Anda di halaman 1dari 28

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

HAK ASASI MANUSIA DAN RULE OF LAW

Disusun oleh :
KELOMPOK 6

Mifta Wahyuningsih

(5)

Santoso

(5215151189)

Dwi Wahyuningsih

(5215152594)

Chintya Adeliana H.

(5215153639)

Fakultas Teknik - Universitas Negeri Jakarta


2016

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan segala macam bentuk
nikmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan kajian artikel yang berjudul Hak Asasi
Manusia dan Rule Of Law.
Kajian artikel ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar proses pembuatan kajian artikel ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan kajian artikel ini, termasuk dosen pembimbing mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan, Yusuf.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan
tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari para pembaca agar kami dapat
memperbaiki kajian artikel ini.
Akhir kata kami berharap semoga kajian artikel ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.

Jakarta, Oktober 2016

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................... 1
1.3 Tujuan........................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................... 2
2.1 Pengertian Hak Asasi Manusia.................................................................................... 2
2.2 Sejarah Hak Asasi Manusia......................................................................................... 3
2.2.1 Perkembangan HAM pada Masa Sejarah......................................................... 4
2.2.2 Perkembangan Pemikiran HAM di Beberapa Negara Barat............................. 5
2.2.3 Perkembangan Pemikiran HAM....................................................................... 8
2.3 HAM di Indonesia........................................................................................................ 9
2.4 Pelanggaran HAM dan Peradilannya........................................................................... 12
2.5 Lembaga HAM............................................................................................................ 14
2.6 Negara Hukum............................................................................................................. 16
2.6.1 Pengertian Negara Hukum................................................................................ 16
2.6 2 Ciri-Ciri Negara Hukum................................................................................... 16
2.6.3 Negara Hukum Indonesia................................................................................. 18
2.7 Dinamika Pelaksanaan Penegakan Hukum di Indonesia............................................. 21
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................. 24
3.2 Saran............................................................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................. 25

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hak-hak asasi manusia sebagai gagasan, paradigma dan kerangka konseptual lahir
melalui suatu proses yang panjang dalam peradaban sejarah manusia. Hak-hak asasi
manusia sudah muncul pada zaman Yunani Kuno. Sejak abad ke-17 kita mengenal
perlindungan hak-hak asasi manusia secara nasional terhadap pemerintah masing negara.
Dalam abad ke-18 dan 19 manifestasi hak-hak asasi manusia dilaksanakan berdasar
politik yang berlaku di masing-masig negara. Di Indonesia hak-hak asasi manusia
tercantum dalam UUD 1945 (amandemen), bab XA pasal 28A-28J.
Doktrin tentang hak asasi manusia sekarang ini sudah diterima secara universal
sebagai amoral, political, and legal framework and as a guideline dalam pembangunan
dunia yang lebih damai dan bebas dari ketakutan dan penindasan serta perlakuan yang
tidak adil. Oleh karena itu, dalam paham negara hukum, jaminan perlindungan hak asasi
manusia dianggap sebagai ciri mutlak harus ada disetiap negara yang disebut rechtsstaat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Hak Asasi Manusia dan Rule of Law?
2. Bagaimana perkembangan Hak Asasi Manusia?
3. Apa saja pelanggaran HAM dan lembaga HAM?
4. Bagaimana keterkaitan antara HAM dan Rule of Law?
1.3 Tujuan
Diharapkan setelah mempelajari materi pokok bahasan ini mahasiswa mampu
menjelaskan dan memahami: pengertian, sejarah dan perkembangan dan pelaksanaan
HAM di Indonesia dan dunia; mengapa setiap negara harus memerhatikan HAM-nya,
negara hukum dan dasar pemberlakuannya melihat perkembangan negara hukum dan
pelaksanaan penegakkan hukum di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)
Pada dasarnya setiap negara yang berdaulat memiliki perkembangan hak asasi
manusia yang satu dengan yang lain. Yang membedakan perkembangannya adalah
karena latar belakang ideologi, budaya, dan paham kebangsaan, sehingga
berpengaruh langsung pada upaya pengembangan, penataan, maupun pelaksanaan
hak-hak asasi manusia itu pada suatu negara. Hak asasi manusia muncul sebagai
jawaban dari banyaknya penindasan manusia oleh penguasa yang tirani sehingga
tumbuh kesadaran akan harkan dan martabatnya sebagai manusia. (Pandji, 2006 :
83)
Secara definitif, Hak merupakan unsure normatif yang berfungsi sebagai
pedoman berperilaku, melindungi kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya
peluang bagi manusia dalam menjaga harkat dan martabatnya. Ada beberapa istilah
asing yang kita kenal sehubungan dengan hak asasi manusia (HAM), antara lain :
1. Droit de ihome (Perancis)
2. Human Right (Inggris)
3. Mensen Rechten (Belanda)
Hak asasi manusia menurut Tilaar (2001) adalah hak-hak yang melekat pada diri
manusia, dan tanpa hak-hak itu manusia tidak dapat hidup layak sebagai manusia.
Hak asasi manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat
kodrati dan fundamental sebagai satu anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus
dihormati, dijaga, dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat atau negara.
Menurut UU No.39 Tahun 1999 (UU HAM), Hak asasi manusia adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakekatnya dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahnya, yang wajib dijunjung
tinggi, dihormati, dan dilindungi oleh negara, hokum, pemerintahan dan setiap orang
demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Menurut Prof. Dardji Darmodihardjo, hak asasi manusia adalah hak-hak dasar
atau pokok-pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang
Maha Esa dan menjadi dasar dari hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang lain.
Sampai saat ini sebenarnya belum ada pengertian yang baku tentang deinisi atau
pengertian hak asasi manusia. Mengingat hak asasi manusia bersifat universal maka
pandangan yang mempertentangkan HAM yang berasal dari budaya Barat dan HAM
budaya Timur adalah sangat tidak relevan karena sifat dari HAM yang melekat pada
diri manusia termasuk sifat universalnya sendiri.

