Anda di halaman 1dari 7

Jenis-Jenis Pola Asuh

Hubungan dengan orangtua merupakan dasar bagi perkembangan


emosional dan sosial anak. Beberapa ahli mempercayai bahwa kasih sayang
orangtua selama beberapa tahun pertama kehidupan merupakan kunci utama
perkembangan sosial anak, meningkatkan kemungkinan anak memiliki
kompetensi secara sosial dan penyesuaian diri yang baik pada tahun prasekolah
dan setelahnya (Al-Faruq & Sukatin, 2020). Pola asuh adalah pola perilaku yang
diterapkan pada anak dan bersifat relative konsisteni dari waktu ke waktu. Pola
asuh orangtua merupakan segala bentuk dan proses interaksi yang terjadi antara
orangtua dan anak yang dapat memberi pengaruh terhadap perkembangan anak
(Clara & Wardani, 2020). Pola asuh bertujuan untuk mempertahankan kehidupan
fisik anak dan meningkatkan kesehatannya, memfasilitasi anak untuk
mengembangkan kemampuan sejalan dengan tahapan perkembangan dan
mendorong peningkatan kemampuan berperilaku sesuai dengan nilai agama dan
budaya yang diyakini (Al-Faruq & Sukatin, 2020)
Terdapat perbedaan yang berbeda-beda dalam mengelompokkan pola asuh
orangtua dalam mendidik anak yang antara satu dengan yang lainnya hampir
mempunyai persamaan. Menurut Merry dalam (Subagia, 2021) menyatakan ada
tiga jenis pola asuh yang dilakukan orang tua terhadap anak-anaknya yaitu (1)
pola asuh authoritarian; (2) pola asuh authoritative; dan (3) pola asuh permisif.
Adapun tipe pola asuh menurut Jeanne Ellis Ormrod dalam (Dacholfany &
Hasanah, 2021) yang biasanya diterapkan didalam mengasuh anak dalam keluarga
diantaranya yaitu sebagai berikut:
1. Otoritatif
Orangtua yang memilih pola asuh ini menciptakan lingkungan rumah yang
penuh kasih dan dukungan, menerapkan ekspektasi dan standar yang
tinggi dalam berperilaku, memberikan penjelasan apa yang dapat
dilakukan dan tidak dapat dilakukan, menegakkan aturan-aturan keluarga
secara konsisten, melibatkan anak dalam pengambilan keputusan dan
menyediakan kesempatan untuk menikmati kebebasan anak sesuai dengan
usianya. Dalam pola asuh ini orangtua menganggap sederajat hak dan
kewajiban karena dalam pola asuh ini orangtua memberikan kebebasan
dan bimbingan kepada anak.
2. Otoritarian
Pada saat keluarga dalam kondisi ekonomi yang kurang atau berada dalam
lingkungan yang kumuh biasanya orangtua akan menerapkan pola asuh
otoritarian ini yang lebih jarang menampilkan kehangatan emosional.
Adanya tekanan-tekanan yang timbul akibat ekonomi yang kurang,
sedemikian kuatnya sehingga menghambat kemampuan orangtua untuk
mengajak anak-anaknya bertukar pikiran mengenai peraturan-peraturan
yang ada didalam keluarga. Anak dengan pola asuh seperti ini akan
cenderung tidak bahagia, cemas, memiliki kepercayaan diri yang rendah,
kurang inisiatif, anak sangat bergantung pada orang lain, kurang memiliki
keterampilan sosial dan prososial, memiliki gaya komunikasi yang koersif
dalam berhubungan dengan orang lain, serta anak akan cenderung menjadi
anak yang pembangkang.
3. Permisif
Orangtua dengan pola asuh ini cenderung tidak mau terlibat dan tidak mau
peduli terhadap kehidupan anaknya. Walaupun tinggal dalam satu rumah
orangtua akan cenderung tidak tau perkembangan dari anak mereka. Hal
ini akan menimbulkan berbagai efek negatif bagi anak diantaranya egois,
tidak patuh terhadap orangtua, tidak termotivasi, tergantung pada orang
lain, memiliki harga diri yang rendah, tidak memiliki kontrol diri yang
baik, dan merasa bukan bagian penting dari orangtuanya.
4. Acuh tak acuh
Pola asuh tipe acuh tak acuh ini sama halnya dengan pola asuh permisif
namun pada pola asuh ini orangtua masih memberikan sedikit dukungan
emosional, menerapkan sedikit ekspektasi atau standar berperilaku bagi
anak, dan menunjukkan sedikit minat pada kehidupan anak.
Pola asuh menurut Stewart dan Koch dalam (Nurachma, Hendriyani, Albertina,
Badar, & Purwanti, 2020) terdiri dari empat keenderungan pola asuh yang
diterapkan orang tua terhadap anaknya yaitu (1) Pola asuh otoriter, (2) pola asuh
demokratis, (3) pola asuh liberal, (4) pola asuh situsional.
1. Pola Asuh Otoriter
Orangtua dengan pola asuh ini menerapkan peraturan secara ketat dan
sepihak, cenderung menggunakan pendekatan yang bersifat diktator,
menonjolkan wibawa, dan menghendaki ketaatan yang mutlak. Pola asuh
otoriter adalah pola asuh yang menekankan pada pengawasan atau kontrol
orangtua pada anak. Pola asuh cenderung bersifat memaksa anak agar
selalu patuh dan selalu mengikuti orangtua tanpa banyak alasan, apapun
yang dilakukan anak maka orangtua harus mengetahuinya. Anak dengan
pola asuh yang seperti ini cenderung memiliki karakteristik sifat yang
penakut, pendiam, introvet, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka
melanggar norma, kepribadian lemah, cemas dan menahan diri, namun
anak dengan pola asuh ini memiliki kompetensi dan tanggung jawab
seperti orang dewasa. Orang tua dengan pola asuh ini tidak memberikan
kesempatan anak untuk mengungkapkan pendapat serta perasaannya untuk
memunculkan perilaku agresif. Dari pemaparan diatas terlihat bahwa
semakin dihadang kebutuhan seseorang untuk mencapai tujuan akan
menjadikan prakondisi agresif semakin tertekan dan mengakumulasi
sehingga muncul perilaku agresif.
2. Pola Asuh Demokratis
Pola asuh demokratis adalah sikap orangtua dengan kontrolnya mengikat,
bersikap responsif terhadap kebutuhan anak, mendorong anak untuk
menyatakan pendapatnya, memberikan penjelasan tentang baik dan buruk.
Dalam pola asuh ini anak akan mampu mengembangkan kontrol terhadap
perilakunya sendiri. Hal ini membuat anak mampu berdiri sendiri,
