Anda di halaman 1dari 13

TEORI-TEORI KEBENARAN FILSAFAT

BAB I
RINGKASAN MATERI
Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai
yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan
(human dignity) selalu berusaha memeluk suatu kebenaran.
A. Pengertian Kebenaran dan Tingkatannya
Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi :
1. Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhanan dan pertama
yang dialami manusia
2. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui indara,
diolah pula dengan rasio
3. Tingkat filosofis,rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah kebenaran
itu semakin tinggi nilainya
4. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan
dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan
Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami kebenaran,
sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan
dan pemahaman tentang kebenran, tanpa melaksankan konflik kebenaran, manusia akan
mengalami pertentangan batin, konflik spilogis. Karena di dalam kehidupan manusia
sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya
dan manusia juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang
dimana selalu ditunjukkan oleh kebanaran.
B. Teori-Teori Kebenaran Menurut Filsafat
1. Teori Corespondence menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu kedaan benar itu
terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau
pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut.
2. Teori Consistency Teori ini merupakan suatu usah apengujian (test) atas arti kebenaran.
Hasil test dan eksperimen dianggap relible jika kesan-kesanyang berturut-turut dari
satu penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen yang dilakukan
penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain.
3. Teori Pragmatisme Paragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal apra
pendidik sebagai metode project atau medoe problem olving dai dalam pengajaran.

Mereka akan benar-benar hanya jika mereka berguna mampu memecahkan problem
yang ada. Artinya sesuatu itu benar, jika mengmbalikan pribadi manusia di
dalamkeseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan
utama pragmatisme ialah supaya manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk
ini manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan
lingkungan.
4. Kebenaran Religius Kebenaran tak cukup hanya diukur dnenga rasion dan kemauan
individu. Kebenaran bersifat objective, universal,berlaku bagi seluruh umat manusia,
karena kebenaran ini secara antalogis dan oxiologis bersumber dari Tuhan yang
disampaikan melalui wahyu.
BAB II
PEMBAHASAN
Pendidikan pada umumnya dan ilmu pengetahuan pada khususnya mengemban tugas utama
untuk menemukan, pengembangan, menjelaskan, menyampaikan nilai-nilai kebenaran.
Semua orang yang berhasrat untuk mencintai kebenaran, bertindak sesuai dengan kebenaran.
Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang
menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human
dignity) selalu berusaha memeluk suatu kebenaran.
Kebenaran sebagai ruang lingkup dan obyek pikir manusia sudah lama menjadi penyelidikan
manusia. Manusia sepanjang sejarah kebudayaannya menyelidiki secara terus menerus
apakah hakekat kebenaran itu?
Jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk
melaksanakan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenaran,
tanpa melaksanakan kebenaran tersebut manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik
spikologis. Menurut para ahli filsafat itu bertingkat-tingkat bahkan tingkat-tingkat tersebut
bersifat hirarkhis. Kebenaran yang satu di bawah kebenaran yang lain tingkatan kualitasnya
ada kebenaran relatif, ada kebenaran mutlak (absolut). Ada kebenaran alami dan ada pula
kebenaran illahi, ada kebenaran khusus individual, ada pula kebenaran umum universal.
A. Pengertian Kebenaran dan Tingkatannya
Dalam kehidupan manusia, kebenaran adalah fungsi rohaniah. Manusia di dalam kepribadian
dan kesadarannya tak mungkin tnapa kebanran.
Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi :
5. Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhanan dan pertama
yang dialami manusia
6. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui indara,
diolah pula dengan rasio
7. Tingkat filosofis,rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah kebenaran
itu semakin tinggi nilainya

8. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan
dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan
Keempat tingkat kebenarna ini berbeda-beda wujud, sifat dan kualitasnya bahkan juga
proses dan cara terjadinya, disamping potensi subyek yang menyadarinya. Potensi subyek
yang dimaksud disini ialah aspek kepribadian yang menangkap kebenarna itu. Misalnya
pada tingkat kebenaran indera, potensi subyek yang menangkapnya ialah panca indra.
Kebenaran itu ialah fungsi kejiwaan, fungsi rohaniah. Manusia selalu mencari kebanran
itu, membina dan menyempurnakannya sejalan dengan kematangan kepribadiannya.
Ukuran Kebenarannya :
Berfikir merupakan suatu aktifitas manusia untuk menemukan kebenaran
Apa yang disebut benar oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain
Oleh karena itu diperlukan suatu ukuran atau kriteria kebenaran
Jenis-jenis Kebenaran :
1. Kebenaran Epistemologi (berkaitan dengan pengetahuan)
2. Kebenaran ontologis (berkaitan dengan sesuatu yang ada/ diadakan)
3. Kebenaran semantis (berkaitan dengan bahasa dan tutur kata)
Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami kebenaran,
sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan
dan pemahaman tentang kebenran, tanpa melaksankan konflik kebenaran, manusia akan
mengalami pertentangan batin, konflik spilogis. Karena di dalam kehidupan manusia
sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya
dan manusia juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang
dimana selalu ditunjukkan oleh kebanaran.
Kebenaran agama yang ditangkap dengan seluruh kepribadian, terutama oleh budi nurani
merupakan puncak kesadaran manusia. Hal ini bukan saja karena sumber kebnarna itu
bersal dari Tuhan Yang Maha Esa supernatural melainkan juga karena yang menerima
kebenaran ini adalah satu subyek dengna integritas kepribadian. Nilai kebenaran agama
menduduki status tertinggi karena wujud kebenaran ini ditangkap oleh integritas
kepribadian. Seluruh tingkat pengalaman, yakni pengalaman ilmiah, dan pengalaman
filosofis terhimpun pada puncak kesadaran religius yang dimana di dalam kebenaran ini
mengandung tujuan hidup manusia dan sangat berarti untuk dijalankan oleh manusia.
B. Teori-Teori Kebenaran Menurut Filsafat
1. Teori Corespondence
Masalah kebenaran menurut teori ini hanyalah perbandingan antara realita oyek (informasi,
fakta, peristiwa, pendapat) dengan apa yang ditangkap oleh subjek (ide, kesan). Jika