HAM sering didefinisikan sebagai hak-hak yang demikian melekat pada sifat
manusia, sehingga tanpa hak-hak itu kita mungkin mempunyai martabat sebagai
manusia (inherent dignity). Dan karena itu pula dikatakan bahwa hak-hak tersebut
tidak dapat dicabut (inalienable) dan tidak boleh dilanggar (inviolable).
Kesadaran akan HAM didasarkan pada pengakuan bahwa semua manusia
sebagai makhluk Tuhan memiliki derajat dan martabat yang sama. Dengan
pengakuan akan prinsip dasar tersebut, setiap manusia memiliki hak dasar yang
disebut hak asasi manusia.
Pengakuan terhadap HAM memiliki 2 landasan sebagai berikut :
a) Landasan yang langsung dan pertama, yakni kodrat manusia.
Kodrat manusia adalah sama derajat dan martabatnya. Semua manusia adalah
sederajat tanpa membedakan agama, ras, suku, bahasa, dan sebagainya.
b) Landasan yang kedua dan yang lebih dalam : Tuhan menciptakan manusia.
Semua manusia adalah makhluk dari penicipta yang sama yaitu Tuhan Yang
Maha Esa. Karena itu dihadapan Tuhan manusia adalah sama kecuali nanti pada
amalnya.
Berdasarkan pengertian HAM, didapatkan 3 ciri pokok dari hakikat hak asasi
manusia, yaitu :
1) HAM tidak perlu diperjualbelikan, dibeli ataupun diwarisi.
2) HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, asal usul, ras,
agama, etnik, dan pandangan politik.
3) HAM tidak boleh dilanggar.
HAM itu universal, karena hak-hak ini melekat pada manusia. Dan karena
manusia itu pada dasarnya tidaklah sama tidak boleh ada perbedaan dalam
pemberian jaminan atau perlindungan HAM itu.
2.2 Sejarah Hak Asasi Manusia
Latar belakang sejarah hak asasi manusia, pada hakikatnya muncul karena
inisiatif manusia terhadap harga diri dan martbatnya, sebagai akibat tindakan
sewenang-wenang dari penguasa, penjajahan, perbudakan, ketidakadilan, dan
kezaliman (tirani). Perkembangan pengakuan hak asasi manusia ini berjalan secara
perlahan dan beraneka ragam.
Asal ususl historis konsepsi HAM dapat ditelusuri hingga ke masa Yunani dan
Romawi dimana ia memiliki kaitan yang erar dengan doktrin hokum alam pra
modern dari Greek Stoicism (Stoisisme Yunani) yakni sekolah filsafat yang didirikan
oleh Zeno di citium yang antara lain berpendapat bahwa kekuatan kerja yang
universal mencakup semua ciptaan dan tingkah laku manusia, oleh karenanya harus
dinilai berdasarkan kepada dan sejalan dengan hokum alam. (Satya Arinanto : 2008 :
67)

Dari latar belakang sejarah HAM tersebut mulailah terjadi perkembangan dan
pemikiran HAM tersebut. Perkembangan dan pemikiran tersebut kita uraikan seperti
berikut :
2.2.1

Perkembangan HAM pada masa sejarah


Perjuangan Nabi Musa dalam membebaskan umat Yahudi dari perbudakan.
Hokum Hammurabi di Babilonia yang member jaminan keadilan bagi warga
negara. Filsuf Yunani (Socrates, Plato, Aristoteles) para filsuf Yunani peletak
dasar diakuinya hak asasi manusia. Mereka mengajarkan untuk mengkritik
pemerintah yang tidak berdasarkan keadilan, cita-cita dan kebijaksanaan.
Perjuangan Nabi Muhammad SAW untuk membebaskan para bayi wanita dan
wanita dari penindasan bangsa Quraisy.
1. Hukum Hammurabi
Hammurabi dari kata Ammu saudara laki-laki pihak ayah, dan Rpi
seorang penyembuh adalah raja keenam dari Dinasti Babilonia pertama
(memerintah 1792-1750 SM).
Menurut Piagam Hammurabi, Hammurabi memimpin pasukannya
menyerang Akkaida, Elam, Larsa, Mari dan Summeria, sehingga menjadikan
Kekaisaran Babilonia hampir sama besar dengan Kerajaan Mesir kuno di
masa Firaun Menes, yang menyatukan Mesir lebih dari seribu tahun
sebelumnya. Namun Hammurabi lebih dikenal karena pada masa
pemerintahannya dibuat kode resmi (hukum tertulis) pertama yang tercatat
didunia, yang disebut Piagam Hammurabi.
Piagam tersebut terukir diatas potongan batu yang telah diratakan dalam
huruf paku (cuneiform). Piagam tersebut seluruhnya ada 282 hukum, tetapi
32 diantaranya sulit untuk dibaca. Isinya adalah pengaturan atas perbuatan
criminal tertentu dan ganjarannya.
2. Piagam Madina
Piagam Madina dalam bahasa Arab, Shahifatul Madinah juga dikenal
dengan sebutan Konstitusi Madinah, ialah sebuah dokumen yang disusun
oleh Nabi Muhammad SAW, yang merupakan suatu perjanjian formal antara
dirinya dengan semua suku dan kaum penting Yathrib di tahun 622.
Dokumen tersebut disusun guna untuk menghentikan pertentangan sengit
BaniAus Bani Khazraj di Madinah. Untuk itu dokumen tersebut menetapkan
sejumlah hak dan kewajiban bagi kaum Muslim, kaum Yahudi, dan
komunitas pagan Madinah; sehingga membuat mereka menjadi suatu
kesatuan komunitas (dalam bahasa Arab disebut Ummah).

2.2.2 Perkembangan pemikiran HAM di beberapa negara Barat, bermula dari


1. Magna Charta Inggris (1215)
Raja tidak boleh memungut pajak tanpa meminta persetujuan Dewan
Penasehat Raja. Orang, tidak boleh ditangkap, dipenjara, disika,
disingkirkan atau disitamiliknya tanpa cukup alasan menurut hukum negara.
Magna Charta ditandatangani oleh Raja John Locklan pada tahun 1215
di Inggris dan dan ketentuan ini sering disebut sebagai cikal bakal hak asasi
manusia walaupun sebenarnya sebutan itu kurang tepat. Magna Charta
sesungguhnya berisikan kompromi antara Raja John dengan para
bangsawan tentang pembagian kekuasaan, khususnya dalam mengurangi
kekuasaan raja dan memperjuangkan kepentingan para bangsawan
walaupun didalamnya memuat hak dan kebebasan rakyat.
2. Hobbeas Corpus Act di Inggris (1679)
Dokumen ini merupakan undang-undang yang mengatur tentang
penahanan seseorang. (Winarno : 2007 :132)
Jika diminta, hakim harus dapat menunjukkan orang yang ditangkapnya
lengkap dengan alasan dari penangkapan itu. Orang yang ditangkap
selambat-lambatnyadalam dua hari sesudah di tangkap. Apabila pejabat
polisi menahan orang dan oran tersebut terbukti tidak bersalah, maka
kepada orang tersebut harus dibayar.
3. The International Bill of Right di Inggris (1689)
Kekuasaan berpindah dari raja ke parlemen, dan jaminan bagi warga
negara Inggris. Ketentuan ini lahir sebagai reaksi revolusi tanpa
pertumpahan darash (glorious revolution) pada tahun 1688, yaitu
menundukkan monarki dibawah kekuasaan parlemen Inggris.
Inti yang terdapat didalamnya adalah sebuah undang-undang yang
menyatakan hak-hak dan kebebasan warga negara dan menentukan
pergantian raja. (Pandji : 2006 : 86)
Bill of Right ini merupakan undang-undang yang diterima parlemen
Inggris, yaitu tentang :
1)
2)
3)
4)
4.

