Anda di halaman 1dari 5

TUGAS 4

FILSAFAT PENDIDIKAN
“HAKIKAT DAN TEORI KEBENARAN”

DOSEN PENGAMPU:
Prof. Dr Solfema, M.Pd

OLEH
Amanda aulia putri
21006002

Departemen Bimbingan Dan Konseling


Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Padang
2022
A. Pengertian Kebenaran

Dalam kehidupan manusia, kebenaran adalah fungsi rohaniah. Manusia didalam kepribadian dan
kesadarannya tak mungkin tanpa kebenaran. Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan
tingkatan kebenaran menjadi:

1. Tingkatan kebenaran indera adalah tingkatan yang paling sederhana dan pertama yang
dialami oleh manusia.
2. Tingkatan ilmiah, pengalamn-pengalaman yang didasarkan disamping melalui indera,
diolah pula dengan rasio.

3. Tingkat filsofis, rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah kebenaran itu
semakin tinggi nilainnya.

4. Tingkat relegius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan dihayati
oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan.

Keempat tingkat kebenaran ini berbeda-beda wujud, sifat dan kualitasnya bahkan juga proses dan
cara terjadinya, disamping potensi subjek yang menyadarinya. Potensi subjek yang dimaksud disini
adalah aspek kepribadian yang menangkap kebenaran itu. Misalnya pada tingkat kebenaran indera.
Potensi subjek yang menangakapnya ialah panca indera. Kebenaran itu ialah fungsi kejiwaan,
fungsi rohaniah. Manusia selalu mencari kebenaran itu, membina dan menyempurnakannya sejalan
dengan kematangan kepribadiannya.

B. Jenis-jenis kebenaran:

a. Kebenaran epistemologi (berkaitan dengan pengetahuan)

b. Kebenaran ontologis (berkaitan dengan sesuatu yang ada/diadakan)

c. Kebenaran semantis (berkaitan dengan bahasa dan tutur kata)

Telaah dalam filsafat ilmu, membawa orang kepada kebenaran dibagi dalam tiga jenis.
Menurut A.M.W. Pranaka tiga jenis kebenaran itu adalah 1. Kebenaran epistimologikal; 2.
Kebenaran ontologikal; 3. Kebenaran semantikal.[3]
Kebenaran epistimologikal adalah pengertian kebenaran dalam hubungannya dengan
pengetahuan manusia. Kebenaran dalam arti ontoligikal adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang
melekat kepada segala sesuatu yang ada ataupun diadakan. Sifat dasar ini ada dalam objek
pengetahuan. Kebenaran semenatikal adalah kebenaran yang terdapat serta melekat di dalam tutur
kata dan bahasa. Kebenaran seantikal disebut juga kebenaran moral.
Surajiyo lebih lanjut menguraikan bahwa apabila epistemological terletak didalam adanya
kemanunggalan yang sesuai, serasi,terpadu antara yang dinyatakan oleh proses cognitif intelektual
manusia dengan apa yang sesungguhnya ada didalam objek (esse reale rei), apakah itu konkret
atau abstrak, maka implikasinya adalah bahwa didalam (esse reale rei) tersebut memang
terkandung sifat intelligibilitas (dapat diketahui kebenarannya). Hal adanya intelligibilitas sebagai
kodrat yang melekat didalam objek,didalam benda, barang, makhluk dan sebagainya sebagai objek
potensial maupun riil dari pengetahuan cognitive intelektual manusia itulah yang disebut
kebenaran yang ontological, ialah sifat benar yan

B. Teori-Teori Kebenaran

1. Teori Corespondence, yaitu perbandingan antara realita objek dengan apa yang ditangkap oleh
subjek. Masalah kebenaran menurut teori ini hanyalah perbandingan antara realita oyek (informasi,
fakta, peristiwa, pendaat) dengan apa yang ditangkap oleh subjek (ide, kesan). Jika ide atau kesan
yang dihayati subjek (pribadi) sesuai dengan kenyataan, realita objek, maka sesuatu itu benar. Teori
korepondensi (corespondence theory of truth) menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu keadaan
itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat
dengan objek yang dituju/dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut.

Kebenaran adalah kesesuaian pernyataan dengan fakta, yang berselaras dengan realitas yang serasi
dengan situasi aktual. Dengan demikian ada lima unsur yang perlu yaitu: statement (pernyataan),
persesuaian (agreement), situasi (situation), kenyataan (reality), putusan (judgement).