ide atau kesan yang dihayati subjek (pribadi) sesuai dengan kenyataan, realita, objek,
maka sesuatu itu benar.
Teori korispodensi (corespondence theory of truth) menerangkan bahwa kebenaran atau
sesuatu kedaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud
suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan
atau pendapat tersebut.
Kebenaran adalah kesesuaian pernyataan dengan fakta, yang berselaran dengan realitas yang
serasi dengan sitasi aktual. Dengan demikian ada lima unsur yang perlu yaitu :
1. Statemaent (pernyataan)
2. Persesuaian (agreemant)
3. Situasi (situation)
4. Kenyataan (realitas)
5. Putusan (judgements)
Kebenaran adalah fidelity to objektive reality (kesesuaian pikiran dengan
kenyataan). Teori ini dianut oleh aliran realis. Pelopornya plato, aristotels dan moore
dikembangkan lebih lanjut oleh Ibnu Sina, Thomas Aquinas di abad skolatik, serta
oleh Berrand Russel pada abad moderen.
Cara berfikir ilmiah yaitu logika induktif menggunakan teori korespodensi ini.
Teori kebenaran menuru corespondensi ini sudah ada di dalam masyarakat sehingga
pendidikan moral bagi anak-anak ialah pemahaman atas pengertian-pengertian moral
yang telah merupakan kebenaran itu. Apa yang diajarkan oleh nilai-nilai moral ini
harus diartikan sebagai dasar bagi tindakan-tindakan anak di dalam tingkah lakunya.
Artinya anak harus mewujudkan di dalam kenyataan hidup, sesuai dengan nilainilai moral itu. Bahkan anak harus mampu mengerti hubungan antara peristiwaperistiwa di dalam kenyataan dengan nilai-nilai moral itu dan menilai adakah
kesesuaian atau tidak sehingga kebenaran berwujud sebagai nilai standard atau asas
normatif bagi tingkah laku. Apa yang ada di dalam subyek (ide, kesan) termasuk
tingkah laku harus dicocokkan dengan apa yang ada di luar subyek (realita, obyek,
nilai-nilai) bila sesuai maka itu benar.
2. Teori Consistency
Teori ini merupakan suatu usah apengujian (test) atas arti kebenaran. Hasil test dan
eksperimen dianggap relible jika kesan-kesanyang berturut-turut dari satu penyelidik
bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam
waktu dan tempat yang lain.
Menurut teori consistency untuk menetapkan suatu kebenarna bukanlah didasarkan
atas hubungan subyek dengan realitas obyek. Sebab apabila didasarkan atas hubungan
subyek (ide, kesannya dan comprehensionnya) dengan obyek, pastilah ada

subyektivitasnya. Oleh karena itu pemahaman subyek yang satu tentang sesuatu
realitas akan mungkin sekali berbeda dengan apa yang ada di dalam pemahaman
subyek lain.
Teori ini dipandang sebagai teori ilmiah yaitu sebagai usaha yang sering dilakukan di
dalam penelitian pendidikan khsusunya di dalam bidang pengukuran pendidikan.
Teori konsisten ini tidaklah bertentangan dengan teori korespondensi. Kedua teori ini
lebih bersifat melengkapi. Teori konsistensi adalah pendalaman dankelanjutan yang
teliti dan teori korespondensi. Teori korespondensi merupakan pernyataan dari arti
kebenaran. Sedah teori konsistensi merupakan usaha pengujian (test) atas arti
kebenaran tadi.
Teori koherensi (the coherence theory of trut) menganggap suatu pernyataan benar
bila di dalamnya tidak ada perntentangan, bersifat koheren dan konsisten dengna
pernyataan sebelumnya yang telah dianggap benar. Dengan demikian suatu
pernyataan dianggap benar, jika pernyataan itu dilaksanakan atas pertimbangan yang
konsisten dan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya.
Rumusan kebenaran adalah turth is a sistematis coherence dan trut is consistency. Jika
A = B dan B = C maka A = C
Logika matematik yang deduktif memakai teori kebenaran koherensi ini. Logika ini
menjelaskan bahwa kesimpulan akan benar, jika premis-premis yang digunakan juga
benar. Teori ini digunakan oleh aliran metafisikus rasional dan idealis.
Teori ini sudah ada sejak Pra Socrates, kemudian dikembangan oleh Benedictus
Spinoza dan George Hegel. Suatu teori dianggapbenar apabila telah dibuktikan
(klasifikasi) benar dan tahan uji. Kalau teori ini bertentangan dengan data terbaru
yagn benar atau dengan teori lama yang benar, maka teori itu akan gugur atau batal
dengan sendirinya.
3. Teori Pragmatisme
Paragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal apra pendidik sebagai metode
project atau medoe problem olving dai dalam pengajaran. Mereka akan benar-benar
hanya jika mereka berguna mampu memecahkan problem yang ada. Artinya sesuatu
itu benar, jika mengmbalikan pribadi manusia di dalamkeseimbangan dalam keadaan
tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya manusia
selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu melakukan
penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan lingkungan.
Dalam dunia pendidikan, suatu teori akan benar jika ia membuat segala sesutu menjadi lebih
jelas dan mampu mengembalikan kontinuitas pengajaran, jika tidak, teori ini salah.
Jika teori itu praktis, mampu memecahkan problem secara tepat barulah teori itu benar. Yang
dapat secara efektif memecahkan masalah itulah teori yang benar (kebenaran).

