Dosen Pengampu
Essha Paulina K., S.Psi., M.Psi.,
Dan
Sri Wiworo R.I.H., S.Psi., M.Psi., Psikolog
Oleh :
Intan Fatmawati 1901010050
Ayu Dwi Lestari 1901010063
1.3. Manfaat
1.3.1. Manfaat Teoritis
1. Rancangan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
terhadap keilmuan psikologi yang berkaitan dengan kecemasan
anak.
2. Sebagai referensi tambahan bagi penulis lain yang akan meneliti
kecemasan anak.
1.3.2. Manfaat Praktis
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan
terkait dengan fenomenanya yaitu kecemasan anak yang
disebabkan oleh pola asuh permisif orang tua dan membuat
anak melakukan prokrastinasi berakhir dengan kecemasan yang
dirasakannya.
2. Bagi Masyarakat
Hasil rancangan ini dapat dipakai sebagai solusi menangani
prokrastinasi yang dialami anak-anak.
BAB II
DASAR TEORI
1. Pola Asuh
1.1 Jenis-Jenis Pola Asuh
Setiap orang tua dalam mengasuh anaknya memiliki tujuan dan
harapan bagi kehidupan anak mendatang. Orang tua berusaha menerapkan
pola pengasuhan yang mereka anggap mampu mewujudkan tujuan dan
harapan tersebut. Terdapat beberapa macam jenis pola asuh yang diterapkan
orang tua. Baumrind (Santrock, 2007) menjelaskan empat jenis pola asuh:
a. Pengasuhan Otoriter
Pengasuhan otoriter adalah gaya yang membatasi dan
menghukum, dimana orang tua mendesak anak untuk mengikuti arahan
dan menghormati pekerjaan dan upaya mereka. Orang tua yang otoriter
menerapkan batas dan kendali yang tegas pada anak dan kendali yang
tegas pada anak dan meminimalisir perdebatan verbal. Orang tua yang
otoriter juga mungkin sering memukul anak, memaksakan aturan secara
kaku tanpa menjelaskannya, dan menunjukan amarah pada anak. Anak
dari orang tua yang otoriter seringkali tidak bahagia, ketakutan, minder
ketika membandingkan diri dengan orang lain, tidak mampu memulai
aktivitas, dan memiliki kemampuan komunikasi yang lemah. Anak dari
orang tua yang otoriter mungkin berperilaku agresif.
b. Pengasuhan Demokrasi
Pengasuhan demokrasi mendorong anak untuk mandiri namun
masih menerapkan batas dan kendali pada tindakan mereka. Tindakan
verbal memberi dan menerima dimungkinkan, dan orang tua bersikap
hangat dan penyanyang terhadap anak. Orang tua yang demokrasi
mungkin merangkul anak dengan mesra. Orang tua yang demokrasi
mungkin menunjukkan kesenangan dan dukungan sebagai respon
terhadap perilaku anak yang dewasa, mandiri, dan ceria, bisa
mengendalikan diri dan berorientasi, dan berorientasi pada prestasi;
mereka cenderung untuk mempertahankan hubungan yang ramah
dengan teman sebaya, bekerja sama dengan orang dewasa, dan bisa
mengatasi stress dengan baik.
c. Pengasuhan yang Mengabaikan
Pengasuhan yang mengabaikan adalah gaya dimana orang tua
sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak. Anak yang memiliki orang
tua yang mengabaikan merasa bahwa aspek lain kehidupan orang tua
lebih penting dari pada diri mereka. Anak-anak inicenderung tidak
memiliki kema mpuan sosial dan banyak diantaranya memiliki
pengendalian diri yang buruk dan tidak mandiri. Mereka sering kali
memiliki harga diri yang rendah, tidak dewasa,dan mungkin terasing
dari keluarga. Dalam masa remaja, mereka mungkin menunjukan sikap
suka membolos dan nakal.
d. Pengasuhan Permisif
Pengasuhan permisif adalah gaya pengasuhan dimana orang tua
sangat terlibat dengan anak namun tidak terlalu menuntut atau
mengontrol mereka. Orang tua macam ini membiarkan anak melakukan
apa yang ia inginkan. Hasilnya, anak tidak pernah belajar
mengendalikan perilaku sendiri dan selalu berharap mendapatkan
keinginannya. Beberapa orang tua sengaja membesarkan anak mereka
dengan cara ini karena mereka percaya bahwa kombinasi antara
keterlibatan yang hangat dan sedikit batasan akan menghasilkan anak
yang kreatif dan percaya diri. Namun, anak yang memiliki orang tua
yang selalu menurutinya jarang belajar menghormati orang lain dan
mengalami kesulitan untuk mengendalikan perilakunya. Mereka
mungkin mendominasi, egosentris, tidak menuruti aturan, dan kesulitan
dalam berhubungan dengan teman sebaya.
