yang kurang baik,
dan cenderung menjadi pribadi yang otoriter di kemudian hari.
Pola asuh anak permisif berlawanan 180 derajat dari pola asuh otoriter. Pola ini dikenal
dengan karakteristik memanjakan anak atau “serba boleh”. Orang tua permisif menjadi
seorang teman baik bagi anaknya karena memberikan perhatian, kehangatan, dan interaksi
yang cukup baik.
Ciri lainnya dari pola asuh ini, yakni orang tua selalu mendorong anaknya untuk berbuat
bebas, semaunya, mewujudkan apa yang anak mau, dan tidak memberikan batasan pada anak
sehingga jarang mendisiplinkan.
Anak yang tumbuh dengan pola asuh permisif memang tumbuh kreatif karena terbiasa
bebas mengekspresikan dirinya. Namun, dalam jangka panjang, anak menjadi bingung karena
tidak terbiasa dengan batasan yang ada.
Hal tersebut dapat membuat anak menjadi sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan,
bersifat egois, menuntut, cenderung memberontak, dan motivasi belajar yang kurang.
Pola asuh cuek atau abai sering terjadi pada orang tua yang terlalu sibuk atau
memiliki masalah pribadi, seperti masalah keuangan, kecanduan narkoba, alkohol, atau judi.
Pada tipe pola asuh anak ini, orang tua hanya memenuhi kebutuhan fisik dasar anak
saja, seperti makan, tempat tinggal, dan pakaian. Sementara itu, kebutuhan secara psikologis
dan emosional jarang terpenuhi karena orang tua menjadi tidak peduli dan jarang berinteraksi
dengan anaknya.
Pada pola asuh ini, tidak jarang jika anak lebih banyak dididik oleh gawai, televisi,
atau video games.
Saat kecil, mungkin anak belum sadar atas ketidakacuhan orang tuanya. Namun,
lambat laun anak menjadi sadar bahwa dirinya tidak penting dalam hidup orang tuanya
sehingga cenderung menjadi anak yang mandiri.
Hal ini tidak sepenuhnya baik karena anak yang tumbuh dengan pola asuh cuek
cenderung menyebabkan anak bermasalah di kemudian hari, nilai akademis yang buruk,
emosi yang tidak terkontrol, serta kesulitan menjalin relasi dan komunikasi.
Pola asuh demokratis merupakan pola asuh yang paling baik. Hal ini didukung oleh
penelitian dari UGM yang membuktikan, pola asuh orang tua yang demokratis dapat
mencegah anak memiliki masalah kepribadian. Bisa dibilang pola asuh demokratis
merupakan kombinasi antara pola asuh otoriter dan juga permisif.
Anak diberikan batasan dan konsekuensi yang konsisten ketika batasan tersebut
dilanggar. Tujuan batasan dan konsekuensi dijelaskan pada anak sehingga komunikasi juga
tetap terjaga dengan baik.
Di luar itu, orang tua tetap memberikan pujian, dukungan emosional, dan hadiah jika
anak dapat meraih suatu prestasi. Komunikasi antara orang tua dan anak terjalin baik
sehingga anak juga menjadi jujur, tetapi tetap patuh.
Pola asuh ini menjadikan anak memiliki kepribadian yang seimbang, mandiri dalam
mengambil keputusan, disiplin dengan mempunyai komunikasi baik, memiliki rasa percaya
diri, kreatif, dan bahagia secara psikologis. Karakteristik tersebut dipercayai dapat menjadi
kunci kesuksesan seorang anak di kemudian hari.
Pola asuh yang tidak terlibat atau pola asuh yang tidak diperhatikan adalah gaya
pengasuhan yang paling berbahaya. Dalam gaya pengasuhan seperti ini, orangtua abai dan
tidak memenuhi kebutuhan anak-anak mereka, baik fisik maupun psikis. Orangtua berharap
anak-anak bisa membesarkan diri mereka sendiri. Orangtua dengan pola asuh ini cenderung
hanya sedikit atau sama sekali tidak mengetahui apa yang dilakukan atau diinginkan anak-
anak mereka. Sebagian besar kasus ini terjadi, karena kondisi kesehatan mental orangtua atau
penyalahgunaan zat. Anak-anak yang terpapar gaya pengasuhan seperti ini tentu tidak merasa
bahagia dalam hidup mereka, cenderung tidak berprestasi baik di bidang akademik, dan tidak
percaya diri.
4. Parenting Narsistik (Narcissistic parenting)
Selanjutnya adalah parenting narsistik. Dimana ada beberapa ciri yang terlihat dari pola asuh
ini.
Anak diharuskan untuk mencapai semua impian dan cita-cita yang tidak dapat dicapai
oleh orangtua, seringkali hal ini terjadi dan menyebabkan anak menjadi malas belajar atau
merasa hidupnya tidak penting, selain itu adanya 13 Macam-Macam Intervensi dalam
Psikologi baik dari anak atau orang tua
Orangtua yang narsis bisa sangat memuja anaknya secara berlebihan, Selain itu bisa
saja kehadiran anak yang diperhatikan dan disayang menyebabkan orang tua cemburu dan
merasa bahwa anaknya justru buruk
Anak-anak tidak mendapat keleluasaan untuk mengeksplorasi minat dan potensi
mereka.