bertanggung jawab, dan memiliki kepercayaan diri, daya kreativitasnya
berkembang dengan baik. Orangtua membuat aturan-aturan yang
disepakati secara bersama. Orangtua bersikap sebagai pemberi pendapat
dan pertimbangan terhadap aktivitas anak. Secara bertahap orangtua akan
memberikan tanggung jawab sesuai dengan usia anak.
3. Pola Asuh Liberal
Pola asuh ini cenderung memberikan kebebasan tanpa batas pada anak
untuk berperilaku atau bertindak sesuai dengan keinginannya. Pola asuh
permisif adalah orang tua bersikap mengalah, menuruti semua keinginan,
melindungi secara berlebihan, serta memberikan atau memenuhi semua
keinginan anak secara berlebihan. Pola asuh yang berlebihan seperti ini
mengakibatkan timbulnya tingkah laku yang lebih agresif dan implusif.
Anak dari pola asuh seperti ini tidak dapat mengontrol diri sendiri, tidak
mau patuh atau terkadang tidak terlibat dalam kegiatan di kelas.
4. Pola Asuh Situasional
Pola asuh ini tidak berdasarkan pola asuh tertentu, tetapi semua tipe
tersebut diterapkan secara luwes atau secara fleksibel sesuai
keadaan/kondisi.
Ada banyak teori mengenai pola asuh orangtua terhadap anak dalam keluarga.
Secara umum pola asuh orangtua dikategorikan menjadi 3 yaitu (1) pola asuh
otoriter, (2) pola asuh demokrasi, (3) pola asuh permisif (Nurhasanah & Indrajit,
2021)
Menurut Diana Baumrind yang dikembangkan oleh Maccoby dan Martin
dalam (Clara & Wardani, 2020) bahwa orang tua berinteraksi dengan anaknya
lewat salah satu dari empat cara Authoritarian, Authoritative, Neglectful,
Indulgent. Menurutnya keempat gaya pola asuh ini mengikutsertakan dimensi-
dimensi penerimaan dan sikap responsif disatu pihak serta tuntutan dan kontrol
dipihak lain (Pramudianto, 2020).
1. Pola Asuh Authoritarian
Pola asuh ini adalah pola asuh yang membatasi dan menghukum dengan
sedikit pertukaran verbal. Orangtua akan mendesak anak untuk mengikuti
arahan mereka dan menghargai kerja keras serta usaha. Anak yang
mendpat pengasuhan ini cenderung bersifat curiga kepada orang lain,
merasa tidak percaya, serta prestasi belajarnya lebih rendah dibandingkan
teman-temannya.
2. Pola Asuh Authoritative
Pola asuh ini cenderung mendorong anak untuk mandiri namun tetap
meletakkan batas-batas dan kendali atas tindakan mereka. Orangtua
menunjukkan kehangatan dan pertukaran verbal masih diizinkan. Inti dari
pola asuh ini adalah meningkatkan perasaan positif anak supaya anak
memiliki kapabilitas untuk bertanggung jawab dan mandiri.
3. Pola Asuh Neglectful
Pola asuhini merupakan orangtua tidak terlibat dalam kehidupan anak
mereka. Anak-anak dengan pola asuh ini menganggap bahwa ada hal lain
yang penting dari dirinya dikehidupan orangtuanya. Dampaknya anak
bertumbuh menjadi individu yang tidak kompenten dalam bersosialisasi,
tidak dapat menegendalikan diri dengan baik, kesulitan untuk mandiri.
4. Pola Asuh Indulgent
Pola asuh ini merupakan pola asuh yang dimana orangtua terlibat dengan
anak-anaknya namun hanya memberikan sedikit batasan pada mereka.
Mereka percaya bahwa dengan begitu anak akan menjadi individu yang
kreatif dan percaya diri.
Sedangkan Menurut Hoffman dalam (Octavia, 2021) menemukakan terdapat
tiga jenis pola asuh orang tua terhadap remaja yaitu:
1. Pola Asuh Bina Kasih (Induction), yaitu pola asuh yang diterapkan
orangtua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa memberikan
penjelasan yang masuk akal terhadap setiap keputusan dan perlakuan yang
diambil oleh anaknya.
2. Pola Asuh Unjuk Kuasa (Power Assertion), yaitu pola asuh yang
diterapkan oleh orangtua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa
memaksakan kehendaknya untuk dipatuhi oleh anak meskipun anak tidak
dapat menerimanya.
3. Pola Asuh Lepas Kasih (Love Withdrawal), yaitu pola asuh yang
diterapkan orangtua dalam mendidik anaknya dengan cara menarik
sementara cinta kasihnya ketika anak tidak menjalankan apa yang
dikehendaki orangtuanya, tetapi jika anak sudah mau melaksanakan apa
yang dikehendaki orangtuanya maka cinta kasihnya itu dikembalikan
seperti sediakala.
Dalam konteks pengembangan kepribadian remaja termasuk pengembangan
hubungan sosial, pola asuh yang disarankan oleh Hoffman untuk diterapkan
adalah pola asuh bina kasih (induction) artinya setiap keputusan yang diambil
orangtua tentang anak anak remajanya harus senantiasa disertai dengan penjelasan
atau alasan yang rasional. Dengan demikian remaja dapat mengembangkan
pemikirannya untuk kemudian mengambil keputusan mengikuti atau tidak
terhadap keputusan atau perlakuan orangtuanya (Jahja, 2015).
Dari berbagai pendapat para ahli tentang macam-macam bentuk pola asuh
diatas pada intinya hampir sama. Misalnya authoritarian,otoriter semuanya
menekankan pada sikap kekuasaan, kedisplinan dan kepatuhan yang berlebihan.
Demikian pula halnya dengan pola asuh authoritative, demokratis menekankan
sikap terbuka dari orangtua terhadap anak. Sedangkan pola asuh neglectful,
indulgent, dan permisif orangtua cenderung membiarkan atau tidak mau ikut
campur, bebas, acuh tak acuh, apa yang dilakukan oleh anak diperbolehkan
orangtua.
Dalam kehidupan sehari-hari orangtua secara murni tidak hanya menerapkan
satu pola asuh tapi sering kali menggunakan tiper perlakuan campuran dari
beberapa pola asuh, sebagaimana yang dijelaskan oleh Baumrind dan Symonds.
Keluarga khususnya orangtua sebagai pemegang kendali sekaligus penanggung
jawab dalam rangka pengasuhan dan pemenuhan kebutuhannya.
Bibliography
Al-Faruq, M. S., & Sukatin. (2020). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: DEEPUBLISH.