2. Prokrastinasi Akademik
3.1 Hakikat Prokrastinasi Akademik
Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan
awalan “pro” yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan akhiran
“crastinus” yang berarti keputusan hari esok. Jika digabungkan menjadi
“menangguhkan” atau “menunda sampai hari berikutnya” (Ghufron &
Risnawita, 2010).
Menurut Brown dan Holzman (dalam Ghufron & Risnawita, 2010)
prokrastinasi akademik adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan
suatu kecenderungan menunda-nunda penyelesaian suatu tugas atau
pekerjaan. Individu yang tidak segera menyelesaikan tugas dan terus
menunda-nunda tugas tersebut baik secara beralasan ataupun tidak berarti
telah melakukan prokrastinasi. Setiap penundaan dalam melakukan suatu
tugas disebut prokrastinasi. Prokrastinasi akademik sebagai bentuk
penghindaran dalam mengerjakan tugas yang seharusnya diselesaikan oleh
individu, namun individu yang melakukan prokrastinasi lebih memilih
menghabiskan waktu dengan teman atau pekerjaan lain sehingga menyita
waktu untuk menyelesaikan tugasnya secara baik.
Ferrari (dalam Ghufron & Risnawita, 2010) juga membagi
prokrastinasi menjadi dua, yaitu:
a. Fungtional procrastination, yaitu penundaan mengerjakan tugas yang
bertujuan untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap dan akurat.
b. Disfungtional procrastination, yaitu penundaan yang tidak bertujuan,
berakibat jelek dan menimbulkan masalah.
Burka dan Yuen (Ghufron & Risnawita, 2010), mengatakan adanya
aspek irasional yang dimiliki oleh seorang procrastinator (pelaku
prokrastinasi). Seorang prokrastinator memiliki pandangan bahwa suatu
tugas harus dikerjakan dengan sempurna sehingga ia lebih merasa nyaman
untuk tidak melakukannya dengan segera, dikarenakan jika tugas dikerjakan
dengan segera maka tidak akan dihasilkan hasil yang sempurna. Penundaan
yang dapat dikatakan sebagai prokrastinasi apabila penundaan tersebut sudah
merupakan pola atau kebiasaan yang menetap yang selalu dilakukan
seseorang ketika menghadapi suatu tugas dan penundaan tersebut disebabkan
oleh adanya keyakinan-keyakinan yang irasional. Prokrastinator seringkali
merasa optimis terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan tugas pada
saat mendekati tenggat waktu . Prokrastinator yang sukses setelah melakukan
prokrastinasi juga cenderung mengulang pola perilakunya.
Berdasarkan teori prokrastinasi akademik yang telah dikemukakan,
dapat disimpulkan bahwa prokrastinasi akademik adalah bentuk penundaan
dalam memulai atau menyelesaikan suatu tugas yang seharusnya
diselesaikan, melakukan kegiatan lainnya sehingga menyita waktu dalam
penyelesaian tugas.
a.
BAB III
MATERI KEGIATAN
3.2. Penyebab
1. (Merasa memiliki banyak waktu) Cenderung kurang memprioritaskan tugas
yang waktu pengumpulannya masih lama dari pada yang dekat.
2. Merasa tidak mampu untuk berhasil menyelesaikan tugas.
3. Cenderung menolak mengerjakan tugas yang tidak menyenangkan.
3.3. Dampak
1. Tugas menumpuk
2. Mengalami kecemasan
3. Kualitas tugas rendah
4. Stres dan kurang fokus
3.4. Solusi Mengatasi Prokrastinasi
1. Cari pemicu dari penundaan atau prokrastinasi. Ada beberapa pemicu
seseorang merasa enggan mengerjakan tugas.
a) Tugas yang dikerjakan membosankan
b) Tugas yang diberikan membuat frustasi
c) Merasa sulit untuk mengerjakan tugasnya
d) Tugas yang diberikan tidak terstruktur
e) Tugas tidak menyenangkan untuk dikerjakan.
f) Tidak merasa mendapatkan makna pribadi dari tugas yang diberikan
2. Jika prokrastinasi sampai menyebabkan kecemasan, maka ada beberapa
cara yang bisa dilakukan diantaranya:
a) Ambil napas panjang. Hal pertama yang bisa dilakukan untuk
mengatasi rasa cemas adalah dengan mengambil napas panjang. Cara
sederhana ini dapat membantu tubuh mengaktifkan respons relaksasi
tubuh, sehingga stres dan kecemasan yang dirasakan dapat berkurang.
Untuk mempraktikkan teknik pernapasan ini, hanya perlu menarik
nafas panjang melalui hidung. Kemudian, menahan napas selama
beberapa detik. Lalu, mengembuskan napas melalui mulut secara
perlahan. Tak hanya saat merasa cemas, latihan pernapasan ini juga
bisa dipraktikkan setiap hari untuk membantu melepaskan pikiran yang
mengganggu.
b) Berbicara dengan orang lain. Biasanya, ketika seseorang mengalami
cemas berlebihan, ia cenderung menarik diri dari lingkungan sosial.
Padahal, salah satu cara untuk menghilangkan rasa cemas adalah
adanya dukungan sosial dari orang terdekat. Sebaliknya, mengisolasi
diri dari lingkungan bukanlah jalan keluar dari kekalutan yang sedang
Anda alami. Oleh karena itu, ketika sedang mengalami kecemasan,
cobalah untuk mengungkapkan apa yang dirasakan dan tetaplah
menjalin hubungan dengan lingkungan sekitar.
c) Lakukan apa yang disukai. Selain mengurangi rasa sedih, melakukan
hobi atau aktivitas yang disukai juga bisa menjadi salah satu cara untuk
mengatasi kecemasan. Cara menyenangkan ini bisa membantu tubuh
melepaskan hormon oksitosin, yang merupakan pereda stres dan
kecemasan alami. Pilihlah aktivitas yang disukai, seperti nonton film,
jalan-jalan, bernyanyi, dan sebagainya.
d) Konsumsi makanan sehat, Tanpa disadari, makanan yang dikonsumsi
dapat berdampak pada perasaan. Mengonsumsi makanan atau
minuman berkafein terlalu banyak bisa meningkatkan rasa kecemasan.
e) Tidur yang cukup. Masalah tidur seringkali muncul saat merasakan
kecemasan. Padahal, tubuh membutuhkan istirahat atau tidur tambahan
saat mengalami stres, untuk mengurangi risiko berbagai macam
penyakit. Oleh karena itu, sebaiknya berusahalan untuk tidur yang
cukup saat mengalami kecemasan. Cukupilah kebutuhan tidur
setidaknya 7 jam per hari dan menciptakan suasana tidur yang nyaman,
seperti mematikan lampu kamar.
f) Berpikirlah positif. Satu hal yang bisa membuat rasa cemas semakin
memburuk adalah pikiran negatif tentang diri sendiri atau lingkungan
sekitar. Sebaliknya, berpikir positif justru bisa memberi manfaat bagi
kesehatan mental dan fisik, termasuk menghilangkan kecemasan yang
dimiliki. Oleh karena itu, salah satu cara untuk mengatasi rasa cemas
adalah dengan berpikir positif. Yakinkan diri bahwa kekhawatiran dan
kecemasan yang dirasakan dapat memotivasi diri serta menghindari
dari hal-hal buruk. Sebagai contoh, saat merasa cemas menghadapi
ujian sekolah, cobalah menjadikan perasaan tersebut untuk menambah
memotivasi belajar dan mendapatkan nilai yang baik.
3. Buat Daftar tugas dan deadline tugas
4. Buat prioritas mengerjakan tugas
5. Lakukan aja dulu
6. Berikan reward untuk diri sendiri setelah mengerjakan tugas!
3.5. Analisis
Analisis Pola Asuh
Perilaku prokrastinasi yang dialami anak dapat disebabkan oleh pola asuh orang
tua kepada anaknya. Orang tua yang menerapkan pola asuh permisif biasanya
akan berdampak banyak kepada anak. Pola asuh permisif biasanya akan
cenderung cuek, membebaskan dan tidak memberikan peraturan-peraturan
kepada anak baik dalam kondisi benar maupun salah.
Dengan kondisi seperti ini, menjadikan anak yang kurang perhatian, kurang
pengawasan dari orang tua dan berakhir dengan penundaan yang dilakukannya.
Rice, F.P. & Dolgin, K.G. (2008). The adolescent development, relationships, and
culture. (12 th ed.). United States of America: Pearson International
Edition.
John W. Santrock (2007). Perkembangan Anak. Jilid 1 Edisi kesebelas. Jakarta :
PT. Erlangga.
Lestari, Sri. (2012). Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan
Konflik Dalam Keluarga. Jakarta: Kencana.
Ghufron & Risnawita. (2011). Teori-Teori Psikologi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Madia.
Ferrari, Joseph R., Johnson, J. & McCown, W. 1995. Procrastination and Task
Avoidance. New York, USA: Plenum Press.
Rahmawati. M. (2011). Pengurangan Prokrastinasi Akademik dalam
Menyelesaikan Tugas Bahasa Ingris Melalui Kelompok Belajar pada
Siswa Kelas X MA Ali Maksum Yogyakarta. Skripsi. Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta