Anda di halaman 1dari 7

TUGAS 6

KONSELING LINTAS BUDAYA

“Budaya dan Pola Asuh”

Dosen pengampu:
Prof. Dr. Mudjiran, M.S.Kons.

OLEH:
AMANDA AULIA PUTRI
21006002

DEPARTEMEN BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2023
Budaya dan Pola Asuh
Pola asuh merupakan serangkaian aktivitas kompleks yang terdiri dari
perilaku-perilaku spesifik, yang berdiri sendiri maupun saling berinteraksi, yang
dipraktekkan oleh orang tua lewat kegiatan sehari-hari bersama anaknya. Pola
asuh yang diterapkan orang tua memiliki pengaruh yang krusial pada hampir
keseluruhan aspek perkembangan anak, khususnya dalam aspek kognitif, emosi,
dan sosial . Budaya dan Pola Asuh:

A. Pola Asuh Otoriter


Pola asuh secara umum dapat diartikan kepatuhan yang mutlak, hal ini
berarti seseorang akan dapat dan tunduk terhadap kehendaknya dan
keinginanya orang tua. Powell dan Hospon berpendapat orang tua yang
otoriter selalu mengontrol dan biasanya percaya pada pepatah yang tidak
menghukum berarti memanjakan anak
Pola asuh otoriter menurut Baumrind (Kharisma, 2011) adalah gaya
yang membatasi dan bersifat menghukum yang mendesak individu untuk
mengikuti petunjuk orang tua dan untuk menghormati pekerjaan dan usaha.
Pola asuh yang menetapkan standar mutlak yang harus dituruti. Kadang
disertai dengan ancaman. Orang tua seperti itu akan membuat anak tidak
percaya diri, penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang,
suka melanggar norma, kepribadian lemah dan sering menarik diri dari
lingkungan sosial.

Kekurangan dari pola asuh ini menurut Adek, bawa pola asuh otoriter
akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak
berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah,
cemas, dan menarik diri. Pola asuh ini akan menghasilkan anak dengan
tingkah laku pasif dan cenderung menarik diri. Sikap orangtua yang keras
akan menghambat inisiatif anak. Sementara itu Dewi menjelaskan bahwa, di
sisi lain anak yang diasuh dengan pola asuh otoriter cenderung memiliki
kompetensi dan tanggungjawab seperti orang dewasa (Joko dkk, 2009).

B. Laisez Fair
Pola asuh laissez faire ini terlihat pada sikap orang tua yang
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anaknya untuk
menentukan tingkah lakunya sendiri yang dianggap benar oleh anak tanpa
adanya kendali dari orang tua. Anak sedikit sekali dituntut suatu tanggung
jawab dan kewajiban sehingga orang tua seakan acuh tak acuh melepas
tanggung jawab terhadap apa yang dilakukan anak.
Ciri – ciri Pola Asuh Laissez-Faire:
1. Orang tua menuruti kemauan anak baik yang bersifat positif maupun
negatif.
2. Orang tua juga cenderung sangat memanjakan sehingga dalam keluarga
tidak ada peraturan, hukuman maupun disiplin seperti yang diterapkan
dalam pola asuh otoriter dan demokratis.
3. Komunikasi terjadi satu arah yang didominasi anak yang berupa
permintaan – permintaan, pengaduan atau rajukan agar permintaannya
dikabulkan orang tuanya.
4. Dalam pola asuh ini semua kebutuhan anak akan selalu dituruti atau
dengan kata lain orang tua selalu menuruti permintaan anak walau
sebenarnya permintaannya tidak begitu berguna.
5. Anak dibiarkan untuk selalu bebas berpendapat dan perilaku berkembang
tanpa perhatian dan bimbingan dari orang tua.
C. Demokratis
Prasetya (2003) pola asuh demokratis merupakan pola asuh dimana
orang tua lebih memprioritaskan kepentingan anak dibandingkan dirinya,
tetapi mereka tidak ragu-ragu mengendalikan anaknya. Sedangkan menurut
Hurlock (2006) menyatakan metode demokratis menggunakan penjelasan,
diskusi dan penalaran untuk membentuk anak mengerti perilaku tertentu yang
diharapkan. Mereka berani menegur anak agar memiliki sikap, pengetahuan
dan keterampilan-kererampilan yang mendasar kehidupan anaknya dimasa
mendatang.
Suherman (Kristina, 2012) menyatakan bahwa orang tua yang
mempunyai karakteristik sikap demokratis memerlukan pendapat anak dan
memperlihatkan serta mempertimbangkan keingina-keinginan anak.