Teori pragmatisme (the pragmatic theory of truth) menganggap suatu pernyataan, teori atau
dalil itu memliki kebanran bila memiliki kegunaan dan manfaat bagi kehidupan
manusia.
Kaum pragmatis menggunakan kriteria kebenarannya dengan kegunaan (utility) dapat
dikerjakan (workobility) dan akibat yagn memuaskan (satisfaktor consequence). Oleh
karena itu tidak ada kebenaran yang mutak/ tetap, kebenarannya tergantung pada
manfaat dan akibatnya.
Akibat/ hasil yang memuaskan bagi kaum pragmatis adalah :
1. Sesuai dengan keinginan dan tujuan
2. Sesuai dengan teruji dengan suatu eksperimen
3. Ikut membantu dan mendorong perjuangan untuk tetap eksis (ada)
Teori ini merupakan sumbangan paling nyata dari pada filsup Amerika tokohnya
adalha Charles S. Pierce (1914-1939) dan diikuti oleh Wiliam James dan John Dewey
(1852-1859).
Wiliam James misalnya menekankan bahwa suatu ide itu benar terletak pada
konsikuensi, pada hasil tindakan yang dilakukan. Bagi Dewey konsikasi tidaklah
terletak di dalam ide itu sendiri, malainkan dalam hubungan ide dengan
konsekuensinya setelah dilakukan. Teory Dewey bukanlah mengerti obyek secara
langsung (teori korepondensi) atau cara tak langsung melalui kesan-kesan dari pada
realita (teori konsistensi). Melainkan mengerti segala sesuai melalui praktek di dalam
program solving.
4. Kebenaran Religius
Kebenaran adalah kesan subjek tentang suatu realita, dan perbandingan antara kesan dengan
realita objek. Jika keduanya ada persesuaian, persamaan maka itu benar.
Kebenaran tak cukup hanya diukur dnenga rasion dan kemauan individu. Kebenaran bersifat
objective, universal,berlaku bagi seluruh umat manusia, karena kebenaran ini secara
antalogis dan oxiologis bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.
Nilai kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan itu adalah objektif namun bersifat
superrasional dan superindividual. Bahkan bagi kaum religius kebenarn aillahi ini
adalah kebenarna tertinggi, dimnaa semua kebanaran (kebenaran inderan, kebenaran
ilmiah, kebenaran filosofis) taraf dan nilainya berada di bawah kebanaran ini :
Agama sebagai teori kebenaran
Ketiga teori kebenaran sebelumnya menggunakan alat, budi,fakta, realitas dan kegunaan
sebagai landasannya. Dalam teori kebanran agama digunakan wahyu yang bersumber
dari Tuhan. Sebagai makluk pencari kebeanran, manusia dan mencari dan menemukan
kebenaran melalui agama. Dengan demikian, sesuatu dianggap benar bila sesuai dan
koheren
dengan
ajaran
agama
atau
wahyu
sebagai
penentu

kebenaran mutlak.agama dengan kitab suci dan haditsnya dapat memberikan jawaban
atas segala persoalan manusia, termasuk kebenaran.
BAB III
KESIMPULAN
Bahwa kebanran itu sangat ditentukan oleh potensi subyek kemudian pula tingkatan validitas.
Kebanran ditentukan oleh potensi subyek yang berperanan di dalam penghayatan atas sesuatu
itu.
Bahwa kebenaran itu adalah perwujudan dari pemahaman (comprehension) subjek tentang
sesuatu terutama yang bersumber dari sesuatu yang diluar subyek itu realita, perisitwa, nilainilai (norma dan hukum) yang bersifat umum.
Bahwa kebenaran itu ada yang relatif terbatas, ada pula yang umum. Bahkan ada pula yang
mutlak, abadi dan universal. Wujud kebenaran itu ada yang berupa penghayatan lahiriah,
jasmaniah, indera, ada yang berupa ide-ide yang merupkan pemahaman potensi subjek
(mental,r asio, intelektual).
Bahwa substansi kebenaran adalah di dalam antaraksi kepribadian manusia dengan alam
semesta. Tingkat wujud kebenaran ditentukan oleh potensi subjek yang menjangkaunya.
Semua teori kebanrna itu ada dan dipraktekkan manusia di dalam kehidupan nyata. Yang
mana masing-masing mempunyai nilai di dalam kehidupan manusia.
BAB IV
DAFTAR BACAAN
Syam, Muhammad Noor. 1988. Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan
Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional
Bertens, K. 1976. Ringkasan Sejarah Filsafat. Jakarta: Yayasan Krisius
Sumantri Surya. 1994. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan
PENDAHULUAN
Manusia selalu berusaha menemukan kebenaran. Beberapa cara ditempuh untuk memperoleh
kebenaran, antara lain dengan menggunakan rasio seperti para rasionalis dan melalui pengalaman
atau empiris. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia membuahkan prinsip-prinsip yang
lewat penalaran rasional, kejadian-kejadian yang berlaku di alam itu dapat dimengerti.
Ilmu pengetahuan harus dibedakan dari fenomena alam. Fenomena alam adalah fakta, kenyataan
yang tunduk pada hukum-hukum yang menyebabkan fenomena itu muncul. Ilmu pengetahuan
adalah formulasi hasil aproksimasi atas fenomena alam atau simplifikasi atas fenomena tersebut.
Struktur pengetahuan manusia menunjukkan tingkatan-tingkatan dalam hal menangkap kebenaran.
Setiap tingkat pengetahuan dalam struktur tersebut menunjukkan tingkat kebenaran yang berbeda.
Pengetahuan inderawi merupakan struktur terendah dalam struktur tersebut. Tingkat pengetahuan

yang lebih tinggi adalah pengetahuan rasional dan intuitif. Tingkat yang lebih rendah menangkap
kebenaran secara tidak lengkap, tidak terstruktur, dan pada umumnya kabur, khususnya pada
pengetahuan inderawi dan naluri. Oleh sebab itulah pengetahuan ini harus dilengkapi dengan
pengetahuan yang lebih tinggi.
Pada tingkat pengetahuan rasional-ilmiah, manusia melakukan penataan pengetahuannya agar
terstruktur dengan jelas.
Ilmu dicirikan dengan pemakaian sistem dan metode ilmiah yang dapat diberikan dalam berbagai
bentuk. Metode ilmu dapat bersifat sangat teoritis dan apriori dengan membuat unsur-unsur
bangunannya sendiri. Metode ilmu juga dapat bersifat empiris dengan unsur-unsur bangunan yang
seakan-akan diolah dari lingkungan.
Metode ilmiah yang dipakai dalam suatu ilmu tergantung dari objek ilmu yang bersangkutan.
Macam-macam objek ilmu antara lain fisiko-kimia, mahluk hidup, psikis, sosio politis, humanistis
dan religius.
Filsafat ilmu memiliki tiga cabang kajian yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi.
Ontologi membahas tentang apa itu realitas. Dalam hubungannya dengan ilmu pengetahuan, filsafat
ini membahas tentang apa yang bisa dikategorikan sebagai objek ilmu pengetahuan. Dalam ilmu
pengetahuan modern, realitas hanya dibatasi pada hal-hal yang bersifat materi dan kuantitatif. Ini
tidak terlepas dari pandangan yang materialistik-sekularistik. Kuantifikasi objek ilmu pengetahuan
berari bahwa aspek-aspek alam yang bersifat kualitatif menjadi diabaikan.
Epistemologis membahas masalah metodologi ilmu pengetahuan. Dalam ilmu pengetahuan modern,
jalan bagi diperolehnya ilmu pengetahuan adalah metode ilmiah dengan pilar utamanya rasionalisme
dan empirisme.
Aksiologi menyangkut tujuan diciptakannya ilmu pengetahuan, mempertimbangkan aspek
pragmatis-materialistis.
Dari semua pengetahuan, maka ilmu merupakan pengetahuan yang aspek ontologi, epistemologi, dan
aksiologinya telah jauh lebih berkembang dibandingkan dengan pengetahuan-pengetahuan lain,
dilaksanakan secara konsekuen dan penuh disiplin (Jujun S.Suriasumantri, 1998). Kerangka filsafat
di atas akan memudahkan pemahaman mengenai keterkaitan berbagai ilmu dalam mencari
kebenaran.
1. TEORI KEBENARAN KORESPONDENSI
Teori kebenaran korespondensi adalah teori yang berpandangan bahwa pernyataan-pernyataan
adalah benar jika berkorespondensi terhadap fakta atau pernyataan yang ada di alam atau objek
yang dituju pernyataan tersebut. Kebenaran atau suatu keadaan dikatakan benar jika ada
kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan fakta. Suatu proposisi adalah
benar apabila terdapat suatu fakta yang sesuai dan menyatakan apa adanya. Teori ini sering
diasosiasikan dengan teori-teori empiris pengetahuan.
Gejala-gejala alamiah, menurut kaum empiris, adalah bersifat kongkret dan dapat dinyatakan lewat
panca indera manusia. Gejala itu bila ditelaah mempunyai beberapa karakteristik tertentu. Logam
bila dipanaskan akan memuai. Air akan mengalir ke tempat yang rendah. Pengetahuan inderawi
bersifat parsial. Hal ini disebabkan adanya perbedaan antara indera yang satu dengan yang lain dan
berbedanya objek yang dapat ditangkap indera. Perbedaan sensivitas tiap indera dan organ-organ
tertentu menyebabkan kelemahan ilmu empiris.
Ilmu pengetahuan empiris hanyalah merupakan salah satu upaya manusia dalam menemukan
kebenaran yang hakiki dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Penyusunan pengetahuan
secara empiris cenderung menjadi suatu kumpulan fakta yang belum tentu bersifat konsisten, dan
mungkin saja bersifat kontradiktif. Adanya kecenderungan untuk mengistimewakan ilmu eksakta
sebagai ilmu empiris untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi manusia tidak selalu tepat.
Pengistimewaan pengetahuan empiris secara kultural membuat manusia modern seperti pabrik.
Semua cabang kebudayaan yang terbentuk menjadi produksi yang bersifat massal.

Keberhasilan ilmu eksakta yang berdasarkan empirisme dalam mengembangkan teknologi -ketika
berhadapan dengan kegagalan ilmu-ilmu human dalam menjawab masalah manusia- membawa
dampak buruk terhadap kedudukan dan pengembangan ilmu-ilmu human. Analisis filsafat tentang
kenyataan ini harus ditempatkan secara proporsional, karena merupakan suatu usaha ilmiah untuk
membantu manusia mengungkap misteri kehidupannya secara utuh.
2. TEORI KEBENARAN KOHERENSI ATAU KONSISTENSI
Teori kebenaran koherensi adalah teori kebenaran yang didasarkan kepada kriteria koheren atau
konsistensi. Suatu pernyataan disebut benar bila sesuai dengan jaringan komprehensif dari
pernyataan-pernyataan yang berhubungan secara logis. Pernyataan-pernyataan ini mengikuti atau
membawa kepada pernyataan yang lain. Seperti sebuah percepatan terdiri dari konsep-konsep yang
saling berhubungan dari massa, gaya dan kecepatan dalam fisika.
Kebenaran tidak hanya terbentuk oleh hubungan antara fakta atau realitas saja, tetapi juga
hubungan antara pernyataan-pernyataan itu sendiri. Dengan kata lain, suatu pernyataan adalah
benar apabila konsisten dengan pernyataan-pernyataan yang terlebih dahulu kita terima dan kita
ketahui kebenarannya.
Salah satu dasar teori ini adalah hubungan logis dari suatu proposisi dengan proposisi sebelumnya.
Proposisi atau pernyataan adalah apa yang dinyatakan, diungkapkan dan dikemukakan atau
menunjuk pada rumusan verbal berupa rangkaian kata-kata yang digunakan untuk mengemukakan
apa yang hendak dikemukakan. Proposisi menunjukkan pendirian atau pendapat tentang hubungan
antara dua hal dan merupakan gabungan antara faktor kuantitas dan kualitas. Contohnya tentang
hakikat manusia, baru dikatakan utuh jika dilihat hubungan antara kepribadian, sifat, karakter,
pemahaman dan pengaruh lingkungan. Psikologi strukturalisme berusaha mencari strukturasi sifatsifat manusia dan hubungan-hubungan yang tersembunyi dalam kepribadiannya.
Pengetahuan rasional yang berdasarkan logika tidak hanya terbatas pada kepekaan indera tertentu
dan tidak hanya tertuju pada objek-objek tertentu. Gagasan rasionalistis dan positivistis cenderung
untuk menyisihkan seluruh pemahaman yang didapat secara refleksi. Pemikiran rasional cenderung
bersifat solifistik dan subyektif. Adanya keterkaitan antara materi dengan non materi, dunia fisik dan
non fisik ditolak secara logika. Apabila kerangka ini digunakan secara luas dan tak terbatas, maka
manusia akan kehilangan cita rasa batiniahnya yang berfungsi pokok untuk menumbuhkan apa
yang didambakan seluruh umat manusia yaitu kebahagiaan.
3. TEORI KEBENARAN PRAGMATIS
Teori kebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi oleh referensi
pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya suatu dalil atau teori tergantung
kepada berfaedah tidaknya dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk kehidupannya. Kebenaran
suatu pernyataan harus bersifat fungsional dalam kehidupan praktis.
Menurut teori ini proposisi dikatakan benar sepanjang proposisi itu berlaku atau memuaskan. Apa
yang diartikan dengan benar adalah yang berguna (useful) dan yang diartikan salah adalah yang
tidak berguna (useless). Bagi para pragmatis, batu ujian kebenaran adalah kegunaan (utility), dapat
dikerjakan (workability) dan akibat atau pengaruhnya yang memuaskan (satisfactory consequences).
Teori ini tidak mengakui adanya kebenaran yang tetap atau mutlak.
Francis Bacon pernah menyatakan bahwa ilmu pengetahuan harus mencari keuntungan-keuntungan
untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi. Ilmu pengetahuan manusia hanya berarti jika
nampak dalam kekuasaan manusia. Dengan kata lain ilmu pengetahuan manusia adalah kekuasaan
manusia. Hal ini membawa jiwa bersifat eksploitatif terhadap alam karena tujuan ilmu adalah
mencari manfaat sebesar mungkin bagi manusia.
Manusia dengan segala segi dan kerumitan hidupnya merupakan titik temu berbagai disiplin ilmu.
Hidup manusia seutuhnya merupakan objek paling kaya dan paling padat. Ilmu pengetahuan
seyogyanya bisa melayani keperluan dan keselamatan manusia. Pertanyaan-pertanyaan manusia
mengenai dirinya sendiri, tujuan-tujuannya dan cara-cara pengembangannya ternyata belum dapat
dijawab oleh ilmu pengetahuan yang materialis-pragmatis tanpa referensi kepada nilai-nilai
moralitas.
Aksiologi ilmu pengetahuan modern yang dibingkai semangat pragmatis-materialis ini telah

menyebabkan berbagai krisis lingkungan hidup, mulai dari efek rumah kaca akibat akumulasi
berlebihan CO2, pecahnya lapisan ozon akibat penggunaan freon berlebihan, penyakit minimata
akibat limbah methylmercury hingga bahaya nuklir akibat persaingan kekuasaan antar negara.
Ketiadaan nilai dalam ilmu pengetahuan modern yang menjadikan sains untuk sains, bahkan sains
adalah segalanya, telah mengakibatkan krisis kemanusiaan. Krisis lingkungan dan kemanusiaan,
mulai dari genetic engineering hingga foules solitaire (kesepian dalam keramaian, penderitaan dalam
kemelimpahan). Manusia telah tercerabut dari aspek-aspek utuhnya, cinta, kehangatan, kekerabatan,
dan ketenangan. Kedua krisis global ini telah menghantui sebagian besar lingkungan dan
masyarakat modern yang materialis-pragmatis.
4. TEORI KEBENARAN PERFORMATIF
Teori ini menyatakan bahwa kebenaran diputuskan atau dikemukakan oleh pemegang otoritas
tertentu. Contoh pertama mengenai penetapan 1 Syawal. Sebagian muslim di Indonesia mengikuti
fatwa atau keputusan MUI atau pemerintah, sedangkan sebagian yang lain mengikuti fatwa ulama
tertentu atau organisasi tertentu. Contoh kedua adalah pada masa rezim orde lama berkuasa, PKI
mendapat tempat dan nama yang baik di masyarakat. Ketika rezim orde baru, PKI adalah partai
terlarang dan semua hal yang berhubungan atau memiliki atribut PKI tidak berhak hidup di
Indonesia. Contoh lainnya pada masa pertumbuhan ilmu, Copernicus (1473-1543) mengajukan teori
heliosentris dan bukan sebaliknya seperti yang difatwakan gereja. Masyarakat menganggap hal yang
benar adalah apa-apa yang diputuskan oleh gereja walaupun bertentangan dengan bukti-bukti
empiris.
Dalam fase hidupnya, manusia kadang kala harus mengikuti kebenaran performatif. Pemegang
otoritas yang menjadi rujukan bisa pemerintah, pemimpin agama, pemimpin adat, pemimpin
masyarakat, dan sebagainya. Kebenaran performatif dapat membawa kepada kehidupan sosial yang
rukun, kehidupan beragama yang tertib, adat yang stabil dan sebagainya.
Masyarakat yang mengikuti kebenaran performatif tidak terbiasa berpikir kritis dan rasional. Mereka
kurang inisiatif dan inovatif, karena terbiasa mengikuti kebenaran dari pemegang otoritas. Pada
beberapa daerah yang masyarakatnya masih sangat patuh pada adat, kebenaran ini seakan-akan
kebenaran mutlak. Mereka tidak berani melanggar keputusan pemimpin adat dan tidak terbiasa
menggunakan rasio untuk mencari kebenaran.
5. TEORI KEBENARAN KONSENSUS
Suatu teori dinyatakan benar jika teori itu berdasarkan pada paradigma atau perspektif tertentu dan
ada komunitas ilmuwan yang mengakui atau mendukung paradigma tersebut.
Banyak sejarawan dan filosof sains masa kini menekankan bahwa serangkaian fenomena atau
realitas yang dipilih untuk dipelajari oleh kelompok ilmiah tertentu ditentukan oleh pandangan
tertentu tentang realitas yang telah diterima secara apriori oleh kelompok tersebut. Pandangan
apriori ini disebut paradigma oeh Kuhn dan world view oleh Sardar. Paradigma ialah apa yang
dimiliki bersama oleh anggota-anggota suatu masyarakat sains atau dengan kata lain masyarakat
sains adalah orang-orang yang memiliki suatu paradigma bersama.
Masyarakat sains bisa mencapai konsensus yang kokoh karena adanya paradigma. Sebagai
konstelasi komitmen kelompok, paradigma merupakan nilai-nilai bersama yang bisa menjadi
determinan penting dari perilaku kelompok meskipun tidak semua anggota kelompok
menerapkannya dengan cara yang sama. Paradigma juga menunjukkan keanekaragaman individual
dalam penerapan nilai-nilai bersama yang bisa melayani fungsi-fungsi esensial ilmu pengetahuan.
Paradigma berfungsi sebagai keputusan yuridiktif yang diterima dalam hukum tak tertulis.
Pengujian suatu paradigma terjadi setelah adanya kegagalan berlarut-larut dalam memecahkan
masalah yang menimbulkan krisis. Pengujian ini adalah bagian dari kompetisi di antara dua
paradigma yang bersaingan dalam memperebutkan kesetiaan masyarakat sains. Falsifikasi terhadap
suatu paradigma akan menyebabkan suatu teori yang telah mapan ditolak karena hasilnya negatif.
Teori baru yang memenangkan kompetisi akan mengalami verifikasi . Proses verifikasi-falsifikasi
memiliki kebaikan yang sangat mirip dengan kebenaran dan memungkinkan adanya penjelasan
tentang kesesuaian atau ketidaksesuaian antara fakta dan teori.
Pengalihkesetiaan dari paradigma lama ke paradigma baru adalah pengalaman konversi yang tidak

dapat dipaksakan. Adanya perdebatan antar paradigma bukan mengenai kemampuan relatif suatu
paradigma dalam memecahkan masalah, tetapi paradigma mana yang pada masa mendatang dapat
menjadi pedoman riset untuk memecahkan berbagai masalah secara tuntas. Adanya jaringan yang
kuat dari para ilmuwan sebagai peneliti konseptual, teori, instrumen, dan metodologi merupakan
sumber utama yang menghubungkan ilmu pengetahuan dengan pemecahan berbagai masalah.
Dalam ilmu astronomi, keunggulan kuantitatif tabel-tabel Rudolphine dan Keppler dibandingkan
yang hitungan manual Ptolomeus merupakan faktor utama dalam konversi para astronom kepada
Copernicanisme. Dalam fisika modern, teori relativitas umum Einsten mendapat ejekan karena ruang
itu tidak mungkin melengkung. Untuk membuat transisi kepada alam semesta Einstein, seluruh
konsep ruang, waktu, materi, gaya, dan sebagainya harus diubah dan di reposisi ulang. Hanya orangorang yang bersama-sama menjalani atau gagal menjalani transformasi akan bisa menemukan
dengan tepat apa yang mereka sepakati dan apa yang tidak.
KESIMPULAN
Uraian dan ulasan mengenai berbagai teori kebenaran di atas telah menunjukkan kelebihan dan
kekurangan dari berbagai teori kebenaran.
Teori Kebenaran Kelebihan Kekurangan Korespondensi sesuai dengan fakta dan empiris kumpulan
fakta-fakta Koherensi bersifat rasional dan Positivistik Mengabaikan hal-hal non fisik Pragmatis
fungsional-praktis tidak ada kebenaran mutlak Performatif Bila pemegang otoritas benar,
pengikutnya selamat Tidak kreatif, inovatif dan kurang inisiatif Konsensus Didukung teori yang kuat
dan masyarakat ilmiah Perlu waktu lama untuk menemukan kebenaran.
Teori kebenaran yang menurut penulis paling sesuai pada masa kini adalah Teori Kebenaran
Konsensus. Dengan kekuatan paradigma dan masyarakat sains pendukungnya, diharapkan
kebenaran konsensus dapat menjawab berbagai problema kehidupan manusia di masa depan. Krisis
global berupa krisis lingkungan dan krisis kemanusiaan yang selama ini telah dialami oleh manusia
karena Sains Modern, cepat atau lambat akan dijawab oleh konsensus baru dengan paradigma yang
menghasilkan metode yang lebih tepat dalam mengantisipasi krisis global tersebut.
Teori kebenaran yang paling lemah argumennya, adalah kebenaran performatif. Kebenaran yang kuat
adalah yang didasari oleh rasio, logika dan fakta empiris serta fungsional bagi umat manusia.
Kebenaran yang didukung luas oleh masyarakat ilmiah, dan menjadi rujukan kebenaran tidak hanya
dalam sains tetapi juga masalah budaya dan sosial lebih baik dan kuat lagi.
Kelima macam teori kebenaran di atas adalah berbagai cara manusia memperoleh kebenaran yang
sifatnya relatif atau nisbi. Kebenaran absolut atau kebenaran mutlak berasal dari Tuhan yang
disampaikan kepada manusia melalui wahyu. Alam dan kehidupan merupakan sumber kebenaran
yang tersirat dari tuhan untuk dipelajari dan diobservasi guna kebaikan umat manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Bakker, Anton dan Achmad Chairis Zubair. (1994). Pustaka Filsafat : Metodologi Penelitian Filsafat.
Jakarta: Kanisius.
Iman, M. Shohibul. Mencari Jalan Menuju Islamisasi IPTEK, dalam Seminar Islamisasi IPTEK. Bogor:
13 Juli 1996.
Kuhn, Thomas S.(1993). Peran Paradigma dalam Revolusi Sains. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Suriasumantri, Jujun S. (1998). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Cetakan ke-11. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Woodhose, Mark B. (1983). A Preface to Philosopy. 3rd ed. Wadsworth Publishing Company.

a. Koherensi

Menurut Suriasumantri (2009: 55), Suatu hal dikatakan benar apabila pernyataan dan
kesimpulan yang ditariknya adalah konsisten dengan pernyataan dan kesimpulan terdahulu
yang telah dianggap benar. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa
koherensi merupakan suatu teori kebenaran pengetahuan yang memiliki kriteria kebenaran
suatu hal dikatakan benar apabila sesuai atau konsisten dengan kebenaran terdahulu atau yang
telah ada. Teori ini sama dengan penarikan kesimpulan secara deduktif, atau penarikan
kesimpulan dari pernyataan yang bersifat umum ke pernyataan yang bersifat khusus.
Contoh:
Pembuktian kebenaran secara koherensi biasanya terdapat pada Matematika. Seperti yang
diungkapkan oleh Suriasumantri (2009: 57):
Matematika ialah bentuk pengetahuan yang penyusunannya dilakukan pembuktian
berdasarkan teori koheren. Sistem matematika disusun di atas beberapa dasar pernyataan
yang dianggap benar yakni aksioma. Dengan mempergunakan beberapa aksioma maka
disusun suatu teorema. Di atas teorema maka dikembangkan kaidah-kaidah matematika yang
secara keseluruhan merupakan suatu sistem yang konsisten. Plato (427-347 S.M.) dan
Aristoteles (384-322 S.M.) mengembangkan teori koherensi berdasarkan pola pemikiran
yang dipergunakan Euclid dalam menyusun ilmu ukurnya.
Selain itu, teori koherensi juga terdapat pada penarikan kesimpulan secara logis dalam logika
matematika atau silogisme. Misalnya, apabila terdapat pernyataan Semua makhluk hidup
bernapas, lalu ada pernyataan manusia adalah makhluk hidup, maka dapat ditarik
kesimpulan manusia bernapas. Penarikan kesimpulan tersebut adalah benar karena ideidenya koheren atau konsisten.
b. Korespondensi
Dalam Suriasumantri (2009: 57), Bagi penganut teori korespondensi maka suatu
pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu
berkorespondensi (berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut.
Menurut Syaripudin & Kurniasih (2008), .kebenaran pengetahuan diuji di dalam dunia
material atau pengalaman dria. Berdasarkan kedua pendapat tersebut, dapat disimpulkan
bahwa teori korespondensi adalah teori kebenaran yang membuktikan kebenaran suatu
pengetahuan (pernyataan) dengan cara melakukan pengamatan (pengalaman) terhadap suatu
objek dalam pengetahuan tersebut sehingga berkorespondensi (berhubungan) dengan
pernyataan yang diuji.
Contoh:
Apabila ada pernyataan bahwa Yoghurt itu rasanya asam, maka untuk membuktikan
kebenarannya diperlukan pengujian berupa mencicipi yoghurt tersebut, apabila terasa asam
maka dapat dikatakan pernyataan awal adalah benar.
Contoh lainnya adalah yang dikemukakan oleh Suriasumantri (2009: 57) berikut:
.jika seseorang mengatakan bahwa Ibu Kota Republik Indonesia adalah Jakarta maka
pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan itu dengan obyek yang bersifat faktual yakni
Jakarta yang memang menjadi Ibu Kota Republik Indonesia. Sekiranya orang lain yang
menyatakan bahwa Ibu Kota Republik Indonesia adalah Bandung maka pernyataan itu
adalah tidak benar sebab tidak terdapat obyek yang dengan pernyataan tersebut. Dalam hal ini
maka secara faktual Ibu Kota Republik Indonesia adalah bukan Bandung melainkan
Jakarta.

c. Pragmatik
Dalam Suriasumantri (2009: 57):
Bagi seorang pragmatis maka kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah
pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Artinya suatu pernyataan
adalah benar. Jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan
praktis dalam kehidupan manusia.
Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa teori pragmatik adalah teori
kebenaran yang memiliki kriteria suatu pengetahuan adalah benar apabila memiliki kegunaan
praktis atau manfaat dalam kehidupan.
Contoh:
Seiring berkembangnya zaman, teknologi pun semakin canggih. Para ilmuwan
menemukan teknologi-teknologi baru untuk mempermudah pekerjaan manusia, telepon
genggam berupa smartphone contohnya. Penemuan dan pengaplikasiansmartphone tersebut
dikatakan benar karena dapat berguna untuk mempermudah pekerjaan manusia. Contoh
lainnya adalah Program Keluarga Berencana (KB). Program ini bermanfaat untuk menekan
angka pertumbuhan penduduk yang semakin tidak terkendali. Dengan demikian, program KB
dikatakan benar sebab memiliki kegunaan atau manfaat dalam kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Suriasumantri, J.S. (2009). Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.

Anda mungkin juga menyukai