Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

DIAGNOSTIK KESULITAN BELJAR

“SOLUSI KESULITAN BELAJAR MURID SD DITINJAU DARI FAKTOR


KELUARGA DAN FAKTOR SEKOLAH “

Disusun Oleh:

Nama: Arni

Npm: 098

No. Urut: 23

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

STKIP ANDI MATAPPA

TAHUN 2023
 Latar belakang kesulitan belajar bahasa murid beserta solusinya

1. Faktor informal: Rumah tangga (ibu-ayah: pola asuh yi otoriter, permisif, demokratis,
suasana/lingkungan rumah tangga, cita-cita orang tu, dsb).

Kajian:

Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang ditemui individu sejak mereka
lahir ke dunia. Lingkungan keluarga pertama adalah Ayah, Ibu dan individu itu
sendiri. Hubungan antara individu dengan kedua orangtuanya merupakan hubungan timbal
balik dimana terdapat interaksi di dalamnya.

Setiap orangtua tentunya ingin yang terbaik bagi anak-anak mereka. Keinginan ini
kemudian akan membentuk pola asuh yang akan ditanamkan orangtua kepada anak-
anak. Pola asuh menurut Diana Baumrind (1967), pada prinsipnya
merupakan parental control yaitu bagaimana orangtua mengontrol, membimbing, dan
mendampingi anak-anaknya untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangannya menuju pada
proses pendewasaan. Diana Baumrind (1967, dalam Santrock, 2009) membagi pola asuh ke
dalam 3 (tiga) bentuk, yaitu:

 Pola asuh otoriter (pola asuh otoriter)


Orangtua dengan tipe pola asuh ini biasanya cenderung melemahkan dan
menghukum. Mereka secara otoriter mendesak anak untuk mengikuti perintah dan
memuliakan mereka. Orangtua dengan pola ini sangat ketat dalam memberikan batasan
dan kendali yang tegas terhadap anak-anak, serta komunikasi verbal yang terjadi juga
lebih satu arah. Orangtua tipe otoriter umumnya menilai anak sebagai obyek yang
harus dibentuk oleh orangtua yang merasa “lebih tahu” mana yang terbaik bagi anak-
anaknya. Anak yang diasuh dengan pola otoriter sering kali terlihat kurang bahagia,
ketakutan dalam melakukan sesuatu karena takut salah, minder, dan memiliki
kemampuan komunikasi yang lemah. Contoh orangtua dengan tipe pola asuh ini,
mereka melarang anak laki-laki bermain dengan anak perempuan, tanpa memberikan
penjelasan ataupun kelembutan.

 Pola asuh demokratis/otoritatif (pengasuhan autotitatif)


Pola pengasuhan dengan gaya otoritatif bersifat positif dan mendorong anak-anak
untuk mandiri, namun orangtua tetap menempatkan batas-batas dan mengendalikan
tindakan mereka. Orangtua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk
memilih dan melakukan suatu tindakan, serta pendekatan yang dilakukan orangtua
kepada anak juga bersifat hangat. Pada pola ini, komunikasi yang terjadi dua arah dan
orangtua bersifat mengasuh dan mendukung. Anak yang diasuh dengan pola ini akn
terlihat lebih dewasa, mandiri, ceria, mampu mengendalikan diri, beriorientasi pada
hasrat, dan mampu mengatasi stresnya dengan baik.

 Pola Asuh Permisif (Pola Asuh Permisif)


Orangtua dengan gaya pengasuhan ini tidak pernah berperan dalam kehidupan
anak. Anak diberika kebebasan melakukan apapun tanpa pengawasan dari
orangtua. Orangtua cenderung tidak menegur atau menyusun, sedikit bimbingan,
sehingga seringkali pola ini disukai oleh anak (Petranto, 2005). Orangtua dengan pola
asuh ini tidak mempertimbangkan perkembangan anak secara menyeluruh. Anak yang
diasuh dengan pola ini cenderung melakukan pelanggaran-pelanggaran karena mereka
tidak mampu mengendalikan perilakunya, tidak dewasa, memiliki harga diri yang
rendah dan terasingkan dari keluarga.

Faktor Orangtua

Faktor orang tua merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap kemajuan
belajar anak. Orang tua yang mendidik anak-anaknya dengan cara memberikan pendidikan
yang baik tentu akan sukses dalam belajarnya. Sebaliknya orang tua yang tidak
mengindahkan pendidikan anak-anaknya, acuh tak acuh, bahkan tidak memperhatikan sama
sekali tentu tidak akan berhasil dalam belajarnya. Misalnya anak tidak disuruh belajar secara
teratur, tidak diberikan alat-alat belajar, dan sebagainya. Begitu pula orang tua yang
memanjakan anaknya juga termasuk cara pendidikan yang tidak baik. Anak manja biasanya
sukar dipaksa untuk belajar. Dibiarkan begitu saja, karena orang tuanya terlalu sayang pada
anaknya. Memang orang tua harus sayang kepada anak, tetapi apabila terlalu disayang akan
menimbulkan hal-hal yang kurang baik.

Faktor Ekonomi

Keluarga Faktor ekonomi keluarga juga banyak menentukan dalam belajar anak.
Misalnya anak dari keluarga mampu dapat membeli alat-alat sekolah dengan lengkap,
sebaliknya anak-anak dari keluarga miskin tidak dapat membeli alat-alat itu. Dengan alat
yang serba tidak lengkap inilah maka hati anak-anak menjadi kecewa, mundur, putus asa,
sehingga dorongan belajar mereka kurang sekali.

Faktor Suasana

Rumah Suasana rumah yang terlalu gaduh atau terlalu ramai tidak akan memberikan
anak belajar dengan baik. Misalnya rumah dengan keluarga besar atau banyak sekali
penghuninya. Begitu juga suasana rumah tangga yang selalu tegang, selalu banyak cekcok
diantara anggota-anggotanya. Anak merasa sedih, bingung dan dirundung kekecewaan serta
tekanan batin yang terus menerus. Akibatnya anak suka keluar rumah mencari suasana baru
dan akhirnya ia malas dan terlambat dalam belajar.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari pernyataan diatas adalah, faktor keluarga sangat
berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik, karena keluarga merupakan tempat pertama
anak menerima pendidikan, dalam keluarga tidak hanya orang tua yng memiliki peran
penting dalam memberika motifasi belajar anak akan tetapi faktor ekonomi serta suasana
rumah yang tidak mendukung juga dapat menyebabkan prestasi belajar anak menurun serta
tidak ada kemauan untuk belajar.

Dewasa ini, orangtua yang pada dasarnya menginginkan yang terbaik bagi anak-anak mereka,
tanpa sadar juga melakukan kesalahan dalam penerapan pola asuh terhadap anak-
anak. Kesalahan-kesalahan tersebut antara lain:
1. Memberi banyak pilihan. Terlalu banyak memberikan pilihan dapat membuat
anak kewalahan.
2. Terlalu dimanjakan. berusaha memenuhi setiap permintaan anak akan membuat
anak sulit merasa puas dan membuat mereka suka memaksa.
3. Membuat anak sibuk. Anak yang terlalu sibuk selain kelelahan juga bisa
membuatnya menjadi korban bullying.
4. Kepintaran dianggap paling penting. Membangga-banggakan prestasi akademik
anak dapat membuat anak menjadi arogan dan merasa orang lain lebih
bodoh. Kondisi ini justru membuat anak jauhi teman-temannya.
5. Menyembunyikan topik sensitif seperti seks à kebanyakan orangtua takut
membicarakan masalah seks dan percaya bahwa menghindari diskusi ini
dengan anak-anak mereka bisa membuat anak terhindar dari perilaku seksual
yang tidak pantas. Padahal, topik pendidikan seks bisa dimulai sejak dini,
disesuaikan dengan pemahaman anak.
6. Terlalu sering mengkritik. Anak yang orangtuanya terlalu sering mengritik
akan tumbuh menjadi anak yang kurang percaya diri atau menuntut
kesempurnaan dalam segala hal. Saat melakukan kesalahan, mereka merasa
tidak berguna dan marah.
7. Bebaskan anak nonton tv atau gadget utama. Batasi waktu Anda menatap layar
elektronik, entah itu televisi, ponsel, atau gadget lain. Apalagi, seharusnya anak
tidak diperkenalkan dengan gadget sebelum mereka berusia di atas dua tahun.
8. Pasti melindungi anak. Naluri orangtua adalah melindungi anak, tapi bukan
berarti anak harus “dipagari” dari kesusahan. Pola asuh seperti ini dapat
membuat anak kurang bersyukur dan menghargai sesuatu. Terkadang anak juga
perlu belajar menghadapi kehilangan atau masalah.

Beberapa hal yang perlu dilakukan orangtua untuk dapat memberikan pola pengasuhan yang
baik pada anak adalah:

1. Memberikan pujian atas usaha yang sudah dilakukan anak . Hal ini bisa
membangun rasa percaya diri anak.
2. Hindari anak dari trauma fisik dan psikis . Marah kepada anak atas kesalahan
yang mereka lakukan adalah hal yang wajar, tujuannya adalah untuk melarang
anak.
3. Penuh kasih sayang . Dukung perkembangan anak dengan memberikan kasih
sayang dan kehangatan. Sikap hangat dari orangtua akan membantu
mengembangkan saraf sel dan kecerdasan anak.
4. Tidak membandingkan anak dengan anak lain. Setiap anak memiliki
keunikannya masing-masing, sehingga setiap anak akan memiliki kelebihan
dan kekurangannya. Yang perlu dilakukan orangtua adalah fokus
mengembangkan kelebihannya.
5. Tidak otoriter . Jangan memaksakan kehendak orangtua kepada
anak. Sebaliknya, orangtua harus menjadi fasilitator yang dapat
mengembangkan bakat anak.
6. Memberikan tanggung jawab . Mengajarkan tanggung jawab kepada anak
dapat dilakukan sedingin mungkin agar anak dapat perduli terhadap
sekitarnya.
7. Penuhi kebutuhan gizi Makanan merupakan faktor penting yang menentukan
kecerdasan anak.
8. Menciptakan lingkungan yang positif . Lingkungan yang mendukung terhadap
bakat dan kreativitas anak, orangtua yang selalu memberikan pandangan
positif pada anak, akan dapat membentuk anak menjadi individu yang lebih
mandiri dan tidak mudah putus asa.
9. Aktif berkomunikasi dengan anak. Ada baiknya bila anak dan orangtua saling
terbuka, sehingga anak akan lebih nyaman untuk bercerita kepada orangtua.

2. Faktor formal: lembaga/sekolah (kurikulum, sapra, guru, suasana/lingkungan sekolah,


lainnya)

Kajian:

Faktor Sekolah:
Lingkungan sekolah adalah lingkungan kedua setelah lingkungan keluarga dalam
membentuk pribadi anak. Faktor sekolah yang dapat menyebabkan kesulitan belajar
meliputi pemilihan dan penerapan metode mengajar yang monoton dan kurang
bervariasi, kurikulum yang disusun terlalu padat, relasi antara guru dengan siswa yang
kurang baik, relasi antara siswa dengan teman sabaya yang kurang solid, kurangnya
kedisiplinan dalam lingkungan sekolah, sarana dan prasarana sekolah yang kurang
memadai, dll.
Muhammad Saroni (2006, hlm. 82-84) membagi 2 indikator lingkungan
sekolah yaitu: lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik adalah
lingkungan yang memberikan peluang gerak dan segala aspek yang berhubunfan dengan
upaya penyegeraan pikiran bagi peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran
yang mungkin membosankan. Lingkungan sosial berhubungan dengan pola interaksi
antarpersonil yang ada di lingkungan belajar. Lingkungan sosial yang baik
memungkinkan terjadinya interaksi para peserta didik untuk berinteraksi secara baik
dalam proses pembelajaran. interaksi dimaksud yakni interaksi antara siswa dengan
siswa, guru dengatn siswa, siswa dengan sumber belajar lainnya.
Dalam era global ini fungsi pembelajaran lebih penting dalam menigkatkan
penguasaan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dibandingkan dengan hasil tekhnologi .
Untuk itu dibutuhkan pembelajaran yang professional dalam bidangnya. Peningkatan dan
pengembangan kemampuan profesional menurut Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah
meliputi berbagai aspek antara lain kemampuan menggunakan metode dan sarana dalam
proses belajar mengajar, melaksanakan penilaian proses dan hasil belajar, kemampuan
memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar, disiplin dan komitmen
pembelajaranan terhadap tugas.
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa sekolah berperan pentaing
terhadaphasil belajar peserta didik. Sekolah yang memiliki fasilitas yang lengkap akan
memberikan motivasi belajar terhadap peserta didik. Serta suasana yang tenang dan
aman dapat memberikan pengaruh yang baik terhadap proses belajar peserta didik
disekolah.
Yang menjadi faktor hambatan bagi anak didik di lingkungan sekolah adalah:
1) Cara penyajian-penyajian pelajaran yang kurang baik. Dalam hal ini misalnya
karena guru kurang persiapan atau kurang menguasai buku-buku pelajaran.
2) Hubungan guru dan murid yang kurang baik. Biasanya bila anak suka dengan
gurunya maka dia akan suka pula dengan pelajaran yang diberikannya, begitupun
sebaliknya.
3) Bahan pelajaran yang terlalu tinggi diatas ukuran normal kemampuan anak.
4) Alat-alat pelajaran yang serba tidak lengkap.
5) Jam-jam pelajaran yang kurang baik. Misalnya sekolah yang masuk siang dimana
udara sangat panas mempunyai pengaruh yang melelahkan.
6) Hubungan antara siswa yang kurang menyenangkan. Hal ini terjadi pada anak
yang diasingkan atau dibenci oleh teman-temannya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tidak hanya fasilitas sekolah yang dapat
mempengaruhi hasil belajar siswa tapi juga seorang guru perlu menjalin hubungan yang
baik terhadap peserta didik dan mampu menyajikan pelajaran dengan baik, agar peserta
didik dapat belajar dengan baik.

Dari permslahan yang dapat menganggu belajar siswa, berikut hal yang perlu di lakukan
pada sebuah sekolah:

Implementasi Kurikulum
Setiap kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh
oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman muatan kurikulum pada
setiap mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang
harus dikuasai oleh peserta didik sesuai dengan beban belajar yang tercantum dalam
struktur kurikulum. Kompetensi yang dimaksud terdiri atas standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang dikembangkan berdasarkan standar kompetensi lulusan.

Setiap pembelajaran harus berupaya :

 a.Mengkaji dan memahami strukutur program kurikulum yang berlaku.


 b. Memahami tujuan pembelajaran.
 c.Mengkaji materi pembelajaran.
 d. Mengunakan metode pembelajaran yang relevan dengan materi, tujuan
pembelajaran, alokasi waktu, karakterisktik peserta didik dan kemampuan
pembelajaran.
 e.Mengetahui tata urutan penyajian dan alokasi waktu yang tersedia.
 f. Mengkaji dan mengembangkan sarana pembelajaran.
 g. Mengembangkan penilaian proses pembelajaran.
 h. Mengembangkan kurikulum dalam program tahunan, program semester dan
rencana pembelajaran (persiapan mengajar).
 Memahami buku pedoman dan petunjuk pelaksanaan kurikulum.
 j. Memiliki buku referensi yang memadai selain buku paket/buku pegangan
pembelajar yang sah sebagai bahan pengembangan materi pelajaran.
 k. Mengembangkan dan memanfaatkan sumber-sumber belajar
Kompetensi Dasar dan Sikap dan yang Perlu Dimiliki Pembelajar/Guru.
Dalam melaksanakan proses pembelajaran, seorang pembelajar harus memilki sikap dan
kemampuan :
1. Menguasai Kurikulum dan Perangkat Pembelajaran
Kurikulum merupakan pemandu dalam kegiatan pembelajaran, pelaksanaan
dan hasil yang akan dicapai. Tanpa berpegang pada kurikulum proses
pembelajaran akan menjadi tidak terarah dan tidak tercapai tujuannya. Oleh
karena itu pembelajar dituntut untuk memiliki penguasaan terhadap suatu
kurikulum, mengetahui cakupan materinya, mengetahui tujuan yang akan
dicapai serta mengetahui urutan penyajian dan porsi waktu yang dibutuhkan.
2. Penguasaan Materi Bidang Studi
Pembelajar atau seorang guru adalah tempat menimba ilmu bagi para peserta
didiknya. Sebagai seorang pembelajar ia tentu harus dapat membantu
perkembangan peserta didiknya agar dapat memahami dan menguasai suatu
ilmu pengetahuan. Oleh karena itu sebagai pembelajar hendaknya dapat
menguasai bahan ataupun materi ajar yang akan disampaikan kepada peserta
didik serta senantiasa mengembangkan dan meningkatkan kemampuannya.
Kemampuan ini tidak hanya berdasarkan teori yang diperoleh di bangku
sekolah tetapi juga ditambah dengan pengalaman hidup.
3. Penguasaan Metode dan Tekhnik Penilaian.
Pembelajar atau seorang guru yang profesional harus memiliki banyak
keterampilan dalam mentransferkan pengetahuan kepada peserta didiknya.
Metode, strategi dan teknik merupakan hal yang paling utama harus dikuasai
oleh pembelajar untuk mentransferkan pengetahuan kepada anak didiknya.
Seorang pembelajar akan dapat menjalankan tugasnya dengan baik
jika ia dapat menguasai dan mampu melaksanakan keterampilan mengajar
dengan menggunakan metode yang sesuai dengan pelajaran, tujuan dan pokok
bahasan yang diajarkan. Disamping itu pembelajar hendaknya juga memiliki
pengetahuan dan pengalaman yang cukup tentang alat-alat dan media
pembelajaran sebagai alat bantu komunikasi. Selain itu diperlukan juga
keterampilan dalam memilih dan menggunakan media yang lebih tepat dan
sesuai dengan materi pelajaran.
Demikian pula dalam teknik penilaian pembelajar hendaknya
memiliki penilaian yang baik. Penilaian di sekolah sebaiknya dilakukan secara
objektif, kontiniu serta mempergunakan berbagai jenis tes yang bervariasi agar
dapat memberikan dampak positif terhadap proses pembelajaran.
4. Komitmen atau Kecintaan Pembelajar/Guru Terhadap Tugasnya.
Kecintaan seorang pembelajar atau guru terhadap tugasnya merupakan ciri
pokok keprofesionalan dari pembelajar tersebut. kecintaan terhadap tugas
dapat ditunjukkan dalam bentuk curahan waktu, tenaga dan pikiran sehingga
hasilnya dapat terjamin dan dapat dipastikan akan lebih baik dan lebih
bermakna.
5. Disiplin.
Kedisiplinan sangat diperlukan dalam proses pendidikan agar menghasilkan
suatu mental, watak dan kepribadian yang kuat. Tujuan disiplin disini bukan
untuk melarang kebebasan atau mengadakan suatu penekanan. Akan tetapi
memberikan kebebasan dalam batas kemampuan anak didik. Tanpa disiplin
seorang anak tidak akan survival dalam hidupnya. Mereka akan berbuat
semaunya tanpa peduli terhadap lingkungan disekitarnya. Melalui peraturan
dan disiplin, maka anak akan terhindar dari konsekuensi bahaya yang berasal
dari tindakannya pada saat tertentu. Disiplin dapat membantu anak didik dalam
menyadari apa yang diharapkan dan apa yang tidak diharapkan darinya serta
dapat membantu mereka dalam mencapai apa yang diharapkan dari diri
mereka

Upaya guru dalam mengatasi kesulitan belajar

Menurut Mulyadi (2010: 41-43) adapun langkah-langkah dalam pemecahan kesulitan belajar
meliputi:

 a.Memperkirakan kemungkinan bantuan Kalau letak kesulitan yang dialami siswa sudah
dipahami baik jenis dan sifat kesulitan dengan berbagai macam latar belakangnya.
 b.Menetapkan kemungkinan cara mengatasi Dalam langkah ini perlu diadakan dari rapat
staf bimbingan dan konseling jika diperlukan. Setelah hal itu dilaksanakan maka perlu
disusun suatu rencana yang berisi tentang beberapa alternatif yang mungkin dilakukan
untuk mengatasi kesulitan yang dialami siswa.
 c.Tindak lanjut Tindak lanjut adalah kegiatan melakukan pengajaran remidial (Remidial
Teaching) yang diperkirakan tepat dalam membantu siswa yang mengalami kesulitan
belajar

Pemanfaatan Lingkungan, Prasarana dan Sarana.

Pemanfaatan lingkungan, meliputi peningkatan keberhasilan, keindahan, keamanan,


kesehatan, dan pelestarian lingkungan serta pemanfaatannya sebagai sumber dan alat belajar.
Misalnya melaksanakan kebersihan, keindahan, keamanan, kesehatan lingkungan.
Pengembangan prasarana dan sarana menunjang proses pembelajaran dapat dilaksanakan
sebagai berikut :

1. Perpustakaan
Dalam rangka pengelolaan perpustakaan, diusahakan agar :
 Tersedia ruang baca yang memadai.
 Adanya petugas yang terampil.
 Buku-buku tersusun rapi, mudah ditemukan, terpelihara, dan dapat difungsikan setiap
saat.
 Mengupayakan penambahan jumlah buku-buku.
2. Sarana Penunjang Kegiatan Kurikulum
Dalam rangka pengelolaan sarana penunjang kegiatan pembelajaran diusahakan agar :
 Menyediakan alat peraga /praktek.
 Menyediakan alat tulis/administrasi dan keperluan pembelajar sesuai dengan
kebutuhan.
 Setiap pembelajar harus berupaya memiliki perangkat kurikulum yang berlaku.
 Menyediakan sarana prasarana untuk kegiatan muatan lokal.
3. Prasana dan Sarana Kegiatan Ekstra Kurikuler dan Mulok.
Dalam rangka pengelolaan sarana dan prasarana kegiatan ekstra kurikuler. diusulkan
agar :
 Mengadakan sarana dan prasarana olah raga sesuai dengan kebutuhan.
 Mengadakan sarana dan prasarana yang dapat mendorong mengembangkan kreasi.
 Mengadakan sarana dan prasarana pengembangan minat dan bakat peserta didik.
 Mengadakan alat-alat keterampilan.

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan; Upaya dalam menyiapkan


pendidikan yang berkualitas dapat dilakukan dengan menerapkan langkah-langkah
diantaranya :

 Peningkatan kemampuan pembelajar,


 Pemanfaatan lingkungan,
 Peningkatan prasarana dan sarana,
 Melakukan pelaksanaan monitoring dan evaluasi secara terencana,
 Pengembangan tes evaluasi belajar,
 Menjalin hubungan sekolah dengan masyarakat, dan
 Meningkatkan kompetensi dasar dan memperbaiki sikap yang harus dimiliki
pembelajar/guru.

Apabila langkah tersebut dilaksanakan, upaya menyiapkan pendidikan berkualitas akan


tercapai dengan baik.

3. Non formal ( masyarakat sekitar/ pemerintah)

Kajian:

Pendidikan nonformal sebagai bagian dari sistem pendidikan memiliki tugas yang sama
dengan pendidikan lainnya (pendidikan formal) yakni memberikan pelayanan terbaik
terhadap masyarakat. Layanan alternatif yang diprogramkan di luar sistem persekolahan
tersebut dapat berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan atau pelengkap sistem pendidikan
formal persekolahan.
Sasaran pendidikan non formal yang semakin beragam, tidak hanya sekedar melayani
masyarakat miskin, masyarakat yang masih buta pendidikan dasar, masyarakat yang
mengalami putus sekolah dan putus pendidikan formal, masyarakat yang tidak terakses
pendidikan formal seperti; suku terasing, masyarakat daerah pedalaman, daerah perbatasan,
dan masyarakat pulau luar.

Faktor Masyarakat.
Jika keluarga adalah komunitas masyarakat kecil maka masyarakat adalah komunitas
dalam kehidupan sosial yang terbesar. Dalam masyarakat strata sosial yang merupakan
penjelmaan dari suku, ras, agama, antar golongan, pendidikan, jabatan, satus, dan sebagainya.
Pergaulan yang terkadang kurang bersahabat sering memicu konflik sosial. Gosip bukanlah
ucapan haram dalam pandangan masyarakat tertentu. Keributan, pertengkaran, perkelahian,
perampokan, pembunuhan, perjudian perilaku jahiliyah lainnya sudah menjadi santapan
sehari-hari masyarakat.
Namun, sayangnya harapan hanya tinggal harapan. Anak didik tidak dapat berharap
banyak kepada lingkungan masyarakat. Hidup dalam masyarakat yang tidak terpelajar
cenderung menimbulkan masalah bagi anak didik. Mungkin didalamnya sering terjadi
keributan, lingkungan sekelilingnya yang kotor dengan segala ketidakteraturannya dalam
menata lingkungan hidup. Lingkungan masyarakat seperti ini adalah lingkungan yang kurang
bersahabat pada anak didik, karena anak didik tidak mungkin dapat belajar dengan tenang.
Bau yang tidak sedap dari lingkungan yang kotor atau jorok membuat anak didik sukar
berkonsentrasi
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa hidup ditengah masyarakat yang
heterogen serta tidak terpelajar dapat menimbulkan efek negative bagi anak didik dan itu
sangat berpengaruh pada prestasi belajar anak. Apalagi hidup dalam lingkungan yang kotor
serta bau yang tidak sedap sangat mengganggu konsentrasi anak dalam belajar

Masalah dan Tantangan Pendidikan NonFormal


Masalah pendidikan nonformal bukan sekadar persoalan masyarakat yang buta aksara, angka
dan buta Bahasa Indonesia. Akan tetapi permasalahan pendidikan nonformal semakin meluas
seperti:

 ketidakjelasan penyelenggaraan pendidikan noformal (standar-standar penjaminan mutu


pendidikan nonformal),
 ketidakjelasan sistem insentif bagi pendidik dan tenaga kependidikan nonformal,
 masih banyaknya lembaga penyelenggara pendidikan nonformal yang belum profesional,
 kekurangan lembaga penjaminan mutu penyelenggaraan pendidikan nonformal.

Permasalahan lain yang berkaitan dengan program-program pendidikan nonformal adalah


masalah sasaran didik (warga belajar) yang selalu bergulat dengan: masyarakat miskin,
terdiskriminasi, penganggur, masyarakat yang kurang beruntung, anak jalanan, daerah
konflik, traffiking, penganggur, masyarakat pedalaman, daerah perbatasan dll.

Di samping itu pula persoalan pendidikan nonformal juga terletak pada tidak adanya
kepedulian kita sebagai masyarakat yang melek pendidikan terhadap keberadaan pendidikan
nonformal dan kondisi masyarakat sekitar.

Tantangan utama Pendidikan Nonformal adalah masih banyaknya masyarakat yang belum
mengerti dan mengenal secara jelas tentang keberadaan dan peran pendidikan nonformal di
tengah-tengah mereka. Seringkali masyarakat bertanya tentang apa itu PLS (pendidikan luar
sekolah), apa itu PKBM, apalagi tentang PNF (pendidikan nonformal) sebagai istilah baru
(sebutan lain bagi PLS).

Cara Mengatasi Kesulitan Belajar

a. Identifikasi Kasus

Identifikasi kasus merupakan upaya untuk menemukan siswa yang diduga memerlukan
layanan bimbingan belajar. Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) memberikan
beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi siswa yang diduga mebutuhkan
layanan bimbingan belajar, yakni :

1) “Call them approach; melakukan wawancara dengan memanggil semua siswa secara
bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan siswa yang benar-benar
membutuhkan layanan bimbingan.
2) Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban
sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru dengan siswa. Hal ini dapat
dilaksanakan melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan
belajar mengajar saja, misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-
situasi informal lainnya.
3) Developing a desire for counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah
penyadaran siswa akan masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara
mendiskusikan dengan siswa yang bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti
tes inteligensi, tes bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta
diupayakan berbagai tindak lanjutnya.
4) Melakukan analisis terhadap hasil belajar siswa, dengan cara ini bisa diketahui tingkat
dan jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang dihadapi siswa.
5) Melakukan analisis sosiometris, dengan cara ini dapat ditemukan siswa yang diduga
mengalami kesulitan penyesuaian social”

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa seorang guru sangat berperan penting
dalam upaya mengatasi anak yang memiliki kesulitan belajar, ada beberapa cara yang dapat
dilakukan dalam mengatsi anak yang berkesulitan belajar yaitu melakukan wawancara atau
tes misalnya. Peserta didik sangat membutuhkan bantuan dari orang lain atau guru dalam
upaya mengatasi kesulitan belajarnya.

b. Identifikasi Masalah

Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau
masalah yang dihadapi siswa. Untuk mengidentifikasi masalah siswa, Prayitno dkk. telah
mengembangkan suatu instrumen untuk melacak masalah siswa, dengan apa yang disebut
Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini sangat membantu untuk mendeteksi lokasi
kesulitan yang dihadapi siswa, seputar aspek :

a) jasmani dan kesehatan;


b) diri pribadi;
c) hubungan sosial;
d) ekonomi dan keuangan;
e) karier dan pekerjaan;
f) pendidikan dan pelajaran;
g) agama, nilai dan moral;
h) hubungan muda-mudi;
i) keadaan dan hubungan keluarga; dan
j) waktu senggang.

c. Diagnosis

Diagnosis merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang


melatar belakangi timbulnya masalah siswa.

d. Prognosis

Langkah ini untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami siswa masih
mungkin untuk diatasi serta menentukan berbagai alternatif pemecahannya, Hal ini dilakukan
dengan cara mengintegrasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil langkah kedua dan ketiga.
Proses mengambil keputusan pada tahap ini seyogyanya terlebih dahulu dilaksanakan
konferensi kasus, dengan melibatkan pihak-pihak yang kompeten untuk diminta bekerja sama
menangani kasus – kasus yang dihadapi.

e. Pengajaran remedial atau referal (Alih Tangan Kasus)

Pengajaran remedial adalah salah satu bentuk pengajaran yang bertujuan untuk
mengatasi kesulitan belajar yang dialami siswa yang mengalami kesulitan belajar. Pengajaran
remedial dititik beratkan pada pengajaran yang bersifat individual.45 Jika jenis dan sifat serta
sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembelajaran dan masih masih
berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau guru pembimbing, pemberian bantuan
bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri. Namun, jika
permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang lebih mendalam dan lebih luas
maka selayaknya tugas guru atau guru pembimbing sebatas hanya membuat rekomendasi
kepada ahli yang lebih kompeten.

Untuk kasus-kasus tertentu yang penanganannya merupakan kewenangan psikolog,


pembimbing tidak boleh memaksakan diri untuk memecahkannya. Pembimbing harus
menyerahkan atau mengalihkan tanggung jawab pemecahannya (merujuknya) kepada
psikolog. Prinsip inilah yang disebut dengan alih tangan kasus.

Untuk kasus-kasus tertentu yang penanganannya merupakan kewenangan psikolog,


pembimbing tidak boleh memaksakan diri untuk memecahkannya. Pembimbing harus
menyerahkan atau mengalihkan tanggung jawab pemecahannya (merujuknya) kepada
psikolog. Prinsip inilah yang disebut dengan alih tangan kasus.
Dengan demikian alih tangan kasus dapat dimaknai dengan upaya mengalihkan atau
memindahkan tanggung jawab memecahkan masalah atau kasus-kasus tertentu yang dialami
siswa kepada orang lain (petugas pembimbing lain) yang lebih mengetahui dan berwenang

Anda mungkin juga menyukai