5. Parenting Pendampingan (Nurturant parenting)
Selanjutnya adalah parenting pendampingan atau didampingi, pola asuh yang satu ini
termasuk yang direkomendasikan karena seimbang dan juga baik untuk anak. Adapun
Orangtua selalu mengharapkan agar anak bisa dan mau mengeksplorasi lingkungan
sekitarnya sehingga mereka bisa belajar, namun tetap dalam pengawasan orangtua.
Orangtua menerapkan batasan yang jelas dan sudah dibiasakan kepada anak. Dengan
mengharapkan feedback anak yang bisa mematuhi orang tua dan bersikap sopan.
Anak cenderung merasa empati kepada orang lain, bertanggung jawab terhadap diri
sendiri dan orang lain, serta lebih percaya diri. Selain itu mereka membiasakan diri bersikap
baik dan apa adanya
7. Parenting yang Berlebihan (Overparenting atau Helicopter parenting)
Seringkali orang tua mungkin mengalami tahun yang panjang untuk mendapatkan anak.
Sehingga mereka merasa anaknya adalah sebuah kristal yang sangat mahal dan juga harus
didengarkan segala keinginannya. Namun pola asuh ini sangatlah buruk dan menyebabkan
permasalahan berkepanjangan. Ada beberapa ciri yang biasa dilakukan orang tua dengan pola
Orangtua terlibat langsung dalam setiap aspek kehidupan anak dan menyelesaikan
semua permasalahan anak sehingga anak tidak pernah mandiri dan dewasa
Orangtua melindungi anak secara berlebihan dan tidak membiarkan anak menghadapi
kesulitan. Seringkali sikap anak salah dan berlebih namun orang tua mencoba menutup mata
dan berpikir subjektif.
Anak menjadi tidak mandiri dan tidak memahami kesalahan dan konsekuensi yang
akan mereka hadapi. Mereka juga terbiasa meminta orang tuanya untuk membela dan juga
berlindung dari masalah.
Selanjutnya adalah pola asuh khusus yang biasa disebut sebagai slow parenting. Ada
Orangtua berusaha untuk tidak terlibat sebanyak mungkin dalam kehidupan anak dan
memastikan bahwa ada cukup waktu untuk dihabiskan bersama keluarga.
Orangtua membatasi anak untuk menggunakan peralatan elektronik dan
menggantinya dengan mainan atau buku yang mengembangkan daya imajinasi dan kreativitas
anak.
Anak-anak mengetahui batas dan kemampuan mereka.
Untuk pola asuh jenis ini cukup banyak orang yang menerapkannya, mengingat banyak orang
yang berlomba mendidik anaknya tak hanya menjadi pintar seperti robot namun banyak hal
Ada pola asuh yang benar-benar memalukan dan tidak patut ditiru. Pola asuh meracuni
pertama adalah orang tua seringkali melakukan kekerasan dan juga menyakiti anak baik fisik
maupun emosional. Orang tua seperti ini tidak memikirkan apakah anaknya merasa trauma
atau tidak.
berlebihan bagi anak-anak mereka, menahan diri agar tidak terlalu khawatir atau
overprotektif dan juga tidak memperhitungkan apa cita-cita, dan tujuan anak.
Selain itu, orangtua dapat memperlakukan setiap anaknya sesuai karakter dan kebutuhannya
Pola asuh ini memiliki nama unik yaitu pola asuh ubur-ubur. Orangtua dengan pola asuh anak
ubur-ubur biasanya menerapkan sedikit aturan dan juga memberikan sedikit harapan kepada
anak. Mereka tidak ingin membuat hal-hal yang dilakukan menjadi beban anak. Selain itu,
orangtua seringkali mengalah dan tidak ingin melakukan konfrontasi atau masalah dengan
anak.
Sayangnya ada kelemahan dimana anak menjadi kurang pandai dalam bersosialisasi dan
bidang akademis, serta cenderung melibatkan diri dalam perilaku yang berisiko saat
remaja/dewasa.
Orangtua memberikan sugesti positif kepada anaknya berkaitan dengan perkembangan dan
pendidikan anak namun juga bisa berlaku sebaliknya, orang tua bisa mempengaruhi pikiran
negatif pada anak dan menyebabkan anak memiliki pikiran yang sama.
terlibat masalah namun tetap mereka yang mengawasi. Pola ini sangat penting, mengingat
anak-anak biasanya tidak percaya akan hal yang buruk sampai mereka mengalaminya.
Selanjutnya parenting spiritual dimana orang tua benar-benar memberikan pola asuh yang
baik dan sesuai dengan moral atau ajaran agar menghasilkan anak-anak yang baik.
Parenting jenis ini cukup banyak juga diterapkan di Indonesia, dimana orang tua mendukung
anak secara positif dan berharap bahwa anaknya menemukan jalan berkembangnya dengan
baik. Selain itu anak akan menerima perilaku baik, sayangnya beberapa anak justru