Kebenaran adalah fidelity to objective reality (kesesuaian pikiran dengan kenyataan). Teori ini
dianut oleh aliran realis. Pelopornya Plato, Aristoteles, dan Moore dikembangakan lebih lanjut oleh
Ibnu Sina, Thomas Aquinas di abad Skolatik, serta oleh Berrand Russel pada abad modern.

2. Teori consintency, Teori ini merupakan suatu usaha pengujian (test) atas arti kebenaran.
mementingkan sebuah kebenaran bukanlah didasarkan atas hubungan subjek dengan realita. Sebab
apabila didasarkan atas hubungan subjek (ide, kesannya dan comprehensionnya) dengan objek,
pastilah ada subjektivitasnya. Oleh karena itu pemahaman subjek yang satu tentang sesuatu realitas
akan mungkin sekali berbeda dengan apa yang ada di dalam pemahaman subyek lain.

Teori ini dipandang sebagai teori ilmiah yaitu sebagai usaha yang sering dilakukan didalam
penelitian pendidikan khususnya didalam bidang pengukuran pendidikan. Teori konsisten dan teori
korepondensi bersifat saling melengkapi. Teori ini sudah ada sejak Pra Socrates, kemudian
dikembangkan oleh Benedictus Spinoza dan George Hegel.

3. Teori Pragmatisme, yaitu berusaha menguji kebenaran ide-ide melalui konskuensi-koskuensi


pada praktek atau pelaksanaanya. Pragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal apra
pendidik sebagai metode project atau metode problem solving dari dalam pengajaran. Tujuan utama
pragmatisme ialah supaya manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus
mampu melakukan penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan lingkungan.
Teori pragmatime (the pragmatic theory of truth) menganggap suatu pertanyaan, teori atau dalil itu
memiliki kebenaran bila memiliki kegunaan dan manfaat bagi kehidupan manusia. Kaum pramatis
menggunakan kriteria kebenarannya dengan kegunaan (utility) dapat dikerjakan (workability) dan
akibat yang memuaskan (satisfactory consequence). Oleh karena itu tidak ada kebenaran yang
mutlak/tetap, kebenarannya tergantung pada manfaat dan akibatnya. Akibat/ hasil yang memuaskan
bagi kaum pragmatis adalah

a) Sesuai dengan keinginan dan tujuan

b) Sesuai dengan teruji dengan suatu eksperimen

c) Ikut membantu dan mendorong perjuangan untuk tetap eksis (ada)

4. Kebenaran Religious, yaitu kebenaran secara ontologis dan aksiologis bersumber dari Tuhan
yang disampaikan melalui wahyu.

Kebenaran adalah kesan subjek tentang suatu realita, dan perbandingan antara kesan dengan relita
objek. Nilai kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan itu adalah objektif namun bersifat
superrasional dan superindividual. Bahkan bagi kaum religius kebenaran Illahi ini adalah kebenaran
tertinggi, dimana semua kebenaran (kebenaran indera, kebenaran ilmiah, kebenaran filosofis) taraf
dan nilainya berada dibawah kebenaran ini: agama sebagai teori kebenaran.

Sebagai makhluk pencari kebenaran, manusia dan mencari dan menemukan kebenaran melalui
agama. Dengan demikian, sesuatu dianggap benar bila sesuai dan koheren dengan ajaran agama
atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak. Agama dengan kitab suci dan hadistnya dapat
memberikan jawaban atas segala persoalan manusia, termasuk kebenaran.
Daftar Pustaka

Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2011.

Hamami, Abas. Sekitar Masalah Ilmu. Surabaya: Bina Ilmu. 1980.

Keraf, A. Sonny. Ilmu Pengetahuan, Sebuah Tinjauan Filosofis. Yogyakarta: Kanisius. 2001.

Muhadjir, Noeng. Filsafat Ilmu, Telaah Sistematis Fungsional Komparatif. Yogyakarta: Rake
Sarasin. 1998.

Surajiyo. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2010.

Susanto, A. Filsafat Ilmu, Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistimologis, dan Aksiologis. Jakarta:
Bumi Aksara. 2013.

Anda mungkin juga menyukai