Menurut Hurlock (2006) bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh
demokratis memperlihatkan ciri-ciri adanya kesempatan anak untuk
berpendapat mengapa anak melanggar peraturan sebelum hukuman
dijatuhkan, hukuman diberikan kepada perilaku salah, dan memberi pujian
ataupun hadiah kepada perilaku yang benar. Pola asuh demokrati ditandai
dengan ciri-ciri; 1) aturan dibuat bersama oleh seluruh anggota keluarga (anak
dan orang tua), 2) orang tua memperhatikan keinginan dan pendapat anaknya,
3) anak diajak mendiskusikan untuk mengambil keputusan, 4) ada bimbingan
dan kontrol dari orang tua, 5) anak mendapat kesempatan untuk
mengemukakan pendapatnya, 6) anak diberi kepercayaan dan tanggungjawab.

Kelebihan dari pola asuh menurut Dewi (dalam Joko dkk, 2009), anak
yang diasuh secara demokratis cenderung aktif, berinisiatif, tidak takut gagal
karena anak diberi kesempatan untuk berdiskusi dalam pengambilan
keputusan di keluarga. Orang tua memberikan pengawasan terhadap anak dan
kontrol yang kuat serta dorongan yang positif. Namun kekurangan dari pola
asuh ini adalah tidak menutup kemungkinan akan berkembang pada sifat
membangkang dan tidak mampu menyesuaikan diri.

Penting untuk mengkaji lebih lanjut mengenai pengasuhan yang


diterapkan orang tua dalam konteks budaya berbeda-beda, khususnya di
Indonesia, negara kepulauan dengan 1.340 suku bangsa serta kebudayaan yang
sangat beragam dan unik (Na’im & Syaputra, 2010). Pengasuhan:

A. Responding
Responding adalah merespon anak dengan tepat. Anak sangat
membutuhkan respon yang tepat dan benar terhadap apa yang mereka
tanyakan atau mereka ketahui, sehingga orang tua harus responding terhadap
anaknya.

B. Preventin Monitoring
Preventing adalah mencegah anak berperilaku yang bermasalah atau
beresiko. Orang tua juga perlu preventing terhadap anak, mencegah dan
mengawasi anak agar tidak berperilaku yang negatif atau beresiko terhadap
diri anak itu sendiri.
Monitoring adalah mengawasi anak berinteraksi dengan lingkungan
sekitar atau perhatian secara penuh. Pengawasan orang tua terhadap anak yang
berusaha beinteraksi dengan lingkungannya sangat dibutuhkan, jika interaksi
yang terjadi negatif maka anak itu akan berperilaku negatif pada orang tua dan
keluarganya.

C. Mentoring
Mentoring adalah membantu secara aktif dalam tindak anak atau pada
peliku anak. Membantu anak agar tidak berperilaku negatif dengan
memberikan pendidikan yang baik dan benar terhadap anak dan anak-anak
akan berperilaku baik atau sopan.
D. Modeling
Modelling adalah menjadi orang tua sebagai contoh yang positif pada
anak. Orang tua adalah modelling untuk anak-anak nya sehingga menjadi
orang tua dituntut untuk selalu memberikan contoh yang baik pada anak-
anaknya.
DAFTAR PUSTAKA

Hurlock, EB. (1980). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang


Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Kharisma, Vivi Prima. “Hubungan Antara Pola Asuh Otoriter Dengan Emotional
Abuse Dalam Hubungan Berpacaran”. Skripsi Fakultas Psikologi. Semarang.
(2011).

Na’im, A. & Syaputra, H. (2010). Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama dan


Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia: Hasil Sensus Penduduk 2010.
Jakarta: Badan Pusat Statistik

Prasetya.( 2003). Pola Asuh Orang tua. Jakarta: Rineka Cipta.

Suharnan. (2012). Pengembangan Skala Kemandirian. Jurnal Psikologi Persona,


Volume I Nomor 02 September.

Anda mungkin juga menyukai