Clara, E., & Wardani, A. A. (2020). SOSIOLOGI KELUARGA. Jakarta Timur: UNJ PRESS.

Dacholfany, M. I., & Hasanah, U. (2021). Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep
Islam. Jakarta: AMZAH.

Jahja, Y. (2015). Psikologi Perkembangan. Jakarta: KENCANA.

Nurachma, E., Hendriyani, D., Albertina, M., Badar, & Purwanti, S. (2020). PENGARUH
PASANGAN PERNIKAHAN DINI TERHADAP POLA PENGASUHAN ANAK.
Pekalongan: NEM.

Nurhasanah, A., & Indrajit, R. E. (2021). Parenting 4.0; Mengenali Pribadi dan Potensi
Anak Generasi Multiple Intelligences. Yogyakarta: ANDI.

Octavia, S. A. (2021). PROFESIONALISME GURU DALAM MEMAHAMI PERKEMBANGAN


Peserta Didik. Yogyakarta: DEEPUBLISH.

Pramudianto. (2020). TEACHER AS A COACH PARENTS AS A COACH. Jakarta: Elex Media


Komputindo.

Subagia, I. N. (2021). POLA ASUH ORANG TUA (Faktor, Implikasi terhadap Perkembangan
Karakter Anak). Bali: NILACAKRA.

Anda mungkin juga menyukai