Kebebasan dalam pemilihan anggota parlemen


Kebebasan berbicara dan mengeluarkan pendapat
Pajak, undang-undang dan pembentukan tentara tetap harus seijin parlemen
Parlemen berhak untuk mengubah keputusan raja. (Winarno : 2007 : 133)
Declaration of Independence di Amerika Serikat (1776)
Deklarasi kemerdekaan merupakan alasan masyarakat Amerika untuk
melepaskan diri dari kekuasaan Inggris yang terjadi pada tahun 1776.

Deklarasi Proklamasi Amerika Serikat terkenal karena memuat pernyataan


hak-hak asasi manusia. We hold these truth to be self evident, that all men
are created, that they are endowed by their creator with certain unalienable
rights, that among these are life, liberty and the pursuit of happiness.
Perjuangan penegakan hak asasi manusia di Amerika didasari pemikiran
John Locke, tentang hak-hak ilmiah, seperti hak hidup (life), hak kebebasan
(liberty), dan hak milik (property).
5. Declaration des droits de Ihome me at du citoyen di Prancis (1789)
Ini adalah naskah pernyataan mengenai hak-hak asasi manusia dan
warga negara di Prancis. Perjuangan hak asasi manusia di Prancis
dirumuskan dalam naskah pada awal revolusi Prancis pada tahun 1789,
sebagai pernyataan tidak puas dari kaum borjuis dan rakyat terhadap
kesewenang-wenangan Raja Louis XVI.
Ini merupakan refleksi dari cita-cita yang mendasari revolusi Prancis
dan merupakan ketentuan yang lengkap dari prinsip-prinsip pemerintahan
konstitusional dan rule of law. Adapun pasal-pasal yang penting adalah
pasal yang berisikan tentang hak-hak dasar seseorang selaku warga negara.
(Pandji : 2006 : 86)
Revolusi Prancis ini terkenal sebagai perjuangan penegakan HAM di
Eropa. Dalam revolusi ini, muncul semboyan liberty, egality, dan fraternity
(kebebasan, persamaan, dan persaudaraan). Pada tahun 1791 deklarasi ini
dimasukkan kedalam konstitusi Prancis. (Winarno : 2007 : 133)
6. Atlantic Charta atau Empat kebebasan Roosevelt (1941)
Atlantic Charta muncul pada saat terjadinya Perang Dunia II yang
dipelopori oleh F.D Roosevelt, yang menyebutkan The Four Freedom
(empat macam kebebasan), yaitu : (Winarno : 2007 : 134)
-

Freedom of speech and expression. (kebebasan berbicara dan mengeluarkan

7.

pemikiran)
Freedom of Religion. (kebebasan beragama)
Freedom of Want. (kebebasan dari kemelaratan)
Freedom of Wear. (kebebasan dari rasa ketakutan)
The Universal Declaration of Human Right (1948)
Salah satu tujuan pembentukan Piagam PBB itu adalah untuk
memupuk, melindungi, dan menghormati hak asasi manusia dan
kemerdekaan yang mendasar untuk semua orang tanpa membedakan
golongan, bangsa, bahasa, jenis kelamin, agama, dan status yang lainnya.
Pada tahun 1946 PBB membentuk komisi HAM dengan tugas merumuskan
rancangan ketentuan.

Informasi tentang HAM. Pada tanggal 10 Desember 1948 melalui


Majelis Umum PBB, diproklamirkanlah Deklarasi Universal tentang hak
asasi manusia atau Universal Declaration of Human Right yang
menetapkan hak-hak yang tidak bisa diabaikan atau dirampas dan hak-hak
yang tak bisa diganggu gugat. Sejak itulah tonggak awal dari sejarah HAM
sangat dijunjung tinggi. (Pandji : 2006 : 87)
Isi pokok dari deklarasi itu tertuang dalam Pasal 1 yang menyatakan :
Sekalian orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak
yang sama. Mereka dikaruniai akal dan budi, dan hendaknya bergaul satu
sama lain dalam persaudaraan,
Deklarasi tersebut melambangkan komitmen moral dunia internasional
pada hak asasi manusia. Deklarasi universal ini menjadi pedoman sekaligus
standar minimum yang dicita-citakan umat manusia untuk meciptakan
dunia yang lebih baik dan damai. (Winarno : 2007 : 134)
Deklarasi ini ditindaklanjuti oleh PBB dengan membentuk dua
konvenan dan satu protokol yang seluruhnya dinamakan International Bill
of Right, yaitu : (Pandji : 2006 : 88)
1) Universal Declaration of Human Rights,
2) International Convenant of Economic, Social and Cultural Rights,
3) International Convenant of Civil and Political Rights and Optional Protocol of
Convenant and Civil and Political Rights

Dibawah ini adalah bagan instrument HAM internasional :


Genosida

ICCPR

CERD

CEDAW

Instrumen Khusus Hardlaw

DUHAM
1948

Instrumen Utama

CAT

CRC

CMW

Sejumlah Hardlaw

Piagam PBB 1945

Instrumen Rekomendatif Softlaw (tidak mengikat)


ICESCR

Pedoman Riyadh
Aturan Beijing
Deklarasi Wina
Prinsip Paris

Sejumlah Softlaw lainnya

2.2.3

Perkembangan Pemikiran HAM


Pemikiran HAM terus berlangsung dalam rangka mencari rumusan HAM
yang sesuai dengan konteks ruang dan jamannya. Secara garis besar
perkembangan pemikiran HAM dibagi pada 4 generasi.
1. Generasi Pertama
Pengertian HAM hanya berpusat pada bidang hukumdan politik. Fokus
pemikiran HAM generasi pertama disebabkan oleh dampak situasi Perang
Dunia Ke-II, totaliterisme dan adanya keinginan negara-negara yang baru
merdeka untuk menciptakan tertib hukum yang baru.
2. Generasi Kedua
Pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis,melainkan juga hakhak social, ekonomi, politik, dan budaya.

3. Generasi Ketiga
Keadilan dan pemenuhan hak asasi haruslah dimulai sejak mulainya
pembangunan itu sendiri bukan setelah pembangunan itu selesai. Agaknya
pepatah kuno justice delayed, justice deny tetap berlaku untuk kita
semua.
4. Generasi Keempat
Pemikiran HAM dipelopori oleh negara-negara di kawasan Asia pada
tahun 1983 melahirkan deklarasi HAM yang disebut Declaration of the
Basic Duties of Asia People and Government.
2.3 HAM di Indonesia
Sejalan dengan amanat konstitusi, indonesia berpandangan bahwa perlindungan
HAM harus didasarkan pad prinsip bahwa hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial
budaya, dan hak pembangunan merupakan satukesatuan ang tidak dapat dipisahkan
baik dalam penerapan, pemantauan , maupun dalam pelakanaannya. Sesuai dengan
pasal 1 ayat (3), pasal 55 dan 66 Piagam PBB upaya pemajuan dan perlindungan
HAM harus dilakukan melalui suatu konsep kerja sama internasional yang
berdasarkan pada prinsip saling menghormati , kesederajatan dan hubungan antara
negara serta hukum internasional yang berlaku.
HAM di indonesia didasarkan pada konstitusi NKRI, yaitu: Pembukaan UUD
1945 (Alinea 1, Pancasila sila ke empat) Pasal 27, 29, 30 UUD 1945, UU Nomor 39
Tahun 1999 tentang HAM dan UU Nomor 26 Tahun 2006 tentang Peradilan HAM.
HAM di Indonesia menjamin hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan
keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan,
hak atas rasa aman, ha katas kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak
wanita, dan hak anak.
1. Pemikiran HAM Budi Utomo
Dalam konteks pemikiran HAM, para pemimpin Budi Utomo telah
memperlihatkan adanya kesadara berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui
petisi-petisi yang ditunjukkan kepada pemerintah kolonial maupun dalam tulisan
yang dimuat surat kabar Goeroe Desa. Bentuk pemikiran HAM Budi Utomo
dalam bidang hak kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat.
2. HAM 1970 sampai dengan 1980

Pemikiran elit penguasa pad masa ini sangat diwarnai oleh sikap penolakan
terhadap HAM sebagai produk Barat dan individualistic serta bertentangan
dengan paham kekeluargaan yang dianut oleh bangsa Indonesia. Pemerintahan
pada periode ini bersifat defensif yang mencerminkan oleh produk hukum yang
umumnya restriktif terhadap HAM.
3. HAM 1990 sampai dengan sekarang
Strategi penegakan HAM pada periode ini dilakukan melaui dua tahap yaitu
status penentuan dan tahap penataan atuara secara konsisten.
HAM dalam UUD 1945 sebelum Perubahan Pasal 28. Jaman Orde Baru
dengan keluarnya Keppres No. 50 tahun 1993 tentang pembentukan Komnas
HAM. Dan di Era Reformasi, dengan diamandemennya UUD 1945 HAM ada
pada Pasal 28A-28J, lalu disahkannya UU No. 39 tahun 1999, kemudan keluar
lagi UU No. 26 tahun 2000 tentang Peradilan HAM, UU KDRT, UU
Perlindungan Anak, UU tentang Trafficking.
Komisi yang terbentuk setelah reformasi yang berfungsi untuk menangani
permasalahan HAM, antara lain Komnas HAM, Komnas Perlindungan Anak,
Komnas Perempuan, Komisi Rekonsiliasi dan Kebenaran.
Selain itu pada tahun 2005, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah
tentang Program penegakan hukum dan HAM (PP No. 7 tahun 2005). Program
ini

meliputi

pemberantasan

korupsi,

antiterorisme

dan

pembasmian

penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya. Kegiatan-kegiatan pokok dari


Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2005 tersebut meliputi:
a. Penguatan upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui pelaksanaan Rencana
Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi 2004-2009.
b. Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) dari
2004-2009 sebagai gerakan nasional.
c. Peningkatan penegakan hukum terhadap pemberantasan tindak pidana
terorisme dan penyalahgunaan narkotika serta obat berbahaya lainnya.
d. Peningkatan efektivitas dan penguatan lembaga/instiitusi hukum maupun
lembaga yang fungsi dan tugasnya mencegah dan memberantas korupsi.
e. Peningkatan efektivitas dan penguatan lembaga/instiitusi hukum maupun
lembaga yang fungsi dan tugasnya menegakkan hak asasi manusia.
f. Peningkatan upaya penghormatan persamaan terhadap setiap warganegara di
depan hukum melaui keteladanan kepala negara dan pimpinan lainnya untuk
mematuhi dan mentaati hukum dan hak asasi manusia secara konsisten dan
konsekuen.
g. Penyelenggaraan audit reguler atas seluruh kekayaan pejabat pemerintah dan
pejabat negara.

h. Peninjauan serta penyempurnaan berbagai konsep dasar dalam rangka


mewujudkan proses hukum yang lebih sederhana, cepat, tepat dan dengan
biaya yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.
i. Peningkatan berbagai kegiaatan operasional penegakan hukum dan hak asasi
manusi dalam rangka menyelenggarakan ketertiban sosial agar dinamika
masyarakat dapat berjalan sewajarnya.
j. Pembenahan sistem manajemen penanganan perkara yang menjamin akses
publik, pengembangan sistem pengawasan yang transparan dan akuntabel.
k. Pengembangan sistem manajemen kelembagaan hukum yang transparan.
l. Penyelamatan barang bukti akuntabilitas kinerja yang berupa dokumen/arsip
lembaga negara dan badan pemerinthan untuk mendukung penegakan hukum
dan HAM.
m. Peningkatan koordinasi dan kerjasama yang menjamin efektivitas penegakan
hukum dan HAM.
n. Pembaharuan menteri hukum yang terkait dengan pemberantasan korupsi.
o. Penigkatan pengawasan terhadap lalu lintas orang yang melakukan perjalanan
baik ke luar maupun masuk ke wilayah Indonesia.
p. Peningkatan fungsi intelijen agar aktivitas terorisme dapat di cegah pada tahap
yang sangat dini, serta meningkatkan berbagai operasi keamanan dan
ketertiban; serta
q. Peningkatan penanganan dan tindakan hukum terhadap penyalahgunaan
narkotika dan obat berbahaya melalui identifikasi dan memutus jaringan
peredaranya, meningkatkan penyidikan, penyelidikan, penuntutan serta
menghukum para pengedarnya secara maksimal.
Kalau kita melihat aturan-aturan yang telah dikeluarkan maka seharusnya
penegakan hukum dan HAM harus dilakukan secara tegas, tidak deskriminatif,
dan konsisten. Dibawah ini adalah bangunan instrument HAM;

UUD

Tap MP No
17/1998

UU Nomor
68

UU 39/1999
Tentang

UU No 7
Tahun
1984
Keppre
Nomor 36

UU 26
Tahun 2000

UU Lain

UU No 5
Tahun
1998
UU No 29
Tahun
1999
UU No 12
Tahun
2005
Keppre
KI Tentang
Nomor 48
Anak

2.4 Pelanggaran HAM dan Peradilannya


Dengan prinsip effective remedy sesuai dengan Pasal 2 (paragraph 3)
Konvenan Sipoi maka banyak sekali hal yang bisa dimonitoring dalam konteks
implementasinya di Indonesia. Berbagai pelanggaran termasuk kategori serius dan
berat HAM telah terjadi, baik itu ada masa Orde Baru maupun periode sesudahnya,
baik yang terjadi secara individual maupun dalam skala pasif.
Peru diperhatikan bila terjadi pelanggaran HAM atau suatu tindak pidana,
bagaimana respon dalam melakukan inventigasi penuh dalam mengungkap kebenaran,
penuntutan, penghukuman terhadap setiap pelaku yang betanggung jawab, pemberian
pemulihan/reparasi bagi korban secara memadai. Dalam konteks Indonesia
monitoring bisa ditunjukan kepada seluruh lembaga penegak hukum, mulai dari
kepolisian (isntitusi yang menjalankan peran investigasi), kejaksaan (penuntutan), dan
lembaga pengadilan. Bisa pula ditambahkan monitoring kinerja Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia/ Komnas HAM yang memiliki mandat untuk penyelidikan
pelanggaran HAM berat menurut UU No. 26 Tahun 2006 tentang Pengadilan HAM.
Pelanggaran HAM di Indonesia banyak sekali terjadi, tetapi sering terjadi
pembiaran. Pembiaran itu bisa dilihat dari segi untuk tidak melakukan investigasi
terhadap pelanggaran berbagai kasus pelanggaran HAM, antara lain Kasus di Aceh,
Papua atau atas peristiwa pembantaian massa di kurun waktu 1966-1970, kasus Petrus
(penembakan misterius) dipertengahan 1980-an, kasus Talangsai Lampung (1989),
konflik komunal di Ambon, poso atau Kalimantan, hingga kemandekan dalam
investigasi kasus pembunuham Munir.
Demikian pula kasus-kasus pelanggaran HAM yang macet diproses tuntutan
seperti kasus Trisakti, Semanggi I dan II, kasus tragedi Mei 19998, kasus Wasior dan
Wamena di Papua merupakan pelanggaran serupa. Sementara kegagalan Pengadilan
HAM untuk menghukum para pelaku pelanggaran HAM berat yang terjadi di TimorTimur 1999 seperti yang digambarkan dalam kasus dibawah, kasus Tanjung Priok
(1984), dan kasus Abepura (2000) juga merupakan pelanggaran yang identik.
Yang bisa diproses dalam Peradilan HAM menurut UU No. 26 Tahun 2006
adalah pelanggaran HAM berat. Selain itu akan di proses dalam peradilan umum.
Pelanggaran HAM berat ada yang dikatakan dengan Genosida dan Kejahatan
terhadap kemanusiaan. Berikut ini adalah uraian tentang kedua pelanggaran HAM
berat tersebut.
1. Kejahatan Genosida
Istilah Genocida pertama kali dikenalkan oleh Dr.Raphael Lemkin pada
tahun 1944. Secara etimologis, istilah ini berasal dari kata yunani , geno yang

berarti ras dan kata latin, cidium yang bermakna membunuh. Genosida senantiasa
dikaitkan dengan pembunuhan terhadap ras atau pemusnahan ras. Meskipun
kini ada beberapa defenisi mengenai genosida, tetapi sebagian besar dari defenisi
tersebut tetap mencerminkan kedua elemen etimologi itu.
Definisi yang lebih komprehensif dapat di temukan dalam Convention of
Prevention and Punishment of the Crime Of Genocide di dalam artikel II yang
diterima oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 9 Desember 1948. Dimana
konvensi Genosida ini meruakan salah satu upaya mesyarakat internasional untuk
membasmi genosida yang dianggap sebagai a crime under international law,
contrary to the spirit and aims of the United Nation and condemmed by civilized
world.
Menurut Konvensi Genosida 1948 ini, kelompok yang dapat menjadi
sasaran genosida adalah kelompok rasial, kelompok religius, kelompok nasional,
kelompok etnis. Tapi pada masa sekarang yang perlu kita catat bahwa kelompok
etnit lebih memiliki peluang besar untuk menjadi target group genosida.
2. Kejahatan terhadap kemanusiaan
Istilah kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity) sebagai
suatu kategori dari kejahatan internasional mulai di kenal di dalam Joint
declaration pemerintah Prancis, Inggris, dan Rusiapada tanggal 28 Mei 1915.
Kejahatan terhadap kemanusiaan mencakup tindakan-tindakan .murder,
extermination, enslavement, deportation, and other inhumane acts commited
against any civilian population, before of during the war ; or prescution on
political, racial or religious grounds in execution of or in connection with any
crime within the jurisdiction of the Tribunal, whether or not in violation of the
domestic law of the century where perpetrated.
2.5 Lembaga HAM
Setiap diri kita adalah pejuang HAM. Penegakan HAM dimulai dari lingkup
yang kecil tersebut jika dilakukan oleh setiap orang akan berubah menjadi langkah
besar. Yang terpenting dalam hal ini adalah bahwa setiap orang menghormati hak asasi
manusia sesamanya. Maka apapun bentuk langkah yang diambil untuk menunjukkan
penghormatan terhadap HAM, hal tersebut merupakan dukungan luar biasa bagi
penegakan HAM. Sikap positif terhadap upaya penegakan HAM dapat dimulai dari
lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat luas. Di lingkungan masyarakat luas
sikap positif terhadap upaya penegakan HAM dapat dilakukan antara lain sebagai
berikut:
1. Tidak menganggu ketertiban umum

2. Saling menjaga dan melindungi harkat dan martabat manusia


3. Menghormati keberadaan masing-masing
4. Berkomunikasi dengan baik dan sopan
Menurut undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
pada pasal 17 menyebutkan bahwa : Pemerintah wajib dan bertanggung jawab
menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang
diatur dengan undang-undang ini, peraturan perundang-undangan lain, dan hukum
internasional tetang HAM yang diterima oleh Negara Republik Indonesia. Dari
ketentuan undang-undang ini, pemerintah wajib dan bertanggung jawab melindungi
HAM.
Adapun lembaga perlindungan HAM di Indonesia adalah:
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) (Keppres No. 50
Tahun 1993). Lembaga yang mandiri yang berkedudukannya setingkat dengan
lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian,
penyuluhan dan mediasi hak asasi manusia (perdamaian kedua belah pihak,
penyelesaian perkara dengan cara negosiasi, konsultasi)
Tujuan KOMNAS HAM : Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi
pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945 dan Piagam PBB
serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Meningkatkan perlindungan dan
penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia
seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
Dalam rangka penegakkan HAM, KOMNAS HAM melakukan panggilan saksi dan
pihak kejaksaan yang melakukan penuntutan di pengadilan HAM. Menurut Pasal 104
UU HAM, untuk mengadili pelanggaran HAM yang berat dibentuk pengadilan HAM
dilingkungan peradilan umum yaitu pengadilan negeri dan pengadilan tinggi. Proses
peradilan sesuai dengan fungsi badan peradilan.
Selain KOMNAS HAM ada juga lembaga yang bukan merupakan lembaga
negara yang bisa membantu penyelesaian pelanggaran-pelanggaran HAM, yaitu yang
kita kenal dengan Lembaga Bantuan Hukum;
Dalam pelaksanaan HAM, maka sangatlah perlu diberikan pendidikan HAM
tersebut. Pengajara HAM sejak dini, dilaksanakan tidak hanya bertujuan sebagai
pengetahuan (knowledge) tentang HAM tetapi juga mengembangkan sikap (attitude)
dan keterampilan (skill). Pengetahuan tentang HAM mencakup hak dan kewajiban
setiap manusia, hak-hak anak, hak perempuan, masalah keadilan dan pluralisme.
Pendidikan HAM mengembangkan keterampilan mahasiswa yang dilakukan dengan
meningkatkan keterampilan mendengarkan pendapat orang lain, bekerjasama,

memecahkan masalah, membuat analisa moral dan bagaimana mengajukan kritik


dengan baik. Mahasiswa diharapkan mempunyai sikap yang baik dan menyadari
bahwa HAM setiap manusia adalah inheren dimiliki oleh orang lain, menghargai dan
bertanggung jawab atas tindakan yang diambil dan mampu memperbaiki
kehidupannya di masa mendatang.
Selain itu, masih ada lembaga-lembaga lain yang dapat membantu masyarakat
terkait Pelanggaran HAM, yaitu Komisi Perlindungan Anak Indonesia dan Komisi
Perlindungan Perempuan.

2.6 Negara Hukum


2.6.1 Pengertian Negara Hukum
Negara hukum merupakan terjemahan dari konsep rechtsstaat atau rule of
law yang bersumber dari pengalaman demokrasi konstitusional di Eropa abad ke19 dan abad ke-20. Oleh karena itu, negara demokrasi pada dasarnya adalah
Negara Hukum. Ciri negara hukum antara lain:
1. Adanya Supremasi Hukum,
2. Jaminan hak asasi manusia, dan
3. Legalitas Hukum
Di negara hukum, peraturan perundang-undangan yang berpuncak pada
undang-undang dasar (konstitusi) merupakan satu kesatuan sistem hukum sebagai
landasan bagi setiap penyelenggaraan kekuasaan.
Rule of Law merupakan suatu doktrin hukum yang mulai muncul pada abad
ke-XIX, bersamaan dengan kelahiran negara berdasarkan hukum (konstitusi) dan
demokrasi. Kehadiran Rule of Law dapat disebut sebagai reaksi dan koreksi
terhadap negara Absolut (kekuasaan di tangan penguasa) yang telah berkembang
sebelumya. Istilah rechtsstaat diberikan oleh para ahli hukum Eropa Kontinental
2.6.2

sedangkan istilah Rule of Law diberikan oleh Anglo Saxon.


Ciri-Ciri Negara Hukum
Friedrich Julius Stahl dari kalangan ahli hukum Eropa Kontinental,
memberikan ciri-ciri Negara Hukum (Rule of Law) sebagai berikut:
2.6.3 Hak Asasi Manusia,
2.6.4 Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin Hak Asasi
Manusia yang biasa dikenal sebagai Trias Politica,
2.6.5 Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan, dan
2.6.6 Peradilan administrasi dalam perselisihan.
Adapun AV Dicey dari kalangan hukum Anglo Saxon memberikan ciri-ciri
negara hukum (Rule of Law) sebagai berikut:
1. Supremasi Hukum, dalam arti tidak boleh ada kesewenang-wenangan,
sehingga seseorang hanya boleh dihukum jika melanggar hukum;
2. Kedudukan yang sama didepan hukum, baik bagi rakyat biasa maupun
bagi pejabat; dan
3. Terjaminnya hak-hak manusia dalam undang-undang atau keputusan
pengadilan.
Ciri-ciri rechtsstaat atau Rule of Law diatas masih dipengaruhi oleh konsep
negara hukum formil atau negara hukum dalam arti sempit. Berdasarkan
pengertian, Friedman (1959) membedakan Rule of Law menjadi 2(dua), yaitu:
1. Pengertian secara Formal (In the formal sense), dan
2. Pengertian secara Hakiki/ Materil (Ideological Sense).
Secara formal, Rule of Law diartikan sebagai kekuasaan umum yang
terorganisir (organized public power), hal ini dapat diartikan bahwa setiap negara

mempunyai aparat penegak hukum. Sedangkan secara hakiki, Rule of Law terkait
dengan penegakan hukum yang menyangkut ukuran hukum yang baik dan buruk
(just and unjust law).
Rule Of Law pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal terhadap
rasa keadilan bagi rakyat Indonesia dan juga keadilan social. Inti dari Rule Of
Law adalah adanya keadilan bagi masyarakat , teruatama keadilan social.
Secara sederhana , yang dimaksud dengan Negara hukum adalah Negara
yang penyelenggaraan kekuasaan pemerintah dan lembagalembaga lain dalam
melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hokum. Dalam Negara hukum, kekuasaan
menjalankan pemerintahan berdasarkan kedaulatan (supremasi hokum) dan
bertujuan untuk menyelenggarakan ketertiban hukum (Mustafa kemal pasha,
2003). Negara berdasar atas hukum menempatkan hukum sebagai hal yang
tertinggi (supreme), sehingga ada istila supremasi hukum. Supremasi Hukum
harus tidak boleh mengabaikan tiga ide dasar hukum, yaitu keadilan,
kemanfaaatan dan kepastian (Achmad Ali; 2002).
Seperti yang dikatakan Friedman, bahwa negara hukum ada dua, yaitu
Negara Hukum Formil dan Negara Hukum Materil. Salah satu ciri penting dalam
negara yang menganut konstittusionalisme yang hidup pada abad ke-19 adalah
sifat pemerintahannya yang pasif, artinya pemerntahan hanya sebagai wasit atau
pelaksana dari berbagai keinginan rakyat yang dirumuskan para wakilnya di
parlemen.

2.6.3

Negara Hukum Indonesia


Negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini tertuang secara jelas dalam Pasal

1 ayat(3) UUD 1945 Perubahan Ketiga yang berbunyi Negara Indonesia adalah negara
hukum. Artinya, Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berdasarkan
atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan (machtstaat), dan
pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi (hukum dasar), bukan absolutisme
(kekuasaan yang tidak terbatas). Sebagai konsekuensi pasal 1 ayat (3) Perubahan
Ketiga Undang-Undang Dasar 1945, ada 3 (tiga) prinsip dasar wajib dijunjung oleh
setiap warga negara yaitu supremasi hukum, kesetaraan di hadapan hukum dan
penegakan hukum dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan hukum (RPJM
2004-2009). Sebagai negara hukum, yang ditulis dalam UUD 1945, dan tidak
memerlukan tambahan penjelasan.
Sudah seharusnya warga negara terutama anggota MPR yang terhormat mengerti
bahwa substansi dari negara hukum adalah dianutnya paham supremasi hukum yang
dalam bahasa populernya sering disebut sebagai rule of law. Akan tetapi, belakangan
ini pengertian negara hukum ini dimanipulasi sedemikian rupa menjadi negara yang
menggunakan

instrumen

hukum

sebagai

pembenaran

bertindak.

Akibatnya,

subyektivitas politik bisa mendikte hukum sedemikian rupa sehingga hukum benarbenar digunakan sebagai instrument politik atau instrumen kekuasaan. Dalam
kepustakaan hukum, hal yang sedemikian ini sama artinya dengan dipraktikkannya apa
yang disebut sebagai Rule by law.
Fungsi rule of law pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal terhadap
rasa keadilan bagi rakyat dan juga keadilan sosial, sehingga diatur pada
Pembukaan UUD 1945, bersifat tetap dan instruktif bagi penyelenggaraan negara.
Deengan demikian, inti dari Rule of law adalah jaminan adanya keadilan bagi
masyarakat, terutama keadilan sosial. Prinsip-prinsip diatas merupakan dasar hukum
pengambilan kebijakan bagi penyelenggaraan negara/pemerintahan, baik di tingkat
pusat maupun daerah, yang berkaitan dengan jaminan atas rasa keadilan terutama
keadilan sosial.
Penjabaran prinsip-prinsip rule of law secara formal termuat di dalam pasal-pasal
UD 1945, yaitu:

1. Negara Indonesia adalah negara hukum (Pasal 1 ayat (3))


2. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang

merdeka

untuk

menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (Pasal 24


ayat (1))
3. Segenap warga

negara

bersamaan

kedudukannya

didalam

hukum

dan

pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya (Pasal 27 ayat (1))
4. Dalam Bab X A tentang HAM, memuat 10 pasal, antara lain bahwa setiap orang
berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama dihadapan hukum (Pasal 28 D ayat (1));
5. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang
adil dan layak dalam hubungan kerja (Pasal 28 D ayat (2))
Di Indonesia, prinsip-prinsip Rule of Law secara formal tertera dalam pembukaan
UUD 1945 yang menyatakan : (1) bahwa kemerdekaan itu hak segala bangsa,
karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan, (2) .
kemerdekaan Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur; (3)
. untuk memajukan kesejahteraan umum, . dan keadilan sosial; (4) ..
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang
Dasar Negara Indonesia; (5) ..kemanusiaan yang adil dan beradab; dan (6)
. serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan demikian, inti dari Rule of Law adalah jaminan adanya keadilan bagi
masyarakat, terutama keadilan sosial. Prinsip-prinsip diatas merupakan dasar hukum
pengambilan kebijakan bagi penyelenggara negara/pemerintahan, baik di tingkat pusat
maupun daerah, yang berkaitan dengan jaminan atas rasa keadilan terutama keadilan
sosial.
Berikut

penjabaran

prinsip-prinsip

rule

of

law

secara

hakiki

dalam

penyelenggaraan pemerintah dan strategi pelaksanaan rule of law :


1. Prinsip-prinsip

Rule

of

Law

secara

Hakiki

dalam

Penyelenggaraan

Pemerintahan
Prinsip-prinsip Rule of Law secara hakiki (materiil) sangat erat kaitannya
dengan the enforcement of the rules of law dalam penyelenggaraan pemerintahan
terutama dalam hal penegakan hukum dan implementasi prinsip-prinsip Rule of
Law. Keberhasilan the enforcement of the rules of law tergantung kepada

kepribadian nasional masing-masing bangsa (Sunarjati Hartono, 1982). Hal ini


didukung oleh kenyataan bahwa Rule of Law merupakan institusi sosial yang
memiliki struktur sosiologis yang khas dan mempunyai akar budayanya yang khas
pula. Rule of Law ini juga merupakan legalisme, suatu aliran pemikiran hukum
yang didalamnya terkandung wawasan sosial, gagasan tentang hubungan antar
manusia, masyarakat dan negara, yang memuat nilai-nilai tertentu yang memiliki
struktur sosiologisnya sendiri.
Legalisme tersebut mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani
melalui pembuatan sistem peraturan dan prosedur yang sengaja bersifat objektif,
tidak memihak, tidak personal, dan otonom.
2. Strategi Pelaksanaan (Pengembangan) Rule of Law
Agar pelaksanaan (pengembangan) Rule of Law berjalan efektif sesuai dengan
yang diharapkan, maka :
a. Keberhasilan the enforcement of the rules of law harus didasarkan pada corak
masyarakat hukum yang bersangkutan dan kepribadian nasional masing-masing
bangsa;
b. Rule of Law yang merupakan institusi sosial harus didasarkan pada akar budaya yang
tumbuh dan berkembang pada bangsa;
c. Rule of Law sebagai suatu legalisme yang memuat wawasan sosial, gagasan tentang
hubungan antar manusia, masyarakat dan negara, harus dapat ditegakkan secara adil,
dan hanya memihak kepada keadilan.
Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu dikembangkan hukum progresif yang
memihak hanya kepada keadilan itu sendiri , bukan sebagai alat politik yang
memihak kepada kekauasaan seperti yang selama ini diperlihatkan. Hukum
progresif merupakan gagasan yang ingin mencari cara untuk mengatasi
keterpurukan hukum di Indonesia secara lebih bermakna.
Asumsi dasar hukum progresif bahwa hukum adalah untuk manusia, bukan
sebaliknya, hukum bukan merupakan institusi yang absolut dan final, hukum selalu
berada dalamproses untuk terus menerus menjadi (law as process, law in the
making). Hkum progresif memuat kandungan moral yang sangat kuat, karena tidak
ingin menjadikan hukum sebagai teknologi yang tidak bernurani, melainkan suatu
institusi yang bermoral yaitu keamnusiaan. Hukum progresif peka terhadap

perubahan-perubahan dan terpanggil untuk tampil melindungi rakyat untuk menuju


ideal hukum. Hukum progresif menolak keadaan status quo, ia merasa bebas untuk
mencari format, pikiran, asas serta aksi-aksi, karena 5hukum untuk manusia
2.7 Dinamika Pelaksanaan Penegakan Hukum di Indonesia
Penegakan rule of law harus diartikan secara hakiki (materiil), yaitu dalam arti
pelaksanaan dari just law. Prinsip prinsip rule of law secara hakiki sangat erat
kaitannya dengan the enforcement of the rules of law dalam penyelenggaraan
pemerintahan terutama dalam hal penegakan hukum dan implementasi prinsip
prinsip rule of law.
Berdasarkan pengalaman berbagai negara dan hasil kajan menunjukan bahwa
keberhasilan the enforcement of the rule of law tergantung kepada keperibadiaan
nasional masing masing bangsa (Sunarjati Hartono, 1982). Hal ini didukung oleh
kenyataan bahwa ule of law merupakan institusi sosial yang memiliki struktur
sosiologis yang khas dan mempunyai akar budaya yang khas pula. Rule of law juga
merupakan legalisme, yaitu suatu aliran pemikiran hukum yang di dalamnya
terkandung wawasan sosial, gagasan tentang hubungan antar manusia, masyarakat dan
negara, yang dengan demikian memuat nilai nilai tertentu yang memiliki truktur
sosiologisnya sndiri.
Legalisme tersebut mengandung gagasan bahwa keadilan data dilayani memalui
pembuatan system peraturan dan prosedur yang sengaja bersifat objektif, tidak
memihak, tidak personal, dan otoom. Secara kuantitatif, peraturan perundang
undangan yang terkait dengan rule of law telah banyak dihasilkan di negara kita, namun
implementasi/penegakannya belum mencapai hasil yang optimal, sehingga rasa
keadilan sebagai perwujudan pelaksaaan rule of law belum dirasakan sebagian besar
masyarakat.
Proses penegakan hukum di Indonesia dilakukan oleh lembaga penegak hukum yang
terdiri dari:
1. kepolisian
2. kejaksaan
3. komisi pemberantas korupsi
4. badan peradilan

a. mahkamah agung
b. mahkamah konstitusi
c. pengadilan tinggi
d. pengadilan negeri
Lembaga lembaga di atas adaah lembaga yang punya kewenangan dalam
memproses kalau seandainya ada masyarakat atau oang yang melakukan pelanggaran
aturan hukum materil.dimana prose situ dimulai dari adanya pemberitahuan atau
tertangkap tangannya pelaku kejahatan kepada polisi, lalu dilakukan penyidikan sampai
dengan proses peradilan dengan adanya putusan hakim dan sampai dilakukannya upaya
hukum dari salah satu pihak yang tidak menerima putusan hakim tersebut. Semua
proses ini dikatakan juga dengan pelaksanaan hukum formal atau beracara dalam
hukum.
Hukum secara pidana adalah hukum yang memberi dasar dasar aturan aturan
yang menentukan cara dan proses untuk melaksanakan ancaman pidana terhadap orang
yang disangka melakukan perbuatan pidana.
Adapun tahapan tahapan yang dilewati oleh seseorang yang diduga melakukan
kejahatan adalah:
1. penyelidikan: rangkaian tindakan dalam mencari dan menemukan suatu
kejadian yang berhubungan dengan kejahatan dan pelanggaran tindak pidana.
2. penyidik : penyidik lah yang melakukan penangkapan, penahanan, penyitaan,
penggeledahan, pemeriksaan surat, pemanggilan saksi, dan terdakwa,
pemeriksaan dan penyerahan berkas.
3. proses peradilan di pengadilan.
a. Setelah jaksa beranggapan berkas dari penyidik sudah lengkap, maka
berkas itu diserahkan kepada engadilan untuk di tentukan hari sidang.
Yang ada dalam proses di pengadila ini adalah:
b. hakim membuka sidang dan menanyakan identitas dan kesehatan
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

tesangka.
jaksa penuntut umum membacakan surat dakwaan
pembacaan eksepsi dari penasehat hukum terdakwa
pembuktian
pledol
replik
duplik
vonis hakim.

4. pelaksanaan putusan hakim di lembaga permasyarakatab.

Di lembaga inni aka nada hakim yang mengawasi pelaksanaan pidana tersebut
yang dikenal dengan Hakim Wasmat. Tujuan dari adanya hakim wasmat ini adalah
untuk menjaga hak hak narapidana supaya tidak diabaikan oleh petugas dilembaga
pemasyarakatan ini seperti yang dicantumkan di KUHAP dan UU No. 12 Tahun 1995
tentang pemasyarakatan.

BAB III
PENUTUP
3,1 Kesimpulan
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang dimiliki secara kodrati oleh manusia
yang diberikan oleh Tuhan. Hak ini adalah hak yang dimiliki oleh semua orang yang tidak
dapat dibeli dan dirampas atau haus dihormati. Selain manusia itu ada hak yang
dimilikinya, dia juga punya kewajiban yang harus dilaksanakannya dan yang harus
dijaganya, ini dinamakan dengan KAM.
Sejarah perkembangan Ham bisa kita lihat dari perkembangan dalam sejarah yang
dimulai dari adanya perjuangan Nabi Musa A.S, lalu muncul filsuf filsuf unani, Hukum
Hammurabbi, Piagam Madina, dan Perjuangan Nabi Muhammad.
Kemudian dilanjutkan dengan perkembangan HAM didunia barat yang dimulai
dengan keluarnya Magna Charta,Hobbeas Corpus Actdi Inggris (1679), The International
Bill of Rights di Inggris (1689), Declaration of Independence di Amerika Serikat (1776),
Declaration de droits de Ihome at du citoyen di Perancis (1789), Empat kebebasan
Roosevelt (1941), The Univesal Declaration of Human Rights (1948).
Selain perkemangan HAM ada didunia, Indonesia sendiri juga mengakui adanya
HAM. Ini ditandai dengan adanya UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, lembaga
KOMNAS

HAM

sebagai

lembaga

independen

untuk

membantu

penylesaian

kalauterjadinya pelanggaran HAM dan lembaga lembaga lain eperti KPAI, komisi
perlindungan hak asasi perempuan, serta dengan keluarnya UU nomor 26 tahun 2006
tentang peradilan HAM untuk memproses kalau terjadinya pelanggaran HAM, tetapi pada
kenyataanya masih banyak pelanggaran pelaggaran yang terjadi di Indoneasi baik
pelanggaran yang dilakukan oleh negara maupun individu yang sampai sekarang masih
belum terselesaikan dan diabaikan oleh negara sebagai lembaga atau organisasi yang
melindungi hak warga negaranya. Ciri negara hukum antara lain: adanya supremasi
hukum, jaminan hak asasi manusia, dan legalitas hukum.
3.2 Saran
Sebagai penyusun, kami menyarankan kepada para pembaca untuk membaca
referensi lain mengenai materi Hak Asasi Manusia dan Rule of Law agar
pembendaharaan mengenai materi ini lebih banyak dan mendalam lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Lubis, Efridani, dkk. 2015. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: UPT MKU Universitas
Negeri Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai